Você está na página 1de 15

49

ABNORMALITAS GEN PADA THALASEMIA


Anisa Ell Raharyani

ABSTRAK

Thalasemia merupakan penyakit yang diakibatkan oleh mutasi gen globin


sehingga menyebabkan kekurangan sintesis protein yang berperan dalam
membentuk globin darah. Thalasemia bersifat autosom, sehingga dapat diturunkan
dari generasi ke generasi atau diturunkan langsung oleh kedua orang tuanya.
Mutasi gen globin disebabkan oleh gangguan translasi pada mRNA sehingga
menimbulkan gangguan pada rantai globin. Sintesa rantai globin diatur dan
dikendalikan oleh 2 kelompok gen yaitu kluster gen globin yang terletak pada
lengan pendek autosom 16 (16 p 13.3), dan kluster gen globin yang terletak
pada lengan pendek autosom 11 (11 p 15.4). Mutasi di globin betha terjadi di
dalam regio promotor dan tempat cup, di dalam ekson dan intron, dan di laut
penyambungan batas ekson intron. Mutasi juga ditemukan pada tempat
poliadenilasi dan delesi besar dijumpai pada regio 5 dan 3 pada gen. Terdapat
perbedaan antara thalasemia dan thalasemia . Skrinning, pencegahan dan
penanganan yang tepat akan meminimalkan dampak dari thalasamia khususnya
thalasemia mayor.
50

Pendahuluan

Thalasemia merupakan permasalahan kesehatan di dunia termasuk


Indonesia. World Health Organization (WHO) menyatakan, bahwa insiden
pembawa penyakit Thalasemia di Indonesia berkisar antara 6 - 10%, itu artinya
bahwa dari 100 orang, 6 10 orang menurunkan/membawa sifat Thalasemia.
Setiap tahunnya kurang lebih terdapat 3.000 bayi lahir di Indonesia dan menderita
Thalasemia (Yayasan Thallasaemia Yogyakarta). Hasil Riset Kesehatan Dasar
tahun 2007 yaitu menunjukkan bahwa prevalensi nasional penyakit thalasemia
sebesar 0,1%, delapan Propinsi menunjukkan prevalensinya diatas prevalensi
nasional yaitu Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam (1,34%), DKI Jakarta,
Sumatera Selatan, Gorontalo, Kepulauan Riau, Nusa Tenggara Barat, Papua Barat
serta Maluku. Sebesar 0,01% yang merupakan prevalensi terendah yaitu Propinsi
Lampung, Kalimantan Barat, Sulawesi Utara dan sebesar 0,04% prevalensi
didapatkan di Propinsi Bali (Riset kesehatan Dasar, 2007).

Penyakit Thalasemia merupakan penyakit yang diturunkan secara


autosomal, oleh karena itu penyakit ini biasanya sudah terdeteksi sejak lahir.
Thalasemia memerlukan pencegahan dan penanganan secara khusus karena pada
penderita thalasemia mayor yang sudah agak besar akan menunjukkan beberapa
gejala gejala klinis seperti gangguan pertumbuhan, anak menjadi kurus dan
bahkan kurang gizi (Lubis et al, 1991). Tujuan studi ini adalah untuk mengetahui
adanya mutasi genetik yang menyebabkan thalasemia dan pewarisannya. Manfaat
dari studi ini bahwa thalasemia itu merupakan penyakit herediter dan dapat
ditemukan sejak lahir, maka perlu dilakukan skrining, pencegahan, dan
penanganan yang tepat.

Definisi Thalasemia

Thalasemia merupakan defek genetik yang mengakibatkan berkurang atau


tidak adanya sama sekali sintesis satu atau lebih rantai globin yang merupakan
polipeptida penting molekul hemoglobin (Atmakusumah, 2010). Thalasemia
disebabkan oleh penurunan kecepatan sintesis atau kemampuan produksi satu atau
51

lebih rantai globin , ataupun rantai globin lainnya sehingga terjadi delesi total
atau parsial gen globin dan substitusi, delesi atau insersi nukleotida. Pada
thalasemia terjadi perubahan nukleotida ke 59 secara transisi (T menjadi C) dan
nukleotida ke 147 secara transversi (G menjadi C). Hasil analisis jenis mutasi
yang ditemukan adalah silent mutation karena tidak ada perubahan asam amino
yang disandi (Andika Tripramudya, 2014). Defek bersifat kuantitatif dimana
sintesis rantai globin normal menjadi kurang atau tidak ada, tapi ada juga mutasi
yang menyebabkan struktur bervariasi dan mutasi yang menghasilkan hemoglobin
sangat tidak stabil, sehingga fenotif talasemia beragam (Galanello, 2014).

Hemoglobinopati dan Mutasi Gen Globin


Thalasemia merupakan penyakit yang diakibatkan oleh kekurangan rantai
globin pembentuk hemoglobin (Hb) baik rantai globin (Thalasemia ) maupun
rantai globin (Thalasemia ). Kekurangan rantai globin tersebut dapat
disebabkan oleh gangguan translasi pada tingkat mRNA yang menimbulkan
gangguan pada sintesis rantai globin, kemudian pembentukan rantai globin yang
tidak normal juga dapat menyebabkan kekurangan pada rantai globin sehingga
menjadi tidak stabil (Kartikawati, 2001). Hemoglobin merupakan komponen pada
darah yang berfungsi untuk membawa oksigen dan nutrisi untuk didistribusikan
ke seluruh tubuh. Hemoglobin terdiri dari 2 senyawa yaitu hem dan globin.
Senyawa hem mengandung zat besi (atom Fe), sedangkan globin merupakan suatu
protein yang terdiri dari rantai polipeptida. Normalnya, hemoglobin pada orang
dewasa yang normal terdiri dari 2 rantai alpha () dan 2 rantai beta () yaitu HbA
(22 = 97%), sebagian lagi HbA2 (22 = 2,5%) dan sisanya adalah HbF (22)
kira kira 0,5%. Sedangkan pada janin terdapat bentuk hemoglobin yang lain yaitu
HbF (hemoglobin Fetal) dan hemoglobin embrional : Hb Gowers1, Hb Gowers2,
dan Hb Portland. Masing masing hemoglobin mempunyai komposisi yaitu HbF :
alpha2 gama2, Hb Gowers 1 : Zeta2 epsilon2, Hb Gowers2 : alpha2 epsilon2, Hb
portland : zeta2 gama2 (Kauffman. E, 2001).

Sintesa rantai globin diatur dan dikendalikan oleh suatu gen tertentu.
Terdapat 2 kelompok gen yang bertanggung jawab untuk mengatur dan
52

mengendalikan sintesa protein globin, yaitu kluster gen globin yang terletak
pada lengan pendek autosom 16 (16 p 13.3), dengan demikian sel diploid
memiliki 4 salinan gen globin dan kluster gen globin yang terletak pada
lengan pendek autosom 11 (11 p 15.4) (Evans et all 1990 dan Colins et al, 1984).
Mutasi di globin betha terjadi di dalam regio promotor dan tempat cup, di dalam
ekson dan intron, dan di laut penyambungan batas ekson intron. Mutasi juga
ditemukan pada tempat poliadenilasi dan delesi besar dijumpai pada regio 5 dan
3 pada gen (Watsen J. Gilman, 1992)

Gambar 1. Ekspresi gen dan sintesa protein pada thalasemia (Biokimia kedokteran
Dasar.2000)

Sintesa pada rantai globin sebenarnya sudah dimulai sejak awal kehidupan
pada embrio dalam kandungan manusia, sampai dengan usia kandungan 8 minggu
dan sampai akhir kehamilan. Organ yang bertanggung jawab dalam proses sintesa
ini adalah hati, limpa, dan sumsum tulang ( Gale et al, 1979). Selama tahap
perkembangan embrionik (kurang dari 8 minggu), rantai dan rantai disintesis.
53

Selama periode janin (8-41 minggu) rantai dan rantai menggantikan rantai
embrionik itu, dimulai di sekitar kehamilan sampai sepanjang hidup. Rantai rantai
menggantikan rantai . Sebagian kecil hemoglobin dewasa memiliki rantai
sebagai ganti rantai bethanya. Sinyal sinyal yang mengontrol diaktifkan dan
dimatikannya berbagai gen hemoglobin belum diketahui, namun kemiripan dalam
hal struktur nukleotida semua gen itu nampaknya menunjukkan di awal evolusi
(John C. Avise, 2007). Adanya mutasi gen dalam dalam Thalasemia bersifat
herediter sehingga dapat diturunkan dari generasi ke generasi.

Gambar 2. faktor faktor evolusioner yang bertanggung jawab pada keragaman


hemoglobin (The Genetics Gods.2007)
54

Klasifikasi Thalasemia

a. Thalasemia
Pada individu yang normal mengandung 4 gen yang mengandung
protein dalam jumlah yang sama. Thalasemia terbagi menjadi 2
kelompok yaitu tipe delesi (deletional thalasemia) dan tipe non delesi
(non deletional thalasemia). Gejala klinis yang muncul pada penderita
Thalasemia tergantung pada gen yang masih utuh. Manifestasi klinis
yang muncul pada dasarnya disebabkan oleh anemia dan hipoksia. Anemia
disebabkan karena menurunnya kadar hemoglobin normal (HbA) yang
diakibatkan oleh kurangnya rantai globin , akibat kekurangan rantai
globin menyebabkan ketidaksesuaian dengan pasangannya pada rantai
dan . Rantai dan rantai yang berlebihan tersebut menimbulkan
pembentukan Hb H (4) atau Hb Barts (4). Sedangkan hipoksia muncul
sebagai akibat dari Hb H dan Hb Barts yang mengikat oksigen tetapi tidak
mudah untuk melepaskannya kembali seperti pada hemoglobin yang
normal (Kartikawati, 2001).
b. Thalasemia
Pada Thalasemia banyak disebabkan oleh mutasi (mutasi titik). Mutasi
titik dapat terjadi di berbagai tempat dan dapat menimbulkan akibat yang
berbeda beda. Sebagian lagi disebabkan persilangan yang tidak seimbang.
Persilangan tak seimbang pada thalasemia menyebabkan delesi sebagian
dari gen atau menimbulkan gen gabungan (fusion genes) , hemoglobin
yang dihasilkan oleh gabungan 2 gen () tersebut dinamakan Hb lepore.
Persilangan tak seimbang juga dapat menimbulkan delesi tidak hanya gen
tetapi juga pada gen gen yang lain seperti gen , G-, A-, tergantung
lebarnya delesi. Bentuk bentuk ini dinamakan Thal komplek. Bentuk
komplek ini biasanya mengakibatkan gejala yang ringan oleh karena tidak
adanya gen menyebabkan Hb F terus diproduksi sampai dengan dewasa.
Variasi dari thalasemia yaitu, thalasemia minor, thalasemia mayor, dan
thalasemia intermediet.
55

Tabel 1. Mutasi penyebab Thalasemia


Letak mutasi akibat fenotip
a. Promotor Transkripsi turun +
b. 5UT
Cup site mRNA tidak stabil 0
Initiation codon Translasi tidak terjadi 0
c. Ekson (1,2,3) Abnormal splice site + atau 0
Frame shift 0
Premature termination 0
Protein labil 0
d. Intron (1 dan 2) Abnormal splice site + atau 0
e. 3UT
Poliadenilation mRNA tidak stabil 0
signal

Sedangkan bentuk mutasi gen yang terjadi pada Thalasemia :


1. Delesi, mencakup satu gen (-) atau kedua (--) gen globin . Pada
thalasemia terdapat 14 delesi yang mengenai gen , sehingga
produksi rantai hilang sama sekali dari kromosom abnormal. Bentuk
umum + yang paling umum (-3,7 dan 4,2) mencakup delesi satu
atau duplikasi gen globin lainnya.
2. Non delesi, kedua haploid gen utuh (), ekspresi gen 2 lebih kuat
2-3 kali dari ekspresi gen 1 sehingga sebagian besar mutasi non
delesi ditemukan predominasi pada ekspresi gen 2.
Bentuk mutasi gen yang terjadi pada Thalasemia :
1. Delesi. Pada thalasemia ditemukan 17 delesi, sering ditemukan
adalah delesi 619 bp pada ujung akhir 3 gen globin . Bentuk
homozygot pada delesi ini menyebabkan thalasemia , sedangkan
heterozygot menimbulkan peningkatan HbA2 dan HbE.
56

2. Non delesi, terjadi transkripsi, prosesing dan translasi berupa mutasi


titik : region promotor, mutasi transkripsional pada lokasi cap, mutasi
prosesing RNA : intron ekson boundaris, polyadenilation signal,
splice site concencus sequences, cryptic sites in exons, cryptic sites in
introns. Mutasi yang menyebabkan translasi abnormal mRNA :
inisiasi, nonsence, dan mutasi frameshift.
3. Bentuk mutasi lain seperti thalasemia yang diwariskan dominan,
varian globin tidak stabil, thalasemia tersembunyi, mutasi
thalasemia yang tidak terkait kluster gen globin dn bentuk variasi
thalasemia (Setyaningsih, 2009)

Jenis cacat molekul gen globin yang banyak dijumpai adalah Hb E/ivs
1- nt5. Hb E merupakan jenis thalasemia yang banyak ditemukan di negara
negara Asia tenggara dan frekuensi karier nya diperkirakan sebesar 50%.
Secara klinis Hb E baik yang homozygot maupun heterozygot tidak
tampak/asimptomatis, tetapi apabila ditemukan bersama thalasemia bentuk
double heterozygot akan menghasilkan Hb E yang secara klinis beratnya
sama dengan thalasemia mayor atau thalasemia intermediet yang
membutuhkan transfusi secara reguler (Moedrik Tamam, et al. 2010).

Tabel 2. Perbedaan thalasemia dan thalasemia :


Perbedaan Thalasemia Thalasemia
Mutasi Delesi gen umum Delesi gen umum
terjadi jarang terjadi
Sifat globin yang Tetramer 4 dan 4 Agregat rantai yang
berlebihan yang larut tidak larut
Pembentukan Pembentukan
hemikrom yang lambat hemikrom cepat
Band 4.1 tidak Band 4.1 teroksidasi
teroksidasi
57

Sel darah merah Overhidrasi, kaku, Dehidrasi, kaku,


membran stabil membran tidak stabil
Anemia Hemolitik Diseritropoetik
Perubahan tulang Jarang Sering
Besi berlebih Jarang Sering

Pola Pewarisan (Ilmu Kesehatan Anak Nelson, 2000)


a. Pewarisan resesif autosom : anak dengan orang tua heterozigot
memiliki 25% peluang bersifat homozygot (misalnya 1 peluang pada
pewarisan gen mutan yang berasal dari setiap orang tuanya : X =
), laki laki dan wanita terkena dengan frekuensi yang sama, individu
yang terkena hampir selalu dilahirkan hanya pada satu generasi
keluarga, anak anak dari yang terkena (homozygot) semuanya
heterozygot, anak anak dari homozygot hanya bisa terkena jika
pasangannya heterozygot. Frekuensi heterozygot dapat dihitung
dengan cara formula Hardy Weinberg : p2 + 2 pq + q2 = 1, dimana p
adalah frekuensi salah satu dari sepasang alel, dan q merupakan
frekuensi yang lain.

Gambar 3. Pewarisan resesif autosom


58

b. Pewarisan dominan autosom : pada pewarisan ini baik laki laki


maupun wanita sama sama terkena yang pemindahannya terjadi dari
satu orang tua kepada anak, dan gen mutan yang bertanggung jawab
dapat muncul dengan gen mutan secara spontan.

Gambar 4. Pewarisan dominan autosom

Tindakan preventif dan kontrol thalasemia


a. Pembentukan kelompok kerja thalasemia di tingkat nasional maupun
regional.(G. Akbari.2006)
Kelompok kerja thalasemia perlu dibentuk yang melibatkan para ahli
dan orang orang berhubungan dengan masalah thalasemia. Kelompok
kerja ini dibentuk dengan tujuan untuk menyelenggarakan pertemuan
pertemuan ilmiah secara rutin baik di tingkat regional maupun
nasional guna memantau dan mengevaluasi permasalahan yang
terjadi, kebijaksanaan dan langkah langkah yang harus ditempuh guna
menyelesaikan permasalahan tersebut serta melaporkankannya ke
dinas kesehatan yang terkait.
b. Meningkatkan penelitian tentang epidemiologi, patofisiologi
molekuler, dan manajemen klinis penyakit thalasemia. Studi
59

epidemiologi dapat dimulai dengan melakukan skrinning pada


populasi untuk mengetahui lebih jauh tentang resiko pembawa sifat
thalasemia, Analisis molekuler juga perlu dilakukan terhadap populasi
terutama pada pasangan yang mempunyai pembawa sifat thalasemia.
Pengetahuan dasar tentang molekuler thalasemia juga sangat penting,
karena ekspresi gen globin pada thalasemia sangat kompleks dan
banyak melibatkan komponen yang ada di luar gen itu sendiri.
c. Meningkatkan kualitas SDM dan fasilitas laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan pada pasien yang
dicurigai thalasemia adalah :
1. Darah rutin : pada thalasemia terdapat anemia hipokromik
mikrositik dengan nilai mean corpuscular volume (MCV) < 80 fl
dan mean corpuscular hemoglobin (MCH) < 27 pg. Anemia
hipokromik mikrositik juga ditemukan pada defisiensi besi,
namun biasanya disertai penurunan kadar red blood cell (RBC)
dan peningkatan red cell distribution width (RDW). Jika terjadi
hipersplenisme akan terjadi penurunan trombosit (Atmakumah,
2009)
2. Hitung retikulosit pada thalasemia meningkat antara 2-8%
3. Gambaran darah tepi : pada gambaran darah tepi akan ditemukan
retikulosit poikilositosis, basophilic stippling, sel tear drops dan
sel target.
4. Feritin, Serum Iron (SI) dan Total Iron Binding Capacity (TIBC).
Pada anemia defisiensi besi SI akan mengalami penurunan,
sedangkan TIBC akan mengalami peningkatan. HbA2 yang
rendah dapat ditemukan pada anemia defisiensi besi dan
thalasemia sehingga kadang sulit membedakan dengan
pembawa sifat thalasemia .
5. Tes fungsi hepar. Kadar bilirubin tak terkonjugasi akan
meningkat sampai 2-4 mg%. SGOT dan SGPT juga akan
60

meningkat yang akan mengakibatkan gangguan pada faktor


pembekuan darah.
6. Pemeriksaan rontgen. Pemeriksaan rontgen bertujuan untuk
melihat adanya metabolisme tulang akibat eritropoesis.
7. Pemeriksaan sumsum tulang. Pada pemeriksaan sumsum tulang
akan nampak gambaran eritropoesis yang sangat aktif.
8. Pemeriksaan EKG, bertujuan untuk melihat keadaan jantungnya
akibat terjadi anemia.
d. Konseling genetik dan diagnosis prenatal
Sasaran konseling genetik adalah pasangan pra nikah terutama mereka
yang berasal dari kalangan/ populasi yang berpotensi tinggi menderita
atau ada anggota keluarga yang menderita thalasemia. Pemeriksaan
yang dilakukan adalah indeks hematologis untuk memastikan bahwa
membawa thalasemia atau tidak.
Informasi penting yang harus disampaikan antara lain :
1. Tentang penyakit thalasemia itu sendiri, bagaimana cara
penurunannya dan permasalahan yang dihadapi oleh penderita
thalasemia terutama thalasemia mayor.
2. Memberi jalan keluar cara mengatasi masalah yang sedang
dihadapi oleh klien dan membiarkan membuat keputusan sendiri
terhadap tindakan yang akan dilakukan.
3. Membantu mereka/klien agar keputusan yang diambil dapat
dilaksanakan dengan baik dan benar.

Diagnosis prenatal bertujuan untuk mengetahui sedini mungkin


apakah janin menderita thalsemia mayor, yaitu dimulai dengan
pemeriksaan DNA kedua orang tuanya terlebih dahulu. Setelah usia
kehamilan 6-8 minggu dilakukan pemeriksaan sampel jaringan villi
choriolis serta dilakukan pemeriksaan molekuler sesuai dengan mutan
yang diemban oleh kedua orang tuanya (Anak Agung G.P. 2015)
61

Kesimpulan

Thalasemia merupakan kelainan genetik akibat mutasi gen yang


disebabkan oleh kekurangan sintesis protein yang berperan dalam
pembentukan darah dengan manifestasi klinis anemia dan hipoksia.
Prevalensi thalasemia di Indonesia tergolong tinggi dan memerlukan
perhatian dari pemerintah. Skrinning yang tepat pada populasi akan
membantu penegakkan diagnosis yang tepat pula terkait Thalasemia.
Terutama pada pasangan pra nikah untuk memberikan konseling bahwa
thalasemia dapat diturunkan dari generasi ke generasi. Pemeriksaan secara
lengkap juga harus dilakukan pada wanita yang sedang hamil yang
dicurigai mempunyai sifat bawaan thalasemia.
62

DAFTAR PUSTAKA

Akbari Ganie R. 2006. Pidato Pengukuhan Thalasemia Permasalahan dan


Penanganannya.2005. repository usu 2006

Anak Agung Gede P.W., 2015. Skrinning dan Diagnosis Thalasemia Dalam
Kehamilan. E-Journal Obstetric dan Gynecology.

Andika Tripramudya Onggo. 2014. Identifikasi Mutasi Gen Globin Ekson 1


Pada Pembawa Thalasemia. Yogyakarta : Universitas Gajah Mada

Anomim. 2008. Riset Kesehatan Dasar. 2007. Jakarta : Badan Penelitian dan
Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Atmakusumah, T.D., Wahidiyat, P.A., Sofro, A.S., Wirawan, R., Tjitrasari, T.,
Setyaningsih, I., Wibawa, A. 2010. Pencegahan Thalassemia. Hasil Kajian
Konvensi HTA. Jakarta: 16 Juni.
Atmakusumah, T.D. 2009. Thalassemia: manifestasi klinis, pendekatan diagnosis,
dan thalassemia intermedia. Dalam: Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B.,Alwi, I.,
Simadibrata, M., Setiati, S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V.
Jakarta
Atmakusumah, T.D. Setyaningsih, I. 2009. Dasar-dasar talasemia: salah satu jenis
hemoglobinopati. Dalam: Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I.,
Simadibrata, M., Setiati, S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V.
Jakarta
Collins. F. S and Weissman S. M. 1984. The Molecular Genetics of Human
Hemoglobin. Prog. Nucleid Acid Red. Mol. Biol. 31:315
Evans T. Felsenfel G. And Reitman M. 1990. Control of Globin Gene
Transkription. Annu. Rev. Cell. Biol.6:95-124
Gale R.E., Clegg J.B., and Huehns E.R., 1979. Human Embrionic and
Haemoglobin Gower 1 and Gower 2. Nature. 280 (5718): 162-164

http://www.thalassaemia-yogyakarta.org/2013_02_01_archive.html
63

Henny Kartikawati. 2001. Hemoglobinopati Sebagai Model Penyakit Thalasemia.


Magister Ilmu Biomedik. Universitas Diponegoro

John C. Avise, The Genetics Gods :Evolution and Belief in Human Asffairs
.havard university pres 2001 cetakan 2007)

Kauffman. E. 2001. Human Genetics. Haemoglobin Structure. BMS 655. March


2001.

Moedrik Tamam, Suharyo Hadisaputro, Sutaryo, Iswari Setianingsih, Rini Astuti,


Agustinus Soemantri. 2010. Hubungan Antara Tipe Mutasi Gen Globin
dan Manifestasi Klinis Pada Thalasemia. Jurnal Kedokteran Brawijaya
Vol.26. Februari. 2010

Marks Dawn B. 2000. Biokimia Kedokteran Dasar ; Sebuah pendekatan klinis ,


Jakarta ; EGC

Nelson. 2000. Ilmu Kesehatan Anak volume I. Editor Richard E. Behrman.


Jakarta : EGC

Pignatti, C. B., Galanello, R. 2014. Thalassemia and Related


Disorders:Quantitative Disorders of Hemoglobin Synthesis. In : Greer,
J.P., Arber, D.A., Glader, B., List, A.F., Means, R.T., Paraskevas, F,
Rodgers, G.M.Wintrobes Clinical Hematology. 13th edition. Lippincott
Williams s& Wilkins

Watson, J. Gilman M. 1992. Witkowski C. Zowler M. Recombinant DNA


Scientific American Books, New York Will Freenan 540-544

Você também pode gostar