Você está na página 1de 37

BAB III

KAJIAN PUSTAKA & KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kajian Teori

3.1.1. Pengertian K3

Safety berasal dari bahasa Inggris yang artinya keselamatan. Kata-kata

safety sudah sangat popular dan d ipahami oleh hampir semua kalangan. Bahkan

sebagian besar perusahaan lebih suka menggunakan kata safety dari pada

keselamatan. Hughes and Ferret (2007:2) mendefinikan Safety (Keselamatan)

adalah perlindungan orang dari cedera fisik, sedangkan Health (kesehatan) adalah

perlindungan tubuh dan pikiran orang-orang dari penyakit yang dihasilkan dari

bahan, proses atau prosedur yang digunakan di tempat kerja. Saat ini safety sudah

tidak dapat dipisahkan dengan kesehatan (Health) dan lingkungan (Environment)

atau yang lebih dikenal dengan Safety Health Environment (SHE), ada juga yang

menyebutnya Occupational Health & Environment Safety (OH&ES). Sehingga

Safety dapat diartikan sebagai suatu kondisi dimana seseorang terbebas dari

kecelakaan atau bahaya baik yang dapat menyebabkan kerugian secara material

dan spiritual. Maka secara lebih luas safety dapat diartikan sebagai kondisi dimana

tidak terjadinya atau terbebasnya manusia dari kecelakaan, penyakit akibat kerja

dan kerusakan lingkungan akibat polusi yang dihasilkan oleh suatu proses industri

Gustin (2008:1) mengatakan karena keselamatan di tempat kerja adalah

suatu masalah yang kompleks, mengelola fungsi keselamatan dapat menjadi

proses yang menantang. Kompleksitas ini berakar pada fakta bahwa keselamatan

19

http://digilib.mercubuana.ac.id/
20

adalah kondisi kerja dan, oleh karena itu, pekerja sepenuhnya tunduk pada hukum

ketenagakerjaan, termasuk hukum kompensasi pekerja.

Pengertian K3 berdasarkan Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI

dalam UU Keselamatan Kerja No. 1 Tahun 1970

Secara filosofi : Suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan

kesempurnaan baik jasmaniah maupun rokhaniah tenaga

kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya, hasil

karya dan budayanya menuju masyarakat adil dan makmur

Secara Keilmuan : Ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha

mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit

akibat kerja

Secara Praktis : Merupakan suatu upaya perlindungan agar tenaga kerja

selalu dalam keaadaan selamat dan sehat selama melakukan

pekerjaan di tempat kerja serta bagi orang lain yang

memasuki tempat kerja maupun sumber dan proses

produksi dapat secara aman dan efisien dalam

pemakaiannya

K3 adalah singkatan dari Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang dalam

bahasa Inggris disebut sebagai Occupational Health and Safety, disingkat OHS.

K3 atau OHS adalah kondisi yang harus diwujudkan di tempat kerja dengan

segala daya upaya berdasarkan ilmu pengetahuan dan pemikiran mendalam guna

melindungi tenaga kerja, manusia serta karya dan budayanya melalui penerapan

http://digilib.mercubuana.ac.id/
21

teknologi pencegahan kecelakaan yang dilaksanakan secara konsisten sesuai

dengan peraturan perundangan dan standar yang berlaku.

3.1.2. Filosofi K3

International Association of Safety Profesional (IASP) yang dikutip oleh

Ramli (2010:23) menetapkan 8 prinsip K3 yang menjadi landasan pengembangan

K3 sebagai berikut:

1. Safety is an ethical responsibility (K3 adalah tanggung jawab

moral/etik)

Masalah K3 adalah tanggungjawab moral untuk melindungi keselamatan

sesama manusia, bukan hanya sekedar pemenuhan terhadap peraturan

ataupun profit semata. Pekerja harus sadar bahwa apabila terjadi

kecelakaan, bukan hanya dia saja yang menanggung, tetapi seluruh

keluarganya akan juga menanggung akibat yang ditimbulkan. Mempunyai

kesadaran dari diri sendiri akan pentingnya keselamatan kerja,

Keselamatan dan Kesehatan kerja akan lebih mudah diwujudkan.

2. Safety is a culture not a program (K3 adalah budaya, bukan hanya

sekedarprogram)

Banyak perusahaan yang menganggap bahwa safety hanyalah sebuah

program yang harus dijalankan untuk tujuan tertentu misalnya sebagai

salah satu syarat untuk mrngikuti tender. Pemikiran inilah yang harus

diubah. Safety adalah sebuah cerminan budaya kerja yang ada dalam

http://digilib.mercubuana.ac.id/
22

perusahaan tersebut. K3 yang baik akan mencerminkan bahwa kondisi

ketenagakerjaan didalam perusahaan tersebut juga baik.

3. Management is responsible (K3 adalah tanggungjawab manajemen)

Dalam pelaksanaannya, tanggungjawab K3 dapat didelegasikan dari

manajemen puncak kepada level yang dibawahnya. Akan tetapi

tanggungjawab utama tetap pada manajemen puncak. Sering terjadi

apabila terjadi kecelakaan kerja manajemen puncak hanya menyalahkan

bawahannya misalkan supervisor dan manajer produksi.

4. Employees must be trained to work safely (Pekerja harus dididik untuk

bekerja dengan aman)

Semua elemen yang terlibat dalam suatu pekerjaan harus mengetahui dan

dapat mengaplikasikan keselamatan dan kesehatan kerja. Hal ini

dikarenakan setiap pekerjaan memiliki karakteristik bahaya yang berbeda-

beda. Oleh karena itu, pekerja harus dididik untuk dapat bekerja dengan

aman dan meminimalkan resiko terjadinya kecelakaan kerja.

5. Safety is condition of employment (K3 adalah cermin kondisi

ketenagakerjaan)

K3 bukan hanya sekedar program, tetapi lebih kepada cerminan dari

kondisi ketenagakerjaan dalam sebuah perusahaan. Mempunyai K3 yang

baik, bisa dipastikan bahwa kondisi lingkungan kerja juga baik sehingga

tingkat kenyamanan pekerja dalam bekerja juga tinggi.

6. All injuries are preventable (Semua kecelakaan dapat dicegah)

Pemikiran bahwa semua keceakaan dapat dicegah harus ditanamkan

http://digilib.mercubuana.ac.id/
23

dalam setiap elemen perusahaan. Mengetahui potensi kemungkinan

kecelakaan yang akan timbul, akan diperoleh tindakan pencegahan

terhadap kecelakaan tersebut, dengan demikian kecelakaan akan bisa

dihindari.

7. Safety programs must be site specific (Program K3 bersifat spesifik)

Program K3 tidak bisa dikembangkan atau dibuat secara sembarangan

ataupun mungkin meniru yang sudah ada. Program K3 harus dibuat secara

spesifik dengan menyesuaikan kondisi di tempat kerja dan potensi

kecelakaan yang mungkin timbul dilihat dari segi kultur, sifat kegiatan,

biaya, dan sebagainya.

8. Safety is good for business (K3 baik untuk bisnis)

Pandangan pelaksanaan K3 akan menambah pengeluaran perusahaan

harus diubah. Pelaksaan K3 merupakan sebuah investasi. K3 mirip

dengan fenomena gunung es di lautan yang tampak hanya sedikit tetapi

sebenarnya sangat besar. Bayangkan bila terjadi kecelakaan kerja, berapa

keruian yang timbul diakibatkan adanya biaya untuk kompensasi dan

pengobatan, produksi yang berhenti, biaya perbaikan mesin, dan kerugian

yang lain.

3.1.3. Tujuan K3

Sebagaimana dinyatakan dalam pengertian K3 secara filosofi bahwa

berdasarkan UU No. 1 Tahun 1970 K3 ditujukan untuk menjamin kesempurnaan

jasmani dan rohani tenaga kerja hasil karya dan budayanya. Oleh karena itu

http://digilib.mercubuana.ac.id/
24

keselamatan dan kesehatan kerja bertujuan untuk mencegah dan mengurangi

terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja, dan menjamin:

1. Setiap tenaga kerja dan orang lainnya yang berada di tempat kerja mendapat

perlindungan atas keselamatannya

2. Setiap sumber produksi dapat dipakai dan dipergunakan secara aman dan

efisien

3. Proses produksi berjalan lancar

Kondisi tersebut diatas setiap usaha dicapai antara lain bila kecelakaan

termasuk kebakaran, peledakan, dan penyakit akibat kerja dapat dicegah dan

ditanggulangi. Oleh karena itu setiap usaha keselamatan dan kesehatan kerja tidak

lain adalah usaha pencegahan dan penanggulangan kecelakaan di tempat kerja.

Pencegahan dan penanggulangi kecelakaan kerja haruslah ditujukan untuk

mengenal dan menemukan sebab-sebabnya bukan gejala-gejalanya untuk

kemudian sedapat mungkin menghilangkan atau mengeliminirnya.

3.1.4. Pengertian Sistem Manajemen K3

Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) seperti

yang didefinikan dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi adalah

bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur

organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan prosedur, proses dan

sumberdaya yang dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan, pencapaian,

pengkajian dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam

http://digilib.mercubuana.ac.id/
25

rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya

tempat kerja yang aman, efisien dan produktif.

Tujuan dan sasaran SMK3 sesuai Pemenaker tersebut adalah

1. Menciptakan suatu sistem keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja

dengan melibatkan unsur manajemen, tenaga kerja, kondisi dan

lingkungan kerja yang terintegrasi

2. Mencegah dan mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja

3. Terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif.

Manfaat dari penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan

Kerja berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Per 05/Men/96 adalah:

1. Bagi Perusahaan:

a. Mengetahui pemenuhan perusahaan terhadap peraturan perundangan

dibidang K3

b. Mendapatkan bahan umpan balik bagi tinjauan manajemen dalam

rangka meningkatkan kinerja SMK3

c. Mengetahui efektifitas, efisiensi dan kesesuaian serta kekurangan dari

penerapan SMK3

d. Mengetahui kinerja K3 di Perusahaan

e. Meningkatkan image perusahaan yang pada akhirnya akan

meningkatkan daya saing perusahaan

f. Meningkatkan kepedulian dan pengetahuan karyawan mengenai K3

yang juga akan meningkatkan produktivitas perusahaan

g. Terpantaunya bahaya dan risiko di perusahaan

http://digilib.mercubuana.ac.id/
26

h. Penanganan berkesinambungan terhadap risiko yang ada diperusahaan.

i. Mencegah kerugian yang lebih besar kepada perusahaan

j. Pengakuan terhadap kinerja K3 diperusahaan atas pelaksanaan SMK3

2. Bagi Pemerintah

a. Sebagai salah satu alat untuk melindungi hak karyawan dibidang K3

b. Meningkatkan mutu kehidupan bangsa dan image bangsa di forum

international

c. Mengurangi angka kecelakaan kerja yang sekaligus akan

meningkatkan produktifitas kerja atau nasional

d. Mengetahui tingkat penerapan terhadap peraturan perundangan

3.1.5. Prinsip SMK3

Pihak-pihak yang harus menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan dan

Kesehatan Kerja adalah setiap tempat kerja atau perusahaan yang

memperkerjakan karyawan sebanyak seratus orang atau lebih atau pekerjaan yang

mengandung potensi bahaya yang ditimbulkan oleh karakteristik proses atau

bahan produksi yang dapat mengakibatkan kecelakaan kerja seperti, peledakan,

kebakaran, pencemaran dan penyakit akibat kerja

Sesuai dengan Bab III pasal 3 Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.

PER.05/MEN/1996, penerapan SMK3 diwajibkan kepada perusahaan dengan

tingkat penerapan sebagai berikut:

1. Perusahaan kecil atau perusahaan dengan tingkat resiko rendah harus

menerapkan sebanyak 64 kriteria

http://digilib.mercubuana.ac.id/
27

2. Perusahaan sedang atau perusahaan dengan tingkat resiko menengah harus

menerapkan sebanyak 122 kriteria

3. Perusahaan besar atau perusahaan dengan tingkat resiko tinggi harus

menerapkan sebanyak 166 kriteria

Prinsip dasar Sistem Manajemen K3 terdiri dari 5 yang dilaksanakan

secara berkesinambungan, kelima prinsip tersebut yaitu:

1. Komitmen

Terdapat hal yang menjadi perhatian penting terdiri atas 3 hal yaitu:

a. Kepemimpinan dan Komitmen

Pentingnya komitmen untuk menerapkan SMK3 ditempat kerja dari

seluruh pihak yang ada di tempat kerja, terutama dari pihak pengurus dan

tenaga kerja serta pihak lain juga diwajibkan untuk berperan serta dalam

penerapan ini.

b. Tinjauan Awal K3

Tempat kerja harus melakukan peninjauan awal atas K3 di tempat kerja

dengan cara-cara:

1) Mengidentifikasi kondisi yang ada di Perusahaan dengan

membandingkan dengan hal-hal yang diatur dalam Permenaker

05/1996

2) Mengidentifikasi sumber bahaya dari kegiatan-kegiatan yang

dilakukan tempat kerja

3) Memenuhi akan pengetahuan dan peraturan perundangan

http://digilib.mercubuana.ac.id/
28

4) Membandingkan penerapan yang ada di tempat kerja dengan

penerapan yang dilakukan oleh tempat kerja yang lebih kerja

5) Meninjau sebab akibat dari kegiatan yang membahayakan dan hal-hal

lain yang terkait dengan K3

6) Menilai efisiensi dan efektifitas dari sumber daya yang telah

disediakan

c. Kebijakan K3

Menunjukkan kesungguhan dari komitmen yang dimiliki dengan cara

melakukan komitmen tertulis dan ditandatangani oleh pengurus tertinggi

dari tempat kerja tersebut. Komitmen tertulisnya sering tersebut

selanjutnya disebut kebijakan, juga harus memuat visi dan tujuan,

kerangka dan program kerja yang bersifat umum dan atau operasional.

Kebijakan ini harus melewati proses konsultasi dengan pekerja atau wakil

pekerja dan disebarluaskan kepada seluruh pekerja. Kebijakan ini juga

harus bersifat dinamis artinya sering ditinjau ulang agar sesuai dengan

kondisi yang ada.

2. Perencanaan

Perencanaan yang dibuat oleh perusahaan harus efektif dengan memuat

sasaran yang jelas sebagai pengejawantahan dari kebijakan K3 tempat kerja

dan indicator kinerja serta harus dapat menjawab kebijakan K3. Dan hal yang

perlu diperhatikan dalam perencanaan adalah identifikasi sumber bahaya,

penilaian dan pengendalian risiko serta hasil tinjauan awal terhadap K3

Dalam perencanaan ini secara lebih rinci terbagi menjadi beberapa hal:

http://digilib.mercubuana.ac.id/
29

a. Perencanaan identifikasi bahaya, penilaian dan pengendalian resiko dari

kegiatan, produk barang dan jasa

b. Pemenuhan akan peraturan perundangan dan persyaratan lainnya dan

setelah itu mendiseminasikan kepada seluruh tenaga kerja.

c. Menetapkan tujuan dan sasaran dari kebijakan K3 yang harus dapat

diukur, menggunakan satuan/indikator pengukuran, sasaran pencapaian

dan jangka waktu pencapaian

d. Menggunakan indikator kinerja sebagai penilaian kinerja K3 sekaligus

menjadi informasi keberhasilan pencapaian SMK3

e. Menetapkan sistem pertanggungjawaban dan sarana untuk pencapaian

kebijakan K3

3. Implementasi

Setelah membuat komitmen dan perencanaan maka tiba pada tahap penting

yaitu Penerapan SMK3. Pada tahap ini yang perlu diperhatikan oleh

Perusahaan adalah:

a. Adanya jaminan kemampuan

b. Kegiatan pendukung

c. Identifikasi sumber bahaya, penilaian dan pengendalian resiko

4. Pengukuran / Evaluasi

Pengukuran dan evaluasi ini merupakan alat yang berguna untuk:

a. Mengetahui keberhasilan penerapan SMK3

b. Melakukan identifikasi tindakan perbaikan

c. Mengukur, memantau dan mengevaluasi kinerja SMK3

http://digilib.mercubuana.ac.id/
30

Dan untuk menjaga tingkat kepercayaan terhadap data yang akan diperoleh

maka beberapa proses harus dilakukan seperti kalibrasi alat, pengujian

peralatan. Ada 3 (tiga) kegiatan dalam melakukan pengukuran dan evaluasi

yang diperkenalkan oleh peraturan ini, yaitu:

a. Inspeksi dan pengujian

b. Audit SMK3

c. Tindakan perbaikan dan pencegahan

5. Peninjauan ulang dan Perbaikan

Tinjauan ulang meliputi:

a. Evaluasi terhadap penerapan kebijakan K3

b. Tujuan, sasaran dan kinerja K3

c. Hasil temuan audit SMK3

d. Evaluasi efektifitas penerapan SMK3

e. Kebutuhan untuk mengubah SMK3

3.1.6. Bahaya / Hazard

Hughes and Ferret (2007:2) Bahaya dan risiko-bahaya adalah potensi zat,

kegiatan atau proses menimbulkan kerusakan. Bahaya dapat berbentuk apapun,

misalnya bahan kimia, listrik dan penggunaan tangga. Bahaya dapat

diperingkatkan terhadap bahaya lain atau ke mungkinan tingkat bahaya. Risiko

adalah zat, kegiatan atau suatu proses yang menyebabkan kerusakan. Risiko dapat

dikurangi dan bahaya dapat dikendalikan oleh manajemen yang baik.

http://digilib.mercubuana.ac.id/
31

PT. Conbloc Infratechno (2014:4) mendefinisikan bahaya adalah sifat dari

suatu bahan, cara kerja suatu alat, cara melakukan suatu pekerjaan, tempat dan

posisi atau kondisi lingkungan kerja yang dapat menimbulkan kerusakan harta

benda, penyakit akibat kerja, cedera, cacat sementara dan permanen, maupun

kematian.

Adapun jenis-jenis bahaya dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Bahaya Benda Bergerak (Kinetic Hazards): a. Benda bergerak lurus/linear

movement (mesin penempa, mesin potong, ban berjalan, mobil dll.); b.

Benda bergerak berputar/rotation(roda, roda gigi, crane, gerinda, pulley,

katrol dll; c. Benda bergerak tak beraturan (debu, percikan metal/partikel/zat

kimia, semprotan berte kanan dll); d. Pengangkatan/Pengangkutan (beban

terlalu berat/cepat) dll.

2. Bahaya Benda Diam (Static Hazards): a. Bahaya pebedaan elevasi/

gravitasi; b. Bahaya air; c. Bahaya kerusakan perkakas/sarana kerja; d.

Bahaya konstruksi (jembatan/perancah ambruk dll); e. Bahaya pemasangan

(sambungan/baut tidak kuat dll).

3. Bahaya Benda Fisik (Physical Hazards): a. Cahaya (terang, gelap dll); b.

Bising; c. Suhu (ruang, benda) d. Tekanan (tinggi, rendah); e. Radiasi

elektromagnetis (ultra violet, infra red dll); f. Radiasi ionisasi (rontgen,

radioactive/nuklir dll), g. Getaran.

4. Bahaya Listrik (Electrical Hazards): a. Tersentuh; b. Kegagalan alat

pengaman (fuse, grounding, breaker dsb); c. Kelebihan beban; d.

Loncatan bunga api; e. Isolasi tidak sempurna dll.

http://digilib.mercubuana.ac.id/
32

5. Bahaya Kimiawi (Chemical Hazards): a. Kebakaran/ ledakan; b. Bahaya

keracunan gas/uap/kabut-mist/uapfumes/debu/asap); c. Bahaya korosif (zat

asam. basa alkali dll) d. Perstisida, dll

6. Bahaya Biologis (Biological Hazards): a. Bisa; b. Kuman, bakteri, virus,

jamur; c. Cacing; d. Tumbuh-tumbuhan, e.Hewan,serangga dll.

7. Bahaya Ergonomis (Ergonomics Hazard): a. Posisi bekerja; b. Posisi

mengangkat barang; c. Ukuran ruang bebas dll.

8. Bahaya Psikologis (Psychological Hazards): a. Stress; b. Hubungan tidak

harmonis; c. Problem keluarga dl

3.1.7. Manajemen Resiko (Risk Management)

Manajemen risiko adalah sistematis, proses analisis yang

mempertimbangkan kemungkinan ancaman merugikan individu atau aset fisik.

Manajemen risiko mengidentifikasi tindakan yang mengurangi risiko dan

mengurangi konsekuensi dari serangan atau peristiwa. Manajemen risiko

mengakui bahwa risiko umumnya tidak bisa dihilangkan namun risiko dapat

dikurangi dengan meningkatkan proteksi terhadap ancaman pontesial yang

dikenal (Gustin, 2008:113). Penilaian risiko merupakan bagian penting dari tahap

perencanaan sistem manajemen kesehatan dan keselamatan. Metode penilaian

risiko yang digunakan untuk menentukan prioritas dan menetapkan tujuan untuk

menghilangkan bahaya dan mengurangi risiko. Jika memungkinkan, risiko

dieliminasi melalui seleksi dan desain fasilitas, peralatan dan proses. Jika risiko

tidak dapat dihilangkan, mereka diminimalkan dengan menggunakan kontrol fisik

http://digilib.mercubuana.ac.id/
33

atau, sebagai upaya terakhir, melalui sistem kerja dan alat pelindung diri (Hughes

and Ferret, 2007:67).

Prinsip-prinsip manajemen risiko ini termasuk diantaranya yaitu (Gustin,

2008:114):

1. Mengidentifikasi kelemahan dalam suatu perusahaan, sistem atau organisasi;

2. Menawarkan metode yang realistis untuk membuat keputusan tentang

pengeluaran sumber daya yang langka dan pemilihan penanggulangan biaya-

efektif untuk melindungi aset;

3. Meningkatkan tingkat keberhasilan upaya keamanan perusahaan/organisasi

dengan menekankan komunikasi risiko dan rekomendasi kepada otoritas

pengambilan keputusan akhir; dan

4. Membantu manajer fasilitas, pemilik bangunan dan profesional keamanan

serta pengambil keputusan kunci lainnya menjawab pertanyaan "Berapa

banyak keamanan yang cukup?"

Risiko merupakan fungsi dari aset, ancaman dan kerentanan, sehingga

manajemen risiko memungkinkan organisasi dan perusahaan untuk menentukan

(Gustin, 2008:114):

1. Besar dan pengaruh potensi kerugian;

2. Kemungkinan kerugian tersebut benar-benar terjadi; dan akhirnya,

3. Tindakan penanggulangan yang bisa menurunkan probabilitas atau besarnya

kerugian.

Tujuan utama dari penilaian risiko adalah untuk menentukan langkah-

langkah yang diperlukan oleh organisasi untuk mematuhi undang-undang

http://digilib.mercubuana.ac.id/
34

kesehatan dan keselamatan yang relevan dan, dengan demikian, mengurangi

tingkat kecelakaan kerja dan penyakit. Tujuannya adalah untuk membantu

pengusaha atau wiraswasta orang untuk menentukan langkah-langkah yang

diperlukan untuk memenuhi kewajiban hukum-hukum mereka di bawah

Kesehatan dan Keselamatan Kerja Undang-Undang 1974 atau Peraturan terkait.

Penilaian risiko harus mencakup semua orang yan gmungkin berisiko, seperti

pelanggan, kontraktor dan anggota masyarakat. Dalam kasus kerja bersama,

penilaian risiko secara keseluruhan mungkin diperlukan dalam kemitraan dengan

pengusaha lainnya (Hughes and Ferret, 2007:68).

Proses Analisis bahaya adalah proses menyeluruh, tertib, melalui

pendekatan sistematis untuk mengidentifikasi, mengevaluasi, dan mengendalikan

bahaya melibatkan bahan kimia yang sangat berbahaya. Pemberi kerja harus

melakukan proses analisis bahaya awal (evaluasi bahaya) pada semua proses

produksi. Metodologi analisis bahaya proses yang dipilih harus sesuai dengan

kompleksitas proses dan harus mengidentifikasi, mengevaluasi, dan

mengendalikan bahaya yang terliba tdalam proses. Pemberi kerja harus

menggunakan satu atau lebih metode berikut, yang sesuai, untuk menentukan dan

mengevaluasi bahaya proses yang dianalisis, diantaranya (Herman and Jeffress,

2000: 9):

A. Hazard and operability study (HAZOP)

B. Failure mode and effects analysis (FMEA)

C. What-if/checklist,

D. Fault tree analysis, or

http://digilib.mercubuana.ac.id/
35

E. An appropriate equivalent methodology

A. Hazard and operability study (HAZOP) / Hazard Identification and Risk

Assesment (HIRA)

Hazard and Operability Study (HAZOP) / Hazard Identification and Risk

Assesment (HIRA) adalah standar teknik analisis bahaya yang digunakan dalam

persiapan penetapan keamanan dalam suatu sistem baru atau modifikasi untuk

suatu keberadaan potensi bahaya atau masalah operabilitynya. HAZOP / HIRA

adalah suatu metode identifikasi bahaya yang sistematis teliti dan terstruktur

untuk mengidentifikasi berbagai permasalahan yang menganggu jalanya proses

dan risiko yang terdapat pada suatu peralatan yang dapat menimbulkan risiko

merugikan bagi manusia/ fasilitas pada sistem. Dengan kata lain metode ini

digunakan sebagai upaya pencegahan sehingga proses yang berlangsung dalam

suatu sistem dapat berjalan lancar dan aman (Juliana, 2008) dalam Pujiono et al

(2013:253). Tujuan penggunaan HAZOP/HIRA sendiri adalah untuk meninjau

suatu proses atau operasi pada suatu sistem secara sistematis untuk menentukan

apakah proses penyimpangan dapat mendorong kearah kejadian atau kecelakaan

yang tidak diinginkan. HAZOP / HIRA secara sistematis mengidentifikasi setiap

kemungkinan penyimpangan (deviation) dari kondisi operasi yang telah

ditetapkan dari suatu plant, mencari berbagai faktor penyebab (cause) yang

memungkinkan timbulnya kondisi abnormal tersebut, dan menentukan

konsekuensi yang merugikan sebagai akibat terjadinya penyimpangan serta

memberikan rekomendasi atau tindakan yang dapat dilakukan untuk mengurangi

http://digilib.mercubuana.ac.id/
36

dampak dari potensi risiko yang telah berhasil diidentifikasi (Munawir, 2010)

dalam Pujiono et al (2013:253).

Berdasarkan Work Instruction PT. KS (2006:11) tahapan perencanaan

resiko bahaya adalah sebagai berikut:

a. Identifikasi Bahaya (Hazard Identification), yaitu mengidentifikasi jenis

bahaya : jenis material, alat, pekerjaan, metoda kerja, posisi/ tempat/

ketinggian, kondisi tanah/pondasi, jalan, air tanah dsb). Termasuk

identifikasi jenis kecelakaan & penyakit akibat kerja yang mungkin

terjadi.

b. Penilaian Resiko, yaitu melakukan penilaian risiko dari bahayabahaya

yang sudah teridentifikasi, kemudian disusun untuk menentukan prioritas

penanganannya. Penilaian risiko bisa dilakukan dengan menggunakan

matrik penilaian risiko.

c. Pengendalian Resiko yaitu mengendalikan risiko akibat bahaya, menurut

tingkat pengendalian yang paling sesuai.

Gambar 3.1 Siklus Perencanaan

Sumber: WI PT. KS (2006)

http://digilib.mercubuana.ac.id/
37

Sistem Penilaian Resiko secara kuantitatif dapat dihitung dengan

perhitungan sebagai berikut (WI PT. KS, 2006: 13):

Nilai Risiko = Kegawatannya (Akibat) x Seringnya Terpapar (Pajanan) x

Kemungkinan terjadi

(Risk Score) = (Severity) x (Frequency) x (Probability) (3.1)

Dengan keterangan nilai pada masing-masing unsur nilai resiko pada

Tabel 3.1:

Tabel 3.1 Nilai Unsur Penilaian Resiko


TINGKAT RISIKO = Akibat x Pajanan x Kemungkinan

= (A) x (B) x (C) TINGKAT

A. Akibat (Konsekuensi)
Tingkat Keparahan dari suatu akibat
1. Bencana (Fatalitas yang sangat tinggi, kerusakan sangat luas/besar, 100
yang mengakibatkan korban banyak orang / tenaga kerja).
2. Sangat Fatal (mengakibatkan kerusakan yang luas/besar, yang 50
mengakibatkan korban beberapa orang / tenaga kerja).
3. Fatal (mengakibatkan kerusakan yang cukup luas / besar, 25
mengakibatkan korban hanya 1 ( satu ) orang / tenaga kerja )
4. Cidera Sangat Serius (menyebabkan korban dengan kecacatan 15
permanen, amputasi, keseimbangan tubuh tidak stabil)
5. Cidera yang menyebabkan ketidak mampuan, yang tidak begitu 5
serius dan tidak menimbulkan cacat).
6. Cidera ringan teriris atau tergores, memar, bengkak dan 1
kerugiannya sedikit).

B. Pemajanan (Pemaparan)
Kejadian yang membahayakan terjadi

1. Sangat Sering (Terjadinya terus menerus,atau setiap hari) 10


2. Sering (Diperkirakan satu kali dalam satu hari) 6
3. Kadang-kadang (dari satu kali dalam satu minggu sampai sekali 3
dalam satu bulan)
4. Biasanya (dari sekali dalam satu bulan sampai sekali dalam satu 2
tahun)
5. Jarang ( baru diketahui setelah terjadi ). 1
6. Sangat Jarang (terjadinya tidak diketahui, tapi diperkirakan 0,5
mungkin jarang terjadi)

http://digilib.mercubuana.ac.id/
38

Lanjutan Tabel 3.1. Nilai Unsur Penilaian Risiko


TINGKAT RISIKO = Akibat x Pajanan x Kemungkinan

= (A) x (B) x (C) TINGKAT

C. Kemungkinan (Peluang)
Urutan kecelakaan, termasuk akibat

1. Sangat Mungkin (kemungkinan paling banyak terjadi) 10


2. Cukup / diperkirakan mungkin terjadi, tidak biasa, 6
kemungkinan 50%:50%
3. Dapat merupakan urutan yang tidak biasa atau kebetulan 3
4. Dapat merupakan kebetulan yang jarang. Dapat diketahui jika 1
terjadi.
5. Sangat kecil kemungkinannya tapi dapat terjadi. Dapat terjadi 0,5
setelah beberapa tahun terpapar.
6. Secara praktek tidak mungkin ataupun jika terjadi sangat 0,1
kebetulan, kemungkinannya satu dari satu juta. Tidak pernah
terjadi selain jika terjadi pemaparan lebih dari beberapa tahun.

Sumber: WI PT. KS (2006)

Ketetapan nilai resiko dapat dikelompokan sebagai berikut :

1. Risiko dapat diterima (acceptable risk) : risiko yang telah diturunkan pada

tingkat yang dapat diterima perushaan dengan memperhatikan peraturan

legal dan kebijakan (nilai risiko 90)

2. Risiko yang tidak dapat diterima (inacceptable risk): Nilai risiko yang

tidak dapat diterima (inacceptable risk) adalah nilai risiko yang harus

dikendalikan (dilakukan perbaikan sesuai yang diperlukan). Ditetapkan

nilai risiko > 90 yaitu rumusan nilai risiko = konsekuensi (cidera sangat

serius) x pemajanan (kejadian dari sekali dalam satu bulan sampai sekali

dalam satu tahun) x kemungkinan (dapat merupakan urutan yang tidak

biasa atau kebetulan).

Prinsip Pengendalian risiko bahaya diantaranya (Hughes and Ferret,

2007:72) adalah:

http://digilib.mercubuana.ac.id/
39

1. Menghindari risiko; Ini berarti, misalnya, mencoba untuk berhenti

melakukan tugas atau menggunakan proses yang berbeda atau melakukan

pekerjaan dengan cara yang lebih aman yang berbeda

2. Mengevaluasi risiko yang tidak dapat dihindari; Hal ini membutuhkan

penilaian risiko yang akan dilaksanakan.

3. Memerangi risiko pada sumbernya; Ini berarti bahwa risiko, seperti

suasana kerja yang berdebu, dikendalikan dengan menghilangkan

penyebab debu daripada memberikan perlindungan khusus; atau lantai

licin diperlakukan atau diganti daripada memasang tanda.

4. Beradaptasi pekerjaan kepada individu, terutama dalam hal desain tempat

kerja, pilihan peralatan kerja dan pilihan metode kerja dan produksi,

dengan maksud, khususnya, untuk mengurangi pekerjaan monoton dan

bekerja pada pekerjaan-tingkat yang telah ditentukan dan untuk

mengurangi efeknya pada kesehatan.

5. Beradaptasi dengan kemajuan teknis; Hal ini penting untuk mengambil

keuntungan dari teknologi dan teknis kemajuan, yang sering memberikan

desainer dan pengusaha kesempatan untuk meningkatkan baik

keselamatan dan metode kerja.

6. Mengganti berbahaya oleh non-berbahaya atau kurang berbahaya

misalnya, peralatan atau bahan dengan zat non-berbahaya atau kurang

berbahaya.

7. Mengembangkan kebijakan pencegahan keseluruhan koheren yang

meliputi teknologi, organisasi kerja, kondisi kerja, hubungan sosial dan

http://digilib.mercubuana.ac.id/
40

pengaruh faktor yang berhubungan dengan lingkungan kerja. Kebijakan

kesehatan dan keselamatan harus disiapkan dan diterapkan dengan

mengacu pada prinsip-prinsip ini.

8. Memberikan tindakan perlindungan kolektif prioritas di atas upaya

perlindungan individu. Hal ini berarti memprioritaskan untuk mengontrol

langkah-langkah yang membuat tempat kerja yang aman bagi semua

orang yang bekerja di sana sehingga memberikan manfaat terbesar,

misalnya, menghapus debu berbahaya oleh ventilasi daripada memberikan

respirator penyaringan untuk pekerja individu. Hal ini kadang-kadang

dikenal sebagai pendekatan yang 'Tempat Aman' dari pada menerapkan

pengendalian risiko.

9. Memberikan instruksi yang sesuai kepada karyawan; Hal ini melibatkan

memastikan bahwa karyawan menyadari sepenuhnya kebijakan

perusahaan, prosedur keselamatan, praktek yang baik, bimbingan resmi,

hasil tes dan persyaratan hukum

Ketika menilai kehandalan pengendalian yang ada atau memperkenalkan

kontrol baru, hirarki pengendalian risiko harus dipertimbangkan. (Hughes and

Ferret, 2007:73)

1. Elimination

2. Substitution

3. Changing work methods/patterns

4. Reduced or limited time exposure

5. Engineering controls (e.g. isolation, insulation and ventilation)

http://digilib.mercubuana.ac.id/
41

6. Good housekeeping

7. Safe systems of work

8. Training and information

9. Personal protective equipment

10. Welfare

11. Monitoring and supervision

12. Review

B. Failure mode and effects analysis (FMEA)

FMEA (Failure Mode and Effect Analysis) adalah prediksi terhadap suatu

bagian atau suatu proses yang mungkin gagal dalam memenuhi suatu spesifikasi,

atau dengan kata lain menciptakan perkiraan cacat atau ketidaksesuaian dan

dampaknya pada pelanggan bila mode kegagalan itu tidak dicegah atau dikoreksi.

FMEA dilakukan selama tahap konseptual dan tahap awal design dari sistem

dengan tujuan untuk meyakinkan bahwa semua kemungkinan kegagalan telah

dipertimbangkan dan usaha yang tepat untuk mengatasinya telah dibuat untuk

meminimalisasi semua kegagalan yang potensial (Ambekar et al, 2013:37).

Prosedur FMEA adalah sebagai berikut (Ambekar et al, 2013:38):

1. Occurance (O) =frekuensi kemungkinan (keseringan) kegagalan terjadi

2. Severity (S) =tingkat keparahan akibat dari kegagalan tersebut.

3. Detectibility (D) = perkiraan subyektif tentang bagaimana efektifitas

dan metode pencegahan atau pendektesian.

Setiap efek diberikan nomor dari1 (tidak ada bahaya) sampai 10 (kritis).

Setelah tiga langkah dasar ini, risk priority number (RPN) terhitung. Risk priority

http://digilib.mercubuana.ac.id/
42

number (RPN) tidak memainkan peranan penting dalam pemilihan suatu tindakan

terhadap kegagalan.Mereka lebih pada nilai ambang batas dalam evaluasi

tindakan ini. Setelah menilai tingkat severity, occurrence and detectability, RPN

dapat dengan mudah dihitung dengan rumus sebagai berikut (Ambekar et al,

2013:39):

RPN = S O D (3.2)

Perhitungan ini dilakukan untuk keseluruhan proses produksi dan atau

desain produksi.

C. What-if/checklist

SWIFT adalah suatu teknik dalam identifikasi bahaya yang memiliki

sistem dan prosedur pada tingkat tinggi, berbeda dengan teknik identifikasi

bahaya seperti HAZOP (hazard dan studi operabilitas) dan FMEA (kegagalan

mode dan analisis dampak) berfokus pada arus proses atau perangkat keras pada

tingkat yang rumit. SWIFT mempertimbangkan penyimpangan dari operasi

normal diidentifikasi dengan brainstorming (Veritas, 2003) dalam Prassetiyo and

Desrianty (2013:57). Tahapan-tahapan yang harus dilakukan dalam melakukan

metoda SWIFT adalah:

1. Menentukan sistem yang akan diamati.

2. Mengidentifikasi potensi bahaya yang mungkin terjadi di stasiun kerja

menggunakan kata kunci checklist.

3. Membuat laporan kerja SWIFT stasiun kerja.

http://digilib.mercubuana.ac.id/
43

Laporan kerja SWIFT dibuat sampai penilaian risiko menggunakan

metoda Risk Rating Number. Pada metoda ini dilakukan proses penilaian risiko

dengan memperhatikan 2 aspek penting yaitu keparahan (severity) dan frekuensi.

Untuk menghitung besar nilai risiko yang dihasilkan dari sumber bahaya dapat

diperoleh dengan menghitung nilai RRN

(Risk Rating Number) sebagai berikut:

RRN = DPH x LO (3.3)

Keterangan:

LO = Likelihood of Occurance (Frequency)

Untuk melihat tingkat risiko setelah melakukan perhitungan RRN dapat

dilihat pada Tabel 3.2 (Aryanto, 2008) dalam Prassetiyo and Desrianty (2013:58):

Tabel 3.2. Peta Prioritas Risiko

RRN Tingkat Risiko

0.1 0.3 Prioritas paling rendah

0.4 4.0 Prioritas/risiko rendah

6.0 9.0 Prioritas menengah/risiko yang signifikan

10 Prioritas utama/dibutuhkan tindakan secepatnya

Sumber : Aryanto, 2008 dalam Prassetiyo and Desrianty 2013

D. Fault Tree Analysis

Setiap sistem keselamatan atau mitigasi harus dikuantifikasi kegagalannya.

Kegagalan merupakan komplemen dari kesuksesan yaitu f = 1 s. Salah satu cara

untuk mengkuantifikasi adalah dengan menggunakan analisis pohon kegagalan.

Analisis pohon kegagalan merupakan analisis induktif yaitu suatu kejadian

http://digilib.mercubuana.ac.id/
44

disebabkan oleh kejadian sebelumnya. Kejadian sebelumnya disebabkan oleh

kejadian lain lebih lanjut, kegagalan komponen atau kegagalan operator. Masing-

masing kegagalan dianalisis lebih lanjut penyebabnya sehingga sampai pada

kondisi kejadian dasar (basic event).Analisis pohon kegagalan dapat untuk

mengkuantifikasi kegagalan sistem, komponen, fungsi atau operasi. Model pohon

kegagalan dapat dipergunakan untuk menentukan a) Kombinasi beberapa

kegagalan, b) Probabilitas gagal, c) Titik lemah kritis pada sistem, komponen,

fungsi atau operasi.Kejadian puncak (Top Event) dari pohon kegagalan

menunjukkan kejadian atau kondisi yang tidak diinginkan (undesired

event/undesired state) dari suatu sistem sehingga hasilnya merupakan kegagalan

atau ketidaktersediaan (unavailability) sistem. Penyusunan pohon kegagalan

merupakan proses berulang dengan mendapatkan umpan balik dari proses PSA

lainnya.

Analisis pohon kegagalan merupakan proses yang kompleks sehingga

sudah disiapkan perangkat lunak yang digunakan untuk analisis tersebut,

misalnya: PSA pack, SAPHIRE, SALP, dan lain-lainnya. Hasil atau keluaran dari

perangkat lunak ini pada umumnya berupa cut set atau minimal cut set yang dapat

menyebabkan terjadinya kejadian puncak. Cut set merupakan kombinasi

kegagalan kejadian dasar, sedangkan minimal cut set adalah kombinasi terkecil

dari kegagalan kejadian dasar. Analisis pohon kesalahan (fault tree analysis)

merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk menganalisis akar

penyebab akar kecelakaan kerja (Susihono dan Rini, 2013:213).

http://digilib.mercubuana.ac.id/
45

E. Metode Lain-Lain

Menyusun prosedur kerja yang benar merupakan salah satu keuntungan

dari menerapkan Job Safety Analysis (JSA), yang meliputi mempelajari dan

melaporkan setiap langkah pekerjaan,mengidentifikasi bahaya pekerjaan yang

sudah ada atau potensi, melakukan penilaian resiko (Risk Assessment) pada

aktivitas kerja yang sudah ada atau berpotensi resiko dan menentukan

jalanterbaik untuk mengurangi dan mengeliminasi bahaya. Job Safety Analysis

adalah suatu cara yang digunakan untuk memeriksa metode kerja dan

menentukan bahaya yang sebelumnya telah diabaikan dalam merencanakan

pabrik atau gedung dan didalam rancang bangun masin-mesin, alat alat kerja,

material, lingkungan tempatkerja, dan proses kerja. (Soeripto, 1997) dalam

Mahendar dan Pujutomo (2013:5)

3.2. Kajian Penelitian Terdahulu

Berdasarkan penelitian terdahulu yang terkait dengan Sistem Manajemen

K3, dan penerapan K3 didapatkan hasil-hasil dalam Tabel 3.3 sebagai berikut :

http://digilib.mercubuana.ac.id/
46

Lanjutan
TabelTabel 3.3. Penelitian
3.3. Penelitian Terdahulu
Terdahulu

Point Pembahasan
HSE HSE Identifi Penilaian Risk HSE FMEA Steel Industry
Manage Manage kasi Resiko Manage Perfor Industry lainnya
No Peneliti Judul ment ment Bahaya Bahaya ment mance Hasil Penelitian
(SMK3) (SMK3)
Implem
entation
1 Warwick Club Zero: Implementing Metode proyek Club Zero digunakan
Pearse 2001 OHS Management Systems untuk memfasilitasi pelaksanaan
In Small To Medium OHSMS agar efektif
Fabricated Metal Product
Companies
2 Gokhan Yildiz Developing a Health, Safety Indikator kinerja HSE tidak dapat
2005 and Environment (HSE) digunakan karena ; (1) Unreliability ,
management performance (2) Inkonsistensi di indikator , (3)
index volatilitas tinggi di H & S indikator , (4)
perbedaan diabaikan dalam indikator
lingkungan
3 Lateef Ur Safety Management in a Penelitian menunjukkan Six Sigma
Rehman Manufacturing Company: dengan Pendekatan DAMIC untuk
Ateekh-ur- Six Sigma Approach mengurangi bahaya keselamatan.
Rehman 2012
4 Agustinus Implementing Health Safety Proses manajemen HSE meningkatkan
Hariadi Djoko Environment (HSE) Process kinerja HSE, yang kemudian
Purwanto, Budi Management to Improve meningkatkan keuntungan kompetitif
Suharjo, Ujang HSE Perfor mance, tetapi tidak mempengaruhi kinerja
Sumarwan, Competitive Advantage and keuangan.
Heny K. Financial Perfor mance
Daryanto 2013
5 Kato Joseph Industrial Mechanization Studi ini menunjukkan bahwa hubungan
(2013 ) and Health, Safety positif yang kuat ada antara mekanisasi
Performance (Case Study : dan kinerja keselamatan kesehatan.
Steel and Tube Industries )

http://digilib.mercubuana.ac.id/
Lanjutan Tabel 3.3. Penelitian Terdahulu 47

Point Pembahasan
HSE HSE Identifi Penilaian Risk HSE FMEA Steel Industry
Manage Manage kasi Resiko Manage Perfor Industry lainnya
No Peneliti Judul ment ment Bahaya Bahaya ment mance Hasil Penelitian
(SMK3) (SMK3)
Implem
entation
6 Fitria Evaluasi Sistem SMK3 implementasi di perusahaan
Ciptaningsih Manajemen Keselamatan tidak sesuai sepenuhnya namun dengan
2014 Dan Kesehatan Kerja PP RI nomor 50 Tahun 2012, penjelasan
(SMK3) Di Perusahaan tentang tanggung jawab dan
Industri Baja kewenangan untuk tingkat karyawan,
dan prosedur perubahan tanggung
jawab.
7 Larry E Wlker Understanding Risk : The Continual improvement is necessary if
2002 Key To Succesful Safety we are to see continual, positive results.
Managemen Safety results are no exception. If we
are to manage safety better ini the
future, we must continue to develop our
ability to understand risk and make risk
decisions.
8 Dwi Sandi Risk Assesment Pada Menganalisis risk assessment pada
Bakhtiar, M. Pekerjaan Welding pekerjaan pengelasan di ruang terbatas
Sulaksmono Confined SpaceDi Bagian di bagian ship building di PT Dok dan
2013 Ship Building PT. DOK dan Perkapalan Surabaya dengan melihat
Perkapalan Surabaya aspek bahaya, risiko, pengendalian
risiko
9 H. Simonsen Risk identification, The risk model, once developed and
and J. Perry assessment and tested, provides a framework for a
(1999) management in the mining rational approach to risk analysis and
and the testing of alternatives.
metallurgical industries
10 R. Suckling, Risk identification, This process, and the development of a
M. Ferris and assessment and risk framework, was useful in
C. Price (2003) management in public identifying a prioritized work
health practice: programme to improve standards of
a practical approach in one public health practice in this
public health department. This model can also be
department used not only for planning risk
management activities, continual
identification and assessment of risks.

http://digilib.mercubuana.ac.id/
Lanjutan Tabel 3.3. Penelitian Terdahulu 48

Point Pembahasan
HSE HSE Identifi Penilaian Risk HSE FMEA Steel Industry
Manage Manage kasi Resiko Manage Perfor Industry lainnya
No Peneliti Judul ment ment Bahaya Bahaya ment mance Hasil Penelitian
(SMK3) (SMK3)
Implem
entation
11 R.J. Reasons for Findings explore the challenges and
McNaughton, (non)compliance with experiences confronting high-risk
J. Shucksmith intervention following individuals when making decisions
2014 identification of high- about engaging with intervention.
riskstatus in the NHS
HealthCheck programme
12 Heinz-Peter Risk Management: The paper describes the different steps
Berg (2010) Procedures, Methods And in the risk management process which
Experiences methods are used in the different steps,
and provides some examples for risk
and safety management
13 Wahyu Penerapan Sistem Hasil yang diperoleh menunjukkan
Susihono, Feni Manajemen Keselamatan bahwa penerapan SMK3 telah sesuai
Akbar Rini dan Kesehatan Kerja (K3) dengan undang-Undang yang berlaku,
(2013) dan Identifikasi Potensi namun nilai resiko potensi bahaya
Bahaya (Studi Kasus di PT. bagian fluid utility menunjukkan tingkat
LTX Kota Cilegon-Banten) keparahan bahaya kerja kecil dan
kemungkinan terjadinya potensi bahaya
kerja juga kecil, nilai kategori potensi
bahaya kerja perlu dikendalikan dengan
prosedur rutin.

14 I Ketut Sucita, Identifikasi dan Penanganan Hasil identifikasi bahaya pada kegiatan
Agung Budi Resiko K3 Pada Proyek proyek pembangunan Centro City
Broto (2011) Konstruksi Gedung Residences meliputi 33 kegiatan dengan
118 potensi bahaya/risiko kecelakaan
kerja. Sedangkan penilaian/ pengukuran
bahaya/ risiko dikelompokkan menjadi
3 kategori/level risiko yaitu Risiko
rendah/ Low risk (L), Risiko sedang/
Medium risk (M), Risiko tinggi/ High
risk (H).

http://digilib.mercubuana.ac.id/
Lanjutan Tabel 3.3. Penelitian Terdahulu 49

Point Pembahasan
HSE HSE Identifi Penilaian Risk HSE FMEA Steel Industry
Manage Manage kasi Resiko Manage Perfor Industry lainnya
No Peneliti Judul ment ment Bahaya Bahaya ment mance Hasil Penelitian
(SMK3) (SMK3)
Implem
entation
15 Bayu Nugroho Analisa Potensi Bahaya Identifikasi dan pengendalian potensi
Pujiono Serta Rekomendasi bahaya dapat dilakukan dengan
, Ishardita Perbaikan dengan Metode menggunakan metode HAZOP melaui
Pambudi Tama Hazard dan Operability perangkingan OHS Risk Assessment
, Remba Study (Hazop) melalui and Control. Hasil obervasi
Yanuar Efranto perangkingan OHS Risk menemukan 43 potensi bahaya (hazard)
(2013) Assesment And Control dan kemudian digolongkan menjadi 15
sumber hazard
16 Arief Usulan Perbaikan Sistem Metode yang digunakan adalah
Rahmansyah, Manajemen Keselamatan metode Failure Mode and Effect
Yuniar, Gita dan Kesehatan Kerja Analysis (FMEA). Hasil dari metode
Permata (SMK3) Berdasarkan Hasil FMEA menghasilkan nilai RPN.
Liansari (2014) Metode Failure Mode And Analisis Safety Culture dilakukan untuk
Effect Analysis (FMEA) mengetahui kondisi atau budaya sistem
Dan Pendekatan Safety keselamatan di Perusahaan.
Culture
17 Fran Mahendar, Identifikasi Bahaya, Dalam proses penelitian ini penulis
Darminto Pengendalian Resiko dan menggunakan metode JSA (Job
Pujutomo Keselamatan Kerja Pada Safety Analysis). Dipilihnya metode
(2013) Bagian Bengkel Repair Job Safety Analysis karena peneliti
Galangan Kapal Dengan ingin mengidentifikasi bahaya yang
Menggunakan Metode Job berfokus pada interaksi antara
Safety Analysis (JSA) di pekerja, tugas/pekerjaan, alat dan
PT. Janata Marina Indah, lingkungan. Setelah diketahui bahaya
Semarang yang tidak bisa dikendalikan, maka
dilakukan usaha untuk menghilangkan
atau mengurangi resiko bahaya ke
tingkat level yang bisa diterima.

http://digilib.mercubuana.ac.id/
Lanjutan Tabel 3.3. Penelitian Terdahulu 50

Point Pembahasan
HSE HSE Identifi Penilaian Risk HSE FMEA Steel Industry
Manage Manage kasi Resiko Manage Perfor Industry lainnya
No Peneliti Judul ment ment Bahaya Bahaya ment mance Hasil Penelitian
(SMK3) (SMK3)
Implem
entation
18 Hendro Rancangan Sistem Metode SWIFT dimulai dengan
Prassetiyo, Arie Keselamatan Kerja Stasiun menentukan sistem yang
Desrianty Kerja akan diamati, mendiskusikan bahaya
(2013) Induksi Fumace yang mungkin terjadi berdasarkan daftar
berdasarkan Metode SWIFT panduan bahaya, dan yang terakhir
(The Structured What-If membuat laporan kerja SWIFT. Pada
Analysis) laporan kerja SWIFT terdapat bahaya
yang mungkin terjadi, penyebab bahaya
terjadi, akibat jika bahaya terjadi, dan
penilaian risiko
19 Zeng,S.X. Integrating Safety, In this study, the Failure Modes and
TAM, Chi Environmental and Quality Effects Analysis (FMEA) is employed to
Ming Risks for Project analyze risk management for OHS,
Tam,V.W.Y. Management Using a environment and quality management
(2010) FMEA Method under an IMS in a local case study in
China. The analysis is performed at the
early stage of a system so that removal
or mitigation of the failure mode is most
cost effective method..

20 Shelk Hazard Identification, Risk Hazard Identification & Risk Assesment


Allahdeen S Assesment & Risk Control (HIRA)was conducted on the Foundry
dment & in Foundry Process & also on the equipment,
Sankar SP machines used to identify hazard
(2015)
21 Fatini Hanim, Safety & Health Safety & Health practices indicated that
Zulhafiza, Siti Practicesand Injury had a positive relationship with Insjury
Zubaidah Management in Management
(2015) Manufacturing Industry

http://digilib.mercubuana.ac.id/
Lanjutan Tabel 3.3. Penelitian Terdahulu 51

Point Pembahasan
HSE HSE Identifi Penilaian Risk HSE FMEA Steel Industry
Manage Manage kasi Resiko Manage Perfor Industry lainnya
No Peneliti Judul ment ment Bahaya Bahaya ment mance Hasil Penelitian
(SMK3) (SMK3)
Implem
entation
22 Susanne Bahn Workplace hazard The organization show that the training
(2012) Identification : What do had positive impact on reported
people know and how is it incidents. The correct & proactice
done? Identification of hazard in the
workplace underpins all Occupational
Health Safety practice & risk
management strategies is therefore
paramount to effectice business
practices & the health & safety of all
organizational members
23 Franscesca M Toward risk assessment 2.0: PRA (Probability Risk Assesment) offers
Favaro, Joseph Safety Supervisory Control capabilities for improving risk
H Saleh (2016) & Model Based Hazard assessment & accident prevention. PRA
Monitoring for Risk- also helps to expand the basis of risk
Informed Safety assessment beyond it reliance on
Intervention probabilistic tools and to enrich the
intellectual toolkit of risk researchers &
safety profesionals

24 Ophin Construction Job Safety JSA/JHA is an efficeient proactive


Rozenfeld, Analysis measure for safety risk assessment used
Rafael Sacks, in Industrial Manufacturing, but
Yahiel Construction JSA as structured method
Rosenfeld, for hazard analysis & assessment for
Hadassa Baurn construction
(2010)

http://digilib.mercubuana.ac.id/
Lanjutan Tabel 3.3. Penelitian Terdahulu 52

Point Pembahasan
HSE HSE Identifi Penilaian Risk HSE FMEA Steel Industry
Manage Manage kasi Resiko Manage Perfor Industry lainnya
No Peneliti Judul ment ment Bahaya Bahaya ment mance Hasil Penelitian
(SMK3) (SMK3)
Implem
entation
25 Iraj Developing an Integrated The most influential factors to be take
Mohammad Decision Making Approach into account to improve the effectivess
Fam, Mojtaba to Assess and Promote The of OHSAS 18001 standard are
Kamalinia, Effectiveness of management commitment, worker
Mansour Occupational Health & participation, allocation financial
Momeni, Safety Management Systems resources, training, risk assessment,
Rostam definite responsibility, communication
Golmohemmad of OHS results & activities.
i, Yadollah
Hamidi, Alreza
Soltania (2016)

Sumber : Berbagai Literatur (2016)

http://digilib.mercubuana.ac.id/
53

3.3. Kajian Analisis Literatur

Isu K3 menjadi hal penting dalam suatu industri, terutama pada industri-industri yang

melibatkan Bahan baku, proses produksi atau produk akhir yang dapat menyebabkan kondisi

tidak aman dan tindakan tidak aman. Beberapa pendekatan dipakai dalam pengelolaan K3

banyak yang menggunakan SMK3 (Pearse, 2001; Yildiz, 2005; Purwanto et al, 2013;

Ciptaningsih, 2014; Wlker, 2002; Susihono dan Rini, 2013). Dalam pengelolaan hal tersebut

banyak digunakan beberapa tools atau metode antara lain Sig Sigma (Ateeth-ur-Rehman,

2012), FMEA (Rahmansyah, Yuniar, dan Liansari, 2014; Zeng et al, 2010), SWIFT (The

Structured What-If Analysis) (Prassetiyo dan Desrianty, 2013), JSA (Mahendar dan

Pujutomo, 2013), HAZOP/HIRA (Pujiono et al, 2013).

Dalam penerapan perancangan Sistem Manajemen K3 pabrik pengembangan, suatu

organisasi dapat menerapkan metode manajemen risiko apapun sejauh metode tersebut

mampu mengidentifikasi, mengevaluasi, memilih prioritas dan mengendalikan risiko dengan

melakukan pendekatan jangka pendek dan jangka panjang.

Metoda terbaik untuk mengidentifikasi bahaya adalah cara proaktif, atau mencari

bahaya sebelum bahaya tersebut menimbulkan akibat atau dampak yang merugikan.

Pemilihan metode yang digunakan bergantung pada jenis dan besarnya potensi kerugian yang

mungkin terjadi bila metode tersebut dilaksanakan. Penggunaan metode identifikasi yang

membutuhkan waktu dan biaya yang besar biasanya digunakan untuk bahaya yang berisiko

tinggi.

Metode yang dilakukan dalam Perancangan Pabrik Pengembangan Blast Furnace

Complex ini adalah metode Hazard & Operability Study (HAZOP) dan Hazard Identification

& Risk Assesment (HIRA) dengan alasan sebagai berikut:

http://digilib.mercubuana.ac.id/
54

1. Bersifat peningkatan berkelanjutan (continual improvement) karena dengan mengenal

bahaya dapat di lakukan upaya perbaikan sesuai dengan konsep Sistem Manajemen K3

yang diterapkan di Pabrik Eksisting PT. KS.

2. Merupakan metode yang digunakan di Pabrik Eksisting sehingga terbentuk penyelarasam

Sistem Manajemen Pabrik Pengembangan dan Eksisting di PT. KS

3. Bersifat preventif karena bahaya di kendalikan sebelum menimbulkan kecelakaan atau

cedera

4. Meningkatkan awareness semua pekerja setelah mengetahui dana dan mengenal

adanya bahaya di sekitar tempat kerjanya

5. Mencegah pemborosan yang tidak diinginkan, karena adanya bahaya dapat menimbulkan

kerugian, misalanya ada katub yang bocor tanpa di ketahui maka akan terus menerus

mengeluarkan bahan /bocoran sehinggga dapat mrnimbulkan kerugian.

6. Merupakan teknik analisis bahaya yang digunakan dalam persiapan penetapan keamanan

dalam suatu sistem baru atau modifikasi untuk suatu keberadaan potensi bahaya atau

masalah operabilitinya.

7. Merupakan metode identifikasi bahaya yang sistematis teliti dan terstruktur untuk

mengidentifikasi berbagai permasalahan yang menganggu jalanya proses dan risiko yang

terdapat pada suatu peralatan yang dapat menimbulkan risiko merugikan bagi manusia/

fasilitas pada sistem.

http://digilib.mercubuana.ac.id/
55

3.4. Kerangka Pemikiran

Latar Belakang :
- Pemenuhan Peraturan Perundangan
- Program Sistem Manajemen PT. Krakatau Steel
- Pengembangan Pabrik Baru Blast Furnace Complex
- Belum adanya Perencanaan & Implementasi SMK3 di Pabrik Baru
- Target Zero Accident & Bendera Emas untuk Perusahaan

Perencanaan Penerapan Sistem Manajemen


K3 di Blast Furnace Complex

Identifikasi Bahaya
Keselamatan dan Kesehatan
Kerja Blast Furnace Complex

Tingkat Resiko = Penilaian Resiko Keselamatan


Frequency x Probility x dan Kesehatan Kerja Blast
Severity Furnace Complex

Pengendalian Resiko
Keselamatan dan Kesehatan
Kerja Blast Furnace Complex

HAZOP / HIRA

Perencanaan Sistem K3 di Blast


Furnace Complex

Gambar 3.2. Kerangka Pemikiran

Sumber : Diolah dari berbagai teori (2016)

http://digilib.mercubuana.ac.id/

Você também pode gostar