Você está na página 1de 10

Abses Hati Amebik

Christian Sarmento Giam

Nim : 102012319

Email : Christiangiam7799@gmail.com

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Krida Wacana

Jalan Arjuna Utara no 6 Jakarta Barat 11470

Pendahuluan

Abses hati merupakan masalah kesehatan dan sosial pada beberapa negara yang berkembang
seperti di Asia terutama Indonesia. Prevalensi yang tinggi biasanya berhubungan dengan
sanitasi yang jelek, status ekonomi yang rendah serta gizi yang buruk. Meningkatnya arus
urbanisasi menyebabkan bertambahnya kasus abses hati di daerah perkotaan dengan kasus
abses hati amebik lebih sering berbanding abses hati pyogenik dimana penyebab infeksi dapat
disebabkan oleh infeksi jamur, bakteri ataupun parasit. Abses hati adalah bentuk infeksi pada
hati yang disebabkan karena infeksi bakteri, parasit, jamur maupun nekbrosis steril yang
bersumber dari sistem gastrointestinal yang ditandai dengan adanya proses supurasi dengan
pembentukan pus di dalam parenkim hati.1

Pembahasan

Abses hati merupakan infeksi pada hati yang disebabkan oleh bakteri, parasit, jamur, yang
berasal dari sistem gastrointestinal dan bilier yang ditandai dengan proses supurasi dengan
pembentukan pus, yang terdiri dari jaringan hati nekrotik, sel inflamasi, dan sel darah dalam
parenkim hati. Secara umum abses hepar terdiri atas dua jenis, yaitu abses hepar amebik
(AHA) dan abses hepar piogenik (AHP). Abses hepar amebik merupakan salah satu
komplikasi amebiasis ekstraintestinal yang paling sering dijumpai di daerah tropis/subtropik
termasuk di Indonesia. Abses hepar amebik lebih sering terjadi di daerah endemik negara
berkembang dibandingkan abses hepar piogenik. Abses hepar amebik terutama disebabkan
oleh Entamoeba Histolytica, sedangkan abses hepar piogenik paling banyak disebabkan oleh

1
bakteri gram negatif, yang terbanyak yaitu Escherichia coli, Klebsiella Pnemoniae, juga
terjadi akibat komplikasi apendisitis ataupun dari sistem billiaris.1,2

Anamnesis

Anamnesis merupakan wawancara medis yang merupakan tahap awal dari rangkaian
pemeriksaan pasien, baik secara langsung pada pasien atau secara tidak langsung. Tujuan dari
anamnesis adalah mendapatkan informasi menyeluruh dari pasien yang bersangkutan.
Informasi yang dimaksud adalah data medis organobiologis, psikososial, dan lingkungan
pasien, selain itu tujuan yang tidak kalah penting adalah membina hubungan dokter pasien
yang profesional dan optimal. Data medis yang dimaksud meliputi identitas yang berisikan
nama, umur, jenis kelamin, pemberi informasi (misalnya pasien, keluarga,dll) dan keandalan
pemberi informasi. Keluhan utama yang berisikan keluhan yang dirasakan pasien tentang
permasalahan yang sedang dihadapinya. Riwayat penyakit sekarang (RPS) yang berisikan
cerita kronologis, terinci dan jelas mengenai keadaan kesehatan pasien sejak sebelum keluhan
utama sampai pasien datang berobat. Riwayat Penyakit Dahulu (RPD) yang berisikan
bertanya apakah pasien pernah mengalami penyakit seperti ini sebelumnya. Riwayat
Keluarga yang berisikan umur, status anggota keluarga (hidup, mati) dan masalah kesehatan
pada anggota keluarga. Serta riwayat psychosocial (sosial) yang berisikan stressor
(lingkungan kerja atau sekolah, tempat tinggal), faktor resiko gaya hidup (makan makanan
sembarangan).3

Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan kesadaran Compos mentis biasanya diikuti dengan pemeriksaan tanda
vital, seperti RR (Respiratory Rate), denyut nadi perifer, suhu badan, berat badan, tinggi
badan (bila memungkinkan). Pemeriksaan fisik lainnya yaitu pemeriksaan abdomen yang
meliputi inpeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi. Pada inspeksi dilihat warna kulit pasien,
bentuk abdomen (cnormal, cembung, cekung), bentuk abdomen simetris atau tidak, apakah
ada benjolan dan mengamati lesi kulit abdomen pasien apakah ada bekas luka operasi atau
tidak. Pada palpasi dilakukan penekanan dibagian abdomen. Palpasi dibagi menjadi palpasi
umum yaitu acak dan terstruktur serta palpasi organ. Pemeriksaan selanjutnya yaitu perkusi
dan auskultasi pada abdomen. Pada auskultasi yang penting yaitu mendengarkan bising usus
dan mendengarkan apakah ada bruit hepar pada kasus hepatoma.4

2
Pemeriksaan penunjang

Pada laboratorium didapatkan leukositosis dengan pergeseran ke kiri. Laju endap darah,
alkali fosfatase, transaminase dan serum bilirubin meningkat. Konsentrasi albumin serum
menurun dan waktu protrombin yang memanjang. Tes serologi ameba digunakan untuk
menegakan diagnosis AHA, sedangkan baku emas untuk AHP adalah kultur darah.
Pemeriksaan foto thoraks dan foto polos abdomen memperlihatkan diafragma kanan
meninggi, efusi pleura, atelektasis basiler, empiema atau abses paru. USG dan CT scan sangat
membantu menegakkan diagnosis abses hati. Pada AHA umumnya didapatkan abses soliter,
sedangkan pada AHP didapatkan abses multipel.5

Working Diagnosis

Abses hati amebik (AHA) adalah infeksi pada hati yang disebabkan oleh entamoeba
hystolitica. Cara penularannya umumnya melalui fecal-oral baik melalui makanan atau
minuman yang tercemar oleh parasit atau transmisi langsung pada orang dengan higiene yang
buruk.6

Etiologi

Penyebab utama abses hepar amebik adalah Entamoeba Histolytia dan merupakan komplikasi
ekstraintestinial dari Entamoeba Histolytica yang dapat menimbulkan pus dalam hati.
Komplikasi ekstraintestinal yang paling sering terjadi akibat infeksi Entamoeba histolytica
adalah amebiasis intestinalis klinis. Entamoeba histolytica adalah protozoa usus kelas
Rhizopoda yang mengadakan pergerakan menggunakan pseudopodi atau kaki semu. Terdapat
3 bentuk parasit yaitu: bentuk tropozoit, bentuk kista, dan bentuk prakista. Tropozoit adalah
bentuk yang aktif bergerak dan bersifat invasif, dapat tumbuh dan berkembang biak, aktif
mencari makanan,dan mampu memasuki organ dan jaringan. Bentuk kista Entamoeba
Histolytica bulat, dengan dinding kista dari hialin, tidak aktif bergerak . Terdapat dua ukuran
kista, yaitu minutaform yang berukuran <10 mikron, dan magnaform yang berukuran > 10
mikron. Kista yang berukuran <10 mikron disebut Entamoeba hartamani yang ditemukan
dalam tinja,tidak patogen untuk manusia. Kista yang sudah matang mempunyai empat inti
dan merupakan bentuk infektif yang dapat ditularkan pada manusia, dan tahan terhadap asam
lambung.1,2

3
Epidemiologi

Abses hati amebik lebih sering terjadi pada pria dibandingkan wanita. Usia berkisar antara
20-50 tahun, terutama dewasa muda dan jarang terjadi pada anak-anak. prevalensi antara pria
dan wanita yang terikena AHA adalah 3:1 sampai 22:1. Penularan dapat melalui fecal-oral
baik melalui makanan atau minuman yang tercemar oleh parasit atau transmisi langsung pada
orang dengan higiene yang buruk.1,2

Patogenesis

Pada abses hepar amebik, penularan umumnya melalui fekcaloral, baik makanan maupun
minuman yang tercemar kista atau transmisi langsung pada keadaan higiene perorangan
buruk. Sesudah masuk per oral, hanya bentuk kista yang bisa sampai ke intestin tanpa dirusak
oleh asam lambung, kemudian kista pecah, keluar trofozoit. Di dalam usus, trofozoit
menyebabkan terjadinya ulkus pada mukosa akibat enzim proteolitik yang dimilikinya dan
bisa terbawa aliran darah portal masuk ke hepar. Amoeba kemudian tersangkut menyumbat
venul porta intrahepatik, terjadi infark hepatosit sedangkan enzim enzim proteolitik tadi
mencerna sel parenkim hati sehingga terbentuk abses. Di daerah sentralnya terjadi pencairan
yang berwarna coklat kemerahan anchovy sauce yang terdiri dari jaringan hati yang
nekrotik dan berdegenerasi. Amoebanya dapat ditemukan pada dinding abses dan sangat
jarang ditemukan di dalam cairan di bagian sentral abses. Kira kira 25% abses hati amebik
mengalami infeksi sekunder sehingga cairan absesnya menjadi purulen dan berbau busuk. Di
samping itu, hanya lebih kurang 10% penderita abses hati yang dapat ditemukan adanya kista
E. Histolytica dalam tinjanya dalam waktu yang bersamaan.1,2

Manifestasi klinis

Gejala dapat timbul secara mendadak (bentuk akut), atau secara perlahan-lahan (bentuk
kronik). Dapat timbul bersamaan dengan stadium akut dari amebiasis intestinal atau
berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun setelah keluhan intestinal sembuh. Pada bentuk
akut, gejalanya lebih nyata dan biasanya timbul dalam masa kurang dari 3 minggu. Keluhan
yang sering diajukan yaitu rasa nyeri di perut kanan atas. Rasa nyeri terasa seperti tertusuk
tusuk dan panas, demikian nyerinya sampai ke perut kanan. Dapat juga timbul rasa nyeri di
dada kanan bawah, yang mungkin disebabkan karena iritasi pada pleura diafragmatika.
Sebagian penderita mengeluh diare. Hal seperti itu memperkuat diagnosis yang dibuat. Gejala
demam merupakan tanda yang paling sering ditemukan pada abses hepar. Gejala yang non

4
spesifik seperti menggigil, anoreksia, mual dan muntah, perasaan lemah badan dan penurunan
berat badan merupakan keluhan yang biasa didapatkan. Lebih dari 90 % didapatkan
hepatomegali yang teraba nyeri tekan. Hati akan membesar kearah kaudal atau kranial dan
mungkin mendesak kearah perut atau ruang interkostal. Pada perkusi diatas daerah hepar
akan terasa nyeri. Konsistensi biasanya kistik, tetapi bisa pula agak keras seperti pada
keganasan. Pada tempat abses teraba lembek dan nyeri tekan. Dibagian yang ditekan dengan
satu jari terasa nyeri, berarti tempat tersebutlah tempatnya abses. Rasa nyeri tekan dengan
satu jari mudah diketahui terutama bila letaknya di interkostal bawah lateral. Ini
menunjukkan tanda Ludwig positif dan merupakan tanda khas abses hepatis. Abses yang
besar tampak sebagai massa yang membenjol didaerah dada kanan bawah. Batas paru-paru
hepar meninggi. Pada kurang dari 10 % abses terletak di lobus kiri yang sering kali terlihat
seperti massa yang teraba nyeri di daerah epigastrium. Ikterus jarang terjadi, kalau ada
biasanya ringan. Bila ikterus hebat biasanya disebabkan abses yang besar atau multipel, atau
dekat porta hepatik. Gambaran klinik abses hati amebik mempunyai spektrum yang luas dan
sangat bervariasi, hal ini disebabkan lokasi abses, perjalanan penyakit dan penyulit yang
terjadi. Pada satu penderita gambaran bisa berubah setiap saat. Dikenal gambaran klinik
klasik dan tidak klasik. Gambaran klinik klasik didapatkan penderita mengeluh demam dan
nyeri perut kanan atas atau dada kanan bawah, dan didapatkan hepatomegali yang nyeri.
Gambaran klasik didapatkan pada 54-70 % kasus. Gambaran klinik tidak klasik ditemukan
benjolan di dalam perut (seperti bukan kelainan hati misalnya diduga empiema kandung
empedu atau tumor pankreas), Gejala renal (keluhan nyeri pinggang kanan dan ditemukan
masa yang diduga ginjal kanan), ikterus obstruktif, kolitis akut, gejala kardiak bila ruptur
abses ke rongga perikardium, gejala pleuropulmonal, abdomen akut.1,2

Komplikasi

Komplikasi yang paling sering adalah ruptur abses sebesar 5-5,6%. Ruptur dapat terjadi ke
pleura, paru, perikardium, usus, intraperitoneal, atau kulit. Kadang-kadang dapat terjadi
superinfeksi terutama setelah aspirasi atau drainase. Saat diagnosis ditegakkan,
menggambarkan keadaan penyakit yang berat seperti peritonitis generalisata dengan
mortalitas 6-7%, kelainan pleuropulmonal, gagal hati,perdarahan kedalam rongga abses,
hemobilia, empiema, fiatula hepatobronkial, ruptur kedalam perikardium atau
retroperitoneum. Sesudah mendapat terapi, sering terjadi diatesis, haemoragik, infeksi luka,
abses rekuren, perdarahan sekunder dan terjadi rekurensi atau reaktivitas abses.1,2

5
Penatalaksanaan7

- Istirahat di tempat tidur


- Diet makanan lunak atau makanan biasa, tergantung keadaan penyakitnya
- Tindakan pendukung : Pemberian cairan dan elektrolit melalui infus ; menurunkan
suhu.
- Insisi dan drainase abses yang disebabkan organisme pirogen dan pemberian obat
antimikroba. Insisi dan drainase tidak dianjurkan untuk abses yang disebabkan amuba
karena abses ini mempunyai respons yang baik terhadap terapi konservatif.
- Metronidazol. Dosis 4 x500 mg/hari selama 5-10 hari boleh dilanjutkan bersama
kloroquin ataupun tidak.
- Kloroquin . Dosis 3x 250 mg/hari selama minimal 3 minggu/ 2 hari pertama 3x300
mg/hari kemudian dilanjutkan 3x200 mg/hari selama minimal 19 hari. Pemberian
preparat ini sebagai preparat tunggal perlu diikuti dengan amubisid usus , misalnya
Yatren 3x500mg selama seminggu / menjelang selesai pemberian obat (kira-kira 10
hari)

Prognosis

Pada umumnya baik bila ditangani dengan cepat dan benar namun prognosis yang buruk,
apabila terjadi keterlambatan diagnosis dan pengobatan, jika hasil kultur darah yang
memperlihatkan penyebab becterial organisme multiple, tidak dilakukan drainase terhadap
abses, adanya ikterus, hipoalbuminemia, efusi pleural atau adanya penyakit lain. Peningkatan
umur, manifestasi yang lambat, dan komplikasi seperti reptur intraperikardi atau komplikasi
pulmonum meningkatkan tiga kali angka kematian. Hiperbilirubinemia juga termasuk faktor
resiko, dengan reptur timbul lebih sering pada pasien-pasien yang juendice.8

Pencegahan

- Modifikasi pola hidup dan mengenali serta menghindari keadaan yang mencetuskan
abses hati.7
- Menjaga sanitasi lingkungan agar tetap bersih, perbaikan gizi dan penyediaan air
bersih.7

Differential diagnosis

6
1. Abses hati piogenik9
Penyebab utama abses hepar piogenik adalah bakteri Escherichia Coli. Selain
Escherichia Coli, organisme lain yang didapatkan adalah Klebsiella, Staphylococcus
Aureus, Proteus, Pseudomonas, dan bakteri anaerob. Abses hati piogenik dapat
berasal dari radang bilier, dari daerah splanknik melalui v. porta, atau sistemik dari
manapun di tubuh melalui a. hepatika. Sebagian sumber tidak diketahui. Kadang
disebabkan oleh trauma atau infeksi langsung dari hati atau sistem di sekitarnya.
Abses hati piogenik dapat terjadi melalui.
a. Infeksi pelvis atau gastrointestinal seperti appendisitis, diverticulitis, disentri
basiler, hemoroid yang terinfeksi dan abses perirektal bisa menyebabkan
pileflebitis perifer disertai pernanahan dan trombosis yang kemudian
menyebar melalui vena porta ke dalam hati.
b. Saluran empedu merupakan sunber infeksi tersering. Sekitar 21-30% telah
dilaporkan. Kolangitis septik dapat menyebabkan penyumbatan saluran
empedu seperti juga batu empedu, kanker, striktur saluran empedu ataupun
anomali saluran empedu kongenital. Infeksi pada saluran empedu yang
mengalami obstruksi naik ke cabang saluran empedu intrahepatik
menyebabkan kolangitis yang menimbulkan kolangiolitis dengan akibat abses
multiple.
c. Trauma tajam atau tumpul dapat menyebabkan laserasi, perdarahan dan
nekrosis jaringan hati serta ekstravasasi cairan empedu yang mudah
terinfeksi. Hematom subkapsuler dapat mengundang infeksi dan
menimbulkan abses yang soliter dan terlokalisasi.
d. Abses hati dapat terjadi akibat penyebaran langsung infeksi dari fokus septik
berdekatan seperti empiema kandung empedu, pleuritis ataupun abses
perinefrik.
e. Kriptogenik tanpa faktor predisposisi yang jelas, terutama pada orang lanjut
usia, diabetes dan kanker metastasis. Pasien dengan abses hepar piogenik
berulang yang tidak diketahui penyebabnya harus dievalusi saluran empedu
dan sistem pencernaannya.
Abses hati piogenik multipel terdapat pada 50% kasus. Hati tampak membengkak
dan daerah yang mengandung abses menjadi pucat kekuningan, berbeda dengan hati
sehat di sekitarnya yang berwarna merah tua. Kebanyakan terdapat pada lobus kanan
dengan perbandingan lima kali lobus kiri.9
Apabila asbes hati piogenik berhubungan dengan pileflebitis, v. porta dan cabangnya
tampak melebar mengandung nanah, bekuan darah dan bakteri. Di sekitar abses

7
terdapat infiltrasi radang. Apabila abses merupakan penyulit penyakit bilier, biasanya
abses berisi nanah berwarna hijau.9
Abses hati amuba juga disebabkan oleh infeksi bakteri terutama disebabkan oleh
kuman gram negatif dan penyebab yang terbanyak adalah E. coli (33%),
Staphylococcus aureus, Proteus, Klebsiella pneumoniae (18%) dan Pseudomonas.
Dapat pula disebabkan oleh bakteri anaerob seperti Bakteriodes (24%), Aerobakteria,
Aktinomises, Strep. anaerob, dan Clostridium. Kecurigaan kuman anaerob lebih besar
bila nanah yang berbau busuk, gas dalam abses dan tidak ada kuman pada biakan
aerob. Untuk penetapan kuman penyebab perlu dilakukan biakan darah, pus, empedu
dan swab secara aerob maupun anaerob.9

2. Hepatoma9
Kanker hati (hepatocellular carsinoma, HCC), disebut juga hepatoma adalah suatu
kanker yang timbul primer dari hati. Hepatoma primer secara histologi dibagi menjadi
3 jenis yaitu:
a. Karsinoma hepatoselular, hepatoma primer yang berasal dari sel hepatosit. Ini
bagian terbesar (80%)
b. Karsinoma kolangioselular, hepatoma primer yang berasal dari epitel saluran
empedu intrahepatik
c. Angiosarkoma dan leiomiosarkoma berasal dari sel mesenkim.

HCC paling banyak ditemukan pada laki-laki usia 50-60 tahun. Manifestasi klinis
bervariasi, dari asimptomatik sampai gagal hati. Penderita sirosis hati yang makin
memburuk kondisinya perlu dicurigai kemungkinan telah timbul HCC. Keluhan
utama yang paling sering adalah rasa tidak nyaman pada perut kanan atas. Selain itu
juga ada anoreksia, kembung, konstipasi atau diare. Juga dapat terjadi pembengkakan
diperut akibat masa tumor atau asites. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
hepatomegali dengan atau tanpa bruit hepatik, splenomegali, asites, ikterus, demam,
dan atrofi otot.9

Kesimpulan

Abses hati merupakan infeksi pada hati yang di sebabkan bakteri, jumur, maupun nekrosis
steril yang dapat masuk melalui kandung kemih yang terinfeksi, infeksi dalam perut, dan
sebagainya. Adapun gejala-gejala yang sering timbul diantaranya demam, nyeri pada kuadran
kanan atas abdomen, dan lain-lain. Dan pada umumnya diagnosis yang di pakai sama seperti

8
penyakit lain yaitu pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, dan laboratorium. Secara
konvensional penatalaksanaan dapat dilakukan dengan drainase dan antibiotik spektrum luas.

Daftar pustaka

1. Wena NT, Waleleng BJ. Abses Hati. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiadi S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Jakarta:
Pusat Penerbitan Departemen IPD FK UI; 2006. h.462-3.
2. Staf pengajar departemen parasitologi FKUI. Parasitologi kedokteran. Jakarta:
Balai penerbit FKUI 2008 : ed.4 : h.112.

9
3. Abdurrahman N. Penuntun Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis. Cetakan ke-3.
Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2005. h.45.
4. Santoso M. Pemeriksaan Fisik Diagnosik. Jakarta: Bidang penerbitan yayasan
diabetes indonesia; 2004. h.2-14.
5. Perhimpunan dokter spesialis penyakit dalam . Buku ajar ilmu penyakit
dalam . Jakarta : Interna publishing 2009 ; ed.V : jld 1 : h. 693.
6. Julius. Abses Hati. Dalam: Sulaiman A, Akbar N, Lesmana LA, Noer MS.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Hati. Edisi I. Jakarta: Jaya Abadi; 2007. h. 487-92.
7. Mansjoer arif, Triyanti kuspuji, Savitri rakhmi , Wardhani wahyu ika,
Setiowulan wiwik. Kapita selekta kedoteran. Jakarta : Media Aesculaplus
2003: ed.3: Jld 1 : h.511-3.
8. Baradero mary , Dayrid wilfrid mary, Siswadi yakobus. Klien gangguan hati.
Jakarta : Penerbit buku kedokteran EGC 2008: 1 : h. 19-21.
9. Ndraha S. Bahan Ajar Gastroenterologi. Jakarta: Bagian Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran UKRIDA 2013 : 1 : h. 175-82.

10

Você também pode gostar