Você está na página 1de 60

SOLUSI SISTEM PERSAMAAN DIFERENSIAL LINEAR

TAK HOMOGEN DENGAN METODE KOEFISIEN


TAK TENTU
HALAMAN JUDUL

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh


Gelar Sarjana Sains Program Studi Matematika

OLEH
RUTH DIAN FITRIO
NIM. 0100540040

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


UNIVERSITAS CENDERAWASIH
JAYAPURA
2014
ABSTRAK

Fitrio, Ruth Dian. 2014. Solusi Sistem Persamaan Diferensial Linear Tak
Homogen dengan Metode Koefisien Tak Tentu. Skripsi Jurusan Matematika
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Cenderawasih.

Skripsi ini membahas solusi dari sistem persamaan diferensial linear tak homogen
dengan dua persamaan yang terdiri dua fungsi tak diketahui dan tiga persamaan
yang terdiri dari tiga fungsi tak diketahui, khususnya yang berorde satu dan
memiliki koefisien konstan menggunakan metode koefisien tak tentu. Langkah-
langkah yang diperlukan untuk menentukan solusi sistem persamaan diferensial
dengan metode koefisien tak tentu dimulai dengan menuliskan sistem persamaan
diferensial dalam bentuk matriks = + () dengan merupakan matriks
koefisien berordo dan () merupakan matriks fungsi tak homogen dari
sistem tersebut. Langkah selanjutnya yaitu mencari determinan dari matriks
koefisien , jika det() 0, maka perhitungan dapat dilanjutkan yaitu mencari
solusi homogen ( ) dari sistem homogen = dengan cara mencari nilai eigen
dan vektor eigen dari matriks sehingga diperoleh solusi homogen dari sistem
persamaan diferensial, yaitu = 1 1 1 + 2 2 2 + + n dengan
1 , 2 , , merupakan nilai eigen dan 1 , 2 , , merupakan vektor eigen dari
matriks . Langkah selanjutnya yaitu mencari solusi khusus ( ) dari fungsi tak
homogen (). Langkah-langkahnya yaitu, melihat bentuk fungsi yang mirip
dengan fungsi tak homogen () dari bentuk-bentuk fungsi yang tersedia.
Kemudian lihat kesamaan () dengan solusi homogen ( ), setelah itu memilih
pemisalan yaitu bentuk fungsi yang mirip dengan bentuk () dengan
mengikuti aturan yang ada. Selanjutnya, substitusikan ke sistem = +
() untuk mencari nilai dari koefisien-koefisien pada . Setelah dan
diperoleh, maka dapat ditentukan solusi umum dari sistem persamaan diferensial
linear tak homogen yaitu = + .

Kata kunci: Sistem Persamaan Diferensial, Metode Koefisien Tak Tentu


LEMBAR PERSETUJUAN

Skripsi dengan judul : SOLUSI SISTEM PERSAMAAN DIFERENSIAL LINEAR


TAK HOMOGEN DENGAN METODE KOEFISIEN TAK TENTU oleh Ruth
Dian Fitrio telah diperiksa dan disetujui untuk di uji.

Jayapura, 3 Juli 2014

Pembimbing I Pembimbing II

Supiyanto, S.Si., M.Kom Westy B. Kawuwung, S.Si., M.Sc


NIP. 19760906 200212 1 003 NIP. 19681111 199703 2 001
LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi dengan judul: SOLUSI SISTEM PERSAMAAN DIFERENSIAL LINEAR


TAK HOMOGEN DENGAN METODE KOEFISIEN TAK TENTU oleh Ruth
Dian Fitrio telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada hari Kamis tanggal 3
Juli 2014.

Dewan Penguji:
Nama Jabatan Tanda Tangan

1. Supiyanto, S.Si., M.Kom. (Ketua) (......................)


NIP. 19760906 200212 1 003

2. Westy B. Kawuwung, S.Si., M.Sc. (Sekretaris) (......................)


NIP. 19681111 199703 2 001

3. Alvian M. Sroyer, S.Si., M.Si. (Anggota) (......................)


NIP. 19810829 200501 1 001

4. Titik Suparwati, S.Si., M.Si. (Anggota) (......................)


NIP. 19750226 200112 2 001

5. Tiku Tandiangnga, S.Si., M.Sc. (Anggota) (......................)


NIP. 19810415 200604 2 003

Mengetahui:

Ketua Jurusan, Ketua Program Studi,

Alvian M. Sroyer, S.Si., M.Si. Tiku Tandiangnga, S.Si., M.Sc.


NIP. 19810829 200501 1 001 NIP. 19810415 200604 2 003

Mengesahkan
Dekan Fakultas MIPA

Drs. Daniel Napitupulu, M.Si.


NIP. 19610517 199203 1 001
PEDOMAN PENGGUNAAN SKRIPSI

Skripsi S1 Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas


Cenderawasih yang tidak dipublikasikan, terdaftar dan tersedia di Perpustakaan
Universitas Cenderawasih dan terbuka untuk umum dengan ketentuan bahwa hak
cipta ada pada penulis.
Referensi kepustakaan diperkenankan dicatat, tetapi pengutipan atau
peringkasan hanya dapat dilakukan seizin penulis, dan harus disertai dengan
kebiasaan ilmiah untuk menyebutkan sumbernya.
Memperbanyak atau menerbitkan sebagian atau seluruh skripsi haruslah seizin
Rektor Universitas Cenderawasih.
Perpustakaan yang meminjam skripsi ini untuk keperluan anggotanya harus
mengisi nama dan tandatangan peminjam dan tanggal pinjam.

ii
UCAPAN TERIMAKASIH

Assalamualaikum Wr. Wb.


Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dan tugas akhir dalam
bentuk skripsi.
Skripsi ini berjudul Solusi Sistem Persamaan Diferensial Linear Tak
Homogen dengan Metode Koefisien Tak Tentu. Adapun maksud dan tujuan
pembuatan skrispi ini adalah untuk diajukan sebagai salah satu syarat dalam
menyelesaikan studi Strata Satu (S1) dan memperoleh gelar Sarjana Sains (S.Si) di
Jurusan Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Cenderawasih.
Dalam menyelesaikan skripsi ini dan selama menempuh studi, penulis banyak
mengalami hambatan dan tantangan, namun Allah SWT selalu membuka jalan
dengan menghadirkan orang-orang yang baik dan selalu membantu penulis baik
berupa dukungan moril maupun materiil. Oleh karena itu, penulis mengucapkan
terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:
1. Prof. Dr. Karel Sesa, M.Si selaku Rektor Universitas Cenderwasih yang telah
memberikan kesempatan kepada penulis untuk menjalani studi di Universtas
Cenderawasih serta menyediakan sarana dan prasarana selama pendidikan.
2. Drs. Daniel Napitupulu, M.Si selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Cenderawasih, atas kesempatan yang diberikan
untuk menjalani studi di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
3. Alvian M. Sroyer, S.Si, M.Si., selaku Ketua Jurusan Matematika Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Cenderawasih.
4. Tiku Tandiangnga, S.Si., M.Sc, selaku Ketua Program Studi Matematika
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Cenderawasih.
5. Supiyanto, S.Si., M.Kom, selaku dosen Pembimbing I yang telah memberikan
arahan, nasehat dan bimbingan dengan penuh kesabaran sehingga penulisan
skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

iii
6. Westy B. Kawuwung, S.Si., M.Sc, selaku Pembimbing II yang selalu
membimbing penulis dengan penuh kesabaran serta memberikan saran demi
kesempurnaan skripsi ini.
7. Bapak dan ibu-ibu dosen penguji yang telah memberikan saran dan kritik untuk
penyempurnaan skripsi ini.
8. Segenap Dosen dan Staf FMIPA Uncen, khususnya Dosen Jurusan Matematika.
9. Mas Anum, kakak-kakak angkatan 2008 dan 2009, adik-adik angkatan 2011
dan 2012, serta seluruh teman penulis yang tidak bisa penulis sebutkan satu per
satu yang telah membantu penulis selama studi serta penulisan skripsi ini
hingga pada ujian sidang.
10. Sahabat-sahabat senasib seperjuangan penulis terutama Eka, Wellem, Radian,
Ricky, Ilham, Kak Itha, Kak Gusti, Darwin, Asghar, Chaninda, Dewi,
Charoline, Indriyani, Octovina, Lisa, Theresia, Eko, Firdaus, Nuna, Yuyun,
Vengki, Yoke, Lin, Joe, Ria, Narty, Yenny, dan Tina yang saling mendukung
dan memberi motivasi kepada sesama.
11. Kedua orang tua tercinta, Ayahanda Almarhum Sueb dan Ibunda Nina Maria,
yang tak pernah lelah senantiasa membesarkan, mendidik dan memberikan
dukungan motivasi serta doa demi kebaikan dan keberhasilan anak-anaknya.

Hanya doa dan harapan yang dapat penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT.
Semoga semua pihak yang telah membantu penulis selama studi hingga penulisan
skripsi ini diberikan rahmat dan karunia-Nya. Amin Ya Rabbal Alamin.
Wassalamualaikum Wr. Wb.

Jayapura, Juni 2014

Penulis

iv
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL................................................................................................ i
ABSTRAK
LEMBAR PERSETUJUAN
LEMBAR PENGESAHAN
PEDOMAN PENGGUNAAN SKRIPSI ................................................................ ii
UCAPAN TERIMAKASIH ................................................................................... iii
DAFTAR ISI ........................................................................................................... v
DAFTAR TABEL ................................................................................................. vii
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG....................................................... viii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang..................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................2
1.3 Batasan Masalah ...............................................................................2
1.4 Tujuan Penelitian ..............................................................................2
1.5 Manfaat Penelitian ............................................................................3
1.6 Metode Penelitian .............................................................................3
1.7 Sistematika Penulisan .......................................................................3

BAB II LANDASAN TEORI


2.1 Fungsi ...............................................................................................4
2.2 Turunan.............................................................................................5
2.3 Matriks ..............................................................................................7
2.4 Sistem Persamaan Linear ...............................................................14
2.5 Operasi Baris Elementer .................................................................15
2.6 Determinan .....................................................................................17
2.7 Invers Matriks .................................................................................18
2.8 Ruang Vektor..................................................................................21
2.9 Nilai Eigen dan Vektor Eigen.........................................................22
2.10 Persamaan Diferensial ....................................................................25

v
2.11 Metode Koefisien Tak Tentu ..........................................................27

BAB III SOLUSI SISTEM PERSAMAAN DIFERENSIAL LINEAR TAK


HOMOGEN DENGAN METODE KOEFISIEN TAK TENTU
3.1 Sistem Persamaan Diferensial (SPD) Linear Orde Satu.................30
3.2 Solusi SPD Linear Tak Homogen dengan Metode Koefisien Tak
Tentu ...............................................................................................31
3.3 Studi Kasus Solusi SPD Linear Tak Homogen dengan Metode
Koefisien Tak Tentu .......................................................................32
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan .....................................................................................47
4.2 Saran ...............................................................................................48
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 49

vi
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 2. 1 Cara Penulisan (Notasi) Untuk Turunan = () ............................... 7
Tabel 2. 2 Metode Koefisien Tak Tentu ............................................................... 28

vii
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

Simbol Nama Penggunaan pertama


kali pada halaman
() Turunan ke- dari terhadap ..1
lim Limit........5

, , Turunan pertama dari terhadap .....5

Entri-entri dalam matriks....9
Untuk setiap ......................10
> Lebih dari.......................10
< Kurang dari....................10
Matriks berordo ...10
Tidak sama dengan............11
Matriks identitas berordo ....11
Transpos dari matriks 14
[ | ] Matriks yang diperbesar....15
det() Determinan dari matriks 18
|| Determinan dari matriks 18
Kofaktor dari .......20
() Adjoin dari matriks 20
1 Invers dari matriks .21
Himpunan bilangan real dimensi ...22
Himpunan bagian......23
Nilai eigen.................24

viii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Persamaan diferensial merupakan salah satu cabang dari matematika
yang berperan penting dalam menganalisis dan menyelesaikan persoalan-
persoalan rumit. Banyak masalah-masalah dalam bidang sains, teknik,
ekonomi bahkan bisnis yang bila diformulasikan secara matematis dapat
membentuk suatu persamaan diferensial. Persamaan diferensial adalah
persamaan yang memuat turunan dari satu atau beberapa fungsi yang tidak
diketahui. Apabila persamaan tersebut hanya memuat satu peubah bebas,
maka dinamakan persamaan diferensial biasa, sedangkan apabila memuat
lebih dari satu peubah bebas maka dinamakan persamaan diferensial parsial.
Selain ditinjau dari peubah bebasnya, persamaan diferensial juga dapat
ditinjau dari tingkat ordenya, yaitu pangkat tertinggi dari turunan yang
muncul pada persamaan diferensial tersebut. Misalnya, jika suatu persamaan
hanya memiliki turunan pertama, maka persamaan tersebut dinamakan
persamaan diferensial orde satu. Jika turunan yang dimilikinya sampai pada
turunan kedua, maka persamaan itu dinamakan persamaan diferensial orde
dua, dan secara umum jika persamaan tersebut memiliki turunan hingga
turunan ke-, maka dinamakan persamaan diferensial orde .
Persamaan diferensial dengan bentuk
() () + 1 () (1) + + 0 () = () (1)
dengan 0 , 1 , , dan adalah fungsi-fungsi dari variabel bebas x, 0
merupakan bentuk umum dari pesamaan diferensial linear. Persamaan (1)
dikatakan homogen jika () = 0 dan dikatakan tak homogen jika () 0.
Untuk menentukan solusi suatu persamaan diferensial, perlu diketahui
terlebih dahulu jenis dari persamaan diferensial tersebut, setelah itu baru dapat
ditentukan langkah-langkah penyelesaiannya dan metode yang dapat
digunakan untuk mencari solusinya. Contohnya jika diberikan persamaan
diferensial linear homogen, maka solusi umumnya dapat diperoleh dengan
mencari akar-akar dari persamaan karakteristiknya. Lain halnya jika diberikan

1
persamaan diferensial tak homogen. Langkah-langkah untuk mencari
solusinya terbagi menjadi dua, yaitu mencari solusi umum untuk persamaan
homogennya ( ) dan solusi khusus untuk persamaan tak homogennya ( ).
Metode-metode yang dapat digunakan untuk mencari solusi khusus dari
persamaan diferensial linear tak homogen adalah variasi parameter dan
koefisien tak tentu. Namun, dalam penelitian ini metode yang digunakan yaitu
metode koefisien tak tentu. Langkah pada metode ini adalah menduga dengan
tepat solusi khusus yang serupa dengan () pada Persamaan (1), dengan
koefisien-koefisien tak diketahui yang akan dicari dengan cara
mensubstitusikan pada persamaan awal.
Selain untuk menentukan solusi persamaan diferensial linear tak
homogen, metode ini dapat dikembangkan untuk mencari solusi dari sistem
persamaan diferensial linear tak homogen, yaitu sistem yang memuat
beberapa persamaan diferensial linear tak homogen. Oleh karena itu, penulis
tertarik untuk meneliti solusi sistem persamaan diferensial linear tak homogen
dengan metode koefisien tak tentu.

1.2 Rumusan Masalah


Sesuai uraian pada latar belakang, masalah yang akan dibahas pada
penelitian ini adalah bagaimana cara menentukan solusi sistem persamaan
diferensial linear tak homogen dengan metode koefisien tak tentu.

1.3 Batasan Masalah


Agar pembahasan dalam penelitian ini tidak terlalu luas, maka sistem
persamaan diferensial yang dibahas yaitu sistem dengan dua persamaan
diferensial linear tak homogen orde satu yang terdiri dari dua fungsi tak
diketahui dan tiga persamaan diferensial linear tak homogen orde satu yang
terdiri dari tiga fungsi tak diketahui yang memiliki koefisien konstan.

1.4 Tujuan Penelitian


Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui langkah-langkah
menentukan solusi sistem persamaan diferensial linear tak homogen dengan
metode koefisien tak tentu.

2
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah untuk menambah wawasan penulis
dan pembaca tentang sistem persamaan diferensial, khususnya sistem
persamaan diferensial linear tak homogen dan mengetahui langkah-langkah
mencari solusinya menggunakan metode koefisien tak tentu.

1.6 Metode Penelitian


Metode yang digunakan dalam penulisan penelitian ini adalah metode
studi pustaka yaitu dengan mempelajari beberapa referensi yang memuat
materi yang berkaitan dengan masalah yang akan dibahas.

1.7 Sistematika Penulisan


BAB I : Pendahuluan. Bab ini berisi latar belakang, rumusan masalah,
batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode
penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II : Landasan Teori. Bab ini berisi kajian mengenai teori-teori
dasar yang terkait dengan masalah yang akan dibahas seperti
fungsi, turunan, matriks, sistem persamaan linear, operasi baris
elementer, determinan, invers matriks, ruang vektor, nilai eigen
dan vektor eigen, persamaan diferensial dan metode koefisien
tak tentu.
BAB III : Pembahasan. Bab ini berisi pembahasan tentang solusi sistem
persamaan diferensial linear tak homogen dengan metode
koefisien tak tentu.
BAB IV : Penutup. Bab ini berisi kesimpulan dari penulis atas hasil yang
telah didapatkan.

3
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Fungsi
Definisi 2.1 (Purcell, 2004)
Sebuah fungsi adalah suatu aturan korespondensi (padanan) yang
menghubungkan setiap obyek dalam satu himpunan, dengan tepat satu nilai
tunggal () dari suatu himpunan kedua.
Untuk memberi nama fungsi, dipakai sebuah huruf tunggal seperti
(atau atau ). Maka (), yang dibaca dari atau pada ,
menunjukkan nilai yang diberikan oleh pada .

Contoh 2.1:
Jika () = 2 + , berikut ini ditentukan:
a) (2)
b) (2 + )
c) (2 + ) (2)
(2+)(2)
d)

Penyelesaian:
a) (2) = 22 + 2 = 6
b) (2 + ) = (2 + )2 + (2 + )
= 4 + 4 + 2 + (2 + )
= 6 + 5 + 2
c) (2 + ) (2) = 6 + 5 + 2 6
= 5 + 2
(2+)(2) 5+2
d) =

(5 + )
=

=5+

4
2.2 Turunan
Definisi 2.2 (Purcell, 2004)
Turunan sebuah fungsi adalah fungsi lain (dibaca aksen) yang
nilainya pada sebarang bilangan 0 adalah
(0 + ) (0 )
(0 ) = lim
0
asalkan limit ini ada.
Jika sebuah fungsi mempunyai turunan di titik = 0 maka fungsi
tersebut dikatakan diferensiabel atau fungsi tersebut terdiferensialkan di titik
= 0 . Turunan = () terhadap dinotasikan dengan () atau atau

atau .

Contoh 2.2:
Jika () = 2 + 3, maka (0 ) dapat ditentukan sebagai berikut
(0 + ) (0 )
(0 ) = lim
0
[2(0 + ) + 3] [20 + 3]
= lim
0
20 + 2 + 3 20 3
= lim
0
2
= lim
0

= lim 2
0

=2

2.2.1 Aturan Pencarian Turunan


a. Aturan Fungsi Konstanta
Teorema 2.1 (Purcell, 2004)
Jika () = dengan suatu konstanta, maka untuk sebarang ,
() = 0.

b. Aturan Fungsi Identitas


Teorema 2.2 (Purcell, 2004)
Jika () = , maka () = 1.

5
c. Aturan Pangkat
Teorema 2.3 (Purcell, 2004)
Jika () = , dengan bilangan bulat positif, maka () = 1 .

d. Aturan Kelipatan Konstanta


Teorema 2.4 (Purcell, 2004)
Jika k suatu konstanta dan suatu fungsi yang terdiferensialkan, maka
() () = ().

e. Aturan Jumlah dan Selisih


Teorema 2.5 (Purcell, 2004)
Jika dan adalah fungsi-fungsi yang terdiferensialkan, maka
( ) () = () ().

f. Aturan Hasilkali
Teorema 2.6 (Purcell, 2004)
Jika dan adalah fungsi-fungsi yang terdiferensialkan, maka
( ) = ()() + () ().

g. Aturan Hasilbagi
Teorema 2.7 (Purcell, 2004)
Jika dan adalah fungsi-fungsi terdiferensialkan, maka
()() () ()
( ) () = 2
(())

2.2.2 Turunan Tingkat Tinggi


Jika = () maka () disebut turunan pertama dari terhadap .
Jika () diturunkan lagi maka akan menghasilkan fungsi lain yang
dinyatakan oleh () (dibaca dua aksen ) dan disebut turunan kedua.
Selanjutnya jika () diturunkan lagi, menghasilkan (), yang disebut
turunan ketiga, dan seterusnya. Turunan keempat dinyatakan sebagai (4) (),
turunan kelima dinyatakan sebagai (5) () dan seterusnya sampai () ()
yang disebut turunan ke-.

6
Contoh 2.3:
() = 2 3 + 2 2 + 6 + 100
maka:
() = 6 2 + 4 + 6
() = 12 + 4
() = 12
(4) () = 0
Karena turunan fungsi nol adalah nol, maka untuk turunan kelima dan
turunan-turunan yang lebih tinggi dari juga sama dengan nol.
Telah diperkenalkan tiga notasi untuk turunan yaitu notasi (), notasi

, notasi , dan notasi Leibniz ( ). Semua notasi ini mempunyai

perluasan untuk turunan tingkat tinggi, seperti yang diperlihatkan pada tabel
berikut

Tabel 2. 1 Cara Penulisan (Notasi) Untuk Turunan = ()


Notasi
Turunan
Leibniz

Pertama ()

2
Kedua () 2
2
3
Ketiga () 3
3

()
Ke- () ()

Sumber: Purcell, 2004

2.3 Matriks
Definisi 2.3 (Anton, 2009)
Matriks adalah susunan segi empat siku-siku dari bilangan-bilangan.
Bilangan-bilangan dalam susunan tersebut dinamakan entri dalam matriks.

7
Matriks yang mempunyai baris dan kolom dinyatakan dengan

11 12 1
21 22 2
=[ ]
1 2

Matriks tidak mempunyai nilai tetapi ukuran. Ukuran matriks disebut


ordo yang ditentukan oleh banyaknya baris dan banyaknya kolom. Jika
matriks mempunyai baris dan kolom, maka matriks berordo
.
Suatu matriks yang mempunyai baris dan kolom dapat dinyatakan
sebagai = [ ] dengan = 1, 2, 3, , menunjukkan banyaknya

baris dan = 1, 2, 3, , menunjukkan banyaknya kolom.


Berikut diberikan contoh untuk matriks berordo 3 2 dan 3 3.
4 1 1 3 5
32 = [2 4] , 33 = [6 4 2]
0 5 2 0 1

2.3.1 Jenis-Jenis Matriks


Berikut adalah beberapa jenis matriks yang penting:
1. Matriks Baris
Matriks baris adalah suatu matriks yang hanya terdiri dari satu baris, atau
matriks berordo 1 . Matriks baris disebut juga vektor baris. Secara
umum matriks baris dapat ditulis [ ] dengan =1 dan
= 1, 2, 3, , .
Bentuk umum matriks baris adalah:
[11 12 1 ]
2. Matriks Kolom
Matriks kolom adalah suatu matriks yang hanya terdiri dari 1 kolom,
atau matriks berordo 1. Matriks kolom disebut juga vektor kolom.
Secara umum dapat ditulis dengan [ ] dengan = 1, 2, 3, , dan
= 1.

8
Bentuk umum matriks kolom adalah:
11
21
[ ]
1

3. Matriks Nol
Matriks nol adalah matriks di mana semua unsurnya nol.

Contoh 2.4:
Matriks nol berordo 2 2 dan 2 3
0 0 0 0 0
22 = [ ] , 23 = [ ]
0 0 0 0 0

4. Matriks Bujursangkar
Matriks bujursangkar yaitu suatu matriks yang banyak barisnya sama
dengan banyak kolomnya. Dalam matriks bujursangkar ini dikenal
diagonal utama, yaitu entri-entri yang mempunyai nomor baris yang
sama dengan nomor kolom. Sebagai contoh,
11 12 13 1
21 22 23 2
31 32 33 3

[1 2 3 ]
Matriks di atas mempunyai ordo dan ditulis , entri-entri yang
merupakan diagonal utama yaitu 11 , 22 , 33 , , .

5. Matriks Segitiga
Matriks segitiga atas adalah matriks bujursangkar dengan entri-entri yang
terletak di bawah entri diagonal utama semua nol. Bentuk umumnya
adalah [ ] dengan = 0, untuk setiap > .
11 12 13 1
0 22 23 2
= 0 0 33 3

[ 0 0 0 ]

9
Matriks segitiga bawah adalah matriks bujursangkar dengan entri-entri
yang terletak di atas entri diagonal utama semua nol.
Bentuk umumnya adalah [ ] dengan = 0, untuk setiap < .
11 0 0 0
21 22 0 0
= 31 32 33 0

[1 2 3 ]

Contoh 2.5:
1 3 4
Matriks segitiga atas 33 = [0 2 6]
0 0 1
3 0 0
Matriks segitiga bawah 33 = [4 1 0]
1 2 5

6. Matriks Diagonal
Matriks diagonal merupakan matriks bujursangkar dengan semua entri
yang bukan diagonal utamanya bernilai nol. Dengan kata lain suatu
matriks berordo disebut matriks diagonal , jika = 0 untuk
. Seperti yang ditunjukkan pada contoh berikut ini.
11 0 0 0
0 22 0 0
= 0 0 33 0

[ 0 0 0 ]

7. Matriks Identitas
Matriks identitas yaitu matriks diagonal yang entri-entri pada diagonal
utamanya sama dengan satu dan entri-entri lainnya sama dengan nol.
Matriks ini dilambangkan dengan dan dapat juga dituliskan untuk
matriks identitas berordo .

10
Contoh 2.6:
Berikut diberikan contoh untuk matriks identitas berordo 2 2 dan
3 3.
1 0 0
1 0
2 = [ ] , 3 = [0 1 0]
0 1
0 0 1

2.3.2 Operasi pada Matriks dan Sifat-Sifatnya


Adapun operasi-operasi pada matriks antara lain:
1. Kesamaan Matriks
Dua matriks disebut sama jika ordonya sama dan entri yang seletak
bernilai sama, sehingga jika matriks dan sama, maka dapat ditulis
= . Sebagai contoh, jika matriks = [ ] dan = [ ] dengan
= 1, 2, 3, , dan = 1, 2, 3, , , dan = , maka berlaku
= .

2. Penjumlahan dan Selisih Matriks


Definisi 2.4 (Anton, 2009)
Jika = [ ] dan = [ ] merupakan matriks berukuran sama
, maka jumlah matriks dan adalah matriks berukuran
yang diperoleh dengan menjumlahkan entri-entri pada dengan entri-
entri yang bersesuaian pada .

Definisi 2.5 (Anton, 2009)


Jika = [ ] dan = [ ] merupakan matriks berukuran sama
, maka selisih dan adalah matriks berukuran yang
diperoleh dengan mengurangkan entri-entri dengan entri-entri yang
bersesuaian pada .

Dengan kata lain, jumlah dan selisih matriks dapat ditulis seperti
berikut
+ = [ + ] dan = [ ]

11
Contoh 2.7:
Jika diketahui
2 1 3 1 2 4
=[ 1 2 4] , = [2 1 4]
3 4 7 0 3 5
maka
2 1 3 1 2 4 3 3 7
+ = [ 1 2 4] + [2 1 4] = [ 3 1 8]
3 4 7 0 3 5 3 7 12
dan

2 1 3 1 2 4 1 1 1
= [ 1 2 4] [2 1 4] = [1 3 0]
3 4 7 0 3 5 3 1 2

3. Perkalian Matriks dengan Matriks


Definisi 2.6 (Anton, 2009)
Jika adalah sebuah matriks dan adalah sebuah matriks ,
maka hasil kali adalah matriks yang entri-entrinya
didefinisikan sebagai berikut. Untuk mencari entri dalam baris dan
kolom dari , pilih baris dari matriks dan kolom dari matriks .
Kalikan entri-entri yang berpadanan dari baris dan kolom bersama-sama
kemudian jumlahkan hasil kalinya sehingga hasil kali matriks
berordo .

Misalkan dan maka = dengan entri-


entri dari merupakan penjumlahan dari perkalian entri-entri baris
dengan entri-entri kolom .


Misalkan 23 = [ ], 32 = [ ]


+ + + +
maka 23 32 = 22 = [ ]
+ + + +

4. Perkalian Matriks dengan Skalar


Suatu matriks dapat dikalikan suatu skalar k dengan aturan tiap-tiap entri
pada dikalikan dengan k.

12
Bentuk umum
11 12 1
22 2
= [ 21
]
1 2
11 12 1
22 2
= [ 21 ]

1 2

Contoh 2.8:

Misalkan skalar dengan = 3 dan matriks = [ ] maka

3 3 3
diperoleh 3 = 3 [ ]=[ ]
3 3 3

Teorema berikut menunjukkan sifat-sifat utama dari operasi matriks.


Teorema 2.8 (Anton, 2009)
Misalkan , , dan adalah matriks-matriks yang berukuran sama,
sedangkan , , dan adalah suatu skalar, maka sifat-sifat berikut ini
adalah valid.
a) + = + (Hukum komutatif untuk penjumlahan)
b) + ( + ) = ( + ) + (Hukum asosiatif untuk penjumlahan)
c) () = () (Hukum asosiatif untuk perkalian)
d) ( + ) = + (Hukum distributif kiri)
e) ( + ) = + (Hukum distributif kanan)
f) ( ) =
g) ( ) =
h) ( + ) = +
i) ( ) =
j) ( + ) = +
k) ( ) =
l) () = ()
m) () = () = ()

13
5. Transpos Matriks
Definisi 2.7 (Anton & Rorres, 2004)
Jika adalah suatu matriks , maka transpos dari , dinyatakan
dengan , didefinisikan sebagai matriks yang didapatkan dengan
menukarkan baris-baris dan kolom-kolom dari ; sehingga kolom
pertama dari adalah baris pertama dari , kolom kedua dari adalah
baris kedua dari , dan seterusnya.

2.4 Sistem Persamaan Linear


Secara umum, persamaan linear dengan variabel 1 , 2 ,, adalah
persamaan yang dapat dinyatakan dalam bentuk
1 1 + 2 2 +. . . + =
dengan 1 , 2 ,, dan merupakan konstanta. Variabel-variabel dalam
persamaan linear seringkali disebut sebagai faktor-faktor yang tidak
diketahui. Sebuah himpunan berhingga dari persamaan-persamaan linear
dalam peubah 1 , 2 , , dinamakan sistem persamaan linear atau sistem
linear.
Secara umum sistem persamaan linear didefinisikan sebagai berikut
Definisi 2.8 (Anton dan Rorres, 2004)
Sistem persamaan linear adalah suatu sistem sebarang yang terdiri dari
persamaan linear dengan variabel yang tidak diketahui dengan bentuk:
11 1 + 12 2 +. . . +1 = 1
21 1 + 22 2 +. . . +2 = 2
(2.1)
1 1 + 2 2 +. . . + =
dengan dan merupakan konstanta dan = 1, 2, , , = 1, 2, , .

Sistem persamaan linear (2.1) dapat ditulis matriks sebagai berikut


11 12 1 1 1
21 22 2 2 2 (2.2)
[ ][ ] = [ ]
1 2

14
Jika matriks tersebut berturut-turut dilambangkan , , dan , maka Sistem
persamaan linear (2.2) dapat dituliskan sebagai
=
Jika = , Sistem persamaan (2.1) disebut sistem bujursangkar atau persegi.
Penulisan Sistem persamaan linear (2.1) juga dapat disingkat dengan
menggabungkan entri-entri pada matriks dan sebagai berikut
11 12 1 1
21 22 2 2
[ | ] = [ | ]
1 2
bentuk ini disebut matriks yang diperbesar.

2.5 Operasi Baris Elementer


Operasi baris elementer merupakan operasi yang digunakan untuk
menyederhanakan bentuk sistem persamaan linear pada baris-baris matriks
yang diperbesar, sehingga sistem persamaan lebih mudah diselesaikan.
Operasi-operasi tersebut adalah sebagai berikut :
a. Mengalikan sebuah baris dengan sebuah konstanta tak nol.
( , dengan = konstanta, 0 dan = baris ke- ).
b. Menukarkan antara dua baris.
( , dengan = baris ke- dan = baris ke- ).

c. Menambahkan perkalian dari satu baris ke baris lainnya.


( + , dengan = konstanta, 0, = baris ke- dan = baris ke-
).

Contoh 2.9:
Diberikan sistem persamaan linear sebagai berikut
+ + 2 = 9
2 + 4 3 = 1 (2.3)

3 + 6 5 = 0
Solusi dari sistem persamaan di atas dapat ditentukan menggunakan operasi
baris elementer.

15
Penyelesaian:
Sistem persamaan linear di atas dapat ditulis dalam bentuk
1 1 2 9
[2 4 3] [] = [1]
3 6 5 0
atau dapat disingkat
=
1 1 2 9
dengan = [2
4 3], = [ ], dan = [1].
3 6 5 0
Sistem (2.3) ditulis dalam bentuk matriks yang diperbesar seperti berikut
untuk menentukan solusinya menggunakan operasi baris elementer
1 1 2 9
[2 4 3|1]
3 6 5 0
dengan operasi baris pada matriks di atas yaitu baris pertama dikalikan
dengan (2), kemudian ditambahkan ke baris kedua, maka diperoleh
1 1 2 9
[0 2 7|17]
3 6 5 0
Baris pertama dikalikan dengan (3), kemudian ditambahkan ke baris ketiga,
sehingga diperoleh
1 1 2 9
[0 2 7 |17]
0 3 11 27
1
Kemudian kalikan baris kedua dengan (2), sehingga diperoleh
1 1 2 9
7
[0 1 | 17]
2 2
0 3 11 27
Selanjutnya baris kedua dikalikan dengan (3), kemudian ditambahkan ke
baris ketiga, sehingga diperoleh
1 1 2 9
7 17
0 1 2
| 2
1 3
[0 0 2 2 ]

16
Kalikan baris ketiga dengan (2), sehingga diperoleh
1 1 2 9
7| 17]
[0 1 2 2
0 0 1 3
Baris kedua dikalikan dengan (1), kemudian ditambahkan ke baris pertama,
sehingga diperoleh
11 35
1 0 2 2
7| 17
0 1 2
2
[0 0 1 3 ]
11
Baris ketiga dikalikan dengan ( 2 ), kemudian ditambahkan ke baris
7
pertama dan baris ketiga dikalikan dengan (2), kemudian ditambahkan ke

baris kedua, sehingga diperoleh


1 0 01
[0 1 0|2]
0 0 13
Dari matriks di atas, diperoleh
1 0 0 1

[0 1 0] [ ] = [2]
0 0 1 3
atau = 1, = 2 dan = 3.

2.6 Determinan
Definisi 2.9 (Anton, 2009)
Misalkan adalah suatu matriks bujursangkar. Fungsi determinan dinyatakan
dengan det, dan didefinisikan det() sebagai jumlah semua hasil kali entri
bertanda dari .
Notasi || adalah notasi alternatif untuk det().
Akan ditunjukkan rumus untuk menghitung determinan dengan ordo
2 2 dan 3 3.
a. Determinan matriks 2 2
11 12
Misalkan matriks = [ ]
21 22

maka, det() = |11 12 | = 11 22 12 21
21 22

17
b. Determinan matriks 3 3
11 12 13
Misalkan = [ 21 22 23 ]

31 32 33
maka,
11 12 13
det() = |21 22 23 |
31 32 33
= 11 22 33 + 12 23 31 + 13 21 32 13 22 31
12 21 33 11 23 32

Contoh 2.10:
Diberikan matriks sebagai berikut
3 2 4
= [1 2 3]
2 3 2
maka
det() = 11 22 33 + 12 23 31 + 13 21 32 13 22 31 12 21 33
11 23 32
= (12) + 12 + 12 (16) 27 4
= 3

2.7 Invers Matriks


Definisi 2.10 (Anton, 2009)
Jika adalah sebuah matriks persegi dan jika sebuah matriks yang
berukuran sama dapat ditentukan sedemikian sehingga = = , maka
disebut dapat dibalik dan disebut invers dari .

Contoh 2.11:
3 5 2 5
Matriks = [ ] adalah invers dari = [ ]
1 2 1 3
2 5 3 5 1 0
Karena = [ ][ ]=[ ]=
1 3 1 2 0 1
3 5 2 5 1 0
dan = [ ][ ]=[ ]=
1 2 1 3 0 1

18
Sebelum memasuki teorema berikutnya tentang invers matriks, berikut
diberikan definisi tentang adjoin suatu matriks.
Definisi 2.11 (Anton, 2009)
Jika adalah matriks bujursangkar, maka minor entri dinyatakan oleh
dan didefinisikan sebagai determinan submatriks yang masih tersisa setelah
baris ke- dan kolom ke- dihilangkan dari . Bilangan (1)+ ( )

dinyatakan oleh dan disebut kofaktor entri .

Definisi 2.12 (Anton, 2009)


Jika adalah sembarang matriks dan adalah kofaktor dari , maka
matriks
11 12 1
22 2
[ 21 ]

1 2
disebut matriks kofaktor dari . Transpos dari matriks ini disebut adjoin
dan dinyatakan oleh ().

Contoh 2.12:
Diberikan matriks sebagai berikut
3 2 1
= [1 6 3]
2 4 0
Kofaktor dari adalah

11 = (1)1+1 | 6 3| = 12
4 0
12 = (1)1+2 |1 3| = 6
2 0
13 = (1)1+3 |1 6 | = 16
2 4
21 = (1)2+1 | 2 1| = 4
4 0
22 = (1)2+2 |3 1| = 2
2 0
23 = (1)2+3 |3 2 | = 16
2 4
31 = (1)3+1 |2 1| = 12
6 3

19
32 = (1)3+2 |3 1| = 10
1 3
33 = (1)3+3 |3 2| = 16
1 6
Sehingga matriks kofaktornya adalah

12 6 16
[4 2 16 ]
12 10 16
dan adjoin adalah
12 4 12
() = [ 6 2 10]
16 16 16

Teorema 2.9 (Anton, 2009)


Suatu matriks bujursangkar dapat dibalik jika dan hanya jika det() 0.

Teorema 2.10 (Anton, 2009)


Jika adalah suatu matriks yang dapat dibalik, maka
1
1 = ()
det()

Contoh 2.13:
Invers dari matriks dalam Contoh 2.12 dapat dicari menggunakan rumus
pada Teorema 2.10.
Diketahui
3 2 1
= [1 6 3]
2 4 0
det() = 11 22 33 + 12 23 31 + 13 21 32 13 22 31 12 21 33
11 23 32
= 0 + 12 + 4 (12) (36) 0
= 64
12 4 12
64 64 64
1 1 1 12 4 12 6 2 10
= () = [ 6 2 10] =
det() 64 64 64 64
16 16 16
16 16 16
[ 64 64 64 ]

20
2.8 Ruang Vektor
Definisi 2.13 (Imrona, 2009)
Sebuah vektor di dinyatakan oleh bilangan terurut yaitu
= (1 , 2 , , ).

Definisi 2.14 (Imrona, 2009)


vektor nol adalah vektor yang semua entrinya nol.

Definisi berikut ini terdiri dari sepuluh aksioma untuk ruang vektor.
Definisi 2.15 (Imrona, 2009)
Misalkan adalah suatu himpunan tak kosong yang dilengkapi dengan
operasi penjumlahan dan perkalian dengan skalar (dalam hal ini, skalar adalah
bilangan real). disebut ruang vektor jika memenuhi sepuluh aksioma
berikut.
(1) Jika dan adalah objek-objek pada , maka + berada pada .
(2) +=+
(3) + ( + ) = ( + ) +
(4) Di dalam terdapat suatu objek 0, yang disebut vektor nol (zero vector)
untuk , sedemikian rupa sehingga + = + = untuk semua
pada .
(5) Untuk setiap pada , terdapat suatu objek pada , yang disebut
sebagai negatif dari , sedemikian rupa sehingga
+ () = () + =
(6) Jika adalah skalar sebarang dan adalah objek sebarang pada , maka
terdapat pada .
(7) ( + ) = +
(8) ( + ) = +
(9) () = ()()
(10) 1 =
Anggota ruang vektor disebut vektor.

21
Definisi 2.16 (Anton, 2009)
Suatu himpunan bagian dari suatu ruang vektor disebut suatu subruang
dari jika adalah suatu ruang vektor di bawah penjumlahan dan perkalian
skalar yang didefinisikan pada .

Definisi 2.17 (Imrona, 2009)


Misalkan ruang vektor. = {1 , 2 , , } . Misalkan pula .
Vektor disebut dapat dinyatakan sebagai kombinasi linear dari jika
terdapat skalar-skalar 1 , 2 , , , sehingga memenuhi persamaan
1 1 + 2 2 + + =

Definisi 2.18 (Imrona, 2009)


Misalkan ruang vektor. = {1 , 2 , , } . disebut membangun
jika setiap vektor di tersebut dapat dinyatakan sebagai kombinasi linear dari
.

Definisi 2.19 (Imrona, 2009)


Misalkan ruang vektor. = {1 , 2 , , } . Himpunan disebut
bebas linear jika persamaan vektor
1 1 + 2 2 + + =
hanya dipenuhi oleh 1 = 2 = = = 0. Jika terdapat penyelesaian yang
lain, maka disebut tak bebas linear.

Definisi 2.20 (Imrona, 2009)


Misalkan ruang vektor. = {1 , 2 , , } . disebut basis ruang
vektor jika memenuhi dua aksioma berikut:
1. bebas linear
2. membangun .

2.9 Nilai Eigen dan Vektor Eigen


Definisi 2.21 (Anton & Rorres, 2004)
Misalkan adalah matriks bujursangkar, maka sebuah vektor tak nol dalam
dinamakan vektor eigen dari jika adalah kelipatan skalar dari ,

22
yaitu:
=
dengan adalah skalar. Selanjutnya skalar dinamakan nilai eigen dari dan
dikatakan vektor eigen yang bersesuaian dengan yang terkait dengan .
Untuk mencari nilai eigen matriks maka = dituliskan kembali
sebagai
=
atau
( ) =
Supaya menjadi nilai eigen, maka harus ada solusi tak nol dari persamaan
di atas, yaitu jika dan hanya jika
( ) = 0 (2.4)
Persamaan (2.4) dinamakan persamaan karakteristik dari . Skalar yang
memenuhi persamaan ini adalah nilai eigen dari . Jika adalah suatu
parameter, maka det( ) adalah suatu polinomial yang dinamakan
polinomial karakteristik dari .
Vektor eigen yang bersesuaian dengan nilai eigen adalah vektor tak
nol yang memenuhi = . Masalah nilai eigen dan vektor eigen dapat
diselesaikan melalui proses berikut:
1. Temukan semua skalar sedemikian sehingga det( ) = 0. Ini adalah
nilai eigen dari .
2. Jika 1 , 2 , , adalah nilai eigen yang diperoleh di (1), maka selesaikan
n sistem persamaan linear
( ) = , i = 1, 2, 3, ,n
untuk memperoleh semua vektor eigen yang bersesuaian dengan setiap
nilai eigen.

Contoh 2.14:
1 3
Diberikan matriks sebagai berikut = [ ]
4 2
Akan ditentukan nilai eigen dan vektor eigen dari .

23
Penyelesaian :
Sistem persamaan linear untuk menentukan nilai eigen dan vektor eigen
adalah
( ) =
0 1 3 1 0
([ ][ ]) [ ] = [ ]
0 4 2 2 0
1 3 1 0
[ ][ ] = [ ] (2.5)
4 2 2 0
Sistem ini mempunyai paling tidak ada satu solusi jika dan hanya jika:
det( )= 0
sehingga diperoleh
1 3
| |=0
4 2
( 1)( 2) (3(4)) = 0
2 2 + 2 12 = 0
2 3 10 = 0
( + 2)( 5) = 0
Maka diperoleh nilai eigen dari adalah 1 = 2 atau 2 = 5
Selanjutnya adalah mencari vektor eigen.
Untuk = 2
Substitusikan = 2 ke dalam Sistem persamaan (2.5) sehingga
menghasilkan sistem:
3 3 1 0
[ ] [ ] = [ ]
4 4 2 0
dengan operasi baris elementer, diperoleh:
1 1 1 0
[ ][ ] = [ ]
0 0 2 0
1 + 2 = 0
1 = 2
Jika 2 = maka 1 = , dengan s adalah variabel bebas.
Jadi, vektor eigen yang bersesuaian dengan = 2 adalah vektor tak nol yang
berbentuk
1
= [ ]= [ ]
1

24
Untuk = 5

Substitusikan =5 ke dalam Sistem persamaan (2.5) sehingga menghasilkan


sistem:
4 3 1 0
[ ] [ ] = [ ]
4 3 2 0
dengan operasi baris elementer, diperoleh:
4 3 1 0
[ ] [ ] = [ ]
0 0 2 0
41 32 = 0
4
= 2
3 1
4
Jika 1 = maka 2 = 3 , dengan t adalah variabel bebas.

Sehingga vektor eigen yang bersesuaian dengan = 5 adalah vektor tak nol
yang berbentuk
1
= [4 ] = [ 4 ]

3 3

2.10 Persamaan Diferensial


Persamaan diferensial adalah persamaan matematika untuk fungsi satu
variabel atau lebih yang menghubungkan fungsi itu sendiri dan turunannya
dalam berbagai orde. Selain itu, persamaan diferensial juga didefinisikan
sebagai persamaan yang memuat satu atau beberapa turunan fungsi yang tak
diketahui (Waluya, 2006).
Persamaan diferensial yang menyangkut satu atau lebih fungsi (peubah
tak bebas) beserta turunannya terhadap satu peubah bebas disebut persamaan
diferensial biasa. Persamaan diferensial parsial adalah persamaan diferensial
yang menyangkut satu atau lebih fungsi (peubah tak bebas) beserta
turunannya terhadap lebih dari satu peubah bebas.

Contoh 2.15:
1. + = 6
2. + 6 = 0
2 2
3. 2 = 0
2

25
Persamaan 1 dan 2 memuat turunan biasa dan disebut persamaan
diferensial biasa. Persamaan 3 memuat turunan-turunan parsial dan disebut
persamaan diferensial parsial.

Definisi 2.22 (Finizio dan Ladas, 1982)


Suatu persamaan diferensial biasa orde adalah suatu persamaan yang dapat
ditulis dalam bentuk
() = (, , , , (1) )
dengan menyatakan turunan ke- dari fungsi terhadap .

Contoh 2.16:
1. = 3 + + 2 merupakan persamaan diferensial orde satu, dan
2. = 2 3 merupakan persamaan diferensial orde dua.

2.10.1 Persamaan Diferensial Linear


Persamaan diferensial linear yaitu persamaan diferensial yang
berpangkat satu dalam peubah tak bebas dan turunan-turunannya yaitu
persamaan diferensial yang berbentuk :
() () + 1 () (1) + + 0 () = ()
dengan 0 , 1 , , dan adalah fungsi-fungsi dari variabel bebas , serta
0. Persamaan di atas dapat dikategorikan menjadi beberapa bentuk
persamaan berikut:
a. Jika () = 0 maka persamaan tersebut homogen.
b. Jika () 0 maka persamaan tersebut tak homogen.
c. Jika seluruh koefisien 0 , 1 , , adalah konstanta, maka persamaan
tersebut dikatakan memiliki koefisien konstan.
d. Jika satu atau lebih dari koefisien 0 , 1 , , adalah variabel, maka
persamaan tersebut dikatakan memiliki koefisien variabel.
Contoh 2.17:
1. 2 = 3 dengan 0 adalah suatu persamaan diferensial linear tak
homogen orde satu dengan koefisien variabel.
2. = 0 adalah suatu persamaan diferensial linear homogen orde dua
dengan koefisien konstan.

26
2.10.2 Penyelesaian Persamaan Diferensial
Penyelesaian dari persamaan diferensial dalam fungsi y yang tidak
diketahui dari variabel bebas dapat dicari dengan langkah-langkah sebagai
berikut:
Langkah I : Menentukan solusi khusus persamaan diferensial linear
homogen ( )
Langkah II : Menentukan solusi khusus persamaan diferensial linear tak
homogen ( )
Langkah III : Menentukan solusi umum persamaan diferensial linear yaitu
= +

Contoh 2.18:
Diberikan persamaan diferensial orde dua sebagai berikut
= 1
Solusi umum dari persamaan diferensial di atas yaitu
Langkah 1 : Menentukan solusi umum persamaan diferensial linear
homogen ( )
= 0
Solusi umum: = 1 + 1
Langkah 2 : Menentukan solusi khusus dari persamaan diferensial linear
tak homogen ( )
= 1
Solusi khusus: = 1
Langkah 3 : Menentukan solusi umum persamaan diferensial
= + = 1 + 1 + 1

2.11 Metode Koefisien Tak Tentu


Metode ini digunakan untuk menghitung suatu penyelesaian khusus dari
persamaan diferensial tak homogen
() () + 1 () (1) + + 0 () = () (2.5)

27
dengan koefisien-koefisien 0 , 1 , , merupakan konstanta-konstanta,
0 dan () adalah kombinasi linear dari fungsi dengan tipe yang dapat
dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2. 2 Metode Koefisien Tak Tentu


Suku-suku dalam () Pilihan untuk

( = 0, 1, ) + 1 1 + + 1 + 0
+
Sumber: Purcell, 2004

Langkah-langkah untuk menentukan solusi umum dari PD linear tak


homogen dengan metode koefisien tak tentu yaitu sebagai berikut:
Langkah I : Menentukan solusi umum persamaan diferensial linear
homogen ( )
Langkah II : Menentukan solusi khusus persamaan diferensial linear tak
homogen ( )
i. Melihat bentuk (), cocokkan bentukya dengan bentuk
pada Tabel 2.2 dan lihat kesamaan bentuk dengan solusi
persamaan diferensial linear homogen
ii. Menentukan bentuk solusi khusus ( ) yang sesuai
dengan bentuk ()
iii. Mensubstitusikan pada Persamaan (2.5) untuk mencari
nilai dari koefisien-koefisien yang terdapat pada
iv. Menentukan solusi khusus
Langkah III : Menentukan solusi umum dari persamaan diferensial linear,
yaitu = +

28
Aturan untuk metode koefisien tak tentu:
a. Aturan Dasar
Jika () adalah salah satu fungsi yang ada dalam Tabel 2.2, pilih fungsi
yang bersesuaian dan tentukan koefisien tak tentunya dengan
mensubstitusikan pada Persamaan (2.5).
b. Aturan Modifikasi
Jika () sama dengan solusi persamaan diferensial homogen, kalikan
yang bersesuaian dalam Tabel 2.2 dengan (atau 2 jika () sama
dengan solusi akar kembar persamaan diferensial homogen)
c. Aturan Penjumlahan
Jika () adalah jumlah fungsi-fungsi yang terdapat dalam Tabel 2.2 pada
kolom pertama, adalah jumlah fungsi pada baris yang bersesuaian.

29
BAB III
SOLUSI SISTEM PERSAMAAN DIFERENSIAL LINEAR TAK
HOMOGEN DENGAN METODE KOEFISIEN TAK TENTU

Dalam penelitian ini, secara khusus dibahas solusi dari sistem persamaan
diferensial linear tak homogen berorde satu yaitu sistem yang memuat dua atau
lebih persamaan diferensial linear tak homogen yang memiliki koefisien konstan.

3.1 Sistem Persamaan Diferensial (SPD) Linear Orde Satu


Definisi 3.1 (Goode, 1991)
Sistem Persamaan Diferensial (SPD) linear orde satu dengan persamaan
dan fungsi tak diketahui dapat dinyatakan dalam bentuk
1 = 11 1 + 12 2 + + 1 + 1 ()
2 = 21 1 + 22 2 + + 2 + 2 () (3.1)

= 1 1 + 2 2 + + + ()

dengan = , untuk = 1,2, , .

Sistem (3.1) dapat ditulis dalam bentuk matriks


= + ()
dengan
1 1 11 12 1 1 ()
2 21 22 2 2 ()
= [ ], = [ 2 ], = [
] dan () = [ ],
1 2 ()
merupakan matriks koefisien yang berordo . Jika () = , maka
Sistem (3.1) dikatakan SPD homogen, sehingga bentuk matriksnya adalah
=
selain itu dikatakan SPD tak homogen.

Untuk menentukan solusi dari SPD tak homogen dengan metode


koefisien tak tentu, maka matriks koefisien dari SPD tersebut harus memiliki
determinan yang tidak sama dengan nol.

30
Contoh 3.1:
Diberikan sistem persamaan diferensial seperti berikut
1 = 1
2 = 21 32 + 23 + 6
3 = 1 22 + 3 +
SPD di atas merupakan SPD linear tak homogen orde satu dengan tiga
fungsi tak diketahui dan memiliki koefisien konstan. SPD tersebut dapat
ditulis dalam bentuk matriks sebagai berikut
1 1 0 0 1
[2 ] = [2 3 2] [2 ] + [6 ]
3 1 2 1 3
atau secara singkat
= + ()
1 0 0
dengan = [2 3 2] dan () = [6 ].
1 2 1

3.2 Solusi SPD Linear Tak Homogen dengan Metode Koefisien Tak Tentu
Pada Subbab 2.11, telah dipaparkan tentang metode koefisien tak tentu
untuk mencari solusi persamaan diferensial linear tak homogen. Selain untuk
mencari solusi persamaan diferensial linear, metode koefisien tak tentu dapat
juga digunakan untuk mencari solusi SPD linear sebagaimana akan dibahas
pada subbab ini, yaitu bagaimana mencari solusi SPD linear tak homogen
dengan koefisien konstan menggunakan metode koefisien tak tentu.
Untuk mencari solusi SPD linear tak homogen, langkah-langkah
utamanya terbagi menjadi empat, yaitu:
1. Menulis sistem persamaan diferensial dalam bentuk matriks
= + ().
2. Menghitung determinan dari matriks koefisien , jika det() = 0, maka
perhitungannya tidak dilanjutkan.
3. Mencari solusi homogen ( ) dari SPD homogen = dengan
langkah-langkah sebagai berikut:
i. Tentukan semua nilai eigen 1 , 2 , , dari .

31
ii. Selanjutnya, tentukan vektor eigen 1 , 2 , , yang bersesuaian
dengan nilai-nilai eigen pada Langkah i.
Dengan dua langkah di atas, maka diperoleh solusi sebagai berikut
1 = 1 1 , 2 = 2 2 , , = .
sehingga diperoleh solusi umum dari SPD yaitu kombinasi linear dari
solusi di atas sebagai berikut
= 1 1 + 2 + +
4. Mencari solusi particular/khusus ( ) dari fungsi tak homogen ().
Dalam hal ini, langkah-langkah pada metode koefisien tak tentu yaitu:
i. Melihat bentuk fungsi tak homogen (), cocokkan bentuknya
dengan bentuk pada Tabel 2.2 dan lihat kesamaan pada solusi
homogen ( )
ii. Memilih permisalan yang sesuai dengan bentuk ()
iii. Mensubstitusikan ke SPD untuk mencari koefisien-koefisien yang
terdapat pada .
iv. Menentukan solusi khusus .
5. Menentukan solusi umum SPD, yaitu = + .

3.3 Studi Kasus Solusi SPD Linear Tak Homogen dengan Metode Koefisien
Tak Tentu

Kasus 1:
Diberikan sebuah SPD linear dengan dua persamaan yang terdiri dari dua
fungsi tak diketahui sebagai berikut
1 = 31 + 22 2
2 = 1 22 +
Solusi umumnya dapat ditentukan sebagai berikut
1. Bentuk matriks dari SPD linear di atas adalah
= + ()
3 2 2
dengan = [ ] dan () = [ ]
1 2
3 2
2. det() = | |=4
1 2
karena det() 0, maka solusi dapat dicari.

32
3. Mencari solusi homogen ( ) dari SPD homogen =
= 1 1 1 + 2 2 2
i. Mencari nilai-nilai eigen dari matriks
3 2
=[ ]
1 2
Sesuai dengan Persamaan (2.4) pada halaman 23, maka persamaan
karateristik untuk mencari nilai eigen dari matriks adalah
det( ) = 0
0 3 2
det([ ][ ]) = 0
0 1 2
+ 3 2
| |=0
1 + 2
( + 3)( + 2) (2)(1) = 0
2 + 5 + 6 2 = 0
2 + 5 + 4 = 0
( + 1)( + 4) = 0
Sehingga diperoleh nilai-nilai eigen dari yaitu 1 = 1 dan 2 = 4.
ii. Mencari vektor-vektor eigen yang bersesuaian dengan nilai-nilai eigen
pada Langkah i.
a. Untuk 1 = 1
Sistem untuk mencari vektor eigen adalah
( ) =
+ 3 2 1 0
[ ] [ ] = [ ]
1 + 2 2 0
2 2 1 0
[ ][ ] = [ ]
1 1 2 0
Sistem di atas dapat ditulis dalam bentuk
=
2 2 1 0
dengan = [ ], = [ ], dan = [ ].
1 1 2 0
Untuk mencari solusinya, bentuk matriks di atas dapat ditulis dalam
bentuk matriks yang diperbesar sebagai berikut
2 2 0
[ | ]
1 1 0

33
dengan operasi baris pada matriks di atas yaitu kalikan baris pertama
1
dengan (2), maka diperoleh
1 1 0
[ | ]
1 1 0
Tambahkan baris kedua dengan baris pertama, sehingga diperoleh
1 1 0
[ | ]
0 0 0
Dari matriks di atas, diperoleh
1 1 1 0
[ ] [ ] = [ ]
0 0 2 0
atau
1 + 2 = 0
2 = 1
misalkan 1 = , maka 2 = sehingga vektor
1 1
= [ ] = [ ] = [ ]
2 1
Jadi, vektor eigen yang bersesuaian dengan nilai eigen 1 = 1
1
yaitu 1 = [ ].
1
b. Untuk 2 = 4
Sistem untuk mencari vektor eigen adalah
( ) =
+ 3 2 1 0
[ ][ ] = [ ]
1 + 2 2 0
1 2 1 0
[ ][ ] = [ ]
1 2 2 0
Sistem di atas dapat ditulis dalam bentuk
=
1 2 1 0
dengan = [ ], = [ ], dan = [ ].
1 2 2 0
Untuk mencari solusinya, bentuk matriks di atas dapat ditulis dalam
bentuk matriks yang diperbesar sebagai berikut
1 2 0
[ | ]
1 2 0
dengan operasi baris pertama dikalikan dengan (1), maka
diperoleh

34
1 2 0
[ | ]
1 2 0

Selanjutnya, tambahkan baris pertama ke baris kedua, sehingga


diperoleh
1 20
[ | ]
0 00
Dari matriks di atas, diperoleh
1 2 1 0
[ ][ ] = [ ]
0 0 2 0
atau
1 + 22 = 0
1 = 22
misalkan 2 = , maka 1 = 2 sehingga vektor
1 2 2
= [ ] = [ ] = [ ]
2 1
Jadi, vektor eigen yang bersesuaian dengan nilai eigen 2 = 4
2
yaitu 2 = [ ].
1

Maka solusi homogen dari SPD adalah


1 2
= 1 [ ] + 2 [ ] 4
1 1

4. Mencari solusi particular/khusus ( ) dari fungsi tak homogen ().


2 2 0 1 0
i. Bentuk dari () = [ ] = [ ] + [ ] = 2 [ ] + [ ]
0 0 1
ii. Dapat dilihat bahwa bentuk () di atas mengandung variabel 2 dan
sehingga dipilih pemisalan dari Tabel 2.2 yang sesuai dengan
bentuk () yaitu = 2 + + +
iii. Substitusi pada SPD

( ) = + ()
1 0
2 + + = 2 + + + + [ ] 2 + [ ]
0 1
Dari persamaan di atas, diperoleh

35
a. koefisien dari 2 yaitu

= + [
1
] (3.2)
0
1
+ [ ] =
0
1
= [ ]
0
1
= 1 [ ]
0
1 2 2 1
= ( [ ]) [ ]
6 2 1 3 0
1 1

= [ 2 2] [1]
1 3 0

4 4
1

= [ 2]
1

4
b. koefisien dari yaitu
2 = (3.3)
2 =
= 1 2
1 1
1
= [ 2 2 ] [ 1]
1 3
2
4 4
3
= [4]
5
8
c. koefisien dari yaitu
0
= + [ ] (3.4)
1
0
= + [ ]
1

misalkan = []
3 2 0
[ ] = [ ] [ ] + [ ]
1 2 1

36
3 + 2 0
[ ] = [ ]+[ ]
2 1
3 + 2
[ ] = [ ]
2 + 1
Diperoleh
= 3 + 2 atau 4 2 = 0 (3.5)
= 2 + 1 atau 3 = 1 (3.6)
Persamaan (3.5) dan (3.6) dapat ditulis dalam bentuk matriks
=
4 2 0
dengan = [ ], = [], dan = [ ].
1 3 1
Untuk mencari solusinya, bentuk matriks tersebut dapat ditulis
dalam bentuk matriks yang diperbesar seperti berikut
4 2 0
[ | ]
1 3 1
dengan operasi baris pada matriks di atas yaitu kalikan baris
1
pertama dengan ( ), maka diperoleh
4

2 0
[1 4| ]
1 3 1
Baris pertama dikalikan dengan (1), kemudian tambahkan ke
baris kedua, sehingga diperoleh
2
1 4 0
[ | ]
10
0 4 1
4
Kalikan baris kedua dengan ( 10), sehingga diperoleh
2 0
[1 4| 4 ]
0 1 10
2
Baris kedua dikalikan dengan (4), kemudian ditambahkan ke

baris pertama, sehingga diperoleh


2
1 0 10
[ | ]
0 1 4
10

37
atau
2

= [] = [10]
4
10
d. Koefisien dari konstanta yaitu
= (3.7)
=
= 1
1 1 3

= [ 2 2] [4]
1 3 5

4 4 8
11

= [ 16]
21

32
iv. Sehingga diperoleh solusi khusus yaitu
1 3 11 2

= [ 2] 2 + [4] + [ 16] + [10]
1 5 21 4

4 8 32 10

5. Jadi solusi umum dari SPD tak homogen di atas yaitu


1 3 11
1 2
= + = 1 [ ] + 2 [ ] 4 [2] 2 + [4] [16]
1 1 1 5 21
4 8 32
2
+ [10]
4
10

38
Kasus 2:
Diberikan sebuah SPD linear dengan tiga persamaan yang terdiri dari tiga
fungsi tak diketahui sebagai berikut
1 = 1
2 = 21 32 + 23 + 6
3 = 1 22 + 23 +
Solusi umumnya dapat ditentukan sebagai berikut
1. Bentuk matriks dari SPD di atas adalah
= + ()
1 0 0
dengan = [2 3 2] dan () = [6 ]
1 2 2
1 0 0
2. det() = |2 3 2| = 2
1 2 2
karena det() 0, maka solusi dapat dicari.
3. Mencari solusi homogen ( ) dari SPD homogen = .
= 1 1 1 + 2 2 2 + 3 3 3
i. Mencari nilai-nilai eigen dari matriks
1 0 0
= [2 3 2]
1 2 2
Sesuai dengan Persamaan (2.4) pada halaman 23, maka persamaan
karateristik untuk mencari nilai eigen dari matriks adalah
det( ) = 0
0 0 1 0 0
det([0 0] [2 3 2]) = 0
0 0 1 2 2
1 0 0
| 2 + 3 2 | = 0
1 2 2
( 1)( + 3)( 2) + (0)(2)(1) + (0)(2)(2)
(0)( + 3)(1) ( 1)(2)(2) (0)(2)( 2) = 0
3 7 + 6 + 4 4 = 0
3 3 + 2 = 0
( 1)( 1)( + 2) = 0

39
Sehingga diperoleh nilai eigen dari yaitu 1,2 = 1 dan 3 = 2.

ii. Mencari vektor-vektor eigen yang bersesuaian dengan nilai-nilai eigen


pada Langkah i.
a. Untuk = 1
Sistem untuk mencari vektor eigen yaitu
( ) =
1 0 0 1 0
[ 2 + 3 2 ] [2 ] = [0]
1 2 2 3 0
0 0 0 1 0

[2 4 2] [ 2 ] = [0]
1 2 1 3 0
Matriks di atas dapat ditulis dalam bentuk
=
0 0 0 1 0
dengan = [2 4 2], = [ 2 ], dan = [ 0].
1 2 1 3 0
Untuk mencari solusinya, bentuk matriks di atas dapat ditulis dalam
bentuk matriks yang diperbesar sebagai berikut
0 0 0 0
[2 4 2|0]
1 2 1 0
dengan menukarkan baris pertama dengan baris ketiga, maka
diperoleh
1 2 1 0
[2 4 2|0]
0 0 0 0
Baris pertama dikalikan dengan (1), sehingga diperoleh
1 2 1 0
[2 4 2|0]
0 0 0 0
Baris pertama dikalikan dengan (2), kemudian ditambahkan ke baris
ketiga, sehingga diperoleh
1 2 1 0
[0 0 0|0]
0 0 00

40
Dari matriks di atas, diperoleh
1 2 1 1 0
[0 0 0] [2 ] = [0]
0 0 0 3 0
atau
1 22 + 3 = 0
1 = 22 3
misalkan 2 = dan 3 = , maka diperoleh
1 = 2
1 2 2 2 1
= [2 ] = [ ] = [ ] + [ 0 ] = [1] + [ 0 ]
3 0 0 1
sehingga vektor eigen yang bersesuaian dengan nilai eigen = 1
yaitu
2 1
= [1] dan = [ 0 ]
0 1

b. Untuk = 2
Sistem untuk mencari vektor eigen yaitu
( ) =
1 0 0 1 0

[ 2 + 3 2 ] [ 2 ] = [0]
1 2 2 3 0
3 0 0 1 0
[2 1 2] [2 ] = [0]
1 2 4 3 0
Matriks di atas dapat ditulis dalam bentuk
=
3 0 0 1 0
dengan = [2 1
2], = [ 2 ], dan = [0].
1 2 4 3 0
Untuk mencari solusinya, bentuk matriks di atas dapat ditulis dalam
bentuk matriks yang diperbesar sebagai berikut
3 0 0 0
[2 1 2|0]
1 2 4 0

41
1
dengan operasi baris pertama dikalikan dengan ( 3), dan baris

kedua dikalikan dengan (2), kemudian ditambahkan ke baris


ketiga, maka diperoleh
1 0 0 0
[2 1 2|0]
3 0 0 0
Baris pertama dikalikan dengan (3), kemudian ditambahkan ke
baris ketiga, sehingga diperoleh
1 0 0 0
[2 1 2|0]
0 0 0 0
Dari matriks di atas, diperoleh
1 0 0 1 0
[2 1 2] [2 ] = [0]
0 0 0 3 0
atau
1 = 0 (3.8)
21 + 2 23 = 0 (3.9)
substitusikan nilai 1 pada Persamaan (3.8) ke Persamaan (3.9),
maka diperoleh
2(0) + 2 23 = 0
2 = 23
misalkan 3 = , maka 2 = 2
sehingga
1 0 0

= [ 2 ] = [2 ] = [2]
3 1
Jadi, vektor eigen yang bersesuaian dengan nilai eigen = 2 yaitu
0
= [2].
1
Maka solusi homogen dari SPD yaitu
2 1 0
= 1 [1] + 2 [ 0 ] + 3 [2] 2 .

0 1 1

4. Mencari solusi particular/khusus ( ) dari fungsi tak homogen ().

42
0
i. Bentuk dari () = [6 ] = [ 0 ] + [6 ]

0
1 0
= [ 0 ] + [6]
1 0
ii. Dapat dilihat pada langkah i bahwa bentuk () memiliki variabel
dan sehingga dipilih pemisalan dari Tabel 2.2 yang sesuai
dengan bentuk () yaitu = + namun, karena
terdapat juga pada solusi homogen dari SPD, maka dipilih pemisalan
yaitu = + + .
iii. Substitusikan ke SPD

( ) = + ()
+ +
1 0

= + + + [ 0 ] + [6]

1 0
Dari persamaan di atas, diperoleh:
a. koefisien dari yaitu
= (3.10)
Dari Persamaan (1), diperoleh merupakan vektor
eigen yang bersesuaian dengan nilai eigen 1, maka
1
= [ 0 ].
1
b. koefisien dari yaitu
1
+ = + [ 0 ] (3.11)
1
1
+ = + [ 0 ]
1
1
[ 0 ] =
1
1
[ 0 ] = ( )
1

43

misalkan = []

1 1 1 0 0 1 0 0
[ 0 ] [ 0 ] = ([2 3 2] [0 1 0]) []
1 1 1 2 2 0 0 1
0 0 0 0
[0] = [2 4 2] [ ]
0 1 2 1
Dibentuk matriks yang diperbesar sebagai berikut
0 0 00
[2 4 2|0]
1 2 1 0
dengan operasi baris pertama ditukar dengan baris ketiga, maka
diperoleh
1 2 1 0
[2 4 2|0]
0 0 00
Baris pertama dikalikan dengan (2), kemudian ditambahkan
ke baris kedua, sehingga diperoleh
1 2 1 0
[0 0 0|0]
0 0 00
Dari matriks di atas, diperoleh
1 2 1 1 0
[0 0 0] [2 ] = [0]
0 0 0 3 0
atau
2 + = 0
= 2
misalkan = dan = , maka = 2 sehingga
2 2 1
=[ ] = [1 ] + [ 0 ]
0 1
diambil = = 0, maka diperoleh
0
= [0 ]
0
c. koefisien dari yaitu

44
0
= + [6] (3.12)
0
0
= + [6]
0
0
[6] = +
0
0
[6] = ( + )
0
1

misalkan = [ 2 ]
3
0 1 0 0 1 0 0 1
[6] = ([2 3 2] + [0 1 0]) [2 ]
0 1 2 2 0 0 1 3
0 2 0 0 1
[6] = [2 2 2] [2 ]
0 1 2 3 3
Dibentuk matriks yang diperbesar sebagai berikut
2 0 0 0
[2 2 2|6]
1 2 3 0
1
dengan operasi baris pertama dikalikan dengan (2), dan baris

ketiga dikalikan dengan (1) kemudian ditambahkan ke baris


kedua, sehingga diperoleh
1 0 0 0
[1 0 1|6]
1 2 3 0
Dari matriks di atas, diperoleh
1 0 0 1 0
[1 0 1] [2 ] = [6]
1 2 3 3 0
atau
1 = 0 (3.13)
1 3 = 6 (3.14)
1 22 + 33 = 0 (3.15)

45
Substitusikan nilai 1 pada Persamaan (3.13) ke Persamaan (3.14),
maka diperoleh
0 3 = 6 atau 3 = 6
dan substitusikan nilai 1 dan 3 pada Persamaan (3.15), maka
diperoleh
0 22 + 3(6) = 0
22 = 18
18
2 =
2
2 = 9
sehingga
1 0
= [2 ] = [9]
3 6

iv. Sehingga diperoleh solusi khusus yaitu


1 0
= [ 0 ] + [9]
1 6

5. Jadi, solusi umum dari SPD yaitu


= +
2 1 0 1 0
= 1 [1] + 2 [ 0 ] + 3 [2] 2 + [ 0 ] + [9]
0 1 1 1 6

46
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Sesuai pembahasan pada Bab III, maka diperoleh kesimpulan bahwa
langkah-langkah untuk mencari solusi SPD linear tak homogen dengan
metode koefisien tak tentu yaitu sebagai berikut:
1. Menulis sistem persamaan diferensial dalam bentuk matriks
= + ().
2. Menghitung determinan dari matriks koefisien , jika det() = 0, maka
perhitungannya tidak dilanjutkan.
3. Mencari solusi homogen ( ) dari SPD homogen = dengan
langkah-langkah sebagai berikut:
i. Menentukan semua nilai eigen 1 , 2 , , dari .
ii. Selanjutnya menentukan vektor eigen 1 , 2 , , yang bersesuaian
dengan nilai-nilai eigen pada langkah i.
Dengan dua langkah di atas, maka diperoleh solusi berikut
1 = 1 1 , 2 = 2 2 , , = .
sehingga diperoleh solusi umum dari SPD yaitu kombinasi linear dari
solusi di atas sebagai berikut
= 1 1 + 2 + +
dalam penelitian ini hanya dibahas untuk = 2 dan = 3.
4. Mencari solusi particular/khusus ( ) dari fungsi tak homogen ()
dengan langkah-langkah pada metode koefisien tak tentu yaitu:
i. Melihat bentuk fungsi tak homogen (), mencocokkan bentuknya
dengan bentuk-bentuk yang tersedia dan lihat kesamaan bentuknya
dengan bentuk pada solusi homogen ( )
ii. Memilih permisalan yang sesuai dengan bentuk ()
iii. Mensubstitusi ke SPD untuk mencari koefisien-koefisien yang
terdapat pada .
iv. Menentukan solusi khusus .
5. Menentukan solusi umum SPD, yaitu = + .

47
4.2 Saran
Pada penelitian ini penulis hanya membahas mengenai solusi dari sistem
persamaan diferensial linear tak homogen orde satu. Bagi pembaca yang
tertarik untuk membahas lebih mendalam mengenai metode ini, dapat
mengkaji tentang solusi sistem persamaan diferensial linear tak homogen
dengan orde yang lebih tinggi atau solusi persamaan diferensial linear tak
homogen dengan orde yang lebih tinggi.

48
DAFTAR PUSTAKA

Anton, H. 2009. Dasar-dasar Aljabar Linear (jilid 1). Tangerang: Binarupa Aksara
Anton, H. dan C. Rorres. 2004. Aljabar Linear Elementer versi Aplikasi, Edisi
Kedelapan. Terjemahan oleh R. Indriasari dan I. Harmen. Jakarta : Erlangga.
Finizio, N dan G. Ladas. 1988. Persamaan Diferensial Biasa dengan Penerapan
Modern. Terjemahan oleh Dra. W. Santoso. Jakarta : Erlangga.
Gazali, W. 2005. Matriks dan Transformasi Linear. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Goode, S. W. 1991. An Introduction to Differential Equations and Linear Algebra.
New York: Prentice-Hall International, Inc.
Granita. 2012. Persamaan Diferensial Biasa. Riau. Zanafa Publishing.
Imrona, M. 2009. Aljabar Linear Dasar. Jakarta: Erlangga.
Purcell, E. J, D. Varberg, dan S. E. Rigdon. 2004. Kalkulus Jilid 1(Edisi
Kedelapan). Jakarta: Erlangga.
. 2004. Kalkulus Jilid 2(Edisi Kedelapan). Jakarta: Erlangga.
Waluya, B. 2006. Buku Ajar Persamaan Diferensial. Semarang: Universitas Negeri
Semarang.

49

Você também pode gostar