Você está na página 1de 9

JURNAL ILMU KEFARMASIAN INDONESIA, September 2013, hlm. 182-190 Vol. 11, No.

2
ISSN 1693-1831

Evaluasi Penggunaan Antibiotika di Ruang HCU dan Ruang


ICU Rumah Sakit Kanker Dharmais Februari Maret 2012

(Evaluation of Antibiotic Usage in HCU and ICU Wards in


Dharmais Cancer Hospital February to March 2012)

YUSI ANGGRIANI1, AGUSDINI BANUN2, ERLIANA1


1
Fakultas Farmasi, Universitas Pancasila, Srengseng Sawah, Jagakarsa, Jakarta 12640.
2
RS Kanker Dharmais, Jl. Let. Jend. S. Parman Kav. 84-86, Slipi, Jakarta Barat 11420.

Diterima 6 Maret 2013, Disetujui 27 September 2013

Abstrak: Penggunaan antibiotika yang tinggi dapat memicu penggunaan antibiotika yang tidak rasional.
Penelitian bertujuan untuk mengevaluasi penggunaan antibiotika secara kuantitatif dan kualitatif selama
bulan Februari-Maret 2012. Pengambilan data dilakukan secara prospektif dengan mengambil data dari
rekam medis dan pengamatan langsung pasien yang sedang dirawat. Parameter evaluasi kuantitatif
menggunakan indikator WHO tentang evaluasi penggunaan antibiotika di rumah sakit dan Defined
Daily Dose. Evaluasi kualitatif menggunakan kriteria Gyssens. Hasil studi menunjukkan, antibiotika
paling banyak digunakan pada bulan Februari adalah seftriakson, yaitu 54,5 DDD/100 hari rawat di
ruang HCU dan 52,5 DDD/100 hari rawat di ruang ICU. Penggunaan antibiotika terbanyak di bulan
Maret adalah meropenem (Ruang HCU 36,0 DDD/100 dan ruang ICU 122,73 DDD/100 hari rawat).
Penggunaan antibiotika kombinasi sebesar 32,9% di HCU dan pada pasien ICU 40%. Tes sensitivitas
antibiotika hanya dilakukan pada 11,1% pasien yang menerima antibiotika. Tes kultur kuman hanya
dilakukan pada 18 dari 153 pasien (11,8%). Pasien ADE (Antimicrobial Documented Empirical)
sebanyak 98,7%, ADT (Antimicrobial Documented Therapy) sebanyak 1,3% dan ADET (Antimicrobial
Documented Empirical Therapy) sebanyak 8,6%. Kategori VI paling banyak ditemukan yaitu sebanyak
88,2%. Penggunaan antibiotika sesuai dengan formularium 93,9%.

Kata kunci: evaluasi, antibiotika, ATC/DDD, pola kuman, kriteria Gyssens.

Abstract: Frequent use of antibiotics may lead to an irrational use of antibiotic. The objectives of this
study were to evaluate the use of antibiotics quantitatively and qualitatively in the Dharmais Cancer
Hospital during February to March 2012. Data collection was conducted prospectively. Parameter
evaluation for quantitative analysis was the WHOs indicator regarding how to investigate antimicrobial
use in hospital and Defined Daily Dose. Qualitative analysis based on Gyssens criteria. In February,
the most used antibiotic in HCU and ICU was ceftriaxone (54.5 DDD/100 patient-days in HCU and
in ICU 52.5 DDD/100 patient-days). While in March, the most used antibiotic in HCU and ICU was
meropenem (in ICU 36.02 DDD/100 patient-days and in ICU 122.73 DDD/100 patient-days). At least
32.9% of HCU patients and 40% of ICU patients were prescribed with combination of antibiotics,
and 11.1% patients in HCU/ICU received antimicrobial drug sensitivity test. Culture tests were only
performed in 18 out of 153 patients (11.8%). Antimicrobial Documented Empirical (ADE) was 98.7%,
Antimicrobial Documented Therapy (ADT) was 1.3%, and Antimicrobial Documented Empirical
Therapy (ADET) was 8.6%. Most of antibiotic used in HCU and ICU were classified as category VI.
They could not be evaluated due to incomplete data information (88.23%). The prescription compliance
to the hospital formulary list was 93.9%.

Keywords: evaluation, antibiotic, ATC/DDD , germ pattern, Gyssens criteria.

* Penulis korespondensi, Hp. 08122954935


e-mail: yusi1777@yahoo.com
183 ANGGRIANI ET AL. Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia

PENDAHULUAN waktu sebesar 84,7% pasien, selain itu 81,98% pasien


menerima antibiotika profilaksis > 24 jam(7). Data ini
ANTIBIOTIKA ialah zat yang dihasilkan oleh suatu menunjukkan bahwa penggunaan antibiotika belum
mikroba, terutama fungi, yang dapat menghambat rasional. Oleh karena itu, penggunaan antibiotika,
atau dapat membasmi mikroba jenis lain(1). Antibiotika harus selalu dipantau agar penggunaannya efektif dan
merupakan kelompok obat yang paling sering efisien dengan efek samping yang minimal terhadap
digunakan saat ini. Pada tahun 1991, rata-rata pasien dan komunitas, serta meminimalisasi terjadinya
pengeluaran biaya antibiotika untuk pasien rawat resistensi mikroorganisme. Untuk meningkatkan
inap di rumah sakit Johns Hopkins Amerika Serikat kerasionalan penggunaan antibiotika evaluasi dapat
sebesar $7938 dengan rata-rata lama durasi terapi dilakukan secara rutin terhadap penggunaan antibiotika
7,2 hari(2). Studi di India selama periode Desember di berbagai macam kasus di sarana pelayanan
2007-November 2008 menunjukkan bahwa sebanyak kesehatan terutama di rumah sakit. Penelitian ini
17995 pasien mengunjungi apotek, 9205 pasien bertujuan untuk mengevaluasi penggunaan antibiotika
mengunjungi toko obat dan 5922 pasien mengunjungi secara kuantitatif dan kualitatif di ruang HCU dan
klinik swasta. Sebanyak 39% pasien yang mendatangi ICU rumah sakit Kanker Dharmais.
apotek dan toko obat, serta 43% pasien yang
mendatangi klinik swasta mendapatkan resep paling BAHAN DAN METODE
tidak satu antibiotika(3). Hal ini menunjukkan tingginya
penggunaan antibiotika di seluruh dunia, terutama di Desain studi penelitian dilakukan dengan metode
negara-negara maju dan berkembang. prospektif. Data diambil dari rekam medik dari
Penggunaan antibiotika yang tinggi di seluruh pasien yang sedang menjalani perawatan di ruang
dunia memicu penggunaan yang tidak rasional. HCU dan ruang ICU Rumah Sakit Kanker Dharmais.
Saat ini antibiotika sering digunakan untuk penyakit Selain pengambilan data dari rekam medis, diskusi
non infeksi. Hasil penelitian pada tahun 2001 di dengan dokter juga dilakukan pada saat evaluasi
Amerika Serikat menunjukkan bahwa lebih dari 50% sesuai dengan perkembangan pasien. Sampling
resep antibiotika diberikan untuk infeksi saluran dilakukan secara total terhadap semua pasien dewasa
nafas, lebih dari separuhnya mungkin viral, yang yang dirawat periode Februari-Maret 2012 di kedua
tidak memerlukan antibiotika(4). Di Indonesia juga ruangan tersebut. Kuantitas penggunaan antibiotika
terjadi kondisi serupa, penelitian yang dilakukan di dihitung berdasarkan metode DDD per 100 hari
Yogyakarta mengungkapkan bahwa 9% pasien anak rawat dan indikator penggunaan antibiotika di rumah
yang menderita infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) sakit dari WHO. Metode Defined Daily Dose (DDD)
berupa batuk, pilek, radang tenggorokan memperoleh adalah suatu metode yang dikembangkan WHO untuk
resep antibiotika. Padahal, berdasarkan kriteria World menghitung kuantitas penggunaan antibiotika dalam
Health Organization (WHO) untuk ISPA, ditentukan suatu institusi pelayanan kesehatan. Perhitungan
bahwa hanya 7-14% pasien yang seharusnya mendapat dilakukan untuk setiap pemakaian dalam 100 hari
antibiotika(5). Penggunaan yang tidak rasional dapat rawat atau 100 pasien. Hasil perhitungan dalam
menimbulkan efek yang tidak diinginkan seperti penelitian ini dibandingkan dengan standar DDD yang
efek samping antibiotika, kegagalan terapi, resistensi telah ditetapkan oleh WHO. Indikator WHO tentang
antibiotika, dan pengeluaran biaya yang tidak perlu. evaluasi penggunaan antibiotika di rumah sakit(8)
Di Indonesia, berdasarkan penelitian yang digunakan untuk menghitung parameter: penggunaan
dilakukan di ruang ICU Rumah Sakit Umum antibiotika kombinasi, antibiotika yang sesuai
Pusat (RSUP) Fatmawati periode Januari-April dengan formularium Rumah Sakit Kanker Dharmais,
2005, ketepatan pemberian dosis antibiotika masih rata-rata durasi penggunaan antibiotika, persentase
rendah (52,2%). Pasien tersebut mendapatkan penggunaan antibiotika dengan nama generik, pasien
antibiotika dengan dosis kurang sebesar 20,9% dan yang mendapatkan tes sensitivitas antibiotika dan tes
26,9% pasien medapatkan dosis lebih. Kesesuaian kultur kuman. Evaluasi secara kualitatif dilakukan
pemberian antibiotika dengan diagnosa sebesar untuk melihat ketepatan pemberian antibiotika pada
36,6%, sedangkan 63,4% pasien mendapatkan pasien berdasarkan kriteria Gyssens sebagai berikut(9):
antibiotika profilaksis untuk tindakan operasi(6). Selain I: penggunaan antibiotika tepat (rasional)
itu, di ruang bedah Rumah Sakit Kanker Dharmais, IIa: tidak rasional karena dosis yang tidak tepat
penggunaan antibiotika profilaksis cukup tinggi yaitu IIb: tidak rasional karena interval dosis yang tidak
84,7%. Antibiotika yang paling banyak digunakan tepat
adalah sefalosporin generasi III, yaitu seftriakson IIc: tidak rasional karena rute pemberian yang salah
(52,3%). Pemberian antibiotika profilaksis tidak tepat IIIa: tidak rasional karena pemberian antibiotika
Vol 11, 2013 Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia 184

terlalu lama dapat dilihat Tabel 1. Hasil penelitian menunjukkan


IIIb: tidak rasional karena pemberian antibiotika pasien paling banyak dirawat di ruang ICU dan
terlalu singkat HCU berumur 41-60 tahun. Hal ini dapat disebabkan
IVa: tidak rasional karena ada antibiotika lain yang oleh dua hal. Pertama, resiko kanker meningkat
lebih efektif seiring dengan lamanya paparan terkena bahan
IVb: tidak rasional karena ada antibiotika lain yang karsinogenik atau bahan yang dapat menyebabkan
kurang toksik kanker. Semakin tua usia seseorang maka jumlah
IVc: tidak rasional karena ada antibiotika lain yang bahan karsinogenik yang terakumulasi dalam tubuh
lebih murah pun semakin meningkat mengingat lamanya paparan
IVd: tidak rasional karena ada antibiotika lain yang yang ia dapat dari tahun ke tahun(10). Kedua, resiko
spektrumnya lebih sempit seseorang terkena kanker bertambah seiring dengan
V: tidak rasional karena tidak ada indikasi penggunaan berjalannya usia berhubungan dengan penuaan sel
antibiotika sehingga kemampuannya berkurang dalam melawan
VI: data tidak lengkap atau tidak dapat dievaluasi tekanan(11).
Demografi jenis kelamin pasien dapat dilihat
HASIL DAN PEMBAHASAN pada Gambar 1. Dari hasil studi terlihat bahwa pasien
kanker paling banyak berjenis kelamin perempuan.
Demografi pasien ruang ICU dan HCU. Demografi Berdasarkan data statistik bidang rekam medis Rumah
pasien dinilai berdasarkan usia, jenis kelamin dan Sakit Kanker Dharmais, kanker payudara dan kanker
penjamin biaya pengobatan. Demografi usia pasien serviks menduduki peringkat pertama dan kedua
dalam daftar 10 kanker tersering tahun 2007(12),
sehingga pasien yang dirawat di ruang ICU dan HCU
Tabel 1. Demografi usia pasien dewasa ruang HCU
dan ICU periode Februari-Maret 2012. kebanyakan berjenis kelamin perempuan.
Usia Jumlah Pasien Persentase Demografi penjamin kesehatan dapat dilihat pada
HCU ICU HCU ICU Tabel 2 dan 3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
20-40 tahun 32 3 21,1% 20% pasien di ruang ICU dan HCU adalah pasien dengan
41-60 tahun 84 6 55,3% 40% jaminan asuransi kesehatan yaitu sebesar 56,6% di
>60 tahun 34 5 22,4% 33,3% ruang HCU dan 53,3% di ruang ICU. Hal ini dapat
Tidak jelas 2 1 1,3% 6,7% terjadi karena pasien merupakan penderita kanker yang
Total 152 15 100% 100%

Demografi Jenis Kelamin Pasien ICU


Jenis Kelamin Pasien Ruang HCU

39.50%
Laki - Laki 46.7
60.50% 53.3 Laki - Laki
Perempuan
Perempuan

Gambar 1. Demografi jenis kelamin pasien ruang HCU dan ICU periode Februari-Maret 2012.

Tabel 2. Demografi penjamin kesehatan pasien ruang HCU periode Februari-Maret 2012.
Penjamin Kesehatan Institusi Jumlah Pasien Persentase
Umum/pribadi 63 41,5%
Penjamin dari institusi Institusi: 86 56,6%

a) Askes/ sosial 47 30,9%


b) Asuransi Sinarmas 2 1,3%
c) Jamkesmas 10 6,6%
d) PT Pos Indonesia 2 1,3%
e) JPS 13 8,6%
f)Perkebunan Nusantara 2 1,3%
g) Lain-lain 10 6,6%
Tidak jelas - 3 2,0%
(tidak dapat dikonfirmasi dari sistem/
rekam medis)
Total 152 100%
185 ANGGRIANI ET AL. Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia

Tabel 3. Demografi penjamin kesehatan pasien ruang ICU periode Februari-Maret 2012.
Penjamin Kesehatan Institusi Jumlah Pasien Persentase
Umum/pribadi - 6 40%
Penjamin dari institusi Institusi: 8 53,3%

a) Askes/sosial 5 33,3%
b) Jamkesmas
c) JPS 2 13,3%

1 6,7%
Tidak jelas - 1 6,7%
Total 15 100%

memerlukan pengobatan dengan biaya yang mahal, yang ditandai dengan meningkatnya jumlah leukosit
oleh karena itu pasien tanpa jaminan pembiayaan melampaui jumlah normal.
terapi akan sulit mendapatkan pengobatan kanker. Kombinasi antibiotika terbanyak di ruang HCU
Penderita kanker tanpa jaminan kesehatan mengalami yaitu sefalosporin dan metronidazole (37,5%)
kesulitan untuk pengobatan karena terkendala biaya. sedangkan di ruang ICU yaitu sefalosporin dan
Menurut ASEAN Costs in Oncology, 85% pasien atau karbapenem (66,7%). Pemberian kombinasi
keluarganya bangkrut karena menanggung biaya obat antibiotika antara sefalosporin dengan metronidazole
dan perawatan kanker. dapat meningkatkan efektifitas terapi pada pasien
Pasien rawat inap yang menggunakan satu dengan infeksi intra abdomen dibandingkan dengan
atau lebih antibiotika. Penggunaan antibiotika pemberian monoterapi (13). Sedangkan kombinasi
kombinasi di ruang HCU sebanyak 50 dari 152 pasien sefalosporin dan karbapenem, keduanya merupakan
(32,9%) dan di ruang ICU sebanyak 6 dari 15 pasien antibiotika golongan beta laktam sehingga kombinasi
(40%). Satu pasien kemungkinan bisa mendapatkan 2 bersifat sinergis melawan bakteri gram positif dan
kali peresepan kombinasi pada waktu yang berbeda, negatif(14). Kombinasi antibiotika dapat dilakukan
sehingga jumlah kasus kombinasi antibiotika yang
ditemukan menjadi 64 untuk pasien HCU, dan 7 kasus Tabel 4. Jenis kombinasi antibiotika di ruang HCU
untuk pasien ICU. Jenis antibiotika kombinasi yang periode Februari-Maret 2012.
diberikan pada pasien HCU dan ICU dapat dilihat Jenis Kombinasi Jumlah Persentase
pada tabel 4 dan 5. Kombinasi
Sefalosporin + metronidazole 24 37,5%
Namun, dari 50 pasien tersebut, hanya 8 pasien Sefalosporin + sefalosporin 14 21,9%
(16%) yang dilakukan tes kultur untuk mengetahui Karbapenem + sefalosporin 11 17,2%
jenis mikroorganisme yang menginfeksi. Hal ini Sefalosporin + karbapenem 2 3,1%
menunjukkan sebanyak 42 dari 50 pasien (84%) Karbapenem + metronidazole 2 3,1%
Sefalosporin + aminoglikosida 2 3,1%
diberikan antibiotika kombinasi tanpa berdasarkan + anti TB
kultur kuman. Sebanyak 6 dari 50 pasien tersebut Sefalosporin + kuinolon 2 3,1%
(12%) memiliki jumlah leukosit dibawah normal Karbapenem + kuinolon 2 3,1%
dan 12 dari 50 pasien (24%) memiliki jumlah Sefalosporin + aminoglikosida 1 1,6%
leukosit normal, artinya pasien-pasien tersebut tidak Sefalosporin + aminoglikosida 1 1,6%
+ karbapenem
terindikasi infeksi. Sebanyak 32 dari 50 pasien (64%) Karbapenem + antibiotika lain 1 1,6%
terindikasi mengalami infeksi yang ditandai dengan (glikopeptida)
jumlah leukosit di atas normal. Sehingga pemberian Karbapenem + aminoglikosida 1 1,6%
antibiotika hanya diperlukan pada 64% pasien. Kuinolon + metronidazole 1 1,6%
+ penisilin
Hanya 1 dari 5 pasien (20%) di ruang ICU yang Total 64 100%
mendapatkan kombinasi antibiotika dilakukan tes
kultur untuk mengetahui kuman yang menginfeksi,
4 pasien (80%) mendapatkan antibiotik tidak Tabel 5. Jenis kombinasi antibiotika di ruang ICU periode
Februari-Maret 2012.
berdasarkan kultur kuman. Sebanyak 2 dari 5 pasien
(20%) tidak terindikasi infeksi karena memiliki jumlah Jenis Kombinasi Jumlah Persentase
Kombinasi
leukosit normal, dan sebanyak 3 dari 5 pasien (60%) Sefalosporin+penisilin 1 14,3%
memiliki jumlah leukosit di atas normal sehingga Sefalosporin+karbapenem 5 71,4%
pemberian antibiotika kombinasi terbanyak diberikan Sefalosporin+sefalosporin 1 14,3%
pada pasien dengan adanya gejala terinfeksi kuman Total 7 100%
Vol 11, 2013 Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia 186

untuk pengobatan pada infeksi berat yang etiologinya antibiotika yang diresepkan untuk pasien ICU masuk
belum jelas karena keterlambatan pengobatan dan dalam formularium tahun 2010 Rumah Sakit Kanker
dapat dapat membahayakan jiwa pasien(1). Pasien Dharmais.
HCU dan ICU merupakan pasien dengan kebutuhan Tes sensitivitas antibiotika untuk tiap peresepan
khusus sehingga sangat lemah dan rentan terhadap antibiotika. Sebanyak 17 dari 153 pasien (11,11%)
infeksi berat, sehingga kemungkinan memerlukan mendapat tes sensitivas kuman untuk mengetahui
kombinasi antibiotika. Namun, pemberian antibiotika antibiotika apa yang dapat membunuh bakteri
kombinasi seharusnya didahului dengan uji kultur dan penyebab infeksi. Hasil ini rendah bila dibandingkan
tes senstivitas untuk memastikan bahwa pasien benar- dengan penelitian yang dilakukan oleh Berild di
benar mengalami infeksi berat yang memerlukan rumah sakit di Norwegia, tes sensitivitas kuman
kombinasi antibiotika(15). yang lakukan cukup tinggi, yaitu sebanyak 146
Antibiotika yang diresepkan sesuai dengan dari 166 episode (88%) (14). Keberhasilan suatu
formularium rumah sakit. Sebanyak 46 dari 49 terapi antibiotika didasarkan pada daya sensitifnya
(93,9%) antibiotika yang diresepkan untuk pasien membunuh mikroorganisme yang telah diketahui
di ruang HCU sesuai dengan formularium Rumah melalui tes sensitivitas. Frekuensi tes sensitivitas yang
Sakit Kanker Dharmais tahun 2010. Formularium dilakukan menunjukkan kemampuan rumah sakit
terbaru (tahun 2012) belum selesai direvisi sehingga tersebut untuk menyediakan terapi antibiotika yang
sebagai acuan evaluasi digunakan formularium 2010. rasional terhadap pasien(15).
Antibiotika yang tidak termasuk di dalam formularium Rata-rata durasi dalam setiap peresepan
yaitu Mikacin 500 mg, Injeksi soperam 1 g dan antibiotika. Rata-rata pasien rawat inap di ruang
tablet santibi plus. Sebanyak 13 dari 13 (100%) HCU mendapat terapi antibiotikaselama 16,7 hari.

Tabel 6. Penggunaan antibiotika di ruang HCU berdasarkan sistem ATC/DDD bulan Februari-Maret 2012.

Antibiotika Kode ATC Penggunaan (g)/rute DDD WHO/ 100 DDD/


hari rawat 100 hari rawat

Feb Mar Feb Mar


Seftriakson J01DD04 194 / P 54 / P 200 54,5 12,8
Sefpirom J01DE02 43 / P 67 / P 400 6,0 7,9
Sefotaksim J01DD01 76 / P 114 / P 400 10,7 13,5
Metronidazole J01XD01 55 / P 42 / P 150 20,6 13,3
Sefoperazon + J01DD62 46 / P 91 / P 400 6,5 10,8
sulbaktam
Meropenem J01DH02 97 / P 152 / P 200 27,3 36,0
Seftazidim J01DD02 36 / P 400 5,0
Sefoperazon J01DD12 30 / P 22 / P 400 4,2 2,6
Sefepim J01DE01 19 / P 7/P 200 5,3 1,7
Sefiksim J01DD08 0,6 / O 0,6 / O 40 0,8 0,7
3/P -
Siprofloksasin J01MA2 4/O 5/O 100 2,3 2,4
0,8 / P 50 0,8
Gentamisin J01GB03 0,16 / P - 24 0,,4 -
Streptomisin J01GA01 5/P - 100 2,8 -
Rifampisin J04AB02 0,9 / O - 60 0,8 -
Etambutol + isoniazid J04AM03 3 tab, O
Fosfomisin J01XX01 3/P 800 0,2 -
Doripenem J01DH04 4,5 / P 18 / P 150 1,7 5,7
Moksifloksasin J01MA14 0,8 / P 0,4 / P 40 1,1 0,5
Sulfametoksazol + J01EE01 1,92 / O 192 0,6
trimethoprim
Seftizoksim J01DD07 17 / P 56 / P 400 2,4 6,6
Sefadroksil J01DB05 1,5 / O - 200 0,4 -
Teikoplanin J01XA02 2,4 / P 40 3,4 -
Levofloksasin J01MA12 - 4,75 / P 50 - 4,5
Piperasilin+ tazobactam J01CR05 - 27 / P 1400 - 0,9
Sefditoren pivoksil J01DD16 - 0,4 / O 40 - 0,5
Azitromisin J01FA10 - 1,5 / O 30 - 2,4
Amikasin J01GB06 - 5/P 100 - 2,4
Keterangan: O = Oral; P = Perkutan.
187 ANGGRIANI ET AL. Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia

Tabel 7. Penggunaan antibiotika di ruang ICU berdasarkan sistem DDD pada bulan Februari-Maret 2012.
Antibiotika Kode ATC Penggunaan (g)/rute DDD pustaka/ DDD/
100 hari rawat 100 hari rawat
Feb Mar Feb Mar
Seftriakson J01DD04 21 / P 2/P 200 52,5 9,1
Levofloksasin J01MA12 1,5 / P - 50 15 -
Piperasilin + J01CR05 67,5 / P - 1400 24,1 -
Tazobaktam
Sefoperazon + sulbaktam J01DD62 6/P 10 / P 400 7,5 22,7
Meropenem J01DH02 9/P 27 / P 200 22,5 122,7
Seftizoksim J01DD07 7/P 400 8,8
Sefotaksim J01DD01 - 3/P 400 - 6,8
Seftazidim J01DD02 - 3/ P 400 - 6,8

Rata-rata pasien rawat inap di ruang ICU mendapat setiap harinya. Nilai DDD untuk seftriakson yaitu
terapi antimikroba selama 4,4 hari. Durasi terapi 2 DDD. Penggunaan seftriakson masih lebih
pemberian antibiotika harus berdasarkan indikasi rendah dibanding batas penggunaan DDD untuk
klinis dan kuman yang menginfeksi dan terapi seftriakson. Pada bulan Maret 2013, terjadi perubahan
antibiotika dihentikan setelah infeksi teratasi. Pasien 5 penggunaan tertinggi antibiotika di ruang HCU yaitu
dengan kondisi kritis akan dirawat di ruang ICU, meropenem, sefotaksim, metronidazol, seftriakson dan
namun apabila kondisi pasien sudah stabil maka pasien sefoperazon + sulbaktam. Penggunaan meropenem
akan dipindahkan ke ruang HCU untuk terapi lebih sebanyak 36 DDD/100 hari rawat menunjukkan bahwa
lanjut(16). Proses ini juga termati pada penelitian karena tiap pasien menerima 0,36 DDD setiap harinya.
semua pasien ICU juga merupakan pasien HCU. Tabel 7 menunjukkan penggunaan antibiotika
Antibiotika yang diresepkan dengan nama terbesar di ruang ICU bulan Februari 2012 adalah
generik. Peresepan antibiotika dengan nama generik seftriakson, yaitu sebesar 52,5 DDD/100 hari rawat dan
rendah, yaitu sebesar 28,6%. Hal ini menunjukkan penggunaan antibiotika terbesar di ruang ICU bulan
bahwa antibiotika yang diresepkan oleh dokter di Maret 2012 adalah meropenem, yaitu sebesar 122,7
ruang ICU dan HCU adalah antibiotika dengan DDD/100 hari rawat. Hal ini menunjukkan bahwa tiap
merek dagang. Hal ini terjadi karena obat generik pasien menerima 0,52 DDD seftriakson tiap harinya
yang terdapat dalam daftar formularium rumah dan 1,2 DDD meropenem tiap harinya. Nilai DDD
sakit juga rendah. Antibiotika dengan generik dalam WHO untuk seftriakson dan meropenem yaitu 2
formularium hanya 28 dari 69 jenis antibiotika DDD. Artinya, kuantitas penggunaan seftriakson masih
(40,58%). Jika ditinjau dari kesesuaian peresepan di bawah batas penggunaan DDD, sedangkan untuk
dengan formularium, para dokter telah meresepkan meropenem walalupun masih dibawah batas DDD,
antibiotika sesuai dengan formularium.
Perhitungan DDD antibiotika Ruang HCU Tabel 8. Tabel kesesuaian kuman pasien ICU dan HCU
dan ICU. Jumlah hari rawat selama bulan Februari dengan pola kuman ruang ICU dan HCU periode
di ruang HCU adalah 178 hari dan 211 hari di bulan Juli-Desember 2011.
Maret. Jumlah hari rawat di ruang ICU adalah 20 Kuman Kesesuaian dengan pola
hari di bulan Februari dan 11 hari di bulan Maret. kuman ruang
Hasil evaluasi menunjukkan, penggunaan antibiotika Pseudomonas HCU
di ruang HCU dan ICU lebih rendah dibandingkan aeruginosa
dengan standar DDD WHO. Penggunaan antibiotika Acinetobacter baumanii ICU
HCU
di ruang HCU dan ICU berdasarkan ATC/DDD dapat
Staphylococcus simulans ICU
dilihat pada Tabel 6 dan 7. Staphylococcus xylosus ICU
Tabel 6 menunjukkan secara umum penggunaan Klebsiella pneumonia HCU
antibiotika secara kuantitas di rumah sakit Kanker Burkholderia HCU
Dharmais lebih rendah dibanding standar DDD pseudomallei
WHO. Lima besar penggunaan tertinggi antibiotika Pseudomonas putida HCU
di ruang HCU pada bulan Februari 2012 yaitu Pseudomonas HCU
fluorescens
seftriakson, meropenem, metronidazole, sefotaksim, Pantoea agglomerans Tidak termasuk HCU
dan sefoperazon + sulbaktam. Penggunaan seftriakson Escherichia coli Tidak termasuk HCU
sebanyak 54,49 DDD/100 hari rawat menunjukkan Staphylococcus hyicus Tidak termasuk HCU
bahwa penggunaan seftriakson sebesar 0,54 DDD Citrobacter diversus Tidak termasuk HCU
Vol 11, 2013 Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia 188

namun penggunaan di ruang ICU pada bulan Maret Meropenem merupakan antibiotika golongan beta
cukup tinggi dan perlu dimonitoring. Penggunaan laktam dan digunakan untuk bakteri yang telah resisten
meropenem yang berlebihan dapat menyebabkan terhadap enzim beta-laktamase atau sefalosporinase.
berbagai efek yang merugikan seperti diare, mual Kualitas penggunaan antibiotika di ruang HCU
muntah, peradangan pada tempat injeksi, sakit dan ICU. Kualitas penggunaan antibiotika dapat
kepala, kemerahan pada kulit, dan thrombophlebitis dilihat berdasarkan pola kuman (Tabel 8), kesesuaian

Tabel 9. Tabel Kesesuaian Penggunaan Antibiotika dengan Kuman Pasien ICU dan HCU.

Organisme Antibiotika yang Efektivitas Antibiotika yang Seharusnya


Diresepkan
Pseudomonas aeruginosa Seftriakson R Doripenem, piperasilin+tazobactam
Levofloksasin
Acinetobacter baumanii
Piperasilin kombinasi R Polimiksin B, kolistin
Staphylococcus simulans Seftriakson R Linezolid, vankomisin, tigesiklin, ofloksasin,
moksifloksasin, teikoplanin
Staphylococcus xylosus R

Klebsiella pneumoniae Sefoperazon kombinasi I Trimethoprim, meropenem, tigesiklin,


Seftriakson kloramfenikol, doripenem
R
Burkholderia. Pseudomallei Seftriakson R Ofloksasin, meropenem, kloramfenikol,
Metronidazole doripenem
Sefoperazon I
Acinetobacter baumanii Sefotaksim R Amikasin, doripenem, piperasilin+tazobactam,
Ciprofloksasin R moksifloksasin, netilmisin
Meropenem S
Gentamisin R
Burkholderia pseudomallei Sefoperazon kombinasi R Ofloksasin, meropenem, kloramfenikol,
doripenem
Acinetobacter baumanii Seftizoksim R Amikasin, doripenem, polimiksin B, kolistin
Pseudomonas putida Meropenem S
Sefoperazon kombinasi S
Amikasin
Sefepim R
Pseudomonas fluorescens Doripenem S Doripenem, kanamisin, meropenem,
Sefoperazon+ sulbactam S kloramfenikol, seftazidim, moksifloksasin,
ofloksasin
Pantoea agglomerans*
Doripenem R Amikasin, tetrasiklin, trimetoprim, basitrasin,
Sefoperazon+ sulbactam imipenem, netilmisin,
sulfametoksazol/trimetoprim
Pseudomonas fluorescens Doripenem S Doripenem, kanamisin, meropenem,
Moksifloksasin S kloramfenikol, seftazidim, moksifloksasin,
ofloksasin
Escherichia coli*
Doripenem S
Moksifloksasin S Imipenem, meropenem, netilmisin

Staphylococcus hyicus Meropenem Tidak dilakukan uji sensitivitas antimikroba


Escherichia coli (inaktif)* Seftizoksim S
Levofloksasin S
Pseudomonas aeruginosa* Sefotaksim I Doripenem
Citrobacter diversus* Sefpirom R Amikasin, neomisin, kolistin, imipenem,
meropenem, piperasilin+tazobactam,
sefoperazon, sefoperazon+sulbactam, doripenem
Staphylococcus hyicus* Seftazidim I Cefuroksim, sefpirom, amikasin, neomisin,
Levofloksasin S kloramfenikol, basitrasin, siprofloksasin,
sefadroksil, imipenem, piperasilin+tazobactam,
teikoplanin, linezolid, sefoperazon+sulbaktam,
doripenem, netilmisin, oksasiklin, tigesiklin
Burkholderia pseudomallei Seftriakson R Doripenem, piperasilin+tazobactam
Polimiksin B, kolistin
Keterangan: R: Resisten; I: Intermediate (antara resisten dan sensitif); S: Sensitif; *: Tidak termasuk dalam pola kuman HCU.
189 ANGGRIANI ET AL. Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia

penggunaan antibiotika dengan kuman (Tabel 9), kuman sebelum pasien masuk ruang HCU/ICU (ADT).
kombinasi antibiotika, kesesuaian penggunaan Sebanyak 13 dari 153 pasien (8,55%) memiliki hasil
antibiotika dengan Pedoman Penggunaan Antibiotika/ tes kultur kuman negatif/steril namun tetap diberikan
PPAB RSKD(17) dan kriteria Gyssens (Tabel 10). antibiotika sehingga pemberian antibiotika empirik
Dilihat dari pola kuman, kuman yang paling diperpanjang (ADET). Berdasarkan kategori Gyssens,
banyak menginfeksi pasien HCU yaitu Burkholderia paling banyak masuk dalam kategori VI sebanyak
pseudomallei sebanyak 3 dari 16 pasien (20%), kuman 83,85% yaitu data tidak lengkap sehingga tidak
ini sudah terdapat dalam pola kuman gram negatif dapat dievaluasi. Data yang tidak lengkap ini berupa
di ruang HCU. Sebanyak 4 dari 11 kuman yang tidak adanya tes kultur kuman yang menginfeksi
menginfeksi pasien HCU (36,36%) tidak termasuk dan tidak lengkapnya berkas rekam medik. Syarat
dalam pola kuman HCU. Artinya ada kuman baru yang dapat dilakukannya evaluasi Gyssens yaitu harus
ditemukan di ruang HCU. Bakteri-bakteri tersebut tersedia data kultur kuman(17). Kategori IVa (tidak
adalah Pantoea agglomerans, Staphylococcus hyicus, tepat karena ada antibiotika lain yang lebih efektif)
Citrobacter diversus dan Eschericia coli. Kuman yang ditemukan sebanyak 8,07%. Hal ini menunjukkan
menginfeksi pasien ICU yaitu Acinetobacter baumanii, bahwa sebanyak 8,1% kasus penggunaan antibiotika
Staphylococcus simulans dan Staphylococcus xylosus. di ruang HCU dan ICU menggunakan antibiotika
Ketiga kuman masuk dalam pola kuman gram negatif yang telah resisten/mulai resisten. Kategori IVc (tidak
dan gram positif ruang ICU. Pola kuman yang tepat karena ada antibiotika lain yang lebih murah)
digunakan adalah pola kuman periode Juli-Desember ditemukan sebanyak 2,48%. Hal ini menunjukkan ada
2011 sedangkan penelitian dilakukan bulan Februari- antibiotika lain yang lebih murah yang dapat dipakai
Maret 2012 sehingga ada kemungkinan pola kuman. dalam terapi berdasarkan acuan formularium Rumah
Revisi pola kuman perlu dilakukan serutin mungkin Sakit Kanker Dharmais tahun 2010. Kategori IVb
agar pola kuman yang digunakan adalah yang terkini/ (tidak tepat karena ada antibiotika lain yang lebih
terbaru supaya terapi antibiotika dapat berjalan efektif. aman) ditemukan sebanyak 1,9%. Kategori IIIb
Dilihat dari kesesuaian penggunaan antibiotika (tidak tepat karena durasi penggunaan terlalu sedikit)
dengan kuman, dari 16 pasien, hanya 6 pasien (37,5%) ditemukan sebanyak 1,9%. Kategori I (penggunaan
diberikan antibiotika sesuai dengan kuman penyebab antibiotika telah rasional) ditemukan hanya sebesar
infeksi. Selain itu, 4 dari 6 pasien (66,7%) ternyata 1,24%. Ketepatan ini meliputi: tepat indikasi, tepat
diberikan antibiotika yang sudah resisten/intermediate lama pemberian, tepat rute pemberian, tepat dosis,
untuk membunuh bakteri. Hal ini dapat disebabkan tepat frekuensi pemberian. Semua pasien dalam
oleh kurangnya sosialisasi tentang pola kuman kepada kategori ini diberikan terapi empirik. Kategori V
dokter ICU dan HCU. (tidak rasional karena tidak ada indikasi penggunaan
Pasien di ruang HCU/ICU sebanyak 151 dari 153 antibiotika) ditemukan sebanyak 0,62%. Antibiotika
pasien (98,68%) diberikan terapi empirik. Antibiotika yang digunakan tidak berdasarkan indikasi klinis
diberikan antibiotika gejala infeksi pada pasien (misal pasien dan tidak jelas penggunaannya untuk apa.
demam, nyeri, angka leukosit pasien tinggi). Hal ini Dilihat dari kesesuaian penggunaan antibiotika
terjadi karena dilakukan tes kultur kuman setelah dengan Pedoman Penggunaan Antibiotika (PPAB
pasien masuk ruang rawat (ADE), dan hasil tes kultur RSKD), hanya sebanyak 18 dari 153 pasien (11,76%)
kuman baru keluar beberapa hari kemudian. Hanya yang dilakukan pemeriksaan kultur kuman. Sebanyak
2 dari 153 pasien (1,31%) yang dilakukan tes kultur 50 dari 152 pasien (32,89%) diberikan antibiotika

Tabel 10. Penggolongan pasien ICU dan HCU periode Februari-Maret 2012 berdasarkan kriteria Gyssens.
Kriteria Definisi Jumlah Persentase
Gyssens Pasien
I penggunaan antibiotika tepat (rasional) 2 1,2%
Iia tidak rasional oleh karena dosis yang tidak tepat 0 0
Iib tidak rasional oleh karena interval dosis yang tidak tepat 0 0
Iic tidak rasional oleh karena rute pemberian yang salah 0 0
IIIa tidak rasional karena pemberian antibiotika terlalu lama 0 0
IIIb tidak rasional karena pemberian antibiotika terlalu singkat 3 1,9%
Iva tidak rasional karena ada antibiotika lain yang lebih efektif 13 8,1%
Ivb tidak rasional karena ada antibiotika lain yang kurang toksik 3 1,9%
Ivc tidak rasional karena ada antibiotika lain yang lebih murah 4 2,5%
Ivd tidak rasional karena ada antibiotika lain yang spektrumnya lebih sempit 0 0
V tidak rasional karena tidak ada indikasi penggunaan antibiotika 1 0,6%
VI data tidak lengkap atau tidak dapat dievaluasi 135 83,9%
Vol 11, 2013 Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia 190

kombinasi di ruang HCU. Sebanyak 5 dari 15 pasien http://i-lib.ugm.ac.id/jurnal/detail.php?dataId=1241.


(33,33%) diberikan antibiotika kombinasi di ruang diakses 1 Desember, 2011.
ICU. Penggunaan antibiotika paling banyak di ruang 6. Wulanningsih M. Studi penggunaan antibiotika
HCU bulan Februari 2012 adalah seftriakson dan pada golongan beta laktam di Intensive Care Unit (ICU)
Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan (RSUP)
bulan Maret 2012 adalah meropenem. Penggunaan
Fatmawati periode JanuariApril 2005 [skripsi].
antibiotika paling banyak di ruang ICU bulan Februari Jakarta: Fakultas Farmasi Universitas Pancasila; 2005.
2012 adalah seftriakson, sedangkan pada bulan Maret 7. Desiyana LD. Evaluasi penggunaan antibiotika
2012 adalah meropenem. Seftriakson yaitu antibiotika profilaksis di ruang bedah Rumah Sakit Kanker
golongan sefalosporin. Meropenem biasa digunakan Dharmais Jakarta dan hubungannya dengan kejadian
untuk terapi infeksi dapatan dari rumah sakit yang infeksi daerah operasi. Indonesian Journal of Cancer.
berat dan infeksi polimikrobial, termasuk septicemia, 2008. 2(4):126-31.
pneumonia dapatan, infeksi intraabdominal, infeksi 8. United States Agency International Development. How
kulit dan jaringan lunak, dan infeksi komplikasi to investigate antimicrobial use in hospitals. diambil
saluran kemih. Aturan pemakaian: 500 mg setiap 8 dari: http://pdf.usaid.gov/pdf_docs/PNADN079.pdf.
diakses 26 November, 2011.
jam, dosis ditingkatkan dua kalinya untuk pneumonia
9. Gyssens IC, Kullberg BJ. Optimizing antimicrobial
dapatan dari rumah sakit, peritonitis, septicemia dan therapy: a method for antimicrobial drug evaluation.
infeksi pada pasien neutropenia(17). J Antimicrob Chemother. 1992. 30:724-7.
10. Oliwenstein L. The age of cancer. 2005. diambil dari:
SIMPULAN http://www.usc.edu/hsc/info/pr/hmm /05fall/cancer.
html. diakses 10 Mei 2012.
Penggunaan antibiotika di ruang HCU dan ruang 11. Doll R, Morgan LG, Speizer FE. Cancers of the lung
ICU secara kuantitatif lebih rendah dibandingkan and nasal sinuses in nickel workers. Br J Cancer. 1970.
dengan standar DDD WHO. Secara kualitatif masih 24(4):54.
ditemukan beberapa penggunaan antibiotika yang 12. RSKD. 10 Besar Kanker Tersering RSKD Rawat Jalan
(Kasus Baru) tahun 2007. Bidang rekam medis RSKD.
tidak rasional yaitu penggunaan antibiotika tidak
diambil dari: URL: http://www.dharmais.co.id/index.
berdasarkan tes kultur kuman dan hasil uji sensitivitas. php/cancer-statistic.html. diakses 5 Mei, 2012.
Kesesuaian peresepan dengan formularium tinggi, 13. Nicolau DP, Patel KB, Quintiliani R, Nightingale CH.
namun penggunaan antibiotika dengan nama generik Cephalosporin-metronidazole combinations in the
rendah. management of intra-abdominal infections [abstract].
Diagn Microbiol Infect Dis. 1995. 22:189-9 (http://
UCAPAN TERIMA KASIH www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/7587038).
14. Berild D, Mohseni A, Diep LM, Jensenius, Ringertz
Kepada Rumah Sakit Kanker Dharmais yang telah SH Adjustment of antibiotic treatment according to the
memberikan ijin penelitian di ruang bedah, ruang results of blood cultures leads to decreased antibiotic
use and costs. Clinical Microbiology and Infection.
HCU, dan ruang ICU.
2006. 12(4):1461.
15. Micek ST, Welch EC, Khan J, Pervez M, Doherty JA,
DAFTAR PUSTAKA Reichley RM, et al. Empiric combination antibiotic
therapy is associated with improved outcome against
1. Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas sepsis due to Gram-negative bacteria: a retrospective
Kedokteran Universitas Indonesia. Farmakologi dan analysis. Antimicrobial Agents and Chemotherapy.
terapi. Edisi 5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2009. 2010. 54(5):1742-48.
585. 16. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman
2. Bartlett JG. Impact of new oral antibiotics in the pencegahan dan penanggulangan infeksi di ICU.
treatment of infectious disease. Infectious Diseases in Jakarta: Departemen Kesehatan; 2003. 3-7.
Clinical Practices. 1993. 2(6):405. 17. Tim Pengendalian Resistensi Antibiotika Rumah Sakit
3. Kotwani A, Holloways K. Trends in antibiotic use Kanker Dharmais. Pedoman Penggunaan Antibiotika
among outpatients in New Delhi,India. BMC Infectious Rumah Sakit Kanker Dharmais. Jakarta: RS Dharmais;
Disease. 2011. 11(99):3. 2009.
4. Sensakovic JW, Smith LG. Oral antibiotic treatment
of infectious disease [abstract]. Med Clin North Am.
2001. 85:115-23.
5. Dwiprahasto I. Inappropiate use of antibiotics in
the treatment of acute respiratory infections for the
underfive children among general practitioners. Jurnal
Berkala Ilmu Kedokteran. 1997. 29. diambil dari:

Você também pode gostar