Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
SKRIPSI
OLEH
RUTH DIAN FITRIO
NIM. 0100540040
Fitrio, Ruth Dian. 2014. Solusi Sistem Persamaan Diferensial Linear Tak
Homogen dengan Metode Koefisien Tak Tentu. Skripsi Jurusan Matematika
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Cenderawasih.
Skripsi ini membahas solusi dari sistem persamaan diferensial linear tak homogen
dengan dua persamaan yang terdiri dua fungsi tak diketahui dan tiga persamaan
yang terdiri dari tiga fungsi tak diketahui, khususnya yang berorde satu dan
memiliki koefisien konstan menggunakan metode koefisien tak tentu. Langkah-
langkah yang diperlukan untuk menentukan solusi sistem persamaan diferensial
dengan metode koefisien tak tentu dimulai dengan menuliskan sistem persamaan
diferensial dalam bentuk matriks = + () dengan merupakan matriks
koefisien berordo dan () merupakan matriks fungsi tak homogen dari
sistem tersebut. Langkah selanjutnya yaitu mencari determinan dari matriks
koefisien , jika det() 0, maka perhitungan dapat dilanjutkan yaitu mencari
solusi homogen ( ) dari sistem homogen = dengan cara mencari nilai eigen
dan vektor eigen dari matriks sehingga diperoleh solusi homogen dari sistem
persamaan diferensial, yaitu = 1 1 1 + 2 2 2 + + n dengan
1 , 2 , , merupakan nilai eigen dan 1 , 2 , , merupakan vektor eigen dari
matriks . Langkah selanjutnya yaitu mencari solusi khusus ( ) dari fungsi tak
homogen (). Langkah-langkahnya yaitu, melihat bentuk fungsi yang mirip
dengan fungsi tak homogen () dari bentuk-bentuk fungsi yang tersedia.
Kemudian lihat kesamaan () dengan solusi homogen ( ), setelah itu memilih
pemisalan yaitu bentuk fungsi yang mirip dengan bentuk () dengan
mengikuti aturan yang ada. Selanjutnya, substitusikan ke sistem = +
() untuk mencari nilai dari koefisien-koefisien pada . Setelah dan
diperoleh, maka dapat ditentukan solusi umum dari sistem persamaan diferensial
linear tak homogen yaitu = + .
Pembimbing I Pembimbing II
Dewan Penguji:
Nama Jabatan Tanda Tangan
Mengetahui:
Mengesahkan
Dekan Fakultas MIPA
ii
UCAPAN TERIMAKASIH
iii
6. Westy B. Kawuwung, S.Si., M.Sc, selaku Pembimbing II yang selalu
membimbing penulis dengan penuh kesabaran serta memberikan saran demi
kesempurnaan skripsi ini.
7. Bapak dan ibu-ibu dosen penguji yang telah memberikan saran dan kritik untuk
penyempurnaan skripsi ini.
8. Segenap Dosen dan Staf FMIPA Uncen, khususnya Dosen Jurusan Matematika.
9. Mas Anum, kakak-kakak angkatan 2008 dan 2009, adik-adik angkatan 2011
dan 2012, serta seluruh teman penulis yang tidak bisa penulis sebutkan satu per
satu yang telah membantu penulis selama studi serta penulisan skripsi ini
hingga pada ujian sidang.
10. Sahabat-sahabat senasib seperjuangan penulis terutama Eka, Wellem, Radian,
Ricky, Ilham, Kak Itha, Kak Gusti, Darwin, Asghar, Chaninda, Dewi,
Charoline, Indriyani, Octovina, Lisa, Theresia, Eko, Firdaus, Nuna, Yuyun,
Vengki, Yoke, Lin, Joe, Ria, Narty, Yenny, dan Tina yang saling mendukung
dan memberi motivasi kepada sesama.
11. Kedua orang tua tercinta, Ayahanda Almarhum Sueb dan Ibunda Nina Maria,
yang tak pernah lelah senantiasa membesarkan, mendidik dan memberikan
dukungan motivasi serta doa demi kebaikan dan keberhasilan anak-anaknya.
Hanya doa dan harapan yang dapat penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT.
Semoga semua pihak yang telah membantu penulis selama studi hingga penulisan
skripsi ini diberikan rahmat dan karunia-Nya. Amin Ya Rabbal Alamin.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Penulis
iv
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL................................................................................................ i
ABSTRAK
LEMBAR PERSETUJUAN
LEMBAR PENGESAHAN
PEDOMAN PENGGUNAAN SKRIPSI ................................................................ ii
UCAPAN TERIMAKASIH ................................................................................... iii
DAFTAR ISI ........................................................................................................... v
DAFTAR TABEL ................................................................................................. vii
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG....................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang..................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................2
1.3 Batasan Masalah ...............................................................................2
1.4 Tujuan Penelitian ..............................................................................2
1.5 Manfaat Penelitian ............................................................................3
1.6 Metode Penelitian .............................................................................3
1.7 Sistematika Penulisan .......................................................................3
v
2.11 Metode Koefisien Tak Tentu ..........................................................27
vi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2. 1 Cara Penulisan (Notasi) Untuk Turunan = () ............................... 7
Tabel 2. 2 Metode Koefisien Tak Tentu ............................................................... 28
vii
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG
viii
BAB I
PENDAHULUAN
1
persamaan diferensial tak homogen. Langkah-langkah untuk mencari
solusinya terbagi menjadi dua, yaitu mencari solusi umum untuk persamaan
homogennya ( ) dan solusi khusus untuk persamaan tak homogennya ( ).
Metode-metode yang dapat digunakan untuk mencari solusi khusus dari
persamaan diferensial linear tak homogen adalah variasi parameter dan
koefisien tak tentu. Namun, dalam penelitian ini metode yang digunakan yaitu
metode koefisien tak tentu. Langkah pada metode ini adalah menduga dengan
tepat solusi khusus yang serupa dengan () pada Persamaan (1), dengan
koefisien-koefisien tak diketahui yang akan dicari dengan cara
mensubstitusikan pada persamaan awal.
Selain untuk menentukan solusi persamaan diferensial linear tak
homogen, metode ini dapat dikembangkan untuk mencari solusi dari sistem
persamaan diferensial linear tak homogen, yaitu sistem yang memuat
beberapa persamaan diferensial linear tak homogen. Oleh karena itu, penulis
tertarik untuk meneliti solusi sistem persamaan diferensial linear tak homogen
dengan metode koefisien tak tentu.
2
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah untuk menambah wawasan penulis
dan pembaca tentang sistem persamaan diferensial, khususnya sistem
persamaan diferensial linear tak homogen dan mengetahui langkah-langkah
mencari solusinya menggunakan metode koefisien tak tentu.
3
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Fungsi
Definisi 2.1 (Purcell, 2004)
Sebuah fungsi adalah suatu aturan korespondensi (padanan) yang
menghubungkan setiap obyek dalam satu himpunan, dengan tepat satu nilai
tunggal () dari suatu himpunan kedua.
Untuk memberi nama fungsi, dipakai sebuah huruf tunggal seperti
(atau atau ). Maka (), yang dibaca dari atau pada ,
menunjukkan nilai yang diberikan oleh pada .
Contoh 2.1:
Jika () = 2 + , berikut ini ditentukan:
a) (2)
b) (2 + )
c) (2 + ) (2)
(2+)(2)
d)
Penyelesaian:
a) (2) = 22 + 2 = 6
b) (2 + ) = (2 + )2 + (2 + )
= 4 + 4 + 2 + (2 + )
= 6 + 5 + 2
c) (2 + ) (2) = 6 + 5 + 2 6
= 5 + 2
(2+)(2) 5+2
d) =
(5 + )
=
=5+
4
2.2 Turunan
Definisi 2.2 (Purcell, 2004)
Turunan sebuah fungsi adalah fungsi lain (dibaca aksen) yang
nilainya pada sebarang bilangan 0 adalah
(0 + ) (0 )
(0 ) = lim
0
asalkan limit ini ada.
Jika sebuah fungsi mempunyai turunan di titik = 0 maka fungsi
tersebut dikatakan diferensiabel atau fungsi tersebut terdiferensialkan di titik
= 0 . Turunan = () terhadap dinotasikan dengan () atau atau
atau .
Contoh 2.2:
Jika () = 2 + 3, maka (0 ) dapat ditentukan sebagai berikut
(0 + ) (0 )
(0 ) = lim
0
[2(0 + ) + 3] [20 + 3]
= lim
0
20 + 2 + 3 20 3
= lim
0
2
= lim
0
= lim 2
0
=2
5
c. Aturan Pangkat
Teorema 2.3 (Purcell, 2004)
Jika () = , dengan bilangan bulat positif, maka () = 1 .
f. Aturan Hasilkali
Teorema 2.6 (Purcell, 2004)
Jika dan adalah fungsi-fungsi yang terdiferensialkan, maka
( ) = ()() + () ().
g. Aturan Hasilbagi
Teorema 2.7 (Purcell, 2004)
Jika dan adalah fungsi-fungsi terdiferensialkan, maka
()() () ()
( ) () = 2
(())
6
Contoh 2.3:
() = 2 3 + 2 2 + 6 + 100
maka:
() = 6 2 + 4 + 6
() = 12 + 4
() = 12
(4) () = 0
Karena turunan fungsi nol adalah nol, maka untuk turunan kelima dan
turunan-turunan yang lebih tinggi dari juga sama dengan nol.
Telah diperkenalkan tiga notasi untuk turunan yaitu notasi (), notasi
, notasi , dan notasi Leibniz ( ). Semua notasi ini mempunyai
perluasan untuk turunan tingkat tinggi, seperti yang diperlihatkan pada tabel
berikut
()
Ke- () ()
Sumber: Purcell, 2004
2.3 Matriks
Definisi 2.3 (Anton, 2009)
Matriks adalah susunan segi empat siku-siku dari bilangan-bilangan.
Bilangan-bilangan dalam susunan tersebut dinamakan entri dalam matriks.
7
Matriks yang mempunyai baris dan kolom dinyatakan dengan
11 12 1
21 22 2
=[ ]
1 2
8
Bentuk umum matriks kolom adalah:
11
21
[ ]
1
3. Matriks Nol
Matriks nol adalah matriks di mana semua unsurnya nol.
Contoh 2.4:
Matriks nol berordo 2 2 dan 2 3
0 0 0 0 0
22 = [ ] , 23 = [ ]
0 0 0 0 0
4. Matriks Bujursangkar
Matriks bujursangkar yaitu suatu matriks yang banyak barisnya sama
dengan banyak kolomnya. Dalam matriks bujursangkar ini dikenal
diagonal utama, yaitu entri-entri yang mempunyai nomor baris yang
sama dengan nomor kolom. Sebagai contoh,
11 12 13 1
21 22 23 2
31 32 33 3
[1 2 3 ]
Matriks di atas mempunyai ordo dan ditulis , entri-entri yang
merupakan diagonal utama yaitu 11 , 22 , 33 , , .
5. Matriks Segitiga
Matriks segitiga atas adalah matriks bujursangkar dengan entri-entri yang
terletak di bawah entri diagonal utama semua nol. Bentuk umumnya
adalah [ ] dengan = 0, untuk setiap > .
11 12 13 1
0 22 23 2
= 0 0 33 3
[ 0 0 0 ]
9
Matriks segitiga bawah adalah matriks bujursangkar dengan entri-entri
yang terletak di atas entri diagonal utama semua nol.
Bentuk umumnya adalah [ ] dengan = 0, untuk setiap < .
11 0 0 0
21 22 0 0
= 31 32 33 0
[1 2 3 ]
Contoh 2.5:
1 3 4
Matriks segitiga atas 33 = [0 2 6]
0 0 1
3 0 0
Matriks segitiga bawah 33 = [4 1 0]
1 2 5
6. Matriks Diagonal
Matriks diagonal merupakan matriks bujursangkar dengan semua entri
yang bukan diagonal utamanya bernilai nol. Dengan kata lain suatu
matriks berordo disebut matriks diagonal , jika = 0 untuk
. Seperti yang ditunjukkan pada contoh berikut ini.
11 0 0 0
0 22 0 0
= 0 0 33 0
[ 0 0 0 ]
7. Matriks Identitas
Matriks identitas yaitu matriks diagonal yang entri-entri pada diagonal
utamanya sama dengan satu dan entri-entri lainnya sama dengan nol.
Matriks ini dilambangkan dengan dan dapat juga dituliskan untuk
matriks identitas berordo .
10
Contoh 2.6:
Berikut diberikan contoh untuk matriks identitas berordo 2 2 dan
3 3.
1 0 0
1 0
2 = [ ] , 3 = [0 1 0]
0 1
0 0 1
Dengan kata lain, jumlah dan selisih matriks dapat ditulis seperti
berikut
+ = [ + ] dan = [ ]
11
Contoh 2.7:
Jika diketahui
2 1 3 1 2 4
=[ 1 2 4] , = [2 1 4]
3 4 7 0 3 5
maka
2 1 3 1 2 4 3 3 7
+ = [ 1 2 4] + [2 1 4] = [ 3 1 8]
3 4 7 0 3 5 3 7 12
dan
2 1 3 1 2 4 1 1 1
= [ 1 2 4] [2 1 4] = [1 3 0]
3 4 7 0 3 5 3 1 2
12
Bentuk umum
11 12 1
22 2
= [ 21
]
1 2
11 12 1
22 2
= [ 21 ]
1 2
Contoh 2.8:
Misalkan skalar dengan = 3 dan matriks = [ ] maka
3 3 3
diperoleh 3 = 3 [ ]=[ ]
3 3 3
13
5. Transpos Matriks
Definisi 2.7 (Anton & Rorres, 2004)
Jika adalah suatu matriks , maka transpos dari , dinyatakan
dengan , didefinisikan sebagai matriks yang didapatkan dengan
menukarkan baris-baris dan kolom-kolom dari ; sehingga kolom
pertama dari adalah baris pertama dari , kolom kedua dari adalah
baris kedua dari , dan seterusnya.
14
Jika matriks tersebut berturut-turut dilambangkan , , dan , maka Sistem
persamaan linear (2.2) dapat dituliskan sebagai
=
Jika = , Sistem persamaan (2.1) disebut sistem bujursangkar atau persegi.
Penulisan Sistem persamaan linear (2.1) juga dapat disingkat dengan
menggabungkan entri-entri pada matriks dan sebagai berikut
11 12 1 1
21 22 2 2
[ | ] = [ | ]
1 2
bentuk ini disebut matriks yang diperbesar.
Contoh 2.9:
Diberikan sistem persamaan linear sebagai berikut
+ + 2 = 9
2 + 4 3 = 1 (2.3)
3 + 6 5 = 0
Solusi dari sistem persamaan di atas dapat ditentukan menggunakan operasi
baris elementer.
15
Penyelesaian:
Sistem persamaan linear di atas dapat ditulis dalam bentuk
1 1 2 9
[2 4 3] [] = [1]
3 6 5 0
atau dapat disingkat
=
1 1 2 9
dengan = [2
4 3], = [ ], dan = [1].
3 6 5 0
Sistem (2.3) ditulis dalam bentuk matriks yang diperbesar seperti berikut
untuk menentukan solusinya menggunakan operasi baris elementer
1 1 2 9
[2 4 3|1]
3 6 5 0
dengan operasi baris pada matriks di atas yaitu baris pertama dikalikan
dengan (2), kemudian ditambahkan ke baris kedua, maka diperoleh
1 1 2 9
[0 2 7|17]
3 6 5 0
Baris pertama dikalikan dengan (3), kemudian ditambahkan ke baris ketiga,
sehingga diperoleh
1 1 2 9
[0 2 7 |17]
0 3 11 27
1
Kemudian kalikan baris kedua dengan (2), sehingga diperoleh
1 1 2 9
7
[0 1 | 17]
2 2
0 3 11 27
Selanjutnya baris kedua dikalikan dengan (3), kemudian ditambahkan ke
baris ketiga, sehingga diperoleh
1 1 2 9
7 17
0 1 2
| 2
1 3
[0 0 2 2 ]
16
Kalikan baris ketiga dengan (2), sehingga diperoleh
1 1 2 9
7| 17]
[0 1 2 2
0 0 1 3
Baris kedua dikalikan dengan (1), kemudian ditambahkan ke baris pertama,
sehingga diperoleh
11 35
1 0 2 2
7| 17
0 1 2
2
[0 0 1 3 ]
11
Baris ketiga dikalikan dengan ( 2 ), kemudian ditambahkan ke baris
7
pertama dan baris ketiga dikalikan dengan (2), kemudian ditambahkan ke
2.6 Determinan
Definisi 2.9 (Anton, 2009)
Misalkan adalah suatu matriks bujursangkar. Fungsi determinan dinyatakan
dengan det, dan didefinisikan det() sebagai jumlah semua hasil kali entri
bertanda dari .
Notasi || adalah notasi alternatif untuk det().
Akan ditunjukkan rumus untuk menghitung determinan dengan ordo
2 2 dan 3 3.
a. Determinan matriks 2 2
11 12
Misalkan matriks = [ ]
21 22
maka, det() = |11 12 | = 11 22 12 21
21 22
17
b. Determinan matriks 3 3
11 12 13
Misalkan = [ 21 22 23 ]
31 32 33
maka,
11 12 13
det() = |21 22 23 |
31 32 33
= 11 22 33 + 12 23 31 + 13 21 32 13 22 31
12 21 33 11 23 32
Contoh 2.10:
Diberikan matriks sebagai berikut
3 2 4
= [1 2 3]
2 3 2
maka
det() = 11 22 33 + 12 23 31 + 13 21 32 13 22 31 12 21 33
11 23 32
= (12) + 12 + 12 (16) 27 4
= 3
Contoh 2.11:
3 5 2 5
Matriks = [ ] adalah invers dari = [ ]
1 2 1 3
2 5 3 5 1 0
Karena = [ ][ ]=[ ]=
1 3 1 2 0 1
3 5 2 5 1 0
dan = [ ][ ]=[ ]=
1 2 1 3 0 1
18
Sebelum memasuki teorema berikutnya tentang invers matriks, berikut
diberikan definisi tentang adjoin suatu matriks.
Definisi 2.11 (Anton, 2009)
Jika adalah matriks bujursangkar, maka minor entri dinyatakan oleh
dan didefinisikan sebagai determinan submatriks yang masih tersisa setelah
baris ke- dan kolom ke- dihilangkan dari . Bilangan (1)+ ( )
Contoh 2.12:
Diberikan matriks sebagai berikut
3 2 1
= [1 6 3]
2 4 0
Kofaktor dari adalah
11 = (1)1+1 | 6 3| = 12
4 0
12 = (1)1+2 |1 3| = 6
2 0
13 = (1)1+3 |1 6 | = 16
2 4
21 = (1)2+1 | 2 1| = 4
4 0
22 = (1)2+2 |3 1| = 2
2 0
23 = (1)2+3 |3 2 | = 16
2 4
31 = (1)3+1 |2 1| = 12
6 3
19
32 = (1)3+2 |3 1| = 10
1 3
33 = (1)3+3 |3 2| = 16
1 6
Sehingga matriks kofaktornya adalah
12 6 16
[4 2 16 ]
12 10 16
dan adjoin adalah
12 4 12
() = [ 6 2 10]
16 16 16
Contoh 2.13:
Invers dari matriks dalam Contoh 2.12 dapat dicari menggunakan rumus
pada Teorema 2.10.
Diketahui
3 2 1
= [1 6 3]
2 4 0
det() = 11 22 33 + 12 23 31 + 13 21 32 13 22 31 12 21 33
11 23 32
= 0 + 12 + 4 (12) (36) 0
= 64
12 4 12
64 64 64
1 1 1 12 4 12 6 2 10
= () = [ 6 2 10] =
det() 64 64 64 64
16 16 16
16 16 16
[ 64 64 64 ]
20
2.8 Ruang Vektor
Definisi 2.13 (Imrona, 2009)
Sebuah vektor di dinyatakan oleh bilangan terurut yaitu
= (1 , 2 , , ).
Definisi berikut ini terdiri dari sepuluh aksioma untuk ruang vektor.
Definisi 2.15 (Imrona, 2009)
Misalkan adalah suatu himpunan tak kosong yang dilengkapi dengan
operasi penjumlahan dan perkalian dengan skalar (dalam hal ini, skalar adalah
bilangan real). disebut ruang vektor jika memenuhi sepuluh aksioma
berikut.
(1) Jika dan adalah objek-objek pada , maka + berada pada .
(2) +=+
(3) + ( + ) = ( + ) +
(4) Di dalam terdapat suatu objek 0, yang disebut vektor nol (zero vector)
untuk , sedemikian rupa sehingga + = + = untuk semua
pada .
(5) Untuk setiap pada , terdapat suatu objek pada , yang disebut
sebagai negatif dari , sedemikian rupa sehingga
+ () = () + =
(6) Jika adalah skalar sebarang dan adalah objek sebarang pada , maka
terdapat pada .
(7) ( + ) = +
(8) ( + ) = +
(9) () = ()()
(10) 1 =
Anggota ruang vektor disebut vektor.
21
Definisi 2.16 (Anton, 2009)
Suatu himpunan bagian dari suatu ruang vektor disebut suatu subruang
dari jika adalah suatu ruang vektor di bawah penjumlahan dan perkalian
skalar yang didefinisikan pada .
22
yaitu:
=
dengan adalah skalar. Selanjutnya skalar dinamakan nilai eigen dari dan
dikatakan vektor eigen yang bersesuaian dengan yang terkait dengan .
Untuk mencari nilai eigen matriks maka = dituliskan kembali
sebagai
=
atau
( ) =
Supaya menjadi nilai eigen, maka harus ada solusi tak nol dari persamaan
di atas, yaitu jika dan hanya jika
( ) = 0 (2.4)
Persamaan (2.4) dinamakan persamaan karakteristik dari . Skalar yang
memenuhi persamaan ini adalah nilai eigen dari . Jika adalah suatu
parameter, maka det( ) adalah suatu polinomial yang dinamakan
polinomial karakteristik dari .
Vektor eigen yang bersesuaian dengan nilai eigen adalah vektor tak
nol yang memenuhi = . Masalah nilai eigen dan vektor eigen dapat
diselesaikan melalui proses berikut:
1. Temukan semua skalar sedemikian sehingga det( ) = 0. Ini adalah
nilai eigen dari .
2. Jika 1 , 2 , , adalah nilai eigen yang diperoleh di (1), maka selesaikan
n sistem persamaan linear
( ) = , i = 1, 2, 3, ,n
untuk memperoleh semua vektor eigen yang bersesuaian dengan setiap
nilai eigen.
Contoh 2.14:
1 3
Diberikan matriks sebagai berikut = [ ]
4 2
Akan ditentukan nilai eigen dan vektor eigen dari .
23
Penyelesaian :
Sistem persamaan linear untuk menentukan nilai eigen dan vektor eigen
adalah
( ) =
0 1 3 1 0
([ ][ ]) [ ] = [ ]
0 4 2 2 0
1 3 1 0
[ ][ ] = [ ] (2.5)
4 2 2 0
Sistem ini mempunyai paling tidak ada satu solusi jika dan hanya jika:
det( )= 0
sehingga diperoleh
1 3
| |=0
4 2
( 1)( 2) (3(4)) = 0
2 2 + 2 12 = 0
2 3 10 = 0
( + 2)( 5) = 0
Maka diperoleh nilai eigen dari adalah 1 = 2 atau 2 = 5
Selanjutnya adalah mencari vektor eigen.
Untuk = 2
Substitusikan = 2 ke dalam Sistem persamaan (2.5) sehingga
menghasilkan sistem:
3 3 1 0
[ ] [ ] = [ ]
4 4 2 0
dengan operasi baris elementer, diperoleh:
1 1 1 0
[ ][ ] = [ ]
0 0 2 0
1 + 2 = 0
1 = 2
Jika 2 = maka 1 = , dengan s adalah variabel bebas.
Jadi, vektor eigen yang bersesuaian dengan = 2 adalah vektor tak nol yang
berbentuk
1
= [ ]= [ ]
1
24
Untuk = 5
Sehingga vektor eigen yang bersesuaian dengan = 5 adalah vektor tak nol
yang berbentuk
1
= [4 ] = [ 4 ]
3 3
Contoh 2.15:
1. + = 6
2. + 6 = 0
2 2
3. 2 = 0
2
25
Persamaan 1 dan 2 memuat turunan biasa dan disebut persamaan
diferensial biasa. Persamaan 3 memuat turunan-turunan parsial dan disebut
persamaan diferensial parsial.
Contoh 2.16:
1. = 3 + + 2 merupakan persamaan diferensial orde satu, dan
2. = 2 3 merupakan persamaan diferensial orde dua.
26
2.10.2 Penyelesaian Persamaan Diferensial
Penyelesaian dari persamaan diferensial dalam fungsi y yang tidak
diketahui dari variabel bebas dapat dicari dengan langkah-langkah sebagai
berikut:
Langkah I : Menentukan solusi khusus persamaan diferensial linear
homogen ( )
Langkah II : Menentukan solusi khusus persamaan diferensial linear tak
homogen ( )
Langkah III : Menentukan solusi umum persamaan diferensial linear yaitu
= +
Contoh 2.18:
Diberikan persamaan diferensial orde dua sebagai berikut
= 1
Solusi umum dari persamaan diferensial di atas yaitu
Langkah 1 : Menentukan solusi umum persamaan diferensial linear
homogen ( )
= 0
Solusi umum: = 1 + 1
Langkah 2 : Menentukan solusi khusus dari persamaan diferensial linear
tak homogen ( )
= 1
Solusi khusus: = 1
Langkah 3 : Menentukan solusi umum persamaan diferensial
= + = 1 + 1 + 1
27
dengan koefisien-koefisien 0 , 1 , , merupakan konstanta-konstanta,
0 dan () adalah kombinasi linear dari fungsi dengan tipe yang dapat
dilihat pada tabel berikut.
28
Aturan untuk metode koefisien tak tentu:
a. Aturan Dasar
Jika () adalah salah satu fungsi yang ada dalam Tabel 2.2, pilih fungsi
yang bersesuaian dan tentukan koefisien tak tentunya dengan
mensubstitusikan pada Persamaan (2.5).
b. Aturan Modifikasi
Jika () sama dengan solusi persamaan diferensial homogen, kalikan
yang bersesuaian dalam Tabel 2.2 dengan (atau 2 jika () sama
dengan solusi akar kembar persamaan diferensial homogen)
c. Aturan Penjumlahan
Jika () adalah jumlah fungsi-fungsi yang terdapat dalam Tabel 2.2 pada
kolom pertama, adalah jumlah fungsi pada baris yang bersesuaian.
29
BAB III
SOLUSI SISTEM PERSAMAAN DIFERENSIAL LINEAR TAK
HOMOGEN DENGAN METODE KOEFISIEN TAK TENTU
Dalam penelitian ini, secara khusus dibahas solusi dari sistem persamaan
diferensial linear tak homogen berorde satu yaitu sistem yang memuat dua atau
lebih persamaan diferensial linear tak homogen yang memiliki koefisien konstan.
30
Contoh 3.1:
Diberikan sistem persamaan diferensial seperti berikut
1 = 1
2 = 21 32 + 23 + 6
3 = 1 22 + 3 +
SPD di atas merupakan SPD linear tak homogen orde satu dengan tiga
fungsi tak diketahui dan memiliki koefisien konstan. SPD tersebut dapat
ditulis dalam bentuk matriks sebagai berikut
1 1 0 0 1
[2 ] = [2 3 2] [2 ] + [6 ]
3 1 2 1 3
atau secara singkat
= + ()
1 0 0
dengan = [2 3 2] dan () = [6 ].
1 2 1
3.2 Solusi SPD Linear Tak Homogen dengan Metode Koefisien Tak Tentu
Pada Subbab 2.11, telah dipaparkan tentang metode koefisien tak tentu
untuk mencari solusi persamaan diferensial linear tak homogen. Selain untuk
mencari solusi persamaan diferensial linear, metode koefisien tak tentu dapat
juga digunakan untuk mencari solusi SPD linear sebagaimana akan dibahas
pada subbab ini, yaitu bagaimana mencari solusi SPD linear tak homogen
dengan koefisien konstan menggunakan metode koefisien tak tentu.
Untuk mencari solusi SPD linear tak homogen, langkah-langkah
utamanya terbagi menjadi empat, yaitu:
1. Menulis sistem persamaan diferensial dalam bentuk matriks
= + ().
2. Menghitung determinan dari matriks koefisien , jika det() = 0, maka
perhitungannya tidak dilanjutkan.
3. Mencari solusi homogen ( ) dari SPD homogen = dengan
langkah-langkah sebagai berikut:
i. Tentukan semua nilai eigen 1 , 2 , , dari .
31
ii. Selanjutnya, tentukan vektor eigen 1 , 2 , , yang bersesuaian
dengan nilai-nilai eigen pada Langkah i.
Dengan dua langkah di atas, maka diperoleh solusi sebagai berikut
1 = 1 1 , 2 = 2 2 , , = .
sehingga diperoleh solusi umum dari SPD yaitu kombinasi linear dari
solusi di atas sebagai berikut
= 1 1 + 2 + +
4. Mencari solusi particular/khusus ( ) dari fungsi tak homogen ().
Dalam hal ini, langkah-langkah pada metode koefisien tak tentu yaitu:
i. Melihat bentuk fungsi tak homogen (), cocokkan bentuknya
dengan bentuk pada Tabel 2.2 dan lihat kesamaan pada solusi
homogen ( )
ii. Memilih permisalan yang sesuai dengan bentuk ()
iii. Mensubstitusikan ke SPD untuk mencari koefisien-koefisien yang
terdapat pada .
iv. Menentukan solusi khusus .
5. Menentukan solusi umum SPD, yaitu = + .
3.3 Studi Kasus Solusi SPD Linear Tak Homogen dengan Metode Koefisien
Tak Tentu
Kasus 1:
Diberikan sebuah SPD linear dengan dua persamaan yang terdiri dari dua
fungsi tak diketahui sebagai berikut
1 = 31 + 22 2
2 = 1 22 +
Solusi umumnya dapat ditentukan sebagai berikut
1. Bentuk matriks dari SPD linear di atas adalah
= + ()
3 2 2
dengan = [ ] dan () = [ ]
1 2
3 2
2. det() = | |=4
1 2
karena det() 0, maka solusi dapat dicari.
32
3. Mencari solusi homogen ( ) dari SPD homogen =
= 1 1 1 + 2 2 2
i. Mencari nilai-nilai eigen dari matriks
3 2
=[ ]
1 2
Sesuai dengan Persamaan (2.4) pada halaman 23, maka persamaan
karateristik untuk mencari nilai eigen dari matriks adalah
det( ) = 0
0 3 2
det([ ][ ]) = 0
0 1 2
+ 3 2
| |=0
1 + 2
( + 3)( + 2) (2)(1) = 0
2 + 5 + 6 2 = 0
2 + 5 + 4 = 0
( + 1)( + 4) = 0
Sehingga diperoleh nilai-nilai eigen dari yaitu 1 = 1 dan 2 = 4.
ii. Mencari vektor-vektor eigen yang bersesuaian dengan nilai-nilai eigen
pada Langkah i.
a. Untuk 1 = 1
Sistem untuk mencari vektor eigen adalah
( ) =
+ 3 2 1 0
[ ] [ ] = [ ]
1 + 2 2 0
2 2 1 0
[ ][ ] = [ ]
1 1 2 0
Sistem di atas dapat ditulis dalam bentuk
=
2 2 1 0
dengan = [ ], = [ ], dan = [ ].
1 1 2 0
Untuk mencari solusinya, bentuk matriks di atas dapat ditulis dalam
bentuk matriks yang diperbesar sebagai berikut
2 2 0
[ | ]
1 1 0
33
dengan operasi baris pada matriks di atas yaitu kalikan baris pertama
1
dengan (2), maka diperoleh
1 1 0
[ | ]
1 1 0
Tambahkan baris kedua dengan baris pertama, sehingga diperoleh
1 1 0
[ | ]
0 0 0
Dari matriks di atas, diperoleh
1 1 1 0
[ ] [ ] = [ ]
0 0 2 0
atau
1 + 2 = 0
2 = 1
misalkan 1 = , maka 2 = sehingga vektor
1 1
= [ ] = [ ] = [ ]
2 1
Jadi, vektor eigen yang bersesuaian dengan nilai eigen 1 = 1
1
yaitu 1 = [ ].
1
b. Untuk 2 = 4
Sistem untuk mencari vektor eigen adalah
( ) =
+ 3 2 1 0
[ ][ ] = [ ]
1 + 2 2 0
1 2 1 0
[ ][ ] = [ ]
1 2 2 0
Sistem di atas dapat ditulis dalam bentuk
=
1 2 1 0
dengan = [ ], = [ ], dan = [ ].
1 2 2 0
Untuk mencari solusinya, bentuk matriks di atas dapat ditulis dalam
bentuk matriks yang diperbesar sebagai berikut
1 2 0
[ | ]
1 2 0
dengan operasi baris pertama dikalikan dengan (1), maka
diperoleh
34
1 2 0
[ | ]
1 2 0
35
a. koefisien dari 2 yaitu
= + [
1
] (3.2)
0
1
+ [ ] =
0
1
= [ ]
0
1
= 1 [ ]
0
1 2 2 1
= ( [ ]) [ ]
6 2 1 3 0
1 1
= [ 2 2] [1]
1 3 0
4 4
1
= [ 2]
1
4
b. koefisien dari yaitu
2 = (3.3)
2 =
= 1 2
1 1
1
= [ 2 2 ] [ 1]
1 3
2
4 4
3
= [4]
5
8
c. koefisien dari yaitu
0
= + [ ] (3.4)
1
0
= + [ ]
1
misalkan = []
3 2 0
[ ] = [ ] [ ] + [ ]
1 2 1
36
3 + 2 0
[ ] = [ ]+[ ]
2 1
3 + 2
[ ] = [ ]
2 + 1
Diperoleh
= 3 + 2 atau 4 2 = 0 (3.5)
= 2 + 1 atau 3 = 1 (3.6)
Persamaan (3.5) dan (3.6) dapat ditulis dalam bentuk matriks
=
4 2 0
dengan = [ ], = [], dan = [ ].
1 3 1
Untuk mencari solusinya, bentuk matriks tersebut dapat ditulis
dalam bentuk matriks yang diperbesar seperti berikut
4 2 0
[ | ]
1 3 1
dengan operasi baris pada matriks di atas yaitu kalikan baris
1
pertama dengan ( ), maka diperoleh
4
2 0
[1 4| ]
1 3 1
Baris pertama dikalikan dengan (1), kemudian tambahkan ke
baris kedua, sehingga diperoleh
2
1 4 0
[ | ]
10
0 4 1
4
Kalikan baris kedua dengan ( 10), sehingga diperoleh
2 0
[1 4| 4 ]
0 1 10
2
Baris kedua dikalikan dengan (4), kemudian ditambahkan ke
37
atau
2
= [] = [10]
4
10
d. Koefisien dari konstanta yaitu
= (3.7)
=
= 1
1 1 3
= [ 2 2] [4]
1 3 5
4 4 8
11
= [ 16]
21
32
iv. Sehingga diperoleh solusi khusus yaitu
1 3 11 2
= [ 2] 2 + [4] + [ 16] + [10]
1 5 21 4
4 8 32 10
38
Kasus 2:
Diberikan sebuah SPD linear dengan tiga persamaan yang terdiri dari tiga
fungsi tak diketahui sebagai berikut
1 = 1
2 = 21 32 + 23 + 6
3 = 1 22 + 23 +
Solusi umumnya dapat ditentukan sebagai berikut
1. Bentuk matriks dari SPD di atas adalah
= + ()
1 0 0
dengan = [2 3 2] dan () = [6 ]
1 2 2
1 0 0
2. det() = |2 3 2| = 2
1 2 2
karena det() 0, maka solusi dapat dicari.
3. Mencari solusi homogen ( ) dari SPD homogen = .
= 1 1 1 + 2 2 2 + 3 3 3
i. Mencari nilai-nilai eigen dari matriks
1 0 0
= [2 3 2]
1 2 2
Sesuai dengan Persamaan (2.4) pada halaman 23, maka persamaan
karateristik untuk mencari nilai eigen dari matriks adalah
det( ) = 0
0 0 1 0 0
det([0 0] [2 3 2]) = 0
0 0 1 2 2
1 0 0
| 2 + 3 2 | = 0
1 2 2
( 1)( + 3)( 2) + (0)(2)(1) + (0)(2)(2)
(0)( + 3)(1) ( 1)(2)(2) (0)(2)( 2) = 0
3 7 + 6 + 4 4 = 0
3 3 + 2 = 0
( 1)( 1)( + 2) = 0
39
Sehingga diperoleh nilai eigen dari yaitu 1,2 = 1 dan 3 = 2.
40
Dari matriks di atas, diperoleh
1 2 1 1 0
[0 0 0] [2 ] = [0]
0 0 0 3 0
atau
1 22 + 3 = 0
1 = 22 3
misalkan 2 = dan 3 = , maka diperoleh
1 = 2
1 2 2 2 1
= [2 ] = [ ] = [ ] + [ 0 ] = [1] + [ 0 ]
3 0 0 1
sehingga vektor eigen yang bersesuaian dengan nilai eigen = 1
yaitu
2 1
= [1] dan = [ 0 ]
0 1
b. Untuk = 2
Sistem untuk mencari vektor eigen yaitu
( ) =
1 0 0 1 0
[ 2 + 3 2 ] [ 2 ] = [0]
1 2 2 3 0
3 0 0 1 0
[2 1 2] [2 ] = [0]
1 2 4 3 0
Matriks di atas dapat ditulis dalam bentuk
=
3 0 0 1 0
dengan = [2 1
2], = [ 2 ], dan = [0].
1 2 4 3 0
Untuk mencari solusinya, bentuk matriks di atas dapat ditulis dalam
bentuk matriks yang diperbesar sebagai berikut
3 0 0 0
[2 1 2|0]
1 2 4 0
41
1
dengan operasi baris pertama dikalikan dengan ( 3), dan baris
0 1 1
42
0
i. Bentuk dari () = [6 ] = [ 0 ] + [6 ]
0
1 0
= [ 0 ] + [6]
1 0
ii. Dapat dilihat pada langkah i bahwa bentuk () memiliki variabel
dan sehingga dipilih pemisalan dari Tabel 2.2 yang sesuai
dengan bentuk () yaitu = + namun, karena
terdapat juga pada solusi homogen dari SPD, maka dipilih pemisalan
yaitu = + + .
iii. Substitusikan ke SPD
( ) = + ()
+ +
1 0
= + + + [ 0 ] + [6]
1 0
Dari persamaan di atas, diperoleh:
a. koefisien dari yaitu
= (3.10)
Dari Persamaan (1), diperoleh merupakan vektor
eigen yang bersesuaian dengan nilai eigen 1, maka
1
= [ 0 ].
1
b. koefisien dari yaitu
1
+ = + [ 0 ] (3.11)
1
1
+ = + [ 0 ]
1
1
[ 0 ] =
1
1
[ 0 ] = ( )
1
43
misalkan = []
1 1 1 0 0 1 0 0
[ 0 ] [ 0 ] = ([2 3 2] [0 1 0]) []
1 1 1 2 2 0 0 1
0 0 0 0
[0] = [2 4 2] [ ]
0 1 2 1
Dibentuk matriks yang diperbesar sebagai berikut
0 0 00
[2 4 2|0]
1 2 1 0
dengan operasi baris pertama ditukar dengan baris ketiga, maka
diperoleh
1 2 1 0
[2 4 2|0]
0 0 00
Baris pertama dikalikan dengan (2), kemudian ditambahkan
ke baris kedua, sehingga diperoleh
1 2 1 0
[0 0 0|0]
0 0 00
Dari matriks di atas, diperoleh
1 2 1 1 0
[0 0 0] [2 ] = [0]
0 0 0 3 0
atau
2 + = 0
= 2
misalkan = dan = , maka = 2 sehingga
2 2 1
=[ ] = [1 ] + [ 0 ]
0 1
diambil = = 0, maka diperoleh
0
= [0 ]
0
c. koefisien dari yaitu
44
0
= + [6] (3.12)
0
0
= + [6]
0
0
[6] = +
0
0
[6] = ( + )
0
1
misalkan = [ 2 ]
3
0 1 0 0 1 0 0 1
[6] = ([2 3 2] + [0 1 0]) [2 ]
0 1 2 2 0 0 1 3
0 2 0 0 1
[6] = [2 2 2] [2 ]
0 1 2 3 3
Dibentuk matriks yang diperbesar sebagai berikut
2 0 0 0
[2 2 2|6]
1 2 3 0
1
dengan operasi baris pertama dikalikan dengan (2), dan baris
45
Substitusikan nilai 1 pada Persamaan (3.13) ke Persamaan (3.14),
maka diperoleh
0 3 = 6 atau 3 = 6
dan substitusikan nilai 1 dan 3 pada Persamaan (3.15), maka
diperoleh
0 22 + 3(6) = 0
22 = 18
18
2 =
2
2 = 9
sehingga
1 0
= [2 ] = [9]
3 6
46
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Sesuai pembahasan pada Bab III, maka diperoleh kesimpulan bahwa
langkah-langkah untuk mencari solusi SPD linear tak homogen dengan
metode koefisien tak tentu yaitu sebagai berikut:
1. Menulis sistem persamaan diferensial dalam bentuk matriks
= + ().
2. Menghitung determinan dari matriks koefisien , jika det() = 0, maka
perhitungannya tidak dilanjutkan.
3. Mencari solusi homogen ( ) dari SPD homogen = dengan
langkah-langkah sebagai berikut:
i. Menentukan semua nilai eigen 1 , 2 , , dari .
ii. Selanjutnya menentukan vektor eigen 1 , 2 , , yang bersesuaian
dengan nilai-nilai eigen pada langkah i.
Dengan dua langkah di atas, maka diperoleh solusi berikut
1 = 1 1 , 2 = 2 2 , , = .
sehingga diperoleh solusi umum dari SPD yaitu kombinasi linear dari
solusi di atas sebagai berikut
= 1 1 + 2 + +
dalam penelitian ini hanya dibahas untuk = 2 dan = 3.
4. Mencari solusi particular/khusus ( ) dari fungsi tak homogen ()
dengan langkah-langkah pada metode koefisien tak tentu yaitu:
i. Melihat bentuk fungsi tak homogen (), mencocokkan bentuknya
dengan bentuk-bentuk yang tersedia dan lihat kesamaan bentuknya
dengan bentuk pada solusi homogen ( )
ii. Memilih permisalan yang sesuai dengan bentuk ()
iii. Mensubstitusi ke SPD untuk mencari koefisien-koefisien yang
terdapat pada .
iv. Menentukan solusi khusus .
5. Menentukan solusi umum SPD, yaitu = + .
47
4.2 Saran
Pada penelitian ini penulis hanya membahas mengenai solusi dari sistem
persamaan diferensial linear tak homogen orde satu. Bagi pembaca yang
tertarik untuk membahas lebih mendalam mengenai metode ini, dapat
mengkaji tentang solusi sistem persamaan diferensial linear tak homogen
dengan orde yang lebih tinggi atau solusi persamaan diferensial linear tak
homogen dengan orde yang lebih tinggi.
48
DAFTAR PUSTAKA
Anton, H. 2009. Dasar-dasar Aljabar Linear (jilid 1). Tangerang: Binarupa Aksara
Anton, H. dan C. Rorres. 2004. Aljabar Linear Elementer versi Aplikasi, Edisi
Kedelapan. Terjemahan oleh R. Indriasari dan I. Harmen. Jakarta : Erlangga.
Finizio, N dan G. Ladas. 1988. Persamaan Diferensial Biasa dengan Penerapan
Modern. Terjemahan oleh Dra. W. Santoso. Jakarta : Erlangga.
Gazali, W. 2005. Matriks dan Transformasi Linear. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Goode, S. W. 1991. An Introduction to Differential Equations and Linear Algebra.
New York: Prentice-Hall International, Inc.
Granita. 2012. Persamaan Diferensial Biasa. Riau. Zanafa Publishing.
Imrona, M. 2009. Aljabar Linear Dasar. Jakarta: Erlangga.
Purcell, E. J, D. Varberg, dan S. E. Rigdon. 2004. Kalkulus Jilid 1(Edisi
Kedelapan). Jakarta: Erlangga.
. 2004. Kalkulus Jilid 2(Edisi Kedelapan). Jakarta: Erlangga.
Waluya, B. 2006. Buku Ajar Persamaan Diferensial. Semarang: Universitas Negeri
Semarang.
49