Você está na página 1de 29

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Rumah sakit adalah tempat pelayanan kesehatan yang melibatkan

berbagai profesi kesehatan dalam rangka memberikan pelayanan

kesehatan masyarakat yang memerlukan perawatan Di Rumah Sakit.

Keperawatan pada mulanya hanya dianggap sebagai suatu pelayanan

pelaksana tapi sekarang sudah berkembang kearah yang professional.

Peningkatan tersebut memberikan dampak yang begitu besar terhadap

perawat sebagai anggota profesi maupun kepada masyarakat. Perawat

merupakan tim pelayanan Kesehatan yang terbesar sehingga dituntut

profesionalismenya. Baik intelektual maupun skill. Dari memenuhi

kebutuhan masyarakat yang semakin menyadari akan kualitas

keperawatan yang bermutu tinggi.


Salah satu peran perawat yang menjadi tolok ukur pelayanan

keperawatan di Rumah Sakit yaitu Keterampilan dalam Pemasangan infus

agar dapat menghindari terjadinya komplikasi akibat dari pemasangan

infus misalnya Phlebitis dan infeksi nosokomial. Infeksi ini berhubungan

dengan prosedur diagnostic atau terapeutik yang sering memperlama

waktu tinggal di Rumah Sakit. Sehingga biaya perawatan Klien Ikut

meningkat Pula.
Di beberapa rumah sakit di Indonesia telah terdapat jenis jenis

pembelajaran klinik untuk mengembangkan Ketrampilan keperawatan

dalam memberikan pelayanan kesehatan yang aman dan tidak


2

menimbulkan komplikasi khususnya bagi Mahasiswa keperawatan di

Rumah Sakit.
Bimbingan klinik merupakan bagian dari pendidikan tinggi

keperawatan yang berupaya membantu Mahasiswa keperawatan atau

peserta didik dalam meningkatkan kemampuan pengetahuan, sikap, dan

keterampilan. Untuk membantu meningkatkan Ketrampilan tersebut pada

mahasiswa, maka DiRumah Sakit Khususnya Rumah Sakit Pendidikan

yang menerima Mahasiswa Perawat Untuk Praktek telah menerapkan

Beberapa Metode pembelajaran Klinik agar mahasiswa lebih mudah dan

cepat terampil dalam melakukan tindakan Keperawatan Dirumah Sakit

misalnya Pemasangan Infuse. Ada beberapa metode pembelajaran klinik

yaitu Eksperensial, Proses insiden, Konferensi, Ronde keperawatan dan

Bed side Teaching. Metode ini sangat penting untuk dilakukan dengan

harapan Mahasiswa keperawatan dapat manguasai keterampilan secara

prosedural, tumbuh sikap profesional melalui pengamatan langsung.


Di Rumah Sakit Umum Pendidikan Dr. Wahidin Sudirohusodo

Makassar yang merupakan institusi yang menyediakan pelayanan pasien

rawat inap dan juga Merupakan Rumah Sakit Pendidikan setiap saat

Menerima Mahasiswa Keperawatan Untuk Praktek setiap saat sesuai

dengan kesepakatan dengan pihak institusi Sekolah Keperawatan. Dari

data yang diperoleh pada bulan mei juli 2009 terdapat mahasiswa

keperawatan dari Akper Muhammadiyah Makassar, Akper Nusantara Jaya

Makassar dan Ners Keperawatan UNHAS yang Praktek. Oleh karena itu
3

RSUP Dr.Wahidin Sudirohusodo Telah Menerapkan Metode pembelajaran

Klinik dengan harapan metode tersebut mampu mengembangkan

Keterampilan Perawat Pemula khususnya Mahasiswa keperawatan dalam

memberikan pelayanan atau asuhan keperawatan pada pasien Dalam hal

ini pemasangan infus. Oleh sebab itu diharapkan dalam kegiatan

Pembelajaran klinik keperawatan terencana sesuai dengan fungsi dan

kompetensi yang ditetapkan oleh lembaga atau institusi dapat dikuasai

oleh Mahasiswa Keperawatan dengan optimal. salah satunya yaitu

pembelajaran klinik dengan metode Bed side Teaching dalam pemasangan

infus sehingga dapat meminimalisir terjadinya komplikasi pada pasien

yang terpasang infus baik itu komplikasi local maupun komplikasi

sistemik.
Dari data yang diperoleh pada bagian administrasi RSUP

Dr.Wahidin Sudirohusodo Makassar. Jumlah Kejadian phlebitis pada

Bulan mei 2008 pada Pasien terpasang infuse sebanyak 44 dari 240 pasien

atau sebanyak 15,71 %, dan terjadi peningkatan pada bulan Juni 2008

yaitu terdapat 23 pasien Phlebitis dari 75 pasien terpasang infuse atau

sebanyak 30,67 %. Hal ini menunjukkan masih kurangnya keterampilan

Tenaga Keperawatan Khususnya Mahasiswa Keperawatan yang Praktek

Di Rumah Sakit ini dalam melakukan pemasangan infuse. Oleh karena itu

diperlukan suatu metode pembelajaran Klinik dengan harapan

metodetersebut dapat menurunkan angka kejadian infeksi Khususnya


4

Phlebitis. Yang merupakan salah satu metode pembelajaran klinik yang

efektif.

. B.Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas dirumuskan masalah

penelitian Apakah ada pengaruh Bed side Teaching terhadap Keterampilan

Pemasangan infus pada Mahasiswa Keperawatan diruang perawatan

penyakit dalam RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo?

C.Tujuan penelitian

1. Tujuan Umum
Diketahuinya Pengaruh Bed side Teaching terhadap Keterampilan

pemasangan infuse pada Mahasiswa Keperawatan di Ruang Perawatan

Penyakit Dalam RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Tahun 2009.

2. Tujuan Khusus
a. Mengobservasi pelaksanaan Bed Side Teaching pada mahasiswa

keperawatan dalam melakukan Pemasangan Infus diruang

Perawatan Penyakit dalam RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo.


5

b. Menganalisa pengaruh penerapan Bed Side Teaching terhadap

ketrampilan mahasiswa keperawatan dalam pemasangan infus

diruang perawatan penyakit dalam RSUP Dr. Wahidin

Sudirohusodo.
c. Membuktikan pengaruh penerapan Bed side teaching terhadap

keterampilan pemasangan infus pada mahasiswa keperawatan

diruang perawatan penyakit dalam RSUP Dr. Wahidin

Sudirohusodo.

D.Manfaat penelitian

1. Manfaat ilmiah :
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan acuan dalam menambah

khasanah ilmu pengetahuan tentang Metode Pembelajaran Klinik (

Bed side Teaching ) dan pengembangan selanjutnya.


2. Manfaat pengetahuan :

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi


dan bahan bacaan bagi masyarakat dan peneliti berikutnya.

b. Bermanfaat Sebagai perkembangan IPTEK keperawatan tentang

penerapan model bimbingan klinik Bed side Teaching terhadap

Ketrampilan dalam pemasangan infus pada Perawat dan

Mahasiswa Keperawatan.

c. penelitian ini dapat memberi gambaran atau informasi bagi peneliti

Selanjutnya tentang pengaruh penerapan Bed side Teaching


6

terhadap kemampuan atau Perilaku Profesional Perawat (kognitif,

afektif dan psikomotor) dalam pemasangan infus pada Perawat.

3. Manfaat praktis
Bagi praktisi, Metode Bed side Teaching dapat digunakan

sebagai salah satu teknik bimbingan klinik yang efektif dalam

membantu meningkatkan kemampuan Keterampilan Dalam

Pemasangan Infus pada Mahasiswa Keperawatan Yang Praktek.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.Tinjauan Umum Tentang Pemasangan Infus


1. Pengertian Pemasangan Infus
Infus cairan intravena (intravenous fluids infusion) adalah

pemberian sejumlah cairan ke dalam tubuh, melalui sebuah jarum, ke

dalam pembuluh vena (pembuluh balik) untuk menggantikan kehilangan

cairan atau zat-zat makanan dari tubuh ( Asta Qauliyah, 2006 ).


7

Terapi Cairan Intravena memberikan cairan tambahan yang

mengandung komponen tertentu yang diperlukan tubuh secara terus

menerus selama periode tertentu. Cairan bias bersifat isotonis ( NaCl 0,9

%, Dekstrose 5 % dalam air, Ringer Laktat, dll.), Hipotonis ( NaCl 5%),

atau hipertonis Dekstrose 10 % dalam NaCl, Dekstrose 10% dalam air,

Dekstrose 20% dalam air.


Pemasangan infus adalah suatu tindakan pengobatan yang

dilakukan dengan cara memasukkan cairan elektrolit, Nutrisi dan obat

obatan kedalam tubuh melalui pembuluh darah vena dalam jumlah yang

banyak serta waktu yang cukup lama dengan menggunakan kanula.

Dalam Pemasangan infuse dibutuhkan Ketrampilan perawat khususnya

dalam memilih Vena agar dalam menggunakan kateter vena akan sesuai

peruntukannya serta dapat bekerja dengan tehknik steril. Hal ini

merupakan factor yang dapat menunjang keberhasilan terapi dan dapat

mencegah komplikasi. Pernyataan ini didukung oleh ( Perry Potter,

2005 ). Bahwa sebelum melaksanakan pemasangan infuse perawat perlu

memilih tempat dan jenis kanula yang paling sesuai pada pasien tertentu

serta perawat harus mahir dalam pemasukan vena untuk mencegah

terjadinya infeksi.seperti Phlebitis.


2. Tujuan Pemasangan Infus
a. Untuk memberikan obat-obatan melalui infus.Yaitu pemberian

antibiotik / cairan obat lain yang pembagiannya harus melalui vena.


8

b. Untuk terapi cairan dan elektrolit. Yaitu memenuhi kebutuhan cairan

dan elektrolit terdiri dari cairan dengan bermacam-macam jenis

kation dan anion, sebagai contoh adalah larutan 0,9% dan RL.
c. Untuk pemberian nutrisi parenteral Cairan yang digunakan

mengandung karbohidrat dan air, misalnya Dextrose 5% dan salin.


d. Untuk mengganti bagian darah yang hilang Yaitu cairan expander

yang diberikan sesuai dengan banyaknya darah yang hilang contoh :

dextran, plasma, human serum albumin.

3.Keadaan-Keadaan Yang Dapat Memerlukan Pemberian Cairan

Infus

a. Perdarahan dalam jumlah banyak (kehilangan cairan tubuh dan

komponen darah)
b. Trauma abdomen (perut) berat (kehilangan cairan tubuh dan

komponen darah)
c. Fraktur (patah tulang), khususnya di pelvis (panggul) dan femur

(paha) (kehilangan cairan tubuh dan komponen darah)


d. Serangan panas (heat stroke) (kehilangan cairan tubuh pada

dehidrasi)
e. Diare dan demam (mengakibatkan dehidrasi)
f. Luka bakar luas (kehilangan banyak cairan tubuh)
g. Semua trauma kepala, dada, dan tulang punggung kehilangan cairan

tubuh dan komponen darah.

4.Beberapa komplikasi yang dapat terjadi dalam pemasangan infus:


9

a. Hematoma, yakni darah mengumpul dalam jaringan tubuh akibat

pecahnya pembuluh darah arteri vena, atau kapiler, terjadi akibat

penekanan yang kurang tepat saat memasukkan jarum, atau tusukan

berulang pada pembuluh darah.


b. Infiltrasi, yakni masuknya cairan infus ke dalam jaringan sekitar (bukan

pembuluh darah), terjadi akibat ujung jarum infus melewati pembuluh

darah.
c. Tromboflebitis, atau bengkak (inflamasi) pada pembuluh vena, terjadi

akibat infus yang dipasang tidak dipantau secara ketat dan benar.
d. Emboli udara, yakni masuknya udara ke dalam sirkulasi darah, terjadi

akibat masuknya udara yang ada dalam cairan infus ke dalam pembuluh

darah.

5.Jenis Cairan Infus

a. Cairan hipotonik: osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan serum

(konsentrasi ion Na+ lebih rendah dibandingkan serum), sehingga larut

dalam serum, dan menurunkan osmolaritas serum. Maka cairan ditarik

dari dalam pembuluh darah keluar ke jaringan sekitarnya (prinsip cairan

berpindah dari osmolaritas rendah ke osmolaritas tinggi), sampai

akhirnya mengisi sel-sel yang dituju. Digunakan pada keadaan sel

mengalami dehidrasi, misalnya pada pasien cuci darah (dialisis) dalam

terapi diuretik, juga pada pasien hiperglikemia (kadar gula darah tinggi)

dengan ketoasidosis diabetik. Komplikasi yang membahayakan adalah

perpindahan tiba-tiba cairan dari dalam pembuluh darah ke sel,


10

menyebabkan kolaps kardiovaskular dan peningkatan tekanan

intrakranial (dalam otak) pada beberapa orang. Contohnya adalah NaCl

45% dan Dekstrosa 2,5%.


b. Cairan Isotonik: osmolaritas (tingkat kepekatan) cairannya mendekati

serum (bagian cair dari komponen darah), sehingga terus berada di dalam

pembuluh darah. Bermanfaat pada pasien yang mengalami hipovolemi

(kekurangan cairan tubuh, sehingga tekanan darah terus menurun).

Memiliki risiko terjadinya overload (kelebihan cairan), khususnya pada

penyakit gagal jantung kongestif dan hipertensi. Contohnya adalah cairan

Ringer-Laktat (RL), dan normal saline/larutan garam fisiologis (NaCl

0,9%).
c. Cairan hipertonik: osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan serum,

sehingga menarik cairan dan elektrolit dari jaringan dan sel ke dalam

pembuluh darah. Mampu menstabilkan tekanan darah, meningkatkan

produksi urin, dan mengurangi edema (bengkak). Penggunaannya

kontradiktif dengan cairan hipotonik. Misalnya Dextrose 5%, NaCl 45%

hipertonik, Dextrose 5%+Ringer-Lactate, Dextrose 5%+NaCl 0,9%,

produk darah (darah), dan albumin.

6.Teknik Pemasangan Infus

1. Mencuci tangan
2. Menjelaskan prosedur dan tujuannya (pada klien dan keluarga)
3. Memberikan posisi semi fowler atau terlentang
4. Menggulung lengan baju klien
5. Meletakkan manset 5 cm di atas siku
11

6. Menghubungkan cairan infus dengan set infus dan gantungkan

(periksa label infus sesuai dengan program terapi cairan yang akan

diberikan)
7. Mengalirkan cairan dengan selang menghadap ke atas sehingga

udara didalamnya keluar


8. Mengencangkan klem sampai infus tidak menetes dan pertahankan

kesterilan sampai pemasangan pada tangan disiapkan


9. Mengencangkan manset atau jika menggunakan sfigmomanometer,

tekanan ditempatkan dibawah tekanan sistolik


10. Menganjurkan klien untuk mengepal dan membukanya beberapa

kali, palpasi dan pastikan vena yang akan ditusuk.


11. Membersihkan kulit dengan cermat menggunakan kapas alkohol,

lalu diulangi dengan menggunakan kasa betadine dan arahnya

melingkar dari dalam keluar lokasi tusukan.


12. Menggunakan ibu jari untuk menekan jaringan dan vena 5 cm

diatas tusukan.
13. Memegang jarum dalam posisi 30 derajat sejajar vena yang akan

ditusuk, lalu tusuk perlahan dan pasti.


14. Merendahkan posisi jarum sejajar kulit dan teruskan tusukan jarum

ke dalam vena sampai terlihat darah mengalir keluar dari

pembuluh darah.
15. Melepaskan tekanan manset
16. Sambungkan slang infus dengan kateter infus (abbocath, wing

needle/butterfly) dan buka klem infus sampai cairan mengalir

lancar.
17. Memfiksasi posisi jarum dengan plester, letakkan kasa steril

diatasnya. Atur kasa steril pada lokasi jarum supaya berjendela


12

agar mudah dievaluasi terhadap tanda-tanda inflamasi. Bila ada

gunakan plester steril yang transparan.


18. Mengatur tetesan infus sesuai ketentuan; pasang stiker yang sudah

diberi tanggal pada lokasi yang mudah terlihat.


19. Mendokumentasikan waktu pemberian, jenis cairan dan tetesan,

jumlah cairan yang masuk, waktu pemeriksaan kateter (terhadap

adanya embolus), serta reaksi klien (terhadap cairan yang telah

masuk).
7.Hal-hal yang perlu diperhatikan ( kewaspadaan)
a. Ganti lokasi tusukan setiap 48-72 jam dan gunakan set infus baru
b. Ganti kasa steril penutup luka setiap 24-48 jam dan evaluasi tanda

infeksi
c. Observasi tanda / reaksi alergi terhadap infus atau komplikasi lain
d. Jika infus tidak diperlukan lagi, buka fiksasi pada lokasi penusukan
e. Kencangkan klem infus sehingga tidak mengalir
f. Tekan lokasi penusukan menggunakan kasa steril, lalu cabut jarum

infus perlahan, periksa ujung kateter terhadap adanya embolus


g. Bersihkan lokasi penusukan dengan anti septik. Bekas-bekas plester

dibersihkan memakai kapas alkohol

B. Tinjauan umum tentang Bed side teaching

1. Pengertian

Menurut Nursalam (2002), Beb side Teaching adalah merupakan

metode mengajar pada Mahasiswa Keperawatan / peserta didik, dilakukan


13

disamping tempat tidur klien meliputi mempelajari kondisi klien dan

asuhan keperawatan yang dibutuhkan oleh klien.

Menurut Lukman 2008 Bed side teaching adalah pembelajaran yang

dilakukan langsung di depan pasien. Dengan bed side teaching Mahasiswa

Keperawatan bisa menerapkan ilmu pengetahuan, melaksanakan

kemampuan komunikasi, keterampilan klinik dan profesionalisme,

menemukan seni pengobatan, mempelajari bagaimana tingkah laku dan

pendekatan dokter kepada pasien.

2. Manfaat

Dalam penerapan metode pembelajaran klinik ini, manfaat yang

dapat diambil adalah agar pembimbing klinik dapat mengajarkan dan

mendidik mahasiswa / peserta didik untuk menguasai keterampilan

prosedur, menumbuhkan sikap profesional, mempelajari perkembangan

biologis / fisik, melakukan komunikasi melalui pengamatan langsung.

3.Adapun beberapa hambatan dari pasien :

a. Pasien merasa tidak nyaman.


b. Menyakiti pasien, terutama pada pasien yang kondisi fisiknya

tidak stabil
c. Pasien tidak ada ditempat
d. Pasien salah pengertian dalam diskusi
e. Pasien tidak terbuka
14

f. Pasien tidak kooperatif atau pasien marah

C. Kerangka Konsep dan Hipotesis

1. Dasar variable yang diteliti

Metode bimbingan klinik meliputi; Eksperensial, Proses insiden,

Konferensi. Dalam mendidik pada dasarnya adalah memberikan stimulus

tertentu yang menimbulkan respon yang kita inginkan. Oleh karena itu

kondisi tersebut penerapan dapat menimbulkan respon, mulai dari

persepsi, belajar, keputusan dan timbul emosi / tindakan. Kemudian

berpengaruh terhadap Kognitif, Afektif, dan psikomotor.

Maka diharapkan dengan penerapan dapat dilihat Keterampilan

dalam pemasangan infus Khususnya Bagi Mahasiswa Keperawatan.

Sehingga kegiatan seperti ini hendaknya dilakukan berulang ulang agar

hubungan stimulus dan respon semakin kuat.

Di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar Telah Menerapkan

beberapa metode Pembelajaran Klinik salah sarunya yaitu Metode Bed

side Teaching.

2. Bagan Kerangka Konseptual

Bed Side Teaching

Ekperensial
Keterampilan Pemasangan
Infus
15

Proses Insiden

Konferensi

Ronde
Keperawatan

Keterangan :

: Variabel Dependen

: Variabel Independen Yang diteliti

: Variabel Independen Yang tidak diteliti

Gambar : Bagan Kerangka Konseptual Penerapan Bed side Teaching Terhadap

Keterampilan Pemasangan Infus Mahasiswa Perawat di Ruang Perawatan Penakit

Dalam RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo tahun 2009.

3. Hipotesis

1. Hipotesis Nol (Ho).


Hipotesis yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah :
Tidak Ada pengaruh penerapan Bed side Teaching terhadap

Keterampilan dalam pemasangan infus pada Mahasiswa perawat

diruang perawatan penyakit dalam RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo.


2. Hipotesis Alternatif (Ha)
16

Ada pengaruh penerapan Bed side Teaching terhadap Keterampilan

dalam pemasangan infus pada Mahasiswa perawat diruang perawatan

penyakit dalam RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo.

BAB III

METODE PENELITIAN

A.Jenis Penelitian

Metode penelitian ini adalah urutan langkah dalam melakukan

penelitian keperawatan. Hal yang mencakup metode penelitian ini adalah

Desain Penelitian yang digunakan, kerangka kerja penelitian, populasi sampel

yang akan diteliti, jumlah sampel yang akan diperlukan, tekhnik sampling

yang digunakan, cara mengidentifikasi variable dengan devenisi

operasionalnya, cara pengumpulan data, metode analisis data yang digunakan,

keterbatasan penelitian dan nilai dan etika Penelitian.

1. Desain Penelitian
17

Penelitian ini menggunakan pendekatan Non-Equivalen Control

Group yaitu penelitian untuk membandingkan hasil intervensi dari

kelompok eksperimen dan kelompok kontrol yang serupa tapi tidak benar-

benar sama dengan pengelompokan sampel tidak secara random. peneliti

melakukan intervensi metode terhadap dampak Keterampilan dalam

pemasangan infus kepada satu kelompok yang di ikuti dengan pengukuran /

observasi pada tujuan yang harapkan dari perlakuan / intervensi tersebut,

yaitu peningkatan Ketrampilan Mahasiswa perawat, kemudian hasil

observasi dikontrol atau dibandingkan dengan kelompok lain yang tidak

mendapatkan perlakuan tersebut.

GAMBAR Desain penelitian non-equivalen control group.

SUBYEK PRA-TEST PERLAKUAN PASCA-TEST

KP 01 X 02

KK 01 - 02

Keterangan:

KP : Kelompok perlakuan. KK : Kelompok kontrol.

01 : Observasi sebelum perlakuan 02 : Observasi sesudah perlakuan

X : Diberi Bed Side Teaching - : Tidak diberi Bed Side Teaching


18

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo

Makassar diruang Perawatan Penyakit Dalam ( Lontara I ). Direncanakan

berlangsung pada bulan Mei Juni 2009.

Parameter keterampilan pemasangan infus yaitu

1) Melakukan tindakan persiapan unsur unsur penting pemasangan

infus dengan tepat.


2) Melakukan tindakan tekhnik pemasangan infus dengan benar
3) Merapikan alat alat setelah pemasangan infuse dan

mendokumentasikan tankan keperawatan.


Alat ukur yang digunakan yaitu lembar observasi dengan menggunakan

skala ordinal : Mampu = 3, Kurang = 2 dan Tidak mampu = 1


19

Kriteria Objektif
Baik jika skor = 76 - 100%
Cukup Jika Skor = 56 - 75 %
Kurang Jika Skor = < 55 %

. B.Cara Pengumpulan Data dan Analisis Data

a. Pengumpulan Data

Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dan menggunakan

lembar observasi. Pengukuran instrumen menggunakan skala ordinal untuk

mengatahui perbedaan tingkat kemampuan Perawat yang dilakukan Bed side

Teaching dengan yang tidak dilakukan Bed side Teaching, Tingkat

kemampuan Keterampilan , 76 100% : baik, 75 56% :cukup , < 55 % :

kurang.

b. Analisis Data

Data yang telah dikumpulkan dianalisa untuk mengetahui ada

pengaruh antara variabel Bed Side teaching dengan variabel Ketrampilan

Pemasangan Infus pada Mahasiswa perawat. Dalam pengambilan keputusan

yaitu jika nilai p 0,05, maka Ho diterima dan jika p 0,05, maka Ho ditolak

(Santoso,2004). Data diolah, , kemudian digunakan Uji T- Test untuk

mengetahui pengaruh antar variabel pada tiap kelompok dan terakhir untuk

mengetahui variabel antara kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol.


20

Agar uji statistik yang didapat lebih akurat data penelitian ini diolah

menggunakan perangkat lunak komputer dengan SPSS windows.

C. Langkah Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan secara manual (dengan mengisi lembar

observasi yang disediakan), selanjutnya menggunakan bantuan program SPSS

for Windows dengan urutan sebagai berikut : Menurut ( Alimul H, Aziz.

2007 )
1. Selecting.
Seleksi merupakan pemilihan untuk mengklarifikasi data menurut kategori.
2. Editing.
Editing dilakukan untuk meneliti setiap daftar pertanyaan yang sudah diisi,

editing meliputi kelengkapan pengisian, kesalahan pengisian dan

konsistensi dari setiap jawaban.


3. Koding
Koding merupakan tahap selanjutnya dengan memberi kode pada jawaban

dari responden tersebut.


4. Tabulasi Data
Setelah dilakukan kegiatan editing dan koding dilanjutkan dengan

mengelompokan data ke dalam suatu table menurut sifat-sifat yang dimiliki

sesuai dengan tujuan penelitian.


5. Analisa Data
21

Hasil pengumpulan data pada lembar observasi kemudian diberikan skore

dan kode, lalu dilakukan tabulasi pada skore dan kode tersebut dan diolah.

BAB IV

PEMBAHASAN

A. Pembahasan

Pada bab ini akan diuraikan hasil dan pembahasan tentang pengaruh

penerapan Bed side Teaching terhadap keterampilan pemasangan infus pada

mahasiswa keperawatan diruang perawatan penyakit dalam RSUP Dr. Wahidin

Sudirohusodo Makassar 2009. Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji

statistik T- Test dengan tingkat kemaknaan < 0,05 bila Ho ditolak yang artinya

ada pengaruh yang bermakna antara penerapan Bed side Teaching terhadap

Keterampilan Pemasangan Infus pada Mahasiswa Keperawatan. Dan dalam

penelitian ini digunakan tiga acuan standar Kemampuan keterampilan mahasiswa

keperawatan yaitu dikatakan kemampuan keterampilan baik jika Skor mencapai

76- 100 % atau rata rata kemampuannya mencapai nilai total 35 45,dan

termasuk kategori cukup jika kemampuan keterampilanya mencapai skor 56 76

% atau rata rata kemampuannya mencapai nilai total 26 34,dan dikatakan

kemampuan keterampilan kurang jika skor < 55 % atau rata rata

kemampuannya dengan nilai total dibawah 25.


Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil penelitian yang dilakukan di

RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar didapatkan rata _ rata perubahan


22

Keterampilan Pemasangan Infus pada Kelompok perlakuan adalah 36,20000,

Dengan Standar Deviasi 3,59239 dan rata- rata Keterampilan Pemasangan Infus

pada Kelompok kontrol adalah 28,00000 dan Standar Deviasi 4,69042 hal ini

menunjukkan perbedaan antara Kelompok perlakuan dengan kelompok Kontrol

walaupun tidak menunjukkan perbedaan yang sangat signivikan tetapi dengan

adanya Bed Side Teaching dapat menguragi Kemungkinan terjadinya infeksi

( Flebitis ) pada pemasangan Infus khususnya pada mahasiswa Keperawatan

yang Praktek di Rumah Sakit. Dari hasil penelitian penulis pada sejumlah

responden yang telah Ditentukan oleh peneliti pada Mahasiswa Keperawatan

dalam penerapan Bedside Teaching terhadap Keterampilan pemasangan infus,

bahwa didapatkan sebagian besar mengalami perubahan yang lebih baik, dimana

dengan uji statistik T- Test menunjukkan nilai kemaknaan probablitas ( Pvalue)

yaitu 0.000 yang artinya terdapat perbedaan kemampuan keterampilan

Pemasangan infus pada kelompok yang diberikan Bed side teaching dengan

Kelompok yang tidak diberikan Bed Side Teaching.


Hal ini didukung dengan Pendapat bahwa kemampuan Keterampilan

seseorang sangat dipengaruhi oleh pengetahuan dan latihan-latihan yang

berulang-ulang. Belajar kemampuan-kemampuan Keterampilan , dan belajar

kemampuan gerak dapat dimulai dengan kepekaan dan memilah-milah sampai

dengan kreatifitas pada gerak baru. Hal ini menunjukan bahwa kemampuan

Keterampilan mencakup kemampuan fisik dan mental. Dimyati & Moldjiono

(1999),
23

Menurut Oemar H (2000), Kemampuan Keterampilan (Perseptual

physikomotor skill) adalah serangkaian gerak otot untuk menyelesaikan tugas

dengan berhasil. Gerakan-gerakan otot dikoordinasikan oleh persepsi kita

terhadap peristiwa - peristiwa disekitar kita. Pengendalian persepsi menunjukkan

kepada pengorganisasian dan penafsiran informasi yang masuk melalui alat

indera.mater menunjukan pada gerakan-gerakan otot. Yang kemudian membagi

Kemampuan keterampilan memiliki tiga karakteristik yaitu menunjukkan;


(1) Rangkaian (O chain); respon motorik, melibatkan koordinasi gerakan tangan

dan mata serta mengorganisasikan rangkaian respon menjadi pola-pola

respon yang kompleks.


(2) Koordinasi gerakan; Perilaku terampil merupakan koordinasi antara gerak

tangan, dan mata. Oleh karena itu keterampilan disebut juga keterampilan

psikomotor yang menitikberatkan koordinasi persepsi (mata) dan tindakan

motorik (tangan). Dan


(3) Pola Respon atau perilaku terampil merupakan organisasi rangkaian S R

menjadi pola respon yang kompleks dan tersusun menjadi pola respon yang

luas. Dapat disimpulkan bahwa keterampilan adalah keseluruhan respon. Hal

tersebut diperkuat oleh Reilly D.E & Obermann M.H, (2002), aktivitas

yang berorietasi terutama pada pergerakan pada dasarnya lebih menekankan

respon fisik yang sehingga kegiatan tersebut dikenal dengan psikomotor.

BAB V
PENUTUP
24

Pada bab ini akan disampaikan mengenai kesimpulan dan saran dari penelitian

yang telah dilakukan di Ruang Perawatan Penyakit Dalam RSUP Dr. Wahidin

Sudirohusodo Makassar dengan melakukan observasi pada dua kelompok yaitu

kelompok perlakuan dan kelompok Kontrol dengan Memberikan Bed Side Teaching

menggunakan Satuan Acara Pembelajaran untuk Kelompok Perlakuan. Pada bab ini

juga akan disampaikan saran dari peneliti bagi peneliti Khususnya selanjutnya bagi

rekan sejawat pada umumnya dan juga untuk akademik.


A. Kesimpulan
1. Observasi pelaksanaan Bed side Teaching pada kemampuan keterampilan

mahasiswa keperawatan di ruang perawatan penyakit dalam RSUP Dr.

Wahidin sudirohusodo dilakukan selama kurang lebih 1 bulan. Mahasiswa

keperawatan dalam melakukan tindakan medis perlu diobservasi dan diawasi

khususnya oleh Clinikal Instruktur ( CI ) agar mahasiswa tidak melakukan

kesalahan yang dapat menyebabkan inpeksi


2. Dari hasil analisa pengaruh penerapan Bed Side Teaching terhadap

keterampilan pemasangan infus pada mahasiswa keperawatan terdapat

perbedaan Kemampuan keterampilan.antara kelompok perlakuan dan

kelompok kontrol
3. Terbukti Terdapat perbedaan keterampilan pemasangan infus antara kelompok

perlakuan dengan kelompok kontrol walaupun tidak menunjukkan perbedaan

yang sangat signifikan tapi dengan penerapan Bed Side teaching dapat

meminimalisir terjadinya infeksi pada pemasangan infus khususnya pada

mahasiswa keperawatan yang praktek.


B. Saran
25

Terkait dengan hasil penelitian dengan segala keterbatasan yang peneliti

miliki maka peneliti mengajukan beberapa saran sebagai berikut :

1. Observasi langsung terhadap mahasiswa keperawatan yang praktek dari

Pembimbing klinik atau disebut kilinikal instruktur Perlu diperhatikan

lebih lanjut bagi pihak Akademik khususnya Stikes Nani Hasanuddin

Jurusan Keperawatan untuk meningkatkan kualitas peserta didik kedepan.

Terkait hal tersebut penting sebelumnya mempersiapkan CI (Clinikal

Instruktur) dengan meningkatkan pengetahuan, wawasan dan kamahiran

melalui latihan dan bimbingan yang baik dan benar, kemudian satukan

persepsi antara CI ruangan dengan CI Akademik agar dapat tercapai tujuan

yang akan kita capai.

2. Dengan hasil penelitian ini diharapkan bagi pihak Institusi baik itu dari

kampus Keperawatan Maupun di rumah sakit khususnya rumah sakit

pendidikan untuk memperhatikan metode metode yang dapat digunakan

untuk memudahkan mahasiswa keperawatan yang melaksanakan kegiatan

praktek di rumah sakit salah satu metode yang dapat digunakan yaitu Bed

Side Teaching. Karena metode ini dapat membantu mahasiswa keperawatan

yang praktek untuk lebih mudah dan cepat terampil dalam memberikan

tindakan kepad pasien.

3. Bagi mahasiswa keperawatan diharapkan dapat mengembangkan

keterampilan dengan mempelajari dan mempraktekkan beberapa metode


26

pembelajaran klinik khususnya metode Bed Side teaching untuk dapat lebih

terampil dalam memberikan tindakan karena metode bed side teaching

merupakan salah satu tekhnik bimbingan klinik yang efektif dalam

membantu meningkatkan kemampuan keterampilan dalam pemasangan

inpus.

DAFTAR PUSTAKA

Alimul H, Aziz.2007. Riset Keperawatan dan Tehknik Penulisan ilmiah. Salemba


Medika. Jakarta
27

Anonim. Intravenous Fluids, Clinikal Praktice Guidelines Royal Childrens Hospital


Meulbourne. (Di akses pada http:/www.rch.org.av / Clinical Guide/cpg, cfm.
Tggl 15- april- 2009)
Arif A 2004. Kecakapan hidup Life Skill; Melalui Pendekatan Pendidikan Berbasis
Luas. Surabaya Intellectual Club bekerja sama dengan LPKM UNESA.
Surabaya( diakses di http://www.rch.org.au/ s/cpg.cfm pada tanggal 18 Maret
2009).
Asta Qauliyah , 2006. Medical info Intravenous Fluids, online, ( http://www.rch, org./
Clinikal Guide/cpg. Diakses 15 maret 2009 )
Arikunto S 2002. Prosedur Penelitian; Suatu Pendekatan Praktek.edisi revisi
V.Renika Cipta. Jakarta.
Arrahman. 2008. Analisis factor yang berhubungan dengan kejadian flebitis di RSU
Daerah Kabupaten Muna tahun 2008. Makassar
Dalyono 2005, Psikologi Pendidikan, Rineka Cipta. Jakarta Departemen Kesehatan
1994, Pedoman Praktek Dasar Keperawatan, Depkes, Jakarta
(.http://www.depkes.go.id, diakses tanggal 21 Maret 2009)
Dermawan 2001. Pedoman Penyelenggaraan Program Keprofesian Keperawatan
Pada Program Pendidikan Nurs.Makalah dsajikan dalam Seminar.
Surabaya.2001(.http://www.depkes.go.id, diakses tanggal 21 Maret
28

.
29

Você também pode gostar