Você está na página 1de 30

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Skabies yang mempunyai sinonim berupa the itch, gudik, budukan, atau
gatal agogo merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan
sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiei varhominis, dan produknya.1
Terdapat lebih dari 300 juta orang di seluruh dunia yang menderita
skabies.2,3,4 Skabies adalah penyakit endemik di seluruh dunia, dapat menyerang
seluruh ras dan berbagai tingkat sosial, namun gambaran akurat mengenai
prevalensinya sulit didapatkan.2,4,6 Sebuah penelitian terbaru menyatakan bahwa
prevalensi skabies meningkat di United Kingdom, dan skabies lebih sering terjadi
di daerah perkotaan, pada anak-anak dan wanita, dan pada musim dingin
dibandingkan saat musim panas.7,8 Lingkungan padat penduduk, yang sering
terdapat pada negara-negara berkembang dan hampir selalu berkaitan dengan
kemiskinan dan higiene yang buruk, dapat meningkatkan penyebaran skabies.8
Skabies ditularkan melalui kontak langsung kulit dengan kulit maupun
dengan kontak tidak langsung melalui benda-benda yang dipakai bersama,
misalnya handuk, pakaian, sprei, dan sarung bantal.2,3 Semakin banyak jumlah
parasit dalam satu individu, maka semakin besar kemungkinan terjadinya
penularan dalam lingkungan yang sama. Terdapat berbagai gambaran klinis
skabies yang berbeda pada berbagai individu. Gambaran ini dapat menyulitkan
diagnosis sehingga menyebabkan terapi yang tidak tepat. Apabila beberapa
anggota keluarga mengeluhkan erupsi kulit yang gatal, skabies harus dipikirkan
sebagai salah satu diagnosis 8.
Dermatitis atopik (DA) ialah keadaan peradangan kulit kronis dan residif,
disertai gatal, yang umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak-anak,
sering berhubungan dengan peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat atopi
pada keluarga atau penderita (Dermatitis atopik, rhinitis alergik, dan atau asma
bronchial). Kelainan kulit berupa papul gatal, yang kemudian mengalami
ekskoriasi dan likenifikasi, distribusinya di lipatan (fleksural).9

1
Prevalensi DA di Indonesia bervariasi. Pada tahun 2005 dari 10 rumah
sakit besar di seluruh Indonesia menemukan angka 36% dari seluruh kasus.9 Data
lainnya pada tahun 2010 di RS Wahidin Makasar menemukan angkan 16,34% dari
seluruh kunjungan penyakit kulit anak. Dari data rawat jalan di RS Wahidin
Sudirihusoso Makasar selama tahun 2003-2007 tercatat 184 kasus baru DA,
terbanyak pada kelompok umur 5-14 (30%), diikuti kelompok umur 1-4 (15%)
dan 1-11 bulan (12%).10 Wanita lebih banyak menderita DA daripada pria dengan
rasio 1,3 : 1. Berdasarkan data penelitian di USA pada tahun 2003, prevalensi DA
di Negara tersebut sebesar 10,7%.11
Berbagai faktor ikut berinteraksi dalam pathogenesis Dermatitis Atopik,
misalnya faktor genetik, lingkungan, sawar kulit, farmakologik, dan imunologik.
Konsep dasar terjadinya Dermatitis Atopik adalah melalui reaksi imunologik,
yang diperantarai oleh sel-sel yang berasal dari sumsum tulang.12

2
BAB II
LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
Nama : Tn. A
Jenis kelamin : Laki -Laki
Umur : 15 tahun
Pendidikan : SMK
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Asrama TNI Sekojo, Palembang
Status : BPJS Dinas
Tanggal kunjungan : 30 November 2015

B. Anamnesis
Diperoleh secara autoanamnesis pada tanggal 30 November 2015.
Keluhan utama :
Terdapat bintil-bintil kemerahan di kedua tangan
Keluhan Tambahan
Gatal-gatal
Riwayat Perjalanan Penyakit :
Pasien datang ke poli kulit dan kelamin RS dr. AK. Gani
Palembang dengan keluhan terdapat bintil-bintil kemerahan di tangan sejak
1 bulan yang lalu. Pasien mengaku bintil-bintil kemerahan awalnya di
sekitar pergelangan tangan kiri lalu menyebar ke punggung tangan, tangan
kanan, lengan, punggung kaki kanan dan kiri dan di bagian punggung
bawah pasien. Pasien menyangkal adanya bintil-bintil kemerahan di daerah
lipatan maupun kemaluan. Bintil-bintil muncul disertai dengan rasa gatal.
Dalam 1 minggu ini pasien mengaku bintil-bintil bertambah dan gatal
semakin memberat. Gatal dirasakan hilang timbul dan memberat pada
malam hari dan saat berkeringat. Untuk mengurangi rasa gatal pasien
mengaku menggaruk bintil dan daerah sekitarnya. Daerah yang digaruk
menjadi kemerahan dan menjadi perih. Pasien menyangkal adanya cairan
yang keluar dari bintil-bintil yang digaruk dan menyangkal adanya nyeri

3
pada bintil-bintil yang timbul. Bintil-bintil bekas garukan berubah warna
menjadi kehitaman.
Sebelum terjadinya keluhan pasien menyangkal mengoleskan atau
kontak dengan bahan lain, tidur di lantai atau tersengat serangga, serta
menyagkal dari tempat basah dan kotor seperti kubangan.

Riwayat penyakit dahulu :


Riwayat Alergi : disangkal
Riwayat Rhinitis Alergika : disangkal
Riwayat Penyakit Kronik : disangkal
Riwayat dengan keluhan serupa : disangkal
Sejak SD pasien mengaku sering gatal-gatal di bagian lengan dan
badan yang hilang timbul. 3-4 bulanan sebelum berobat sekarang, pasien
pernah mengeluh adanya bintil-bintil pada lengan, kaki, perut dan badan
yang gatal. Saat itu pasien didiagnosis sebagai dermatitis atopik.

Riwayat penyakit dalam keluarga :


Riwayat Alergi : Kakak kandung pasien (Biduran)
Riwayat Rhinitis Alergika : disangkal
Riwayat Alergi Makanan atau obat : disangkal
Riwayat Penyakit Kronik : disangkal
Riwayat dengan keluhan serupa : Kakak pasien

Riwayat Pengobatan
Pasien sudah sempat berobat untuk keluhan gatal-gatalnya di Poli
kulit dan kelamin RS dr. AK. Gani Palembang dan diberikan obat cetirizine
dan 2 macam salep. Menurut pasien, keluhan berkurang setelah pengobatan
namun keluhan gatal kembali muncul.

Riwayat Sosial-Ekonomi
Pasien tinggal bersama keluarga di Asrama TNI, pasien tidur di
kamar sendiri menggunakan kasur kapuk. Pasien mengaku kasur dijemur

4
paling sering 6 bulan sekali, sprei biasanya diganti 3 bulan sekali bahkan
lebih, selimut terakhir diganti kurang lebih 6 bulan lalu.
Kebersihan pribadi pasien cukup baik, pasien sehari mandi
minimal 2 kali, menggunakan sabun batang yang digunakan bersama
anggota keluarga lain, namun handuk digunakan sendiri-sendiri. Setelah
mandi pasien menggunakan pakaian baru yang bersih.
Air yang digunakan untuk mandi dan keperluan keluarga lainnya
berasal dari air PAM dan tidak menggunakan air sumur.

C. Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Keadaan Umum
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda Vital : Tidak Dilakukan
Status Gizi :
BB : 55 Kg
TB : 165 cm
Status Gizi Cukup
Keadaan Spesifik
Kepala :
Mata : Terdapat lipatan orbita Dennie-Morgan

Gambar 2.1. Dennie-Morgan line pada orbita

Leher : Tidak Dilakukan


Thorax : Tidak Dilakukan
Ekstremitas Atas : Tidak Dilakukan
Ekstremitas Bawah : Tidak Dilakukan

5
Status Dermatologikus
Dorsum manus dextra et sinistra:
Papul eritema berbentuk bulat, multipel, diameter 0,1 cm 0,4 cm,
batas tegas, diskret, sebagian erosi dan dilapisi krusta berwarna coklat
kehitaman.
Papul hiperpigmentasi berbentuk bulat, multipel, diameter 0,1 cm
0,4 cm berbatas tegas, diskret dengan kulit sekitar xerosis.

Gambar 2.2. Dorsum Manus Dextra et Sinistra

Regio antebrachii dextra et sinistra:


Papul eritema berbentuk bulat, multipel, diameter 0,1 cm 0,4 cm,
batas tegas, diskret.
Papul hiperpigmentasi berbentuk bulat, multipel, diameter 0,1 cm
0,4 cm berbatas tegas, diskret dengan kulit sekitar xerosis.

Gambar 2.3. Antebrachii dextra et sinstra

6
Trunkus posterior 1/3 distal: patch hiperpigmentasi, mulitpel, ukuran panjang
0,2 cm 0,5 cm, konfluens dengan kulit sekitar xerosis.

Gambar 2.4. Truncus posterior 1/3 distal

Cruris anterior dextra et sinistra dan dorsum pedis dextra et sinistra:


Papul eritema berbentuk bulat, multipel, diameter 0,1 cm 0,4 cm,
batas tegas, diskret.
Patch hiperpigmentasi, mulitpel, ukuran panjang 0,2 cm 0,5 cm,
konfluens dengan kulit sekitar xerosis.

Gambar 2.5. Cruris anterior dextra et sinistra

7
Gambar 2.6. Dorsum Pedis dextra et sinistra

D. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Penunjang Dermatologis
Anjuran pemeriksaan :
- Uji tetrasiklin
Tetrasiklin dioleskan pada kanalikuli yang dicurigai, kemudian
dibersihhkan dan diperiksan dengan lampu Wood, dinyatakan positif
(+) jika floresensi kuning keemasan pada kanalikuli.
- Burrow Ink Test
Papul diusap dengan tinta, sampai seluruh papul tertutup, kemudian
dengan cepat dibersihkan dengan alkohol, dinyatakan positif bila jejak
tinta masuk ke dalam kanalikuli dengan membentuk garis yang
karakteristik, gelap, dan berkelok-kelok.
- Skin Prick Test

b. Pemeriksaan Laboratorium Dermatologis


Anjuran pemeriksaan:
- Kerokan kulit dengan KOH
Papul yang baru dibentuk dan utuh ditetesi dengan KOH, kemudian
dikerok dengan scalpel steril. Hasil kerokan diletakkan di gelas obyek
dan ditutup dengan lensa mantap, lalu diperiksa di bawah mikroskop.

8
Dinyatakan positif (+) jika ditemukan Sarcoptes scabiei dewasa, larva,
telur atau skibala dalam kerokan.
- Epidermal shave biopsy
Papul yang dicurigai diiris dengan scalpel No. 15 sejajar dengan
permukaan kulit. Biopsi dilakukan sangat superfisial sehingga
perdarahan tidak terjadi dan tidak perlu anestesi. Spesimen diletakkan
pada gelas objek, ditetesi dengan KOH, dan diperiksa di bawah
mikroskop.

E. Diagnosis Banding
1. Skabies + Dermatitis Atopik
2. Skabies
3. Dermatitis Atopik
4. Pedikulosis Korporis
5. Prurigo Hebra

F. Diagnosis
Skabies + Dermatitis Atopik

G. Penatalaksanaan
a. Non-Medikamentosa (Edukasi)
Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakit dan cara
penularannya
Menjelaskan bahwa scabies adalah penyakit menular
Menerangkan pentingnya menjaga kebersihan perseorangan dan
lingkungan tempat tinggal
Mencuci piring, selimut, handuk, dan pakaian dengan bilasan
terakhir dengan menggunakan air panas
Menjemur kasur, bantal, dan guling secara rutin
Bila gatal sebaiknya jangan menggaruk terlalu keras karena dapat
menyebabkan luka dan resiko infeksi

9
Menjelaskan pentingnya mengobati anggota keluarga yang
menderita keluhan yang sama
Memberi penjelasan bahwa pengobatan dengan penggunaan krim
yang dioleskan pada seluruh badan tidak boleh terkena air, jika
terkena air harus diulang kembali. Krim dioleskan ke seluruh
tubuh saat malam hari menjelang tidur dan didiamkan selama 8
jam hingga keesokan harinya. Obat digunakan 1 x seminggu dan
dapat diulang seminggu kemudian.
b. Medikamentosa
Obat sistemik
Cetirizine tablet 10 mg 1x/hari
Metilprednisolon tablet 3 x 4 mg
Obat Topikal
Krim permetrin 5% untuk satu kali pemakaian, dioleskan tipis
terutama pada lesi 8 10 jam pada malam hari sebelum tidur
kemudian dicuci keesokan harinya. Bila belum terdapat
perbaikan diulangi setelah 1 minggu pengobatan.
Kortikosteroid topikal: Desoximethason cream 5 G, dioleskan
sehari dua kali (pagi dan malam)
H. Prognosis
a. quo ad vitam: bonam
b. quo ad functionam: bonam
c. quo ad sanationam: dubia ad bonam
d. quo ad cosmetica: dubia ad bonam

10
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
1. Skabies
a. Definisi

Penyakit Skabies adalah penyakit kulit menular yang disebabkan oleh


infestasi dan sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiei varian hominis dan produknya.
Penyakit ini sering juga disebut dengan nama lain kudis, The itch, Seven year itch,
Gudikan, Gatal Agogo, Budukan.1

b. Epidemiologi

Skabies ditemukan disemua negara dengan prevalensi yang bervariasi.


Dibeberapa negara yang sedang berkembang prevalensi skabies sekitar 6% - 27%
populasi umum dan cenderung tinggi pada anak-anak serta remaja.1

Ada dugaan bahwa setiap siklus 30 tahun terjadi epidemik skabies. Banyak
faktor yang menunjang perkembangan penyakit ini, antara lain : sosial ekonomi
yang rendah, hygiene yang buruk, hubungan seksual yang sifatnya promiskuitas,
kesalahan diagnosis, perkembangan demografik dan ekologik. Prevalensi skabies
sangat tinggi pada lingkungan dengan tingkat kepadatan penghuni yang tinggi dan
kebersihan yang kurang memadai.1

c. Etiologi

Penyakit skabies disebabkan oleh Sarcoptes Scabiei termasuk filum


Arthopoda, kelas Arachnida, ordo Ackarina, superfamili Sarcoptes. Pada manusia
disebut Sarcoptes scabei var. hominis. Secara morfologi merupakan tungau kecil,
berbentuk oval, punggungnya cembung dan bagian perutnya rata. Tungau ini
berwarna putih kotor, dan tidak bermata. Ukurannya yang betina berkisar antara
330-450 mikron x 250-350 mikron, sedangkan jantan lebih kecil, yakni 200-240
mikron x 150-200 mikron. Bentuk dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang
kaki di depan sebagai alat untuk melekat dan 2 pasang kaki kedua pada betina
berakhir dengan rambut, sedangkan pada yang jantan pasangan kaki ketiga
berakhir dengan rambut dan keempat berakhir dengan alat perekat.2,4,5,6

11
Siklus hidup tungau ini sebagai berikut, setelah kopulasi (perkawinan) yang
terjadi di atas kulit, yang jantan akan mati, kadang-kadang masih dapat hidup
dalam terowongan yang digali oleh yang betina. Tungau betina yang telah dibuahi
menggali terowongan dalam stratum korneum, dengan kecepatan 2-3 milimeter
sehari dan sambil meletakkan telurnya 2 atau 4 butir sehari sampai mencapai
jumlah 40 atau 50. Bentuk betina yang telah dibuahi ini dapat hidup sebulan
lamanya. Telurnya akan menetas, biasanya dalam waktu 3-5 hari dan menjadi
larva yang mempunyai 3 pasang kaki. Larva ini dapat tinggal dalam terowongan,
tetapi dapat juga keluar. Setelah 2-3 hari larva akan menjadi nimfa yang
mempunyai 2 bentuk, jantan dan betina, dengan 4 pasang kaki. Seluruh siklus
hidupnya mulai dari telur sampai bentuk dewasa memerlukan waktu antara 8-12
hari.2,4,6

Telur menetas menjadi larva dalam waktu 3-4 hari, kemudian larva
meninggalkan terowongan dan masuk ke dalam folikel rambut. Selanjutnya larva
berubah menjadi nimfa yang akan menjadi parasit dewasa. Tungau skabies betina
membuat liang di epidermis dan meletakkan telur-telurnya didalam liang yang
ditinggalkannya, sedangkan tungau skabies jantan hanya mempunyai satu tugas
dalam kehidupannya, yaitu kawin dengan tungau betina setelah melaksanakan
tugas mereka masing-masing akan mati.2,4,5

Gambar 3.1 Tungau skabies 4.

d. Patogenesis

12
Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya oleh tungau skabies, tetapi juga
oleh penderita sendiri akibat garukan. Gatal yang terjadi disebabkan oleh
sensitisasi terhadap sekret dan ekskret tungau yang memerlukan waktu kira-kira
sebulan setelah infestasi. Pada saat itu kelainan kulit menyerupai dermatitis
dengan ditemukannya papul, vesikel, urtika dan lain-lain. Dengan garukan dapat
timbul erosi, ekskoriasi, krusta dan infeksi sekunder. Kelainan kulit dan gatal yang
terjadi dapat lebih luas dari lokasi tungau. 1,2,5

Gambar 3.2. Siklus hidup tungau skabies 6

e. Cara Penularan

Penularan penyakit skabies dapat terjadi secara langsung maupun tidak


langsung, adapun cara penularannya adalah: 1,2,4,5,6

1. Kontak langsung (kulit dengan kulit)

13
Penularan skabies terutama melalui kontak langsung seperti berjabat
tangan, tidur bersama dan hubungan seksual. Pada orang dewasa hubungan
seksual merupakan hal tersering, sedangkan pada anak-anak penularan
didapat dari orang tua atau temannya.

2. Kontak tidak langsung (melalui benda)


Penularan melalui kontak tidak langsung, misalnya melalui
perlengkapan tidur, pakaian atau handuk dahulu dikatakan mempunyai peran
kecil pada penularan. Namun demikian, penelitian terakhir menunjukkan
bahwa hal tersebut memegang peranan penting dalam penularan skabies dan
dinyatakan bahwa sumber penularan utama adalah selimut. Skabies
norwegia, merupakan sumber utama terjadinya wabah skabies pada rumah
sakit, panti jompo, pemondokkan/asrama dan rumah sakit jiwa, karena
banyak mengandung tungau

f. Gejala Klinis

Ada 4 tanda kardinal:1,2,4,6

1. Pruritus nokturna, yaitu gatal pada malam hari yang disebabkan karena
aktifitas tungau ini lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas.
2. Penyakit ini menyerang secara kelompok, mereka yang tinggal di asrama,
barak-barak tentara, pesantren maupun panti asuhan berpeluang lebih besar
terkena penyakit ini. Penyakit skabies amat mudah menular melalui
pemakaian handuk, baju maupun seprai secara bersama-sama. Penyakit
Skabies mudah menyerang daerah yang tingkat kebersihan diri dan
lingkungan masyarakatnya rendah.
3. Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang
berwarna putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-
rata panjang 1 cm, pada ujung terowongan ini ditemukan papul atau vesikel.
Jika timbul infeksi sekunder ruam kulitnya menjadi polimorf (pustul,
ekskoriasi, dan lain-lain). Tempat predileksinya biasanya merupakan tempat
dengan stratum komeum yang tipis, yaitu: sela-sela jari tangan, pergelangan
tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan, areola
mammae (wanita), umbilikus, bokong, genitalia ekstema (pria), dan perut
bagian bawah. Pada bayi dapat menyerang telapak tangan dan telapak kaki.

14
4. Menemukan tungau merupakan hal yang paling diagnostik, dapat
ditemukan satu atau lebih stadium tungau ini. Diagnosis dapat dibuat dengan
menemukan 2 dari 4 tanda kardinal tersebut.

Diagnosis dapat dibuat dengan menemukan 2 dari 4 tanda kardinal tersebut.

g. Penunjang Diagnosis1

Cara menemukan tungau:

1. Carilah mula-mula terowongan, kemudian ujung yang terlihat papul


atau vesikel dicongkel dengan jarum dan diletakkan di atas sebuah
kaca objek, lalu ditutup dengan kaca penutup dan dilihat dengan
mikroskop cahaya.
2. Dengan cara menyikat dengan sikat dan ditampung di atas selembar
kertas putih dan dilihat dengan kaca pembesar.
3. Dengan membuat biopsy irisan, caranya: lesi dijepit dengan 2 jari
kemudian dibuat irisan tipis dengan pisau dan diperiksa dengan
mikroskop cahaya.
4. Dengan biopsy eksisional dan diperiksa dengan perwarnaan H.E.

h. Diagnosis Banding1

Ada pendapat yang mengatakan penyakit scabies ini merupakan the great
imitator karena dapat menyerupai penyakit kulit dengan keluhan gatal. Sebagai
diagnosis banding adalah prurigo hebra dan dermatitis atopik.

i. Penatalaksanaan1,2,4,6

Syarat obat yang ideal adalah:


1. Harus efektif terhadap semua stadium tungau
2. Harus tidak menimbulkan iritasi dan tidak toksik
3. Tidak berbau atau kotor serta tidak merusak atau mewarnai pakaian
4. Mudah diperoleh dan harganya murah.
Cara pengobatannya ialah seluruh anggota keluarga harus diobati (termasuk
penderita yang hiposensitisasi).

Jenis obat topikal:


1. Belerang endap (sulfur presipitatum)
Dengan kadar 4-20% dalam bentuk salep atau krim. Preparat ini tidak efektif
terhadap stadium telur, maka penggunaannya tidak boleh kurang dari 3 hari.

15
Kekurangannya yang lain adalah berbau dan mengotori pakaian dan kadang
menimbulkan iritasi. Dapat dipakai pada bayi kurang dari 2 tahun.
2. Emulsi Benzil-benzoat (20-25 %)
Efektif terhadap semua stadium, diberikan setiap malam selama tiga hari.
Sering terjadi iritasi dan kadang-kadang makin gatal setelah dipakai.

3. Gama Benzena Heksa Klorida (gameksan)


Kadarnya 1% dari krim atau lotion, termasuk obat pilihan karena efektif
terhadap semua stadium, mudah digunakan dan terjadi iritasi. Tidak
dianjurkan pada anak dibawah 6 tahun dan wanita hamil karena toksik
terhadap susunan saraf pusat. Pemberian cukup sekali, kecuali jika masih ada
gejala ulangi seminggu kemudian.
4. Krotamiton 10 %
Dalam krim atau lotion, merupakan obat pilihan. Mempunyai dua efek
sebagai antiskabies dan antigatal, harus dijauhkan dari mata, mulut, dan
uretra.
5. Permetrin
Kadar 5% dalam krim, kurang toksik dibandingkan gameksan. Efektivitas
sama, aplikasi hanya sekali dan dihapus setelah 10 jam. Bila belum sembuh
diulangi setelah seminggu. Tidak dianjurkan pada bayi dibawah umur 2
bulan. Penggunaannya dengan cara dioleskan ditempat lesi selama 8 jam
kemudian dicuci bersih.

j. Pencegahan2,5
Mandi secara teratur dengan menggunakan sabun
Mencuci pakaian, sprai, sarung bantal, selimut dan lainnnya secara teratur
minimal 2 kali dalam seminggu
Menjemur kasur dan bantal minimal 2 minggu sekali
Tidak saling bertukar pakaian dan handuk dengan orang lain
Hindari kontak dengan orang-orang atau kain serta pakaian yang dicurigai
terinfeksi skabies
Menjaga kebersihan rumah dan berventilasi cukup.
Menjaga kebersihan tubuh sangat penting untuk menjaga infestasi parasit.
Sebaiknya mandi dua kali sehari, serta menghindari kontak langsung dengan
penderita, mengingat parasit mudah menular pada kulit. Walaupun penyakit

16
ini hanya merupakan penyakit kulit biasa, dan tidak membahayakan jiwa,
namun penyakit ini sangat mengganggu kehidupan sehari-hari.
k. Prognosis

Dengan memperhatikan pemilihan dan cara pemakaian obat serta syarat


pengobatan dan menghilangkan faktor predisposisi, penyakit ini dapat di berantas
dan memberikan prognosis yang baik.

2. Dermatitis Atopik
a. Definisi
Dermatitis atopik (DA) ialah keadaan peradangan kulit kronis dan residif,
disertai gatal, yang umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak-anak,
sering berhubungan dengan peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat atopi
pada keluarga atau penderita (Dermatitis atopik, rhinitis alergik, dan atau asma
bronchial). Kelainan kulit berupa papul gatal, yang kemudian mengalami
ekskoriasi dan likenifikasi, distribusinya di lipatan (fleksural).9
b. Epidemiologi
Prevalensi DA di Indonesia bervariasi. Pada tahun 2005 dari 10 rumah sakit
besar di seluruh Indonesia menemukan angka 36% dari seluruh kasus. Data
lainnya pada tahun 2010 di RS Wahidin Makasar menemukan angkan 16,34% dari
seluruh kunjungan penyakit kulit anak. Dari data rawat jalan di RS Wahidin
Sudirihusoso Makasar selama tahun 2003-2007 tercatat 184 kasus baru DA,
terbanyak pada kelompok umur 5-14 (30%), diikuti kelompok umur 1-4 (15%)
dan 1-11 bulan (12%).10 Wanita lebih banyak menderita DA daripada pria dengan
rasio 1,3 : 1. Berdasarkan data penelitian di USA pada tahun 2003, prevalensi DA
di Negara tersebut sebesar 10,7%.11

c. Etiopatofisiologi

Berbagai faktor ikut berinteraksi dalam pathogenesis Dermatitis Atopik,


misalnya faktor genetik, lingkungan, sawar kulit, farmakologik, dan imunologik.
Konsep dasar terjadinya Dermatitis Atopik adalah melalui reaksi imunologik,
yang diperantarai oleh sel-sel yang berasal dari sumsum tulang.12

Kadar Ig E dalam serum penderita D.A. dan jumlah eosinofil dalam darah
perifer umumnya meningkat. Terbukti bahwa ada hubungan secara sistemik antara

17
D.A. dan alergi saluran napas, karena 80% anak dengan D.A. mengalami asma
bronchial atau rhinitis alergik.12

Diduga pada pathogenesis DA terdapat early phase reaction (EPR) dan late
phase reaction (LPR). Pada EPR setelah allergen terikat pada IgE yang terdapat
pada permukaan sel mast terjadilah degranulasi pada sel mast sehingga terjadi
pengeluaran histamine dan beberapa sitokin. Sesudah itu dilanjutkan dengan LPR
yaitu timbulnya ekspresi beberapa molekul adhesi pada dinding yang dipengaruhi
beberapa sitokin pada EPR. Sel radang akan tertarik pada dinding pembuluh darah
di tempat molekul adhesi berada. Akhirnya sel radang akan keluar dari pembuluh
darah menuju jaringan sehingga timbul reaksi radang.9, 12

Gambar 3.3. Reaksi Inisiasi Dermatitis Atopik

Kulit penderita dermatitis atopik umumnya kering, pucat/redup, kadar lipid di


epidermis berkurang, dan kehilangan air lewat epidermis meningkat. Jari tangan
teraba dingin. Gejala utama DA ialah pruritus dapat hilang timbul sepanjang hari,
tetapi umumnya lebih hebat pada malam hari. Akibatnya penderita akan
menggaruk sehingga timbul bermacam-macam kelainan di kulit verupa papul,
likenifikasi, eritema, erosi, ekskoriasi, eksudasi, dan krusta.9, 12

DA dapat dibagi menjadi tiga fase, yaitu DA infatil (terjadi pada usia 2 bulan
sampai 2 tahun), DA anak (2 sampai 10 tahun), dan DA pada remaja dan dewasa.

18
Pada Fase Bayi (0-2 tahun) Lesi awal dermatitis atopik muncul pada bulan
pertama kelahiran, biasanya bersifat akut, sub akut, rekuren, simetris di kedua
pipi, di dahi dan scalp. Lesi tampak berupa bercak kemerahan bersisik yang
mungkin sedikit basah. Bagian ekstensor tungkai bawah dan lengan dapat terkena.
Hal ini berhubungan dengan area kulit yang kontak dengan tanah pada bayi yang
baru belajar merangkak. Lesi kulit muncul sebagai bintil-bintil merah kecil yang
terasa gatal yang dapat bergabung membentuk bercak yang berukuran besar. Pada
umumnya lesinya polimorfik cenderung eksudatif, kadang-kadang disertai dengan
infeksi sekunder atau pioderma.11

Sejalan dengan pertumbuhan bayi menjadi anak-anak, pola distribusi lesi


kulit mengalami perubahan. Awitan lesi muncul sebelum umur 5 tahun. Sebagian
merupakan kelanjutan fase bayi. Tempat predileksi terutama di daerah fleksural
(simetris) dan sangat jarang di daerah wajah, selain itu juga dapat mengenai
bagian lateral dan anterior leher. Manifestasi dermatitis sub akut dan cenderung
kronis. Pada kondisi kronis tampak lesi hiperpigmentasi, hyperkeratosis dan
likenifikasi.9

Akibat adanya rasa gatal dan garukan, akan tampak erosi, eksoriasi linear
yang disebut scratch marks. Kulit tangan biasanya kering, kasar, garis palmar
lebih dalam dan nyata, serta mengalami luka (fisura). Selain itu bibir terlihat
kering, bersisik, sudut bibir terlihat terbelah (kheilitis), demikian pula bagian
sudut lobus telinga sering mengalami fisura. Lesi dermatitis atopik pada anak juga
dapat ditemukan dipaha dan bokong.9

d. Gejala Klinis

Kulit penderita DA cenderung lebih rentan terhadap bahan iritan, oleh karena
itu penting untuk mengidentifikasi kemudian menyingkirkan faktor yang
memperberat dan memicu siklus gatal-garuk, misalnya sabun dan detergen;
kontak dengan bahan kimia, pakaian kasar, pajanan terhadap panas atau dingin
yang ekstrim. Bila memakai sabun hendaknya yang berdaya larut minimal terhdap
lemak dan mempunyai pH netral. Pakaian baru hendaknya dicuci terlebih dahulu
sebelum dipakai untuk membersihkan formaldehid atau bahan kimia tambahan.

19
Mencuci pakaian dengan detergen harus dibilas dengan baik, sebab sisa detergen
dapat bersifat iritan. Kalau selesai berenang harus segera mandi untuk membilas
klorin yang biasanya digunakan pada kolam renang. Stres psikis juga dapat
menyebabkan eksaserbasi DA.9

Gambar 3.4. Dermatitis Atopik

Bentuk lesi kulit pada fase dewasa dapat berupa plak popular eritematosa dan
berskuama, atau plak likenifikasi yang gatal. Pada DA remaja lokalisasi lesi di
lipat siku, lipat lutut, dan samping leher, dahi, dan sekitar mata. Pada DA dewasa
distribusi lesi kurang karakteristik, sering mengenai tangan dan pergelangan
tangan, dapat pula ditemukan setempat, misalnya di bibir (kering, pecah, bersisik),
vulva, putting susu, atau scalp. Kadang erupsi meluas dan paling parah di lipatan,
mengalami likenifikasi. Lesi kering, agak menimbul, papul datar dan cenderung
bergabung menjadi plak likenifikasi dengan sedikit skuama, dan sering terjadi
ekskoriasi dan eksudasi karena garukan. Lambat laun terjadi hiperpigmentasi.9

e. Diagnosis

20
Diagnosis DA didasarkan kriteria yang disusun oleh Hanifin dan Rajka yang
diperbaiki oleh kelompok kerja dari Inggris yang dikoordinasi oleh Williams
(1994). Diagnosis harus mempunyai 3 kriteria mayor dan tiga kriteria minor. Yang
dimaksud kriteria mayor adalah :9

- Pruritus
- Dermatitis di muka atau ekstensor pada bayi dan anak.
- Dermatitis di fleksura pada dewasa.
- Dermatitis kronis atau residif.
- Riwayat atopi pada penderita atau keluarganya.

Sedangkan untuk kriteria minor adalah :

- Xerosis
- Infeksi kulit (khususnya S. aureus dan virus herpes simpleks)
- Dermatitis nonspesifik pada tangan atau kaki.
- Iktiosis/hiperliniar Palmaris/ keratosis pilaris.
- Pitiriasis alba.
- Dermatitis di papilla mammae.
- White demographism dan delayed blanch response.
- Keilitis.
- Lipatan infra orbita Dennie-Morgan.
- Konjungtivitis berualang.
- Karetokonus.
- Katarak supkapsular anterior.
- Orbita menjadi gelap.
- Muka pucat atau eritema.
- Gatal bila berkeringat.
- Intolerans terhadap wol atau pelarut lemak.
- Aksentuasi perifolikular.
- Hipersensitif terhadap makanan.
- Perjalanan penyakit dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan emosi.
- Tes kulit alergi tipe dadakan positif.
- Kadar igE dalam serum meningkat.
- Awitan pada usia dini.

Sebagai diagnosis banding DA ialah dermatitis seboroik (terutama pada bayi),


dermatitis kontak, dermatitis numularis, scabies, iktiosis, psoriasis (terutama di
daerah palmoplantar). Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah
menggunakan uji tusuk kulit dan uji temple.9

f. Penatalaksanaan

Sebagai pengobatan topikal karena kulit penderita DA cenderung kering perlu


diberikan pelembab misalnya krim hidrofilik urea 10%, dapat pula ditambahkan

21
hidrokortison 1% di dalamnya. Bila memakai pelembab yang mengandung asam
laktat, konsentrasinya jangan lebih dari 5% karena dapat mengiritasi bila
dermatitisnya masih aktif. Setelah mandi kulit dilap, kemudian memakai emolien
agar kulit tetap lembab.12

Kortikosteroid topical paling sering digunakan sebagai anti-inflamasi kulit


pada DA. Pada bayi digunakan salap steroid berpotensi rendah, misalnya
hidrokortison 1%-2.5%. Pada anak dan dewasa dipakai steroid berpotensi
menengah, misalnya triamsinolon, kecuali pada muka, daerah genetalia dan
intertriginosa digunakan steroid berpotensi lebih rendah. Bila aktivitas penyakit
telah terkontrol dipakai secara intermitten umumnya dua kali seminggu, untuk
menjaga agar tidak cepat kambuh, sebaiknya dengan kortikosteroid yang
potensinya paling rendah. Pada lesi akut yang basah dikompres dahulu sebelum
digunakan steroid, misalnya dengan larutan burowi atau dengan larutan
permanganas kalikus 1:5000. Pengobatan topical lain yang bisa digunakan adalah
imunomodulator topical yaitu takrolimus, pimekrolimus, dan preparat ter.12

Pengobatan sistemik yang dapat diberikan pada penderita DA adalah


kortikosteroid sistemik yang hanya digunakan untuk mengendalikan eksaserbasi
akut, dalam jangka pendek, dan dosis rendah, diberikan berselang-seling atau
diturunkan bertahap kemudian segera diganti dengan kortikosteroid topical.
Pemakaian jangka panjang akan menimbulkan beberapa efek samping, dan bila
dihentikan lesi yang berat akan muncul kembali.12

Antihstamin digunakan untuk membantu mengurangi rasa gatal yang hebat,


terutama malam hari sehingga mengganggu tidur. Oleh karena itu antihistamin
yang dipakai ialah yang mempunyai efek sedative, misalnya hidroksisin atau
difenhidramin. Pada kasus yang lebuh sulit dapat diberikan doksepin hidroklorid
yang mempunyai efek antidepresan dan memblok reseptor histamine H1 dan H2
dengan dosis 10 sampai 75 mg secara oral malam hari pada orang dewasa.12

Pada DA ditemukan peningkatan koloni S. aureus. Untuk yang belum resisten


dapat diberikan eritromisin, asitromisin, atau klaritromisin, sedang untuk yang
sudah resisten diberikan dikloksasilin, oksasilin, atau generasi pertama
sefalosporin. Bila dicurigai terinfeksi oleh virus herpes simpleks kortikosteroid

22
dihentikan sementara dan diberikan per oral asiklovir 400 mg 3 kali per hari
selama 10 hari, atau 200 mg 4 kali per hari selama 10 hari.12

Untuk DA yang berat dan luas dapat digunakan PUVA (photochemotheraphy)


seperti yang dipakai pada psoriasis. Terapi UVB atau Goeckermen dengan UVB
dan ter juga efektif. Kombinasi UVA dan UVB lebih baik daripada hanya UVB.
UVA bekerja pada sel langerhans dan eosinophil, sedangkan UVB mempunyai
efek imunosupresif dengan cara memblokade fungsi sel langerhans, dan
mengubah produksi sitokinkeratinosit.12

g. Prognosis
Prognosis DA sulit diramalkan pada seseorang. Prognosis lebih buruk bila
kedua orangtuanya menderita DA. Ada kecendereungan perbaikan spontan pada
masa anak, dan sering ada yang kambuh pada masa remaja. Sebagian kasus
menetap pada usia di atas 30 tahun. Penyembuhan spontan DA yang diderita sejak
bayi pernah dilaporkan terjadi setelah umur 5 tahun sebesar 40-60% terutama
kalau penyakitnya ringan. Sebelumnya juga ada yang melaporkan bahwa 84% DA
anak berlangsung sampai masa remaja. Ada pula laporan DA pada anak yang
diikuti sejak bayi hingga remaja 20% menghilang dan 65% berkurang gejalanya.
Lebih dari separuh DA remaja yang telah diobati kambuh kembali setelah dewasa.
Penderita atopi mempunyai resiko menderita dermatitis kontak iritan akibat kerja
di tangan.9, 12

BAB IV
PEMBAHASAN

Skabies adalah penyakit kulit menular yang disebabkan oleh infestasi dan
sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiei varian hominis dan produknya.1 Skabies
umumnya diderita anak serta remaja, dengan frekuensi yang sama pada pria
maupun wanita. Prevalensi skabies sangat tinggi pada lingkungan dengan tingkat

23
kepadatan penghuni yang tinggi dan kebersihan yang kurang memadai. 1 Sesuai
dengan teori, pasien merupakan remaja usia 15 tahun berjenis kelamin laki-laki.
Pasien tinggal bersama keluarga di Asrama TNI dan kurang memperhatikan
kebersihan lingkungan rumah.
Skabies lebih sering menyerang pada axilla,areola mammae, sekitar
umbulikus, genital, bokong, pergelangan tangan bagian volar,sela-sela jari tangan,
siku flexor, dan telapak tangan dan telapakkaki. 1,2,3 Bentuk atau efloresensi lesi
yang diakibatkan oleh skabies berupa papula dan vesikel miliar sampai lentikular
disertai ekskoriasi (scratch mark). Jika terjadi infeksi sekunder tampak pustula
lentikular. Lesi yang khas adalah terowongan (kanalikulis) miliar, tampak berasal
dari salah satu papula atau vesikel, panjang kira-kira 1 cm, berwarna putih abu-
abu. Pada lesi biasanya gatal terutama malam hari. 1 Pada kasus didapatkan lesi
berupa papul eritema dna papul hiperpigmentasi berbentuk bulat, berbatas tegas,
multipel dengan diameter 0,1 cm 0,4 cm terdapat krusta dan ekskoriasi di
beberapa tempat yang mungkin diakibatkan pasien menggaruk. Pada pasien lesi
ditemukan di dorsum manus hingga antebrachii, truncus posterior 1/3 distal, cruris
anterior serta dorsum pedis. Pada lesi pasien merasakan gatal dan gatal memberat
pada malam hari hingga membuat pasien sulit beristirahat.
Diagnosis skabies dapat ditegakkan jika didapatkan 2 dari 4 tanda kardinal,
diantaranya pruritus nokturnal, menyerang satu kelompok keluarga, ditemukannya
terowongan (kunikulus), dan menemukan tungau.1 Tanda kardinal pada pasien
ditemukan 2 tanda kardinal dari 4 tanda kardinal, tanda kardinalnya yaitu pruritus
nokturnal dan menyerang anggota keluarga lain. Sehingga diagnosis skabies
sudah dapat ditegakkan pada pasien.
Pembantu diagnosis skabies yaitu dengan menemukan kutu ataupun
terowongan. Pemeriksaan penunjang berupa uji tetrasiklin untuk menemukan
terowongan (kanalikuli) dan burrow ink test.
Diagnosis banding berdasarkan anamnesis ialah Dermatitis Atopik,
Pedikulosis Korporis dan Folikulitis.
Dermatitis Atopik merupakan peradangan kulit kronis dan residif, disertai
gatal yang sering terjadi selama masa bayi dan anak-anak, sring berhubungan
dengan peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat atopik pada keluarga atau

24
penderita. Gejala yang timbul berupa pruritus yang hilang timbul dan memberat
pada malam hari dan didapatkan kelainan kulit berupa papul yang dapat disertai
ekskoriasi dan likenifikasi. Pada pasien remaja biasanya lesi didapatkan di lipat
siku, lipat lutut, samping leher, dahi dan sekitar mata, kadang lokasi lesi tidak
khas, dapat ditemukan di tangan, pergelangan tangan, vulva, puting susu, atau
skalp. Diagnosis dermatitis atopik ditegakkan jika didapatkan minimal 3 tanda
minor dan 3 tanda mayor.
Pedikulosis Korporis merupakan infeksi kulit yang disebabkan oleh
Pediculosis humanus var.corporis. Pedikulosis umumnya menyerang dewasa
dengan kebersihan dan higine yang kurang baik. Biasanya pasien datang dengan
keluhan gatal serta timblnya papul-papul miliar dan bekas garukan yang
menyeluruh. Predileksi pedikulosis umumnya di daerah pinggang, ketiak dan
inguinal.1 Pada pasien terdapat keluhan bintil yang disertai gatal yang berada di
tangan, kaki dan punggung belakang, hal ini dapat menyingkirkan pedikulosis
korporis.
Prurigo Hebra merupakan penyakit kulit kronik sejak masa anak dengan
kelainan kulit terdiri atas papul miliar yang sangat gatal. Umumnya prurigo
terdapat pada keadaan sosio-ekonomi dan higine yang rendah. Kelainan pada
prurigo hebra berupa papul-papul miliar yang sangat gatal sehingga dapat
menimbulkan erosi, ekskoriasi, krusta, hiperpigmentasi dan likenifikasi. Jika
kronik kulit sakit tampak gelap kecoklatan dan berlikenifikasi. Prurigo herba
biasanya mengenai ekstremiteas ekstensor dan simetris, meluas ke bokong dan
perut.1
Penatalaksanaan pada skabies dengan mengobati seluruh anggota keluarga.
Obat topikal yang dapat diberikan berupa sulfur presipitatum kadar 4-20%, emulsi
benzil-benzoas, gamga benzena heksa klorida (gameksan) 1%, krotamiton atau
permetrin. Edukasi juga penting diberikan pada pasien dan keluarga untuk
meningkatkan higine perorangan dan kebersihan lingkungan rumah.
Permetrin dengan kadar 5% dalam krim danmerupakan obat pilihan yang
disarankan untuk terapi Scabies karena aman digunakan dankurang toksik jika
dibandingkan gameksan, efektifitasnya sama. Pemakaian hanya sekali pada
malam hari. Oleskan secara merata pada seluruh permukaan kulit dari kepala

25
sampai ke jari jari, terutama daerah belakang telinga, lipatan bokong dan sela-
sela jari. Biarkan selama 8-12 jam, lalu cuci sampai bersih pada keesokan harinya,
tidak boleh terbilas air, jika tidak sengaja terbilas air oleskan krim kembali.13
Bila belum sembuh diulangi selama seminggu. Permetrin bekerja dengan
cara mengganggu polarisasi dinding sel saraf parasit yaitu melalui ikatan dengan
Natrium. Hal ini memperlambat repolarisasi dinding sel dan akhirnya terjadi
paralise parasit. Permetrin di metabolisir dengan cepat dikulit,,hasil metabolisme
yang bersifat tidak aktif akan segera diekskresi melalui urine. Permetrin juga
diabsorbsi setelah pengaplikasian secara topikal, tetapi kulit juga merupakan
sebuah tempat metabolisme dan konjugasi metabolit. Pengaplikasian 5%
permetrin cream biasanya cukup untuk membuat hilang ektoparasit dan
pengurangan dari symptom (biasanya pruritus). Kontraindikasi pada hipersensitif
terhadap Permethrin, Pirethroid sintetis atau Pirethrin.13
Selain skabies, pasien juga didiagnosis dengan dermatitis atopik yang
merupakan peradangan kulit kronis dan residif, disertai gatal yang sering terjadi
selama masa bayi dan anak-anak, sring berhubungan dengan peningkatan kadar
IgE dalam serum dan riwayat atopik pada keluarga atau penderita. Dermatitis
atopik dapat diderita pada bayi, anak dan dewasa. Wanita umumnya lebih banyak
terkena dermatitis atopik dibanding laki-laki. Umumnya dermatitis atopik
diturunkan dari ibu yang mengidap atopik.1,9 Pasien berjenis kelamin laki-laki
dengan usia 15 tahun. Usia pasien masuk pada dermatitis atopik pada remaja dan
dewasa. Umumnya pada remaja dan dewasa menetap sampai dewasa. Berdasarkan
anamnesis pasien memiliki riwayat atopik, yaitu kakak dengan manifestasi
urtikaria.
Keluhan pasien yaitu timbulnya bintil-bintil kemerahan dan kehitaman.
Bintil-bintil timbul di lengan bawah, tangan, punggung bawah, dan kaki. Keluhan
lain yaitu gatal pada bintil-bintil, gatal dirasakan hilang timbul yang cenderung
memberat pada malam hari. Berdasarkan teori, gejala pasien sesuai dengan
dermatitis atopik yaitu pruritus hilang timbul yang memberat pada malam hari
dengan gangguan kulit berupa papul, likenifikasi, eritema, erosi, ekskoriasi,
eksudasi dan krusta. Predileksi pada pasien tidak khas, namun ditemukan lesi
pada tangan, pergelangan tangan, atau skalp.9,10

26
Keluhan gatal yang disertai adanya bintil sudah mulai muncul saat pasien
SD, hal ini menegaskan kelainan pada pasien bersifat kronis. Hal itu merupakan
kriteria mayor untuk penegakkan diagnosis dermatitis atopik, yaitu pruritus dan
dermatitis kronis.9 Kriteria mayor lainnya pada pasien yaitu adanya riwayat atopi
pada penderita atau keluarganya.9 Pada pasien riwayat atopi diderita oleh kakak
pasien berupa urtikaria. Kriteria minor untuk dermatitis atopik setidaknya 3
kriteria terpenuhi dari 21 kriteria.9 Kriteria minor yang terpenuhi berupa awitan
pada usia dini, gatal bila berkeringat, garis atau lipatan dennie-morgan pada
orbita dan kulit pasien cenderung kering (xerosis). Dermatitis atopik tegak jika
minimal 3 kriteria mayor dan 3 kriteria minor terpenuhi. Pada pasien 3 kriteria
mayor, dan 4 kriteria minor terpenuhi.
Penatalaksaan untuk dermatitis atopik dapat dengan obat-obatan topikal
dan sistemik. Obat topikal yang digunakan ialah kortikosteroid topikal yang
digunakan sebgai anti-inflamasi pada lesi kulit, preparat ter sebagai anti pruritus,
antihistamin untuk mengurangi pruritus. Obat sistemik yang dapat digunakan
ialah kortikosteroid saat eksaserbasi, antihistamin, siklosporin atau interferon.
Pilihan pengobatan yang diberikan pada pasien ialah pemberian
kortikosteroid topikal dengan potensi tinggi, kortikosteroid sistemik yaitu
metilprednisolon, dan antihistamin sistemik dengan pemberian cetirizine.

BAB V
PENUTUP

Sdr. A (15 th) didiagnosis skabies dan dermatitis atopik. Diagnosis skabies
ditegakkan berdasarkan adanya 2 tanda kardinal pada pasien yaitu pruritus
nokturnal dan terdapat anggota keluarga lain yang memiliki keluhan yang serupa.
Sedangkan diagnosis dermatitis atopik ditegakkan berdasarkan 3 kriteria mayor

27
dan 4 kriteria minor yang didapatkan pada pasien. Kriteria mayor yang muncul
ialah pruritus, dermatitis kronis dan adanya riwayat atopik pada keluarga. Kriteria
minor yang terpenuhi berupa xerosis, dennie-morgan line, gatal bila berkeringat,
serta awitan pada usia dini. Tatalaksana yang diberikan berupa medikamentosa
dan non-medikamentosa. Terapi medikamentosa yang diberikan ialah anti-scabies
yaitu permetrin, anti-gatal, anti-inflamasi lesi kulit menggunakan
desoxsimethason, anti-histamin sistemik dengan cetirizine dan steroid sistemik
untuk menekan peradangan pada kulit. Terapi non-medikamentosa yang diberikan
berupa edukasi untuk meningkatkan hygine di keluarga.

DAFTAR PUSTAKA

1. Handoko RP. 2011. Skabies. Dalam: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi
Ke-6. Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta,
Indonesia, hal. 122-125.
2. Bart J. Currie, F.R.A.C.P., and James S. McCarthy, F.R.A.C.P. Permethrin
and Ivermectin for Scabies. New England Journal of Medicine : 2010
3. Boediardja Siti Aisah. Panduan Praktis Morfologi Dan Terminologi Penyakit
Kulit. FKUI. Jakarta : 2011

28
4. Sularsito Sri Adi, Soebaryo Retno Widowati, Kuswadji. Dermatologi Praktis.
Ed 1. PERDOSKI : 1989
5. Wiederkehr, M. Schwart, R. A. 2006. Scabies Available at
http:/www.emedicine.com.DERM.topic471.htm
6. Stone, S.P, scabies and pediculosis, in : Freedberg, et al. Fitzpatricks
Dermatology in General Medicine 6th edition. Volume 1. McGraw-Hill
Profesional : 2003
7. Farmakologi dan Terapi. Ed. 5. FKUI. Jakarta : 2012
8. Stone SP, Goldfarb JN, Bacalieri RF. 2008. Scabies, Other Mites, and
Pediculosis. Dalam: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller
AS, Leffell DJ, (ed.). Fitzpatricks Dermatology in General Medicine. 7th ed.
Mc-Graw Hill, New York, United States of America, p. 2029-2032.
9. Sularsito, S. A, Djuanda, Suria. 2008. Dermatitis. Dalam : Djuanda, Adhi.
Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. FKUI : Jakarta

10. Brahmana, Annete Regina. 2010. Gambaran Dermatitis Atopik di Poliklikik


Kulit dan Kelamin RSUD Dr Pringgadi Medan tahun 2008

11. Shaw, Tatyana E. 2010. Eczema Prevalence in the United States : Data From
the 2003 National Survey on Childrens Health. In Journal of Investigative
Dermatology 131. 67-73

12. Iskandar, Zainudin.2009. Manifestasi Klinis dan Diagnosis Dermatitis Atopik,


In : Prof. Dr. dr. Siti Aisah Boediardja Sp. KK (K), dr. Titi Lestari Sugito Sp.
KK (K), dr. Wresti Indriatmi Sp. KK (K) M.Epid, Dr. dr. Maya Devita k Sp.
KK (K), dr. Srie Prihanti Sp. KK Phd, Dermatitis Atopik, Edisi 1, Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, pp. 21-27

PERTANYAAN

1. Pada kasus skabies, dapat diberikan antihistamin tidak untuk mengurangi


keluhan gatal pada pasien?
Jawaban:
Antihistamin boleh diberikan pada pasien skabies untuk mengurangi rasa
gatal, karena pada skabies terdapat proses inflamasi yang dapat
mendegranulasi histamin dari sel mast.1,2,5

29
2. Mengapa pemberian permethrin diberikan 1x dalam seminggu? Dosis
maksimal berapa?
Jawaban:
Karena efek samping toksisitas pada neurologi yang tinggi dan mekanisme
kerja permetrin adalah mengganggu neurologi dari tungau, sehingga hanya
dapat efektif pada tungau dewasa, sehingga jika terdapat telur (3-5 hari)
yang telah menetas dapat dimusnahkan dengan pemberian obat pada
minggu selanjutnya.6
3. Bagaimana pemberian permethrin pada ibu hamil? Bukankah permethrin
merupakan salah satu obat dengan toksisitas tinggi?
Jawaban:
Permetrin termasuk toksisitas golongan B, sehingga masih dapat diberikan
jika terpaksa, namun pemberian permetrin dapat diganti dengan pemakaian
sulfur presipitatum dengan efek samping yang minimal.
4. Sebaiknya apa yang kita lakukan pada keluarga pasien? Memberikan obat
langsung atau hanya dengan edukasi?
Jawaban:
Edukasi tetap penting dilakukan agar pasien dan keluarga mengerti tentang
penyakit yang dideritanya, nemun pemberian obat pada satu kelompok
atau keluarga sebaiknya dilakukan juga untuk mencegah penularan tungau.
5. Boleh tidak pada kasus skabies diberikan steroid peroral?
Jawaban:
Boleh diberikan pada kasus berat dan luas, karena pada skabies terdapat
proses inflamasi yang diakibatkan sensistisasi produk tungau pada
tubuh.1,2,5

30

Você também pode gostar