Você está na página 1de 9

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Maha suci Allah telah menjadikan syariat menjadi solusi bagi manusia dalam berintraksi dan
mengembang-biakkan diri. jaminan pahala bagi yang melaksanakannya dan garansi
ketenangan bagi orang yang melipatgandakan kebajikan di dalamnya,itulah syariat
Nikah,pintu yang menghalalkan hukum yang tadinya haram menjadi halal. Nilai ibadah yang
sebelumnya satu pahala namun setelah memasukinya menjadi 70 derajat.

Pernikahan merupakan peletakan batu pertama untuk sebuah bangunan indah megah di
masyarakat(AL-Fatawa aljami'ah lilmar'atil Muslimah-Syekh Muhamad bin Ibrahim AL Asy-
Syekh).Karnanya dalam tradisi dan budaya sasak,selalu menjadikan agama sebagai acuan
meski terkadang berlebihan dalam pelaksanaannya. Prosesi nyongkolan,sorong serah dan
begawe di kalangan suku sasak sangat kental,exes sosialpun menjadi barometer bermasyarakat
pada acara tersebut.Dalam tradisi sasak,jika ada elemen dari masyarakat melaksanakan
merarik(Nikah),maka hampir semua masyarakat dalam komunitas yang mengunjungi dan
memberi bantuan atau dalam istilah sasak di sebut Langar. Hal ini menjadi tradisi
budaya leluhur yang di laksanakan sampai sekarang.

B. MAKSUD DAN TUJUAN

Menurut pengertian bahasa,Merarik(nikah) berati menghimpun dan mengumpulkan.


Dalam pengertian fikih, Nikah(merarik) adalah akad yang mengandung kebolehan melakukan
hubungan suami-istri dengan lafal nikah(kawin) atau yang semakna dengan itu(ensiklopedi
Islam-PT Iksar mandiri abadi-Jakarta).
Dalam pengertian suku sasak tidak jauh berbeda dengan maksud agama,karenanya dalam
propesi pernikahansuku sasak seiring dengan selogan suku minang yang berbunyi ''Adat
bersandi syara'-syara' bersandi kitabullah(Prop.Dr.Hamka-budaya melayu)yang
maksudnya,adat istiadat,budaya dan tradisi harus sejalan dengan maksud
agama(kitabullah),jadi adat yang mengikuti agama bukan agama mengikuti adat istiadat.

Maksud dari sebuah pernikahan sebagaimana di ungkapkan oleh para ulama antara lain:
a. Penyaluran naluri sexual dengan benar dan sah b.
Mengembangbiakkan keturunan
c. Menumbuhkan rasa tanggungjawab
d. Mempererat kekeluargaan antara pihak suami dan keluarganya dan pihak wanita dan
keluarganya
C. HIPOTESIS

Seiring dengan kemajuan ilmu dan tehnologi, bagi kaum muda banyak yang menganggap
budaya dan tradisi hanyalah ritual yang tidak trlalu penting dalam pernikahan.akibatnya
banyak dari kalangan muda yang tidak mengenal dan mengerti budaya mereka sendiri
padahal itu merupakan konsekwensi logis yang akan mereka temui di lapangan nanti,
seperti tradisi merarik (memaling/ngelamar),nyelabar (ngeraosang sajikrama), metikah
buah lekuk(upacara perkawinan),upacara sorong serah (nyondolan) , resepsi perkawinan.
semuanya ini belum mereka pahami filosofi dari budaya tersebut.

D. RUMUSAN MASALAH
Bagaimana budaya merarik di tinjau dari perspektif agama sosial dan budaya?
Ada beberapa hikmah nikah diantaranya sebagai berikut :
1. Penyaluran naluri sexual secara benar dan sah,karna adakalanya naluri sexual ini sulit
dibendung dan sulit merasa terpuaskan
2. Satu-satunya cara untuk mendapatkan anak serta mengembangkan keturunan secara
sah
3. Untuk memenuhi naluri kebapakan dan keibuan yang dimiliki seseorang dalam rangka
melimpahkan kasih sayangnya
4. Menumbuhkan rasa tanggungjawab seseorang yangt telah dewasa
5. Berbagi rasa tanggungjawab melalui kerja sama yang baik
6. Mempererat hubungan antara satu keluarga dan keluarga yang lain melalui ikatan
persaudaraan
7. Menurut penelitian para ahli orang yang menikah(suami-istri) lebih memiliki
kemungkinan umur yang panjang dibandingkan dengan orang-orang yang belum/tidak
kawin.
Terlepas dari anggapan bahwa perkawinan sasak adalah pelarian diri,dan mas
kawin(sajikrama) yang di berikan adalah denda dari pelarian diri tersebut,perkawinan
sasak mengandung nilai yang cukup penting terkait dengan prinsip-prinsip dan pandangan
hidup masyarakat sasak.Oleh karnanya,benar apa yang di ungkapkan
Bartholomeo(2001:173).bahwa perkawinan sasak merupakan pintu pembuka untuk
memahami masyarakat sasak.Pernikahan sasak juga merupakan pengejawantahan dari
kolektivitas dan solidaritas masyarakat.masyarakat adalah kumpulan individu-individu
yang harus senantiasa di kontrol.Dalam konteks ini ,individu berada pada posisi yang
tidak bebes untuk menentukan hidupnya.Bagaimana kolektivitas dan solidaritas
''menguasai'' individu-individu dapat dilihat dalam keterlibatan berbagai elemen
masyarakat (tidak hanya kedua mempelai)dalam tahapan-tahapan perkawinan,sejak dari
merarik sampai resepsi pernikahan.Namun menurut hemat penulas,ketika otonomi
individu semakin menguat dan pelarian diri tidak terlalu strategis untuk menunjukkan
independensi dan watak bertanggungjawab seseoarng,maka dengan sendirinya tradisi
merarik akan direkonstruksi atau ditinggalkan sama sekali.Pernikahan sasak juga
merupakan pengejawantahan keyakinan masyarakat sasak terhadap Tuhan.Pelaksanaan
merarik,upacara batobat,selamatan tampah wirang,metikah buah lekuk,bedak keramas, dan
metikah merupakan ekspresi keberagaman akulturatif masyarakat sasak.Melalui upacara
perkawinan tersebut,masyarakat sasak mempertontonkan pemahaman keagamaan yang
khas.Munkin saja ekpresi keberagaman tersebut tidak sejalan dengan ekpresi keberagaman
arus utama,tapi yang harus disadari adalah bahwa masyarakat sasak telah menunjukkan
bagaimana menyikapi adanya batas-batas liminal antara adat dan agama dengan
menggunakan idiom-idiom lokal (Ahmad Salehudin 01/11-08)
BAB II
PEMBAHASAN

Bagaimana adat merarik sasak menurut agama sosial budaya?

A. Menurut agama

Sebelum terjadi akad nikah perlu diadakan khutbah(peminangan) yang dilakukan


seorang laki-laki terhadap seorang wanita melalui tata cara yang ditentukan oleh
islam.Peminangan ini disamping merupakan ketentuan syariat agama islam.juga agar
perkawinan benar-benar dipersiapkan dalam rangka kehidupan rumah tangga yang lebih
baik.Dalam pinag meminang ada beberapa aturan yang harus dipenuhi :
1. Perempuan yang boleh dipinang harus perempuan yang boleh dikawini,yaitu bukan
termasuk wanita-wanita yang mahrom bagi pria tersebut,bukan istri orang,wanita yang
dalam idah raj'i
2. Perempuan yang tidak sedang dipinang orang lain
.
Dalam rangka pinang meminang dianjurkan untuk saling melihat dan meneliti sipat-sipat
kepribadian masing-masing dan dapat diketahi dunia tempat ketertarikannya pada calon
istri dan suami.Dalam istilah fikih dimaksudkan bahwa seorang calon suami sebanding
dengan calon istri dalam status sosialnya.Hal ini penting artinya agar pergaulan sosial
antara istri dan suami lebih terjamin tercapainya keharmonisan hidup berumah tangga.

Kafaah pada dasarnya hanya ditujukan kepada calon suami,bukan kepada calon istri karna
sejak semula seorang lelaki diberi hak untuk memilih jodohnya.Pihak perempuan tidak
diberi hak diberikan penilaian dari segi calon suami,Karna mereka bukanlah pihak yang
aktif dalam mencari jodoh.Kafaah berlaku pada saat terjadinya akad nikah,dalam
pengertian jika terdapat perbedaan sifat dan identitas yang dikemukakan sebelumnya
dengan yang didapati ketika akad nikah,maka hal ini boleh dipermasalahkan.Tetapi kalau
penilaian kafaah dilakukan setelah akad,maka akadnya tidak dapat dibatalkan

Suatu perkawinan ada hak-hak yang harus diterima oleh seorang


wanita(istri).Disamping kewajiban yang harus dipenuhinya.Hak-hak tersebut bersifat
nonmateri seperti tidak dianiaya oleh suaminya dan dipergauli secara baik,dan ada pula
yang bersifat materi seperti mahar,nafkah,pakaian dan tempat tinggal.Mahar adalah
pemberian suami kepada istri diawal pernikahan.

B. Menurut sosial dan budaya

Perkawinan sasak,sebagaimana perkawinan didaerah lain,terdiri dari beberapa


tahapan.Secara garis besar,tahapan ini terdiri dari merarik(pembuka pintu
pernikahan), ngeraosang sajikrama(negosiasi keluarga besarnya sajikrama),upacara sorong
serah(penyerahan sajikrama),dan resepsi perkawinan.Tahapan-tahapan perkawinan sasak
dalam tulisan ini diolah dari buku John Ryan Bartholomew(2001)yang berjudul Alif Lam
Mim: Kearifan masyarakat sasak'',dan Erni Budiwanti(2002) yang berjudul Islam Sasak.
1. Merarik

Sejak terjadinya peristiwa meraraik,maka pada saat itu juga proses pernikahan sasak
dimulai.Biasanya,setelah merarik akan segera diikuti oleh proses menuju
perkawinan.Jarang sekli terjadi proses pelarian diri yang tidak berahir dengan
perkawinan,walaupun,misalnya orang tua perempuan tidak setuju dengan calon
menantunya.Bagi masyarakat sasak,kegagalan perkawinan setelah proses meraraik
merupakan aib keluarga yang harus dihindari.Oleh karenanya,walaupun orang tua calon
mempelai perempuan menolak,tapi pada akhirnya mereka akan menyetujuinya.
Secara garis besar ,ada tiga cara pelarian diri,yaitu: kedua pasangan memutuskan bertemu
disuatu tempat dan melakukun pelarian diri,melalui pelantara(biasanya saudara pihak laki-
laki)menghubungi pihak perempuan dan mengajaknya untuk bertemu dengan sang
lelaki,dan menggunakan kekuasaan megis untuk ''merarik'' perempuan kesuatu tempat
dimana ia menunggu untuk melarikan diri.Ketiga cara tersebut bertujuan sama,yaitu
melarikan anak gadis orang.Pelarian diri harus dilakukan pada malam hari.

Secara ilustratif,proses merari adalah sebagai berikut(Budiwanti,2000:263)


Sebelum merarik dilaksanakan,pasangan yang hendak melarikan diri mengadakan
pertemuan terlebih dulu untuk menentukan kapan waktu(biasanya malam hari)yang paling
baik (secara keamanan) untuk melarikan diri menuju persembunyian.

Pada malam hari yang telah ditentukan,calon mempelai perempuan menyelinap keluar dari
rumah orang tuanya menuju tempat yang telah ditentukan oleh kedua calon mempelai
tersebut.Untuk kasus merari yang telah direncanakan,biasanya calon mempelai pria
menunggu disuatu tempat dengan ditemani oleh kaum kerabat atau teman-temannya.Cara
ini digunakan untuk meminimalisir bahaya jika pelarian diri diketahui oleh komunitas si
calon mempelai perempuan.Selain cara tersebut,ada dua cara lagi yang dapat
digunakan,yaitu: pihak laki-laki menyuruh saudaranya atau pihak yang dipercaya untuk
mengajak si gadis keluar dari rumahnya.Calon penganti pria menunggu calon pengantin
perempuan ditempat yang telah ditentukan.Cara lain yang juga terkadang digunakan adalah
memanggil seorang gadis dengan menggunakan kekuatan megis.Oleh karna dipanggil
dengan kekuatan megis,maka calon pengantin perempuan''tidak sadar''jika ia telah
melarikan diri.Cara yang terahir ini digunakan apabila calon mempelai perempuan''kurang
suka''kepada calon mempelai laki-laki.Pelarian diri dianggap berhasil jika kedua calon
mempelai telah berhasil bersembunyi di suatu tempat rahasia(penyebuan),biasanya disalah
satu rumah kerabat calon mempelai laki-laki. Mengetahui anak gadisnya semalaman tidak
pulang, oran tua si gadis mengirim pejati (kurir) untuk melaporkan hilangnya si anak
gadis kepada kepada kepala dusun (klian dusun) dimana mereka tinggal.
Selanjutnya kepala dusun mengabarkan hilangnya si anak gadis keseluruh penjuru
desa.Tujuannya adalah agar orang yang mengetahui keberadaan si gadis segera memberi
tau kepada klian dusun atau orang tua si gadis.Kesokan harinya, pihak calon mempelai
laki-laki mengabarkan perihal penculikan tersebut kepada klian dusun atau orang tua si
gadis.Kemudian kedua klian dusun dengan disertai kerabat laki-laki pengantin pria
menemui orang tua si gadis dan mmberitaukan merka (nyelabar)bawa anak gadis mereka
merarik dan berada di tempat yang aman.Waktu toleransi untuk nyelabar adalah tiga hari.
Lebih dari waktu tersebut,pihak pengantin laki-laki harus membayar sajikrama terlambat
salabar yang besarnya ditentukan oleh orang tua si gadis dan dibayarkan pada saat upacara
sorong serah.Pemberitauan adanya pelarian seorang anak gadis kepada orang tuanya
merupakan terbukanya pintu menuju perkawinan sepasang laki-laki dan perempuan
tersebut.
2. Ngraosang Sajikrama

Setelah pihak calon mempelai perempuan menerima kabar tentang ''status'' putri mereka,
pihak keluarga calon mempelai perempuan dan laki-laki mengadakan pertemuan intensif
untuk membicarakan besarnya sajkrama yang harus dibayar kan oleh calon pengantin pria.
Proses ini merupakan tahapan yang cukup krusial dalam runtut pekawinan Sasak. Secara
umum, jumlah sajikrama yang harus dibayarkan harus cukup untuk membiayai upacara
sorong serah yang akan diadakan. Namun demikian, dapat saja orang tua mempelai
perempuan meminta sajikrama yanng sangat tinggi dengan pertimbangan-pertimbangan
tertentu sehingga pihak lai-laki merasa keberatan (baca: tidak sanggup) untuk
membayarnya. jika itu yang terjadi, walaupun hampir jarang terjadi,pihak keluarga kalo
mempelai laki-laki membatalkan proses perkawinan.

Walaupun orang tua perempuan secara ideal berada pada posisi yang cukup kuat karena
mempunyai ruang-ruang lebih luas untuk menolak melanjutkan perkawinan dengan cara
meminta sajikrama yang sangat tinggi, tetapi pada hakekatnya orang tua si gadis berada
pada posisi yang kurang menguntungkan. Tidak menyetujui perkawinan putrinya,
merupaka tindakan yang harus dihindri stelah proses pelerian diri berhasil, karena selama
proses itu mungkin saja terjadi hubungan fisik antara pihak laki-laki dan perempuan, oleh
karenanya, walaupun orang tua pihak perempuan berhasil membatalkan perkawinan, tetapi
putri mereka kan kesulitan untuk mendapatkan suami, karena ''dianggap'' telah ternoda
akibat merarik (Bartholomew, 2001: 218).Demikian juga dengan penentuan besarnya
sajikrama. Karena menentukan jumlah sajikrama dalam jumlah besar dapat dianggap
menjual anaknya.

penentuan besarnya sajikrama yang harus dibayarkan calon mempelai laki-laki dilakukan
secara ngeraosang (negosiasi) antara kedua orang tua calon mempelai. Diperlukanstrategi
khusus agar sajikrama yang ditetapkan memuaskan kedua belah pihak; pihak laki-laki
tidak merasa berat dan pihak perepuan tidak merasa rugi. Oleh karenanya, kecangihan
dalam bernegosiasi menentukanjumlah sajikrama yang harus dbayarkan.

Salah sau strategi yang biasanya dlakukan oleh orang tua calon mempelai perempuan
adalah dengan menyerahkan sepenuhnya kepada kebijaksanaan orang tua mempelai laki-
laki untuk memutuskan eberapa banyak sajikrama yang akan diberikan. posisi ini
meletakkan orang ta mempelai laki-laki pada posisi dilematis, karena ucapan orang tua
pengantin perempuan sebenarnya bertujuan untuk mendapatkan sajikrama dengan jumlah
besar. Dengan stratei ini, orang tua perepuan tidak keliatan rakus.

''Ketika ayah dari mempelai perempuan mengatakan kepada ayah mempelai laki-laki
bahwa apapun yang ditawarkan akan diterima,dia sebenarnya tidak bermaksud seperti itu.
Sebagian orang mengungkapkan secara halus, tetapi sebagian yan lain hanya berpura-pura
karena mereka tau ini cara yang efektif untuk menarik tebusan yang lebih besar tanpa
kelihatan rakus'' (Bartholomew, 2001: 229).

Jika besarnya sajikrama telah disepakati oleh kedua belah pihak, maka acara selanjutnya
adalah menentukan waku pelaksanaan sorong serah (penyerahan sajikrama).

3. Metikah Buak Lekuk

Tindakan calon mempelai laki-laki membawa lari anak gadis orang merupakan perbuatan
dosa, oleh karenanya perlu diadakan upacara pertobatan. Adapun prosesnya adalah sebagai
berikut (Budiwanti, 2000: 264).
Berapa hari setelah jumlah sajikrama ditetapkan, seorang kiai diundang untuk
menyelenggarakan upacara metikah buah lekuk. Metikah buah lekuk berasal dari kata
metikah yang berartu mengawini dan buah lekuk yang berarti buah makan sirih. Disebut
metikeh buah lekuk karena sang kiai menggunakan bahan sirih untuk memberkati upacara
perkawinan.Upacara ini diawali dengan ritual bedak keramas, yaitu secara simbolis
memandikan dengan memercikkan santan kelapa ke kepala pasangan yang baru saja
melakukan merarik. Upacara ini juga disebut tobat kakas (pertobatan) bagi dosa-dosa
yangpernah dilakukan oleh kedua mempelai.
Pasca ritual ini,kedua mempelai telah diperbolehkan untuk melakukan hubungan seksual,
tetapibelum secara sosial (berbaur dengan keluarga mempelau perempuan)akan didapatkan
mempelai laki-laki setelah ia membayar sajikrama pada upacara sorong serah.

4. Upacara Sorong Serah

Pembayaran sajikrama atau sorang serah kepada keluarga mempelai wanita merupakan
tahapan paling penying,karna menentukan sahnya perkawinan sasak baik secara sosial
maupun adat.Oleh karnanya,mempelai pria akan segera berupaya untuk memenuhi
sajikrama yang telah disepakati pada saat ngeraosang sajikrama.Secara garis besar prosesi
sorong serah dapat diilustrasikan sebagai berikut (Budiwanti,2000:265-267).
Setelah sajikrama yang harus dibayarkan oleh pihak mempelai laki-laki terkumpul,maka
pihak laki-laki segera mengadakan selamatan arta.Tujuannya adalah untuk menjamin
keselamatan sebelum diserahkan kepada keluarga mempelai wanita.Upacara ini diakhiri
dengan pariapan selamatan arta (hajatan makan bersama).

Pembayun dari pihak keluarga mempelai laki-laki menuju rumah mempelai perempuan
untuk mengantarkan sajikrama pada saat waktu penyerahan telah tiba,maka barang-barang
sajikrama diantar keluarga perempuan dengan berjalan kaki oleh seorang pengurang atau
pembayun,yang kemudian bertindak sebagai juru bicara mempelai pria.Pembayun atau
pengurang diiringi oleh sekelompok laki-laki sambil membawa barang-barang sajikrama
seperti: tubak (tombak), rombong (keranjang bambu), piring-piring berisi uang logam cina
atau rupiah,dan wirang (sapi atau kerbau).Rombongan pengantar ini biasanya diiringi
dengan musik.Rombongan ini kemudian berhenti didepan rumah mempelai,dan duduk
bersila dirumah.

Pembayun dari pihak mempelai laki-laki duduk bersila didepan rumah mempelai
perempuan untuk meminta ijin diperkenankan memasukli rumah kemudian,pembayun dari
pihak laki-laki meminta ijin agar rombongannya diperkenankan memasuki rumah
mempelai perempuan.
Pembayun mempelai perempuan menjawab permintaan tersebut dengan menanyakan
maksud kedatangan rombongan mempelai pria.Kemudian terjadilah dialog antar kedua
pembayun tersebut dengan menggunakan bahasa sasak halus.Keberadaan pembayun
mempelai pria sangat penting,sehingga jika tidak ada(baca :membawa),maka pengantin
pria harus membayar denda pengurang.

Dengan menggunakan bahasa sasak halus,pembayun pengantin mempelai laki-laki


menyampaikan maksud kedatangannya setelah terjadi dialog tersebut,biasanya pembayun
pengantin perempuan mempersilahkan rombongan mempelai pria memasauki rumah.etika
sampai didepan beranda (berugak) rumah,rombongan mempelai pria kembali duduk bersila
ditanah menghadap perwakilan mempelai wanita,yang terdiri dari kepala dusun,pembekel
adat, pemangku, dan toak lokak.
Dialog deti-detik penyerahan sajikrama disini,pembayun pihak laki-laki kembali
mengutarakan maksudnya dengan penuh sopan santun.
Pembayun pihak pengantin pria menyerahkan sajikrama kemudian dua orang pria dari
pihak perempuan memeriksa barang-barang sajikrama yang dibawa oleh mempelai
pria.Setelah barang-barang sajikrama yang dibawa mempelai pria telah sesuai dengan
keputusan ngeraosang sajikrama,maka kedua pemeriksa barang tersebut kemudian
melaporkan kepada perwakilan mempelai wanita yang duduk diatas korsi berugak.

Pihak mempelai perempuan memeriksa sajikrama kemudian perwakilan mempelai


perempuan mempersilahkan rombongan mempelai pria untuk naik keatas berugak,dan
duduk bersama mereka.Kemudian barang-barang sajikrama yang terdiri dari rombong
(keranjang) berisi beras benang (beras dan benang putih),uang tunai,bahan makan sirih,dan
uang logam cina yang diuntai dengan tali bambu diserahkan kepada pihak mempelai
perempuan untuk mendapatkan pemberkatan dari penghulu.Prosesi dilanjutkan dengan
melepaskan untaian uang cina tersebut.Pelepasan untaian sebagai simbul bahwa dosa-dosa
kedua mempelai dimasa lalu telah dilepaskan.Kemudian uang cina yang baru dilepaskan
dari ikatan tersebut dibagikan kepada para hadirin yang duduk diatas berugak,yaitu
rombongan mempelai laki-laki,para saksi yang duduk diatas berugak,dan tentu saja orang
tua mempelai perempuan.Setelah uang dibagi-bagikanperwakilan mempelai pria berjabat
tangan dengan keluarga mempelai perempuan.
Berdoa setelah penyerahan sajikrama kemudian rombongan keluarga mempelai pria
mohon ijin untuk pulang.

5. Resepsi pernikahan

Resepsi pernikahan sasak yang ditandai dengan penyemblehan kerbau (selamatan tampah
wirang) dan pemberkatan perkawinan (metikah) secara umum diadakan setelah uapacara
sorong serah dan bertempat dirumah keluarga mempelai perempuan.Namun,jika pihak
keluarga pihak perempuan tidak mampu menyelenggarakan resepsi pernikahan, misalnya
karna alasan ekonomi,maka pihak mempelai laki-laki dapat mengambil alih pelaksanaan
selamatan tampah wirang dan metikah.Dalam kasus demikian,pembayun keluarga
mempelai laki-laki mengundang dan meminta wali mempelai perempuan untuk
menghadiri(baca: menjadi saksi) upacara metikah yang diadakan dikediaman keluarga
mempelai laki-laki.

Pelaksanaan resepsi pernikahan ini melibatkan tetangga dan saudara dari keluarga
mempelai laki-laki.Pekerjaan mempersiapkan segala keperluan yang dibutuhkan selama
resepsi pernikahan dilakukan secara bersama-sama, namun dengan wilayah kerja yang
berbeda-beda antara laki-laki dan perempuan.Ilustrasi pelaksanaan selamatan tampah
wiarang dan metikah adalah sebagai berikut (Budiwanti,2000:267-269)
Pada hari dan waktu yang telah ditentukan, kiai menyembelih kerbau atau sapi.Setelah sapi
atau kerbau disembelih,sebagian pria yang hadir memotong-motong daging sembelihan
tersebut, dan sebagian yang lain mempersiapkan bumbu-bumbu dan rempah-rempahan
yang lainnya.
Panitia resepsi pernikahan menggunakan pakaian adat.Pada saat hampir bersamaan, para
wanita juga sibuk menanak nasi dan meletakkan makanan-makanan pelengkap lainnya
diatas sampak (nampan tanah liat).
Ketika para undangan, baik laki-laki maupun perempuan, sibuk mempersiapkan suguhan
resepsi pernikahan, kedua mempelai melakukan ritual bedak keramas dengan bimbingan
seorang kiai.Dilanjutkan dengan ritual nyerepet (memotong rambut depan) dan merosok
(meratakan gigi) bagi yang belum pernah melaksanakannya.Kemudian kedua mempelai
didandani dengan pakaian tradisional.
Selanjutnya, kedua mempelai menuju ketempat dilangsungkannya upacara metikah.
Khusus mempelai perempuan, diusung dengan menggunakan tandu.Ayah mempelai
perempuan (wali) dengan memakai pemasak (kain dipundak) berjalan didepan dengan
diikuti mempelai pria dan kerabat laki-laki yang membawa selembar tikar, sebuah
rombong berisi batun kawin dan tongkat rotan.
Kemudian wali dan mempelai pria mengambil wudhu, dan duduk berhadapan sambil
menyentuhkan ibi jari-jari dan jemari mereka. Dengan disaksikan tokoh-tokoh adat, wali
mengawinkan kedua mempelai.
Pengantin diarak menuju tempat resepsi perkawinan dan gendang beleq ditabuh mengiringi
pengantin.Setelah itu dilanjutkan dengan ritual metobat (pertobatan). Ritual ini dimulai
oleh seoranh kiai dengan mengeluarkan batun kawin serta keping uang logam cina dari
dalam rombong. Kemudian sang kiai melemparkan keping uang logam cina tersebut ke
berugak, yaitu tempat berkumpulnya tamu-tamu terhormat. Setiap keping uang logam cina
itu dilemparkan, wali memukulkan rotannya ke punggung mempelai laki-laki. Pukulan-
pukulan ini sebagai hukuman karna mempelai pria telah melarikan anak gadis orang.

Iring-iringan menuju menuju lokasi resepsi pernikahan, prosesi dilanjutkan dengan


pembacaan doa penobat, yaitu doa agar kesalahan kedua mempelai diampuni oleh kiai.
Kemudian, wali meminta (menyilak) kiai agar memimpin acara pernikahan. Tahap ini
ditandai dengan pembacaan syahadat oleh mempelai laki-laki. Ketika mempelai laki-laki
membaca syahadat, ia menyentuhkan ibu jarinya dengan ibu jari tangan kiai.Setelah itu
dilakukan pemberkatan oleh kiai dengan pembacaan doa, yang berisi permohonan agar
kedua mempelai hidu bahagia dan sejahtera.
Kiai memberikan pemberkatan dan berdoa agar kedua mempelai senantiasa hidup
bahagia.Resepsi pernikahan ini diakhiri dengan makan bersama..Mempelai perempuan
mencium tangan suaminya.
Demikian runtutan acara pernikahan sasak, setelah acara resepsi selesai, maka kedua
mempelai sah secara adat dan sosial sebagai suami-istri. Mulai saat itu juga, suami
berkewajiban menapkahi istrinya, dan istri berhak meminta talak sepisan (permintaan cerai
tahap pertama jika sang suami tidak mampu memenuhi kewajiban-kewajibann

Você também pode gostar