Você está na página 1de 4

Perjanjian Ekstradisi Antara

Indonesia Dengan Philipina


Di Indonesia, ketentuan mengenai ekstradisi diatur dalam UU
No.1 Tahun 1979. Untuk mengembangkan kerja sama yang efektif
dalam penegakan hukum dan pelaksanaan peradilan dalam
rangka pemberantasan kejahatan terutama dalam masalah
ekstradisi, perlu diadakan kerja sama dengan negara tetangga,
agar orang-orang yang dicari atau yang telah dipidana dan
melarikan diri ke luar negeri tidak dapat meloloskan diri dari
hukuman yang seharusnya diterima.

Kewajiban

Mengenai kewajiban bagi kedua belah pihak untuk melakukan


ekstradisi diatur dalam pasal 1 yaitu mengenai :

Masing-masing pihak yang mengadakan Perjanjian bersepakat


untuk saling menyerahkan dalam hal-hal dan sesuai dengan
syarat-syarat yang tercantum dalam Perjanjian ini, orang-orang
yang diketemukan dalam wilayahnya yang didakwa, dituntut atau
dinyatakan bersalah atau dihukum karena melakukan salah satu
kejahatan yang dimaksudkan dalam Pasal II Perjanjian ini yang
dilakukan dalam wilayah Pihak lainnya atau diluar wilayah
tersebut menurut syarat-syarat yang ditentukan dalam Pasal IV.

Ruang Lingkup atau Locus atau Wilayah

Disamping melihatnya dari aspek hukum internasional, ekstradisi


juga harus dilihat dari aspek hukum nasional, karena tidaklah
mungkin pembahasan ekstradisi dapat dipecahkan jika hanya
ditinjau dari sisi hukum internasional saja. Hal ini disebabkan
karena adanya hal-hal yang tidak diatur atau dirumuskan
sepenuhnya dalam perjanjian-perjanjian ekstradisi, terutama hal-
hal yang merupakan masalah dalam negeri masing-masing
negara yang bersangkutan. Dalam hal seperti inilah perjanjian-
perjanjian ekstradisi menunjukkan kepada hukum nasional
masing-masing pihak untuk menentukannya dan pengaturannya
secara lebih mendetail.

Oleh karena perlunya suatu pengaturan ruang lingkup atau


wilayah apa saja yang dapat dilakukan suatu perjanjian ekstradisi
yang harus disepakati oleh kedua belah pihak. Hal ini dilakukan
agara tidak terjadi tabrakan mengenai yurisdiksi apa yang harus
diterapkan. Mengenai contoh pengaturannya tertuang dalam
pasal 4, yaitu:

1. Didalam Perjanjian ini, yang dimaksud wilayah dari Pihak


yang mengadakan Perjanjian, ialah semua wilayah dibawah
yurisdiksi Pihak yang mengadakan Perjanjian itu, meliputi
ruang angkasa, wilayah perairan dan landas kontinen dan
kendaraan-kendaraan air dan pesawat udara yang terdaftar
di negara Pihak yang mengadakan Perjanjian, bila pesawat
udara itu sedang dalam penerbangan atau bila kendaraan
air itu berada di laut bebas waktu kejahatan itu dilakukan.
Menurut Perjanjian ini, sebuah pesawat udara akan
dianggap berada dalam penerbangan pada saat ketika
pintunya ditutup untuk embarkasi sampai saat ketika pintu
itu dibuka untuk disembarkasi.

2. Bila kejahatan yang dimintakan penyerahannya itu


dilakukan diluar wilayah Negara Peminta, pejabat pelaksana
dari Negara yang Diminta berwenang untuk melakukan
penyerahan jika menurut hukum dari negara yang diminta
kejahatan itu dilakukan itu dalam keadaan yang sama juga
diancam dengan hukuman.

3. Penentuan wilayah Pihak yang diminta diatur menurut


ketentuan-ketentuan hukum nasionalnya.

4. Jika penyerahan diminta untuk suatu kejahatan yang


tercantum dalam ayat A, B atau C Pasal ini dan kejahatan itu
dapat dihukum menurut hukum kedua pihak yang
mengadakan Perjanjian dengan hukuman perampasan
kemerdekaan diatas satu tahun, kejahatan tersebut dapat
diserahkan menurut ketentuan-ketentuan Perjanjian ini tidak
perduli apakah hukum kedua Pihak yang mengadakan
Perjanjian menempatkan kejahatan itu dalam penggolongan
kejahatan yang sama atau menamakannya dengan istilah
yang sama, asal saja unsur-unsurnya sesuai dengan salah
satu kejahatan-kejahatan atau lebih yang disebutkan dalam
Pasal ini menurut hukum kedua Pihak yang mengadakan
Perjanjian ini.

Mekanisme dan tata cara penyerahan

Mengenai hal ini diatur dalam pasal 12 sampai pasal 15, serta
mencakup diantara:

1. Penyerahan orang

2. Memberikan pemberitahuan mengenai penyerhan melalui


saluran diplomatic

3. Ditolak harus ada alasan

4. Jika diterima , maka harus memberitahukan tempat dan


tanggal penyerahan serta berapa lama ditahan

5. Jika lewat waktu penyerahan tidak diambil maka akan


dikeluarkan 15 hari setelahnya atau 20 hari

6. Jika tidak dapat diambil pemenuhan maka dapat membuat


penentuan kembali

7. Penyerahan barang

8. Wajib menyerahkan barang atau menyita apabila diminta


untuk bukti

9. Wajib diserahkan meskipun ekstradisi yang disepakati tidak


dapat terpenuhi

10. Apabila barang tersebut dapat disita atau dirampas


dalam wilayah dari Pihak yang diminta, dapat menahannya
sementara.

11. Setiap hak yang mungkin diperoleh Pihak yang diminta


atau negara lain atas barang tersebut wajib dijamin dan
dikembalikan tanpa dipungut biaya.

Dan mulai berlakunya perjanjian dimulai berlaku pada tanggal


penukaran Piagam Ratifikasi (pada pasal 21) dan berakhirnya
perjanjian ini dapat diakhiri setiap waktu oleh satu pihak dengan
memeberitahukan maksud itu 6 bulan sebelumnya.

Você também pode gostar