Você está na página 1de 16

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Teoritis Halusinasi


1. Pengertian halusinasi
Perubahan sensori halusinasi adalah keadaan dimana seorang individu mengalami
perubahan terhadap stimulus yang datang yang menimbulkan kesan menurunkan,
melebih-lebihkan bahkan mengartikan sesuatu hal yang tidak sesuai dengan realitas
keadaan yang sebenarnya. Halusinasi yaitu pengalaman panca indra tanpa ada
rangsangan atau stimulus (Hawari, 2006).

Halusinasi merupakan hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan


rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar).Klien memberi
persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau rangsangan yang nyata.
Sebagai contoh klien mengatakan mendengar suara padahal tidak ada orang yang
berbicara (Kusumawati & Hartono, 2010).

Halusinasi adalah persepsi sensori yang salah atau pengalaman persepsi yang
tidak terjadi dalam realitas.Halusinasi dapat melibatkan pancaindra dan sensasi
tubuh.Halusinasi dapat mengancam dan menakutkan bagi klien walaupun klien lebih
jarang melaporkan halusinasi sebagai pengalaman yang menyenangkan (Videbeck,
2008).

Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien mengalami
perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan,
pengecapan, perabaan atau penghiduan,.Klien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak
ada (Damaiyanti & Iskandar, 2012).

Dari beberapa pengertian halusinasi diatas dapat disimpulkan bahwa halusinasi


adalah suatu persepsi klien terhadap stimulus dari luar tanpa adanya obyek yang nyata.
Halusinasi dapat berupa penglihatan yaitu melihat seseorang ataupun sesuatu serta sebuah
kejadian yang tidak dapat dilihat oleh orang lain, halusinasi juga dapat berupa
pendengaran berupa suara dari orang yang mungkin dikenal atau tidak dikenal yang
meminta klien melakukan sesuatu baik secara sadar ataupun tidak.
2. Jenis jenis halusinasi

a. Halusinasi pendengaran
Yaitu mendengarkan suara atau kebisingan yang kurang jelas ataupun yang jelas,
dimana terkadang suara suara tersebut seperti mengajak berbicara klien dan kadang
memerintahkan klien untuk melakukan sesuatu.
b. Halusinasi penglihatan
Stimulus visual dalam bentuk kilatan atau cahaya, gambar atau bayangan yang rumit
dan kompleks.Bayangan bisa menyenangkan atau menakutkan.
c. Halusinasi penghidung
Membau bauan tertentu seperti bau darah, urine, feses, parfum, atau bau yang
lainnya.Ini sering terjadi pada seseorang pasca serangan stroke, kejang, atau
demensia.
d. Halusinasi pengecapan
Merasa mengecap seperti darah, urine, feses, atau yang lainnya.
e. Halusinasi perabaan
Merasa mengalami nyeri, rasa tersetrum atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang
jelas.
f. Halusinansi cenesthetic
Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri, pencernaan makanan
atau pembentukan urine.
g. Halusinasi kinestetika
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.

3. Fase fase terjadinya halusinasi


Terjadinya Halusinasi dimulai dari beberapa fase.Hal ini dipengaruhi oleh
intensitas keparahan dan respon individu dalam menanggapi adanya rangsangan dari
luar.Menurut (Stuart, 2007) tahapan halusinasi ada empat tahap. Semakin berat tahap
yang diderita klien, maka akan semakin berat klien mengalami ansietas. Berikut ini
merupakan tingkat intensitas halusinasi yang dibagi dalam empat fase.
a. Fase I :
Comforting : Ansietas tingkat sedang, secara umum halusinasi bersifat
menyenangkan.
1) Karakteristik:
Orang yang berhalusinasi mengalami keadaan emosi seperti ansietas,
kesepian, merasa bersalah, dan takut serta mencoba untuk memusatkan pada
penenangan pikiran untuk mengurani ansietas, individu mengetahui bahwa
pikiran dan sensori yang dialaminya tersebut dapat dikendalikan jika ansietasnya
bisa diatasi (Nonpsikotik).
2) Perilaku klien:
a) Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai.
b) Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara.
c) Gerakan mata yang cepat.
d) Respons verbal yang lamban.
e) Diam dan dipenuhi sesuatu yang mengasyikkan.
b. Fase II :
Complementing : Ansietas tingkat berat, Secara umum halusinasi bersifat
menjijikan.
1) Karakteristik :
Pengalaman sensori yang bersifat menjijikan dan menakutkan. Orang yang
berhalusinasi mulai merasa kehilangan kendali dan mungkin berusaha untuk
menjauhkan dirinya dari sumber yang dipersepsikan, individu mungkin merasa
malu karena pengalaman sensorinya dan menarik diri dari orang lain (Nonpsikotik).
2) Perilaku klien
a) Peningkatan syaraf otonom yang menunjukkan ansietas misalnya, peningkatan
nadi, pernafasan dan tekanan darah.
b) Penyempitan kemampuan konsentrasi.
c) Dipenuhi dengan pengalaman sensori dan mungkin kehilangan kemampuan
untuk membedakan antara halusinasi dengan realitas.
c. Fase III :
Controling : Ansietas tingkat berat, pengalaman sensori menjadi penguasa.
1) Karakteristik :
Orang yang berhalusinasi menyerah untuk melawan pengalaman
halusinasi dan membiarkan halusinasi menguasai dirinya.Isi halusinasi dapat berupa
permohonan, individu mungkin mengalami kesepian jika pengalaman sensori
tersebut berakhir (Psikotik).
2) Perilaku klien
a) Lebih cenderung mengikuti petunjuk yang diberikan oleh halusinasinya
daripada menolaknya.
b) Kesulitan berhubungan dengan orang lain.
c) Rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik.
d) Gejala fisik dari ansietas berat, seperti berkeringat, tremor, ketidakmampuan
untuk mengikuti petunjuk.
d. Fase IV :
Conquering panic : Ansietas tingkat panic, Secara umum halusinasi menjadi lebih
rumit dan saling terkait dengan delusi.
1) Karakteristik:
Pengalaman sensori mungkin menakutkan jika individu tidak mengikuti
perintah. Halusinasi bisa berlangsung dalam beberapa jam atau hari apabila tidak
ada intervensi terapeutik (Psikotik).
2) Perilaku klien
a) Perilaku menyerang seperti panik.
b) Sangat potensial melakukan bunuh diri atau membunuh orang lain.
c) Kegiatan fisik yang merefleksikan isi halusinasi seperti amuk, agitasi, menarik
diri, atau katatonik.
d) Tidak mampu berespons terhadap petunjuk yang kompleks.
4. Etiologi

Menurut Stuart (2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah:

a. Faktor Predisposisi
1) Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan
respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh
penelitian-penelitian yang berikut :
a) Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang lebih
luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal, temporal dan
limbik berhubungan dengan perilaku psikotik.
b) Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang berlebihan
dan masalah-masalah pada sistem reseptor dopamin dikaitkan dengan terjadinya
skizofrenia.
c) Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan terjadinya
atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi otak klien dengan
skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks
bagian depan dan atropi otak kecil (cerebellum). Temuan kelainan anatomi
otak tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem).
2) Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon
dan kondisi psikologis klien.Salah satu sikap atau keadaan yang dapat
mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan
kekerasan dalam rentang hidup klien.
3) Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti:
kemiskinan, konflik sosial budaya dan kehidupan yang terisolasi disertai stres.
b. Faktor Prespitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah
adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus
asa dan tidak berdaya.Penilaian individu terhadap stresor dan masalah koping dapat
mengindikasikan kemungkinan kekambuhan (Keliat, 2006).Menurut Stuart (2007),
faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah:
1) Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur
proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak
yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus
yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
2) Psikologis
Ambang toleransi terhadap stres yang berinteraksi terhadap stresor
lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
3) Sosial budaya
Perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi diri sendiri dari
pengalaman yang menakutkan berhubungan dengan respon neurobiology
termasuk :
a) Regresi berhubungan dengan masalah proses informasi dan upaya untuk
mengurangi ansietas, hanya mempunyai sedikit energy untuk aktivitas hidup
sehari-hari.
b) Projeksi sebagai upaya untuk menjelaskan keracunan persepsi.
c) Menarik diri.

5. Manifestasi Klinis (Penilaian Stressor)

Respon perilaku klien dapat diidentifikasi sepanjang rentang respon yang


berhubungan dengan fungsi neurobiologik. Perilaku yang dapat diamati dan mungkin
menunjukkan adanya halusinasi, respon yang terjadi dapat berada dalam rentang adaptif
sampai maladaptif yang dapat digambarkan sebagai berikut disajikan dalam tabel
berikut:
Gambar 2.1
Rentang respon neurobiologik (Kusumawati, 2010).

Respon adaptif Respon maladaptif

1. Pikiran logis 1. Distorsi pikiran 1. Waham


2. Persepsi akurat 2. Ilusi 2. Halusinasi
3. Emosi konsisten 3. Menarik diri 3. Sulit berespon
4. Perilaku sesuai 4. Reaksi emosi 4.Perilaku disorganisasi
5. Hubungan sosial 5. Perilaku tidak biasa 5. Isolasi sosial

a. Kognitif : Tidak dapat berpikir logis, inkoheren, disorientasi, Gangguan memori


jangka pendek maupun jangka panjang, Konsentrasi rendah, kekacauan alur pikir,
Ketidakmampuan mengambil keputusan, Fligh of idea, gangguan berbicara dan
perubahan isi pikir
b. Afektif : Tidak spesifik, reaksi kecemasan secara umum, kegembiraan yang
berlebihan, kesedihan yang berlarut dan takut yang berlebihan, curiga yang
berlebihan dan defensif sensitif
c. Fisiologis : pusing, kelelahan, keletihan, denyut jantung meningkat, keringat dingin,
gangguan tidur, muka merah/tegang, frekuensi napas meningkat, ketidakseimbangan
neurotransmitter dopamine dan serotonine
d. Perilaku : Berperilaku aneh sesuai dengan isi halusinasi, berbicara dan tertawa
sendiri, daya tilik diri kurang, kurang dapat mengontrol diri, penampilan tidak sesuai,
Perilaku yang diulang-ulang, menjadi agresif, gelisah, negativism, melakukan
pekerjaan dengan tidak tuntas, gerakan katatonia, kaku, gangguan ekstrapiramidal,
gerakan mata abnormal, grimacvin, gaya berjalan abnormal, komat-kamit,
menggerakkan bibir tanpa adanya suara yang keluar
e. Sosial : Ketidakmampuan untuk berkomunikasi, acuh dengan lingkungan, penurunan
kemampuan bersosialisasi, paranoid, personal higiene jelek, sulit berinteraksi dengan
orang lain, tidak tertarik dengan kegiatan yang sifatnya menghibur, penyimpangan
seksual dan menarik diri.
Menurut (Kusumawati, 2010), tanda dan gejala halusinasi yang mungkin
muncul yaitu: Menarik diri, Tersenyum sendiri, Duduk terpaku, Bicara sendiri,
Memandang satu arah, Menyerang, Tiba-tiba marah, Gelisah. Berdasarkan jenis dan
karakteristik halusinasi tanda dan gejalanya sesuai. Berikut ini merupakan beberapa jenis
halusinasi dan karakteristiknya menurut (Stuart, 2007) meliputi :

a. Halusinasi pendengaran
Karakteristik : Mendengar suara atau bunyi, biasanya suara orang. Suara
dapat berkisar dari suara yang sederhana sampai suara orang bicara mengenai klien.
Jenis lain termasuk pikiran yang dapat didegar yaitu pasien mendengar suara orang yang
sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkan oleh klien dan memerintahkan untuk
melakukan sesuatu yang kadang-kadang berbahaya.
b. Halusinasi penglihatan
Karakteristik : Stimulus penglihatan dalam kilatan cahaya, gambar geometris, gambar
karton atau panorama yang luas dan kompleks. Penglihatan dapat berupa sesuatu
yang menyenangkan atau sesuatu yang menakutkan seperti monster.
c. Halusinasi penciuman
Karakteristik : Membau bau-bau seperti darah, urine, feses umumnya bau-bau yang
tidak menyenangkan. Halusinasi penciuman biasanya berhubungan dengan stroke,
tumor, kejang dan demensia.
d. Halusinasi pengecapan
Karakteristik : Merasakan sesuatu yang busuk, amis dan menjijikan seperti darah,
urine, atau feses.
e. Halusinasi perabaan
Karakteristik : Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas,
rasa tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
f. Halusinasi senestetik
Karakteristik : Merasakan fungsi tubuh seperti darah mengalir melalui vena dan
arteri, makanan dicerna, atau pembentukan urine.
g. Halusinasi kinestetik
Karakteristik : Merasa pergerakan sementara bergerak tanpa berdiri.
6. Sumber Koping

a. Personal ability: Ketidakmampuan memecahkan masalah, ada gangguan dari


kesehatan fisiknya, ketidakmampuan berhubungan dengan orang lain, pengetahuan
tentang penyakit dan intelegensi yang rendah, identitas ego yang tidak adekuat.
b. Social support: Hubungan antara individu, keluarga, kelompok, masyarakat tidak
adekuat, komitmen dengan jaringan sosial tidak adekuat
c. Material asset: Ketidakmampuan mengelola kekayaan, misalnya boros atau santa
pelit, tidak mempunyai uang untuk berobat, tidak ada tabungan, tidak memiliki
kekayaan dalam bentuk barang, tidak ada pelayanan kesehatan dekat tempat tinggal
d. Positif belief: Distress spiritual, tidak memiliki motivasi, penilaian negatif terhadap
pelayanan kesehatan, tidak menganggap itu suatu gangguan

7. Mekanisme Koping

Mekanisme koping adalah upaya atau cara untuk menyelesaikan masalah


langsung dan mekanisme pertahanan yang digunakan untuk melindungi diri. Mekanisme
koping terbagi menjadi 2 yaitu adaptif dan maladaptif.

Adapun mekanisme koping yang adaptif pada halusinasi yaitu :

a) Pemahaman terhadap pengaruh gangguan otak pada perilaku

b) Kekuatan dapat meliputi seperti modal inteligensia atau kreativitas yang tinggi

c) Dukungan keluarga

Adapun mekanisme koping yang maladaptif pada halusinasi yaitu :

a) Regresi berhubungan dengan masalah proses informasi dan upaya untuk


menanggulangi ansietas

b) Proyeksi sebagai upaya untuk menjelaskan kerancuan persepsi

c) Menarik diri

8. Penatalaksanaan

a. Farmakoterapi
Obat obatan untuk terapi halusinasi berupa anti psikotik, haloperidon dll.
b. Terapi psikososial
Karena karakteristik utama dari halusinasi adalah rusaknya kemampuan untuk
membentuk dan memepertahankan hubungan sesama manusia, maka intervensi utama
difokuskan untuk membantu klien memasuki dan mempertahankan sosialisasi yang
penuh arti dalam kemampuan klien.
c. Alternatif
1) Terapi modalitas
Semua sumber daya di rumah sakit disarankan untuk menggunakan komunikasi
yang terapeutik, termasuk semua (Staf administrasi, pembantu kesehatan,
mahasiswa dan petugas instalasi)
2) Terapi kelompok
Terapi kelompok adalah psikoterapi yang dilakukan pada klien bersama sama
dengan jalan aukusi yang di arahkan oleh seseorang yang terlatih
3) Terapi keluarga
Tujuan dari terapi keluarga adalah :
a) Menurunkan Konflik kecemasan
b) Meningkatkan kesadaran keluarga terhadap kebutuhan masing masing
keluarga
c) Meningkatkan pertanyaan kritis.
d) Menggambarkan hubungan peran yang sesuai dengan tumbuh kembang.
Perawat membekali keluarga dengan pendidikan tentang kondisi klien dan
kepedulian pada situasi keluarga.

B. Asuhan Keperawatan Halusinasi

1. Pengkajian
Pengkajian adalah proses untuk tahap awal dan dasar utama dari prses
keperawatan terdiri dari pengumpulan data dan perumusan kebutuhan atau masalah
klien.
Data yang dikumpulkan melalui data biologis, psikologis, sosial dan spritual.
Pengelompokan data pada pengkajian kesehatan jiwa, dapat pula berupa faktor,
presipitasi, penilaian terhadap stessor, sumber koping dan kemampuan yang dimiliki
klien.
a. Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, tanggal pengkajian, tanggal dirawat, No MR.
b. Alasan Masuk
Alasan atau keluhan yang menyebabkan klien di bawa ke RSJ, biasanya klien sering
berbicara sendiri, mendengar atau melihat sesuatu, suka berjalan tanpa tujuan,
membanting peralatan dirumah, menarik diri.
c. Faktor Predisposisi
1) Biasanya klien pernah mengalami gangguan jiwa dan kurang berhasil dalam
pengobatan
2) Pernah mengalami aniaya fisik, penolakan dan kekerasan dalakeluarga
3) Klien dengan gangguan orientasi bersifat irediter
4) Pernah mengalami trauma masa lalu yang sangat mengganggu
d. Psikososial
1) Genogram
Pada genogram biasanya terlihat ada anggota keluarga yang mengalami
kelainan jiwa, pola komunikasi klien terganggu begitupun dengan pengambilan
keputusan dan pola asuh.
2) Konsep Diri
i. Gambaran diri : Klien biasanya mengeluh dengan keadaan tubuhnya, ada
bagian tubuh yang disukai dan tidak disukai.
ii. Identitas diri : Klien biasanya mampu menilai identitasnya
iii. Peran diri : Klien menyadari peran sebelum sakit, saat di rawat peran
klien terganggu
iv. Ideal Diri : Tidak menilai diri
v. Harga diri : Klien memiliki harga diri yang rendah sehubungan
dengan sakitnya
e. Hubungan sosial
Klien kurang dihargai dilingkungan dan di keluarga
f. Spiritual
1). Nilai dan keyakinan
Biasanya klien dengan sakit jiwa dipandang tidak sesuai dengan norma agama
dan budaya
2). Kegiatan ibadah
Klien biasanya menjalankan ibadah di rumah sebelumnya, saat sakit ibadah
terganggu atau sangat berlebihan
g. Status Mental
1) Penampilan
Biasanya penampilan diri yang tidak rapi, tidak serasi atau cocok dan
berubah dari biasanya
2) Pembicaraan
Tidak terorganisasir dan bentuknya yang maladaptif seperti kehilangan
berhubungan dengan, tidak logis, berbelit belit
3) Aktifitras motorik
Meningkat atau menurun, impulsif, kataton dan beberapa gerakan yang abnormal
4) Alam Perasaan
Berupa suasana emosi yang memanjang akibat dari faktor presiptasi
misalnya sedih dan putus asa disertai apatis
5) Afek
Afek sering tumpul, datar, tidak sesuai dan ambivalen
6) Interaksi selama wawancara
Selama berinteraksi dapat dideteksi sikap klien yang tampak komat kamit,
tertawa sendiri, tidak terkait dengan pembicaraan.
h. Persepsi
Halusinasi apa yang terjadi dengan klien
Data yang terkait tentang halusinasi lainnya yaitu berbicara sendiri dan tertawa
sendiri, menarik diri dan menghindar dari orang lalin, tidak dapat membedakan nyata
atau tidak nyata, tidak dapat memusatkan perhatian, curiga bermsuhan, merusak,
takut, ekspresi muka tegang, mudah tersinggung
i. Proses pikir
Biasanya klien tidak mampu mengorganisir dan menyusun pembicaraan logis dan
koheren, tidak berhubungan, berbelit. Ketidak mampuan klien ini sering membuat
lingkungan takut dan merasa aneh terhadap klien.
j. Isi Fikir
Keyakinan klien tidak konsisten dengan tingkat intelektual dan latar belakang budaya
klien. Ketidakmampuan memproses stimulus internal dan eksternal melalui proses
informasi dapat menimbulkan waham.
k. Tingkat kesadaran
Biasanya klien akan mengalami disorientasi terhadap orang, tempat dan waktu
l. Memori
Terjadi gangguan daya ingat jangka panjang maupun jangka pendek. Mudah lupa,
klien kurang mampu menjalankan peraturan yang telah disepkati, tidak mudah
tertarik. Klien berulang kali menanyakan waktu, menanyakan apakah tugasnya sudah
dikerjakan dengan baik, permisi untuk satu hal.
m. Tingkat konsentrasi dan berhitung
Kurangnya kemampuan mengorganisasi dan konsentrasi terhadap realitas eksternal,
sukar menyelesaikan tugas, sukar berkonsetrasi pada kegiatan atau pekerjaan dan
mudah mengalihkan perhatian, mengalami masalah dalam memberikan perhatian
n. Kemampuan penilaian
Klien mengalami ketidakmampuan dalam mengambil keputusan, menilai dan
mengevaluasi diri sendiri dan juga tidak mampu melaksanakan keputusan yang telah
disepakati. Sering tidak merasa yang dipikirkan dan diucapkan adalah salah.
o. Daya tilik diri
Klien mengalami ketidakmampuan dalam mengambil keputsusan. Menilai dan
mengevaluasi diri sendiri, penilaian terhadap lingkungan dan stimulus, membuat
rencana termasuk memutuskan, melaksanakan keputusan yang telah disepakati. Klien
yang sama sekali tidak dapat mengambil keputusan merasa kehidupan sangat sulit,
situasi ini sering mempengaruhi motivasi dan insiatif klien.
p. Kebutuhan persiapan pulang
1) Makan
Pada keadaan berat, klien sibuk dengan halusinasinya dan cenderung tidak
memperhatikan dirinya termasuk tidak penduli makanan karena tidak memiliki
minat dan kepedulan
2) BAB/BAK
Observasi kemampuan klien untuk BAB/BAK serta kemampuan klien utnuk
membersihkan dirinya
3) Mandi
Biasanya klien mandi berulang-ulang atau tidak mandi sama sekali
4) Berpakaian
Bisanya tidak rapi, tidak sesuai dan tidak diganti-ganti
5) Istirahat
Observasi tentang lam dan waktu tidur siang dan malam. Biasanya istirahat klien
terganggu bila halusinasinya datang
6) Pemeliharaan kesehatan
Untuk pemeliharaan kesehatan klien selanjutnya, peran keluarga dan istem
pendukung sangat menentukan
7) Aktifitas dalam rumah
Klien tidak mampu melakukan aktivitas didalam rumah seperti menyapu
q. Aspek medis
Obat yang diberikan pada klien dengan halusinasi biasanya diberikan antipsikotik
seperti hallo peridol (HLP), chlorpromazine (CPZ) Triflnu perazin (TFZ) dan anti
parkinson ; trihenski phenidol (THP), triplofrazine arkine.
2. Masalah Keperawatan
Masalah keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan gangguan
persepsi sensori adalah sebagai berikut :

a. Gangguan sensori persepsi : halusinasi.


b. Resiko perilaku kekerasan.
c. Isolasi sosial
d. Harga diri rendah
3. Pohon Masalah
Akibat Resiko perilaku kekerasan

Gangguan sensori persepsi : Halusinasi core problem

Penyebab Isolasi sosial

Harga Diri Rendah

(Keliat, 2006)

4. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul pada klien dengan gangguan persepsi sensori :
halusinasi adalah sebagai berikut :
a. Halusinasi
b. Harga diri rendah
c. Isolasi sosial
d. Resiko perilaku kekerasan (diri sendiri, orang lain, lingkungan, dan verbal).

5. Intervensi (terlampir)
Intervensi keperawatan adalah tindakan yang dirancang untuk membantu klien dalam
beralih dari tingkat kesehatan saat ini ke tingkat yang diinginkan dalam hasil yang diharapkan.

6. Implementasi
Implementasi adalah tindakan keperawatan yang disesuaikan dengan rencana strategi
pelaksanaan keperawatan dan memperhatikan serta mengutamakan masalah actual.
tindakan keperawatan. Sebelum melaksanakan tindakan keperawatan yang sudah di
rencanakan perawat perlu memvalidasi rencana tindakan keperawatan yang masih di
butuhkan dan sesuai dengan kondisi klien saat ini.

7. Evaluasi
Evaluasi adalah proses berkelanjutan untuk menilai efek tindakan kepada klien. Evaluasi
dilakukan dengan pendekatan SOAP.
S : Respon subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang diberikan
O : Respon objektif diri klien yang dapat diukur dengan observasi perilaku klien
A : Analisa ulang atas data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan masalah tetap atau ada
masalah baru
P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil dari respon klien

DAFTAR PUSTAKA

Ilyus Y. 2006. Buku Saku : Ilmu Keperawatan Jiwa. EGC: Jakarta


Keliat, B.A. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Maramis, W.f. 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Ed. 9 Surabaya: Airlangga University Press.
Rasmun. 2001. Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatrik Terintegrasi Dengan Keluarga, Edisi I.
Jakarta: CV. Sagung Seto.
Stuart, G.W & Sundeen, S.J. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa (Terjemahan). Jakarta: EGC.

Você também pode gostar