Você está na página 1de 78

ESP-Environmental Support Programme

Danida

Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)

Rencana Pembangunan
Padang Bay City di
Sumatera Barat
Kajian Lingkungan Hidup Strategis Padang

Pengarah :
H. Syamsul Arief Rivai
Direktur Jendral Bina Pembangunan Daerah

Penanggung Jawab :
Sjofan Bakar
Direktur Fasilitasi Penataan Ruang dan Lingkungan Hidup

Penyusun :
Diah Indrajati . Anton Suharsono . Suhardi Suryadi . Sudar Dwi Atmanto . Burhanuddin .
Adi Wiyana

Kerja Sama Pemerintah Kota Padang di Sumatera Barat Dengan Proyek ESP 1 Output 3A, Sub-
Component KLHS Padang Direktorat Jenderal Bina Pembangunan Daerah Departemen Dalam
Negeri.

Jakarta, Desember 2007

2
Kata Sambutan

Puji dan Syukur kita ucapkan Kehadirat Allah SWT atas segala limpahan Rahmat dan KaruniaNya,
sehingga pelaksanaan Kegiatan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), terhadap rencana
Pembangunan Padang Bay City (PBC) dapat berjalan dengan baik dan lancar.
Atas nama Pemerintah Kota Padang, kami mengucapkan terima kasih kepada Pemerintah khususnya
kepada Direktorat Jenderal Bina Pembangunan Daerah Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia
dan Kementerian Lingkungan Hidup yang telah memfasilitasi dan menetapkan Kota Padang untuk
kegiatan Proyek ESP I Output 3A , Sub-Component KLHS Padang yaitu melakukan Kajian
Lingkungan Hidup Strategis terhadap rencana Pembangunan PBC.
Seperti kita ketahui bersama bahwa rencana pembangunan PBC (PBC) merupakan mega proyek yang
sangat besar, tentunya kegiatan ini akan sulit terwujud apabila semua komponen dan stakeholders
yang ada tidak memiliki pandangan dan visi yang sama dalam mendorong terealisasinya rencana ini.
Rencana Pembangunan Padang Bay City pada intinya mempunyai maksud dan tujuan antara lain
mempercepat pertumbuhan pembangunan infrastruktur kota pada kawasan pesisir pantai Padang,
menjadikan Padang Bay City sebagai salah satu Land Mark Kota Padang yang merupakan pintu
gerbang dan tujuan wisata Sumatera Barat. Hal ini diharapkan akan mampu menjadi lokomotif
pergerakan ekonomi riil serta penyediaan lapangan kerja baru, selain itu juga sebagai salah satu
upaya prefentif penanganan resiko bencana gempa dan tsunami (Vertical Mitigation) bagi masyarakat
di wilayah pesisir Pantai Padang.
Studi ini tentunya juga merupakan sebuah sosialisasi yang sangat bernilai dalam menggali partisipasi
masyarakat serta implikasinya terhadap lingkungan sekitar rencana pembangunan Padang Bay City
(PBC).
Akhirnya kami atas nama Pemerintah Kota Padang sangat bersyukur dan berterima kasih atas
dilakukannya kajian ini. Kami berharap, hasil kajian ini dapat dijadikan referensi sebagai tindak lanjut
dalam pengambilan keputusan yang lebih teknis terhadap rencana Pembangunan Padang Bay City
(PBC) kedepan.

Walikota Padang

Drs. FAUZI BAHAR, M.Si

Kata Pengantar

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.


Penyampaian gagasan rencana pembangunan Padang Bay City (PBC) merupakan tahap awal
penjabaran rencana penataan kawasan pantai Padang yang telah diwacanakan di dalam Rencana
Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Kota Padang. Untuk memperoleh gambaran tentang
kelengkapan unsur perencanaan, dicoba untuk menerapkan Kajian Lingkungan Hidup Strategis
(KLHS) sebagai instrumen, dengan harapan dapat memberikan masukan untuk proses pengambilan
keputusan dan pembuatan rencana pembangunan Padang Bay City (PBC) yang akan mencakup
reklamasi serta pembuatan marina di muara Sungai Batang Arau dan restorasi bangunan gudang di
kawasan kota lama.
Kompleksitas interaksi antara keberadaan penduduk atau pemukiman , kegiatan ekonomi dan
rencana pembangunan PBC memerlukan suatu kajian yang lebih komprehensif dan strategik, untuk
Kajian Lingkungan Hidup Strategis Padang

meningkatkan kepedulian serta kesadaran terhadap masalah dan data terkait dampak lingkungan
yang potensial muncul, dan memberi kesempatan terjadinya dialog antar lembaga tentang isu - isu
tersebut, dengan harapan diperoleh suatu rencana pembangunan yang terinformasi dengan benar
(well-informed) dan partisipatif. Hal ini tidak mungkin dicapai hanya dengan AMDAL, rencana PBC
memerlukan kajian yang lebih maju dari AMDAL, yaitu pendekatan KLHS atau Strategic
Environmental Assessment (SEA).
KLHS ini merupakan studi pendahuluan (pilot study) yang akan bermanfaat bukan saja bagi
Pemerintah Kota Padang, namun juga bagi Pemerintah Pusat, karena pembelajaran yang diperoleh
selama proses fasilitasi PBC telah memberikan kontribusi pemikiran di dalam proses penyusunan
kerangka kebijakan KLHS di tingkat nasional. Diharapkan laporan ini dapat mendukung kedua tujuan
tersebut. KLHS semestinya bersifat dinamis dan terus disempurnakan dangan data dan informasi
baru. Indikasi berhasil atau gagal studi pilot ini akan dapat dilihat dari apakah ada tidak lanjut
sesudah proyek empat bulan ini berakhir di akhir Nopember 2007. Bantuan teknis selama empat
bulan ini lebih bersifat advisory, memberikan wacana dan pembelajaran bersama tentang pendekatan
baru KLHS, sehingga akhir kerja bersama empat bulan menjadi awal dari kerja Pemerintah dan
Pemerintah Daerah untuk menindak lanjutinya menjadi suatu rencana kerja terintegrasi.
Selanjutnya, masih banyak aplikasi lain dari KLHS yang perlu dipertimbangkan untuk Pemerintah
Propinsi, Kabupaten, dan Kota, misalnya, untuk revisi tata ruang, rencana pembangunan pesisir,
rencana pengelolaan daerah aliran sungai, RPJM dan kemungmungkinan pada saat alokasi APBD.
Apresiasi kami kepada Sdr. Walikota Padang beserta jajarannya atas kerjasama selama ini, juga
kepada Kementerian Lingkungan Hidup, dan Pemerintah Kerajaan Denmark yang memungkinkan
pilot ini terlaksana, serta peran Tim Kecil KLHS PBC yang dibentuk oleh Sdr. Walikota Padang telah
menjadi motor kegiatan penyusunan KLHS ini. Semoga pembelajaran dari KLHS~PBC ini dapat
bermanfaat dan digunakan dalam menangani isu-isu pembangunan lainnya ke depan.

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah,


Departemen dalam Negeri

H. SYAMSUL A. RIVAI

2
Kajian Lingkungan Hidup Strategis Padang

3
Kajian Lingkungan Hidup Strategis Padang

Daftar isi

Kata Sambutan .................................................................................................................. 1


Kata Pengantar .................................................................................................................. 1
Daftar Kata Teknis dan Singkatan.......................................................................................... 5
Ringkasan Eksekutif ............................................................................................................ 8
Pendahuluan ...................................................................................................................... 8
Institusi KLHS ................................................................................................................. 8
Pemahaman tentang KLHS ................................................................................................ 8
Metode KLHS .................................................................................................................. 9
Hasil KLHS ...................................................................................................................... 9
Pendahuluan ..................................................................................................................... 12
KLHS - Antara Konsep dan Praktek ....................................................................................... 13
3. Maksud, Tujuan dan Hasil yg Diharapkan ........................................................................... 16
3.1 Maksud .................................................................................................................. 16
3.2 Tujuan ................................................................................................................... 16
3.3 Hasil Laporan yang Diharapan .................................................................................... 16
3.4 Lingkup Bahasan ..................................................................................................... 17
4. Metode Kajian dan Format Laporan ................................................................................... 17
4.1 Pengumpulan Data ................................................................................................... 17
A. Data Sekunder .................................................................................................... 17
Data Primer................................................................................................................. 18
4.2 Evaluasi Lingkungan .................................................................................................. 20
I. Interpretasi............................................................................................................ 20
II. Overlay ................................................................................................................. 20
III. Bagan ................................................................................................................... 20
4.3 Sarana prasarana pelaksanaan KLHS ........................................................................... 22
4.4 Jadwal Pelakasanaan dan Tahapan Kegiatan ................................................................. 22
4.5 Format dan Fungsi Laporan ........................................................................................ 24
5. Tinjauan Kebijakan Pembangunan Kota dan Kawasan Pantai ................................................ 26
5.1 Landasan Hukum dan Peraturan yang Berkaitan ............................................................ 26
5.2 Rencana Pembangunan Jangka Panjang ....................................................................... 27
5.3 Rencana Pembangunan Jangka Menengah .................................................................... 29
5.4 Rencana Tata Ruang Wilayah Kota dan Rencana Detail Ruang Kota ................................... 31
5.5 Rencana Unsur Kota ................................................................................................. 32
5.6 Gagasan Rencana Reklamasi Padang Bay City............................................................. 36
6. Rona Lingkungan Hidup dan Permasalahannya .................................................................... 40
6.1 Rona Lingkungan Wilayah Kota .................................................................................... 40
Lingkungan Fisik Alami .................................................................................................. 40
Lingkungan Sosekbud ................................................................................................... 44

4
Kajian Lingkungan Hidup Strategis Padang

6.2 Rona Lingkungan Kawasan Pantai ............................................................................... 48


A. Lingkungan Fisik Alami ............................................................................................ 48
6.3 Permasalahan Lingkungan dan Perairan Laut................................................................. 51
7. Penilaian Implikasi Pembangunan PBC Melalui Kajian Strategis .............................................. 53
7.1 Komponen Kegiatan yang Potensial Merubah Lingkungan ................................................ 53
7.2 Komponen Lingkungan yang Potensial Terkena Dampak Pembangunan PBC ....................... 54
7.3 Matriks Penilaian Implikasi Lingkungan Untuk KLHS Padang Bay City ............................... 55
7.4 Implikasi Kegiatan Strategis Terhadap Komponen Lingkungan Hidup ................................. 58
7.5 Persepsi Masyarakat................................................................................................ 59
7.6 Isu Pokok (Strategis) dari Penilaian Dampak Lingkungan dari Pembangunan PBC ................ 64
8. Menuju Mitigasi dari Masalah Pokok Lingkungan .................................................................. 65
8.1 Mitigasi Dampak Terhadap Keberadaan Padang Bay City ................................................. 66
8.2 Mitigasi Dampak Akibat Kegiatan Padang Bay City........................................................... 67
8.3 Alternatif untuk PBC ................................................................................................. 71
9. Kesimpulan dan Saran Tindak .......................................................................................... 71
9.1 Kesimpulan ............................................................................................................. 71
9.2 Pelajaran dari Pengalaman ~ Lessons Learned ............................................................... 72
9.3 Saran Tindak ........................................................................................................... 73
Daftar Pustaka .................................................................................................................. 75

Daftar Kata Teknis dan Singkatan

Adat Customary Law

Adat istiadat Norms of customary law

AMDAL Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Environmental Impact Assessment)

Badan Agency

Balai Institute

BANGDA Direktorat Jenderal Bina Pembangunan Daerah / Directorate General for Regional
Development, Ministry of Home Affairs

BAPPENAS Badan Perencanaan Pembangunan Nasional / National Planning Agency

BAPPEDA Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Regional Planning Board)

BAPEDALDA Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Regional Agency for Environmental
Management)

Bupati Head of District

DAS Daerah Aliran Sungai / watershed, river basin

CEPP Critical Environmental Pressure Point(s)

DEPDAGRI Departemen Dalam Negeri (Ministry of Home Affairs, MOHA)

5
Kajian Lingkungan Hidup Strategis Padang

DG Directorate General

Dinas Public Service Delivery Institution

Dit Directorate

DitJen Directorate General

DirJen Direktorat Jenderal / Director General

EA Executing Agency

EIA Environmental Impact Assessment / AMDAL

FGD Focus Group Discussion / Wacana dengan Golongan Tertentu

GIS Geographic Information System / Sistem Informasi Geografis

GPS Global Positioning System / Sistem Penentu Posisi Global

Kabupaten District

Kecamatan Sub-District

Kepmen Keputusan Menteri (Ministerial Decision)

Keppres Kaputusan Presiden (Presidential Decision)

KLHS Kajian Lingkungan Hidup Strategis / Strategic Environmental Assessment

Masyarakat the People / the Community

Menteri Minister

LSM Lembaya Swadaya Masyarakat / NGO

MDG Millennium Development Goal

NGO Non-Government Organization

NRMdf Natural Resource Management in A Decentralized Framework / Pengelolaan Sumber


Daya Alam dalam kerangka desentralisasi (Proyek Dirjen Bina Bangda - ADB)

PBC Padang Bay City

Pemerintah Kota Pemerintah Kota / City of Padang Government

Perda Peraturan Daerah

PP Peraturan Pemerintah (Government Regulation)

PSDA (Balai) Pengelolaan Sumber Daya Air / Water Resource Management (agency)

pusat-daerah Centre (national) Regional (Province, District) relations

pusat Centre

Renstra Rencana Strategis / Strategic Plan

Renstrada Rencana Strategis Daerah / Strategic Regional Plan

6
Kajian Lingkungan Hidup Strategis Padang

RPJM Rencana Pembangunan Jangka Waktu Menengah / Medium Term Development Plan

RPJP Rencana Pembangunan Jangka Waktu Panjang / Long-term Development Plan

RTRWD Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah / Regional Spatial Plan

RTRWN Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional / National Spatial Plan

SDA Sumber Daya Alam / Natural Resources

SEA Strategic Environmental Assessment / Kajian Lingkungan Hidup Strategis - KLHS

SENRA Strategic Environmental and Natural Resource Assessment

Sub-dit Sub-direktorat / Sub-Directorate

Tim KLHS Tim dibentuk SK Wali Kota untuk pengelolaan KLHS PBC / Team formed by the Mayor
to manage SEA for PBC

Tim Kecil KLHS Tim dibentuk Sekretariat Daerah untuk Aktif Implementasi KLHS PBC / Team formed by
the Regional Sekretariat to actively implement SEA for PBC

ToR Terms of Reference / kerangka acuan

Tupoksi Tugas Pokok dan Fungsi / Main Duties and Functions of a government institution

UKL Upaya Pengelolaan Lingkungan

UPL Upaya Pemantauan Lingkungan

UU Udang-Udang / Act of Parliament

7
Kajian Lingkungan Hidup Strategis Padang

Ringkasan Eksekutif

Pendahuluan
Menyimak peristiwa penting di dalam sejarah kota-kota pesisir di Indonesia, kota Padang
mempersiapkan rencana pembangunan jangka panjang sebagai kota pantai utama di kawasan pantai
Barat Sumatera. Salah satu wacana yang sedang ditempuh adalah menyusun rencana
pengembangan kawasan pantai Padang melalui teknik reklamasi yang akan dilakukan dengan
pendekatan kemitraan dengan swasta.
Mempertimbangkan dampak penting yang potensial terjadi yang tak dapat dihindarkan dari mega
proyek itu, beberapa pengamat mengkhawatirkan manfaat proyek tersebut. Menyadari hal ini, maka
pada bulan Mei 2007, pemerintah daerah kota Padang berkonsultasi kepada Direktorat Tata Ruang
dan Lingkungan, Direktorat Jenderal Bina Pembangunan Daerah (Dirjen Bina Bangda) pada
Departemen Dalam Negeri untuk meminta pendapat dan masukan lebih lanjut. Pada saat itu disetujui
bahwa rencana untuk membangun PBC akan menjadi subyek KLHS sehingga lewat identifikasi dan
pengukuran beberapa titik tekanan lingkungan penting, termasuk di dalamnya persepsi para
pemangku kepentingan akan dapat memberikan informasi yang lebih baik dan mendalam
menyangkut rencana ini.
Dirjen Bina Bangda dan Pemerintah Daerah Kota Padang telah bekerjasama selama empat bulan
terakhir ini, untuk meletakkan dasar dari proses Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) untuk
meneruskan sampai didapatkan persetujuan untuk rencana pembangunan Padang Bay City (PBC).
Dengan demikian, kebutuhan akan dorongan permintaan dari pemerintah daerah kota Padang akan
tercapai, sementara itu berbagai pengalaman dari proyek pilot ini akan menjadi muatan dalam
pekerjaan pembentukan kerangka aturan kerja pada Dirjen Bina Bangda dan Kementrian Lingkungan
Hidup.

Institusi KLHS
Suatu langkah awal yang penting adalah masalah kelembagaan, sebagai contoh adalah pembentukan
Tim Kecil KLHS yang bekerja dengan dinamis di lingkungan Pemerintah Kota Padang. Tiga orang
konsultan Dirjen Bina Bangda bekerja secara langsung dengan Tim tersebut. Tim juga menentukan
tempat rapat reguler dan daerah kerja. Pada tahap awal penyusunan KLHS ini, pendekatan yang
disarankan Tim Kecil, yakni fasilitasi yang diberikan oleh Tim Kecil adalah bentuk pendekatan yang
paling sesuai penyusunan KLHS. Namun untuk selanjutnya perlu dipikirkan bentuk kelembagaan yang
lebih terstruktur.

Pemahaman tentang KLHS


Salah satu tantangan yang paling besar (seperti berupa kasus yang terjadi dimanapun di Indonesia
saat KLHS diperkenalkan) adalah penyampaian konsep dan cara kerja KLHS, selalu disama-artikan
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Memang benar, ada beberapa istilah dalam KLHS
dapat juga ditemukan dalam AMDAL. Pesan yang paling penting adalah, bahwa AMDAL merupakan
kajian kelayakan lingkungan yang dikaitkan perizinan; tanpa AMDAL suatu proyek besar tidak dapat
dilaksanakan (tidak dapat disangkal lagi, suatu saat di masa mendatang berbagai komponen proyek
PBC akan harus diserahkan kepada AMDAL) ini adalah salah satu instrument (alat) pembuat
keputusan (decision making). Sementara itu, KLHS adalah suatu alat bantu perumusan keputusan
(decision aiding), untuk meningkatkan pengetahuan mengenai suatu rencana (atau program atau
aturan kerja) tentang dampak lingkungan yang besar dan penting, melihat pada legitimasi sosial
melalui pengikatan dengan berbagai unsur stakeholders dan memerlukan dialog yang terus menerus.
Hal ini juga memerlukan diskusi mendalam antara pemerintah dengan investor karena kelayakan
akan mempengaruhi penentuan keputusan suatu proyek, berhenti atau dilanjutkan.
KLHS juga melihat pada isu-isu lingkungan secara kumulatif dan lintas bidang yang belum dijangkau
oleh AMDAL untuk proyek-proyek individual. Semua itu dapat menjadi kontribusi kepada AMDAL
dengan menyediakan masukan untuk spesifikasi teknis yang sesuai dan untuk informasi selama fase

8
Kajian Lingkungan Hidup Strategis Padang

penentuan lingkup kajian (scoping). Hal penting lain adalah KLHS dapat menarik minat para investor
yang perduli lingkungan atau green investor .

Metode KLHS
Pendekatan KLHS di Padang terdiri dari beberapa langkah, seperti di bawah ini.
Identifikasi dari isu PBC, yaitu berupa hasil pertemuan antara Pemerintah Kota dan Dirjen Bina
Bangsa.
Penyaringan (Screening). Suatu jawaban langsung terhadap pertanyaan Apakah sebuah
KLHS itu dibenarkan? Kompleksitas, lintas bidang dan efek-efek kumulatif dari PBC sangat
kuat mendebatkan sebuah KLHS.
Penentuan luas kajian (Scoping). Sebuah pengamatan awal akan dampak lingkungan
sebagai topik diskusi dengan Tim Kecil. Keputusan yang pasti tentang daerah di bawah
naungan PBC, misalnya saja sebuah proyek reklamasi, pembangunan sebuah marina yang
berbatasan pada sungai Batang Arau dekat dengan mulut sungai tersebut dan restorasi
gedung-gedung tua yang berada di sepanjang sungai untuk kepentingan komersil, semua
bagian dari sebuah rencana yang terintegrasi belum lagi didapatkan formulasinya.
Penilaian Partisipatif Dampak Lingkungan dari Rencana Pembangunan PBC. Menilai
dampak lingkungan yang potensial dari PBC dilihat dari dua sudut.
Pertama, analisa tim terhadap berbagai bentuk data, seperti misalnya peta-peta tua dan terkini,
foto-foto tua dan terkini, dan dokumen-dokumen pembangunan untuk Pemerintah Kota,
sebagaimana juga sektor individual. Susunan dari variabel-variabel lingkungan dicatat dan
diprioritaskan.
Kedua, hasil-hasil tersebut kemudian dimodifikasi menurut persepsi pihak yang
berkepentingan (stakeholders) untuk membuat satu daftar isu-isu pokok lingkungan untuk
diskusi lebih lanjut dengan para pemegang saham. Persepsi dari para pemegang saham
dinilai melalui sebuah survei dari 10 orang pemegang saham kunci, wawancara secara
individu dan Diskusi Kelompok Terfokus (Focus Group Discussion) dengan pakar dari
universitas dan lembaga non pemerintah (NGO), sebagaimana juga data sekunder seperti
kumpulan dari kliping surat kabar.

Hasil KLHS
Hasil pendekatan ini adalah untuk mengidentifikasi isu-isu utama lingkungan seperti di bawah ini
untuk dipecahkan untuk rencana pembangunan PBC. Karena KLHS adalah suatu proses yang dinamis,
iteratif dan partisipatif, maka daftar berikut ini dapat dimodifikasi sebagai bentuk hasil dari dialog
lintas pemangku kegiatan dan Pemerintah Kota.

REKLAMASI PANTAI
Abrasi Pantai. Data benthic diperlukan untuk membentuk sebuah model untuk menilai
bentuk yang berbeda-beda dan kondisi-kondisi lain dari PBC pada daerah pesisir pantai yang
terkikis dan bertambah. Analisa dari peta dan foto-foto tua mengindikasikan erosi pada
pantai. PBC secara parsial bertumpang tindih dengan area yang terkikis tersebut.
Drainase, Sanitasi dan Banjir. Potensi gangguan drainase di ujung kota (sebagian dapat
ditanggulangi dalam pembuatan spesifikasi pembangunan; lihat dibawah) dengan implikasi
untuk sanitasi serta lebih memungkinkan banjir. Lagi pula, PBC akan memperpanjang alur
Batang Arau dan dengan begitu berpeluang meningkatkan sedimentasi di ujung sungai serta
kemungkinan terjadinya banjir.
Kebutuhan Air. PBC akan mengkonsumsi air dalam jumlah yang besar. Apakah PDAM
memiliki kemampuan untuk menyediakannya? Jika misalnya pemenuhan kebutuhan air ini
dengan cara mengeksploitasi air tanah (lewat sumur baru), akibat besarnya kebutuhan air itu
tentu memiliki resiko lain, misalnya menurunnya tingkat muka air tanah sehingga akan
mempercepat masukknya air laut (saline intrusion).
Lalu Lintas. Kegiatan di dalam areal PBC akan meningkatkan volume lalu lintas kendaraan;
karena itu harus sejak dini dipertimbangkan rencana peningkatan kapasitas jalan dan pola
transportasi di kawasan pantai sebagai bagian dari sistem transportasi kota Padang.

9
Kajian Lingkungan Hidup Strategis Padang

Kekayaan Bentang Budaya. Memelihara keselarasan bentang alam dengan bentang


budaya kawasan Muaro. Perpaduan kawasan kota lama Padang dengan ekosistem hutan pada
daerah Gunung Padang gedung-gedung tua dan dengan aktor-aktor ekonomis yang ada,
semuanya membentuk suatu keanggunan dimana PBC harus memperhitungkan secara
arsitektual. Tentu saja, nilai ini akan bervariasi tergantung daripada persepsi turis lokal dan
luar negeri.
Kompetisi Ekonomi. Salah satu dari pertimbangan Pemerintah Kota adalah pusat-pusat
jasa perdagangan yang baru yang akan beroperasi di PBC potensial mengalahkan usaha-
usaha dari toko-toko kecil yang sudah lama ada. Terlepas dari pemberian kompensasi kepada
mereka yang daerah usahanya secara langsung bertumpang tindih dengan PBC, sangat sulit
untuk meyakini apa yang akan menjadi hasilnya. Hal ini akan bergantung kepada skala dari
toko-toko PBC dan apakah banyak atau tidak pengunjung ke landmark (tanda pengenal)
PBC.

MARINA DI MUARA
Pencemaran Sungai. Pencemaran sungai Batang Arau yang akan dijadikan marina
mengancam rencana ini. Pemilik yacht tidak begitu menghawatirkan keruhnya air sungai,
namun tentu tidak terhadap suspensi sampah domestik di air.
Pemindahan Usaha Kapal dan Penduduk Muara. Menurut peraturannya, suatu area yang
diklasifikasikan sebagai marina tidak dapat digunakan untuk aktifitas lain. Para nelayan,
penumpang kapal feri dan kapal-kapal kargo akan diminta pindah. Keprihatinan para nelayan
adalah bahwa daerah yang diusulkan sebagai pengganti tidak memiliki fasilitas untuk
pendinginan dan transportasi untuk tangkapan mereka.
Perlu ditambahkan bahwa sebagian dari masalah lingkungan hidup baik internal maupun external
terkait dengan PBC dapat ditanggulangi bahkan sejak awal fase pembuatan spesifikasi bangunan.
Permasalahan internal mencakup pentingnya aspek kedalaman tiang pancang konstruksi, ciri-ciri
pertanahan, drainase dikaji dan dibuat spesifikasi bangunan yang dapat bertahan pada kondisi
tersebut. Sedangkan aspek eksternal adalah semua faktor di luar PBC seperti abrasi pantai, dan
pemindahan penduduk. Kedua aspek ini harus dapat dievaluasi oleh proses AMDAL.

Arahan Mitigasi
Meskipun penekanan utama KLHS adalah penilaian, beberapa upaya-upaya mitigasi dampak, baik
upaya pencegahan maupun penanggulangan gangguan lingkungan dan atau kerugian lingkungan
perlu pula dipikirkan secara mendalam. Memang bagian dari penentuan apakah sebuah parameter
merupakan suatu pengukuran strategis adalah derajat dimana suatu kelonggaran itu memungkinkan
dan efektif biayanya. Keringanan meliputi skenario yang berbeda-beda dengan dampak yang
bervariasi pula, seperti misalnya daerah asal untuk PBC lebih ke arah utara atas daerah pesisir
pantai, atau suatu struktur reklamasi yang lebih sederhana.

Kesimpulan

A. Hal-Hal yang Telah Dipelajari dari Pengalaman Implementasi KLHS


Hal-hal berikut ini timbul dari implementasi KLHS untuk PBC:
Pengumpulan data instansional dan penelusuran materi laporan-laporan studi yang penting yang
selama ini dilakukan oleh Pemerintah Kota Padang memberi informasi yang sangat bernilai,
namun belum banyak didayagunakan. Salah satu manfaat dari KLHS adalah mengumpulkan data
yang relevan dalam satu tempat, dalam hal ini Tim Kecil data (database) dapat di akses kapan
saja isu PBC akan dibicarakan dan untuk merespon keprihatinan publik.
Kunci dari kesuksesan KLHS adalah rasa memiliki pada orang-orang yang
mengimplementasikannya. Akan lebih baik jika KLHS menjadi dorongan permintaan pada kasus
PBC. Jika daerah merasakan keharusan itu datangnya dari Pemerintah Pusat, maka akan ada
resiko bahwa hal itu akan diserahkan pada perusahaan konsultan yang menghasilkan keabsahan
sosial semata.
Kunci dari kesuksesan Tim Kecil bergantung pada keaktifan dan kompetensi teknis anggotanya.
Dialog KLHS diharapkan dapat mengurangi konfrontasi yang telah terjadi antara pemerintah
dengan pemangku kepentingan terkait PBC.

10
Kajian Lingkungan Hidup Strategis Padang

Tantangan awal dari upaya pelaksanaan KLHS adalah membedakannya dengan AMDAL atau
proses kelayakan serupa.

B. Rekomendasi
Dinamika dan Iterasi KLHS. Jika laporan KLHS sudah diselesaikan, maka segera disusun
dokumen akhirnya. Saat ini KLHS bermaksud melakukan pemutakhiran kondisi ekonomi dan
bagaimanan persepsi masyarakat. Data-data lain yang belum ada seperti misalnya data benthic
(yang surveinya sedang dilaksanakan oleh GTZ untuk Proyek Sistem Peringatan Dini Tsunami)
dan hasil pemodelan desain PBC dapat terus melengkapi dokumen KLHS PBC itu sendiri.
Sehingga batasan dari laporan akhir KLHS ini adalah hingga tersedianya versi data-clip, dan terus
dapat diperbaharui dan ditambahkan seiring dengan proses PBC itu dan ketersedian data-data
baru.
Dialog antara eksekutif dan legislatif. Kesempatan sudah terlihat dalam dikusi KLHS, khususnya
untuk PBC dan dalam aplikasi yang lebih luas, seperti RPJM, RTRWP, APBD, pembentukan daerah
baru melalui penggantian daerah lama, perencanaan spatial pesisir dan rencana pengelolaan
daerah aliran sungai.
Dialog antar pemangku kepentingan (stakeholders). FGD harus dilakukan antar pemangku
kepentingan, dialog kerja sama juga dilakukan antar pemangku kepentingan. Hal ini termasuk
juga kesiapan dokumen KLHS untuk diakses oleh public, dengan tim kecil menjadi tempat
penjelasan untuk informasi PBC KLHS.
Peranan Tim Kecil Pada Tahap Selanjutnya. Tim Kecil harus memelihara dan mengatur dialog
Masyarakat dengan dunia usaha, mengumpulkan informasi baru dan memperbaharui data
laporan KLHS. Mereka juga memiliki fungsi pelatihan dan atau sosialisasi yang secara potensial
penting.
Pendanaan KLHS. Sebuah tanda dari komitmen pemerintah daerah kota Padang terhadap KLHS
bahwa tidak ada pendanaan pendukung yang diminta dari Dirjen Bina Bangda. Tetapi di masa
mendatang alokasi rencana keuangan harus dibuat.
Terminologi KLHS. Salah satu halangan dalam memahami KLHS untuk mereka yang baru
mengenal pertama kali mungkin adalah istilah di dalamnya. Tidak ada alasan mengapa istilah
tersebut tidak dapat disebut dengan sesuatu yang lebih dikenal oleh pemerintah daerah dan
komuniti selama prinsip dasarnya sama. Salah satu nama yang diusulkan adalah Penilaian
Partisipatif dari Implikasi Lingkungan (PPIL) dari suatu rencana, program atau aturan kerja.
Kerjasama Pusat Daerah yang Produktif. Kerjasama antara Dirjen Bina Bangda dengan
PemKo Padang selama ini sangat berguna satu sama lain, dan dapat dilanjutkan, bahkan
mungkin dikembangkan berdasarkan KLHS yang pelaksanaannya berdasarkan kebutuhan baik di
Padang ataupun di seluruh Propinsi Sumatra Barat. KLHS telah memberikan masukan yang
bernilai untuk menyempurnakan kebijakan, rencana dan program yang akan mendukung gagasan
PBC, dalam hal lain ia juga telah membagi pengalaman untuk mereka yang berada pada tingkat
nasional yang bekerja untuk kerangka kerja KLHS. Tidak dapat disangkal lagi sebuah buku
pedoman untuk para praktisi KLHS akan sangat dihargai oleh orang-orang yang ingin
menjalankan KLHS di daerah-daerah mereka sendiri.

11
Kajian Lingkungan Hidup Strategis Padang

Pendahuluan
Kota Padang serta Propinsi Sumatera Barat mempunyai peran penting dalam sejarah Republik
Indonesia dari perjuangan untuk kemerdekaan, wawasan untuk pembangunan negara serta
modernisasi perkotaan dengan memperhatikan lingkungan. Dewasa ini, Kota Padang punya visi
pembangunan pesisir, antara lain reklamasi pantai dengan Padang Bay City (PBC).
Colombijn Freek (1994) di dalam disertasinya, Paco-Paco (Kota) Padang menjelaskan hasil
penelaahannya tentang pertumbuhan dan perkembangan kota Padang dari tinjauan sejarah politik
dan ekonomi sejak awal abad ke 17 hingga tahun 1906. Diskripsi tersebut mengutarakan bahwa kota
Padang tumbuh dan berkembang dari permukiman komunitas nelayan dan pedagang hasil bumi dan
hasil tambang (emas). Pada bagian lain dijelaskan juga hal yang berkaitan dengan perencanaan kota
dan pembangunan infrastruktur.
Perkembangan jumlah dan sebaran penduduk yang berlangsung setelah masa kemerdekaan
membawa implikasi terhadap perkembangan fisik kota, terutama ke arah utara dan timur.
Sedangkan di bagian selatan dan barat terbentang Gunung Padang dan perairan laut yang
merupakan kendala fisik bagi pengembangan kota.
Pemerintah dan masyarakat menghadapi beberapa masalah di dalam penerapan rencana
pembangunan kota sehingga masih relatif banyak bagian-bagian kota yang terbangun belum sesuai
dengan peruntukan tanah yang ditetapkan di dalam rencana kota. Pengembangan ruang kota
berdasarkan fungsi masing-masing kawasan pengembangan terus diupayakan oleh pemerintah,
diantaranya pengembangan kawasan Pantai Padang.
Baik di dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), Rencana Pembangunan Jangka
Menengah (RPJM) maupun Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) telah dinyatakan bahwa kawasan
Pantai Padang akan dikembangkan sebagai kawasan wisata terpadu. Agar tidak membebani anggaran
belanja pembangunan daerah (APBD) maka pengembangan kawasan ini akan dilaksanakan melalui
pendekatan Public Participation Partnership (PPP). Ditinjau dari aspek cultural landscape (warisan
budaya kota ~ bentang budaya) dan natural landscape (geomorfologi kawasan pantai) maka
kawasan pantai ini tergolong prime land yang memiliki nilai ruang yang sangat baik. Untuk itu perlu
dilakukan pengenalan/ promosi potensi-potensi pengembangan kawasan pantai ini. Untuk menyusun
dan mempersiapkan bahan-bahan promosi dimaksud, perlu dilakukan kajian-kajian yang memikirkan
prinsip pembangunan ekonomi, Sosial dan Lingkungan Hidup, yang semua terpadu menjadi prinsip
pembangunan berkelanjutan.
Penataan kembali kawasan pantai melalui pendekatan reklamasi selain menuntut investasi finansial
yang besar juga memerlukan dukungan teknologi tinggi sehingga potensial menimbulkan dampak
besar dan penting. Kajian dampak penataan pantai hendaknya jangan bertumpu semata-mata pada
kajian AMDAL yang merupakan bagian dari perizinan. Pada proses penyusunan Kerangka Acuan
AMDAL, pendekatan untuk pelingkupan (scoping) materi kajian dan wilayah kajian selalu dihadang
oleh dana yang terbatas, waktu yang terbatas dan jumlah personil yang terbatas sehingga hasil
kajiannya selalu tidak efektif. Selain itu, metoda pendugaan dampak lingkungan selalu terfokus pada
kegiatan-kegiatan yang tercantum di dalam diskripsi proyek.
Untuk mengkaji lebih dini implikasi sesuatu keputusan sebelum penyusunan AMDAL, sering dilakukan
kajian yang sifatnya terbuka, yakni Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS). Kini beberapa negara
sering menyusun KLHS sebagai salah satu instrumen untuk mengkaji secara sistematis implikasi
penerapan kebijakan, rencana dan program pembangunan tata ruang dan atau sektor terhadap
lingkungan hidup agar diperoleh gambaran kegiatan strategis yang harus dipenuhi agar gagasan
pembangunan mencapai sasaran pembangunan berkelanjutan (sustainable development).
Mengacu kepada penjelasan di atas, maka dapat dikatakan bahwa KLHS bukan kajian yang ditujukan
untuk menyetujui dan atau menolak suatu rencana proyek, bukan kajian AMDAL dan bukan bagian
dari proses perizinan, tapi dokumen kajian lingkungan yang secara kontinu dimutakhirkan dan
dijabarkan agar sahih sebagai arahan kegiatan lanjutan yang lebih operasional.
Terbatasnya informasi dan argumentasi serta pentingnya strategi pemanfaatan kawasan pantai
Padang pada masa yang akan datang mendorong Pemerintah Kota melakukan konsultasi ke berbagai
pihak, termasuk ke Departemen Dalam Negeri dan Kementerian Lingkungan Hidup. Konsultasi
dimaksud menyarankan dilakukannya penyusunan KLHS untuk gagasan penataan Kawasan Pantai
Padang. KLHS Gagasan Penataan Kawasan Teluk Padang dilaksanakan atas kesepakatan Walikota
Padang, Kementerian Lingkungan Hidup dan Departemen Dalam Negeri dan DANIDA.

12
Kajian Lingkungan Hidup Strategis Padang

KLHS - Antara Konsep dan Praktek


Tantangan. Penyampaian konsep dan praktek KLHS menghadapi dua tantangan. Pertama, persepsi
keliru bahwa KLHS semacam Analisa Dampak Lingkungan (AMDAL). Kedua, karena belum diatur oleh
kebijakan, dan belum ada pedoman atau aturan main resmi, KLHS meragukan tentang apa harus
dikerjakan, apa yang harus diamati dan dikaji. Sebenarnya, KLHS di atur oleh prinsipnya yang
terlihat dibawah bukan satu daftar umum tentang apa yang harus diamati. Pengamatan dan kajian
diputuskan oleh pelaksana KLHS, berikut keterangan lebih lengkap.
Pertama, perlu dirumuskan definisi negative sebab sering kali beberapa orang yang pertama kali
mendengar istilah KLHS menduga itu sejenis AMDAL yang akan memperlambat proses pembangunan
karena (dianggap) menambah birokrasi dan biaya evaluasi kelayakan. Sedangkan sesungguhnya,
KLHS
Bukan evaluasi daerah dari pusat ~ KLHS PBC demand-driven (melainkan berdasarkan
permintaan dan kebutuhan daerah)
Bukan AMDAL ~ Tidak ada kaitan dengan AMDAL Proyek maupun program dulu untuk AMDAL
Regional
Bukan proses perizinan atau kelayakan ~ hasilnya tidak meresmikan apapun
Bukan ancaman pembangunan daerah ~ KLHS menjamin pembangunan daerah karena sebagai
safeguard, merangsang pertimbangan masalah lingkungan baik oleh pemerintah maupun
masyarakat dan begitu menyempurnakan proses pembuatan rencana, program atau kebijakan
Bukan mekanis mengambil keputusan langsung (decision-making) ~ sedangkan
memberdayakan proses pemngambilan keputusan kebijakan, program atau rencana (decision-
aiding)

Wilayah KLHS biasanya jauh lebih luas daripada AMDAL yang pada umumnya focus pada proyek.
Oleh karena itu, KLHS dapat mempertimbangkan aspek,
1. Lintas wilayah
2. Lintas sektoral
3. Dampak akumulatif
4. Dampak sampai jauh

13
Kajian Lingkungan Hidup Strategis Padang

Kedua, prinsip prinsip KLHS adalah kekuatannya, yang membuatnya adaptif dan tepat tujuan. Kajian
Lingkungan Hidup Strategis, KLHS (Strategic Environmental Assessment, SEA), adalah suatu proses
kajian yang sistematis dan partisipatif untuk mengevaluasi konsekwensi suatu kebijakan, rencana
atau program yang ada dampak lingkungan. Kalau sempat menilai dampak lingkungan dari yang ada
kaitan dengan implementasi kebijakan (K), rencana (R) atau program (P) baru, dan hasilnya dibahas
bersama oleh semua pihak yang berkepentingan, maka K, R atau P tersebut akan lebih efektif dan
lebih mungkin dihormati masyarakat.
Berdasarkan keterpaduan antara penilaian dampak lingkungan menurut data yang tersedia dan
observasi di lapangan, dengan pertimbangan persepsi masyarakat tentang kebijakan program atau
rencana baru, dihasilkan suatu daftar variable atau parameter yang pokok atau strategis. Oleh
karena itu, KLHS mempunyai legitimasi sosial. Terus disempurnakan sampai diserahkan kepada
kelembagaan yang menyiapkan kebijakan, program atau rencana baru.
Sesuai dengan keanekaan instrumen kajian pengelolaan lingkungan, banyak negara telah
menerapkan KLHS, namun dalam implementasinya di banyak negara itu, pendekatan yang digunakan
amat beragam, bahkan namanya pun tidak selalu sama. Ada KLHS yang hanya mempertimbangkan
aspek lingkungan, ada yang mencakupi berbagai aspek ekonomi, dan ada yang diantaranya. Ada
sistim KLHS yang wajib, ada yang sukarela. Ada yang lebih kuantitatif, ada yang lebih deskriptif.
Jangka waktu pelaksanaan bisa dari tiga hari sampai dengan tiga tahun. Belum ada suatu definisi dan
praktek standar KLHS, baik diluar negeri, maupun di Indonesia.
Di Indonesia pula, akhir tiga tahun ini ada uji coba KLHS dengan pola yang beraneka ragam, yaitu,
Di Nangroe Aceh Darussalam (NAD),
- 2005 SENRA (Bappenas dengan CIDA) untuk Rencana Rehabilitasi dan Rekonstruksi dari
Dampak Tsunami, 2006 CEPP (Bappenas dengan UNDP) identifikasi tekanan lingkungan
yang kritis.
- 2006 Penataan ruang sungai dimana padat Galian C di Kreung Aceh.
- 2007 Proyek ESP di Ciayumajakuning (KLH dengan Danida) untuk rencana pengelolaan
daerah aliran sungai lintas Kabupaten/Kota (Cirebon, Indramayu, Majalengka, Kuningan)
yang bersumber di Gunung Ciremai.
- 2006 Proyek NRMdf di Propinsi Kalimantan Timur (Dirjen Bina Bangda dengan ADB)
menilai alternatif tata ruang, versi propinsi dan versi Departemen Kehutanan.

Pada Proyek ESP 1 (2007) dan 2 (2008 - 2013), Kementrian Lingkungan Hidup (KLH) lagi mengkaji
kebijakan yang tepat untuk mendukung KLHS di Indonesia tanpa membekukan daya adaptasinya dan
relevansinya untuk daerah. Bappenas menyusun pedoman untuk persiapan RPJM.
Prinsip KLHS. United Nation Environmental Programme (UNEP) 2006 menjelaskan beberapa ciri
yang diharapkan dari proses penyusunan KLHS. Ciri-ciri yang berikut menunjukkan daya adaptif dari
KLHS, penyesuaian dengan kebutuhan serta aspek partisipasi pihak yang berkepentingan.
1. Lingkup materi dan wilayah kajian dapat disesuaikan dengan kebutuhan
2. Tingkat kedalaman kajian dapat disesuaikan dengan tujuan yang akan dicapai
3. Didasarkan pada prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan
4. Bersifat komprehensif
5. Relevan untuk perumusan keputusan
6. Dapat diintegrasikan ke dalam berbagai produk kebijakan
7. Seluruh stakeholders dapat berpartisipasi di dalam kajian
8. Pembiayaan sangat efektif

Menurut International Association for Impact Assessment (IAIA 2002), prinsip prinsip dasar dari
pelaksanaan KLHS adalah yang berikut (lihat Box 1),

14
Kajian Lingkungan Hidup Strategis Padang

1. Focussed ~ terfokus, terarah ke tujuan, yaitu, evaluasi atau pembuatan kebijakan, rencanca
atau program baru
2. Integrated ~ terpadu, mencakupi baik pengamatan parameter maupun aspek ekonomi yang
terkait
3. Accountable ~ akuntabel melalui proses yang transparan
4. Participative ~ partisipatif, melibatkan lebih banyak pemangku kepentingan (stakeholders)
5. Iterative ~ kajian di-ulangi terus berdasarkan informasi dan data baru
6. Sustainability-led ~ diarahkan sasaran berkelanjutan

Definisi KLHS. Suatu definisi KLHS yang cukup terkenal dari Sadler dan Verhem (1996 cit.
Adiwibowo 2007) adalah, KLHS adalah proses sistematis untuk menjamin bahwa konsekuensi atau
dampak lingkungan yang timbul akibat suatu usulan kebijakan, rencana, atau program telah
dipertimbangkan dan dievaluasi sedini mungkin dalam proses pengambilan keputusan, paralel
dengan pertimbangan sosial dan ekonomi.
Untuk rencana pembangunan PBC, definsi KLHS disesuaikan dengan tujuan sebagai berikut, KLHS
adalah proses sistematis untuk menjamin bahwa dampak lingkungan yang timbul akibat
pembangunan PBC, telah dipertimbangkan dan dievaluasi sedini mungkin dalam proses pengambilan
keputusan tentang pembuatan rencana resmi pembangunan PBC, paralel dengan pertimbangan sosial
dan ekonomi. Ada lima komponen dari proses KLHS untuk rencana pembangunan PBC.
1. Pengamatan variabel lingkungan hidup terkait dengan kemungkinan dampak dari PBC, serta
usulan mitigasinya (sustainability-driven)
2. Pertimbangan persepsi masyarakat (accountable)
3. Keterpaduan antara 1 dan 2 untuk memperoleh penilaian masalah strategis ttg dampak
potensil dari pembangunan PBC (integrated)
4. Menginformasikan proses pembuatan rencana resmi untuk pembangunan PBC cukup lama
sebelumnya.
5. Disempurnakan terus berdasarkan data dan informasi baru (iterative)

Manfaat Lain dari KLHS. Kebijakan pembangunan dan atau pemanfaatan sumber daya alam yang
didukung dengan KLHS yang melibatkan masyarakat akan menjadi bahan pertimbangan positif dari
green investor (investor perduli lingkungan). KLHS dapat mendukung AMDAL dengan menyediakan
data pada fase perlingkupan. Proses membuat rancangan spesifikasi bangunan PBC juga
dimantapkan oleh hasil KLHS. Di bagian lain, penyusunan KLHS untuk menguji rumusan kebijakan
merupakan bukti bahwa Pemerintah (Pusat, Kabupaten dan atau Kota) perduli terhadap perlindungan
lingkungan hidup.

15
Kajian Lingkungan Hidup Strategis Padang

3. Maksud, Tujuan dan Hasil yg Diharapkan

3.1 Maksud
Maksud kegiatan adalah menyusun suatu KLHS sebagai untuk memantapkan proses pembuatan
rencana pembangunan PBC. Pelaksanaan KLHS dimaksud dilakukan secara bersama-sama oleh Tim
Studi (terdiri dari tiga konsultan Dirjen Bina Bangda) bersama Tim Kecil yang mewakili Pemerintah
Kota Padang.

3.2 Tujuan
Tujuan utama penyusunan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) ini adalah:
melakukan identifikasi keselarasan rumusan kebijakan penataan Pantai Kota Padang dengan
kebijakan sektor terkait lainnya baik dalam jangka panjang maupun jangka menengah.
melakukan identifikasi rona lingkungan terutama di sekitar lokasi rencana penataan pantai;
menelusuri kebutuhan-kebutuhan program dan rencana kegiatan yang perlu dilakukan
sebagai upaya mitigasi yang diisyaratkan harus dilakukan apabila gagasan penataan pantai
akan dilanjutkan ke tingkat kajian kelayakan ekonomi, kelayakan teknik dan atau kelayakan
lingkungan serta AMDAL.

Kegunaan hasil KLHS yang dilaksanakan secara bersama adalah diperolehnya laporan yang dapat
digunakan oleh berbagai pihak, baik Pemerintah Kota, Dunia Usaha dan Unsur Masyarakat sebagai
alat bantu untuk mengarahkan kegiatan lanjutan. Selanjutnya, KLHS dapat berguna sebagai rambu
rambu untuk menyusun rencana resmi pembangunan PBC. Dengan demikian diharapkan bahwa
polemik dan opini tentang dampak PBC dapat dijawab menurut kajian objektip berdasarkan fakta dan
data yg ada.
Selain itu, diharapkan pula bahwa proses dialog KLHS antar pihak yang berkepentingan akan
menciptakan suasana yang lebih serasi sebab tujuan penyusunan KLHS bukan untuk menyetujui atau
tidak kelayakan PBC tetapi lebih mengutamakan kegunaanya, yakni untuk meningkatkan
pengetahuan dan keterlibatkan masyarakat didalam pembahasan rencana PBC.
Pada tahap selanjutnya, apabila Pemerintah Kota Padang bersama mitra akan menyusun rancangan
bangunan (design specifications) PBC, maka rancangan dimaksud akan lebih realistis karena sudah
mempertimbangkan informasi dari hasil KLHS. Dengan demikian, proses pelingkupan (scoping)
AMDAL akan lebih cermat dan cepat karena sebagian informasi lingkungan sudah dikaji oleh KLHS.

3.3 Hasil Laporan yang Diharapan


Sesuai dengan maksud, tujuan dan kegunaan, maka hasil yang diharapkan dari kajian ini adalah
laporan kajian yang bersifat clip file yakni laporan yang terbuka untuk dimutakhirkan oleh
Pemerintah Kota Padang. Pemutakhiran dimaksud boleh jadi karena:
adanya kekurangan data (gap) pada saat penyusunan KLHS ini, misalnya, hasil dari survey
benthic yang akan dikerjakan oleh German Indonesia Cooperation for Tsunami Early
Warning System (GITEWS),
karena adanya assumsi yang salah pada saat melalukan penelusuran implikasi lingkungan,
dan
penambahan informasi karena beberapa rekomendasi KLHS ini telah direalisasi serta,
KLHS ini dikembangkan untuk mengkaji isu pokok lain.

16
Kajian Lingkungan Hidup Strategis Padang

3.4 Lingkup Bahasan


Sebagaimana diketahui, gagasan penataan PBC disampaikan oleh Pimpinan Pemerintah Kota Padang
sebagai respons atas makin menurunnya daya dukung dan daya tampung lingkungan pantai di
sekitar Purus dan Muaro. Sementara itu, di dalam dokumen-dokumen rencana pembangunan kota
Padang telah diisyaratkan bahwa pengembangan Kawasan Pantai Padang diarahkan sebagai kawasan
wisata terpadu yang dibangun melalui pendekatan kerjasama Pemerintah Kota dengan dunia usaha/
swasta.
Dengan demikian, lingkup bahasan di dalam kajian ini mencakup 3 hal, yakni:
1. Penelusuran rumusan kebijakan, rencana, program (KRP) pengembangan tata ruang dan
sektor-sektor baik jangka panjang dan jangka menengah serta rumusan program-program
pembangunan bagian-bagian kota, terutama yang berkaitan dengan lokasi kawasan PBC.
2. Penelusuran rona lingkungan fisik alami, sosial ekonomi dan sosial budaya, terutama disekitar
kawasan PBC.
3. Perumusan assumsi proyek (level kegiatan setelah program), apabila kegiatan fisik penataan
Pantai Padang dilaksanakan, yakni kegiatan reklamasi pantai.
4. Penilaian implikasi terhadap lingkungan hidup.

4. Metode Kajian dan Format Laporan

4.1 Pengumpulan Data

A. Data Sekunder

I. Data Instansionil dan Publikasi


Sebagai suatu kajian tentang implikasi kebijakan, perencanaan dan program, maka kajian ini
didasarkan pada data dan informasi serta publikasi. Data dan informasi yang diperlukan diperoleh
dari instansi-instansi di lingkungan Pemerintah Kota Padang, antara lain:
1. Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) 2004-2020. Pemerintah Kota Padang.
2. Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2004-2008. Pemerintah Kota Padang.
3. Padang Dalam Angka Tahun 2005. Kerjasama BAPPEDA Kota Padang dengan Badan Pusat
Statistik Kota Padang.
4. Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah (SLHD) Kota Padang Tahun 2006.
5. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Padang 2004-2013.
6. Zonasi Wilayah Pesisir dan Laut Kota Padang.
7. Rencana Strategis Pengelolaan Wilayah Pesisir Kota Padang.
8. Opini Publik Rencana Pembangunan PBC, Klipping Surat Kabar.
9. Keputusan Walikota Madya Kepala Daerah Tingkat II Padang nomor 03 Tahun 1998 tentang
Penetapan Bangunan Cagar Budaya dan Kawasan Bersejarah Di Kotamadya Padang.
10. Panduan Rancangan Kawasan dan Bangunan Di Kota Lama Padang.
Salah satu publikasi yang digunakan di dalam kajian ini adalah Paco-Paco (Kota) Padang, Sejarah
sebuah kota di Indonesia pada abad ke 20 dan penggunaan ruang kota yang disusun oleh Freek
Colombijn yang diterbitkan oleh Penerbit Ombang, Yogyakarta tahun 2006.

17
Kajian Lingkungan Hidup Strategis Padang

II. Peta-peta, gambar dan foto lama


Untuk lebih memahami perubahan garis pantai Padang dan pola penggunaan kawasan pantai
(terutama kawasan kota lama), Tim Studi mengupayakan peta-peta lama, baik yang ada di
lingkungan Pemerintah Kota Padang maupun dari sumber lain.
Guna menjelaskan posisi rencana Padang bay City dalam kaitan dengan kota Padang, maka
diusahakan peta paling detil yang ada. Untuk kota Padang ternyata hanya ada peta rupabumi skala
1:50.000. Peta ini sudah cukup berumur karena berasal dari pemotretan udara tahun 1970an dan
dipublikasikan pada awal 1980an. Peta-peta lain yang lebih awal dari tahun 1970an coba dicari di
Internet. Dari sebuah situs di Belanda http://maps.kit.nl/apps/search dijumpai sejumlah besar
koleksi peta tua yang memiliki skala dan tingkat kedetilan yang berbeda-beda. Dari koleksi itu
diputuskan untuk membeli peta Padang dari dua tahun yang berbeda (1893 dan 1945), masing-
masing dengan skala yang cukup detil (1:40.000 dan 1:5.000). Kedua peta ini terbukti dapat
memberikan gambaran sejarah yang dapat dipertanggung jawabkan tentang dinamika Pantai
Padang.
Selanjutnya pasca tahun 1970an gambaran detil tentang bagaimana kondisi kota Padang saat ini
didapatkan dari Citra Ikonos dipindai pada tahun 2005 yang dipinjamkan oleh Bappeda Kota Padang
untuk study ini. Guna melihat apa yang terjadi di Pantai Padang dari tahun 1970an hingga tahun
2005, digunakan dua buah citra satelit Landsat (resolusi 30 meter) yang masing-masing bertahun
1990 dan 2000. Kedua citra ini diunduh dari Situs NASA.
Menyangkut rencana Kota Padang, data / peta dikumpulkan dari beberapa sumber, antara lain dari
Dinas Tata Ruang dan Tata Bangunan Kota Padang, Dinas Kelautan dan Perikanan, Bappeda Kota
Padang dan dari Kantor Penanaman Modal dan Investasi Kota Padang. Peta-peta dan keterangan ini
diterima dalam berbagai format sehingga untuk dapat mengintegrasikannya dengan data-data yang
lain yang telah dikelola dengan GIS masih membutuhkan proses konversi dan perbaikan georeferensi
yang memakan waktu cukup lama.
Data-data yang kini telah memiliki referensi geografis ini selanjutnya dikelola dengan GIS dengan
perangkat lunak ArcGIS 9.2. Selanjutnya basis data ini dapat digunakan secara lebih mudah untuk
berbagai keperluan perencanaan pembangunan di Kota Padang di masa yang akan datang, termasuk
melanjutkan Kajian Lingkungan Hidup Strategis.
Data pendukung lainnya juga ditemui dalam bentuk foto-foto tua. Paling tidak ada 2 situs yang
memiliki sejumlah koleksi foto tua yang diambil di kota Padang yang sudah puluhan bahkan lebih dari
seratus tahun lalu. Situs itu antara lain adalah :
http://home.iae.nl/users/arcengel/NedIndie/photos.htm#website
http://www.geheugenvannederland.nl/index_en.html
Sumber data lain yang perlu dieksplorasi adalah Arsip Kota Padang. Namun karena gempa, kantor
dan arsip yang dahulunya terletak di lantai 4 gedung Walikota Baru dipindahkan untuk sementara
waktu sambil menunggu selesainya perbaikan. Hal ini menyulitkan proses pencarian arsip yang
diperlukan.

Data Primer

I. Observasi Lapangan
Untuk lebih memahami kondisi wilayah kajian, Tim Studi melakukan observasi lingkungan ke
beberapa lokasi, yakni: kawasan PBC (muara sungai Batang Arau hingga muara Banjir Kanal),
Kawasan Kota Lama Muaro dan Gunung Padang, Air Manis dan Sungai Pisang, Bungus dan Teluk
Bayur, lokasi penambangan batu di Indarung, lokasi pintu air Batang Arau dengan saluran pengendali
banjir.
Parameter yang diamati, terutama adalah keadaan topografi, pola penggunaan tanah dan bangunan,
keadaan tata air, kualitas fisik lingkungan permukiman dan tampilan bangunan lama yang ditetapkan
sebagai bangunan yang dipugar.

18
Kajian Lingkungan Hidup Strategis Padang

II. Kajian Peta


Untuk mencari tahu tentang abrasi dan sedimentasi pantai, dicari peta pantai dari tahun-tahun
sebelumnya lalu di overlay. Peta ditemukan di kelembagaan tertentu dan di internet. Kajian peta
diperbandingkan dengan hasil studi ombak dan foto udara dari perguruan tinggi. Selanjutnya,
masyarakat yang lama tinggal di pantai diwawancarai tentang ingatan mereka mengenai abrasi
pantai.

III. Wawancara dan Kuesioner


Tim Studi melakukan wawancara dengan beberapa orang responden, antara lain petugas di
Pelabuhan/ dermaga Batang Arau, pengelola rumah makan di kawasan pantai, nelayan di kawasan
pantai Purus dan peneliti/ dosen perguruan tinggi di Kota Padang.
Tim Studi dibantu oleh Tim Surveyor terdiri dari lima orang untuk menangani pengumpulan data
primer melalui kuisioner. Metoda pengumpulan data adalah sebagai berikut:
Parameter dan Pengambilan Sampel
Pengambilan data primer komponen sosial ekonomi budaya dan kemasyarakatan dilakukan melalui
metode survey (kuisioner), observasi atau pengamatan dan wawancara mendalam (in-depth
interview). Untuk metode penyebaran kuisioner dilakukan dengan metode cluster random sampling.
Parameter komponen sosial ekonomi dan budaya yang dikumpulkan meliputi :
Tingkat pekerjaan, status pekerjaan dan lapangan usaha
Pola interaksi dan mobilitas masyarakat di lokasi rencana kegiatan
Nilai-nilai dan norma-norma yang berkembang dan berlaku dalam masyarakat.
Persepsi sikap masyarakat terkait dengan kegiatan yang akan dilakukan baik pada tahap
konstruksi maupun pasca konstruksi.
Harapan dan kekhawatiran masyarakat terhadap rencana kegiatan yang akan dilakukan.
Analisis Sampel dan Data
Data yang didapat lewat kuisioner, ditabulasi dan dianalisa dengan memunculkan persentase
sehingga ditemukan nilai-nilai secara keseluruhan. Evaluasi data didasarkan atas kecenderungan
persepsi serta substansi tanggapan masyarakat yang berkembang terhadap rencana kegiatan.
Kemudian dilakukan analisis secara deskriptif agar diperoleh nilai komparatif.

Lokasi Survei
Lokasi penyebaran kuisioner dilakukan di Kelurahan Batang Arau, Kelurahan Bukit Gado-Gado
(Kecamatan padang Selatan) dan Kelurahan Berok Nipah, Kelurahan Belakang Tangsi Kelurahan Olo,
Kelurahan Purus (Kecamatan Padang Barat). Quota atau jumlah responden pada masing-masing
kelompok masyarakat akan berbeda, Misalnya quota untuk nelayan akan relatif lebih besar / lebih
banyak dibandingkan kapal wisatawan. Berdasarkan asumsi diatas responden dijaring berdasarkan
karakteristik dan mempertimbangkan tingkat standar deviasi populasinya.
Adapun pengelompokan responden tersebut adalah :
Nelayan
Pedagang (PKL, warung jajanan) dan pengada jasa
Buruh Bongkar Muat Pelabuhan
Pemilik Gudang/gedung tua
Petani/pekerja di Bukit Gado-Gado Gunung Padang
Wisatawan (Nusantara dan Mancanegara)
Kapal Wisata/Pesiar
Kapal Penumpang
Tokoh Masyarakat sekitar lokasi kegiatan (alim ulama, cerdik pandai, pemuda).

19
Kajian Lingkungan Hidup Strategis Padang

Tim Survey juga melakukan wawancara mendalam dengan responden di Kelurahan Batang Arau,
Kelurahan Bukit Gado-Gado (Kecamatan Padang Selatan) dan Kelurahan Berok Nipah, Kelurahan
Belakang Tangsi Kelurahan Olo, Kelurahan Purus (Kecamatan Padang Barat). Wawancara juga
dilakukan terhadap nelayan, wisatawan dan pedagang/pengada jasa.

IV. Diskusi Terbatas pada Kelompok Khusus (Focus Group Discussion, FGD)
Untuk lebih memaknai keanekaragaman pendapat tentang gagasan penataan kawasan pantai
Padang, Pemerintah Kota Padang memfasilitasi penyelenggaraan diskusi terbatas. Diskusi tersebut
dilaksanakan pada tanggal 2 Oktober 2006. Penyelenggaraan diskusi terbatas berlangsung sesuai
dengan susunan acara yang telah disusun. Masing-masing peserta yang hadir, selain menyampaikan
pokok-pokok pikiran dan atau pendapat juga mempersiapkan penjelasan tertulis (on call paper).
Jumlah peserta diskusi terbatas mencapai 90% dari peserta yang diundang.

4.2 Evaluasi Lingkungan

I. Interpretasi Data Dasar


Untuk memperoleh pemahaman dan menggambarkan rona lingkungan hidup dilakukan pendekatan
interpretasi data dasar. Pendekatan ini dilakukan untuk data yang diperoleh dari instansi yang
berwenang, antara lain data statistic kependudukan, data hasil pemantauan kualitas fisik kimia air
sungai Batang Arau.

II. Overlay Peta


Untuk menjelaskan gejala perubahan rona lingkungan suatu lokasi dan atau implikasi suatu kegiatan
terhadap komponen lingkungan dilakukan dengan cara penumpang tindihan/ overlay peta tematik.
Misalnya, setelah melakukan intervensi penyetaraan skala terhadap peta Topografi yang tahun
pemetaannya berbeda, maka dapat dilakukan penumpang tindihan, sehingga diperoleh pemahaman
tentang pergeseran garis pantai pada kurun waktu tertentu.

III. Bagan Alir Variabel Lingkungan serta Interaksinya


Untuk memperoleh gambaran tentang hubungan keterkaitan suatu variable dengan variable lain
digunakan bagan alir. Selanjutnya untuk memperoleh pemahaman tentang hubungan kausatif suatu
komponen rencana kegiatan terhadap suatu komponen lingkungan hidup, digunakan matriks
interaksi lingkungan. Dengan demikian dapat ditelaah komponen lingkungan dan komponen kegiatan
yang tergolong strategis yang perlu mendapat perhatian secara mendalam agar dapat dipikirkan cara
optimasi dan atau mitigasinya.

20
Kajian Lingkungan Hidup Strategis Padang

Identifikasi Implikasi Monitoring dan valuasi


Rencana Tipologi Kegiatan :
Lingkungan
Kegiatan 1. Morfologi Pantai
Reklamasi 1. Pra-
2. Morfologi Muara Sungai 1 Monitoring Penyempurnaan
Padang Bay Konstruksi
3. Hidrodinamika Laut Penilaian Implikasi
City. KRP ttg PBC
2. Konstruksi Lingkungan
4. Abrasi dan Akresi 2 Evaluasi Hasil Monitoring
3. Pasca 1. Kualitas air laut
Informasi : 5. Sampah padat 3. Pemutakhiran KLHS PBC
Konstruksi 2. Kuantitas air
6. Kualitas Air Batang Arau
permukaan
Kondisi 7. Kualitas Air Laut
lingkungan di 3. Morfologi pantai
lokasi proyek 8. Kerusakan Lokasi Quarry 4. Pola arus
dan sekitarnya
Tipologi Lingkungan : 9. Biologi
5. Abrasi dan sedimentasi
Mitigasi Dampak Lingkungan :
10. Flora Darat
6. Mangrove
Lingkungan sekitar proyek :
Desk Study 11. Fauna Darat
7. Biota laut
1. Hidrodinamika Perairan 1. Persepsi Masyarakat ttg PBC
laut 12. Biota Laut
8. Kesempatan kerja 2. Keresahan Sosial
2. Pemukiman Penduduk 13. Sosekbud
9. Estetika lingkungan 3. Gangguan Thdp Biota Laut
Penelaahan Dokumen:
RPJP, RPJM, RTRW, SLHD, 3. Kawasan wisata pantai 14. Perekonomian Kota
10. Sanitasi lingkungan 4. Kecemburuan Sosial
Padang Dalam Angka,
4. G. Padang dan Sungai 15. Persepsi Masyarakat
Renstra Pesisir 11. Persepsi masyarakat 5. Ketertiban dan Keamanan
Batang Arau 16. Kesempatan Kerja &
Dokumen Perencanaan 12. Kamtibmas 6. Kesempatan Kerja &
5. Kota Lama Berusaha
Padang Bay City Identifikasi Implikasi Gagasan Penilaian Implikasi Lingkungan Berusaha
Reklamasi Padang Bay 13. Transportasi darat
17. Cityl :
Kegiatan Wisata PantaiBerdasarkan Matriks Interaksi
Lingkungan. 14. Transportasi laut 7. Abrasi
Menggali Konsep dan :Akresi Akibat
Mitigasi
Penelaahan RPJP,18.RPJM,
Pendapatan Masyarakat Reklamasi
RTRW & Dokumen Lainnya. Interaksi Dengan
15. Tim Teknis sekitar
Kegiatan
19. Kesehatan Masyarakat(rapat dan brainstorming) 8. Pencemaran Batang Arau
Klipping Surat Kabar 16. Muka tanah Diskusi Pendekatan Mitigasi
20. Kamtibmas 9. Keselarasan Naturan &
Konsultasi dan diskusi pakar,
Kick Off KLHS PBC21. Estetika Lingkungan pemrakarsa, instansi yang MerumuskanCultural Landscape
Solusi untuk
bertanggung jawab dan mitigasi Dampak
Observasi Lingkungan
22. Sanitasi Lingkungan masyarakat yang berkepentingan
Mengintegrasikan rumusan
Konsultasi dan diskusi
23. Keresahan Sosial Penilaian Isi Kuisioner mitigasi dampak ke dalam
pakar, pemrakarsa, instansi format Program, Rencana
yang bertanggung 24. Penguasaan
jawab dan dan Kebijakan..
dan masyarakat yang Pemilikan Tanah
berkepentingan

21
Kajian Lingkungan Hidup Strategis Padang

4.3 Sarana prasarana pelaksanaan KLHS


Sebagaimana dikemukakan pada bagian awal laporan ini, bahwa KLHS PBC disusun melalui
kerjasama Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah, Kementerian Lingkungan Hidup dan Pemerintah
Kota Padang. Untuk mendukung penyelenggaraan KLHS, Walikota Padang membentuk dua (2) Tim
Kerja. Tim Kerja I terdiri atas pimpinan Satuan Kerja Perangkat Daerah Kota Padang yang dipimpin
oleh Sekretaris Daerah. Tim Kerja II merupakan gabungan tenaga ahli di lingkungan Kantor Walikota
Padang yang dipimpin Asisten Kesejahteraan dan Pembangunan dan Sektretaris Tim Kepala Bagian
Penanaman Modal Dan Kerja Sama.
Untuk mendukung pelaksanaan KLHS, Pemerintah Kota Padang menyediakan ruang kerja bagi Tim
Kerja dan Konsultan di Kompleks Dinas Pemadam Kebakaran Kota Padang.

4.4 Jadwal Pelakasanaan dan Tahapan Kegiatan


Jadwal dan Perjalanan di Padang
Studi KLHS ini dilaksanakan dalam periode empat bulan. Kunjungan ke Padang dilakukan Tim Studi
dua kali dalam sebulan untuk bekerja bersama dengan Tim Kecil, sedangkan waktu selama di Jakarta
dipergunakan untuk penulisan KLHS, selain juga menjalankan tugas lain seperti memberikan
masukkan untuk Tim Pembuatan Kebijakan untuk KLHS, pertemuan ESP lainnya, pencarian dan
pengumpulan data lewat Internet serta pengolahan/analisa data untuk KLHS. Pekerjaan Tim Studi
khusus untuk KLHS PBC adalah dua bulan, mencakupi satu minggu penuh (minggu ke-8) untuk
menulis laporan akhir. Kegiatan dan tahapan KLHS terlihat pada Lampiran 13. Jadwal penyelesaian
laporan akhir terpaksa diundur hingga bulan Desember sebab Team Leader dari Tim Studi sakit
selama tiga minggu.
Tahapan Kegiatan
Tahapan kegiatan adalah sebagai berikut (digambarkan didalam bagan alir di halaman berikut),
Perkenalan Masalah. Pemerintah Kota Padang menyampaikan ke Dirjen Bina Bangda visi
pembangunan PBC serta proyek lain di wilayah pesisir seperti pengembangan marina,
pembuatan terowongan, perlebaran jalan pantai / sunset road, dan reklamasi pelabuhan
Teluk Bayur. Diakui bahwa tidak semua masyarakat menyetujui PBC. Dirjen Bina Bangda
mengusulkan KLHS sebagai pendekatan yang tepat untuk menjawab permasalahan
menyangkut PBC. Usulan Dirjen Bina Bangda disambut dengan baik oleh PemKo Padang.
Intinya KLHS di Padang didasarkan pada keperluan daerah (demand-driven), didukung
sepenuhnya oleh PemKo Padang dan tidak bersifat proyek dari pusat.
Penapisan atau Penyaringan (Screening). Kompleksitas dari lingkup PBC di Kota Padang,
efek kumulatif dan lintas sectoral sampai jauh dari lokasi menunjukkan tepatnya pelaksanaan
KLHS.
Perlingkupan (Scoping). Survey awal di daerah PBC serta pikiran Pemerintah Kota tentang
obyek pembangunan yang terkait menunjukkan ruang lingkup KLHS yang mencakupi baik
reklamasi pantai dengan PBC, maupun marina yang akan di kembangkan dan restorasi
gedung lama dengan tujuan ekonomis yang berdekatan dengan Batang Arau yang akan
dijadikan marina. Tidak ada waktu untuk mencakupi pembangunan lain di daerah pesisir Kota
Padang.
Tim KLHS dan Tim Kecil KLHS. Tim KLHS dibentuk oleh Wali Kota, lalu pada pertengahan
bulan pertama (dari rencana empat bulan), Tim Kecil yang terdiri dari 15 orang yang berasal
dari berbagai dinas dan instansi di PemKo Padang dan Propinsi Sumatera Barat terbentuk.
Sosialisai Internal. Kegiatan pertama kerja sama dengan Pemerintah Kota adalah upaya
menerangkan apa itu KLHS pada mitra kerja, lebih lebih meyakinkan mitra bahwa ini bukan
semacam AMDAL. Bukan studi kelayakan sedangkan upaya meningkatkan pengetahuan
tentang dampak lingkungan yang potensial bahaya cukup lama sebelum ada rencana resmi
dan merangsang wacana dengan pihak yang berkepentingan yang berdasarkan fakta bukan
opini atau polemik.
Revisi Informasi Sekunder dan Memperoleh Data Primer (peta, data, foto serta hasil
survey dan focus group discussion (FGD) serta wawancara per orangan).
Presentasi Hasil Kerja antar Anggota Tim Kecil dan Tim Studi dari Dirjen Bina Bangda.

22
Kajian Lingkungan Hidup Strategis Padang

Pembuatan draft final report, mengundang komentar dari berbagai pihak.


Final Report dalam bentuk jilid dan clip file siap utk ditambah dengan informasi baru
dan terus disempurnakan sampai rencana resmi pembangunan PBC selesai. Dipakai sebagai
referensi pada waktu wacana antara pihak yang berkepentingan.
Tindak Lanjut sampai rencana pembangunan PBC sudah diresmikan. Update dari
laporan KLHS dengan informasi baru yang terkait.

23
Kajian Lingkungan Hidup Strategis Padang

Bagan alir yang berikut menggambarkan esensi dari proses KLHS yang tersebut diatas.

PERKENALAN isu isu PEMBUATAN


lingkungan dari visi
pembangunan PBC yang mau RENCANA
dijadikan rencana resmi RESMI
PEMBANGUNA

I N F O R M A S I
N PBC
PENAPISAN
Penentuan relevansi PBC untuk KLHS

Laporan
PELINGKUPAN
KLHS
Identifikasi lokasi untuk KLHS serta isu-isu
lingkungan yang pokok

PELAKSANAAN Laporan
Tim Kecil bersama KLHS
Tim Bangda B A R U

Tindak Lanjut
Kajian Data Primer dan
Wacana antara pihak yang Sekunder ~ menentukan
berkepentingan mulai dengan variable lingkungan yang
Focus Group Discussion (FGD) ~ strategis
Pembahasan lebih berdasarkan
fakta daripada opini dan polemik
Laporan
KLHS Jilid
dan ClipFile
Identifikasi Parameter Strategis ~
Keterpaduan antara kajian data Bulan Ke-4
primer/sekunder dan persepsi
pihak yang berkepentingan
4.5 Format dan Fungsi Laporan
Laporan KLHS terdiri dari tiga bagian. Laporan utama KLHS ini terdiri dari tujuh bab, 11 lampiran dan
satu narasi gambar sebagai kumpulan foto dan peta ilustrasi.
Bagian 1: Laporan Utama
Bab 1: Pendahuluan, konsep dasar KLHS dan tujuan KLHS dibahas. Bagain terakhirnya
tentang landasan hukum.
Bab 2: Metode pelaksanaan KLHS untuk PBC, mancakup pengumpulan data dan informasi
sampai kajiannya.
Bab 3: Meninjau Kesesuaian rencana PBC dengan kebijakan pemerintah.
Bab 4: Terdiri dari konteks lingkungan hidup, yang mencakup rona lingkungan kota, dan
rona lingkungan pantai.

24
Kajian Lingkungan Hidup Strategis Padang

Bab 5: Mencakup penilaian implikasi lingkungan dari pembangunan PBC melalui kajian
strategis terdiri dari keterpaduan antara pengamatan lingkungan dan persepsi masyarakat
untuk mengidentifikasikan isu strategis yang perlu ditindak lanjuti.
Bab 6: Membahas Beberapa masalah pokok serta usulan mitigasi.
Bab 7: Kesimpulan, pelajaran dari pengalaman (lessons learned) dan rekomendasi tindak
lanjut hingga pembuatan rencana resmi untuk pembangunan PBC.
Bagian 2: Lampiran
Lampiran 1: terdiri dari daftar semua dokumen dan data yang diperoleh selama KLHS. Disediakan
pula soft copy untuk di-GIS-kan di Lampiran 2, yaitu, di CD.
Lampiran 2: Kuesioner survei persepsi pihak yang berkepentingan (stakeholders)
Lampiran 3: Tabel-tabel rangkuman hasil survei.
Lampiran 4: Tabel-tabel rangkuman hasil survei (lanjutan).
Lampiran 5: Beberapa data tentang rona lingkungan kota
Lampiran 6: Daftar anggota Tim KLHS.
Lampiran 7: Daftar anggota Tim Kecil KLHS yang dibentuk oleh Pemerintah Kota Padang.
Lampiran 8: Daftar narasumber untuk Focus Group Discussion (FGD).
Lampiran 9: Kajian yang dikemukakan oleh narasumber.
Lampiran 10: Notulensi FGD.
Lampiran 11: Usulan kegiatan tindak lanjut KLHS sampai rencana pembangunan PBC diresmikan.
Bagian 3: Narasi Gambar
Tujuan Narasi Gambar adalah untuk mendampingi teks dari laporan utama KLHS. Peta dan foto
di-anotasi kira2 dalam urutan isu didalam laporan utama.
Tiga bagian yang tersebut diatas sebagai masukkan untuk presentasi final di Padang pada tanggal
03 Desember 2007.
Semua data dan dokumen yang tersebut disediakan dalam bentuk softcopy di CD.

25
Kajian Lingkungan Hidup Strategis Padang

5. Tinjauan Kebijakan Pembangunan Kota dan Kawasan Pantai

5.1 Landasan Hukum dan Peraturan yang Berkaitan


Kegiatan penataan Pantai Padang merupakan kegiatan yang bersifat lintas sektor yang berdampak
terhadap masyarakat dan lingkungan hidup. Beberapa peraturan perundang-undangan yang perlu
sebagai bahan pertimbangan antara lain adalah:
Undang-undang:
1. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1956 Tentang Pembentukan Daerah Otonom Kota Besar
Dalam Lingkungan Daerah Propinsi Sumatera Tengah (Lembaran Negara Tahun 1956 Nomor
20);
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria;
3. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan
Ekosistemnya; digunakan sebagai acuan pengelolaan sumberdaya alam hayati (Mangrove
dan satwa);
4. Undang-undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran; digunakan sebagai acuan kegiatan
transportasi laut;
5. Undang-undang Nomor 06 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia; digunakan sebagai acuan
pengelolaan perairan;
6. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup; digunakan
sebagai acuan pengelolaan lingkungan;
7. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah
Pusat Dengan Pemerintah Daerah.
8. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung.
9. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara.
10. Undang-undang Nomor 07 Tahun 2003 tentang Sumber Daya Air; digunakan sebagai acuan
pengelolaan sumber daya air;
11. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; digunakan sebagai
acuan Kewenangan Pemerintah Kota;
12. Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang; digunakan sebagai acuan
penataan ruang.

Peraturan Pemerintah
1. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 1999 tentang Pengendalian
Pencemaran dan Perusakan Laut; digunakan sebagai acuan pengelolaan lingkungan perairan
laut
2. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara;
digunakan sebagai acuan pengelolaan kualitas udara
3. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Angkutan Di Perairan;
digunakan sebagai acuan transportasi laut bahan reklamasi
4. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengendalian Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air; digunakan sebagai acuan pengelolaan kualitas air
5. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Penatagunaan Tanah; sebagai acuan
pemanfaatan tanah hasil reklamasi.

26
Kajian Lingkungan Hidup Strategis Padang

6. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005 tentang Perlindungan Sumber-Sumber Air dan
Pencemaran Lingkungan; digunakan sebagai acuan pengelolaan kualitas air dan pengelolaan
lingkungan.
7. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 Tentang Peraturan Pelaksanaan Bangunan
Gedung.
8. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 Tentang Kewenangan Pemerintah dan
Kewenangan Provinsi Sebagai Daerah Otonom.

5.2 Rencana Pembangunan Jangka Panjang


Dalam rangka pelaksanaan Undang-undang nomor 25 tahun 2000 tentang Program Pembangunan
Nasional dan pelaksanaan kewenangan Daerah sebagaimana diatur di dalam Peraturan Pemerintah
nomor 25 tahun 2000, Pemerintah Kota Padang telah menyusun dan menetapkan Peraturan Daerah
Kota Padang nomor 18 tahun 2004 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Kota Padang
Tahun 2004 2020. Selanjutnya pada tanggal 3 Agustus tahun 2004 Dewan Perwakilan Daerah Kota
Padang menetapkan Keputusan nomor 16/II-DPRD/2004 tentang Persetujuan penetapan Peraturan
Daerah Kota Padang tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Kota Padang Tahun 2004
2020. RPJP tersebut telah dijabarkan ke format Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM)
yang digunakan sebagai acuan penyusunan Rencana Pembangunan Tahunan.
Di dalam dokumen RPJP tersebut ditegaskan bahwa tantangan kota Padang dalam jangka pendek
adalah meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang didukung oleh transformasi sosial .
Selanjutnya tantangan jangka menengah adalah transformasi sosial sejalan dengan pertumbuhan
ekonomi sehingga berlangsung akumulasi kesejahteraan yang berkelanjutan.
Pada bab 3 dokumen RPJP dimuat rumusan visi Kota Pandang, yaitu: terwujudnya masyarakat
madani yang berbasis industri, perdagangan dan jasa yang unggul dan berdaya saing tinggi dalam
kehidupan perkotaan yang tertib dan teratur. Agar seluruh unsur stakeholders kota mendapat
gambaran dan pemahaman yang sama, kata kunci di dalam rumusan visi tersebut dijelaskan secara
lugas. Kata-kata kunci dimaksud adalah : (a) madani, (b) masyarakat madani sejahtera, (c) industri
perdagangan dan jasa, (d) berdaya saing tinggi, (e) kehidupan perkotaan dan (d) perkotaan yang
tertib dan teratur.

Visi
Untuk mendapat gambaran yang lebih jelas tentang sasaran pembangunan, maka Visi pembangunan
jangka panjang dijabarkan menjadi 9 (sembilan) rumusan misi, yaitu:
1. meningkatkan pemahaman terhadap adat dan agama dan pengamalan nilai-nilainya dalam
kehidupan bermasyarakat ke arah komunitas kota yang perduli.
2. meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui pembangunan sektor permukiman,
pendidikan dan kesehatan ke arah pemberdayaan masyarakat.
3. meningkatkan produktifitas sektor-sektor perekonomian melalui formalisasi usaha dan
profesionalisme ke arah pengelolaan usaha yang berdaya saing.
4. membangun jejaring usaha melalui pengembangan sistem informasi dan komunikasi untuk
peningkatan akses dan interaksi ke arah persaingan global.
5. menata ruang dan meningkatkan prasarana dan sarana melalui pendekatan pembangunan
berbasis kawasan ke arah keseimbangan pembangunan.
6. membangun kehidupan perkotaan yang tertib dan teratur melalui penegakan supremasi
hukum ke arah aplikasi teknologi dengan sistem kontrol lingkungan;
7. meningkatkan kapasitas aparatur dan kewibawaan pemerintah melalui pembinaan pendidikan
dan pelatihan ke arah keandalan dan pelayanan;
8. meningkatkan kapasitas wakil-wakil rakyat melalui berbagai forum sebagai pembentuk
wacana pembangunan ke arah penguatan peran serta publik;

27
Kajian Lingkungan Hidup Strategis Padang

9. meningkatkan pengendalian pemanfaatan sumber daya alam ke arah aplikasi konsep


pembangunan yang terpadu, berkeseimbangan dan berkelanjutan.

Selanjutnya, pemerintah merumuskan tujuan dan sasaran pembangunan kota Padang. Secara
spesifik, rumusan tujuan dan sasaran pembangunan kota Padang adalah sebagai berikut:
Tujuan Pembangunan:
1. meningkatkan kapasitas sumberdaya manusia dimulai dari pemahaman dan pengalaman
tentang adat dan agama sebagai landasan etika dan moral pembangunan yang didukung oleh
pembangunan permukiman, pendidikan dan kesehatan ke arah sumberdaya manusia yang
berkualitas dan berdaya.
2. meningkatkan produktivitas sektor-sektor perekonomian yang dimulai dari formalisasi usaha
dan professionalisme dalam pengelolaan usaha sebagai landasan untuk bertahan dalam
persaingan global dan bermitra ke arah akses dan interaksi global melalui sistem informasi
dan komunikasi.
3. meningkatkan prasarana dan sarana dimulai dari penataan ruang dengan konsep
pembangunan kawasan sebagai landasan bagi keseimbangan dan keberlanjutan
pembangunan antar kawasan ke arah kehidupan perkotaan yang tertib dan teratur melalui
aplikasi sistem lingkungan.
4. meningkatkan kapasitas aparatur pemerintah yang dimulai dari rekayasa ulang sistem dan
menata kembali kelembagaan sebagai landasan pelayanan prima ke arah keandalan aparatur
dan peningkatan kewibawaan pemerintah melalui pembinaan, pendidikan dan pelatihan serta
pengembangan;
5. meningkatkan kapasitas wakil-wakil rakyat yang dimulai dari interaksi dalam berbagai forum
pembentuk wacana pembangunan sebagai landasan untuk menyerap aspirasi dan
mengakomodasi dalam rancangan produk hukum ke arah penguatan peranserta publik dalam
proses pembangunan.
Sasaran Pembangunan
1. kemiskinan dalam arti luas yang menyangkut aspek fisik dan mental makin berkurang
sehingga berbagai faktor ikutannya dapat diatasi.
2. pengangguran semakin berkurang melalui perluasan kesempatan berusaha dan bekerja
sehingga berbagai faktor ikutannya dapat diatasi;
3. ketimpangan dalam distribusi kekayaan antar kelas ekonomi dapat dikurangi melalui regulasi
sehingga berbagai faktor ikutannya dapat diatasi.

Rekomendasi kebijakan jangka panjang memuat uraian tentang perspektif kota masa depan,
kawasan pembangunan (meliputi kawasan Barat, Kawasan Timur, Kawasan Utara dan Kawasan
Selatan), sektor unggulan, strategi dan prioritas pembangunan, agenda pembangunan daerah dan
indikator keberhasilan pembangunan.
Tentang perspektif kota masa depan, dijelaskan bahwa wujud kota Padang masa depan dicirikan oleh
kota modern, nyaman dan aman karena pemerintah berwibawa, dunia usaha produktif dan
komunitas yang perduli. Dalam konteks ini berkembang beberapa pusat pertumbuhan ekonomi dan
pelayanan sosial yang baru sebagai landasan bagi peningkatan kesejahteraan rakyat yang
berkeseimbangan dan berkelanjutan.

Tentang kawasan pembangunan, dijelaskan bahwa kriteria penetapan kawasan adalah kesamaan
karakteristik, potensi pertumbuhan dan kesatuan teritorialnya. Kriteria penetapan tersebut juga
mempertimbangkan tiga kategori kawasan, pertama kawasan pusat, peralihan dan pinggiran ke dua
kawasan darat dan laut, ke tiga kawasan maju dengan konsep konversi dan preservasi sebab
pemanfaatan ruang intensitas tinggi dan kawasan tertinggal dengan konsep reservasi dan konservasi
sebab intensitas pemanfaatan ruang yang rendah.

28
Kajian Lingkungan Hidup Strategis Padang

Kawasan Barat meliputi Kecamatan Padang Timur, Kecamatan Padang Barat, Kecamatan Padang
Utara dan Kecamatan Padang Selatan merupakan pusat utama pertumbuhan ekonomi dan pelayanan
sosial kota Padang. Pantai Padang merupakan bagian dari kawasan ini. Tentang pengembangan
Pantai Padang dan kawasan sekitarnya diarahkan, sebagai berikut:
1. Kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil dikembangkan dengan kebijakan khusus termasuk
kawasan Gunung Padang.
2. Kawasan ini memiliki potensi besar sebagai kawasan wisata marina atau ekonomi bahari
seperti pelabuhan Muara, Pantai Padang dan Pantai Manih.
3. Kerjasama dengan investor adalah pilihan yang tepat namun kepastian tentang pola
penggunaan tanah harus diupayakan, seperti pengalihan, pemilikan, penyewaan, penyertaan
modal, penyerahan ke pemerintah melalui konsep konsolidasi atau kombinasinya.
4. Pemerintah bersikap reaktif dan proaktif serta antisipatif terhadap pemanfaatan tanah sesuai
dengan rencana tata ruang wilayah karena pembentukan wajah kota sangat bergantung
kepada pengaturan dan pengendalian pemanfaatan ruang tersebut.

Bila ditelaah lebih dalam, ternyata pengembangan Kawasan Pantai Padang tidak termasuk sebagai
Prioritas Pembangunan Kawasan, tetapi dijelaskan pada sub bab lintas kawasan dan lintas sektor .
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pengembangan kawasan Gunung Padang, Muaro dan Pantai
Padang tergolong sebagai kawasan potensial untuk dikembangkan. Untuk itu dicoba mengidentifikasi
bagian lain RPJP yakni sub bab tentang Agenda Pembangunan Daerah. Pada bagian diisyaratkan
perlunya disusun Program Induk sektor-sektor unggulan dan tata ruang serta program induk
pengelolaan lingkungan hidup. Sehubungan dengan itu, pertanyaan lanjutan Kajian Lingkungan Hidup
Strategis PBC adalah: bagaimana rumusan-rumusan program induk yang terkait dengan
pengembangan kawasan sekitar Pantai Padang. Program Induk yang relevan mengakomodasi
pengembangan Pantai Padang Gunung Padang Muaro adalah:
Program Induk Peningkatan Kapasitas Ekonomi Kawasan
Program Induk Penataan Ruang, Wilayah dan Kawasan
Program Induk Pembangunan Kota Modern

5.3 Rencana Pembangunan Jangka Menengah


Peraturan Daerah Kota Padang nomor 19tahun 2004 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah (RPJM) disetujui oleh DPRD Kota Padang tanggal 3 Agustus tahun 2004 melalui penetapan
Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Padang nomor 17/II-DPRD/2004 tentang
Persetujuan Penetapan Peraturan Daerah Kota Padang tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Kota Padang Tahun 2004-2008.
Rumusan visi kota Padang di dalam RPJM adalah : Terwujudnya kota Padang sebagai pusat
perekonomian dan pintu gerbang perdagangan terpenting di Indonesia Bagian Barat Tahun 2008.
Selanjutnya dijelaskan pengertian dan pemahaman kata-kata kunci rumusan visi tersebut, yakni (a)
pusat perekonomian (b) pintu gerbang perdagangan. Untuk mewujudkan visi tersebut, dipilih 15
misi, yaitu:
1. mengembangkan wilayah pinggiran menjadi pusat-pusat kegiatan ekonomi (kota kecil satelit)
untuk meningkatkan optimasi penggunaan sumber daya;
2. menyediakan sarana dan prasarana pendukung kegiatan perekonomian dan permukiman
yang dapat mendukung fungsi kota;
3. mengembangkan potensi sumberdaya alam yang dimiliki secara optimal;
1. menyelenggarakan pemrintahan kota dengan menggunakan prinsip Good Governance
dan Clean Government.
2. mendorong perekonomian kota dengan memperkuat basis kegiatan ekonomi rakyat;
3. revitalisasi sumber-sumber keuangan Daerah;

29
Kajian Lingkungan Hidup Strategis Padang

4. membuka akses melalui peningkatan peran pelabuhan Teluk Bayur, Bandara Ketaping
dan terminal Bingkuang sebesar-besarnya bagi peningkatan ekonomi rakyat;
5. membangun suasana kehidupan beragama yang damai dengan mengacu kepada Adat
Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah.
6. membuka akses yang sama bagi setiap warga, laki-laki dan perempuan untuk aktif
berperanserta dalam siklus dan proses pembangunan kota.
7. mengembangkan dan mendayagunakan potensi wisata dengan tetap mempertahankan
identitas kota Padang sebagai kota perdagangan dan pendidikan dalam koridor Adat
Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah.
8. membangun iklim investasi yang sehat bagi peningkatan perekonomian kota secara
keseluruhan;
9. membangun kesadaran warga kota terhadap hukum yang berlaku dan penegakan hukum
bersangkutan.
10. mengurangi potensi rawan bencana di kota Padang;
11. menciptakan kota Padang yang berwawasan lingkunan;
12. mendayagunakan dan meningkatkan kapasitas aparatur pemerintah kota secara tepat.

Untuk mendapat pemahaman yang lebih utuh, elemen-elemen tiap rumusan misi tersebut dijelaskan
satu persatu. Misi yang relevan dengan isu PBC adalah misi no 3, yakni perlunya mengembangkan
potensi sumberdaya alam yang dimiliki secara optimal. Pada halaman 25 dijelaskan bahwa .......
Kota Padang sebagai kota pesisir mempunyai potensi pengembangan wisata bahari sebagai
unggulan. Pengembangan wisata bahari tersebut dapat dipadukan dengan pengembangan kota tua
Padang Lama yang menyimpan sejarah permulaan kota Padang. Untuk itu dapat dikembangkan
produk wisata terpadu yang merupakan kesatuan wisata Pantai Padang Kawasan Padang Lama
Kawasan Gunung Padang Kawasan Pantai Air Manis. Kawasan Batang Arau dapat menjadi marina
yang menghubungkan pulau pulau kecil di wilayah kota Padang dan Kabupaten Pesisir Selatan dan
Kabupaten Pariaman. Selain itu jaringan jalan susur pantai juga perlu dikembangkan untuk
menghubungkan kawasan dengan Bandar Ketaping. Untuk mendukung kawasan wisata terpadu
tersebut perlu didukung dengan pengembangan sarana dan jasa pendukung wisata dan penciptaan
kondisi lingkungan kota yang ramah dan nyaman.
Pada bagian berikut akan ditelaah uraian Rekomendasi Kebijakan RPJM. Rekomendasi kebijakan yang
berkaitan dengan pengembangan kawasan PBC dan Gunung Padang adalah Sub Bidang
Kepariwisataan, Penanaman Modal dan Penataan Ruang. Hal itu dijelaskan sbb:
1. Sub Bidang Kepariwisataan
Salah satu tujuan pengembangan kepariwisataan kota Padang adalah : menjadikan Padang
sebagai pintu gerbang kepariwisataan wilayah Barat. Sasaran pengembangan kepariwisataan
antara lain adalah (a) berkembangnya kawasan wisata pesisir terpadu sebagai andalan
untuk menarik wisatawan ke kota Padang, (b) meningkatnya investasi swasta di sektor
pariwisata. Untuk memenuhi sasaran tersebut maka Dinas Pariwisata merumuskan indikasi
program kegiatan, antara lain: Perencanaan Kawasan Wisata Terpadu Unggulan kota Padang,
kajian kerjasama pengembangan kawasan, Revisi Rencana Induk Pariwisata kota Padang dan
objek wisata dengan pihak swasta.
2. Sub Bidang Penanaman Modal
Salah satu sasaran sektor penanaman modal di kota Padang adalah menggali potensi
sumber-sumber penerimaan penanaman modal daerah secara intensifikasi dan ekstensifikasi.
Untuk mencapai sasaran tersebut maka indikasi program yang akan dikaji lebih dalam adalah
penggalian sumber-sumber penanaman modal yang baru, melakukan analisis penanaman
modal daerah dan asing.
3. Sub Bidang Penataan Ruang
Di dalam dokumen RPJM dijelaskan bahwa di dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota
Padang telah dikaji arahan pusat-pusat pelayanan. Salah satu pusat pelayanan adalah
Gunung Padang. Selain itu ditatapkan 4 sentra pengembangan kota dan 18 kawasan prioritas

30
Kajian Lingkungan Hidup Strategis Padang

pengembangan. Kawasan Wisata Terpadu Gunung Padang dan kawasan sepanjang pantai
termasuk di antara lokasi sentra pengembangan pusat kota.
Dalam rangka kajian keterkaitan gagasan Pembangunan PBC dengan rumusan RPJP dan RPJM, perlu
pula diidentifikasi penjabaran indikasi program tersebut ke rencana kerja masing-masing Satuan
Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di lingkungan Pemerintah Kota Padang. Data dan informasi tersebut
sangat diperlukan dalam proses evaluasi implikasi gagasan pembangunan terhadap lingkungan hidup.

5.4 Rencana Tata Ruang Wilayah Kota dan Rencana Detail Ruang Kota
Saat ini acuan perencanaan fisik kota yang digunakan oleh pemerintah bersama masyarakat kota
Padang adalah Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Padang tahun 2004 2013 yang disusun
tahun 2003. RTRW tersebut sebagai lanjutan Rencana Induk Kota (RIK) Kota Padang 1983/1984
2003/2004. Di dalam laporan perencanaan tata ruang dikemukakan bahwa visi perencanaan ruang
Kota Padang 2013 atau tata ruang kota Padang yang hendak dituju sampai tahun 2013 adalah :
Terwujudnya struktur dan pola pemanfaatan ruang kota pesisir yang modern dan berbudaya. Visi
tersebut merupakan respons penjabaran atas visi pengembangan kota Padang 2020, yakni :
Terwujudnya masyarakat madani yang sejahtera berbasis perdagangan dan jasa yang berdaya-saing
tinggi dalam kehidupan perkotaan yang tertib dan teratur. Untuk mencapai visi ruang kota Padang
2013 telah disusun strategi pokok penataan ruang sbb:
1. Memanfaatkan ruang daratan, lautan dan udara untuk semua aktifitas yang memberikan nilai
tambah yang positif bagi Pembangunan Kota Padang.
2. Memanfaatkan morfologi kota (perairan/laut, daratan datar dan pegunungan) sebagai potensi
dalam pengembangan kawasan budidaya dan kawasan lindung.
3. Mengembangkan pemanfaatan ruang kota untuk mendukung berlang-sungnya berbagai
kegiatan sesuai dengan fungsi utama Kota Padang sebagai Pusat Kegiatan Perdagangan dan
Jasa, Pusat Kegiatan Industrri, Pusat Kegiatan Pariwisata dan Pusat Kegiatan Transportasi
Regional.
4. Mengarahkan pengembangan kegiatan permukiman (terutama ke arah Utara dan Timur)
untuk mengurangi tekanan perkembangan fisik dan arus lalu-lintas di dan ke Kawasan Pusat
Kota.
5. Mengembangkan kawasan yang tergolong kawasan transisi perkembangan (koridor dan sisi
luar Padang By-Pass) untuk kegiatan perdagangan, jasa, industri, permukiman, perkantoran,
olahraga, pendidikan dan prasarana transportasi.
6. Mengembangkan kawasan perkantoran Pemerintahan Kota di Kawasan Air Pacah untuk
mengurangi arus pergerakkan menuju ke Kawasan Pusat Kota dan sekaligus mempermudah
akses penduduk untuk memperoleh pelayanan di satu kawasan.
7. Mengembangkan jaringan jalan baru untuk mengurangi beban Jalan Arteri Padang
Bukittinggi dan sekaligus mengoptimalkan Jalan Padang By-Pass. Pengembangan jalan baru
diutama-kan adalah Jalan Sepanjang Pantai (Teluk BayurNipah/MuaroPasir Jambak
Ketaping) dan Jalan Lingkar Luar (Bandar BuatLimau ManisGunung SarikAir PacahLubuk
MinturunBy-Pass).
8. Menjadikan sektor transportasi sebagai sektor unggulan melalui pengintegrasian moda
transportasi yang ada (pelayanan Pelabuhan Laut Teluk Bayur, Pelabuhan Muaro, Terminal
Regional Bingkuang dan Bandara Ketaping yang didukung oleh prasarana dan sarana
transportasi darat dan laut), sehingga menghasilkan nilai tambah bagi perkembangan kota.
9. Mengembangkan sektor pariwisata sebagai sektor unggulan melalui pengembangan secara
terencana Kawasan Wisata Terpadu Gunung Padang dan Kawasan Wisata Sungai Pisang serta
mendorong pengembangan Pasar Raya & Eks-Terminal Lintas Andalas menjadi Kawasan
Pusat Niaga (CBD) yang terkait dengan pengembangan wisata belanja dan wisata budaya.
10. Mengembangkan kawasan pesisir sepanjang pantai menjadi kawasan komersial dengan
menggunakan konsep water-front city, sehingga dapat menjadi ciri khas Kota Padang
dimasa depan dan sekaligus memberikan nilai tambah bagi pembangunan kota.

31
Kajian Lingkungan Hidup Strategis Padang

11. Mengembangkan Kawasan Limau Manis sekitar Kampus UNAND sebagai kawasan pendidikan,
penelitian dan pelatihan yang memiliki skala pelayanan regional. Sedangkan kawasan
pendidikan tinggi lainnya yang sudah ada dikembangkan dengan pendekatan intensifikasi
lahan.
Di dalam RTRW tersebut, arahan pengembangan pusat kegiatan Pelabuhan Muaro dan Gunung
Padang dirumuskan sebagai berikut,

Pelabuhan Muaro
Pelabuhan Muaro diarahkan sebagai untuk pelayanan lingkup lokal dan antar-pulau (interinsuler).
Kapal penumpang, kapal barang dan kapal pesiar (yacht) dengan kapasitas terbatas akan meng-
gunakan pelabuhan ini sebagai tempat bersandar dan pemberangkatan.
Untuk pelayaran angkutan penumpang dari/ke Pulau Mentawai, terutama angkutan wisata,
diharapkan semua aktifitasnya dapat dilakukan dari Pelabuhan Muaro sehingga interaksi antara Kota
Padang dengan Kabupaten Kepulauan Mentawai dapat dilihat sebagai suatu jaringan pelayanan
transportasi yang terintegrasi dengan pelayanan pariwisata. Ke depan juga diharapkan
dikembangkannya jaringan pelayaran wisata ke Carocok, Painan dan Pariaman, sehingga wisatawan
memiliki alternatif lain untuk mengunjungi obyek-obyek wisata yang terdapat di Kabupaten Pesisir
Selatan dan Kabupaten Padang Pariaman.

Kawasan Wisata Terpadu Gunung Padang


Pengembangan kawasan dilakukan dalam rangka mendukung salah-satu fungsi utama Kota Padang
yaitu sebagai Pusat Kegiatan Pariwisata. Pengembangan kawasan ini ditunjang oleh keberadaan Kota
Tua, Jembatan Siti Nurbaya, Pantai Air Manis, Bukit Malin Kundang, Muaro dan Pantai Padang.
Sehubungan dengan itu pengembangan kawasan ini perlu mempertimbangkan hal berikut:
1. Perencanaan kawasan dilakukan oleh Pemerintah Kota Padang atau bersama-sama dengan
pihak swasta.
2. Pelaksanaan dan pembiayaan pembangunan kawasan dilakukan oleh Pemerintah Kota
Padang, pihak Swasta atau kerjasama antara Pemerintah Kota Padang dengan pihak Swasta.
3. Pengelolaan, pemeliharaan dan pengembangan kawasan dilakukan oleh Pemerintah Kota
Padang, pihak Swasta atau kerjasama antara Pemerintah Kota Padang dengan pihak Swasta.
Pola atau sistem pengembangan kawasan dilakukan dalam bentuk kerjasama pembangunan yang
saling menguntungkan (joint venture, share-holders, BOT, BOO, dll) antara Pemerintah dengan pihak
Swasta.

5.5 Rencana Unsur Kota

A. Rencana Strategis Pengelolaan Wilayah Pesisir Kota Padang


Rencana Strategis Pengelolaan (Renstra) Wilayah Pesisir Kota Padang tahun 2004 2009 telah
ditetapkan dengan Keputusan Walikota Padang nomor 485 Tahun 2004. Renstra Wilayah Pesisir
merupakan salah satu pedoman bagi stakeholders di wilayah kota Padang dalam melaksanakan tugas
pokoknya masing-masing.
Beberapa bahaya lingkungan pesisir yang beraspek Geologi terutama adalah (a) sedimentasi, (b)
gerakan tanah (c) banjir, (d) abrasi (e) akresi (f) intrusi air laut (g) gempa dan (h) tsunami.
Berdasarkan hasil identifikasi isu dan permasalahan kawasan pesisir ada beberapa isu prioritas,
yaitu:
Jumlah penduduk kawasan pesisir yang relatif besar;
Potensi kelautan dan perikanan belum terinventarisir dan termanfaatkan secara optimal;
Potensi objek wisata belum dikelola secara optimal;
Berkembangnya kegiatan pariwisata bahari;
Berlangsungnya degradasi lingkungan;
Penangapan ikan tanpa izin;

32
Kajian Lingkungan Hidup Strategis Padang

Terbatasnya armada penangkapan ikan dan rendahnya penerapan teknologi;


Belum tersusunnya RTRW Perairan Laut;
Belum terbentuknya kelembagaan pengelolaan pesisir dan laut;
Pergeseran paradigma pengelolaan pesisir dan laut;
Terbukanya pasar lokal, regional dan internasional;
Penerapan Undang-undang Pemerintahan Daerah;
Peningkatan status Pelabuhan Perikanan Nusantara Bungus (PPNB) menjadi PPS Bungus;
Belum seluruh adanya Rencana Pengambangan Pariwisata Terpadu;
Wilayah pesisir menjadi tempat pembuangan limbah instansi dan rumah tangga.
Kordinasi kerja yang lemah;
Terbatasnya sarana dan prasarana wilayah di kawasan pesisir;
Konflik kewenangan dalam pemanfaatan pesisir makin tajam.
Berdasarkan analisis SWOT dilaksanakan Tim Studi yang tersebut diatas (Strengths/Keunggulan
Weaknesses/Kelemahan Opportunities/Kesempatan - Threats/ Ancaman) yang dilakukan dapat
dirumuskan kebijakan strategis pengelolaan kawasan pesisir Kota Padang, yaitu:
Meningkatkan pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut secara berkelanjutan untuk meraih
peluang pasar.
Memberdayakan masyarakat pesisir dalam pemanfaatan dan pengelolaan wilayah pesisir.
Meningkatkan kualitas ekosistem pesisir dan laut
Meningkatkan sarana dan prasarana serta teknologi.
Memanfaatkan sumberdaya kelautan dan perikanan secara optimal, efisien dan
berkelanjutan.Melibatkan seluruh stakeholders dalam perencanaan, pemanfaatan dan
pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan.
Membuat tata ruang pengelolaan dan pemanfaatan wilayah pesisir dan laut.
Menyiapkan peraturan perundang-undangan dan kelembagaan pengelolaan dan pemanfaatan
wilayah pesisir dan laut.
Tiap-tiap rumusan kebijakan di atas telah dijabarkan ke dalam rumusan sasaran, indikator dan
strategi. Selanjutnya dirumuskan pula program strategis pengelolaan wilayah pesisir, mencakup 37
program strategis. Program strategis tersebut dibedakan atas tiga kategori, yakni jangka panjang,
jangka menengah dan jangka pendek.
Pada bagian akhir ditegaskan bahwa implementasi program strategis tersebut perlu didukung oleh
Rencana Zonasi, Rencana Pengelolaan dan Rencana Aksi.

B. Bangunan Cagar Budaya dan Kawasan Bersejarah.


Kota Padang merupakan salah satu kota yang memiliki warisan budaya berupa arsitektur bangunan
yang khas yang tidak ditemukan di kota lain. Sebagai tindak lanjut Undang-undang nomor 5 tahun
1992 tentang Cagar Budaya, pemerintah Kota Padang menetapkan Keputusan Walikota Padang
nomor 3 tahun 1998 tentang Penetapan bangunan cagar budaya dan kawasan bersejarah dikota
Padang. Berdasarkan keputusan tersebut, 74 bangunan lama bersejarah ditetapkan sebagai
bangunan yang harus dilindungi dari kepunahan.
Untuk keperluan operasional dan pelayanan perizinan dalam rangka pengelolaan kawasan bersejarah
dan bangunan yang dilindungi, Pemerintah Kota mempersiapkan Panduan Rancang Kawasan dan
Bangunan Bersejarah, sebagai berikut,
a. Memberi arahan dalam melakukan rekonsolidasi karakter tapak (setting) maupun
visual terhadap kawasan dan bangunan-bangunan tua bersejarah yang telah
mengalami perubahan dan berdampak terhadap penghilangan ciri/karakter serta
penurunan kualitas.

33
Kajian Lingkungan Hidup Strategis Padang

b. Memberi arahan dalam pengendalian fisik dengan cara rehabilitasi dan rekonstruksi
tata letak (prospective guideline) maupun penampilan wajah bangunan (performance
guideline) pada kawasan dan bangunan-bangunan tua bersejarah sebagai akibat
pengaruh tuntutan kebutuhan baru (internal) maupun tuntutan fungsi sekitarnya
(eksternal).
Sasaran penerapan Panduan Rancang Kawasan adalah:
a. Mengembalikan potensi warisan kota (urban heritage) yang dimiliki kota Padang,
meliputi segi sosio-kultural, sosio-ekonomi dan segi fisik lingkungan.
b. Mengembalikan dan meningkatkan vitalitas kawasan dan bangunan-bangunan
bersejarah agar lebih bernilai dan berdaya guna.
c. Panduan dalam melakukan kegiatan pemugaran terhadap kawasan dan bangunan-
bangunan tua bersejarah di kota Padang.
d. Panduan dalam pengendalian bangunan-bangunan baru yang menjadi bagian
kelompok bangunan tua bersejarah maupun bangunan sekitar yang menjadi bagian
dalam kelompok penzoningannya.
Program pembangunan dan pengembangan kawasan bersejarah beorientasi pada program
pembangunan sektor-sektor utama kota yang secara langsung atau tidak langsung mempunyai
keterkaitan dengan kawasan kota lama Padang.
Kebijaksanaan dalam pengendalian perkembangan kota tua dilakukan dengan:
Menetapkan aturan pemanfaatan lahan dan batasan-batasan pembangunan fisik bangunan.
Mengkonsolidasi karakteristik visual secara esensial kawasan dan bangunan-bangunan lama
bersejarah melalui tata ruang dan tata bangunan agar dapat mempertahankan dan
meningkatkan vitalitas yang ada.
Pengendalian perkembangan kota Padang difokuskan pada kawasan yang cenderung
mengalami perkembangan yang pesat, kawasan yang ditinggalkan (peremajaan kota) dan
kawasan yang mempunyai nilai khusus. Ketetapan tersebut disusun dalam dokumen
perencanaan yaitu : RTRW, RDRTK,RTRK, dan RTBL.
Untuk pengendalian perkembangan kawasan yang mempunyai karakteristik khusus yang
menuntut pengendalian perkembangan yang khusus pula, perlu disusun Panduan
pemanfaataan ruang dan bangunan di kawasan kota lama yang bertujuan untuk
mengendalikan perkembangan kawasan tersebut.
Pembangunan di kawasan terbangun dilindungi (Conservation area) yang memiliki bangunan-
bangunan lama bersejarah perlu dipandu oleh rancangan khusus berupa Panduan rancang
bangunan yang kontekslamal dengan makna tempat. Dengan demikian kawasan-kawasan
kota yang memiliki nilai sejarah dapat dipertahankan karakteristik visualnya, namun tetap
mengakomodasi kepentingan saat ini dan mendatang.
Upaya konservasi kawasan dan bangunan-bangunan lama bersejarah akan ditindaklanjuti
dengan peraturan daerah (Perda).
Beberapa kebijakan kota yang berkaitan dengan kawasan kota Lama Padang adalah sebagai
berikut:
Mengembangkan dan melestarikan bangunan atau kelompok bangunan lama bersejarah di
kawasan kota lama maupun kawasan pusat kota yang memiliki nilai historis penting bagi kota
Padang, seperti Kawasan Pasa Gadang, Kawasan Batang Arau, komplek militer (kawasan
ganting), kawasan sekitar jalan Gereja, komplek Militer jalan Samudera, Kawasan Benteng
Gunung Padang, kawasan gedung Balai kota, jalan Sudirman (sekitar SMU I), Komplek
stasiun kereta api jalan stasiun, Kawasan sekitar simpang haru dan kawasan lainnya yang
memiliki bangunan tunggal maupun berkelompok.
Dalam bidang transportasi, mendorong usaha pembangunan dan perluasan dermaga
Pelabuhan Teluk Bayur dan Rencana Pelabuhan Marina (Batang Arau), melalui peningkatan
koordinasi dengan instansi pemerintah dan masyarakat dalam pembebasan dan penyediaan
tanah.

34
Kajian Lingkungan Hidup Strategis Padang

Pengembangan jalan arteri primer di sepanjang pantai barat di masa mendatang, sejalan
dengan pengembangan Bandara Ketaping.
Menetapkan dan mengembangkan kawasan Bukit Putus dan Gado-gado di Kecamatan Padang
Selatan, Kelurahan Batang Arau sebagai kawasan hutan kota.
Mengembangkan Pelabuhan Teluk Bayur di Kecamatan Padang Selatan sesuai dengan
Rencana Induk Pengembangan yang telah ditetapkan.
Memindahkan Pelabuhan laut interinsuler Muaro ke Teluk Bayur, Pelabuhan ferry ke Bungus,
dan selanjutnya menata kembali pelabuhan Muaro menjadi pusat pelayanan wisata bahari.
Sejak tahun 2001 Pemerintah Kota dan masyarakat telah melakukan berbagai kegiatan, terutama
kegiatan-kegiatan yang bersifat:
Peremajaan kota lama (revitalisasi) bagian-bagian kota yang berpotensi untuk menunjang
kegiatan pariwisata alam dan sejarah.
Tahun 2002 telah dilakukan rehabilitasi terhadap 16 bangunan lama bersejarah di jalan Pasar
Hilir, Kelurahan Pasa Padang, Kecamatan Padang Selatan. Kegiatan ini merupakan
percontohan (pilot project) untuk rehabilitasi selanjutnya.
Pengembangan jembatan Siti Nurbaya sebagai akses menuju kawasan wisata Gunung
Padang.
Revitalisasi dan pembersihan sungai Batang Arau untuk menunjang kegiatan wisata bahari
Kegiatan budaya yang ada, khususnya bagi komunitas masyarakat di kawasan-kawasan lama
guna menunjang kegiatan wisata kota.
Rehabilitasi beberapa bangunan lama bersejarah dan perbaikan jalan menuju tempat-tempat
penting di kota lama.
Pengembangan jalur pejalan kaki dengan pembuatan trotoar di tempat-tempat penting di
kawasan kota lama.
Sosialisasi kepada masyarakat untuk lebih memperhatikan dan peduli terhadap kawasan dan
bangunan lama bersejarah melalui upaya-upaya pelestarian.
Revitalisasi kawasan dan bangunan bersejarah lainnya yang belum tersentuh oleh
perencanaan kota seperti: komplek militer (kawasan ganting), kawasan sekitar jalan Gereja,
komplek Militer jalan Samudera, kawasan Benteng Gunung Padang, kawasan gedung Balai
kota, jalan Sudirman (sekitar SMU I) dan kawasan lainnya yang memiliki bangunan tunggal
maupun berkelompok.
Pemasangan Tanda (Pening) terhadap bangunan-bangunan lama bersejarah yang perlu
dilindungi yang berfungsi informasi bagi pemilik, pemakai maupun masyarakat luas.
Rencana Peraturan Daerah berkaitan dengan perlindungan benda cagar budaya yang dapat
berupa kawasan, lahan, bangunan berkelompok, bangunan-bangunan tunggal baik di
kawasan kolonial maupun tradisional.
Rencana revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) tahun 2003-2013 yang mempertegas
kawasan-kawasan lama kota Padang sebagai kawasan bersejarah yang perlu dilindungi.
Kawasan Kota Lama di bagi menjadi 9 (sembilan) blok perencanaan; salah satu blok (Blok 1)
bersisian dengan lokasi rencana reklamasi, yakni antara jalan Samudera (Pantai Padang), jalan
Hayam Wuruk dan jalan Robert Wolter Mongisidi. Blok ini memiliki luas 5.23 Ha dan luas parcel 2.2
Ha beberapa potensi yang dimiliki oleh blok-1 antara lain:
Blok berada di kawasan wisata Pantai Padang,
Memiliki 5 bangunan tua bersejarah,
Memiliki sejarah tentang militer di kota Padang,
Aksesibilitas sangat baik dari darat maupun laut,
Kedekatan jarak dengan berbagai fasilitas kota.

35
Kajian Lingkungan Hidup Strategis Padang

Panduan Rancang Kawasan sudah membuat identifikasi intensitas pemanfaatan ruang (KDB dan
KLB), peruntukan tanah, sirkulasi, ketinggian bangunan, prasarana dan utilitas. Sehubungan dengan
itu, kajian reklamasi Pantai Padang perlu mempertimbangkan ketentuan-ketentuan pengelolaan
bangunan yang dilindungi.

5.6 Gagasan Rencana Reklamasi Padang Bay City

1. Perencanaan Reklamasi Pantai Padang


Gagasan reklamasi pantai Padang pada dasarnya merupakan respons pendayagunaan sebagian
kawasan pantai Padang yang di dalam RTRW Kota Padang digolongkan sebagai kawasan prioritas,
sedangkan dalam konteks sistem pusat pengembangan, diskenariokan sebagai Pusat Kegiatan
Utama.
Sebagaimana asumsi perencanaan tata ruang kawasan Gunung Padang, maka pembangunan
reklamasi pantai Padang telah mempertimbangkan asumsi tersebut, yaitu: (a) perencanaan kawasan
ini dilakukan oleh pemerintah kota atau bersama-sama dengan pihak swasta, (b) pelaksanaan dan
pembiayaan pembangunan kawasan dilakukan dengan pendekatan PPP (Public Participation
Partnership) oleh mitra swasta. Dalam hal ini Hak Pengelolaan atas tanah hasil reklamasi diterbitkan
Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Kota Padang. (c) pengelolaan, pemeliharaan dan
pengembangan kawasan dilakukan pihak Swasta bersama pemerintah kota, dan (d) pola atau sistem
pengembangan kawasan dilakukan dalam bentuk kerjasama pembangunan yang saling
menguntungkan (joint venture, share-holders, BOT, BOO, dll) antara pemerintah kota dengan mitra
Swasta.
Sejak tahun 2006 yang lalu, gagasan reklamasi pantai Padang telah direspons oleh mitra swasta, di
antaranya PT Pacific Prestress Indonesia, Jakarta (telah melakukan kajian awal teknik reklamasi di
lokasi pantai Padang) dan PT Graha Surya Mutiara, Jakarta (telah melakukan kajian Pra Studi
Kelayakan untuk proposal PBC). Pada bagian berikut disampaikan kesimpulan masing-masing kajian.

2. Perencanaan Proyek Reklamasi Pantai Padang


Lingkup kegiatan perencanaan yang dilakukan oleh PT Pacific Prestress Indonesia adalah sbb:
Melakukan survey kelautan, khususnya bathimetri dan hidrografi, meliputi pengukuran
kedalaman laut sekitar lokasi, pengukuran pasang surut, pengukuran arus, pengumpulan
data gelombang, curah hujan, kecepatan angin dan data lain yang relevan.
Melakukan penyelidikan tanah berupa pengeboran tanah, Standard Penetration Test,
pengambilan contoh tanah asli, pengujian contoh tanah di laboratorium, melakukan
pembahasan atas hasil uji laboratoriu.
Meninjau kondisi kegempaan di lokasi rencana reklamasi mengacu ke pedoman yang berlaku.
Melakukan analisis gelombang, berupa tinggi gelombang, panjang gelombang, kecepatan
gelombang, tinggi run up gelombang, analisis kepecahan gelombang dan aspek lain yang
berhubungan dengan penentuan dimensi sistem pemecah gelombang dan penahan tanah
reklamasi.
Melakukan perencanaan sistem pemecah gelombang/ penahan tanah reklamasi, berupa
usulan beberapa alternatif sistem pemecah gelombang/ penahan tanah, dimensi sistem yang
diusulkan serta stabilitas sistem penahan tanah tersebut, baik pada kondisi normal maupun
pada kondisi gempa.
Melakukan perhitungan struktur penahan tanah, untuk menentukan komponen-komponen
struktur penahan tanah agar layak digunakan baik pada kondisi normal maupun pada kondisi
gempa, serta ekonomis pada tingkat yang wajar sesuai kondisi alam yang dihadapi.
Menyampaikan kesimpulan dan memberi rekomendasi berdasarkan semua hasil survey dan
analisis.
Kesimpulan dan rekomendasi yang disampaikan tim perencana adalah sebagai berikut:
Berdasarkan data dari BMG untuk periode 15 tahun terakhir (1991-2005) pantai Padang
mempunyai perilaku gelombang yang tinggi. Tinggi gelombang maksimum di atas 2,5 m

36
Kajian Lingkungan Hidup Strategis Padang

terjadi pada bulan Maret, Juni, Juli, September dan Januari, sedangkan puncak tertinggi
gelombang terjadi pada bulan Januari, yaitu sebesar 3,02 m. Secara umum arah gelombang
yang terjadi menunjukkan pada arah Barat Daya (SW) sampai Barat (W).
Untuk analisis panjang gelombang dan cepat rambat gelombang yang dilakukan melalui
pendekatan umum terhadap nilai periode di perairan laut dalam, telah diperoleh:
Pada perairan laut dalam: Lo = 46,30 m; Co = 8,50 m/det
Pada kedalaman 6 m: L1 = 36,10 m; C1 = 6,63 m/det
Berdasarkan parameter-parameter di atas, dapat dianalisis perkiraan tinggi gelombang pada
perairan pantai Padang di kedalaman 6 m adalah setinggi 2 m.
Berdasarkan hasil penyelidikan tanah, secara umum dilokasi perairan dengan kedalama 6 m
(ditempat rencana reklamasi) ditemukan lapisan tanah lempung kelanauan (silty clay) yang
sangat lunak hingga konsistensi menengah, sampai akhir pengeboran pada kedalaman
sekitar 30 m dibawah permukaan tanah setempat.
Pantai Padang merupakan daerah rawan gempa yang berhubungan langsung dengan
Samudera Indonesia. Berdasarkan pedoman perencanaan ketahanan gempa Pd M-XX-2004,
kota Padang termasuk di dalam wilayah kegempaan dengan klasifikasi yang paling berat,
wilayah kegempaan I.
Untuk mengantisipasi resiko gempa di dalam perencanaan reklamasi, digunakan besaran
percepatan puncak batuan dasar yang sesuai dengan Pd M-XX-2004 untuk perencanaan
jembatan dan bangunan air pada wilayah gempa I dengan percepatan gempa diambil sebesar
0,53g.
Berdasarkan kondisi kelautan dan Geoteknik di lokasi rencana reklamasi, telah diusulkan 3
alternatif struktur bangunan penahan tanah reklamasi, yaitu : tanggul batu alam/ blok beton
(alternatif 1), tanggul tetrapod (alternatif 2), dan tanggul vertical dari sheetpile (alternatif 3).
Berdasarkan hasil analisis gelombang khususnya run-up gelombang, diperoleh elevasi dan
tinggi rencana (H) tanggul pada Alternatif 1 dan 2 sebagai berikut:
- Alternatif 1 (menggunakan batu) Elevasi tanggul = 5,70 m; tinggi tanggul= 11,70 m
- Alternatif 2 (tetrapod) Elevasi tanggul = 4,90 m; tinggi tanggul= 10,90 m
Berdasarkan pertimbangan berbagai faktor dan mempertimbangkan pula elevasi eksisting
garis pantai dan jalan tepi pantai yang ada, serta hasil perhitungan run-up gelombang
berdasarkan tinggi gelombang yang ada, maka tinggi elevasi reklamasi di dalam perencanaan
ditetapkan pada elevasi +4,50 LWS.
Dengan mengacu pada tinggi elevasi reklamasi + 4,50 LWS, dan berdasarkan kontur dasar
laut yang didapat dari survey bathimetri, maka telah dihitung suatu perkiraan volume tanah
untuk reklamasi, sebesar 2.346.600 m3.
Namun demikian, karena karakteristik lapisan dasar laut yang sangat kompresible, maka
diperkirakan dapat terjadi penurunan tanah hingga mencapai 2,5 2,8 meter akibat tekanan
tanah reklamasi. Bila penurunan ini diperhitungkan, maka volume tanah yang dipergunakan
untuk reklamasi hingga mencapai elevasi +4,50 LWS (setelah dipadatkan) diperkirakan akan
menjadi 3.168.000 m3.
Untuk mempercepat proses konsolidasi tanah dasar laut yang menurut hasil analisis
penurunan tanah pada Laporan Penyelidikan Tanah akan memerlukan setidaknya waktu 8
tahun untuk mencapai derajad konsolidasi 90%, maka dapat dipakai cara percepatan proses
konslidasi tanah dengan memasang (vertical drain) dan menggunakan surcharge/ pre
loading.
Hasil analisis stabilitas struktur penahan tanah menunjukkan bahwa baik tipe struktur tanggul
maupun sheet pile adalah aman terhadap gelincir tanah akibat kondisi tekanan tanah normal
(FK > 1,25). Namun akibat gaya gempa, faktor keamanan gelincir menjadi < 1, yang berarti
tidak aman, baik untuk tipe struktur tanggul (FK = 0,34, Alternatif 1 dan 2) maupun untuk
struktur sheet pile (FK = 0,51, Alternatif 3). Hal ini terutama disebkan oleh gaya gempa yang
sangat besar pada Wilayah Gempa I dengan percepatan gempa sebesar 0,53g, dan juga oleh
karakteristik lapisan tanah dasar yang lunak.

37
Kajian Lingkungan Hidup Strategis Padang

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa alternatif 1,2 dan 3 strktur penahan tanah adalah
tidak aman terhadap kondisi gempa di Pantai Padang. Bila alternatif-alternatif ini akan
digunakan, maka perlu ada sebagian area hasil reklamasi selebar 100-150 m dari struktur
tepi penahan tanah (tergantung tipe strukturnya) yang harus dikosongkan dari semua
kegiatan manusia (baik fungsional maupun rekreasi) kecuali untuk kepeluan penghijauan. Hal
ini akan membuat usaha reklamasi pantai Padang menjadi tidak efektif.
Oleh sebab itu, telah diusulkan suatu tipe struktur yang lain, yaitu stuktur penahan tanah
yang menggunakan kumpulan tiang Bor yang dilaksanakan hingga kedalaman tanah
padat/keras (N SPT > 40), yang selanjutnya disebut alternatif 4. Bila altenatif 4 ini yang
dipilih maka tipe struktur ini relatif aman terhadap gempa, namun kendalanya adalah biaya
yang mahal, karena disamping harus dilaksanakan hingga kedalaman tanah padat/keras
(panjang lebih kurang 48 meter) tiang Bor ini harus pula mempunyai ukuran/dimensi yang
besar (diameter minimal 1,50 m dengan casing pipa baja) agar dapat menahan gaya dalam
yang besar baik berupa momen lentur, aksial ataupun geser.

3. Perencanaan Proyek Padang Bay City


Di dalam latar belakang Proposal PBC antara lain dikemukakan bahwa kebijakan yang memberikan
kemudahan di bidang investasi mendapat respons dari investor untuk membangun kawasan Pantai
Padang. Mengacu ke kondisi dan permasalahan kota serta kebijakan pembangunan yang
berkelanjutan, maka harus dilakukan kajian dan perencanaan yang terpadu lagi, sehingga dapat
diambil keputusan tentang rencana pembangunan PBC.
Maksud dan tujuan pembangunan PBC pada intinya adalah:
Mewujudkan visi dan misi kota Padang sebagai Pusat Perekonomian dan Pintu Gerbang
Perdagangan Terpenting di Indonesia Bagian Barat.
Mempercepat pertumbuhan pembangunan fasilitas sarana dan prasarana kota Padang.
Meningkatkan pertumbuhan ekonomi kota Padang yang ditunjang dari sektor investasi
swasta.
Sebagai salah satu upaya prefentif penanganan resiko bencana gempa dan tsunami (vertical
mitigation).
Sasaran pembangunan PBC adalah sebagai berikut:
Mewujudkan rencana pembangunan kawasan wisata terpadu yang terintegrasi dengan
rencana pembangunan kawasan Gunung Padang (Siti Nurbaya) dan pengembangan Air
Manis.
Pemanfaatan ruang Kawasan PBC meliputi kegiatan jasa dan perdagangan (hotel, mall, plaza,
convention hall dan ruko) dan selanjutnya akan berfungsi sebagai fasilitas penjunjang
pariwisata.
Menjadikan PBC sebagai salah satu land mark kota Padang sekaligus sebagai pintu gerbang
dan tujuan wisata Sumatera Barat.
Sebagai lokomotif pergerakan ekonomi riil serta memberikan multiplier effect terhadap
penyediaan lapangan kerja baru; pencerahan terhadap perkembangan industri rumah tangga
seperti meningkatnya produksi kerajinan, makanan khas serta berkembangnya sektor-sektor
penunjang pariwisata dan perdagangan lainnya.
Meningkatnya pendapatan perkapita masyarakat dan Pendapatan Asli Daerah;
Tersedianya lokasi atau kawasan bagi masyarakat di wilayah pesisir pantai Padang sebagai
tempat evakuasi penanggulangan bencana gempa dan tsunami.
Reklamasi PBC akan menghasilkan tanah hasil reklamasi seluas 33 Ha, yang terbagi atas 3 (tiga)
sub Kawasan :
Sub Kawasan I, luas 13 Ha yang akan diperuntukkan sebagai kawasan perdagangan dan
komersil bisnis, berupa Mall, Hotel, Plaza dan Ruko.

38
Kajian Lingkungan Hidup Strategis Padang

Sub Kawasan II, luas 9 Ha, diperuntukkan untuk berbagai fasilitas kota, misalnya gedung
serba guna, mesjid, taman dan fasilitas ruang terbuka hijau.
Sub Kawasan III, luas kawasan 11 Ha, yang akan diperuntukan sebagai kawasan wisata,
baik wisata pantai maupun niaga dengan menyediakan fasilitas pendukung seperti dermaga
maupun fasilitas rekreasi pantai lainnya.
Pada bab 3 ini telah diupayakan menelusuri Rencana Pembangunan Jangka Panjang, Rencana
Pembangunan Jangka Menengah, Rencana Tata Ruang Wilayah dan Rencana-Rencana Sektoral.
Dapat dikatakan bahwa relatif besar kesenjangan (gap) antara rumusan kebijakan jangka panjang
(policy) Penataan Pantai dengan Padang dengan Rencana Jangka Menengah Pembangunan Kota
Padang, demikian pula dengan indikasi program yang dimuat di dalam Rencana Tata Ruang Wilayah.
Kemungkinan besar Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) lain di lingkungan Pemerintah Kota
sudah menjabarkan RPJP dan/ atau RPJM ke dokumen-dokumen spesifik yang berkesesuaian
(compatible) dengan proyek reklamasi pantai padang tetapi belum disampaikan ke Bappeda dan atau
Walikota. Hal itu akan dicek silang (cross check) dengan respons SKPD terhadap kebijakan penataan
Pantai Padang.

39
Kajian Lingkungan Hidup Strategis Padang

6. Rona Lingkungan Hidup dan Permasalahannya

6.1 Rona Lingkungan Wilayah Kota


(Lihat Lampiran 05 untuk tambahan data dari Rona Lingkungan)

Lingkungan Fisik Alami

1. Geologi
Dari perspektif zonasi jalur tektonik Kepulauan Sunda, Van Bemmelen (1949) membagi pulau
Sumatera dan Samudera Indonesia (dengan arah Barat Laut Tenggara) atas 8 zona. Dataran
aluvial Padang (lanjutan dataran rendah Bengkulu) terletak pada zona V, yang tertutup oleh endapan
Tertier Tengah dan batuan vulkanis formasi andesit tua. Pada beberapa tempat tersingkap intrusi
batolit granit, granodiorit dan diorit intra miosin yang disebut oleh Tobler dengan istilah Hoch Barisan
(high Barisan).
Hasil orientasi peta Geologi lembar Padang (Kastowo dan Gerald W. Leo, 1996) dan peta Geologi
lembar Painan dan Bagian Timur Laut Lembar Muara Siberut (HMD. Rosidi, S. Tjokrosapoetro dan B.
Pendowo, 1976), menunjukan wilayah rencana kegiatan (Gunung Padang Air Manis Teluk Bayur)
disusun oleh batuan berikut:
Endapan permukaan aluvium (Qal) terdiri dari lanau, butiran, pasir dan kerikil
Batuan berupa aliran yang tidak teruraikan (QTau) yang berasal dari hasil rombakan andesit
gunung api
Batuan berupa tufa kristal (QTt) yang juga merupakan produk gunung api

2. Geomorfologi
Verstappen (1973) di dalam A Geomorphological reconnaisance of Sumatera and Adjacent island
(Indonesia) membuat skets geomorfologi dataran alluvial Padang yang dolengkapi dengan peta 1 :
125.000. Dataran rendah alluvial Padang yang memanjang ke arah Barat Laut merupakan dataran
yang relatif sempit dan makin runcing di ujungnya. Di kawasan pantai terbentuk bentang alam
perbukitan rendah andesit tua yang membuat struktur batuan pantai mejadi tidak teratur yang
diselingi beberapa tanjung dan teluk-teluk kecil. Di sebelah Utara, perbukitan rendah ini dibatasi oleh
eskarpmen yang terbentuk akibat pengaruh patahan pegunungan Bukit Barisan. Di kawasan antara
kota Padang dengan lokasi fabrik semen Indarung diidentifikasi beberapa patahan yang sangat
mempengaruhi pola aliran sungai. Endapan lumpur vulkanis dalam jumlah sangat banyak mengisi
lembah yang seolah-olah membentuk endapan kipas (alluvial fan).

3. Iklim
Curah Hujan. Rezim curah hujan suatu Daerah Aliran Sungai (DAS) akan mempengaruhi kontinuitas
aliran air permukaan, dalam hal ini aliran sungai Batang Arau. Jumlah hari hujan dan besaran curah
hujan, tutupan vegetasi dan kemiringan lereng di kawasan hulu sungai akan mempengaruhi volumen
bahan-bahan endapan yang akan diangkut ke muara sungai. Curah hujan tahunan selama 5 tahun
terakhir (1992-1996) berfluktuasi antara 1.675,2 mm sampai 2.229 mm, dan rata-rata curah hujan
adalah 306 mm/tahun dengan jumlah hari hujan rata-rata 159 hari per tahun. Jumlah hari hujan per
tahun di Kota Padang cukup banyak dengan tidak ada bulan kering. Curah hujan ini disebabkan oleh
iklim musim, musin pancaroba dan hujan konveksi (hujan lokal). Musim pancaroba jatuh pada bulan-
bulan Maret dan April. Keadaan ini dipengaruhi oleh peredaran matahari yang menyebabkan
terjadinya Daerah Konfergensi Antar Tropik (DKAT).

40
Kajian Lingkungan Hidup Strategis Padang

Tipe iklim seperti ini menurut metode Schmidt dan Fergusson (1951) adalah tipe A (basah) yang
menggambarkan bulan basah > 9 bulan dalam setahunnya.
Suhu. Data hasil pengamatan pada tujuh stasiun curah hujan menjelaskan suhu udara minimum
terjadi pada bulan Juli yaitu 220C. Kelembaban berkisar antara 75% hungga 84%. Arah angin pada
bulan Januari hingga April dan Juni hingga Desember adalah ke arah Barat, hanya bulan Mei adalah
ke arah Barat Daya. Kecepatan angin rata-rata antara 01 hingga 03 knot dengan rata-rata 1,25 knot.
Kecepatan terbesar mencapai 25 knot, dengan rata-rata 15,08 knot. Rata-rata penyinaran matahari
maksimum terjadi pada bulan Mei yaitu 81 dan minimum pada bulan September / Oktober yaitu 30.
Angin. Kecepatan angin rata-rata di Kota Padang berkisar antara 1 2 knot per jam. Ini
menunjukkan bahwa angin di Kota Padang bergerak relatif lambat dan sesekali terjadi angin kecang
(20 knot per jam), dengan arah angin yang selalu menuju Barat atau Barat Daya, artinya dari arah
Samudera Indonesia. Data ini dapat digunakan untuk melengkapi penyusunan rencana kegiatan yang
akan berlangsung di kawasan pantai dan perairan laut.

4. Pola Pengaliran Sungai


Sungai utama di Kota Padang umumnya mengalir dari arah Timur ke Barat serta bermuara di
Samudera Indonesia, yaitu Batang Kuranji, Batang Arau, Batang Anai, Bandar Bekali dan Air Dingin
mempunyai air yang mengalir sepanjang tahun, sedangkan anak-anak sungai di sekitarnya umumnya
sebagai sungai tadah hujan. Aliran sungai permukaan ini umumnya berasal dari curah hujan di
daerah pegunungan atau daratan.

Debit sungai yang melewati Kota Padang dapat dilihat sebagai berikut:

Tabel 1. Debit Sungai

No Nama Sungai Debit (l/detik)

1 Batang Kandis *)

2 Batang Air Dingin 7,5

3 Batang Kuranji 93

4 Batang Arau 20

5 Batang Air Timbulun 2,95

6 Sungai Pisang *)

Sumber : Dinas PU pengairan Kota Padang

Keterangan : *) data tidak tersedia

Kawasan tangkapan air (catchment area) pada Tahura Dr. Moh. Hatta dibagian Utara yakni sungai
Lubuk Paraku dan di sebelah Selatan yakni sungai Balang. Hampir seluruh sungai/batang yang
terdapat di Kota Padang mempunyai hulu sungai di kawasan lindung dan daerah penyangga seperti
ditunjukan pada tabel berikut ini.

Tabel 2. Nama sungai yang berhulu dikawasan lindung dan daerah yang dilalui

No Nama Kawasan Lindung Hulu Sungai Kecamatan Yang Dilalui

1 Tahura Dr. Mohammad Batang Arau Lubuk Kilangan, Pauh, Koto Tangah, Padang

41
Kajian Lingkungan Hidup Strategis Padang

Hatta Batang Kuranji Utara, Lubuk Begalung, Nanggalo, Kuranji

Batang Anai
Batang Air Dingin

2 Cagar Alam Barisan I/Reg. Batang Arau Lubuk Kilangan, Pauh, Bungus Teluk
No. 6 Kabung, Padang Utara, Padang Selatan,
Batang Kuranji Padang Barat
Batang Anai
Batang Air Dingin

3 Suaka Alam Arau Hilir/Reg. Batang Arau Lubuk Kilangan, Koto Tangah, Kuranji,
No. 10 Padang Utara, Lubuk Begalung
Batang Kuranji

Batang Anai
Batang Air Dingin

4 Sempadan Pantai -------- Bungus Teluk Kabung

5 Sempadan Sungai -------- --------

6 Hutan Mangrove -------- --------

Sumber : Dinas PU Kota Padang, Dinas Kehutanan & Data Sekunder.

Batang Arau adalah sungai yang mau dijadikan marina di muaranya.

Sedangkan di daerah penyangga, terdapat beberapa sungai yang melaluinya antara lain: Batang
Arau, Batang Kuranji, Bandar Bakali, Batang Air Dingin, Batang Timbalun, Sungai Pisang.
Berdasarkan hasil pemantauan BPLHD yang dilaksanakan terhadap kualitas air Batang Arau yang
ditinjau dari parameter fisik, kimia dan biologi dapat ditarik beberapa keseimpulan:
Kualitas air pada bagian hulu (Lubuk Peraku dan Batang Sikayan) dapat dikategorikan
sebagai air kelas I dan dapat digunakan sebagai air baku air minum.
Kualitas air bagian tengah, menunjukan terjadinya peningkatan konsenterasi polutan pada
semua konstituen yang diamati dan menyebabkan terjadinya penurunan kualitas air. Untuk
konstituen TTS, BOD, COD, NH3 dan NO3 sudah berada pada klasifikasi pencemar air kelas
III, bahkan H2S dan deterjen sudah masuk dalam kategori kelas IV.
Kualitas air di bagian hilir semakin menurun seiring meningkatnya konsenterasi polutan baru
yaitu minyak. Termasuk air kelas IV. Disamping itu laju sedimentasi di bagian hilir cenderung
meningkat dan menunjukan angka tertinggi di Muara yaitu mencapai 103,16 ton/hari.

5. Kualitas Air Laut


Penurunan kualitas air sungai dan pembuangan langsung berbagai jenis limbah cair dan padat
mengakibatkan penurunan kualitas air laut. Beberapa kegiatan instansional yang beroperasi di
pantai, antara lain pelabuhan Teluk Bayur, pelabuhan Bungus dan Muara, Depot Pertamina dan
Pasar tradisional Gaung dan Bungus, Tempat Pelelangan Ikan (TPI) dan industri Pabrik Kayu
Lapis/Polywood (sekarang sudah tutup) serta daerah wisata muara, Air Manis, Gaung, dan Bungus
mempengaruhi penurunan kualitas air laut.
Penurunan kualitas perairan pantai tampak dari beberapa parameter TSS telah melampaui nilai
ambang baku mutu air laut. Beberapa lokasi di sepanjang perairan pantai Kota Padang merupakan
tempat bermuaranya sungai-sungai utama. Sebagian besar sungai tersebut tampak telah mengalami
penurunan kualitas baik oleh bahan pencemar atau juga oleh TSS dari daerah DASnya. Nilai TSS dan
TDS mencapai lebih 1000 ppm. Di muara sungai Batang Kandis pernah mencapai 5400 mg/l pada
tahun 2002 (Bapedalda Kota Padang 2003), sedangkan baku mutu air untuk parameter ini adalah
1000 ppm.

42
Kajian Lingkungan Hidup Strategis Padang

Secara visual, warna air laut yang berdampingan dengan pantai telah berubah menjadi keruh.
Kekeruhan dan penurunan kualitas tersebut terjadi di sekitar mulut muara sungai yang ada,
kemudian menyebar ke perairan laut sekitarnya. Penyebab penurunan kualitas tersebut berasal dari
sungai dan berbagai aktivitas manusia di daerah sempadan sepajang perairan pantai ini seperti
pelabuhan, industri polywood, Depot Pertamina, TPI dan parawisata, serta juga adanya masukan dari
aktivitas budidya ikan, pemukiman dan pasar. Kemudian juga berasal dari buangan limbah kapal
dagang yang berlabuh di Muara Padang dan Teluk Bayur. (Informasi dari nelayan setempat), Hal ini
ditunjukkan oleh sebagian besar parameter limbah cair dari beberapa kegiatan di atas melebihi nilai
ambang (Tabel 3).

Tabel 3. Kualitas Air Laut/Perairan Pantai Kota Padang (2006)

Parameter yang Diamati

Lokasi Nitrogen (ppm) Miny


Suhu Salinitas TSS TDS BOD COD ak/
pH
(oC) (%) (ppm) (ppm) (ppm) (ppm) lema
NH3 NH2 NO3 k

Muara Penjalinan 26,00 2,83 *) *) 6,57 0,64 24,55 2,16 ttd *) 6

Purus 27,5 3,33 377,3 46,50 7,67 0,67 10,96 0,51 0,21 0,08 24

Air Manis 24,3 3,48 379,2 44,60 7,9 1,67 16,61 ttd ttd 0,09 32

Teluk Bayur 29,6 - 3,24 28.27 7,4 1,2 53,92 0,01 0,01 0,11 14

Bungus 28 3,32 232,2 48,90 8,0 1,28 15,11 ttd 0,14 0,04 12

Nilai Baku Mutu Alami


Kep-02/Men- Alami < 80 <23 6,5-8,5 < 40 < 80 <1 Nihil *) Nihil
KLH/1988 (1,0 %)

Sumber : Bapedalda Provinsi Sumatera Barat 2006


Keterangan : *) Data tidak tersedia

Tabel 4. Faktor Fisika dan Kimia Perairan Pantai (2006)

Strata BMAL
No Parameter
I II III IV Diperbolehkan Diinginkan

1 pH 7.64 7.43 7.29 7.46 69 6,5-8,5

2 Salinitas o/oo 22.8 29.4 33.00 34.00 Alami Alami

3 Turbiditas (NTU) 3.70 1.05 5.00 0.49 >30 <5

4 Temperatur oC 31.4 31.20 31.5 31.70 Alami alami

5 Titik Transparansi (m) 2.9 3.40 na* 6.70 >3 >5

43
Kajian Lingkungan Hidup Strategis Padang

6 O2 terlarut (ppm) 6.48 7.09 5.80 7.12 >4 >6

7 CO2 bebas (ppm) 4.70 3.00 10.00 8.00 <80 <40

8 BOD5 (ppm) 2.07 0.8 2.58 2.00 <45 <25

9 N Total (ppm) 4.22 4.74 4.75 6.33 *) *)

10 PO4 (ppm) 4.40 0.20 0.33 2.62 *) *)

Sumber : data penelitian biologi 2006


Keterangan : *) Data tidak tersedia
Strata I = Muara sungai
Strata II = Pantai tidak bervegetasi
Strata III = Pantai bervegetasi
Strata IV = Laut yang tidak terpengaruh oleh pantai (zona oceanik)
BMAL = Baku mutu air laut berdasarkan Kep-02/MENKLH/I/1998
Kedalaman sampai dasar perairan 0,87 m

Lingkungan Sosekbud

1. Kependudukan
Berdasarkan sensus yang dilakukan 2003, penduduk Kota Padang tahun 2003 berjumlah 765.450,
sedangkan jumlah penduduk tahun 2005 berjumlah 801.488, berarti laju pertumbuhan Kota Padang
selama 3 tahun terakhir (2003-2005) adalah sebesar 1,03 %. Berdasarkan data tahun 2003,
diproyeksikan pada tahun 2006 jumlah penduduk menjadi 815.078 jiwa dan tahun 2007 menjadi
832.208 jiwa (Tabel SDM 19.1).
Jumlah penduduk Kota Padang berdasarkan hasil mutasi penduduk pada tahun 2000 sebesar 724.435
jiwa, sedangkan menurut BPS sebanyak 713.242 jiwa yang tersebar pada 11 wilayah kecamatan.
Pada tahun 2005 jumlah penduduk Kota Padang sebanyak 762.572 jiwa (laporan mutasi) dan
menurut BPS 801.488 jiwa.

Jumlah penduduk menurut kecamatan adalah sbb:

Tabel 5. Perkembangan Jumlah, Persebaran dan Laju Pertumbuhan Penduduk Kota Padang Menurut
BPS dan Kecamatan Tahun 2000-2005 (jiwa)

NO KECAMATAN 2000 2001 2002 2003 2004 2005 LPP (%)

1 Padang Utara 66.891 67.388 68.896 69.479 71.256 72.770 0.72

44
Kajian Lingkungan Hidup Strategis Padang

2 Padang Selatan 54.671 55.651 56.295 57.342 58.780 59.988 0,33

3 Padang Timur 80.632 81.613 83.038 79.413 81.427 83.160 0,90


4 Padang Barat 59.913 60.886 61.693 56.980 58.420 59.600 0,01
5 Koto Tangah 120.604 121.555 124.181 141.638 145.193 147.800 1,34
6 Nanggalo 51.154 51.910 52.674 53.171 54.516 55.683 0,65

7 Kuranji 96.432 97.494 99.292 105.370 108.209 110.206 0,40


8 Pauh 40.975 41.215 42.188 47.956 49.163 51.206 2,91
9 Lubuk Kilangan 38.739 38.518 39.882 38.743 39.700 40.500 2,81
10 Lubuk Begalung 83.585 84.372 86.055 93.203 95.539 97.500 1,00

11 Bungus Teluk 19.646 20.181 20.227 22.154 22.717 23.075 2,19


Kabung

Jumlah 713.242 720.783 734.421 765.450 784.740 801.488 1,03

Sumber : BPS Kota Padang Tahun 2006

Pertambahan penduduk terjadi di hampir semua daerah kecamatan. Sementara pertambahan


tertinggi terdapat di daerah Koto Tangah yaitu 2.607 jiwa selama setahun terakhir (2005-2006) atau
sebesar 1,76 %. Kemudian diikuti oleh Kecamatan Kuranji sebesar 2.117 jiwa (1,92 %) dan
Kecamatan Pauh sebesar 2.043 (3,99 %).
Penduduk Kota Padang diperkirakan masih akan mempunyai laju pertumbuhan yang cukup tinggi,
baik akibat kelahiran maupun masih relatif besarnya arus migrasi masuk ke Kota Padang. Laju
pertumbuhan penduduk yang semula bergerak pada angka 2,36 % akan mulai menurun menjadi
2,12 % (menurut perkiraan BPS 2003-2010).

2. Ekonomi Kota
Produk Domestik Bruto (PDRB) Kota Padang menurut harga konstan pada tahun 2004 tumbuh sekitar
5,89 % dan tahun 2005 tumbuh sekita 5,29 %. Sedangkan dalam tahun yang sama perkembangan
ekonomi Propinsi Sumatera Barat naik sekitar 5,46 % dan 5,53 %. Perkembangan yang cukup
signifikan ini didorong oleh hasil-hasil yang dicapai dalam seluruh sektor usaha perekonomian
terutama sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor industri pengolahan, sektor keuangan,
persewaan dan jasa-jasa.
Berdasarkan angka dari BPS, Produk Domestik Bruto (PDRB) Kota Padang pada tahun 2005 telah
mencapai Rp. 12.768,67 Milyar, sedangkan menurut harga konstan tahun 2000 adalah sebesar Rp.
9.057,63 Milyar. Jika dibandingkan dengan PDRB menurut harga konstan ini pada tahun 2004,
sebesar Rp. 8.653,17 Milyar, terlihat bahwa pertumbuhan ekonomi Kota Padang tahun 2005 rata-rata
naik sekitar 5,49 % per tahun.
Struktur perekonomian daerah sampai tahun 2004 dan 2005 masih didominasi oleh empat sektor
utama yaitu sektor industri dan pengolahan, sektor perdagangan,hotel dan restoran; sektor
pengangkutan dan komunikasi serta sektor jasa-jasa dengan kontribusi dari sektor-sektor tersebut
melebihi 75 % dari total PDRB, dimana peranan sektor industri dan pengolahan dalam tahun 2005
sebesar 16,77 %, sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 21,93 %, sektor pengangkutan
dan komunikasi 24,48 % dan sektor jasa-jasa sebesar 15,50 %.
PDRB per kapita atas dasar harga berlaku (ADHB) juga terjadi peningkatan dimana pada tahun 2004
berkisar Rp.12,605.628,83 meningkat menjadi Rp.13.722.346,91 pada tahun 2004 atau terjadi
peningkatan lebih kurang sebesar 10,38 % (Rp.1.116.718,08).
Secara riil (ADHB), peningkatan perkapita tersebut hanya sebesar 3,54 % atau sebesar
Rp.1.277.724,- dimana pada tahun 2004 hanya sebesar Rp.3.609.244,05 maka pada tahun 2005
menjadi Rp.3.736.968,05. Kontribusi terbesar dalam peningkatan PDRB kota Padang tahun 2005 ini,
seperti juga pada tahun-tahun sebelumnya adalah di sektor pengangkutan dan komunikasi yaitu
sebesar 3.230,97 juta rupiah atau sebesar 31,24 %, atau secara riilnya hanya sebesar 584,93 juta
rupiah atau sebesar 20,77 %.

45
Kajian Lingkungan Hidup Strategis Padang

Tabel 6. Perkembangan PDRB Kota Padang (2001 2006 Berdasarkan Harga Konstan Tahun 2000
(Rp. Milyar)

Lapangan Usaha 2001 1002 2003 2004 2005 2006

Pertanian 390,18 407,40 426,29 446,45 468,13 463,05


Pertambangan 122,43 125,00 126,69 131,09 136,58 132,30
Industri pengolahan 1.322,00 1.392,43 1.423,30 1.470,14 1.519,53 1.486.487
Listrik, air dan gas 123,90 132,98 143,98 145,94 152,11 154.03

Bangunan 305,46 318,51 332,87 351,11 375,17 372,33


Perd.hotel dan restoran 1.640,84 1.727,93 1.802,83 1.887,27 1.986,56 2.586,48

Pengangkutan dan kom. 1.640,47 1.758,36 1.947,90 2.148,31 2.217,49 2.240,58


Keuangan dan persewaan 542,14 561,64 591,22 646,28 707,51 711.582

Jasa-jasa 1.268,62 1.318,94 1.377,32 1.426,55 1.494,63 1.472,30

PDRB 7.353,09 7.742,46 8.171,84 8.653,17 9.057,63 9.601.153

Sumber : BPS Kota Padang Tahun 2006

Tabel 7. Perkembangan PDRB Per Kapita Penduduk Kota Padang, 2000 2006

PDRB Kota Padang PDRB Perkapita


Jumlah
Tahun H. Berlaku H. Konstan H. Berlaku H. Konstan
Penduduk
(Rp. Juta) (Rp. Juta) (Rp.) (Rp.)

2000 7.065.100 7.065.100 677.000 10.431.886 10.431.886

2001 8.038.700 7.353.090 695.100 11.564.810 10.578.463

2002 9.266.700 7.742.460 712.700 13.002.243 10.863.558

2003 10.312.730 8.171.840 730.500 14.117.166 11.186.642

2004 11.507.491 8.653.170 750.700 15.329.014 11.526.812

2005 12.758.665 9.057.692 771.459 16.538.358 11.740.989

2006 14.378.000 9.601.153 801.488 17.939.133 11.979.160

Sumber : KUA APBD Kota Padang 2007

3. Sistem Kekerabatan
Hubungan kekerabatan orang Minangkabau berpola kepada garis keturunan ibu dimana seseorang
digolongkan ke dalam keluarga (suku) ibu. Dalam perkembangan selanjutnya kaum wanita
mendapatkan kedudukan yang penting dalam kaumnya.

46
Kajian Lingkungan Hidup Strategis Padang

Kesatuan terkecil masyarakat disebut keluarga, gabungan beberapa keluarga yang sama disebut
kaum atau paruik (perut). Kumpulan paruik membentuk suku dan kumpulan suku menjadi
kampuang. Suku merupakan suatu kesatuan homogen dipimpin oleh kepala suku (penghulu andiko).
Penghulu berkuasa dan bertanggung jawab terhadap segala sesuatu berkenaan dengan kepentingan
suku dan anggota suku.
Dalam kehidupan berkerabat seperti aktifitas gotong royong dan tolong menolong pada suatu
upacara perkawinan dan kematian meski didasarkan kepada tradisi atau adat yang turun temurun,
akan tetapi lebih didominasi oleh pengaruh Islam. Di samping itu, agama lainnya yang telah
berkembang secara harmonis dan berdampingan dengan agama Islam pada wilayah rencana
kegiatan diantaranya Kristen (Khatolik dan Protestan) dan Budha (terutama di wilayah Kelurahan
Batang Arau).

4. Adat Istiadat
Sistem kemasyarakatan di Minangkabau berdasarkan atas 2 aturan yang disebut dengan sistem
kelarasan yaitu: Kelarasan Koto Piliang, susunan Datuk Katumanggungan, bersifat otokrasi. Segala
sesuatu yang dilaksanakan datang dari atas Penghulu Pucuk. Penghulu Pucuk sebelumnya
bermusyawarah dengan Penghulu Suku, kalau sudah sepakat baru dilaksanakan oleh anak
kemenakan. Dikenal dengan istilah Bajanjang naiak batanggo turun. Sedangkan Kelarasan Bodi
Chaniago, susunan Datuk Parpatih Nan Sabatang aturannya lebih bersifat demokratis. Segala sesuatu
yang dilaksanakan datang dari anak kemenakan dan dimusyawarahkan secara bersama. Setiap
anggota masyarakat mempunyai hak yang sama dalam musyawarah ini. Dikenal dengan istilah
Duduk sama rendah tegak sama tinggi.
Norma atau tatanan yang tetap berlaku di wilayah kehidupan masyarakat terutama kesopanan,
menghormati tamu atau saling menghargai. Namun, implementasi falsafat Minangkabau adat
basandi syarat, syarak basandi kitabullah merupakan tatanan lebih dominan.

5. Kepemilikan Tanah
Status kepemilikan tanah bagi masyarakat Minangkabau umumnya dan Kota Padang khususnya
adalah tanah milik masyarakat adat (tanah kaum) yang disebut tanah ulayat yang diwariskan
secara turun temurun. Tapi dalam perkembangannya saat ini kepemilikan lahan masyarakat sudah
banyak milik pribadi (Sertifikat Hak Milik) yang diperoleh melalui jual beli. Namun sebagian kecil ada
juga masyarakat yang menempat tanah negara (eigendom/erfacht) bekas kepemilikan Kolonial
Belanda.
Sampai sekarang belum jelas penetapan pemilikan hutan mangrove dan sempadan pantai yang
terdapat di Kota Padang. Di satu pihak masyarakat merasa lokasi yang berdekatan dengan tanah
kaumnya dan meyakini bahwa kawasan tersebut termasuk tanah kaum mereka. Di lain pihak, Dinas
Kehutanan mengatakan bahwa semua lahan hutan mangrove adalah tanah negara dan termasuk
hutan yang dilindungi. Titik temu kedua pendapat ini belum ada.

6 . Penggunaan Tanah
Pola penggunaan tanah kota Padang adalah sbb:

Tabel 8. Penggunaan Tanah di Kota Padang

Luas
No. Penggunaan Lahan
Ha %

1 Hutan lahan kering primer 18.972.4 27.30

2 Hutan lahan kering Skunder 14.872.1 21.40

3 Hutan mangrove sekunder - -

4 Hutan rawa sekunder - -

47
Kajian Lingkungan Hidup Strategis Padang

5 Perkebunan 556.0 0.80

6 Pemukiman 7.158.1 10.30

7 Pertambangan - -

8 Pertanian Lahan Kering 347.5 0.50

9 Pertanian lahan kering campur 20.202.5 29.05

10 Rawa - -

11 Sawah 5.226.1 7.50

12 Semak / belukar 1.570.6 2.30

13 Tanah terbuka 486.5 0.70

14 Transmigrasi - -

15 Tubuh Air 104.2 2.20

Total 2006 69.496.0 100.00

6.2 Rona Lingkungan Kawasan Pantai

A. Lingkungan Fisik Alami

1 Geomorfologi Pantai
Kawasan Pantai Padang dibedakan atas 2 tipe pantai, yakni pantai landai berpasir, terdapat di Purus
hingga ke Pariaman dan pantai terjal dengan areal pantai sempit yakni pantai Batang Arau hingga
Bungus Teluk Kabung.
Pantai landai berpasir dibedakan atas 3 tipe, yaitu:
Pasir Coklat Keabu-abuan. Merupakan bahan yang paling umum ditemukan, tersebar di
sekitar Pantai Padang (mulai Muara Jambak hingga ke pantai Gunung Padang).
Pasir Putih Kecoklatan. Tersebar di pantai Bungus Teluk Kabung, di lokasi wisata pantai
Carlos dan pantai Carolin.
Pasir Putih. Terdiri atas bahan organik pecahan cangkang biota laut/ kerang. Terdapat di
pantai pulau-pulau kecil, pulau Sikuai, pulau Sironjong, pulau Sawo dan pulau Air.
Pantai Terjal Berbatu, dibedakan atas 2 tipe, yaitu:
Pantai Berbatu di Air Manis (selatan Kota Padang), di Selatan Teluk Bungus dan sekitar pantai
sungai Pisang.
Pantai Terjal, sebagaimana di Gunung Padang, Teluk Buo, Ujung Nibung dan sebelah Selatan
Teluk Bayur.
Masalah umum pantai Padang adalah abrasi pantai yang telah berlangsung sejak 70 tahun yang lalu
(DKP 2005). Faktor penyebab abrasi adalah variabilitas arus laut yang melalui celah pulau-pulau kecil
dan gelombang laut yang ekstrim dari samudera Hindia. Lokasi pantai yang terkena abrasi terutama
adalah pantai Tabing, Ulak Karang, Purus dan Air Tawar.
Pembangunan krib dan penahan gelombang laut ditujukan untuk mencegah abrasi pantai.
Sedangkan, sedimentasi berlangsung di muara-muara sungai di teluk Bungus, Sungai Pisang dan
Batang Arau.

48
Kajian Lingkungan Hidup Strategis Padang

2 Oceanologi
Dari laporan akhir studi ANDAL Perbaikan Sungai Anai Kandis (2001) diketahui perairan laut Pantai
Padang memiliki sifat atau tipe pasang surut berupa Harian Ganda atau Semi-Diurnal Type of Tide
berdasarkan nilai F sebesar 0,42 yang berarti lebih kecil dari 0,50. Artinya, dalam 1 (satu) hari terjadi
2 (dua) kali air tinggi (pasang) dan 2 (dua) kali air rendah (surut) yang beraturan.
Faktor tunggang air, yaitu suatu perbedaan air tinggi dan air rendah, rata-rata pada saat pasang
purnama adalah 42,0 Gm dan saat pasang mati sebesar 10,00 Gm. Fenomena ini menunjukka,
amplitudo air tinggi dan air rendah sebesar 42,00 10,00 Gm terhadap duduk rendah rata-rata air
laut.
Arus Pasang Surut. Dari laporan PT. Rayakonsult (1991) diketahui, akibat pengaruh faktor angin
permukaan dan pasang surut di daerah sekitar pantai, arus pasang surut di pantai Padang bergerak
dari Selatan ke Utara dengan kecepatan rata-rata 0,40 m/detik.
Berdasarkan data sekunder dari PERUMPEL II, dapat diketahui bahwa gerakan naik turun permukaan
air laut selama 24 jam memperlihatkan terjadinya 2 kali pasang naik dan 2 kali pasang surut, lazim
disebut pasang surut harian ganda.
Kekuatan Arus. Berdasarkan data sekunder hasil pengamatan di Tanjung Cindakir dan Tanjung
Sadan sebelah Utara dan Selatan Teluk Kabung yang dilaporkan pada tanggal 29 April 1987,
memberikan hasil kecepatan arus air yang relatif kecil, dengan kecepatan tertinggi 0,04 m/detik
dengan arah arus dominan Barat Daya. Hasil pengamatan tim PSLH Universitas Andalas pada tanggal
17 Februari 1996 di sekitar daerah pesisir pantai muara; Batang Muar dan Batang Air Dingin, dan
disekitar daerah pulau Sao dan Gosong Gabuo berturut-turut memberikan hasil kecepatan air 0,30
dan 0,32 m/detik dengan arah dominan Barat.
Bathimetri. Bathimetri wilayah perairan sepanjang pantai Barat Kota Padang bersifat landai, dengan
faktor lereng 0,10 0,80%. Kedalaman laut rata-rata setelah jarak 1,00 km dari pantai mencapai
5,00 m.

3 Penggunaan Tanah Pantai


Kawasan Budidaya dan Wisata. Penggunaan tanah sekitar trase pembangunan ruas jalan baru
Nipah teluk Bayur ( 7,100 km) diantaranya berupa pemukiman (seluas 62,50 ha atau 10,57%),
kebun campuran (452,00 ha atau 76,48%) dan lainnya atau lahan kosong berupa semak belukar
atau pemanfaatan lainnya seperti daerah wisata (73,22 ha atau 12,39%).
Di antara penggunaan tanah tersebut, termasuk tanah kosong atau semak belukar yang terdapat di
daerah Gunung Padang (Kelurahan Batang Arau), dan areal pemakaman etnis Tionghoa, yang
sebagian pemakaman tersebut telah dipindahkan
Daerah Perluasan Pelabuhan Teluk Bayur. Daerah Perluasan Pelabuhan Teluk Bayur yang
terintegrasi dengan trase rencana kegiatan adalah keberadaan wilayah administratif Kelurahan Teluk
Bayur. Daerah Perluasan Pelabuhan merupakan suatu segmen daerah lahan yang dicadangkan
untuk pengembangan kebutuhan pelabuhan di masa datang sesuai dengan peraturan dan
perundang-undangan yang berlaku.

B. Lingkungan Sosekbud

1 Penguasaan dan Pemilikan Tanah


Penguasaan lahan di wilayah rencana kegiatan diantaranya telah berupa hak kepemilikan (terutama
di wilayah Kelurahan Batang Arau). Namun, penguasaan yang dominan (seperti pada wilayah
Kelurahan Bukit Gado-gado, Air Manis dan Kelurahan Teluk Bayur) masih berada di bawah wewenang
seorang Kepala Kaum atau Kepala Adat dan bersifat komunal. Sementara itu, Kepala Keluarga pada
suatu Rumah Tangga atau personil dari suatu suku hanya memiliki hak mengusahakan atau
mengolah. Perlu dihubungi tujuh suku itu di Gunung Padang (informasi dari peserta presentasi 03
Desember 2007).

2 Perekonomian Masyarakat

49
Kajian Lingkungan Hidup Strategis Padang

Masyarakat sekitar pesisir pantai Kota Padang umumnya berprofesi sebagai nelayan baik dengan
menggunakan bagan, perahu maupun pukat tepi. Disamping itu ada yang berprofesi sebagai
pedagang, pengada jasa terutama di lokasi wisata sepanjang pesisir pantai.
Tingkat penghasilan para nelayan tergantung kepada musim dan keadaan cuaca, begitu juga dengan
para pedagang dan pangada jasa tergantung tingkat kunjungan wisatawan baik lokal, nusantara
maupun mancanegara.
Dengan tingkat penghasilan yang sangat terbatas maka banyak dari mereka yang belum punya
tempat tinggal sendiri dan hidup pada pemukiman kumuh/ slum area atau yang sedikit mampu
menyewa rumah petak.

3 Kawasan Kota Tua


Penggunaan tanah dan bangunan Kawasan kota tua terdiri atas gedung-gedung peninggalan kolonial
Belanda yang masih berdiri kokoh di sepanjang Batang Arau. Pelabuhan ini pernah menjadi
pelabuhan penting hingga abad ke 19.
Agak ke timur dari kota tua ini terdapat Pasar Gadang dan Pasar Batipuah, bekas pasar yang
sekarang menjadi gudang-gudang penyimpanan rempah-rempah dan bahan bangunan.
Arah ke barat merupakan kawasan pecinan (Chinatown) yang dikenal sebagai kawasan pondok. Di
dalam kawasan ini terdapat klenteng tua bergaya arsitektur China Selatan, masih berfungsi dan
berusia lebih dari 200 tahun.
Disepanjang Jalan Batang Arau bangunan tua sudah banyak berubah fungsi dan bentuk, saat ini ada
yang dipakai sebagai show room, kantor-kantor swasta, gudang, toko dan hotel.

4 Komunitas Nelayan
Komunitas nelayan di pantai Padang dibedakan atas intensitas kegiatannya, yakni nelayan penuh dan
nelayan sambilan. Selain criteria tersebut, penggolongan kelompok nelayan dapat juga dilakukan
berdasarkan besaran perahu yang mereka gunakan, misalnya kelompok nelayan Long Boat dan
Kelompok Nelayan boat kecil.

Tabel berikut menggambarkan jumlah dan persebaran komunitas nelayan.

Tabel 9. Jumlah Nelayan Menurut Kecamatan di Kota Padang, 2006

No. Kecamatan Nelayan Penuh Nelayan Sambilan Total

1 Bungus Teluk Kabung 1316 55 1371

2 Lubuk Begalung 1133 95 1228

3 # Padang Selatan 1442 91 1533

4 # Padang Barat 338 94 432

5 Padang Utara 232 75 307

6 Koto Tangah 1219 89 1308

Tahun 2006 5680 499 6179


2005 5787 450 6237
2004 5787 450 6237
2003 5791 573 6343

2002 5795 573 6368

Sumber : Dinas Perikanan dan KelautanKota Padang

50
Kajian Lingkungan Hidup Strategis Padang

# Lokasi PBC

6.3 Permasalahan Lingkungan dan Perairan Laut


Masalah-masalah lingkungan utama yang dihadapi masyarakat dan pemerintah kota Padang adalah:
1 Masalah Pemanfaatan Ruang Kota
a Perubahan penggunaan tanah pertanian ke penggunaan tanah permukiman kota.
b Pembangunan yang tidak memenuhi ketentuan sempadan bangunan dan juga tidak
sesuai dengan peruntukan tanah yang telah ditetapkan pemerintah.
c Penggunaan tanah di kawasan sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) di Kota Padang
yang dapat mengganggu fungsi ekologis DAS tersebut sehingga berdampak terhadap
kawasan pemukiman di hilirnya.
d Batasan kepemilikan lahan yang masih banyak kurang jelas.
2 Banjir dan Genangan Air
Sebagai dataran alluvial, di bagian-bagian kota banyak ditemukan kantung-kantung
permukiman yang dulunya merupakan daerah perairan / rawa / wet land, tetapi kemudian
ditimbun dan dijadikan kawasan permukiman dan jasa perdagangan tanpa dilengkapi dengan
prasarana tata air yang memadai. Akibatnya pada musim hujan lokasi-lokasi ini menjadi
tempat genangan air. Selain itu makin menurunnya kapasitas tampung badan air dan saluran
mengakibatkan limpasan air hujan ke luar dari badan air. Dua gejala tersebut mengakibatkan
banjir dan genangan air.
Titik rawan banjir masih wilayah Koto Tangah seperti di kelurahan Anak Air, Simpang
Kalumpang, Pasir Jambak dan Kp. Jambak Lubuk Buaya. Rata-rata ketinggian air di lokasi
banjir berkisar antara 0 - 1 m. Disamping itu wilayah yang rawan banjir adalah Kecamatan
Padang Selatan seperti Jondul Rawang dan Koto Kaciak dengan ketinggian genangan 0 60
cm.
3 Longsor
Bahaya longsor yang terdapat di kawasan Gunung Padang dan Bukit Gaung berskala sedang
dan tinggi. Kawasan yang memiliki tingkat bahaya longsor lahan yang tinggi di kawasan
Gunung Padang adalah lereng kaki Gunung Padang yaitu Kelurahan Batang Arau, Seberang
Padang, Mata Air, Rawang, Teluk Bayur dan Air Manis. Sedangkan di Bukit Gaung adalah
lereng kaki Bukit Gaung yaitu Kelurahan Gates.
4. Abrasi Pantai
Gejala abrasi pantai yang telah berlangsung sejak lama dan mengakibatkan kerusakan pantai
sehingga dapat mengancam pemukiman penduduk yang berdomisili di sekitar kawasan
pantai, terutama di pesisir pantai Purus, Ulak Karang, Pasir Air Tawar, Perupuk Tabing serta
Pasie Nan Tigo.
5 Pencemaran Air
Pencemaran air akibat berbagai kegiatan industri, lingkungan pemukiman, pasar dan
berbagai kegiatan lain yang membuang limbah cair yang belum memenuhi baku mutu
lingkungan. Beberapa sungai di daerah ini telah dijadikan sebagai tempat pembuangan
limbah cair dari kegiatan industri tanpa melalui pengolahan terlebih dahulu. Muara sungai
Batang Arau telah mengalami penurunan kualitas lingkungan, baik akibat pencemaran
maupun pengendapan.
6 Pembuangan Limbah Domestik
Pantai dan sungai masih dijadikan tempat pembuangan berbagai limbah domestik yang
berasal dari masyarakat yang belum mengerti akan arti penting dari kebersihan lingkungan.
Semua kegiatan-kegiatan ini cenderung mengalami peningkatan setiap tahunnya.
7 Degradasi Ekosistem Pantai

51
Kajian Lingkungan Hidup Strategis Padang

Degradasi ekosistem pesisir dan pantai, baik akibat pencemaran yang diangkut oleh berbagai
sungai maupun akibat perusakan lingkungan, terutama perusakan ekosistem mangrove,
terumbu karang dan penggunaan potas untuk menangkap ikan.
8 Gempa Bumi dan Tsunami
Gempa bumi dan tsunami, yang sesungguhnya merupakan gejala alam, tetapi karena
berakibat pada kerugian harta benda, lingkungan dan nyawa senjadi masalah sosial yang
dihadapi oleh masyarakat.
9 Fasilitasi Lingkungan KesehatanTerbatasnya fasilitas lingkungan, terutama fasilitas pelayanan
kesehatan.
10 Penyandang Masalah Sosial
Makin meningkatnya permasalahan sosial dalam bentuk peningkatan jumlah anak-anak
terlantar, gepeng (gelandangan dan penggemis) dan mulai menggejalanya fenomena anak
jalanan yang pada tingkat selanjutnya akan berakibat pada terjadinya masalah keamanan
dan ketertiban umum. Disamping itu masih maraknya terjadi penyakit masyarakat seperti
prostitusi dan penggunaan bahan narkotik.

52
Kajian Lingkungan Hidup Strategis Padang

7. Penilaian Implikasi Pembangunan PBC Melalui Kajian Strategis

7.1 Komponen Kegiatan yang Potensial Merubah Lingkungan


Reklamasi PBC merupakan gagasan untuk meningkatkan intensitas pemanfaatan ruang melalui
penerapan teknologi yang memerlukan investasi besar. Intervensi teknologi terhadap bentang alam
di lokasi rencana akan mengakibatkan perubahan fisik lingkungan dan pada tingkat selanjutnya
perubahan lingkungan tersebut akan menimbulkan akibat lanjutan terhadap komponen lingkungan
lain. s
Atas dasar pertimbangan tersebut, maka perlu dikaji secara cermat pertimbangan-pertimbangan
pengambilan keputusan tiap-tiap kegiatan yang akan menjadi rangkaian kegiatan reklamasi tersebut
secara hirarkhi, sejak tahap Proyek Program Rencana Kebijakan. Apabila kegiatan reklamasi
sebagai kegiatan proyek fisik yang mencakup tahap perencanaan, prakonstruksi, tahap konstruksi
dan tahap operasi/ Pasca Konstruksi, maka perlu ditelaah rumusan pemikiran yang menjadi dasar
pemilihan opsi reklamasi tersebut pada tataran program. Dengan perkataan lain, perlu ditelaah
program-program apa saja yang perlu dilaksanakan paralel dengan reklamasi agar dapat dilakukan
mitigasi dan optimasi. Di tingkat yang lebih tinggi perlu ditelusuri pokok-pokok pikiran perencanaan
tahunan yang menjadi landasan program-program. Demikian pula bagaimana rumusan kebijakan
agar dapat dijamin kesinambungan Rencana Program - Proyek dari tahun ke tahun.
Secara normatif dari penelusuran kajian yang dilakukan oleh PT Pasific Prestress Indonesia, dan PT
Graha Surya Mutiara, dapat dilakukan pelingkupan kegiatan reklamasi PBC yang potensial
menimbulkan perubahan lingkungan. Kegiatan tersebut, adalah sebagai berikut:

A. Tahap Perencanaan
1 Penyelenggaraan Survey dan Studi Tematik
2 Sosialisasi Rencana Pembangunan
3 Pengukuran dan Pemetaan Areal Kerja
4 Penetapan Lokasi Areal Kerja Reklamasi
5 Penyusunan General Concept/Detail Design/Detail Engineering Reklamasi
6 Konsultasi Publik

B. Tahap Pra-Konstruksi
1. Perambuan Areal Kerja
2. Mobilisasi Peralatan Berat
3. Rekrutment Tenaga Kerja
4. Penambangan Batu di lokasi Quary
5. Penambangan Pasir Laut
6. Pengangkutan Batu Material Reklamasi\

C. Tahap Konstruksi
1. Pengerukan Muara Batang Arau
2. Konstruksi Tanggul dan Penahan gelombang laut
3. Pemasangan Geotextile dan Vertical Drain
4. Pengisian Pasir Bahan Reklamasi
5. Aktivitas Buruh Konstruksi

53
Kajian Lingkungan Hidup Strategis Padang

6. Proses Settlement/Ripening
7. Pembongkaran Peralatan Berat

D. Tahap Pasca-Konstruksi
1. Penyusunan RDTR Areal Reklamasi/UDGL
2. Penyusunan General Concept/Detail Design/ Detail Engineering Infrastruktur
3. Proses Land Register/Hak Pengelolaan
4. Pembangunan Sarana dan Prasarana
5. Penyediaan Air Bersih dan Listrik
6. Pemasaran Tanah Hasil Reklamasi
7. Pembangunan di atas Tanah Hasil Reklamasi
8. Pekerjaan Lansekap
9. Kegiatan Perkotaan
10. Kegiatan Perawatan Tanggul dan Penahan gelombang laut

7.2 Komponen Lingkungan yang Potensial Terkena Dampak Pembangunan PBC


Daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup bukan tidak terbatas. Status Lingkungan Hidup
Daerah (SLHD) Kota Padang Tahun 2006 menggambarkan neraca lingkungan hidup masing-masing
kecamatan, termasuk kecamatan sepanjang pantai Padang.
Tata letak kota Padang di daerah dataran alluvial maka mudah dipahami bahwa dataran pantai ini
merupakan zona pengendapan sistem sungai yang bermuara di pantai Padang. Salah satu adalah
endapan dan pencemaran yang berlangsung di muara sungai Batang Arau.
Berdasarkan pelingkupan kajian lingkungan hidup strategis yang dilakukan dapat dirumuskan
komponen lingkungan hidup yang potensial berubah. Komponen tersebut adalah:

A. Lingkungan Fisik Kimia


1. Morfologi Pantai
2. Morfologi Muara Sungai
3. Hidrodinamika Laut
4. Penurunan Muka Tanah
5. Pola Aliran Air Permukaan
6. Banjir dan Genangan Air
7. Kualitas Air Permukaan
8. Kualitas Air Laut
9. Kualitas Udara
10. Kebisingan

B. Lingkungan Hayati
1. Flora Darat
2. Fauna Darat
3. Biota Laut

54
Kajian Lingkungan Hidup Strategis Padang

C. Lingkungan Sosekbud
1. Kepadatan Penduduk
2. Persepsi Masyarakat
3. Keresahan Sosial
4. Kohesi Masyarakat
5. Kecemburuan Sosial
6. Ketertiban dan Keamanan
7. Kesempatan Kerja dan Berusaha
8. Penggunaan Tanah Pantai
9. Estetika Lingkungan
10. Perekonomian Kota
11. Pendapatan Masyarakat
12. Pendapatan Asli Daerah
13. Wisata Bahari
14. Sanitasi Lingkungan
15. Kesehatan Masyarakat

7.3 Matriks Penilaian Implikasi Lingkungan Untuk KLHS Padang Bay City
Interaksi komponen rencana kegiatan reklamasi dengan komponen lingkungan hidup yang potensial
terkena dampak ditelusuri melalui matariks interaksi berikut dibawah. Dasarnya menentukan variabel
pokok yang perlu dikaji lebih lanjut serta sebagai topik untuk dialog dengan masyarakat adalah
keterpaduan dari hasil teknis, persepsi Pemerintah Kota serta pihak yang berkepentingan. Dengan
mempertimbangkan pentingnya komponen lingkungan bagi kehidupan dan besaran dampak serta
kumulasi dampak perlu dikaji lebih mendalam implikasi kegiatan yang tergolong strategis yang
potensial menimbulkan dampak penting.

55
Kajian Lingkungan Hidup Strategis Padang

Matriks 2. Penilaian Implikasi Lingkungan Untuk KLHS Padang Bay City

Tahap Pra Konstruksi Tahap Konstruksi Tahap Pasca Konstruksi


Komponen
Kegiatan
Keberad
Rekru Pembangu
Penguru Aktivita aan Setlemen
No Penanga Penetapa tmen Mobilisasi nan
gan/ s Buruh Tanggul t Lahan Demobili-sasi
nan n Lokasi Tena Tanggul/
Alat & Reklama Konstru Pantai/ Reklamas Peralatan
Perizinan Proyek ga Breakwate
Komponen Bahan si ksi i
r Breakw
Lingkungan Kerja
ater

TATA RUANG

1. Transportasi Darat # #

2. Transportasi Laut # # # #

FISIK KIMIA

1. Kualitas Udara -# # # #

2. Kebisingan -# # # #

3. Kualitas Air Laut # # #

4. Kuantitas Air Permukaan (Banjir) # #

5. Morfologi Pantai # # # #

6. Pola Arus # # # #

7. Abrasi & Sedimentasi # # # #

8. Sampah Padat #

9. Penurunan Muka Tanah #

BIOLOGI

56
Kajian Lingkungan Hidup Strategis Padang

1. Flora Darat # # #

3. Fauna Darat # # #

2. Biota Laut # # #

SOSEKBUD KESEHATAN
MASYARAKAT

1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) #

2. Persepsi Masyarakat # # # # # # # #

3. Kepadatan Penduduk #

4. Kesempatan Kerja dan Berusaha #

5. Kegiatan Pariwisata #

6. Pendapatan Masyarakat #

7. Kesehatan Masyarakat #

8. Kamtibmas # # # -#

9. Kesehatan & Keselamatan Buruh #

10. Estetika Lingkungan #

11. Sanitasi Lingkungan #

12. Keresahan Sosial # #

57
Kajian Lingkungan Hidup Strategis Padang

7.4 Implikasi Kegiatan Strategis Terhadap Komponen Lingkungan Hidup


Fokus kajian konsekwensi rencana kegiatan PBC terhadap lingkungan hidup yang tergolong strategis
adalah sbb:

Konsekwensi Terhadap Lingkungan Hidup


Rencana Kegiatan

Tahap Perencanaan

1. Sosialisasi Rencana Pembangunan Sosialisasi rencana PBC akan menimbulkan beranekaragam opini
publik; ada kelompok yang optimis mendapat peluang manfaat dan
ada juga kelompok masyarakat yang merasa akan tersingkir.

2. Konsultasi Publik Konsultasi publik yang diselenggarakan dalam tahap perencanaan


akan memberi kejelasan tentang lingkup proyek PBC sehingga
masyarakat mendapat kesempatan untuk mengutarakan pendapat
dan selanjutnya mempersiapkan penyesuaian cara hidupnya dengan
perubahan lingkungan yang akan berlangsung.

Tahap Pra Konstruksi

3. Penambangan Batu di Lokasi Penambangan batu gunung untuk bahan penahan gelombang laut
Quary dan tanggul akan menimbulkan perubahan bentang alam mikro di
sekitar lokasi penambangan dan selanjutnya mempengaruhi
komponen lingkungan lain.

4. Penambangan Pasir Laut Penambangan pasir laut dalam jumlah besar dalam waktu yang
relative singkat akan menimbulkan perubahan dasar laut yang diikuti
pergerakan endapan dasar laut untuk mencari keseimbangan.
Apabila pemilihan lokasi dan cara penambangan tidak cermat
potensial akan mengakibatkan abrasi di dekat lokasi penambangan.
Pemilihan lokasi panambangan perlu didukung dengan simulasi
model.

Tahap Konstruksi

5. Pengerukan Muara Batang Arau Pengerukan dasar muara Batang Arau akan menimbulkan percepatan
transportasi sedimen dasar sungai di bagian tengah aliran sungai ke
hilir sungai yang potensial menimbulkan dampak lanjutan terhadap
bangun-bangunan sungai. Batas dalam pengerukan muara sungai
harus didukung dengan simulasi model arus sungai dengan data
tingkat kedalaman penerukan yang bervariasi.

6. Konstruksi tanggul dan Penahan Konstruksi tanggul dan penahan gelombang laut akan menjadi
gelombang laut penghambat hempasan gelombang laut dan akan menghalangi arus
laut sehingga potensial mengubah hidrodinamika sekitar perairan
PBC.

7. Aktivitas Buruh Konstruksi Tenaga kerja selama tahap konstruksi reklamasi akan membentuk
komunitas tersendiri dan akan berinteraksi dengan masyarakat
sekitarnya. Akomodasi buruh bangunan akan menghasilkan limbah
padat dan limbah cair yang harus dikelola.

58
Kajian Lingkungan Hidup Strategis Padang

Tahap Pasca Konstruksi

8. Pembangunan sarana dan Pembangunan sarana dan prasarana di atas tanah hasil reklamasi
prasarana akan memberi manfaat bagi masyarakat, dunia usaha dan
pemerintah yang akan membawa manfaat bagi semua unsur
stakeholders.

9. Penyediaan air bersih dan listrik Perlu dijamin bahwa penyediaan air bersih dan enerji listrik untuk
mendukung kegiatan diatas tanah hasil reklamasi tidak mengurangi
alokasi untuk masyarakat umum di pantai lama.

10.Pemasaran tanah hasil reklamasi Pemasaran tanah hasil reklamasi akan menimbulkan harapan positif
bagi kelompok pengusaha calon pembeli/penyewa, dan akan
menimbulkan keresahan kelompok masyarakat yang mendapat
kerugian.

11.Pembangunan di atas tanah hasil Pembangunan gedung di atas tanah hasil reklamasi akan memberi
reklamasi manfaat bagi semua unsur stakeholders. Pemanfaatan bangunan
untuk berbagai aktifitas terutama permukiman, jasa perdagangan,
rekreasi dan wisata bahari.

12.Kegiatan perkotaan Kegiatan perkotaan di kawasan reklamasi akan meningkatkan lokasi


PBC dengan berbagai lokasi pusat kegiatan di bagian-bagian kota
Padang.

13.Kegiatan perawatan tanggul dan


penahan gelombang laut
Sangat menentukan umur bangunan reklamasi.

14.Abrasi pantai Abrasi potencial terjadi karena adanya bentang alam baru yang
diciptakan dengan cara reklamasi.

Bila matriks interaksi di atas serta rencana kegiatan yang strategis berdampak terhadap lingkungan
ditelaah lebih dalam, akan dapat diketahui bahwa akumulasi dampak lingkungan terutama adalah:
Persepsi masyarakat tentang rencana pembangunan PBC.
Keresahan sosial pada kelompok-kelompok masyarakat yang beranekaragam, sesuai dengan
tipologi komunitas, tingkat pendidikan, jenis kegiatan/profesi.
Gangguan terhadap biota air laut.
Kecemburuan sosial masyarakat.
Ketertiban dan keamanan.
Kesempatan kerja dan kesempatan berusaha.
Pendapatan Asli Daerah.

7.5 Persepsi Masyarakat


Peninjauan dan pengamatan teknis dari variabel terkait dengan dampak lingkungan adalah sebagian
saja dari pendekatan KLHS. Perlu dipertimbangkan pula persepsi dari masyarakat sebagai pihak yang
berkepentingan serta peneliti lokal. Oleh karena ini, survei stakeholder dilaksanakan dan
59
Kajian Lingkungan Hidup Strategis Padang

diselenggarakan suatu diskusi terbatas dengan perguruan tinggi dan LSM. Hasilnya berikut. Persepsi
masyarakat diperoleh juga dari wawancara individu, pembacaan klipping surat kabar dan pada waktu
berdialog dengan Tim Kecil.
A. Survei Stakeholder (Pihak yang Berkepentingan)
Matriks interaksi menunjukan interaksi komponen kegiatan reklamasi menunjukkan indikasi tiap
komponen kegiatan reklamasi, sejak tahap perencanaan hingga tahap pemanfaatan tanah hasil
reklamasi mempunyai interaksi dengan persepsi masyarakat. Persepsi sangat dipengaruhi oleh cara
penyampaian informasi kepada masyarakat. Informasi hasil kuisioner (September 2007 responden di
kawasan pantai Padang) memberikan gambaran persepsi masyarakat.
Rangkuman dari survei terlihat di Lampiran 04. Ada beberapa tabel yang berikut yang menarik
sebagai indikator persepsi masyarakat terhadap PBC dan wilayahnya. Tabel 10 memperlihatkan
persentasi stakeholder yang tidak setuju dengan PBC dibawah 10%, namun sekitar 58% tidak tahu
apakah setujuh atau tidak. Kesadaran umum tentang PBC rendah. Waktu ditanyakan apa yang paling
mengawatirkan, jawaban stakeholder adalah penurunan pendapatan (39.3%), menyusul resiko
munculnya konflik sosial (21.4%). 10.7% mengkhawirkan kemacetan lalu lintas (Tabel 11).
Tabel 12 menunjukkan bahwa banyak responden tidak punya harapan dari PBC (47.3%). Namun
52.7% mengharapkan kesempatan kerja atau usaha akan meningkat kalau ada PBC. Kebisingan
paling dikhawatirkan dari fase konstruksi (60.7%). Kemacetan juga dikhawatirkan (35.7%) Tabel
13).
Di Tabel 14 terlihat bahwa semua responden mengakui kondisi disekitar tempat tinggalnya cukup
sehat (45.5%) atau sehat (54.6%). Masyarakat yang menghargai lingkungan seperti ini, tentu tidak
memiliki alasan yang kuat untuk berkeinginan pindah ataupun dipindahkan ke tempat lain.
Kesadaran terhadap kondisi Batang Arau terlihat pada Tabel 15 tentang prioritas Wisata Bahari di
Kota Padang. Mayoritas menunjukkan kebersihan Sungai Batang Arau sebagai prioritas (55.6%).

Table 10. Persepsi Masyarakat Terhadap Rencana Pembangunan Padang Bay City (N = 55)

klasifikasi responden Jumlah

Tanggapan
masyarakat
Petani Masyarak
Nelay Jasa Buruh Pemilik Kapal Kapal
wisat /kebun at Sekitar
Wisata bongka Gudan Penum wisata %
an awan Gn.
wan r muat Tua pang Lokasi wan
Padang

Setuju - - - - - - 2 2 - 4 7,27

Tidak - - - - - - - 5 - 5 9,09
Setuju

Ragu-Ragu - - - - - - - - - - -

Setuju 8 - - - 5 - - 1 - 14 25,45
dengan
persyaratan

Tidak Tahu 2 5 6 4 - 6 1 4 4 32 58,18

JUMLAH 10 5 6 4 5 6 3 12 4 55 100

Sumber : Data Primer (kuesioner), Padang Bay City, 2007

60
Kajian Lingkungan Hidup Strategis Padang

Tabel 11. Kekhawatiran Responden Tentang Pembangunan Rencana Kegiatan ( N = 28)

Jumlah

Bentuk kekhawatiran

Angka Persentase

Munculnya konflik Sosial 6 21,43

Penurunan Pendapatan 11 39,29

Masalah Keamanan dan Ketertiban 4 14,28

Terganggunya Aktifitas Usaha 2 7,14

Penurunan Kualitas Lingkungan 2 7,14

Menambah Kemacetan Lalu Lintas 3 10,71

Jumlah 28 100

Sumber : Data Primer (kuesioner), Padang Bay City, 2007

Tabel 12. Harapan Responden Tentang Pembangunan Rencana Kegiatan ( N = 55)

Jumlah

harapan responden

Angka Persentase

Membuka Peluang Kerja 9 16,36

Membuka Peluang Usaha - -

Meningkatkan Usaha yang Telah Ada 10 18,18

Membuka Peluang Usaha dan kerja 10 18,18


sekaligus

Menambah Daya Tarik dan Sarana - -


Kota

Tidak ada jawaban 26 47,27

Jumlah 55 100

Sumber : Data Primer (kuesioner), Padang Bay City, 2007

61
Kajian Lingkungan Hidup Strategis Padang

Tabel 13. Kegiatan Reklamasi Padang Bay yang Mengganggu Masyarakat Sekitar ( N = 28)

Jumlah
Bentuk kekhawatiran
Angka Persentase

Kebisingan 17 60,71

Polusi Udara - -

Banjir - -

Kemacetan Lalu Lintas 10 35,72

Intrusi Air Laut - -

Hasil Tangkapan Ikan Nelayan - -

Terganggunya Aktifitas Usaha 1 3,57


Masyarakat

Jumlah 28 100

Sumber : Data Primer (kuesioner), Padang Bay City, 2007

Tabel 14. Kondisi Lingkungan Sekitar Tempat Tinggal (N = 55)

jumlah

kondisi lingkungan Angka Persentase

Tidak Sehat - -

Kurang Sehat - -

Cukup Sehat 25 45,45

Sehat 30 54,55

Sumber : Data Primer (kuesioner), Padang Bay City, 2007

62
Kajian Lingkungan Hidup Strategis Padang

Tabel 15. Prioritas Penanganan Kegiatan Wisata Bahari di Kota Padang (N = 36)

Jumlah

Prioritas

Angka Persentase

Kebersihan dan Keindahan Sungai 20 55,56


Batang Arau

Pengembangan Resort Gunung Padang - -

Reklamasi PBC - -

Pembenahan Sarana dan Prasarana 13 36,11


Wisata Bahari

Memperbanyak Event Atraksi Wisata 3 8,33


Bahari

Menggalakkan Promosi Wisata Bahari - -

Memberdayakan Stakeholder dlm - -


Pelayanan Wisata

Jumlah 36 100

Sumber : Data Primer (kuesioner), Padang Bay City, 2007

Kliping Surat Kabar


Kliping surat kabar tentang PBC menunjukkan aspek emosi dan opini dari suara pro dan kontra.
Sedangkan, proses KLHS dapat menghindari emosi, sebab pertemuan dan wacana KLHS tidak
ditujukan untuk pengambilan keputusan resmi. Tujuan KLHS supaya semua pihak yang
berkepentingan dapat meningkatkan pengetahuan terhadap PBC.

A. Hasil dari Diskusi Kelompok Terbatas (Focus Group Discussion, FGD)


FGD dianggap sangat bermanfaat bagi proses KLHS. Daftar narasumber disertakan pada Lampiran
08. Setiap narasumber diminta menulis dua halaman tentang PBC dipandang dari keahliannya
masing-masing. Informasi dari tulisan dan pembahasan digunakan dalam kajian KLHS ini disajikan
pada Lampiran 09.
Kesimpulan pokok dari narasumber tersebut diringkaskan sebagai berikut,
PBC akan meningkatan abrasi pantai.
Resiko banjir meningkat karena otomatis Batang Arau diperpanjang oleh sisi selatan PBC.
Masalah transportasi dan kemacetan akan meningkat.
Memerlukan ruang (space) untuk usaha kecil dan menengah.
Tidak sesuai dengan penataan ruang kota.
Tanah ulayat dan kearifan lokal agar dipertimbangkan dan dihormati.
Polusi laut dari masa konstruksi, termasuk mengganggu biota.
Muara sulit dikelola dengan baik, apalagi kalau menjadi marina.
Konflik sosial dan kriminalitas bisa meningkat dimana masyarakat kehilangan sumber nafkah.
63
Kajian Lingkungan Hidup Strategis Padang

Kompensasi (uang, bukan uang; persiapan fasilitasi baru buat nelayan).


PBC menjadi enklave orang elit dan asing.
Perlu forum wacana antara pihak yang berkepentingan tentang rencana pembangunan PBC.

7.6 Isu Pokok (Strategis) dari Penilaian Dampak Lingkungan dari


Pembangunan PBC
Berdasarkan keterpaduan antara hasil pengamatan dan peninjauan lingkungan serta hasil dari
persepsi masyarakat (survei pihak yang berkepentingan, FGD, diskusi Tim Kecil serta wawancara
individu) diajukan isu isu lingkungan yang berikut yang paling pokok untuk ditangani lebih lanjut.
Dapat dirobah sesuai dengan perobahan informasi atau persepsi sampai ada rencana resmi
pembangunan PBC.

REKLAMASI PANTAI
Abrasi Pantai. Data benthic diperlukan untuk membentuk sebuah model untuk menilai
bentuk yang berbeda-beda dan kondisi-kondisi lain dari PBC pada daerah pesisir pantai yang
tergesek dan bertambah. Analisa dari peta dan foto-foto tua mengindikasikan erosi pada
pantai. PBC secara parsial bertumpang tindih dengan area yang terkikis tersebut.
Drainase, Sanitasi dan Banjir. Potensi gangguan drainase di ujung kota (sebagian dapat
ditanggulangi dalam pembuatan spesifikasi pembangunan; lihat dibawah) dengan implikasi
untuk sanitasi serta lebih memungkinkan banjir. Lagi pula, PBC akan memperpanjang Batang
Arau dan begitu meningkatkan sedimentasi di ujung sungai serta meningkatan lemungkinan
banjir.
Permintaan Air. PBC dapat sebagai pemakai air yang besar. Apakah PDAM bisa
menyuplainya? Kalau ada eksploitasi sumur baru ada resiko permintaan air itu yang begitu
besar akan menurunkan tingkat permukaan air dan merangsang masukknya air laut (saline
intrusion).
Lalu Lintas. Kegiatan di dalam areal PBC akan membangkitkan volume lalu lintas; karena itu
harus sejak dini dipertimbangkan rencana peningkatan kapasitas jalan dan pola transportasi
di kawasan pantai sebagai bagian dari sistem transportasi kota Padang.
Bentang Budaya. Memelihara keselarasan bentang alam dengan bentang budaya kawasan
Muaro. Perpaduan kawasan kota lama Padang, gedung-gedung tua dengan ekosistem hutan
pada daerah Gunung Padang dan dengan aktor-aktor ekonomis yang ada, semuanya
membentuk suatu keanggunan dimana PBC harus memperhitungkannya secara matang
sehingga keberadaanya secara arsitektual tidak merusak, melainkan menambahkan nilai
positif. Tentu saja, nilai ini akan bervariasi tergantung daripada persepsi turis lokal dan luar
negeri.
Kompetisi Ekonomi. Salah satu dari pertimbangan Pemerintah Kota adalah pusat-pusat
jasa perdagangan yang baru yang akan beroperasi di PBC potensial mengalahkan usaha-
usaha dari toko-toko kecil yang sudah lama ada. Terlepas dari pemberian kompensasi kepada
mereka yang daerah usahanya secara langsung bertumpang tindih dengan PBC, sangat sulit
untuk meyakini apa yang akan menjadi hasilnya. Hal ini akan bergantung kepada skala dari
toko-toko PBC dan apakah banyak atau tidak pengunjung ke landmark (tanda pengenal)
PBC.

MARINA DI MUARA
Pencemaran Sungai. Pencemaran sungai Batang Arau yang akan dijadikan marina
mengancam rencana ini. Pemilik yacht tidak begitu menghawatirkan keruhnya air sungai,
namun tentu tidak terhadap suspensi sampah domestik di air.
Pemindahan Usaha Kapal dan Penduduk Muara. Menurut peraturannya, suatu area yang
diklasifikasikan sebagai marina tidak dapat digunakan untuk aktifitas lain. Para nelayan,
penumpang kapal feri dan kapal-kapal kargo akan diminta pindah. Keprihatinan para nelayan
adalah bahwa daerah yang diusulkan sebagai pengganti tidak memiliki fasilitas untuk
pendinginan dan transportasi untuk tangkapan mereka.
64
Kajian Lingkungan Hidup Strategis Padang

Perlu ditambahkan bahwa sebagian dari masalah lingkungan hidup baik internal maupun external
terkait dengan PBC dapat ditanggulangi bahkan sejak awal fase pembuatan spesifikasi bangunan.
Permasalahan internal mencakup pentingnya aspek kedalaman tiang pancang konstruksi, ciri2
pertanahan, drainase dikaji dan dibuat spesifikasi bangunan yang dapat bertahan pada kondisi
tersebut. Sedangkan aspek eksternal adalah semua faktor di luar PBC seperti abrasi pantai, dan
pemindahan penduduk. Kedua aspek ini harus dapat dievaluasi oleh proses AMDAL.

8. Menuju Mitigasi dari Masalah Pokok Lingkungan


Pada Bab 5 tentang Penilaian Implikasi Lingkungan dengan dua cara, yakni dengan cara (a) telaah
matriks interaksi untuk mengatehui hubungan interaksi antara komponen kegiatan reklamasi dengan
komponen lingkungan hidup dan (b) telaah daftar periksa (checklist).
Sebagian besar materi diskusi terbatas yang bersifat fokus yang berlangsung tanggal 2 Oktober 2007
memperbincangkan dampak strategis yang bersifat hipotetik sebagaimana ditelaah pada bab V
tersebut. Beberapa isu yang terpapar di dalam dialog Focus Group Discussion antara lain adalah:
Gagasan reklamasi dekat muara Batang Arau seluas 33 ha akan memerlukan volume
timbunan yang sangat besar (4 juta m3) dan investasi yang sangat besar; secara ekonomis
belum sesuai bagi kota Padang.
Dari sudut pandang tata ruang dan ekonomi kota, PBC dapat dikembangkan menjadi suatu
konsep kota baru di pantai, sebagai pusat kegiatan bisnis dan rekreasi khusus. Mengingat
besarnya investasi, kelayakan dan kepatutan rencana reklamasi PBC perlu dianalisis dan
dinilai, termasuk analisis kebutuhan tentang permintaan hunian mewah dan analisis potensi
rekreasi bahari.
Reklamasi pantai bukan solusi atas permasalahan di sekitar Muaro (untuk mengatasi abrasi
pantai, pencemaran lingkungan, penataan pelabuhan marina dan penataan bangunan PKL.
Perlu dikaji permasalahan yang akan timbul, (banjir, kerusakan tata air dan kelangkaan air
tawar, konflik sosial, kerusakan ekosistem laut dan ekonomi nelayan, abrasi pantai).
Tujuh pertanyaan tentang PBC, meliputi keterkaitan reklamasi pantai dengan masalah aktual
kota Padang, keterkaitan rencana PBC dengan sistem perencanaan aktual kota Padang,
konsistensi program investasi masyarakat, dampak lingkungan reklamasi dsb.
Perlu keterbukaan informasi yang melatarbelakangi gagasan perencanaan PBC agar tidak
rancu dengan pemahaman masyarakat yang berfikir untuk pindah dari kawasan pantai agar
terhindar dari serangan tsunami.
KLHS hendaknya mencakup isu pengurangan resiko bencana, meliputi komponen ancaman
bahaya, komponen kerentanan wilayah kota.
Rencana pembangunan PBC akan menimbulkan dampak terhadap transportasi kota, karena
lokasi ini akan menjadi tempat tujuan dan tempat pemberangkatan.
Perencanaan PBC perlu didukung dengan kajian hukum tanah karena terhadap tanah hasil
reklamasi agar terkait dengan pendaftaran tanah, administrasi pertanahan dan hak atas
tanah.
Pembangunan PBC akan memberikan pengaruh yang sangat besar, baik positif maupun
negatif. Karena itu perlu dikaji dampak terhadap perekonomian, kelayakan teknis, dampak
terhadap biota, aspek kelembagaan dan peran serta masyarakat.
Rangkuman dialog tersebut pada dasarnya mendekati lingkup materi bahasan bab V, tentang
Penilaian Implikasi Lingkungan. Sehubungan dengan itu, akan sangat bermanfaat bila dilakukan
kajian mitigasi dampak lingkungan akibat reklamasi PBC, yang nantinya akan dapat digunakan

65
Kajian Lingkungan Hidup Strategis Padang

sebagai bahan konsultasi dengan kelompok masyarakat/ stakeholders. Kajian mitigasi dampak
disajikan pada bagian berikut ini.

8.1 Mitigasi Dampak Terhadap Keberadaan Padang Bay City


Di antara banyak faktor, ada 2 faktor yang bersifat resiko yang akan sangat mempengaruhi
keberadaan hasil reklamasi PBC, yaitu (a) kualitas air dan akumulasi sedimen di muara sungai
Batang Arau dan (b) Intensitas gempa bumi yang potensial berlanjut dengan tsunami. Keterkaitan
faktor-faktor ini dengan PBC sangat berbeda. Di satu sisi, pengaruh kualitas Batang Arau terhadap
reklamasi PBC dapat dikendalikan oleh masyarakat dan pemerintah Kota Padang sedangkan
pengaruh gempa dan tsunami bersifat given yang kemungkinan (kementakan) nya belum dapat
diramalkan.
Dengan perkataan lain dapat dikatakan bahwa pemerintah beserta masyarakat mampu memulihkan
kualitas badan air Batang Arau, dan kegiatan itu sekaligus memberikan dukungan terhadap
keberadaan hasil reklamasi PBC; sedangkan terhadap kemungkinan gempa dan tusnami, yang dapat
dilakukan adalah menyesuaikan teknologi reklamasi dan kualitas bangun-bangunan reklamasi dengan
daya rusak gempa dan tsunami. Pada bagian berikut dijelaskan kerangka mitigasi faktor yang
mempengaruhi reklamasi PBC.

A. Pemeliharaan dan Perbaikan Sungai Batang Arau


Batang Arau, salah satu dari enam sungai besar di kota Padang, mengalir dari hulunya di Gunung
Bolak, mengalir ke arah pantai Padang sepanjang 30, 6 km melalui tiga (3) kecamatan, yakni
Kecamatan Lubuk Kilangan, Kecamatan Lubuk Begalung dan Kecamatan Padang Selatan. (Laporan
Penelitian Kualitas Perairan Sungai Batang Arau 2006).
Pemerintah Kota Padang menetapkan lima belas (15) titik pemantauan kualitas air sungai ini,
masing-masing lima (5) titik di bagian hulu, tengah dan hilir. Hasil pemantauan kualitas air Batang
Arau menjelaskan hal sebagai berikut:
Kualitas air di bagian hulu sungai (lokasi Lubuk Peraku) dan Batang Sikayan Rasak Bunga
(titik 2) pada dasarnya masih memenuhi standar sebagai air baku; tetapi setelah bergabung
dengan sungai Karang Putih (anak sungai Batang Arau) kualitas air sungai berubah karena
muatan suspensi bahan padat (Total Suspendid Solid). Yang bersumber dari limbah
pemecahan batu untuk Pabrik Semen Indarung (Bapedalda, 2006).
Kualitas air di bagian tengah (titik pemantauan 6 sd 10). Titik Pemantauan 10 berada di
lokasi sebelum jembatan Pulau Air, yang merupakan cabang aliran Batang Arau, yang
pertama mengalir ke Bandar Berkali dan aliran ke dua ke arah Muara Padang. Hasil
pemantauan di titik 10 memberikan indikasi bahwa kandungan deterjen, NH3 dan NO3
sangat tinggi.
Kualitas air di bagian hilir (titik pemantauan 11 sd 15). Bahan pencemar di bagian hilir
meliputi limbah domestik (limbah cair dan sampah padat), limbah minyak, limbah
instansional (dari rumah sakit. Titik pemantauan 15 (di bawah jembatan Siti Nurbaya)
merupakan representasi kumulasi bahan pencemar yang larut dan atau mengendap di muara
Batang Arau. Tingkat cemaran minyak dan SO4 sangat tinggi. Selain itu sebaran sampah
padat yang sangat mengganggu estetika muara sungai pada waktu pasang surut air.

Laporan Pemantauan Kualitas Air Sungai Batang Arau sudah merumuskan rekomendasi perbaikan
kualitas air. Melengkapi rekomendasi tersebut, pada bagian berikut dicoba untuk menyampaikan
kerangka mitigasi terhadap sungai Batang Arau :
Pemerintah Kota Padang perlu membenahi aliran sungai Batang Arau yang mengalami
pendangkalan terutama mulai dari titik bawah pintu air (Pulau Air) sampai titik Muara
(Kelurahan Nipah).
Untuk mencegah masuknya sampah ke dalam badan air sungai perlu disediakan fasilitas
penampungan sampak pada kantung-kantung permukiman sepanjang sisi sungai dan
66
Kajian Lingkungan Hidup Strategis Padang

sekaligus menyelenggarakan pembinaan masyarakat untuk turut mencegah masuknya


sampak ke badan sungai.
Untuk mencegah limbah cair ke dalam badan air perlu dikaji secara cermat peranserta
masyarakat dan dunia usaha serta instansi pemerintah kota melakukan pemeliharaan kualitas
air Batang Arau. Salah satu instrumen yang perlu disiapkan adalah penetapan Keputusan
Walikota Padang tentang Peruntukan Sungai dan Baku Mutu Air Sungai serta Baku Mutu
Limbah Cair yang diizinkan masuk ke badan sungai.
Pemerintah Kota Padang perlu melengkapi jaringan sanitasi bagian-bagian kota termasuk
instalasi pengolahan limbah domestik komunal dan atau semi komunal sebelum limbah
masuk ke badan air sungai Batang Arau. Termasuk dalam mitigasi ini pencegahan bahan-
bahan sedimen yang bersumber dari pemecahan batu untuk keperluan bahan baku semen
Padang.
Pemerintah Kota perlu mengendalikan tutupan vegetasi (land cover) di dalam DAS Batang
Arau agar Aliran Dasar sungai tetap stabil.

B. Mitigasi Bencana
Kajian Awal Perencanaan Reklamasi Pantai Padang yang dilakukan oleh PT Pacific Prestress Indonesia
(2006) telah mengakomodasikan kondisi kegempaan di lokasi rencana reklamasi, dengan mengacu
ke dua instrumen, yakni Pedoman Perencanaan Beban Gempa Untuk Jembatan Pd M-XX-2004 dan
Standar Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung SNI 03-1726-2002.
Di dalam kajian perencanaan reklamasi tersebut juga sudah dilakukan identifikasi tata letak kota
Padang di dalam Peta Wilayah Gempa dan sekaligus dikaitkan dengan perbedaan koefisien
percepatan puncak batuan dasar versi Pd M-XX-2004 dan versi SNI 03-1726-2002. Selain itu,
dilakukan juga analisis gaya gempa untuk struktur penahan tanah.
Mitigasi bencana gempa dan kemungkinan berlangsungnya tsunami perlu dilakukan lebih teliti
terhadap variabel yang relevan dengan koefisien yang bervariasi. Hasil analisis kegempaan dan
pencegahan tsunami ini disosialisasikan kepada masyarakat secara berkala tetapi berkelanjutan
seperti lagi dilaksanakan oleh Proyek GITEWS. Tetap dipertanyakan, apakah masyarakat akan lari
atau menetap di pantai sesudah alarm tsunami dibunyikan walaupun telah diberitahukan sebelumnya
bahwa gedung moderen itu tahan tsunami dan dapat dijadikan tempat mereka menyelamatkan diri?

8.2 Mitigasi Dampak Akibat Kegiatan Padang Bay City

A. Persepsi umum tentang rencana pembangunan Padang Bay City


Sejak gagasan tentang reklamasi pantai Padang diungkapkan oleh Pemerintah Kota, muncul
beranekaragam persepsi kelompok masyarakat. Klipping surat kabar lokal Sumatera Barat tentang
gagasan reklamasi PBC (bulan Juli 2006 s/d bulan Juni 2007) yang ditelaah oleh Bagian Penanaman
Modal dan Kerjasama Kantor Walikota Padang menggambarkan pemahaman dan respons masyarakat
tentang gagasan tersebut.
Keputusan Walikota Padang menangguhkan rencana PBC dalam waktu yang tidak ditentukan yang
disampaikan melalui surat nomor 050.434/PMK/IV/2007 tanggal 27 April 2007 merupakan keputusan
yang arif, karena dengan demikian semua unsur stakeholders kota Padang memperoleh kesempatan
untuk lebih memahami konsep reklamasi pantai yang sesuai dengan tipologi kota dan atau pantai
Padang. Persepsi adalah pengetahuan intuitif langsung terhadap sesuatu data indrawi atau
gambaran/image yang akan mempengaruhi keputusan.

B. Upaya yang perlu dilakukan oleh Pemerintah antara lain:


Mengintegrasikan rencana reklamasi Pantai Padang/PBC ke dalam rumusan kebijakan
pembangunan kota dan pengembangan pantai Padang baik di dalam dokumen Rencana
Pembangunan Jangka Panjang maupun Rencana Pembangunan Jangka Menengah.
Meningkatkan intensitas peranserta masyarakat di dalam proses perencanaan tata ruang
bagian-bagian kota (dalam hal ini penataan Pantai Padang) dan perencanaan sektor
67
Kajian Lingkungan Hidup Strategis Padang

(misalnya perencanaan zonasi pesisir pantai, rencana peningkatan kapasitas jalan, restorasi
sungai dll).
Masing-masing Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang terkait dengan reklamasi pantai
menyelenggarakan pendataan dan kajian tematik untuk mendukung konsep penataan pantai
Padang, termasuk pemutakhiran kajian Zonasi Wilayah Pesisir Pantai Padang.
Masing-masing SKPD yang terkait dengan penataan pantai menjabarkan komponen rencana
tata ruang reklamasi pantai PBC ke Rencana Teknik Ruang Kota Kawasan Pantai dan Rencana
Unsur Kawasan Pantai (sarana dan prasarana lingkungan).
Menyelenggarakan diskusi terbatas yang bersifat fokus (Focus Group Discussion) secara
berkala tentang pengembangan kawasan pantai bagi komunitas yang strategis, antara lain
Komunitas Peneliti/Dosen, Guru SD hingga SLTA, Pengelola jasa wisata, komunitas nelayan
dan komunitas lain yang berkepentingan.
Mengintegrasikan data dan informasi yang berasal dari berbagai sumber ke dalam dokumen
KLHS PBC.
Secara sinergis, penyiapan konsep mitigasi dampak terhadap persepsi masyarakat dapat dilakukan
oleh Bappeda, Dinas Tata Ruang dan Bangunan, Dinas Permukiman dan Prasarana Wilayah, Dinas
Pariwisata, Dinas Perhubungan, Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas Kebersihan dan Pertamanan,
Dinas Pendidikan, Bagian Hukum, Bagian Pertanahan, Bagian Pembangunan, Bagian Perkonomian,
Bagian Sosial, Bagian Penanaman Modal dan Kerja Sama.

C. Keresahan Sosial Kelompok Masyarakat


Keresahan sosial berbagai kelompok masyarakat merupakan tindak lanjut persepsi yang tidak setuju
tentang rencana reklamasi. Apabila persepsi masyarakat yang tidak setuju tentang reklamasi dapat
dikurangi maka dari waktu ke waktu potensi keresahan masyarakat akan makin menurun.

D. Penambangan Batu Gunung dan Pasir/Tanah Urug


Baik hasil kajian yang dilakukan oleh PT Pacific Presetress Indonesia maupun PT Graha Surya Mutiara
tidak menjelaskan jumlah batu gunung yang diperlukan untuk konstruksi reklamasi. Hasil kajian PBC
(PT Graha Surya Mutiara) menyebutkan bahwa tanah bahan reklamasi yang diperlukan untuk
mencapai ketinggian +4,50 LWS adalah 2.346.600 m. Karena lapisan dasar laut yang compressible
maka akan berlangsung subsidence antara 2,5 hingga 2,8 m. Kalau penurunan tanah itu
diperhitungkan maka diperlukan tanah urug sebanyak 3.168.000 m2.
Penambangan bahan galian golongan C sejumlah kebutuhan di atas dalam waktu yang relatif singkat
akan menimbulkan dapak penting terhadap ekosistem sekitar lokasi penambangan. Sesungguhnya
prosedur penambangan dan mitigasi dampak panambangan galian C sudah dikaji di dalam
AMDAL/UKL dan UPL tiap lokasi tambang yang memiliki izin panambangan. Karena itu, upaya mitigasi
yang dapat dilakukan adalah menetapkan kuota terhadap lokasi-lokasi penambangan tanah urug
(bahan galian golongan C) agar tidak bertumpu pada satu lokasi tetapi pada beberapa lokasi yang
masih memenuhi kelayakan ongkos transport baik melalui angkutan darat dan atau angkutan laut.
Konsep mitigasi dampak penambangan ini perlu dikaji secara cermat oleh Dinas Perindustrian,
Perdagangan, Pertambangan dan Energi Kota Padang.

E. Abrasi dan Akresi Pantai


Penempatan bangun-bangunan pantai yang tidak sesuai dengan arus dan gelombang laut akan
mengakibatkan abrasi di satu lokasi dan sedimentasi di lokasi lain. Abrasi dan akresi merupakan dua
gejala alam yang berlangsung bersamaan di lokasi yang berbeda.
Abrasi yang selama ini berlangsung di beberapa lokasi pantai Padang adalah akibat perubahan iklim.
Aliran angin yang berlangsung pada musim Barat ( bulan November sampai dengan Maret) dan akhir
musim Timur (bulan September sampai dengan Oktober) tergolong cepat yakni antara 5 sampai 44
knot (Laporan Zonasi Perairan Laut Kota Padang, 2005) mengakibatkan gelombang laut yang besar.
Pembangunan penahan gelombang laut dan tanggul yang relatif besar/ luas akan mengakibatkan
perubahan arus laut dan kemungkinan akan mengakibatkan abrasi di sekitar lokasi reklamasi dan
mengendapkan hasil kikisan di tempat lain.

68
Kajian Lingkungan Hidup Strategis Padang

Upaya mitigasi dapat dilakukan dengan dua (2) pendekatan, yaitu (a) mitigasi perubahan
hidrodinamika laut melalui pendekatan perencanaan reklamasi dan (b) pembangunan shore
protection/penahan gelombang laut di pantai yang potensial mengalami abrasi.
Mitigasi perubahan hidrodinamika laut pada tahap perencanaan reklamasi perlu dilakukan melalui
kajian hidrodinamika dan pemodelan hidrodinamika sebelum dan setelah reklamasi untuk masing-
masing musim dan besaran variabel arus yang berbeda. Model yang telah dikalibrasi dapat digunakan
sebagai pertimbangan untuk memilih alternatif bentuk rencana reklamasi PBC.

F. Implikasi bangunan kontemporer terhadap bentang alam kota lama


Bentang Budaya. Pembangunan bangunan-bangunan dengan intensitas tinggi di atas tanah hasil
reklamasi akan mewujudkan bentang alam buatan yang baru. Baik bangunan vertikal di atas tanah
hasil reklamasi maupun dermaga marina di muara sungai Batang Arau potensial tidak berkesesuaian
dengan kawasan kota lama Muaro yang tergolong sebagai kawasan pemugaran.
Nelayan dan Kapal Usaha Lainnya. Selain itu, pembangunan dermaga marina di muara sungai
Batang Arau menuntut pola pengelolaan usaha secara formal yang potensial akan menyisihkan
kapal/perahu nelayan karena nelayan kurang mampu membayar ongkos tambat pada dermaga baru.
Selanjutnya, bagi wisatawan asing, nelayan kecil sebagai obyek wisata yang menarik.
Zonasi. Upaya mitigasi yang perlu dilakukan oleh Pemerintah Kota Padang (dikordinasikan oleh
Dinas Tata Ruang dan Bangunan beserta Bappeda) adalah menyusun Kajian Urban Design dan Urban
Design Guideline (UDGL) Kawasan Reklamasi PBC dan Kawasan Kota Lama dalam satu kawasan
perencanaan. Kajian UDGL tersebut diintegrasikan dengan Zoning Regulation Kawasan PBC dan
sekaligus menjadi masukan terhadap Zoning Regulation Kawasan Kota Lama. Kajian UDGL dimaksud
hendaknya dilakukan melalui proses kordinasi instansi terkait dan partisipasi masyarakat dan
selanjutnya ditetapkan dengan Keputusan Walikota agar pada gilirannya nanti menjadi acuan
penerbitan Fatwa Rencana Kota, Izin Mendirikan Bangunan dan Izin Membangun Prasarana. Mungkin
melewati pendekatan spasial tersebut, muara dapat dizonasi untuk akomodir baik yacht maupun
nelayan, kapal bongkar muat dan penumpang, walaupun dalam jumlah relatif kecil.
Sebenarnya, pemanfaatan muara oleh kapal bongkar muat dan penumpang sudah berkurang. Tabel
16 menunjukkan penurunan jumlah kapal di muara dari tahun 2003 s/d 2006; di Tabel 17 hasil
serupa tapi dalam tonasi. Tabel 18 memperlihatkan data untuk kapal bongkar muat dan penumpang.
Kapal penumpang yang mengalami penurunan yang paling drastis. (Statistik tersebut tidak
mencakupi nelayan kecil dan menengah). Dengan penurunan kegiatan kapal di muara menunjukkan
peluang untuk suatu solusi zonasi untuk marina dan guna lain yang relative kecil.

Tabel 16. Kapal Kunjungan di Muara Sungai Batang Arau dan Pelabuhan Teluk Bayur

Tipe Kapal 2003 2004 2005 2006 +/-

Domestik dan Asing 1445 1430 1671 1841 + 21.5%


di Teluk Bayur

Kapal Kunjungan 1412 1404 1314 1049 25.7%


Muara

Berdasarkan data Pelindo, 2007

Tabel 17. Tonase Kapal Kunjungan di Muara Sungai Batang Arau dan Pelabuhan Teluk Bayur

Tipe Kapal 2003 2004 2005 2006 +/-

Domestik dan 10 300 248 11 314 941 11 117 117 11 193 888 + 8.0%
Asing di Teluk
Bayur

Kapal Kunjungan 130 437 123 242 128 587 101 121 22.5%
Muara

69
Kajian Lingkungan Hidup Strategis Padang

Berdasarkan data Pelindo, 2007

Tabel 18. Kunjungan Kapal Bongkar Muat dan Penumpang di Muara Sungai Batang Arau

Tipe Kapal 2003 2004 2005 2006 +/-

CARGO 40 845 43 009 35 011 38 562 + 9.4%


Bongkar Muat

PENUMPANG 55 108 49 946 36 665 22 421 59%

Berdasarkan data Pelindo, 2007


Mutu Air Muara. Satu faktor lain yang sebagai risiko pembangunan marina adalah mutu air
terutama limbah domestik dari hulu serta sedimentasi yang harus dikruk secara periodik. Pemilik
yacht sering tidak mentolerir kekotoran air. Mitigasinya adalah keterpaduan program kesadaran
masyarakat di hulu, alternatif praktis utk pembuangan sampah serta pengawasan sepadan sungai.

G. Gangguan terhadap Biota Air Muara Sungai dan Perairan Laut


Gangguan terhadap biota laut mulai berlangsung sejak tahap bongkar muat batu dan bahan
reklamasi di lokasi hingga kegiatan-kegiatan yang berlangsung sepanjang masa di atas tanah hasil
reklamasi. Konsep mitigasi perlu disiapkan agar keanekaragaman biota laut (baik flora maupun fauna
laut serta mikro organisma) tidak menurun.
Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Padang perlu melakukan kajian tematik sebagai bahan masukan
untuk menyesuaikan ketentuan pengaturan perlindungan biota yang dimuat di Keputusan Walikota
Padang nomor 185 Tahun 2004 tentang Rencana Strategis Pengelolaan Wilayah Pesisir Kota Padang.
Di dalam konsep zonasi wilayah pesisir dan laut kota Padang, estuary Muaro tergolong sebagai Zona
Preservasi dan bagian dalam Muaro (lokasi tambat perahu) sebagai Zona Rehabilitasi.
Gangguan terhadap biota laut pada masa konstruksi akan berlangsung dalam jangka waktu yang idak
terlalu lama. Tetapi gangguan pada masa operasi akan berlangsung sepanjang masa selama kegiatan
perkotaan berlangsung di atas tanah hasil reklamasi. Sehubungan dengan itu, mitigasi yang harus
dilakukan adalah mempersiapkan ketentuan pengendalian dan pengawasan terhadap masuknya tiap
limbah kegiatan ke perairan laut. Pemerintah harus mampu mencegah masuknya bahan pencemar
dari muara sungai Batang Arau dan limbah dari keluaran saluran sanitasi dan sanitasi ex kawasan
reklamasi. Pembangunan instalasi pengolahan air limbah secara komunal dan pemberlakuan baku
mutu air limbah merupakan upaya mitigasi yang harus dilakukan. Selain itu, pemantauan hasil
mitigasi harus dilakukan agar keanekaragaman biota air laut lestari.

H. Kecemburuan Sosial Kelompok Masyarakat Tertentu


Kegiatan yang potensial menimbulkan kecemburuan sosial antara lain adalah rekrutment tenaga
kerja (baik tahap konstruksi maupun tanah operasi), pengisian tanah reklamasi (pihak yang kalah
tender), aktifitas buruh konstruksi dan pembangunan di atas tanah hasil reklamasi dan aktifitas
perkotaan yang akan berlangsung di dalam kawasan reklamasi. Upaya mitigasi yang perlu
dirumuskan dengan cermat antara lain adalah (a) keterbukaan informasi dan pembinaan agar
masyarakat di sekitar lokasi reklamasi mampu mengambil keputusan tentang strategi hidupnya
sehubungan dengan akan berlangsungnya reklamasi, (b) keterbukaan informasi tentang peluang
kesempatan kerja dan kesempatan berusaha, (c) Keberpihakan kontraktor kepada masyarakat
sekitar lokasi untuk memberi kesempatan kerja sesuai dengan kualifikasi yang sesuai.
Untuk keperluan itu Pemerintah Kota Padang perlu melakukan kajian tematik yang selanjutnya
dirumuskan menjadi kebijakan Walikota tentang keterbukaan informasi dan peluang kerja/berusaha.

I. Ketenteraman dan Ketertiban


Sesungguhnya, gejala sosial di bidang ketenteraman dan ketertiban merupakan konsekuensi aktifitas
perkotaan yang berkembang secara evolusi. Di dalam konteks reklamasi pantai, gejala tersebut akan
berlangsung sejak tahap awal konstruksi hingga tahap operasi (sepanjang masa kegiatan operasi).

70
Kajian Lingkungan Hidup Strategis Padang

Sehubungan dengan potensi dampak terhadap ketertiban dan keamanan, maka perangkat
Kecamatan perlu mempersiapkan konsep mitigasi dampak ketenteraman dan ketertiban, baik pada
masa konstruksi PBC maupun pasca konstruksi. Konsep mitigasi dimaksud hendaknya mengakomodir
peranserta masyarakat.

J. Implikasi kegiatan terhadap peningkatan volume lalu lintas


Sejak tahap konstruksi hingga tahap operasi/pasca konstruksi, kawasan PBC akan menjadi tempat
tujuan dan sekaligus tempat pemberangkatan (origin dan destination). Dengan perkataan lain PBC
menjadi salah satu bagian kota yang akan menjadi sumber bangkitan lalu lintas.
Mitigasi dampak hipotetik pembangunan PBC harus dikaji sejak dini, diawali dengan pelaksanaan
kajian volume dan kepadatan lalu lintas pada masa sebelum pembangunan dan kajian volume dan
kepadatan lalu lintas setelah PBC beroperasi. Dengan demikian dapat disusun rencana dan program
peningkatan kapasitas jalan, program manajemen lalu lintas yang antara lain meliputi pengaturan
sirkulasi dan pemasangan rambu lalu lintas.
Untuk menjamin tersusunnya rumusan rencana kegiatan (plan) dan program tahunan, maka perlu
dirumuskan kebijakan Jangka Panjang dan jangka menengah Pemerintah Kota Padang di bidang lalu
lintas dan pembangunan jaringan jalan.
Apabila kerangka mitigasi ini telah diintegrasikan ke dalam rumusan kebijakan Walikota Padang
tentang rencana pembangunan jangka menengah dan dijabarkan ke dalam rencana tata ruang dan
program-program sektor, maka perlu dilakukan pemantauan implementasinya agar dapat dievaluasi
tepat atau tidaknya sasaran mitigasi dampak.

8.3 Alternatif untuk PBC


Ada beberapa alternatif untuk mengurangi dampak lingkungan dari pembangunan PBC. Sementara
Pemerintah Kota Padang sudah memutuskan lokasi dan skala PBC, namun suatu kajian dampak
lingkungan perlu mempertimbangkan alternatif. Secara singkat alternatif adalah sebagai berikut,
Skala PBC diperkecil supaya mengurangi dampak ekonomi dan lingkungan, misalnya, tidak
mencakup Gunung Padang.
Lokasi di utara dari lokasi PBC sekarang. Rencana awal, PBC akan dibangun di utara lokasi
sekarang sebagai waterfront city. Air laut tidak mengalami tingkat pencemaran sampah
seperti yang ditemukan di Batang Arau, demikian juga akses lalu lintas lebih lancar. Namun,
lokasi ini tidak berdekatan dengan sumberdaya lainnya seperti Gunung Padang dan Kota Tua.
Air Manis dan Pulau Pisang. Diseberang Gunung Padang menuju selatan ada lokasi Air Manis
yang di depannya ada Pulau Pisang yang secara alamiah berfungsi sebagai penahan daerah
ini dari ombak besar. Lokasi indah, dekat dengan permukiman kota tapi tidak nampak dari
kota. Air laut lebih bersih lagi dibandingkan pilihan nomor 1 dan nomor 2 diatas.

9. Kesimpulan dan Saran Tindak

9.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil kajian yang diuraikan pada bab IV dan V dapat disimpulkan bahwa sesungguhnya
di dalam Rencana Jangka Panjang Pembangunan (RPJP) Kota Padang telah dirumuskan bahwa
optimasi pemanfaatan ruang kawasan pantai akan dilakukan secara terpadu melalui pendekatan
kemitraan Pemerintah Kota dengan Dunia Usaha.
Kebijakan tersebut belum dijabarkan ke bentuk rencana tata ruang yang lebih operasional dan
rencana-rencana sektor/rencana unsur kota yang berkesesuaian (compatible) dengan kebutuhan
reklamasi pantai. Apabila kebijakan penataan pantai dengan cara reklamasi dijabarkan ke tingkat
rencana, tentu pada tingkat selanjutnya yakni di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah
(RPJM) perlu dijabarkan rumusan rencana tata ruang dan atau rencana sektor tersebut ke rumusan
tingkat program. Bila rumusan program tahunan yang berkaitan dengan gagasan reklamasi tersebut
disusun, tentu akan dapat diketahui langkah-langkah untuk mencegah dan atau menanggulangi
gangguan reklamasi dan sekaligus langkah-langkah untuk mengembangkan manfaat yang diperoleh.

71
Kajian Lingkungan Hidup Strategis Padang

Di antara berbagai kegiatan penting yang diperlukan, dapat disimpulkan beberapa hasil penilaian
implikasi lingkungan yang perlu dicermati dan ditindaklanjuti, yaitu:
Membuka peluang kepada masyarakat yang berkepentingan (wakil masyarakat di kawasan
PBC untuk turut berpartisipasi di dalam proses perencanaan makro, baik di bidang
perencanaan tata ruang maupun rencana sektor serta kajian resiko penataan pantai. Untuk
itu perlu dirumuskan kebijakan sosialisasi, keterbukaan informasi perencanaan dan
peranserta masyarakat di bidang perencanaan tata ruang dan lingkungan.
Penambangan batu, pasir laut dan atau tanah urug untuk keperluan reklamasi potensial
menimbulkan masalah lingkungan, baik di lokasi penambangan maupun pada proses
pengangkutan ke lokasi reklamasi. Sesungguhnya Pemerintah telah menetapkan prosedur
dan mekanisme perizinan penambangan bahan galian Golongan C. Tetapi walaupun demikian
perlu dikaji secara cermat dan disosialisasikan kepada masyarakat bahwa penambangan dan
pengangkutan bahan-bahan sudah dikaji secara mendalam sehingga dampaknya dapat
dicegah dan atau diminimalkan.
Pengerukan muara sungai batang Arau merupakan bagian dari penataan PBC. Laporan
pemantauan memang menjelaskan proses pendangkalan dan pencemaran badan air sungai
ini. Rencana pengerukan muara sungai Batang Arau harus dikaji secara cermat. Perlu
dipertimbangkan untuk melakukan kajian model hidrodinamika muara sungai ini dengan
skenario pengerukan yang bervariasi agar dapat dipahami perilaku pengendapan sungai ini.
Salah satu komponen lingkungan yang sangat mempengaruhi keberhasilan pemanfaatan
tanah hasil reklamasi adalah tanggul dan penahan gelombang laut yang akan dibangun akan
merupakan bentang alam buatan di perairan pantai yang nantinya akan merubah pola arus
dan gelombang ke arah pantai. Karena itu perlu dianalisis secara cermat dan mendalam pola
arus dan gelombang sebelum dan setelah konstruksi tanggul reklamasi.
Pemanfaatan tanah di atas hasil reklamasi tentunya mengarah pada peruntukan ruang
komersil dengan intensitas tinggi, sedangkan kawasan Muaro digolongkan sebagai kawasan
kota lama yang dilindung. Selain itu kawasan gunung Padang merupakan warisan alam
(natural heritage) yang unik. Karena itu perlu dikaji pendekatan yang dapat menjamin
keberlanjutan masing-masing unsur lingkungan tersebut.
Tanah hasil reklamasi yang diciptakan dengan teknologi tinggi dan investasi besar akan
dimanfaatkan oleh berbagai pihak untuk berbagai keperluan. Pemerintah Kota Padang dapat
memperoleh hak pengelolaan atas tanah hasil reklamasi. Untuk mendukung aspek legalitas
tanah hasil reklamasi tersebut, perlu dipersiapkan kajian peraturan perundangan yang
mengatur tata cara reklamasi dan pemanfaatan tanah hasil reklamasi oleh privat, korporat,
masyarakat umum/publik dan pemerintah.

9.2 Pelajaran dari Pengalaman ~ Lessons Learned


Ada beberapa pelajaran dari pengalaman pelaksanaan KLHS di Padang, sebagai berikut:
(i) Data Tersebar. Banyak informasi hasil kajian di Padang yang ada kaitan dengan PBC tapi
tersebar. KLHS memberikan kesempatan untuk mengumpul data dan dokumen di satu
tempat. Kalau tidak didukung dan fasilitasi Tim Kecil akan jauh lebih sulit memperoleh
informasi tersebut. KLHS memfasilitasi tukar menukar informasi lingkungan antar
kelembagaan.
(ii) Kebutuhan Lokal. KLHS dihargai oleh daerah kalau dilaksanakan berdasarkan kebutuhan
daerah (demand-driven). Oleh karena itu, ada rasa memiliki. Mitra lokal bersemangat
mendukung proses KLHS. Belum tentu akan begitu kalau ada kebijakan nasional yang
menginstruksikan pelaksanaan KLHS. Risikonya, KLHS akan di-konsultan-kan ataupun
direkayasa. Pada akhirnya kemungkinan diperlukan kebijakan nasional, tapi kalau terlalu
cepat dikeluarkan akan mengganggu inisiatif dan inovasi dalam uji coba KLHS untuk berbagai
tujuan.
(iii) Pimpinan Aktif. Keberhasilan Tim Kecil tergantung pada pimpinan aktif dan anggota yang
menguasai bidangnya. Tidak harus sering ketemu tapi rencana dan pengarahan kerja mesti
tegas.
72
Kajian Lingkungan Hidup Strategis Padang

(iv) Keserasian Wacana Antar Pihak. KLHS membuat lebih serasi dan damai wacana antara
Pemerintah Kota dan pihak lain yang berkepentingan.
(v) Bukan AMDAL. Tantangan awal dari upaya pelaksanaan KLHS adalah membedakannya
dengan AMDAL atau proses kelayakan serupa. Tidak mudah.

9.3 Saran Tindak


Sebagaimana dikemukakan pada bagian pendahuluan laporan ini, bahwa salah satu pertimbangan
penyusunan Kajian Lingkungan Hidup Strategis ini adalah untuk memberikan gambaran secara
sistematik faktor-faktor yang strategis, yang berkaitan dengan kebijakan, rencana dan program
reklamasi. Disadari pula bahwa penyusunan KLHS ini dihadang oleh beberapa kendala, baik karena
terbatasnya data dan informasi maupun terbatasnya metoda yang dapat diterapkan.
Sehubungan dengan itu perlu disampaikan beberapa saran tindak, yaitu:

1. KLHS Dinamis
Perlu dipertimbangkan untuk memutakhirkan hasil KLHS ini dengan data dan informasi yang lebih
lengkap dan lebih akurat, misalnya hasil survey benthic yang akan dilaksanakan Proyek Tsunami
Early Warning System. Dengan data itu bisa membuat modelling dampak PBC terhadap abrasi dan
sedimentasi.
Seandainya gagasan reklamasi PBC dimasukkan ke dalam proses Evaluasi Rencana Tata Ruang
Wilayah Kota Padang dan Adendum Rencana Pembangunan Jangka Panjang Kota Padang, maka
upaya itu perlu dicatatkan ke dalam KLHS ini. Itulah satu contoh lain sebabnya dokumen KLHS ini
disusun dengan pendekatan clip file ([:]) yang dapat dimutakhirkan, yakni KLHS sebagai satu
dokumen dinamis dan hidup yang dapat disempurnakan terus sebagai masukkan utk pembuatan
rencana pembangunan PBC.

2. Wacana antara Eksekutif dan Legislatif


Perlu dipertimbangkan untuk menggunakan hasil KLHS ini sebagai bahan diskusi terbatas antara
pihak Eksekutif dengan Legislatif (Komisi C DPRD) Kota Padang sebagai upaya lanjutan dialog yang
terhenti selama ini. Apabila ternyata ada kesepahaman di antara Eksekutif dengan Legislatif, maka
perlu diterapkan beberapa hasil kajian ini, yakni mengintegrasikan rumusan-rumusan kebijakan dan
rumusan perencanaan serta rumusan program yang relevan ke dalam kerangka RPJP, RTRW, APBD,
RPJM Kota Padang, disamping itu rencana daerah aliran sungai dan rencana pembangunan pesisir
kota.

3. Memperluas Dialog dengan Pihak yang Berkepentingan


Perlu memperluas dialog kepada pihak yang berkepentingan lain, pertama melalui Focus Group
Discussion, lalu pada acara yang mencakupi semua pihak. Dalam rangka mengadakan wacana antara
pihak yang berkentingan, lama lama bisa membuat jaringan informasi supaya lebih mudah bagi
informasi (sharing information). Sebaiknya mengajak pihak yang berkepentingan lebih lebih
perguruan tinggi untuk berikan kopi kajian, studi dan laporan kepada Tim Kecil sebagai clearing
house untuk informasi terkait dengan KLHS PBC, yang dapat dilihat pula oleh masyarakat. Hal hal
seperti ini meningkatkan saling percaya (mutual trust) antara masyarakat dan Pemerintah Kota.

4. Peran Tim Kecil


Tim Kecil punya peran pokok pada tahap lanjutan, antara lain,
I. Pengelolaan Clip File
II. Mengadakan dialog serasi dengan masyarakat
III. Pengelolaan data dan informasi KLHS, termasuk ketersediaan informasi itu buat yang tertarik
lebih tahu tentang PBC
IV. Mewakili upaya KLHS (makin lama, makin banyak orang dan kelembagaan akan belajar ke
Padang untuk lebih tahu tentang kegunaan KLHS).
73
Kajian Lingkungan Hidup Strategis Padang

5. Dana Buat Proses KLHS Lebih Lanjut


Demi komitmen Pemerintah Kota untuk mulai KLHS, Pemerintah Kota mencari dana walaupun belum
ada proyek. Namun, untuk jangka waktu panjang, kegiatan KLHS PBC (dan KLHS lainnya) perlu ada
anggaran.

6. Nama KLHS
Nama kelembagaan atau pendekatan membawa nuansa tujuannya atau hubungannya dengan faktor
lain. Kata strategis dan kajian mungking membawa konotasi mungkin membuat orang yang
pertama dengar isitlah KLHS mengambil keputusan bahwa alat ini terutama untuk kepentingan
petinggi. Nama KLHS dapat dirobah sesuai kebutuhan local, misalnya, Penilaian Partisipatif untuk
Implikasi Lingkungan (PPIL) dari rencana, program atau kebijakan. Hal ini penting sebab Pemerintah
Kota suda ada rencana unutk sosialisasi KLHS.

7. Kerjasama Daerah dengan Departemen untuk Perkembangan KLHS


Sebaiknya ada komunikasi praktis dan dinamis antara pusat dan daerah tentang perkembangan
KLHS. Pengalaman daerah perlu dikaji oleh Departemen yang memirkan pembuatan kebijakan KLHS
agar supaya relevan untuk keadaan dan tantangan di daerah. Selanjutnya, mungkin KLH dapat
menyebarluaskan studi kasus dari KLHS yang disebarluaskan ke Kota dan Kabupaten, menuju suatu
buku saku / pegangan KLHS (SEA Handbook for Indonesia). Disamping itu, daerah diberikan
kesempatan untuk memberikan masukan berdasarkan pengalaman.

74
Kajian Lingkungan Hidup Strategis Padang

Daftar Pustaka
Adiwibowo, Soeryo (2007) Gagasan & arah kebijakan kajian lingkungan hidup strategis. Naskah
kebijakan, Proyek ESP 1, Departemen Lingkungan Hidup.
Ahmed,K, Mercier,J.R., and Verheem,R. (2005) Strategic Environmental Assessment - Concept
and Practice. World Bank, Environment Strategy, No.14, June 2005.
Bapedalda (2007) Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah (SHLD) Kota Padang Tahun 2006.
Bapedalda, Kota Padang.
Bapedalda (2006) Data Non Fisik Program Adipura 2006/2007. Bapedalda, Pemerintah Kota Padang.
Bapedalda (2006) Penelitian Kualitas Perairan Sungai Batang Arau. Bapedalda dan Pusat Penelitian
Kependudukan dan Lingkungan Hidup, Universitas Negeri Padang.
Bappeda (2006) Zonasi Wilayah Pesisir dan Laut Kota Padang. Bappeda, MCRMP Componen A,
Regional 3 Sumatera. Sumatera Barat, 2006.
Bappeda (2004) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Padang 2004-2013. Bappeda, Kota
Padang.
Bappenas (2006) Critical Environmental Pressure Points (CEPP) from Rehabilitationan and
Reconstruction in Post-tsunami Nanggroe Aceh Darussalam. CEPPP Project.
Bennett, C.P.A. (2006) Strategic Environmental Assessment (SEA) for Post-tsunami Nanggroe Aceh
Darussalam (NAD) - Opportunities for Demand-driven Applications. Tim SEA, Support for Local
Government and Sustainable Recovery Project (GTZ Bapedalda), NAD, 06 June 2006.
Bennett, C.P.A (2006) Strategic Environmental Assessment (SEA) for Management of the Aceh River
Basin ~ Focus on Galian C River Quarrying. Tim SEA, Support for Local Government and Sustainable
Recovery Project (GTZ Bapedalda), NAD, 06 June 2006.
Bennett, C.P.A. (2005) Strategic Environmental and Natural Resource Assessment (SENRA) to Guide
Implementation of Reconstruction and Rehabilitation in post-Tsunami Nanggroe Aceh Darussalam
Facilitated by the Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) - Scoping for SENRA Preparation and
Implementation. CIDA, Canadian International Development Agency, 08 July 2005.
BPS, Badan Pusat Statistik (2006) Padang Dalam Angka Tahun 2005. BPS, kerja sama dengan
BAPPEDA Kota Padang.
BPS, Badan Pusat Statistik (2005) Padang Dalam Angka Tahun 2004. BPS, kerja sama dengan
BAPPEDA Kota Padang.
Cities Alliance (2006) Guide to City Development Strategies Improving Urban Performance. Cities
Alliance, June 2006.
Dalal-Clayton,B. & Sadler,B. (2005) Strategic Environmental Assessment - A Sourcebook and
Reference Guide to International Experience. Earthscan.
Dalal-Clayton,B. & Sadler,B. (1998) Strategic Environmental Assessment: A Rapidly Evolving
Approach. IIED Working Paper, ISBN 1 904035 33 7.
DEAT, Department of Environmental Affairs and Tourism (2000) Strategic Environmental
Assessment in South Africa. DEAT, February 2000.
DKP dan SAHATI (2005) Pemetaan Potensi Perikanan Kota Padang. Dinas Kelautan dan Perikanan
(DKP) Kota Padang dengan Yayasan Hayati Lestari (SAHATI), 2005.
DKP, Dinas Kelautan dan Perikanan (2004) Rencana Strategis Pengelolaan Wilayah Pesisir Kota
Padang.
DKP dan SAHATI (2004) Rencana Pengelolaan (Management Plan) Pesisir dan Laut Sungai Pisang.
Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kota Padang dengan Yayasan Hayati Lestari (SAHATI),
December 2004.
Dinas TRTB, Dinas Tata Ruang dan Tata Bangunan (2002) Panduan Rancangan Kawasan dan
Bangunan Di Kota Lama Padang. Pemerintah Kota Padang, Dinas TRTB.

75
Kajian Lingkungan Hidup Strategis Padang

DfID, Department for International Development (2004) Contribution of the environment and
natural resources to pro-poor growth: a checklist examining these issues within a poverty reduction
strategy. DfID, October 2004.
EPA, Environmental Protection Agency (2006) SEA of Water and Environmental Sanitation - A
Practical Guide. EPA, Republic of Ghana, October 2006.
EU, European Union (2001) Assessment of the effects of certain plans and programs on the
environment. Directive 2001/42/EC of the Eurpean Parliament and the Council of 27 June 2001.
IAIA, International Association for Impact Assessment (2002) Strategic Environmental
Assessment Performance Criteria. IAIA, Special Publications Series No.1.
Icon Consultants Ltd (2001) SEA and Integration of the Environment into Strategic Decision-
Making. European Commission Contract, No. B4-3040/99/136634/MAR/B4
Murugesu Pushparajah (2005) Coastal Protection and Spatial Planning in Indonesia. FAO, Food and
Agricultural Organisation of the United Nations, Mission Report, May 2005.
OECD, Organisation for Economic Co-Operation and Development (1993) OECD Core Set Of
Indicators for Environmental Performance Reviews. OECD, Environment Monograph N 83, A
synthesis report by the Group on the State of the Environment, Paris, 1993.
Pemerintah Kota Padang (2007) Opini Publik Rencana Pembangunan PBC. Bagian Penanaman
Modal dan Kerjasama, Klipping Surat Kabar.
Pemerintah Kota Padang (2007) Proposal Padang Bay City. Pemerintah Kota Padang, Bagian
Penanaman Modal dan Kerjasama.
Pemerintah Kota Padang (2004) Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) 2004-2020.
Pemerintah Kota Padang.
Pemerintah Kota Padang (2004) Rencana Pembangunan Jangka Menegah (RPJM) 2004-2008.
Pemerintah Kota Padang.
Pillai,P. and Mercier,J.R. () Learning from First-Generation Strategic Environmental Assessments
Supported by the World Bank. World Bank.
PT. Pacific Prestress Indonesia (2006) Laporan Perencanaan Reklamasi Pantai Padang Sumatera
Barat. PT Pacific Prestress Indonesia.
UNEP (1999) Conceptual Framework and Planning Guidelines for Integrated Coastal Area and River
Management. Mediterranean Priority Action Plan.
Walikotamadya (1998) Penetapan Bangunan Cagar Budaya dan Kawasan Bersejarah di Kotamadya
Padang. Keputusan Walikotamadya, Kota Padang.

76

Você também pode gostar