Você está na página 1de 53

SMALL GROUP DISCUSSION

KEPERAWATAN SENSORI PERSEPSI


ASUHAN KEPERAWATAN : ABLASIO RETINA DAN
RETINOBLASTOMA

Disusunoleh:

Kelompok 3/ Kelas A3/ Angkatan 2014

1. Kartika Harsaktiningtyas (131411131012)


2. Gilang Dwi Kuncahyo (131411131030)
3. Cholilatul Zuhriya (131411131051) PROGRAM
4. Yolanda EkaMaulida (131411131069) STUDI
5. Annisa Mufidah (131411131084)
6. Istinur Alifah (131411131102)
7. Aisyah Kartika (131411131072)
8. Zakarias Novianto (131411133022)
PENDIDIKAN NERS

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS AIRLANGGA

SURABAYA

2015

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang MahaKuasa atas
segala berkat dan rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah
Small Group Discussion mengenai Gangguan Ablasio Retina dan
Retinoblastoma.
Keberhasilan ini tidak lepas dari bantuan semua pihak yang telah banyak
memberikan dorongan dan bimbingan kepada kami. Pada kesempatan ini dengan
segala kerendahan hati kami menyampaikan terima kasih yang tak terhingga
kepada pihak yang telah memberikan sumbangsih pemikiran, bantuan materi
maupun moril.

Dalam penulisan karya tulis ilmiah ini, kami mengalami banyak kesulitan
maupun hambatan, namun berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya dapat
diselesaikan tepat pada waktunya. Kami menyadari sepenuhnya bahwa karya tulis
ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu kami mengharapkan kepada para
pembaca untuk senantiasa memberi masukan, kritik dan saran guna kesempurnaan
makalah ini.
Akhirnya kami mengharapkan semoga makalah yang sederhana ini dapat
berguna bagi perkembangan dunia pendidikan baik di masa sekarang maupun
yang akan datang.

Surabaya, 07 Oktober 2015

Daftar Isi

Kata Pengantar.......................................................................................... 1
Daftar Isi.................................................................................................... 2
Bab I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang.................................................................................. 4
1.2 Tujuan Umum................................................................................... 5
1.3 Tujuan Khusus.................................................................................. 5
1.4 Manfaat............................................................................................. 5
Bab II Tinjauan Pustaka

1
2.1 Ablasio Retina................................................................................... 7
2.1.1 Definisi....................................................................................... 7
2.1.2 Klasifikasi............................................................................... 7
2.1.3 Etiologi....................................................... 10
2.1.4 Patofisiologi........................................ 11
2.1.5 Manifestasi Klinis....................................................................... 11
2.1.6 Penatalaksanaan ......................................................................... 11
2.1.7 WOC... 19
2.2 Retinoblastoma.................................................................................. 20
2.2.1 Definisi....................................................................................... 20
2.2.2 Klasifikasi............................................................................... 20
2.2.3 Etiologi....................................................... 21
2.2.4 Patofisiologi........................................ 21
2.2.5 Manifestasi Klinis....................................................................... 22
2.2.6 Penatalaksanaan ......................................................................... 22
2.2.7 WOC... 27
Bab III Asuhan Keperawatan
3.1 Ablasio Retina.. 28
3.1.1 Pengkajian .................................................................................. 28
3.1.2 Pemeriksaan Fisik... 28
3.1.3 Analisa Data 29
3.1.4 Diagnosis Keperawatan ............................................................. 32
3.1.5 Intervensi dan Rasional .............................................................. 32
3.2 Retinoblastoma..... 40
3.2.1 Pengkajian .................................................................................. 40
3.2.2 Pemeriksaan Fisik... 41
3.2.3 Analisa Data 42
3.2.4 Diagnosis Keperawatan ............................................................. 45
3.2.5 Intervensi dan Rasional .............................................................. 45
Bab IV Kesimpulan.. 52
Daftar Pustaka............................................................................................. 53

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Manusia di dunia ini dianugrahi oleh tuhan yang disebut dengan panca
indera,seperti contohnya; indra penciuman (hidung), indra pendengaran (telinga),
indra penglihatan (mata), dan salah satunya disini yang akan dibahas ialah
mengenai gangguan yang terjadi pada indera penglihatan (mata), salah satu
gangguan mata yang terjadi ialah Ablasio Retina dan Retinoblastoma.

Ablasio retina merupakan penyakit mata gawat darurat, penderita


mengeluh ada kabut dilapangan pandangnya secara mendadak seperti selubung
hitam. Kalau mengenai makula lutea maka visusnya mundur sekali, bila ditanya
mungkin ditemukan gejala ada bintik hitam sebelumnya dan penderita miopia
tinggi.selain diatas. Ablasia retina juga disebut sebagai suatu penyakit dimana
lapisan sensorik dari retina lepas. Lepasnya bagian sensorik retina ini biasanya
hampir selalu didahului oleh terbentuknya robekan atau lubang didalam retina.
(P.N Oka, 1993). lepasnya lapisan saraf retina dari epitelium. Penyakit ini harus
dioperasi, penderita tidak boleh terlalu banyak bergerak dan goyang supaya
bagian retina yang sudah lepas, tidak bertambah lepas lagi. Sedangkan untuk

3
retinoblastoma adalah tumor endo-okular pada anak yang mengenai saraf
embrionik retina. Kasus ini jarang terjadi, sehingga sulit untuk dideteksi secara
awal. Rata rata usia klien saat diagnosis adalah 24 bulan pada kasus unilateral, 13
bulan pada kasus kasus bilateral. Beberapa kasus bilateral tampak sebagai kasus
unilateral, dan tumor pada bagian mata yang lain terdeteksi pada saat pemeriksaan
evaluasi. ini menunjukkan pentingnya untuk memeriksa klien dengan dengan
anestesi pada anak anak dengan retinoblastoma unilateral, khususnya pada usia
dibawah 1 tahun. (Pudjo Hagung Sutaryo, 2006 )

Untuk itu kami menyusun makalah ini dengan tujuan berbagi pengetahuan
tentang penyakit retinablastoma dan ablasio retina untuk lebih mengetahui lebih
luas lagi dan mengetahui asuhan keperawatan yang tepat bagi pasien.

1.2 Tujuan Umum

Setelah tersusunnya makalah ilmiah ini, pembaca diharapkan memahami


dan mengerti tentang asuhan keperawatan untuk gangguan Ablasio Retina
dan Retinoblastoma

1.3 Tujuan Khusus

1. Menjelaskan tentang Definisi Ablasio Retina dan Retinoblastoma

2. Menjelaskan tentang Etiologi Ablasio Retina dan Retinoblastoma

3. Menjelaskan tentang Klasifikasi Ablasio Retina dan


Retinoblastoma.

4. Menjelaskan tentang Patofisiologi Ablasio Retina dan


Retinoblastoma

5. Menjelaskan tentang Manifestasi Klinis Ablasio Retina dan


Retinoblastoma

6. Menjelaskan tentang Penatalaksanaan Ablasio Retina dan


Retinoblastoma

4
7. Menjelaskan tentang Asuhan Keperawatan pada Gangguan Ablasio
Retina dan Retinoblastoma

1.4 Manfaat

1. Mengetahui dan memahami tentang Definisi Ablasio Retina dan


Retinoblastoma

2. Mengetahui dan memahami tentang Etiologi Ablasio Retina dan


Retinoblastoma

3. Mengetahui dan memahami tentang Klasifikasi Ablasio Retina dan


Retinoblastoma.

4. Mengetahui dan memahami tentang Patofisiologi Ablasio Retina


dan Retinoblastoma

5. Mengetahui dan memahami tentang Menjelaskan tentang


Manifestasi Klinis Ablasio Retina dan Retinoblastoma

6. Mengetahui dan memahami tentang Penatalaksanaan Ablasio


Retina dan Retinoblastoma

7. Mengetahui dan memahami tentang Asuhan Keperawatan pada


Gangguan Ablasio Retina dan Retinoblastoma

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ablasio Retina

2.1.1 Definisi

Ablasio retina (retinal detachment) adalah pemisahan retina sensorik,


yakni lapisan fotoreseptor dan jaringan bagian dalam, dari epitel pigmen retina
di bawahnya.

Ablasio retina dapat menimbulkan ruang subretina dan cairan vitreus


merembes di bawah retina, memisahkan bagian tersebut dari dinding vaskular
dan akhirnya menurunkan suplai darah ke dalamnya. Insiden kasus ini
meningkat secara dramatis setelah usia 40 tahun dan mencapai pada dekade ke-5
dan ke-6.

Robekan atau lubang pada retina dapat meluaskan pemisahan saat cairan
dari rongga vitreus menyusup melalui lubang dan mengalir ke belakang retina,
selanjutnya meningkatkannya menjauh dari epitelium pigmen dan koroid. Pada
waktu robek, sel-sel darah dan pigmen dilepaskan ke dalam viteus. Tidak

6
terdapat nyeri atau kemerahan pada mata yang sakit. Pelepasan retina dapat
unilateral atau bilateral, tergantung pada faktor penyebab. Pembedahan
diperlukan untuk menyatukan kembali retina.

2.1.2 Klasifikasi

a) Ablatio Retinae Regmatogenosa


Bentuk tersering ablation retinae, ablation retinae regmatogenosa ditandai
dengan pemutusan total retina sensorik, traksi viterus dengan derajat bervariasi
dan mengalirnya vitreus cair melalui robekan ke dalam subretina. Ablation
retinae regmatogenosa spontan biasanya didahului atau disertai oleh pelepasan
vitreus posterior dan berhubungan dengan myopia, afakia, degenerasi lattice,
dan trauma mata. Oftalmoskopi indirek binokular dengan depresi sklera
memperlihatkan peninggian retina sensorik yang lepas dan berwarna translusen
dengan satu atau lebih pemutusan retina total, misalnya robekan berbentuk tapal
kuda,lubang atrofik bundar, atau robekan sirkumferensial anterior (dialisis
retina). Letak pemutusan retina bervariasi sesuai dengan jenisnya; robekan tapal
kuda paling sering terjadi di kuadran superotemporal, lubang atrofik di kuadran
temporal, dan dialisis retina di kuadran inferotemporal. Bila terdapat robekan
retina multiple, defek-defek tersebut biasanya terletak 90 derajat satu sama lain.
Terapi
Tujuan utama bedah ablasi adalah untuk menemukan dan memperbaiki
semua robekan retina; digunakan krioterapi atau laser untuk menimbulkan
adhesi antara epitel pigmen dan retina sensorik sehingga mencegah influks
cairan lebih lanjut ke dalam ruang subretina, mengalirkan cairan subretina ke
dalam dan ke luar, dan meredakan traksi vitreoretina. Diterapkan berbagai
teknik bedah.
Pada retinopeksi peumatic, udara atau gas yang dapat memuai disuntikkan
ke dalam vitreus untuk mempertahankan retina pada posisinya, sementara adhesi
korioretina yang diinduksi oleh laser atau cryoterapi meutup robekan retina
secara permanen. Teknik ini memiliki angka keberhasilan yang lebih rendah
dibandingkan cara lain dan hanya digunakan pada robekan retina tunggal kecil
yang mudah dicapai, cairan subretina yang minimal, dan tidak adanya traksi
vitreoretina.
Scleral buckling mempertahankan retina di posisinya sementara adhesi
korioretinanya terbentuk, dengan melekukkan sklera menggunakan eksplan

7
yang dijahitkan pada daerah robekan retina. Teknik ini juga mengatasi traksi
vitreoretina dan menyingkirkan cairan subretina dari robekan retina. Angka
keberhasilannya adalah 92-94% pada kasus-kasus tertentu yang sesuai.
Komplikasi lainnya antara lain perubahan kelainan refraksi, diplopia akibat
Fibrosis atau terganggunya otot-otot ekstraokular oleh eksplan, ekstrusi
eksplan, dan kemungkinan peningkatan risiko vitreoretinopati proliferative.
Vitrektomi pars plana memungkinkan pelepasan traksi vitreo retina,
drainase internal caairan subretina jika diperlukan dengan penyuntikan
perfluorocarbon atau cairan berat, dan penyuntikan udara atau gas yang dapat
memuai untuk mempertahankan retina pada posisinya, atau penyuntikan dengan
minyak jika dibutuhkan tamponade retina yang lebih lama. Teknik ini digunakan
bila terdapat robekan retina multiple, di superior, atau di posterior; bila
visualisasi retina terhalang, misalnya oleh perdarahan vitreus; dan bila ada
vitreoretinopati proliferatif yang bermakna. Vitrektomi menginduksikan
pembentukan katarak dan mungkin dikontraindikasikan pada mata fakik.
Mungkin diperlukan pengaturan posisi pasien pascaoperasi.
Hasil akhir penglihatan pasca bedah ablation retinae regmatogenosa
terutama tergantung dari status praoperasi macula. Apabila macula terlepas,
pengembalian penglihatan central biasanya tidak sempurna. Oleh karena itu,
tindakan bedah harus segera dilakukan selagi macula masih melekat. Bila
macula sudah terlepas, penundaan tindakan bedah hingga 1 minggu tidak
mengubah hasil penglihatan.
b) Ablatio retinae akibat traksi
Ablatio retinae akibat traksi adalah jenis tersering pada retinopati diabetic
proliferatif. Kelainan ini juga dapat menyertai vitreoretinopati proliferative,
retinopati prematuritas, atau trauma mata. Dibandingkan dengan ablation retinae
akibat traksi memiliki permukaan yang lebih konkaf dan cenderung lebih
terlokalisasi, biasanya tidak meluas ke ora serata. Gaya-gaya traksi menarik
retina sensorik menjauhi epitel pigmen dibawahnya secara aktif, menuju basis
vitreus. Traksi ini disebabkan oleh pembentukan membrane vitreosa, epiretina,
atau subretina yang terdiri atas fibroblast dan sel glia atau sel epitel pigmen
retina. Pada mulanya, pelepasan mungkin terlokalisasi di sepanjang arcade-
arkade vascular, tetapi dapat meluas hingga melibatkan retina midperifer dan
macula. Traksi fokal dari membrane-membran selular dapat menyebabkan

8
robekan retina dan menimbulkan kombinasi ablatio retinae regmatogenosa-
traksional
Vitreoretinopati proliferative merupakan komplikasi ablatio retinae
regmatoenosa dan penyebab tersering kegagalan tindakan bedah pada mata
tersebut.
Terapi
Vitrektomi pars plana memungkinkan pengangkatan unsur penyebab traksi
diikuti dengan penyingkiran membrane-membran fibrotik. Mungkin perlu
dilakukan retinotomi dan atau penyuntikan perfluorokarbon atau cairan berat
untuk meratakan retina. Dapat digunakan tamponade gas, minyak silicon, atau
scleral buckling.
c) Ablatio retinae serosa dan hemoragik
Ablatio retinae serosa dan hemoragik dapat terjadi walaupun tidak terdapat
pemutusan retina atau traksi vitreoretina. Ablasi ini adalah hasil darin
penimbunan cairan di bawah retina sensorik dan terutama disebabkan oleh
penyakit epitel pigmen retina dan koroid. Penyakit-penyakit degeneratif,
inflamasi, dan infeksi, serta neovaskularisasi subretina akibat bermacam-macam
hal mungkin berkaitan dengan ablatio retinae jenis ini. Ablasi jenis ini juga
dapat menyertai penyakit peradangan dan penyakit vaskuler sistemik.
Retinoblastoma adalah suatu tumor ganas yang mengenai retina pada satu
atau kedua mata.
Retinoblastoma adalah tumor masa kanak-kanak yang jarang namun bisa
fatal. Dua pertiga kasus muncul sebelum akhir tahun ketiga, kasus- kasus yang
jarang dilaporkan hampir di segala usia. Tumor bersifat bilateral pada sekitar
30% kasus. Umumnya, hal ini merupakan suatu tanda dari penyakit herediter,
tetapi lebih dari sepertiga kasus-kasus keturunan terjadi unilateral (Vaughan dan
Ashburry, 2010).
Gangguan ini merupakan tumor ganas utama intra okuler yang terjadi pada
anak-anak terutama pada umur di bawah 5 tahun dan sebagian besar didiagnosis
antara usia 6 bulan dan 2 tahun. Sebagian besar adalah mutasi sporadis tetapi
hampir 10% herediter. Retinoblastoma dapat terjadi unilateral (70%) dan
bilateral (30%). Sebagian besar kasus bilateral bersifat herediter yang diwariskan
melalui kromosom. Insiden gangguan ini 1 dalam 15.000 bayi lahir hidup.

2.1.3 Etiologi

9
Beberapa penyebab terjadinya ablasio retina adalah :
a) Miopia, pada miopia berat ukuran anteroposterior mata membesar dan
mengakibatkan desakan pada retina.
b) Trauma atau penggunaan fisik yang kuat dan mendadak akan menyebabkan
robekan pada retina.
c) Afakia, afakia menyebabkan pergerakan vitreus ke depan.
d) Degenerasi retina atau vitreus, menyebabkan terikan pada retina, inilah yang
biasanya menyebabkan robekan retina.

2.1.4 Patofisiologi
Retina terdiri atas dua lapisan. Robekan atau pelepasan retina terjadi jika
kedua lapisan tersebut terpisah karena akumulasi cairan atau tarikan kontraksi
badan vitreus. Tarikan vitreus pada retina menyebabkan klien melihat sinar kilat.
Klien juga mengeluh melihat titik-titik hitam di depan mata, yang terjadi karena
lepasnya sel-sel retina dan putusnya kapiler yang mengalirkan sel darah merah
ke dalam vitreus. Sel darah merah ini menghasilkan bayangan pada retina yang
diterima sebagai titik-titik hitam tersebut. Lepasnya retina juga menyebabkan
gangguan penerimaan rangsangan visual yang mengakibatkan konversi
rangsangan kebentuk yang tidak dapat diinterpretasikan otak dan menyebabkan
klien mengalami penurunan atau hilangnya pandangan. Hilangnya lapang
pandang bergantung pada area lepasnya retina. Retina temporal lebih sering
terkena sehingga klien mengeluh gangguan pada area nasal dari pada
pandangan.Gangguan penglihatan sentral terjadi jika macula lutea terkena.

2.1.5 Manifestasi Klinis

Pasien biasanya melaporkan riwayat melihat benda mengapung atau


pandaran cahaya at fau keduanya. Floater dapat dipersepsi sebagai titik-titik
hitam kecil atau rumah laba-laba. Partikel floater ini tersusun atas sel-sel retina
dan darah yang terlepas ketika terjadi robekan dan memberi bayangan pada
retina ketika mereka bergerak. Pada tahap berikut pasien akan melihat bayangan
berkembang atau tirai bergerak di lapang pandang, mengakibatkan pandangan
kabur dan kehilangan lapang pandang ketika retina benar benar terlepas dari
epitel berpigmen. Penurunan tajam pandang sentral atau hingnya pandang
sentral menunjukkan bahwa ada keterlibatan macula.

10
Pasien yang dicurigai mengalami ablasio retina harus dirujuk ke spesialis
retina segera untuk penanganan kedaruratannya. Pupil perlu didilatasi, dan
fundus diperiksa dengan oftalmoskop indirek dan lensa pembesar. Metoda lebih
luas sehingga seluruh retina dapat diperiksa dan setiap robekan teridentifikasi.

2.1.6 Penatalaksanaan

Ablasio inflamasi biasanya ditangani secara medis. Namun, pada ablasio


retina eksudatif atau serosa (sehubungan dengan proses yang berhubungan
seperti tumor atau inflamasi yang menimbulkan cairan subretina tanpa robekan
retina) dapat berespons terhadap fotokoagulasi laser. Prosedur laser membentuk
jaringan parut pada retina, melekatkannya ke epitel berpigmen. Retinopati
diabetika atau trauma dengan pendarahan vitreus mungkin memerlukan
pembedahan vitreus untuk mengurangi gaya tarik pada retina yang
ditimbulkannya. Terapi radiasi mungkin berguna dalam menangani ablasio
retina karena tumor intraokuler.

Pasien yang telah didiagnosis mengalami ablasio retina biasanya dirawat


di rumah sakit padahari itu juga. Bergantung pada luas atau lokasi pengelupasan
retina, pasien mungkin memerluka pembedahan darurat atau istirahant okuler
sebagai persiapan pembedahan. Istirahat okeluler meliputi pembalutan kedua
mata dan tirah baring dirawat untuk memungkinkan setting retina dan mencegah
ablasio meluas. Mata yang sakit didilatasi maksimal sebelum pembedahan,
sehingga ahli bedah dapat melihat fundus.

Dengan adanya tindakan pembedahan, maka perlu adanya perawatan luka


aseptic dan antiseptik untuk meminimalkan masuknya mikroorganisme dan
mengurangi resiko infeksi. Ada dua jenis teknik aseptik yang diterapkan dalam
praktek keperawatan, yaitu Aseptik medis dan Aseptik bedah :
a. Aseptik medis
Aseptik medis adalah teknik atau prosedur yang dilakukan untuk
mengurangi jumlah mikroorganisme disuatu objek, serta menurunkan
kemungkinan penyebaran dari mikro organisme tersebut.. Aseptik medis sangat
penting untuk diterapkan saat merawat individu yang rentan terhadap infeksi
baik karena penyakitnya, pembedahan atau karena immonosupresi. Selama

11
proses keperawatan, perawat melakukan kontak dengan banyak pasien dirumah
sakit, oleh karena itu perawat harus menyadari dan mengetahui akan prinsip-
prinsip aseptik medis sebagai upaya untuk menghindari transfer kuman dari
pasien ke perawat, dari perawat ke pasien, dari perawat ke perawat lain atau
petugas kesehatan lain, serta dari satu pasien ke pasien lainnya.
Suatu objek dikatakan terkontaminasi bila objek tersebut menjadi tidak
steril atau bersih. Dalam aseptik medik suatu area atau objek dikatakan
terkontaminasi bila terdapat atau objek dicurigai mengandung kuman pathogen,
misalnya tempat tidur (badpan) yang telah dipakai, lantai dan kasa basah yang
telah dipakai. Mata rantai infeksi yang paling mudah untuk di putus adalah cara
penularannya. Dalam lingkungan perawatan kesehatan lingkungan, mencuci
tangan adalah merupakan teknik dasar yang paling penting dalam pencegahan
dan pengontrolan penularan infeksi nosokomia. Menurut Larson dalam Dwi
Handayani (2003), Mencuci tangan adalah menggosok dengan sabun secara
bersama seluruh kulit permukaan tangan dengan kuat dan ringkas yang
kemudian di bilas dibawah air mengalir. Oleh karena itu, mencuci tangan
menjadi metode pencegahan dan pengendalian infeksi yang paling penting.
Tujuan mencuci tangan adalah menurunkan Bioburden(jumlah
mikroorgsnisme) pada tangan dan untuk mencegah penyebaranya ke area yamg
tidak terkontaminasi. Mencuci tangan yang kurang tepat menempatkan baik
pasien dan tenaga perawatan kesehatan pada resiko terhadap infeksi atau
penyakit. Tenaga perawatan kesehatan yang mencuci tangan kurang adekuat
dapat memindahkan organisme-organisme sepertistaphylococcus, escheria coli,
pseudomonas dan klebisellasecara langsung ke pada hospes yang rentan, yang
menyebabkan infeksi nasokomial dan endemik disemua jenis lingkungan pasien.
Adapun teknik cuci tangan yang efektif sesuai prosedur cuci tangan
menurut WHO (2007) yaitu sebagai berikut ;
1) Dimulai cuci tangan dengan menggunakan air mengalir dan bersih.
2) Menggunakan sabun cair atau sabun batangan, menggosokan sabun
tersebut sampai berbusa banyak.
3) Menggosokan ke bagian punggung tangan dengan jari tangan menjalin
secara bergantian, sebanyak 3 (tiga) kali.

12
4) Mengepalkan salah satu tangan dan menggosokan ke permukaan tangan
lainnya dimulai dengan menggosokan buku-buku jari tangan, kuku
tangan, dan ujung-ujung jari tangan secara bergantian, sebanyak 3 (tiga)
kali.
5) Memutar-mutar ibu jari tangan dengan salah satu tangan yang dilakukan
secara bergantian, sebanyak 3 (tiga) kali.
6) Membilas tangan dengan air mengalir mulai dari permukaan tangan
sampai dengan sikut tangan.
7) Mengeringkan tangan.

b. Aseptik bedah
Aseptik bedah atau teknik steril termasuk prosedur yang digunakan untuk
membunuh mikroorganisme. Setelah objek menjadi tidak steril maka objek
tersebut telah terkontaminasi, misalnya alat-alat perawatan luka yang telah
dipakai atau tersentuh objek yang tidak steril. Pada aseptik bedah, suatu area
atau objek dinyatakan terkontaminasi jika disentuh oleh setiap objek yang tidak
steril. Teknik steril sering dilakukan dalam berbagai tindakan keperawatan di
ruang keperawatan, seperti dalam perawatan luka operasi (mengganti balutan).
Keefektifan tindakan pencegahan luka operasi bergantung pada motivasi
perawat dalam menggunakan teknik aseptik. Perawat yang bekerja dengan
lingkungan yang steril atau dengan peralatan yang seteril harus mengerti bahwa
kegagalan sekecil apapun dalam teknik ini mengakibatkan kontaminasi yang
akan membuat pasien beresiko terkena infeksi luka operasi yang dapat
menghambat proses penyembuhan ( Schaffer dkk, 2004).
Kulit yang sehat dan utuh serta memberan mukosa dapat memberikan
suatu barier yang efektif terhadap mikroorganisme, tetapi jaringan yang di
bawahnya merupakan media yang sangat baik untuk pertumbuhan
mikroorganisme. Oleh karena itu saat jaringan bawah kulit terbuka akibat luka
karena prosedur operasi, maka untuk melindungi daerah tersebut dari
mikroorganisme harus digunakan teknik steril. Adapun prosedur-prosedur steril
perawatan luka menurut Ellis, et al (1999) adalah sebagai berikut:
a). Menata area steril
1. Mencuci tangan.

13
2. Pililah permukaan yang datar, kuat dan kering untuk menyiapkan alat
steril, dengan luas kurang lebih 12x12 inci.
3. Sebelum dilakukan sterilisasi, alat-alat dibungkus rapat agar tidak
terkontaminasi , sehingga saat dibuka alat-alat yang sudah steril tersebut
tidak akan terkontaminasi.
4. Apabila ingin menambah ala-alat yang steril, tempatkan ke sisi area yang
steril.

b). Membuka bungkusan steril


1. Mencuci tangan.
2. Ketika membuka bungkusan steril, jangan sampai menyentuh objek yang
steril atau areah yang steril.
3. Peganglah hanya pada sisi luar penbungkusnya.
4. Jangan membiyarkan sesuatu yang tidak steril menyentuh isi bungkusan
steril.

c). Menambahkan alat-alat ke dalam area steril


Ketika menambahkan alat-alat steril ke area steril, hal yang harus diperhatikan
adalah menjaga agar tidak terjadi kontaminasi.
1) Mencuci tangan.
2) Membuka pembungkus tanpa menyentu area steril.
3) Tempatkan alat-alat tersebut pada bidang yang steril dan jaga agar tangan
tidak menyentu bidang steril. Bila alat-alat tersebut besar atau berat atau secara
hati-hati pada bidang steril atau bisa menggunakan korentang steril .
4) Jaga agar tangan tidak menyentu bidang steril.

d). Menambahkan cairan ke dalam area steril


1) Mencuci tangan.
2) Tuangkan sedikit cairan, misalnya betadin kedalam tempat pembuangan
sebelum menuangkannya kedalam wadah steril.
3) Tuangkan cairan ke dalam wadah steril, tuangkan kira-kira 6-8 inchi di
atasnya.
4) Tuangkan secara perlahan-lahan untuk mencegah terjadinya percikan.
5) Jagalah agar tidak bersentuhan langsung dengan area steril.

14
e). Menggunakan sarung tangan steril
1) Cuci tangan secara menyeluruh.
2) Buka pembungkus kemasan bagian luar dengan hati-hati menyibakkannya
ke samping.
3) Pegang kemasan bagian dalam dan letak pada permukaan yang datar dan
bersih tepat diatas ketinggian pergelangan tangan. Buka kemasan, pertahankan
sarung tangan pada permukaan dalam pembungkus.
4) Identifikasi tangan kanan dan kiri. Setiap sarung tangan mempunyai
manset kurang lebih 5 cm, kenakan sarung tangan pada tangan dominan terlebih
dahulu.
5) Dengan ibu jari dan 2 jari lainnya dari tangan non dominan, pegang tepi
manset sarung tangan untuk tangan dominan. Sentuh hanya pada permukaan
dalam sarung tangan.
6) Dengan hati-hati tarik sarung tangan pada tangan dominan, lebarkan
manset dan pastikan bahwa manset tidak menggulung pada pergelangan tangan.
Pastikan juga bahwa ibu jari dan jari-jari pada posisi yang tepat.
7) Dengan tangan dominan yang telah menggunakan sarung tangan, masukan
jari-jari tangan manset sarung tangan kedua.
8) Dengan hati-hati tarik sarung tangan kedua pada tangan non dominan.
Jangan biyarkan jari-jari dan ibu jari sarung tangan dominan menyentuh bagian
tangan non dominan yang terbuka. Pertahankan ibujari tangan non dominan
abduksi ke belakang.
9) Manakala sarung tangan kedua telah terpasang, cakupkan kedua tangan
anda. Manset biasanya terlepas setelah pemasangan. Pastikan untuk hanya
menyentuh bagian yang steril.

f). Merawat luka


Menurut David dalam Dwi Handayani (2003), perawatan luka paska bedah
adalah tanggung jawab perawat bangsal. Adapun tujuan perawatan luka adalah
sebagai berikut :
1) Mengangkat jaringan mati, sehingga mendukung proses penyembuhan luka.

15
2) Mencegah terjadinya infeksi pada luka
3) Apsorbsi cairan eksudat
4) Mempertahankan kelembaban daerah sekitar luka
5) Melindungi luka dari kerusakan lebih lanjut
6) Melindungi daerah sekitar luka dari infeksi dan trauma

Menurut Ignatavicius, et al dalam Dwi Handayani (2003), perawatan luka


paska bedah terdiri dari mengganti balutan, merawat balutan, membersihkan
luka dan perawatan drain.
Perawatan luka paska bedah yang baik memberikan penyembuhan luka
yang baik. Dalam hal ini yang terpenting adalah penggunaan pembalut.
Pembalutan pada luka paska bedah berfungsi untuk memberikan lingkungan
yang sesuai untuk penyembuhan luka, untuk menyerap drainase, untuk
membebat dan mengimobilisasi luka, untuk melindungi luka dan jaringan epitel
baru dari cedera mekanik, untuk melindungi luka dari kontaminasi bakteri dan
pengotoran oleh faeses, muntahan dan urine, untuk meningkatkan hemostatis,
seperti pada balutan tekanan dan untuk memberikan kenyamanan mental dan
fisik bagi pasien.

3. Teknik aseptik dalam perawatan luka operasi


Menurut David dalam Dwi Handayani (2003) dalam pelayanan
keperawatan, perawatan luka operasi adalah tanggung jawab perawat. Berikut
adalah tatacara perawatan luka operasi dengan teknik aseptik.
a. Siapkan peralatan
b. Cek pembalut pasien
c. Pasang peralatan
d. Jelaskan prosedur tindakan pada pasien
e. Cuci tangan dengan efektif, sesuai prosedur cuci tangan menurut WHO
f. Pakai sarung tangan steril
1) Ambil sarung tangan secara hati-hati dari wadahnya dengan
menggunakan korentang.
2) Pegang sarung tangan pertama pada bagian dalam.

16
3) Masukan tangan yang tidak memegang sarung tangan dengan hati-hati
tanpa menyentuh bagian luar sarung tangan.
4) Ambil sarung tangan kedua dengan tangan yang sudah terpasang
sarung tangan pada bagian luar pada lipatan.
5) Masukan tangan yang kedua tanpa terkontaminasi
6) Atur sarung tangan yang sudah terpasang agar pas ditangan
7) Menjaga tangan yang sudah terpasang sarung tangan steril agar tidak
terkontaminasi, dan selalu berada di atas pinggang.

g. Lepaskan plester menggunakan pinset


h. Buang pembalut kotor pada tempat yang telah disediakan
i. Perhatikan luka dengan teliti untuk menandai terhadap infeksi dan
penyembuhan
j. Buka bak instrumen
k. Siapkan larutan pembersih
l. Jika bekerja sendiri, letakan sarung tangan steril pada tangan yang
dominan, biarkan tangan yang lain bebas untuk bekerja dengan peralatan yang
tidak steril
m. Bersihkan luka. Ketika membersihkan area, selalu mulai pada daerah
terbersih dan kerjakan menjauh dari area tersebut
n. Jika ada drain, bersihkan dibawah saluran dan sekitar lokasi dengan
lapisan kasa 4 x 4 Cm dan larutan pembersih
o. Letakan beberapa kain kasa di bawah drain
p. Letakan beberapa kasa betadin 4 x 4 Cm di atas luka dan plester
q. Buang sarung tangan
r. Tutup kantong plastik dan buang pada kantong isolasi bahan
s. Cuci tangan dengan efektif.

17
2.1.7 WOC Ablasio Retina

Trauma Miopia Afakia Degeneratif


Retina

Akumulasi cairan/
tarikan konstriksi

Lepasnya
Retina

Perlu Operasi Sel darah merah dan


sel-sel retina lepas

Gangguan Visual
Post OP Keberhasilan
Operasi

Hilangnya
penglihatan
MK.
MK. TAKUT
GANGGUAN
RASA
MK. MK.
NYAMAN
ANSIETAS RESIKO

MK. RESIKO
TINGGI
Perubahan
pola hidup

MK.
GANGGUAN

18
2.2 Retinoblastoma
2.2.1 Definisi

Retinoblastoma adalah suatu tumor ganas yang mengenai retina pada satu
atau kedua mata.Retinoblastoma adalah tumor masa kanak-kanak yang jarang
namun bisa fatal. Dua pertiga kasus muncul sebelum akhir tahun ketiga, kasus-
kasus yang jarang dilaporkan hampir di segala usia. Tumor bersifat bilateral
pada sekitar 30% kasus. Umumnya, hal ini merupakan suatu tanda dari penyakit
herediter, tetapi lebih dari sepertiga kasus-kasus keturunan terjadi unilateral
(Vaughan dan Ashburry, 2010).

Gangguan ini merupakan tumor ganas utama intra okuler yang terjadi pada
anak-anak terutama pada umur di bawah 5 tahun dan sebagian besar didiagnosis
antara usia 6 bulan dan 2 tahun. Sebagian besar adalah mutasi sporadis tetapi
hampir 10% herediter. Retinoblastoma dapat terjadi unilateral (70%) dan
bilateral (30%). Sebagian besar kasus bilateral bersifat herediter yang
diwariskan melalui kromosom. Insiden gangguan ini 1 dalam 15.000 bayi lahir
hidup.

2.2.2 Klasifikasi
a Golongan I
Tumor soliter/ multipel kurang dari 4 diameter papil.
Terdapat pada atau di belakang ekuator.
Prognosis sangat baik.
b Golongan II
Satu atau beberapa tumor berukuran 4- 10 diameter papil.
Prognosis baik.
c Golongan III
Tumor ada di depan ekuator atau tumor soliter berukuran > 10 diameter
papil.
Prognosis meragukan.
d Golongan IV
Tumor multipel sampai ora serata.
Prognosis tidak baik.

19
e Golongan V
Setengah retina terkena dengan benih di badan kaca.
Prognosis buruk.

2.2.3 Etiologi

Umumnya, retino blastoma merupakan suatu penyakit herediter, tetapi


lebih dari sepertiga kasus kasus keturunan terjadi unilateral.Suatu alel dalam
pita kromosom 13q14 mengontrol tumor baik bentuk herediter maupun
nonherediter. Gen retinoblastoma normal (gen RB1), yang terdapat pada semua
orang, adalah suatu gen supresor atau anti onkogen. Individu dengan bentuk
penyakit herediter memiliki satu alel terganggu di setiap sel tubuhnya, apabila
alel pasangannya di sel retina yang sedang tumbuh mengalami mutasi spontan,
terbentuklah tumor.Pada bentuk yang nonherediter, kedua alel gen
retinoblastoma normal di sel retina yang sedang tumbuh dinonaktifkan oleh
mutasi spontan. Pengidap bentuk herediter yang bertahan hidup (5% dari kasus
baru yang orang tuanya sakit atau mereka yang mengalami mutasi selg
erminativum) memiliki kemungkinan hampir 50% menghasilkan anak yang
sakit.

2.2.4 Patofisiologi
Jika letak tumor di makula, dapat terlihat gejala awal strabismus. Massa
tumor yang makin membesar akan memperlihatkan gejala leukokoria, tanda
peradangan vitreus yang menyerupai endoftalmitis. Jika sel-sel tumor masuk ke
segmen anterior mata, akan menyebabkan glaukoma atau tanda peradangan
berupa hipopion atau hifema. Pertumbuhan tumor ini dapat menyebabkan
metastasis dengan invasi tumor melalui : nervus optikus ke otak, sklera ke
jaringan orbita dan sinus paranasal, dan metastasis jauh ke sumsum tulang
melalui pembuluh darah. Pada fundus terlihat bercak kuning mengkilat, dapat
menonjol ke badan kaca. Di permukaan terdapat neovaskularisasi dan
perdarahan. Warna iris tidak normal. Penyebaran secara limfogen ke kelenjar
limfe pre aurikuler dan sub mandibula serta secara hematogen ke sumsum
tulang dan visera, terutama hati.
Retinoblastoma dapat tumbuh ke luar (eksofitik) atau ke dalam (endofitik)
atau kombinasi keduanya. Dapat terjadi penyebaran sel- sel tumor ke dalam
vitreus. Kedua jenis retinoblastoma, secara bertahap, akan mengisi mata dan

20
meluas bersama nervus opticus ke otak dan, lebih jarang, di sepanjang saraf dan
pembuluh-pembuluh emisari di sklera ke jaringan orbita lainnya. Tumor ini
terkadang tumbuh secara difus di retina, melepaskan sel-sel ganas ke dalam
vitreus dan bilik mata depan; dengan demikian, menimbulkan proses
pseudoinflamasi yang dapat menyerupai retinitis, vitritis, uveitis, atau
endoftalmitis. Secara mikroskopis, sebagian besar retinoblastoma terdiri atas
sel-sel kecil, tersusun rapat, bundar atau poligonal dengan inti besar berwarna
gelap dan sedikit sitoplasma. Sel-sel ini kadang- kadang membentuk rosette
Flexner-Wintersteiner yang khas, menandakan adanya diferensiasi fotoreseptor.
Kelainan- kelainan degeneratif sering dijumpai, disertai dengan nekrosis dan
kalsifikasi. Sejumlah kecil kasus akan sembuh secara spontan.

Retinoblastoma biasanya tidak disadari sampai tumbuh cukup besar untuk


menimbulkan pupil putih (leukokoria), strabismus, atau peradangan. Semua
anak dengan strabismus atau peradangan intraokular harus dievaluasi untuk
mencari adanya retinoblastoma. Tumor stadium awal biasanya terlihat adanya
bila dicari, misalnya pada anak dengan riwayat herediter atau pada kasus- kasus
yang mata sebelumnya sudah terkena.

2.2.5 Manistasi Klinis


a Tumor intraokuler, tergantung ukuran dan posisi.
b Refleks mata boneka cat eye reflex atau leukokoria, pupil keputihan.
c Strabismus
d Radang orbital
e Hyphema
f Pandangan hilang unilateral tidak dikeluhkan oleh anak.
g Sakit kepala
h Muntah, anorexia, dan berat badan menurun.
2.2.6 Penatalaksanaan
Ultrasonografi dan tomografikomputer dilakukan terutama untuk klien
dengan metastasis ke luar, misalnya dengan gejala proptosis bola mata.
Jika satu mata terserang, pengobatan bergantung pada klasifikasi tumor:
a Golongan I dan II dengan pengobatan lokal (radiasi, cryotherapy,
fotokoagulasi laser). Kadang-kadang digabung dengan kemoterapi.
b Jika tumor besar (Golongan IV atau V), mata harus dienukleasi segera.
Mata yang tidak terkena dilakukan radiasi sinar-X dan kemoterapi.

Pada tumor intraokuler yang sudah mencapai seluruh vitreus dan visus nol,
dilakukan enukleasi. Jika tumor telah keluar bulbus okuli tetapi masih terbatas

21
di rongga orbita, dilakukan kombinasi eksenterasi, radioterapi dan kemoterapi.
Klien harus terus dievaluasi seumur hidup karena 20-90% klien retinoblastoma
bilateral kan menderita tumor ganas primer terutama osteosarkoma.

Selain itu retinoblastoma terjadi pada anak-anak, sehingga perlu


penanganan Hospitalisasi yang tepat untuk anak-anak. Maka perlu adanya
intervensi keperawatan dalam mengatasi dampak hospitalisasi. Focus
intervensi keperawatannya adalah meminimalkan stressor, memaksimalkan
manfaat hospitalisasi, dan mempersiapkan anak sebelum dirawat di rumah
sakit.

Upaya meminimalkan stresordapat dilakukan dengan cara mencegah atau


mengurangi dampak perpisahan, mencegah perasaan kehilangan control, dan
mengurangi atau meminimalkan rasa takut terhadap perlakuan tubuh dan rasa
nyeri.

Untuk mencegah atau meminimalkan dampak perpisahan dapat dilakukan


dengan cara:

1. Melibatkan orang tua berperan aktif dalam perawatan anak dengan cara
membolehkan mereka untuk tinggal bersama anak selama 24 ajm
(rooming in).
2. Jika tidak mungkin untuk rooming in, beri kesempatan orang tua untuk
melihat anak setiap saat dengan maksud mempertahankan kontak
antarmereka.
3. Modifikasi ruang perawatan dengan cara membuat situasi ruang rawat
seperti di rumah, dinataranya dengan membuatdekorasi ruangan yang
bernuansa anak.
4. Mempertahankan kontak dengan kegiatan sekolah, diantaranya dengan
memfasilitasi pertemuan dengan guru, teman sekolah dan membantunya
melakukan serat-menyurat dengan siapa saja yang anak inginkan.

Untuk mencegah perasaan kehilangan control dapat dilakukan dengan cara:

1. Hindari pembatasan fisik jika anak dapat kooperatif terhadap petugas


kesehatan. Apabila anak harus diisolasi, lakukan modifikasi lingkungan
sehingga isolasi tidak terlalu dirasakan oleh anak dan orang tua,

22
pertahankan kontak antara orang tua dan anak terutama pada bayi dan anak
toddler untuk mengurangi stress.
2. Buat jadwal kegiatan untuk prosedur terapi, latihan, bermain, dan aktivitas
lain dalam perawatan untuk menghadapi perubahan kebiasaan/kegiatan
sehari hari.
3. Fokuskan intervensi keperawatan pada upaya untuk mengurangi
ketergantungan dengan cara memberi kesempatan anak mengambil
keputusan dan melibatkan orang tua dalam perencanaan kegiatan asuhan
keperawatan.

Untuk meminimalkan rasa takut terhadap cedera tubuh dan rasa nyeri dapat
dilakukan dengan cara:

1. Mempersiapkan psikologis anak dan orang tua untuk tindakan prosedur


yang menimbulkan rasa nyeri, yaiotu dengan menjelaskan apa yang akan
dilakukan dan memberikan dukungan psokologis pada orang tua.
2. Lakukan permainan terlebih dahulu sebelum melakukan persiapan fisik
anak, misalnya dengan cara bercerita, menggambar, menonton video kaset
dengan cerita yang berkaitan dengan tindakan atau prosedur yang akan
dilakukan pada anak.
3. Pertimbangkan untuk menghadirkan orang tua pada saat anak dilakukan
tindakan atau prosedur yang menimbulkan rasa nyeri apabila mereka tidak
dapat menahan diri, bahkan menangis bila melihatnya. Dalam kondisi ini,
tawarkan pada anak dan orang tua untuk mempercayakan kepada perawat
sebagai pendamping anak selama prosedur tersebut dilakukan.
4. Tunjukan sikap empati sebagai pendekatan utama dalam mengurangi rasa
takut akibat prosedur yang menyakitkan.
5. Pada tindakan pembedahan elektif, lakukan persiapan khusus jauh hari
sebelumnya apabila memmungkinkan. Misalnya, dengan
mengorientasikan kamar bedah, tindakan yang akan dilakukan, petugas
yang akan menangani anak melalui cerita, gambar, atau menonton film
video yang menggambarkan kegiatan operasi tersebut. Tentunya terlebih
dahulu perlu dilakukan pengkajian yang akurat tentang kemampuan
psikologis anak dan orang tua untuk menerima informasi ini dengan
terbuka. Lakukan pula latihan relaksasi pada fase sebelum operasi sebagai
persiapan untuk perawatan pascaoperasi.

23
Memaksimalkan manfaat hospitalisasi pada anak, dengan cara :

1. Membantu perkembangan orang tua dan anak dengan cara memberi


kesempatan orang tua mempelajari tumbuh kembang anak dan reaksi anak
terhadap stressor yang dihadapi selama dalam perawatan di rumah sakit.
2. Hospitalisasi dapat dijadikan media media belajar untuk orang tua. Untuk
itu perawat dapat memberi kesempatan pada orang tua untuk belajar
tentang penyakit anak, terapi yang didapat, dan prosedur keperawatan
yang dilakukan padan anak, tentunya sesuai dengan kapasitas belajarnya.
3. Untuk meningkatkan kemampuan kontrol diri dapat dilakukan dengan
memberi kesempatan pada anak mengambil keputusan, tidak terlalu
bergantung pada orang lain dan percaya diri. Tentunya hal ini hanya dapat
dilakukan oleh anak yang lebih besar dan bukan bayi. Berikan selalu
pengetahuan yang positif dengan selalu memberikan pujian atas
kemampuan anak dan orang tua dan dorong terus untuk meningkatkannya.
4. Fasilitasi anak untuk tetap menjaga sosialisasinya dengan sesame pasien
yang ada, teman sebaya atau teman sekolah. Beri kesempatan padanya
untuk saling kenal dan membagi pengalamannya. Demikian juga interaksi
dengan petugas kesehatan dan sesama orang tua harus difasilitasi oleh
perawat karena selama di rumah sakit orang tua dan anak empunyai
kelompok social yang baru.

Persiapan anak sbelum dirawat di rumah sakit didasarkan pada adanya


asumsi bahwa ketakutan akan sesuatu yang tidak diketahui akan menjadi
ketakutan yang nyata.

Pada tahap sebelum masuk rumah sakit dapat dilakukan: 1) Siapkan ruang
rawat sesuai dengan tahapan usia anak dan jenis penyakit dengan peralatan
yang diperlukan; 2) Apabila anak harus secara berencana, 1-2 hari sebelum
dirawat diorientasikan dengan situasi rumah sakit dengan bentuk miniature
bangunan rumah sakit.

Pada hari pertama dirawat dilakukan tindakan: 1) Kenalkan perawat dan


dokter yang akan merawatnya; 2) Orientasikan anak dan orang tua pada
ruanangan rawat yang ada beserta fasilitas yang dapat digunakan; 3) Kenalkan
dengan pasien anak lain yang akan menjadi teman sekamarnya; 4) berikan

24
identias pada anak, misalnya dengan papan nama anak; 5) Jelaskan aturan
rumah sakit yang berlaku dan jadwal kegiatan yang akan diikuti; 6)
Laksanakan pengkajian riwayat keperawatan 7) Lakukan pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan lainnya sesuai dengan yang diprogramkan.

2.2.7 WOC Retinoblastoma

Faktor Keturunan

Mutasi gen RB1 dari kromosom 13q14

Gen BR1 inaktif

Pertumbuhan sel daerah retina tidak

RETINOBLASTOMA

Gangguan Tumor Ganas


penerimaan sensori
pada fotoreseptor
Penonjolan pada
Ketajaman
penglihatan
Butuh operasi
menurun

25
Post OP
Perawatan Visus
rumah sakit menuru

Terdapa MK.
Orang asing MK. t luka RESIKO
yang DEFISIT
merawat PERAWATA
(Petugas
Kesehatan) Pemulihan
MK.
KURANG
MK. NYAMAN
Perlindung
RESIKO
an luka
CIDERA

MK. TAKUT Penggunaan penutup


mata dan keterbatasan

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Ablasio Retina


3.1.1 Pengkajian

Pengumpulan Data

1. Identitas pasien
Meliputi nama, umur untuk mengetahui angka kejadian pada usia
keberapa, jenis kelamin untuk membandingkan angka kejadian antara laki-
laki dan perempuan, pekerjaan untuk mengetahui apakah penderita sering
menggunakan tenaga secara berlebihan atau tidak.
2. Riwayat penyakit sekarang
Pada pengkajian ini yang perlu dikaji adanya keluhan pada penglihatan
seperti penglihatan kabur, melihat kilatan-kilatan kecil, adanya tirai hitam
yang menutupi area penglihatan, adanya penurunan tajam penglihatan.
3. Riwayat penyakit dahulu

26
Adakah riwayat penyakit dahulu yang diderita pasien yang berhubungan
dengan timbulnya ablasio retina yaitu adanya miopi tinggi, retinopati,
trauma pada mata.
4. Riwayat penyakit keluarga
Adakah anggota keluarga lain yang mengalami penyakit seperti yang
dialami pasien dan miopia tinggi.
5. Riwayat psikososial dan spiritual
Bagaimana hubungan pasien dengan anggota keluarga yang lain dan
lingkungan ssekitar sebelum maupun sesudah sakit. Apakah pasien
mengalami kecemasan, rasa takut, kegelisahan karena penyakit yang
dideritanya dan bagaimana pasien menggunakan koping mekanisme untuk
menyelesaikan masalah yang dihadapinya.

3.1.2 Pemeriksaan Fisik


1. Visus : Untuk melihat ketajaman penglihatan (menurun) 1/300.

2. Funduskopi : Retina berwarna abu abu, permukaan retina tidak rata

3. Refraksi : Kelainan refraksi mata myopi.

4. Flurensin anglografi: Kebocoran didaerah para papilaris dan daerah yang


berdekatan dengan ruptur serta terliha gangguan permebialitas
koriokapilaris akibat rangsangan langsung badan kaca pada choroid.

5. USG : Terlihat lubang pada retina yang berbentuk ladam kuda.


Lubang kecil atau bulan sabit.

6. Pemeriksaan segmen anterior


a. Adanya pembengkakan pada palpebrae atau tidak, biasanya pada klien
post operasi ablasio retina, palpebraenya akan bengkak.
b. Keadaan lensa, bila tidak ada komplikasi lain, maka keadaan lensanya
adalah jernih.
c. Bagaimana keadaan pupilnya, pupil pada klien ablasio retina yang
telah masuk rumah sakit akan melebar sebagai akibat dari pemberian
atropin.
d. Kamera Okuli Anteriornya biasanya dalam.
e. Bagaimana keadaan konjungtivanya, biasanya pasien post operasi akan
mengalami hiperemi pada konjungtivanya.
7. Pemeriksaan segmen posterior

27
a. Corpus vitreum ada kelainan atau tidak.
b. Ada atau tidak pupil syaraf optiknya.

3.1.3 Analisis Data

No Data Etiologi Masalah


Pre OP
1. DS : - Akumulasi cairan Resiko cidera
DO : Visus menurun, berhubungan dengan
floaters, pemeriksaan Sel-sel darah merah dan penurunan tajam
fundus okuli : tampak sel-sel retina lepas penglihatan
retina yang terlepas
berwarna pucat Terjadi ganggguan visual
dengan pembuluh
darah retina yang Hilangnya Penglihatan
berkelok-kelok
Adanya Resiko Cidera
2. DS:Terus Akumulasi cairan Ansietas berhubungan
menanyakan kapan dengan ancaman
pelaksanaan Sel-sel darah merah dan kehilangan penglihatan
operasinya serta sel-sel retina lepas
keadaan matanya.
DO: Gelisah selalu Terjadi ganggguan visual
bertanya, tidak
menuruti anjuran Hilangnya Penglihatan
untuk bedrest total,
berdebar-debar. Pasien Cemas

3. DS : Akumulasi cairan Gangguan konsep diri


- Klien cemas dan berhubungan dengan efek
sering mengatakan Sel-sel darah merah dan perubahan pada gaya
motivasi diri yang sel-sel retina lepas hidup
kurang
- Mengeluh tidak Terjadi ganggguan visual
mampu

28
melakukan peran dan Hilangnya Penglihatan
fungsi sebagaimana
mestinya. Terjadi perubahan pola
- Ungkapan hidup pada diri pasien
mengkritik diri
sendiri, mengejek Adanya gangguan
dan menyalahgunakan konsep diri pada pasien
diri sendiri.
DO :
- Kontak mata
kurang, sering
menunduk
- Mudah marah dan
tersinggung.
- Menarik diri.
- Menghindar dari
orang lain.
4. DS : Pasien Akumulasi cairan Takut berhubungan
mengatakan takut dengan kehilangan
untuk dioperasi. Sel-sel darah merah dan control dan hasil yang
DO : sel-sel retina lepas tidak dapat diperkirakan,
- Pasien tampak takut sekunder akidan hasilnya.
dan gelisah Dilakukkan tindakan
- Ekspresi tegang
operasi
-Klien selalu bertanya
tanya tentang
Keberhasilan operasi
penyakitnya.
yang belum pasti

Pasien Takut
Post OP
DS : Klien mengeluh Akumulasi cairan Gangguan rasa nyaman
1.
nyeri pada mata (nyeri) berhubungan
(daerah yang sudah Sel-sel darah merah dan dengan dampak
dioperasi. sel-sel retina lepas pembedahan

29
DO :
- Pasien tampak Dilakukkan tindakan
meringis operasi
- Adanya luka operasi
pada daerah mata
Luka Post OP
- Skala nyeri 4-6
- TTV tidak normal
Adanya Gangguan rasa
nyaman (nyeri)
DS : - Akumulasi cairan Resiko tinggi infeksi
2.
DO : Tampak luka berhubungan dengan
insisi pada mata yang Sel-sel darah merah dan peningkatan kerentanan
ditutup perban. sel-sel retina lepas sekunder terhadap
gangguan akibat
Dilakukkan tindakan pembedahan mata
operasi

Luka Post OP

Adanya Resiko infeksi

3.1.4 Diagnosa Keperawatan


Pre Op
1. Resiko cidera berhubungan dengan penurunan tajam penglihatan.

2. Ansietas berhubungan dengan ancaman kehilangan penglihatan.

3. Gangguan konsep diri berhubungan dengan efek perubahan pada gaya


hidup, sekunder akibat kehilangan fungsi tubuh.

4. Takut berhubungan dengan kehilangan control dan hasil yang tidak dapat
diperkirakan, sekunder akibat operasi dan hasilnya.
Post Op
1. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan dampak pembedahan.

30
2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan peningkatan kerentanan
sekunder terhadap gangguan akibat pembedahan mata.

3.1.5 Intervensi dan Rasional

No Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional


. Keperawatan Kriteria Hasil
PRE OP
1 Resiko cidera Tujuan: Meminimalisir
Ciptakan
berhungan dengan Tidak terjadi trauma
lingkungan
penurunan tajam kecelakaan atau
yang nyaman
penglihatan. cedera pada
bagi klien
pasien.
Tingkat
DS: -
Pindahkan
keamanan
DO: Visus
Kriteria Hasil: benda-benda
pasien terjaga
menurun, floaters,
- Tidak terjadi berisiko dari
pemeriksaan fundus
cedera pada lingkungan
okuli : tampak
pasien klien
retina yang terlepas Keluarga
- Pasien dapat
berwarna pucat Ajarkan
mengetahui adalah orang
dengan pembuluh keluarga
faktor yang dapat terdekat yang
darah retina yang tentang
menyebabkan bisa ikut
berkelok kelok. faktor risiko
cedera bekerja sama
jatuh dan
dalam invensi
bagaimana
pasien
mengurangi
risiko jatuh
Membantu Dengan tetap
pasien beraktifitas
beraktivitas pasien akan
tanpa terjadi tetap
cidera bersosialisasi
tanpa resiko
Tingkat
Mengetahui
keamanan
benda-benda
pasien terjaga

31
yang dapat
menyebabka
n cidera pada
pasien
Cidera akan
Mengurangi
memperparah
resiko cidera
prognosis
2 Ansietas Tujuan: Kaji tingkat
Untuk
berhubungan Kecemasan ansietas :
mengetahui
dengan ancaman berkurang atau ringan,
sampai sejauh
kehilangan hilang. sedang,
mana tingkat
penglihatan. berat, panic
kecemasan
Kriteria Hasil:
DS:Terus klien sehingga
- Klien mampu
menanyakan kapan memu-dahkan
menggambarkan
pelaksanaan penanganan/
ansietas dan pola
operasinya serta pemberian
kopingnya.
keadaan matanya. askep se-
- Klien mengerti
DO: Gelisah selalu lanjutnya.
tentang tujuan
Agar klien
bertanya, tidak
perawatan yang Berikan
tidak terlalu
menuruti anjuran
diberikan/ kenyaman
memikirkan
untuk bedrest total,
dilakukan. dan
penyakitnya.
berdebar-debar.
- Klien ketentraman
memahami tujuan hati
operasi, Agar klien
Berikan
pelaksanaan mengetahui/
penjelasan
operasi, pasca memahami
mengenai
operasi, bahwa ia
prosedur
prognosisnya benar sakit
perawatan,
(bila dilakukan dan perlu
perjalanan
operasi). dirawat
penyakit &
progno-
sisnya

32
Agar klien
Berikan/
merasa aman
tempatkan
dan
alat
terlindungi
pemanggil
saat
yang mudah
memerlukan
dijangkau
bantuan
oleh klien
Untuk
Gali
mengetahui
intervensi
cara mana
yang dapat
yang efektif
menurunkan
untuk
ansietas
menurunkan/
mengurangi
ansietas
Agar klien
Berikan
dengan senang
aktivitas
hati
yang dapat
melakukan
menurunkan
aktivitas
kecemasan/
karena sesuai
ketegangan
dengan
keinginan-nya
dan tidak
bertentangan
dengan prog-
ram
perawatan.
3. Gangguan konsep Tujuan: Interaksi yang
Dorong klien
diri berhubungan Konsep diri klien mencobat
untuk
dengan efek mengarah ke meningkatkan
mengungkap
perubahan pada positif (adaptif). konsep diri
kan
gaya hidup, dimulai
perasaannya
sekunder akibat Kriteria Hasil: dengan

33
kehilangan fungsi - Konsep diri mengkaji
tubuh. yang tentang apa
diekspresikan yang
DS: - Klien cemas
klien nonverbal dirasakan
dan sering
dan verbal yang klien tentang
mengatakan
konstruktif. penyakit dan
motivasi diri yang
- Reaksi pembedahan.
kurang
Hal ini
terhadap
- Mengeluh tidak Bantu klien
membantu
perubahan gaya
mampu untuk
klien untuk
hidup ke arah
melakukan peran mengidentifi
mengubah
positif
dan fungsi kasi tingkat
fokus dari
- Klien mau
sebagaimana mekanisme
perubahan
menerima
mestinya. koping yang
penampila ke
keadaan dan
- Ungkapan dimiliki
semua aspek
pasrah.
mengkritik diri
yang positif
sendiri, mengejek
yang
dan menyalahgunak
menunjang
an diri sendiri.
konsep diri
Mempertahan
DO: - Kontak mata Berikan
kan kotrak
kurang, sering support
sosial
menunduk sistem
kekuatan
- Mudah marah dan (keluarga,
moral klien
tersinggung. teman dekat
dalam
- Menarik diri. dan lainlain)
mengahdapi
- Menghindar dari
masalahnya
orang lain. Ajarkan Meminimalka
klien untuk n perubahan
beradaptasi yang ada ke
terhadap arah
perubahan konstruktif
penampilann
ya

34
4. Tujuan: Ciptakan Mengungkapk
Takut berhubungan
Klien tidak takut suasana an perasaan
dengan kehilangan
dalam manjalani lingkungan dan
control dan hasil
operasinya. yang kekawatiran
yang tidak dapat
kondusif dan meningkatkan
diperkirakan,
Kriteria Hasil: saling kewaspadaan
sekunder akibat
- Klien akan percaya diri klien dan
operasi dan
mengekspresikan membantu
hasilnya.
kekawatiran nya klien dalam
mengenai operasi mengidentifik
DS: Pasien yang akan asi masalah
mengatakan takut Dengarkan Validasi
dijalani selama
untuk dioperasi dengan aktif memberi
dialog (banyak
- DO: Pasien tampak dan validasi keyakinan
informasi yang di
takut dan gelisah ketakutan meningkatkan
- Ekspresi tegang cari klien).
Klien selalu klien harga diri dan
- Klien mau dan
bertanya tanya membantu
bekerja sama
tentang mengurangi
dalam tindakan
penyakitnya. ansietas.
operasi setelah
Sajikan Stimulasi
mengerti tentang
informasi simultan
prosedur
dengan berbagai
pembedahan,
menggunaka indera
resiko, serta
n metode meningkatkan
manfaatnya.
model proses belajar
- Klien tenang
anatami atau mengajar
dan tak gelisah.
- Tensi 130/80, contoh

nadi normal (60 protesis


Diskusikan Infromasi
sampai 80
tentang tentang apa
menit/detik).
perawatan yang akan
preoperatif dihadapi dapat
(premedikasi mengurangi
, sedasi, infus kecemasan,

35
cairan ) sehingga
memungkinka
n klien mau
berpartisipasi
jelaskan Informasi
aktivitas dapat
yang meningkatkan
diperbolehka kepatuhan dan
n setelah memfasilitasi
operasi proses
(berbaring, perencanaan
ambulasi, pulang.
latihan nafas
dalam)
POST OP
1. Gangguan rasa Tujuan: Pengetahuan
Identifikasi
nyaman (nyeri) Nyeri berkurang yang
klien dlam
berhubungan atau rasa nyaman mendalam
membantu
dengan dampak terpenuhi tentang nyeri
menghilangka
pembedahan. dan
n rasa
Kriteria Hasil: kefektifan
nyerinya
DS:Klien mengeluh - Lokasi nyeri tindakan
nyeri pada mata minimal. penghilangan
(daerah yang sudah - Keparahan nyeri.
Berikan Informasi
dioperasi nyeri berskala 0.
informasi mengurangi
- Indikator nyeri
tentang ansietas yang
DO: verbal dan
penyebab dan berhubungan
-Pasien tampak nonverbal (tidak
cara dengan
meringis menyeringai).
mengatasinya sesuatu yang
- Adanya luka
diperkirakan.
operasi pada
Tindakan Tindakan ini
daerah mata
- Skala nyeri 4-6 penghilangan memungkink

TTV tidak normal rasa nyeri an klien


noninvasif untuk

36
dan non mendapatkan
farmakologis rasa kontrol
(posisi, terhadap
balutan (24- nyeri
48 jam),
distraksi dan
relaksasi.
Terapi
Terapi
farmakologi
analgetik
diperlukan
untuk
memberikan
peredam
nyeri.
2. Resiko tinggi Tujuan: Tingkatkan
Nutrisi dan
infeksi Infeksi tak Penyembuhan
hidrasi yang
berhubungan terjadi. luka :
optimal
dengan peningkatan - diit
meningkatka
kerentanan Kriteria Hasil: seimbang
n kesehatan
sekunder terhadap - Drainase baik. - menjaga
umum.
gangguan akibat - Suhu dalam kebersihan
Mempercepat
pembedahan mata. batas normal. luka
kesemubuhan
- Nilai
DS:-
luka
DO: Tampak luka laboratorium sel
insisi pada mata darah putih Tindakan Regangan
yang ditutup perban normal. untuk pada jahitan
mencegah dapat
regangan pada menimbulkan
jahitan gangguan,
emmbuat
jalan masuk
mikroorganis
me
Teknik
Tindakan

37
aseptik
perawatan
menimimalka
luka aseptik
n masuknya
dan antiseptik
mikroorganis
me dan
mengurangi
risiko infeksi
Terapi Anti kuman
antibiotika atau babteri
berspektrum
luas.

3.2 Retinoblastoma
3.2.1 Pengkajian

1. Sejak kapan sakit mata dirasakan

Penting untuk mengetahui perkembangan penyakitnya, dan sejauhmana


perhatian klien dan keluarganya terhadap masalah yang dialami. Retinoblastoma
mempunyai prognosis baik bila ditemukan dini.

2. Riwayat trauma sebelum atau sesudah ada keluhan

Trauma dapat memberikan kerusakan pada seluruh lapis kelopak ataupun bola
mata. Trauma sebelumnya dapat juga memberikan kelainan pada mata
tersebut sebelum meminta pertolongan.

3. Apakah ada keluarga yang menderita penyakit yang sama sebelumnya

Retinoblastoma bersifat herediter yang diwariskan melalui kromosom,


protein yang selamat memiliki kemungkinan 50 % menurunkan anak
dengan retinoblastoma.

4. Apakah pasien merasakan adanya perubahan dalam matanya.

Retinoblastoma dapat menyebabkan bola mata menjadi besar.

38
5. Apakah ada keluhan lain yang menyertai

Keluhan sakit kepala merupakan keluhan paling sering diberikan oleh


penderita. Adanya keluhan pada organ lain juga bisa diakibatkan oleh tumor
yang bermetastase.

6. Penyakit mata sebelumnya

Kadang-kadang dengan mengetahui riwayat penyakit mata sebelumnya akan


dapat menerangkan tambahan gejala-gejala penyakit yang dikeluhkan
penderita.

7. Penyakit lain yang sedang diderita

Bila sedang menderita penyakit lain dengan keadaan yang buruk, dapat pula
memperburuk keadaan klien

8. Usia penderita

Dikenal beberapa jenis penyakit yang terjadi pada usia tertentu.


Retinoblastoma umumnya ditemukan pada anak-anak, terutama pada usia
di bawah 5 tahun.

9. Riwayat Psikologi

a. Reaksi pasien dana keluarganya terhadap gangguan penglihatan yang


dialami pasien: cemas, takut, gelisah, sering menangis, sering bertanya.

b. Mekanisme koping

3.2.2 Pemeriksaan Fisik

Inpesksi keseluruhan mata untuk menemukan data objektif penyebab


masalah pada mata pasien. Inspeksi mata terdiri dari inpeksi organ mata eksternal
dan inspeksi organ mata internal.
1. Inspeksi Eksternal

39
Terdiri dari pemeriksaan terhadap posisi dan kesejajaran mata, alis mata
(distribusi penyebaran alis mata, kesejajaran, dan gerakannya), kelopak mata
(pembengkakan, warna, masa, kemampuan mengedip, serta posisinya terhadap
kornea), apparatus lakrimal dan duktus nasolakrimal (pembengkkan dan warna
serta nyeri saat palpasi), bola mata (terlihat menonjol atau tidak), konjungtiva
(warna, masa, benda asing), sclera (warna, perdarahan), kornea (kejernihan), iris
(warna, dan bentuk), pupil (warna, bentuk, reaksi terhadap cahaya dan
kesimetrisan ukuran), dan lensa (warna)

2. Inspeksi Internal atau pemeriksaan Funduskopik (pemeriksaan tingkat mahir)


Merupakan pemeriksaan organ dalam mata yang tak dapat di inspeksi
menggunakan mata telanjang ataupun menggunakan senter. Inpeksi organ mata
internal harus dilakukan menggunakan alat Otalmoskop dan dilakukan oleh
tenaga yang professional. Salah satu organ interna yang di periksa adalah retina.
Normal : pada pemeriksaan oftalmoskop akan di temukan nilai normal
retina yaitu warna oranye kekuningan sampai merah muda krem menjadi warna
dasar, diskus berawarna kuning kemerahan dengan batas temporal sedikit
kurang jelas, macula jelas terlihat dan normal di kelilingi hallo berwarna lebih
gelap, akan terlihat arteri dan vena dengan karteristik warna arteri merah terang,
dan vena berwarna merah gelap, ukuran arteri lebih kecil daripada ukuran vena.
Abnormal : pada ablasio retina terjadi robekan antara retina dan lapisan
pigmen epitel menyebabkan kumpulnya cairan dalam celah tersbut, sehingga
retina akan terangkat dan penglihatan di daerah tersbut akan terganggu, biasanya
pada pemeriksaan akan ditemukan warna diskus akan menjadi pucat dan atrofik,
retina terlihat berwarna abu abu, permukaan retina tidak rata dan terlihat seperti
bergelombang, pembuluh darah retina berkelok kelok sesuai dengan gelombang
retina yang terangkat, pada daerah ablasi tidak terlihat gambaran koroid normal.
Robekan pada retina dapat berbentuk seperti bulan sabit.
3.2.3 Analisis Data

No Data Etiologi Masalah


Pre OP
1. DS : - Adanya faktor keturunan Takut berhubungan
DO: Anak tampak dengan orang asing
takut dan Mutasi Gen ( petugas kesehatan)

40
menangis, rewel
ketika Pertumbuhan sel daerah
dilakukannya retina tidak terkontrol
tindakan oleh
petugas kesehatan Gangguan penerimaan
sensori pada fotoreseptor

Hadirnya orang asing


dengan adanya perawatan
rumah sakit

Anak Takut
2. DS: Klien Adanya faktor keturunan Defisit perawatan diri
mengatakan tidak berhubungan dengan
dapat melakukan Mutasi Gen ketidakberdayaan akibat
personal higiene penurunan visus pada
sendiri. Pertumbuhan sel daerah mata
DO: Klien terlihat retina tidak terkontrol
kesusahan untuk
personal higiene Gangguan penerimaan
sendiri. Klien sensori pada fotoreseptor
selalu meminta
tolong. Visus Menurun

Defisit Perawatan diri


3. DS: - Adanya faktor keturunan Resiko cidera berhungan
DO: Visus dengan penurunan tajam
menurun, floaters, Mutasi Gen penglihatan
pemeriksaan
fundus okuli : Pertumbuhan sel daerah
tampak retina yang retina tidak terkontrol
terlepas berwarna
pucat dengan Gangguan penerimaan
pembuluh darah sensori pada fotoreseptor

41
retina yang
berkelok kelok Ketajaman penglihatan
menurun

Adanya Resiko Cidera

Post OP
DS: Klien Adanya faktor keturunan Gangguan rasa nyaman
1.
mengatakan nyeri (nyeri) berhubungan
DO: Wajah klien Mutasi Gen dengan luka post
meringis menahan operasi ablasio retina.
nyeri, keringat Pertumbuhan sel daerah
dingin, takikardi retina tidak terkontrol

Adanya tumor ganas yang


menimbulkan tonjolan
pada mata

Dilakukan tindakan
operasi

Adanya Rasa Kurang


nyaman (nyeri)
DS: - Adanya faktor keturunan Resiko infeksi
2.
DO: Ada pus pada berhubungan dengan
luka post op, kadar Mutasi Gen peningkatan kerentanan
leukosit meningkat, sekunder akibat trauma
suhu tubuh Pertumbuhan sel daerah bedah
meningkat, adanya retina tidak terkontrol
tanda-tanda infeksi.
Adanya tumor ganas yang
menimbulkan tonjolan

42
pada mata

Dilakukan tindakan
operasi

Adanya resiko infeksi

DS:- Adanya faktor keturunan Resiko cedera


3.
DO: Terpasang berhubungan dengan
penutup mata pasca Mutasi Gen keterbatasan
operasi penglihatan, berada
Pertumbuhan sel daerah dilingkungan yang tidak
retina tidak terkontrol dikenal, dan penutup
mata pasca operasi
Adanya tumor ganas yang
menimbulkan tonjolan
pada mata

Dilakukan tindakan
operasi

Pemulihan dengan
menggunakan penutup
mata dan adanya batasan

Adanya Resiko Cidera

3.2.4 Diagnosa Keperawatan


Pre Op
1. Takut berhubungan dengan orang asing (petugas kesehatan).
2. Defisit perawatan diri berhungan dengan ketidakberdayaan akibat
penurunan visus pada mata.

3. Resiko cidera berhungan dengan penurunan tajam penglihatan.

43
Post Op
1. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan luka post operasi.
2. Resiko infeksi berhubungan dengan peningkatan kerentanan sekunder
akibat trauma bedah.
3. Resiko cedera berhubungan dnegan keterbatasan penglihatan, berada
dilingkungan yang tidak dikenal, dan adanya penutup mata pasca operasi.

3.2.5 Intervensi dan Rasional

No Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional


. Keperawatan Kriteria Hasil
PRE OP
1. Takut Tujuan: Penjelasan
Terima
berhubungan Peningkatan secara perlahan
ketakutan anak
dengan orang kenyamanan dan telaten akan
dan berikan
asing (petugas psokologis dan membuat anak
penjelasan, jika
kesehatan). fisiologis lebih merasa
mungkin, atau
bahwa tidak
DS : - beberapa bentuk
Kriteria Hasil: dipaksa dan
DO: Anak pengendalian;
- Kien tidak masih
tampak takut beri tahu anak
terlalu banyak dilindungi akan
dan menangis, bahwa perasaan
menangis ketakutannya
rewel ketika takut adalah hal
- Klien dapat tesebut.
dilakukannya yang wajar
mendiskusikan
Dengan
tindakan oleh
ketakutannya Diskusikan
mengajak orang
petugas
(jika mungkin) dengan orang tua
tua untuk ikut
kesehatan
- Klien bahwa ketakutan
serta dalam
merasa nyaman pada anak adalah
intervensi
hal normal;
keperawatan,
jelaskan
klien akan lebih
perlunya
merasakan rasa
menerima
aman dan
katakutan dan
nyaman.
dampak negative
akibat
pemberian

44
hukuman atau
upaya memaksa
anak untuk
mengatasi
ketakutannya.
Dengan melihat
Beri anak
secara
kesempatan
langsung, anak
untuk
akan lebih
mengamati
mendapatkan
bagaimana anak-
keberanian,
anak yang lain
bahwa yang
berhasil
ditakutinya,
menghadapi hal-
merupakan hal
hal yang
yang bisa
dianggapnya
dihadapi.
menakutkan.
2. Defisit Tujuan: Kewaspadaan
Latih pasien
perawatan diri Perawatan diri akan memberi
untuk
berhungan pasien keamanan pada
menggunakan
dengan terpenuhi pasien itu
objek-objek
ketidakberdayaa sendiri
yang
n akibat Kriteria Hasil:
memerlukan
penurunan visus - Kien tidak
kewaspadaan
pada mata. kotor
seperti
- Klien tenang
DS: Klien penggunaan
- Klien
mengatakan pisau dan minum
merasa nyaman
tidak dapat dengan sedotan
Bantu perawatan Perawatan
melakukan
diri klien secara teratur
personal higiene
teratur memberikan
sendiri.
pola hygiene
DO: Klien
yang baik dan

45
terlihat tertata
Menurunkan Partisipasi tidak
kesusahan untuk
kelelahan dan akan membuat
personal higiene
meningkatkan pasien merasa
sendiri. Klien
partisipasi dalam dirinya sendiri
selalu meminta
perawatan diri
tolong.
pasien
Meminimalisir Tidak
trauma yang memperparah
diakibatkan trauma yang
objek-objek sudah ada
yang berbahaya
3. Resiko cidera Tujuan: Meminimalisir
Ciptakan
berhungan Tidak terjadi trauma
lingkungan yang
dengan kecelakaan atau
nyaman bagi
penurunan tajam cedera pada
klien
penglihatan. pasien.
Tingkat
Pindahkan
keamanan
DS: -
Kriteria Hasil: benda-benda
pasien terjaga
DO: Visus
- Tidak terjadi berisiko dari
menurun,
cedera pada lingkungan klien
floaters, Keluarga adalah
pasien
pemeriksaan Ajarkan
- Pasien dapat orang terdekat
fundus okuli : keluarga tentang
mengetahui yang bisa ikut
tampak retina faktor risiko
faktor yang bekerja sama
yang terlepas jatuh dan
dapat dalam invensi
berwarna pucat bagaimana
menyebabkan pasien
dengan mengurangi
cedera
pembuluh darah risiko jatuh
Dengan tetap
retina yang Membantu
beraktifitas
berkelok pasien
pasien akan
kelok. beraktivitas
tetap
tanpa terjadi
bersosialisasi
cidera
tanpa resiko

46
Tingkat
Mengetahui
keamanan
benda-benda
pasien terjaga
yang dapat
menyebabkan
cidera pada
pasien
Mengurangi Cidera akan
resiko cidera memperparah
prognosis
POST OP
1. Gangguan rasa Tujuan: Mengukur
Tentukan waktu
nyaman (nyeri) Nyeri berkurang pasien tentang
khusus untuk
berhubungan atau hilang persepsi
berbicara
dengan luka nyerinya
dengan pasien
post operasi. Kriteria Hasil:
tentang nyeri
- Pasien
dan efek
DS: Klien mengungkapkan
psikologis dan
mengatakan perasaan tentang
emosinya
nyeri nyeri
Nyeri akut
DO: Wajah klien - Pasien Kaji aktivitas
menunjukan
meringis mengidentifikasi pasien sehari-
adanya TIO dan
menahan nyeri, sumber-sumber hari pasien dan
perdarahan
keringat dingin, nyeri gejala-gejala
takikardi. - Pasien fisik nyeri ,
mengidentifikasi pantau dan
hubungan antara catat
nyeri dan stress keefektifan dan
atau konflik reaksi tidak
- Pasien diinginkan dari
mengidentifikasi obat dan
factor yang hubungkan
mempengaruhi perilaku pasien
kejadian atau yang terkait
keparahan nyeri nyeri

47
- Pasien Ajarkan teknik Meningkatkan
menggunakan relaksasi dan kualitas
tindakan berikan hidupnya
pengurangan penghargaan
nyeri untuk perilaku
noninvasive yang terkait
seperti distraksi, dengan
relaksasi dan pengurangan
imajiner. nyeri
Beri dorongan Membantu
- Pasien
kepada pasien mengurangi
mengurangi
untuk rasa takut dan
nyeri dengan
menerima meningkatkan
menggunakan
ketrbatasan kerja sama
aktifitas
yang dalam
pengalihan dan
disebabkan pembatasan
rekreasional
oleh nyeri dan yang diperlukan
untuk
menggunakan
aktifitas
pengalihan
Informasi
Diskusikan apa
tentang diri
yang terjadi
pasien akan
pada pasca
meminila takut
operasi tentang
nyeri,pembatas
an aktivitas dan
balutan mata
2. Resiko infeksi Tujuan:
Diskusikan Menurunkan
berhubungan Resiko infeksi
pentingnya jumlah bakteri
dengan tidak terjadi
mencuci tangan pada tangan
peningkatan
sebelum mencegah
kerentanan Kriteria Hasil:
menyentuh dan kontaminasi

48
sekunder akibat - Pasien
mengobati mata area robekan
trauma bedah melaporkan
mata
tanda tanda
DS: - infeksi (kalor, Pantau suhu Suhu yang terus
DO: Ada pus rubor, dolor, dan catat jika meningkat
pada luka post tumor, dan ada menunjukan
op, kadar fungsiolesa) penungkatan tanda-tanda
leukosit - Suhu tetap suhu infeksi
meningkat, suhu dalam rentang Menghindari
Gunakan teknik
tubuh normal penyebaran
steril pada saat
meningkat, - Luka terlihat patogen
merawat luka
adanya tanda- bersih Pantau leukosit Peningkatan
tanda infeksi - Hitung sesuai program leukosit total
leukosit dalam menunjukan
rentang normal adanya infeksi
3 Resiko cedera Tujuan:
Batasi aktivitas Digunakan
berhubungan Tidak terjadi
pasien seperti untuk
dengan resiko cidera
menggerakan melindungi
keterbatasan
kepala tiba- mata dari
penglihatan, Kriteria Hasil:
tiba, cedera dan
berada Pasien akan
menggaruk menurunkan
dilingkungan mengubah
mata. gerakan mata
yang tidak lingkungan yang
Tingkat
dikenal, dan sesuai indikasi Pertahankan
keamanan
adanya penutup untuk perlindungan
terjaga
mata pasca meningkatkan mata sesuai
operasi keamanan indikasi
Menurunkan
Beri pasien
DS:- tekanan pada
posisi pronasi
DO: Terpasang mata yang sakit
dengan kepala
penutup mata dan
menunduk
pasca operasi mengoptimalka
n penyembuhan
pasca operasi

49
BAB IV

KESIMPULAN

a) Ablasia retina juga disebut sebagai suatu penyakit dimana lapisan sensorik dari
retina lepas. Lepasnya bagian sensorik retina ini biasanya hampir selalu didahului
oleh terbentuknya robekan atau lubang didalam retina. (P.N Oka, 1993).

b) Retinoblastoma adalah suatu tumor ganas yang mengenai retina pada satu atau
kedua mata (Suriadi,Rita, 2010)

c) Terdapat pengkajian, diagnosa dan beberapa intervensi yang perlu dilakukan


untuk pasien yang menderita gangguan Ablasia Retina dan Retinoblastoma agar
kedua gangguan ini dapat diobati dengan baik.

50
DAFTAR PUSTAKA

Brunner, Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8.


Jakarta :Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Carpenito- Moyet, L.J.2009.Nursing Care Plans & Documentation : Nursing


Diagnoses and Collaborative Probems (9 th). Philadelphia: Lippincott
Williams and Wilkins.

Indriana N Istoqomah. 2005. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Mata. Jakarta


:PenerbitBukuKedokteran EGC.

Paul, John. 2010. Oftalmologi Umum. Jakarta :Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Suriadi, Rita. 2010. Asuhan Keperawatan pada Anak Edisi 2.Jakarta :Sagung
Seto.

51
Vaughan, D.2010.Oftamologi Umum. Jakarta: Widya Medika.

Yupi Supartini. 2014. Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta
:Penerbit Buku Kedokteran EGC.

52

Você também pode gostar