Você está na página 1de 13

I.

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Habitat suatu organisme itu pada umumnya mengandung faktor ekologi yang
sesuai dengan persyaratan hidup organisme yang menghuninya. Persyaratan hidup
setiap organisme merupakan kisaran faktor-faktor ekologi yang ada dalam habitat
dan diperlukan oleh setiap organisme untuk mempertahankan hidupnya. Kisaran
faktor-faktor ekologi bagi setiap organisme memiliki lebar berbeda yang pada
batas bawah disebut titik minimum, batas atas disebut titik maksimum, di antara
titik minimum dan titik maksimum disebut titik optimum. Ketiga titik tersebut
dinamakan titik kardinal.

Setiap spesies hanya dapat survive, tumbuh dan berkembang dalam suatu
lingkungan yang menyediakan kondisi yag cocok baginya, oleh karena itu
keberadaan spesies sangat dipengaruhi oleh kondisi faktor abiotiknya (misal:
suhu, pH, kelembaban, kandungan Oksigen, kandungan CO2 terlarut, dan lain-
lain) serta faktor biotiknya (misal: sumberdaya makanan, predator, dan lain-lain).
Lingkungan tempat hidup spesies dapat menjadi salah satu faktor pembatas bagi
spesies tersebut. Dikatakan pencemaran jika faktor biotik dan abiotik tersebut
melebihi ambang batas sehingga menimbulkan gangguan terhadap kelangsungan
hidup dari spesies tersebut. Laju proses fisiologi spesies air tawar tergantung pada
kelarutan oksigen. Dengan mendeteksi kelarutan oksigen dari suatu perairan tawar
maka dapat di tentukan tingkat produktivitas perairan baik atau tercemar.

1.2 Tujuan
1. Mengenali penggunaan beberapa teknik dan metode dasar untuk mengukur
berbagai faktor fisika-kimia perairan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

1
2.1. Faktor Fisika-Kimia di Lingkungan Akuatik

Faktor yang menentukan distribusi dari biota air adalah sifat fisik-kimia
perairan. Organisme yang cocok dengan kondisi sifat fisik-kimia tersebutlah
yang akan mampu bertahan hidup. Penyebaran jenis dan hewan akuatik
ditentukan oleh kualitas lingkungan yang ada seperti sifat fisika, kimia,
biologisnya (Odum. 1971). Kehidupan ikan disuatu perairan dipengaruhi oleh
volume air mengalir, kecepatan arus, temperatur, pH dan konsentrasi oksigen
terlarut. Faktor yang membedakan kondisi fisika-kimia dari setiap bagian
perairan terdiri dari:

2.1.1 Suhu
Suhu air merupakan faktor yang banyak mendapat perhatian karena dapat
dimanfaatkan untuk mengkaji gejala-gejala fisika dalam laut dan juga dalam
kaitannya dalam kehidupan hewan, bahkan juga untuk kajian meteorology.
Suhu air di permukaan laut di Indonesia umumnya berkisar 23 - 31 C. Suhu
air di pantai biasanya sedikit lebih tinggi dibandingkan suhu di lepas pantai.
Suhu air di permukaan dipengaruhi oleh curah hujan, penguapan, kelembaban
udara, suhu udara, kecepatan angin dan intensitas radiasi matahari. (Nontji.
1993)
Pengukuran temperatur air merupakan hal yang mutlak dilakukan. Hal ini
disebabkan karena kelarutan berbagai jenis gas didalam air serta semua
aktivitas biologis-fisiologis di dalam ekosistem airsangat dipengaruhi oleh
temperatur. Menurut hukum Vant Hoffs kenaikan temperatur sebesar 10 oC
(hanya pada kisaran temperatur yang masih ditolerir) akan meningkatkan laju
metabolisme dari organisma sebesar 2-3 kali lipat. Akibat meningkatnya laju
metabolisma akan menyebabkan konsumsi oksigen meningkat. (Barus. 2002)
Suhu perairan dipengaruhi oleh intensitas cahaya yang masuk kedalam air.
Suhu selain berpengaruh terhadap berat jenis, viskositas dan densitas air, juga
berpengaruh terhadap kelarutan gas dan unsur-unsur dalam air. Sedangkan
perubahan suhu dalam kolom air akan menimbulkan arus secara vertikal.
Secara langsung maupun tidak langsung, suhu berperan dalam ekologi dan
distribusi plankton baik fitoplankton maupun zooplankton. Suhu mempunyai
efek langsung dan tidak langsung terhadap fitoplankton. Efek langsung yaitu

2
toleransi organisme terhadap keadaan suhu, sedangkan efek tidak langsung
yaitu melalui lingkungan misalnya dengan kenaikan suhu air sampai batas
tertentu akan menurunkan kelarutan oksigen. (Apridayanti. 2008)

2.1.2. Derajat Keasaman air (pH)


Derajat keasaman berpengaruh sangat besar terhadap kehidupan hewan
dan tumbuhan air serta mempengaruhi toksisitas suatu senyawa kimia.
Kondisi perairan yang bersifat sangat asam maupun sangat basa akan
membahayakan kelangsungan hidup organisme karena akan menyebabkan
terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi serta dapat meningkatkan
konsentrasi ammonia yang bersifat sangat toksik bagi organisme (Barus.
2002).

2.1.3. Derajat Kecerahan Air


Penetrasi cahaya sering kali dihalangi oleh zat yang terlarut dalam air
karena sifat air di estuari mengandung sejumlah besar partikel dalam suspensi
yang sering di sebut dengan kekeruhan. Perairan estuari yang kekeruhannya
tinggi, produktivitasnya akan rendah. Hal ini mengakibatkan terganggunya
proses fotosintesis karena penetrasi cahaya matahari terhalang oleh partikel-
partikel yang disebabkan oleh kekeruhan tersebut. Terganggunya proses
fotosintesis menyebabkan fungsi utama fitoplankton sebagai produsen primer,
pangkal rantai makanan dan fundamen yang mendukung kehidupan seluruh
biota di estuari menjadi terganggu, sehingga kehidupan seluruh biota juga
akan terancam (Nontji. 1993)

2.1.4. Penentuan Kadar O2 terlarut


Pada perairan yang terbuka, oksigen terlarut berada pada kondisi alami,
sehingga jarang dijumpai kondisi perairan terbuka yang miskin oksigen.
Walaupun pada kondisi terbuka, kandungan oksigen perairan tidak sama dan
bervariasi berdasarkan siklus, tempat dan musim. Kadar oksigen terlarut juga
berfluktuasi secara harian, musiman, pencampuran massa air, pergerakan
massa air, aktifitas fotosintesa, respirasi dan limbah yang masuk ke badan air.
Variasi oksigen terlarut dalam air biasanya sangat kecil sehingga tidak
menggangu kehidupan ikan. Keberadaan oksigen di perairan sangat penting
terkait dengan berbagai proses kimia biologi perairan. Oksigen diperlukan

3
dalam proses oksidasi berbagai senyawa kimia dan respirasi berbagai
organisme perairan (Dahuri. 2004)

2.1.5. Penentuan Kadar CO2 bebas-terlarut


Oksigen merupakan faktor penting bagi kehidupan makro dan mikro
organisme perairan karena diperlukan untuk proses pernafasan. Sumber
oksigen terlarut di perairan dapat berasal dari difusi oksigen yang terdapat di
atmosfer (sekitar 35%) dan aktivitas fotosintesis oleh tumbuhan air dan
fitoplankton. Fluktuasi harian oksigen dapat mempengaruhi parameter kimia
yang lain, terutama pada saat kondisi tanpa oksigen, yang dapat
mengakibatkan perubahan sifat kelarutan beberapa unsur kimia di perairan
(Apridayanti. 2008).

Ekosistem perairan tergenang adalah suatu ekosistem yang pada umumnya


terdiri dari air tawar, dengan arus yang hanya sedikit atau bahkan tidak ada.
Ekosistem ini memiliki residence time lebih besar daripada air mengalir. Air
tergenang atau habitat lentik (berasal dari kata lenir yang berarti tenang.
Pada ekosistem ini, karena memiliki residence time besar maka lumpur
dan materi yang lepas cenderung mengendap didasar, sehingga dasarnya
lunak. Semakin ke tengah, bagian dasarnya semakin lunak/lembut, sehingga
perairan tergenang mempunyai batasan yang jelas yaitu batas perairan, pinggir
perairan, permukaan air, dan endapan bawah ataupun sifat dasar perairan yang
dapat berupa batuan, kerikil, ataupun lumpur.
Perairan tergenang (lentik), khususnya danau, mengalami stratifikasi
secara vertikal akibat perbedaan intensitas cahaya dan perbedaan suhu. Selain
itu, danau juga tidak memiliki arus, sehingga residence time-nya lebih lama.
Perairan tergenang juga memiliki stratifikasi kualitas air secara vertikal yang
tergantung pada kedalaman dan musim. Zonase perairan tergenang terbagi
menjadi dua, yaitu zona benthos dan zona kolom air. Berdasarkan tingkat
kesuburannya, perairan tergenang dapat dibedakan menjadi oligotrofik
(miskin hara), mesotrofik (haranya sedang), eutrofik (kaya unsur hara)
(Dahuri. 2004).
Berdasarkan kebiasaan hidupnya, biota akuatik dibedakan menjadi:

4
a. Plankton, yaitu hewan atau tumbuhan (mikroorganisme) yang hidup
melayang-layang dalam air. Plankton terdiri atas fitoplankton dan
zooplankton. Fitoplankton contohnya: alga mikroskopis (Chlorophyccae,
Cyanophyceae, Diatomae), sedangkan zooplankton contohnya: Protozoa serta
hewan hewan lain golongan Porifera, Coelenterata, Crustacea, dan lain-lain.
b. Nekton, yaitu hewan-hewan yang aktif berenang kian kemari umpama ikan,
amfibi dan serangga air.
c. Neuston, yaitu jenis hewan yang beristirahat atau berenang di permukaan air.
Contohnya: beberapa jenis insekta yang berenang di dalam atau di permukaan
air.
d. Bentos, yaitu organisme yang hidup di dasar perairan (substrat) baik yang
sesil, merayap maupun menggali lubang. Bentos hidup di pasir, lumpur,
batuan, patahan karang atau karang yang sudah mati. Substrat perairan dan
kedalaman mempengaruhi pola penyebaran dan morfologi fungsional serta
tingkah laku hewan bentik.Hal tersebut berkaitan dengan karakteristik serta
jenis makanan bentos. Contohnya: siput, kerang, dan cacing.

III. METODE
a. Alat dan Bahan
1. Termometer
2. pH meter
3. Secci Disk

5
b. Cara kerja
A. Pengukuran Suhu Air.
1. Suhu diukur dengan termometer secara langsung.
2. Pada subhabitat perairan termometer diletakan dengan bantuan ranting
pohon hingga dapat menentukan suhu air.
3. Pada subhabitat terbuka diletakan dengan cara digantung pada ranting
pohon. Beberapa jam di ukur kembali.
4. Pada subhabitat tertutup juga dilakukan hal yang sama, yaitu termometer
diletakan dengan cara digantung pada ranting pohon dan cara yang
dilakukan pun sama dengan subhabitat tertutup.

B. Pengukuran derajat keasaman (pH) air.


1. Dilakukan dengan menggunakan kertas indikator universal dengan loncata
skala kecil (0.2 atau 0.5) secara langsung dari permukaan perairan atau dari
air dengan kedalam tertentu.
2. Pengukuran lebih akurat dengan alat pH-meter.

C. pengukuran derajat kecerahan air.


1. Dilakukan dengan menggunakan keping secchi.
2. Dengan menggunakan ujung talinya, keping sechi diturunkan kedalam air
secara perlahan-lahan sambil memperhatikan, tepat warna outih tidak
dibedakan lagi dengan warna hitam.
3. Ukuran kedalam panjang tali yang masuk kedalam air, keping secchi
diturunkan lagi lebih dalam lalu seara perlahan ditarik naik.
4. Tepat pada saat warna putih timbul, kedalam di tulis lagi.
5. Angka derajat kecerahan dinyatakan dalam bentuk cm.

6
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
a. Hasil
a. Tabel faktor fisika-kimia pada Stasiun 1

Faktor fisiko-kimia Nilai


pH 6
Kecerahan 47.5
Suhu 27.3

b. Tabel faktor fisika-kimia pada Stasiun 2


Faktor fisiko-
kimia nilai
pH 6
Kecerahan 23
Suhu 29

c. Tabel faktor fisika-kimia pada Stasiun 3

Faktor fisiko-
kimia nilai
pH 6
Kecerahan 24

7
Suhu 28

a) Diagram pH Stasiun 1, 2, dan 3

Ph
8
Ph
6
4
2
0
1 2 3

b) Diagram Suhu Stasiun 1, 2, dan 3

suhu
32
30
suhu
28
26
24
1 2 3

c) Diagram kecerahan air Stasiun 1, 2, dan 3.

kecerahan
60
kecerahan
40

20

0
1 2 3

Tabel pengamatan subhabitat

Subhabitat 08.30 10.30 12.30 14.30 16.30


Lahan 28 35 33 33 33

8
Terbuka
Perairan 25 25 25 25 25
Lahan
Tertutup 26 27 28 28 28

Diagram pengamatan subhabitat


40
35 35
33 33 33
30
28 27 28 28 28
25 26
25 25 25 25 25
20
15
10
5
0
08.30 10.30 12.30 14.30 16.30
Lahan Terbuka Perairan Lahan Tertutup

a. Pembahasan

Pengukuran Suhu pada pengamatan yang dilakukan di Arboretum yang


terletak di Universitas Riau, suhunya masih cukup baik untuk kehidupan
organisme yang ada di sekitarnya (terutama organisme aquatik). Hal ini sesuai
dengan kondisi tempat tersebut, yang mana di sepanjang jalannya banyak tumbuh
tumbuhan, yang dapat mempengaruhi besarnya kisaran suhu pada tempat tesebut.
Hal ini juga dibuktikan dengan dilakukannya pengukuran suhu secara langsung
pada air yang ada di rawa tersebut.

Dari pengukurannya, didapati bahwa suhu air rawa adalah 25-26o C. Ini
menandakan bahwa suhu air di arboretum tersebut masih memenuhi batas kisaran
optimal suhu, karena batas kisaran optimal untuk suhu umum, yaitu 28-34o.
Pengukuran derajat keasaman (pH) air, Derajat keasaman (pH) merupakan salah
satu parameter yang dapat menentukan produktivitas suatu perairan. Setiap
organisme membutuhkan derajat keasaman (pH) yang optimum bagi
kehidupannya.

9
Batas toleransi organisme terhadap pH bervariasi bergantung pada faktor
fisika, kimia dan biologi. pH yang ideal untuk kehidupan fitoplankton berkisar
antara 6,5-8,0. Biasanya angka pH dalam suatu perairan dapat dijadikan indikator
dari adanya keseimbangan unsur-unsur kimia dan dapat mempengaruhi
ketersediaan unsur-unsur kimia dan unsur-unsur hara yang sangat bermanfaat bagi
kehidupan vegetasi akuatik. Tinggi rendahnya pH dipengaruhi oleh fluktuasi
kandungan O2 maupun CO2. Tidak semua mahluk bisa bertahan terhadap
perubahan nilai pH, untuk itu alam telah menyediakan mekanisme yang unik
agar perubahan tidak terjadi atau terjadi tetapi dengan cara perlahan (.
Secara umum nilai pH menggambarkan seberapa besar tingkat keasaman atau
kebasaan suatu perairan.

Perairan dengan nilai pH = 7 adalah netral, pH < 7 dikatakan kondisi perairan


bersifat asam, sedangkan pH > 7 dikatakan kondisi perairan bersifat basa.
Pada pengamatan yang dilakukan, diperoleh bahwa pH air rawa diarboretum
adalah 6.

Kondisi ini membuktikan bahwa air rawa tersebut bersifat asam dan masih
baik untuk habitat dan pertumbuhan biota akuatik, seperti ikan karena ikan
sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar 5-9. Tingkat
kebasaan air pada rawa ini dipengaruhi oleh keadaan atau kondisi dari kandungan
partikel tanah,
Kejernihan dapat diukur dengan alat yang sangat sederhana yang disebut dengan
keping secci. Prinsip penentuan kecerahan air dengan keping secci adalah
berdasarkan batas pandangan kedalam air untuk melihat warna putih yang berada
dalam air. Semakin keruh suatu badan air akan semakin dekat dengan batas
pandangan, sebaliknya kalau air jernih akan jauh batas pandangan tersebut.
Keping secci berupa suatu kepingan yang berwarna hitam putih yang dibenamkan
ke dalam air.

Kekeruhan merupakan intensitas kegelapan di dalam air yang disebabkan oleh


bahan-bahan yang melayang. Kekeruhan perairan umumnya disebabkan oleh
adanya partikel-partikel suspensi seperti tanah liat, lumpur, bahan-bahan organik
terlarut, bakteri, plankton dan organisme lainnya. Kekeruhan perairan

10
menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya
yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat dalam air.
Jika diamati, pada rawa tempat dilakukannya pengamatan, batas kecerahan airnya,
yaitu sekitar kedalaman 7 cm, sedangkan batas kekeruhannya, yaitu 14 cm,
sehingga dapat disimpulkan bahwa rawa tersebut bersifat dangkal.

V. KESIMPULAN

Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa, tingkat kehidupan atau


habitat suatu organisme terutama organisme akuatik sangat dipengaruhi oleh
situasi dan kondisi habitatnya tersebut :

1. Suhu
2. pH
3. salinitas
4. tingkat kecerahan
5. kandungan oksigen

11
DAFTAR PUSTAKA

Barus, T.A., 2002. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. Jakarta : PT.
Gramedia.

Brotowidjoyo, M. D. 1993. Ekologi Dasar. Cetakan Kedua. Jakarta: Erlangga


Dahuri, R. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut ; Aset Pembangunan
Berkelanjutan. Jakarta : Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama.
Nontji, A. 1993. Laut Nusantara. Jakarta : Djambatan.

Odum, E. P. 1971. Fundamentals of Ecology. Third Edition. Philadelphia : W. B.


Sounder Co.

12
LAMPIRAN

Suhu air 260C Pengukuran PH

Pengukuran Kecerahan air menggunakan Secci disk

13

Você também pode gostar