Você está na página 1de 2

Tjio kelahiran di Jawa , 2 November 1919.

Tjio menempuh pendidikan dasar sampai


menengah pada saat kolonial Belanda sehingga dia mampu berbahasa Perancis, Jerman dan
Inggris juga bahasa Belanda.

Ia mampu bicara berbagai bahasa daerah yang ada di Indonesia. Lalu ia sempat mendalami
fotografi. Namun kemudian Tjio berpindah pada bidang pertanian dengan kuliah di Sekolah Ilmu
Pertanian di kota Bogor,

saat itu Tjio berusaha mengembangkan tanaman hibrida yang tahan terhadap penyakit dan
melakukan penelitian pada pemuliaan kentang.

Dari sinilah pondasi ilmu genetika membawanya menjadi seorang ahli genetik terkemuka kelak.
Tjio sedang mencoba mempelajari kromosom manusia dan tanpa sengaja pada pagi hari 22
Desember 1955 terjadi penemuan luar biasa.

Tjio menggunakan suatu teknik yang baru ditemukan untuk memisahkan kromosom dari inti
(nukleus) sel dengan menggunakan teknik untuk pemisahan kromosom pada sediaan gelas yang

dikembangkan Dr. T.C. Hsu dari Universitas Texas di Galveston, Tjio melakukan perbaikan bagi
teknik itu. Ternyata metode barunya itu mampu menghitung dengan tepat jumlah kromosom
manusia

yang ada pada jaringan embryonic paru-paru manusia sebanyak 46 bukan 48 seperti yang
diperkiraan para ilmuwan pada masa itu. Ia merupakan salah satu peletak pondasi cytogenetik
modern ilmu yang

mempelajari hubungan antara struktur dan aktifitas kromosom serta mekanisme hereditas
sebagai sebuah cabang utama ilmu genetika. Penelitiannya yang lain pada tahun 1959 membawa
pada penemuan bahwa orang-orang yang terkena Down Syndrome memiliki tambahan
kromosom dalam sel-sel mereka. Pada tahun 1921, Theophilus Painter tidak sengaja menemukan
cara mengamati dan menghitung jumlah kromosom pada manusia. Dia mengamati sel testis dari
dua pria kulit hitam yang meminta dikebiri dengan membuat sayatan tipis dan diproses dengan
larutan kimia. Setelah diamati di bawah mikroskop, Painter menemukan serabut-serabut kusut
yang ternyata adalah kromosom tak berpasangan pada sel testis dan jumlahnya 24 pasang.
Selama hampir 30 tahun, para ilmuwan menyakini temuan tersebut dan mereka juga melakukan
penghitungan dengan cara lain yang juga mendapatkan hasil 24 pasang kromosom manusia. 22
Desember 1955, Joe menghasilkan penemuan secara kebetulan ketika dia sedang memisahkan
kromosom dari inti sel (nukleus) sejumlah sel. Dia mencoba mengembangkan suatu teknik untuk
memisahkan kromosom di preparat kaca. Ketika preparat tersebut diamati di bawah mikroskop,
dia menemukan hasil mengejutkan, yaitu terdapat 46 kromosom (23 pasang) pada jaringan
embrionik paru-paru manusia. Joe kemudian menuliskan temuannya dalam Scandinavian journal
Hereditas, pada 26 January 1956. Pada masa itu, merupakan suatu kewajiban di Eropa untuk
menuliskan nama kepala lab sebagai penulis utama sebagai pengakuan/penghormatan atas
bimbingan dan dukungan yang diberikan lab tersebut, namun Tjio menolak untuk melakukannya.
Dia mengancam akan membuang karyanya bila tidak ditempatkan sebagai penulis utama pada
jurnal temuan tersebut hingga akhirnya nama Tjio tercantum sebagai penulis utama (first author),
sedangkan Albert Levan sebagai penulis pendamping (co-author). Teknik yang
dikembangkannya untuk pengamatan kromosom manusia merupakan salah satu temuan besar di
bidang sitogenetika (cabang ilmu genetika yang mempelajari hubungan antara hereditas dengan
variasi dan struktur kromosom). Tjio membantu pengembangan sitogenetika menjadi salah satu
bidang penting dalam bidang medis pada tahun 1959 seiring dengan penemuan kromosom
tambahan pada penderita sindrom down yang menghasilkan. Dia menunjukkan bahwa ada kaitan
antara kromosom abnormal dengan penyakit tertentu.

Você também pode gostar