Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
yang ditandai dengan gejala yang khas, yaitu kejang berulang lebih dari 24 jam.1
Etiologi dari epilepsi adalah multifaktorial, tetapi sekitar 60 % dari kasus epilepsi
tidak dapat ditemukan penyebab yang pasti atau yang lebih sering kita sebut
sebagai kelainan idiopatik. Penyakit ini paling sering terjadi pada anak di bawah 1
tahun dan orang tua (di atas usia 65 tahun).2 Menurut penelitian dari World
Health Organization (WHO), ditemukan sekitar 50 juta orang di seluruh dunia
menderita epilepsi. Keadaan sosial ekonomi yang rendah berdampak terhadap
meningkatnya risiko kejadian epilepsi. Sekitar 80% dari total penderita epilepsi di
seluruh dunia ditemukan di negara berkembang.
. Epilepsi merupakan salah satu penyebab terbanyak morbiditas di bidang saraf anak, yang
berdampak terhadap tumbuh-kembang anak. Epilepsi merupakan diagnosis klinis, insidensnya
bervariasi di berbagai negara. Elektroensefalografi (EEG) dikerjakan untuk melihat fokus
epileptogenik, sindrom epilepsi tertentu, evaluasi pengobatan, dan menentukan prognosis. Pencitraan
dilakukan untuk mengetahui adanya fokus epilepsi dan kelainan struktur otak lainnya.
I. TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
1. Terdapat minimal dua episode kejang tanpa diprovokasi yang terjadi >24
jam secara terpisah
2. Terdapat satu episode kejang tanpa diprovokasi, namun rekurensi dalam
10 tahun ke depan sama dengan risiko rekurensi (minimal 60%) setelah
dua episode kejang tanpa provokasi
3. Diagnosis sindrom epilepsi sudah ditegakkan
ILAE official report: a practical clinical definition of epilepsy.
Fisher RS1, Acevedo C, Arzimanoglou A, Bogacz A, Cross JH, Elger
CE, Engel J Jr, Forsgren L, French JA, Glynn M, Hesdorffer DC, Lee
BI, Mathern GW, Mosh SL, Perucca E, Scheffer IE, Tomson
T, Watanabe M, Wiebe S.
Epilepsia. 2014 Apr;55(4):475-82. doi: 10.1111/epi.12550. Epub 2014 Apr
14.
Sindrome epilepsi?
No. 2?
3.2 Epidemiologi
Camfield P1,
http://saripediatri.idai.or.id/abstrak.asp?q=752
3.3 Etiologi
b. Faktor natal
- Asfiksia : hipoksia dan iskemia akan menyebabkan peninggian
cairan dan Na intraseluler sehingga terjadi oedema otak.
Daerah yang sensitif terhadap hipoksia adalah inti-inti pada
batang otak, talamus, dan kolikulus inferior, sedangkan
terhadap iskemia adalah watershead area yaitu daerah
parasagital hemisfer yang mendapat vaskularisasi paling
sedikit.
- Berat badan lahir rendah : bayi BBLR dapat mengalami
gangguan metabolisme yaitu hipoglikemia dan hipokalsemia.
- Kelahiran prematur atau postmatur : bayi prematur
perkembangan alat-alat tubuh kurang sempurna sehingga
belum berfungsi dengan baik. Perdarahan intraventikuler
terjadi pada 50% bayi prematur. Hal ini disebakan karena
sering apnea, asfiksia berat dan sindrom gangguan pernapasan
sehingga bayi menjadi hipoksia. Bayi yang dilahirkan lewat
waktu merupakan bayi postmatur. Pada keadaan ini terjadi
penuaan plasenta, sehingga pemasukan makanan dan oksigen
akan menurun.
c. Faktor postnatal
- Kejang demam : kejang demam yang berkepanjangan
menyebabkan iskemia otak, dan yang paling terkena
dampaknya adalah lobus temporalis.
- Trauma kepala atau cedera kepala
- Infeksi sususan saraf pusat : meningitis, ensefalitis.
- Gangguan metabolik : serangan epilepsi dapat terjadi dengan
adanya gangguan pada konsentrasi serum glukosa, kalsium,
magnesium, potassium dan sodium.
3.5 Klasifikasi
3.5.2.2 Mioklonik
3.5.2.3 Klonik
Kejang klonik terdiri dari ritme gerakan menghentak pada tangan
dan kaki, terkadang pada kedua sisi tubuh. Lama terjadinya kejang
sangat bervariasi. Klonus berarti pertukaran yang cepat antara kontraksi
dan relaksasi otot atau dengan kata lain gerakan menghentak yang
berulang.
3.5.2.5 Atonik
Kejang tonik terjadi lebih dari 15 detik. Pada kejang atonik, otot
dengan tiba-tiba kehilangan kekuatannya. Kelopak mata mungkin
tertutup, kepala mungkin menganggukdan penderita mungkin
menjatuhkan sesuatu dan sering jatuh kelantai. Kejang ini sering
disebut sebagai drop attack atau drop seizure. Penderita biasanya tetap
sadar. Kejang atonik sering dimulai sejak kecil dan biasanya berakhir
sampai remaja. Banyak orang dengan kejang atonik mengalami luka
ketika mereka terjatuh
3.5.2.6 Tonik-klonik
Umumnya kejang tonik klonik terjadi selama 1-3 menit. Kejang
tonik klonik yang berakhir lebih lama dari 5 menit mungkin harus
memanggil bantuan medis. Kejang yang berakhir lebih dari 30 menit
atau tiga kali kejang tanpa periode jeda yang normal mengindikasikan
kondisi yang berbahaya disebut juga sebagai status epileptikus. Kejang
ini membutuhkan terapi emergency.
3.6 Patofisiologi
Otak terdiri dari milyaran sel neuron yang satu dengan lainnya saling
berhubungan. Hubungan antar neuron tersebut terjalin melalui impuls listrik
dengan bahan perantara kimiawi yang dikenal sebagai neurotransmiter.
Neurotransmiter yang berperan dalam mekanisme pengaturan ini adalah:
- Glutamat, yang merupakan brains excitatory neurotransmitter
- GABA (Gamma Aminobutyric Acid), yang bersifat sebagai brains
inhibitory neurotransmitter.
Dalam keadaan normal terjadi keseimbangan antara eksitasi dan inhibisi
sehingga potensial membran dipertahankan sebesar 70 mV. Pada keadaan dimana
eksitasi meningkat, inhibisi menurun, atau terjadi keduanya, terjadi depolarisasi
(potensial membran menjadi lebih positif). Jika potensial membran mencapai
ambang tertentu, terjadilah lepas muatan listrik.
Area di otak dimana ditemukan sekelompok sel neuron yang abnormal,
bermuatan listrik berlebihan dan hipersinkron dikenal sebagai fokus epileptik
(fokus pembangkit serangan kejang). Akibat hipereksitasi neuron pada fokus
epileptik sehingga terjadi lepas muatan listrik terjadi berkali-kali. Fokus epileptik
dari sekelompok neuron akan mempengaruhi neuron sekitarnya lalu ke hemisfer
sebelahnya, subkortek, thalamus, batang otak dan seterusnya. Kemudian untuk
bersama-sama dan serentak dalam waktu sesaat menimbulkan serangan kejang.
Setelah meluasnya eksitasi selesai dimulailah proses inhibisi di korteks serebri,
thalamus dan ganglia basalis yang secara intermiten menghambat discharge
epileptiknya.
Dalam sistem eksitasi, glutamat berikatan dengan beberapa reseptor di
postsinaps yaitu reseptor NMDA (NmethylDaspartate) dan AMDA. Reseptor
NMDA memiliki peranan yang penting dalam proses belajar dan daya ingat.
Stimulasi berlebihan reseptor NMDA menyebabkan masuknya Ca2+ dalam
jumlah besar. Ca2+ tersebut akan menyebabkan destruksi enzim intrasel yaitu
endonuklease dan protease, yang berakibat kerusakan dan kematian sel tersebut.
3.8 Diagnosis
3.8.1 Anamnesis
1) Asimetris irama dan voltase gelombang pada daerah yang sama di kedua
hemisfer otak.
3) Adanya gelombang yang biasanya tidak terdapat pada anak normal, misalnya
gelombang tajam, paku (spike), paku-ombak, paku majemuk, dan gelombang
lambat yang timbul secara paroksimal. Bentuk epilepsi tertentu mempunyai
gambaran EEG yang khas, misalnya spasme infantile mempunyai gambaran EEG
hipsaritmia, epilepsi petit mal gambaran EEG nya gelombang paku ombak 3
siklus per detik (3 spd), epilepsi mioklonik mempunyai gambaran EEG
gelombang paku / tajam / lambat dan paku majemuk yang timbul secara serentak
(sinkron).
Rekaman EEG dan video secara simultan pada seorang penderita yang sedang
mengalami serangan dapat meningkatkan ketepatan diagnosis dan lokasi sumber
serangan. Rekaman video EEG memperlihatkan hubungan antara fenomena klinis
dan EEG, serta memberi kesempatan untuk mengulang kembali gambaran klinis
yang ada. Prosedur yang mahal ini sangat bermanfaat untuk penderita yang
penyebabnya belum diketahui secara pasti, serta bermanfaat pula untuk kasus
epilepsi refrakter. Penentuan lokasi fokus epilepsi parsial dengan prosedur ini
sangat diperlukan pada persiapan operasi.
Bila dibandingkan dengan CT Scan maka MRI lebih sensitif dan secara
anatomik akan tampak lebih rinci. MRI bermanfaat untuk membandingkan
hipokampus kanan dan kiri
3.9 Tatalaksana
3.9.3 Medikamentosa
Obat lini kedua dapat ditambahkan bila faktor pencetus dapat disingkirkan.
Rujuklah pasien jika membutuhkan 2 macam anti-epilepsi.
Bila tanpa melihat jenis bangkitan kejang, dapat diebrikan terapi berikut:
Kadar antikonvulsan pada serum harus diukur pada saat dimulai terapi.
Follow up rutin dilakukan untuk mengontrol kepatuhan minum obat, kejang
terkontrol atau tidak, dan efek samping dari obat.
3.11Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi akibat epilepsi diantarnya adalah
sebagai berikut :
1. Gangguan kognitif, terdapat bukti jelas bahwa kejang dapat
menyebabkan defisit fungsi kognitif yang dapat bertahan sampai satu
jam atau lebih setelah kejang.
2. Penurunan daya ingat
3. Pemusatan perhatian, hal ini sering terjadi pada penderita epilepsi.
Penurunan atensi lebih sering terjadi pada anak dengan epilepsi
dibandingkan populasi umum
DAFTAR PUSTAKA
Murtasid. et al. 2011. Pengaruh obat anti epilepsy terhadap gangguan daya ingat
pada epilepsy anak. Sari Pediatric. 12 ; 302 306
Fisher RS, Boas WE, Blume W, Elger C, Genton P, Lee P, et al. 2005. Epileptic
seizures and epilepsy: definition proposed by the International League
Against Epilepsy (ILAE) and the International Bureau for Epilepsy (IBE).
Epilepsia; 46(4):470-2
Price, S. A. dan Wilson, L. M. 2006. Patofisiologi Konsep klinis Proses Proses
Penyakit. Edisi 6. Volume 2. Jakarta : EGC. Hal.1158-1164
Utomo, Tranggono Y. 2011. Dosis dan Lama Pemberian Fenitoin Sebagai Faktor
Risiko Timbulnya Hiperplasia Ginggiva Pada pasien Epilepsi. Tesis. Program
pascasarjana Magister Ilmu Biomedik dan Program Pendidikan Dokter
Spesialis Ilmu Penyakit Saraf Universitas Diponegoro: Semarang
(Dipublikasikan)
Ikawati, Zullies. 2009. Epilepsi:Lecture Notes. (Online) Diakses di:
zulliesikawati.staff.ugm.ac.id/wp.../epilepsy.pdf Pada tanggal 10
Desember 2012.
Harsono, Kustiowati E, Gunadharma S. 2008. Pendahuluan, definisi, klasifikasi,
etiologi, dan terapi. Dalam: Pedoman Tata Laksana Epilepsi. Jakarta:
PERDOSSI hal.1-13