Você está na página 1de 9

AUDIOMETRI DAN INTERPRETASINYA

Audiometri adalah suatu metode pemeriksaan fungsi pendengaran dengan


menggunakan suatu alat yang dapat menghasilkan suara dengan berbagai frekuensi dan
kekuatan.Pemeriksaan ini kurang akurat jika digunakan pada seorang anak atau orang yang
tidak mengerti perintah, karena penggunaan alat ini mengharuskan pasien untuk mengerti
perintah saat mendengar suara. Pada orang yang tidak mengerti perintah akan kebingungan
sehingga hasilnya kurang baik. Pemeriksaan audiometri ini penting untuk mengetahui
penurunan ambang pendengaran karena biasanya orang tidak akan mengeluh sampai ambang
pendengarannya menurun drastis. Bagi orang-orang yang bekerja pada daerah dengan tingkat
kebisingan tinggi sebaiknya periksa audiometri secara rutin, dan perusahaan yang
mempekerjakan orang pada tingkat kebisingan yang tinggi juga wajib memberikan
pemeriksaan audiometri pada karyawannya, karena penurunan ambang pendengaran pekerja
semacam ini termasuk dalam penyakit akibat kerja.
Sebenarnya ada 2 macam audiometri yakni audiometri nada murni(pure tone) dan
audiometri tutur. Audiometri nada murni hanya menggunakan nada yang telah direkam dalam
alat, sedangkan audiometri tutur dengan menggunakan suara tutur kata-kata yang telah
ditentukan. Saat ini audiometri nada murni yang paling banyak dikerjakan diberbagai tempat
karena lebih mudah dan objektif. Pada kesempatan ini saya hanya akan membahas audiometri
nada murni saja.
Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara pasien masuk di dalam ruang kedap suara dan
mengenakan headset khusus, kemudian diminta menekan tombol jika mendengar suara. Pada
beberapa alat audiometri terbaru yang portable tidak memerlukan ruang kedap
suara headsetnya sudah cukup untuk menahan suara dari luar.
Hasil dari alat audiometri akan muncul berupa kertas dengan grafik yang disebut audiogram.
dari pembacaan audiogram inilah kita tahu apakah fungsi pendengaran masih baik atau sudah
berkurang bahkan hingga tuli. Audiogram berbentuk seperti berikut:

Audiogram dasar yang paling sederhana berbentuk tabel untuk membentuk grafik.
Axis vertikal menunjukkan frekuensi suara yang diperdengarkan. Jika anda bayangkan
sebuah piano atau alat musik lain, tuts untuk nada terendah adalah suara dengan frekuensi
terendah. Axis horizontal adalah kekuatan suara yang diperdengarkan dengan satuan desibel.
Semakin keras suaranya semakin tinggi nilai desibelnya. Sehingga jika suara-suara disekitar
kita dimasukkan ke dalam audiogram kurang lebih seperti ini:
Gambar di atas menunjukkan beberapa hal yang dapat menimbulkan suara dengan
frekuensi dan kekuatan tertentu. Misal kicauan burung frekuensinya tinggi dengan kekuatan
rendah, suara pesawat frekuensi tinggi dengan kekuatan yang sangat kuat. Pada hasil
audiogram setiap kali orang yang diperiksa menekan tombol saat mendengar frekuensi
tertentu akan muncul titik-titik di dalam audiogram yang nantinya akan menjadi garis batas
ambang pendengaran. Orang tersebut hanya dapat mendengar suara dengan kekuatan desibel
lebih besar dari garis tersebut. Pada gambar sebelah kiri dibawah, area putih adalah area yang
tidak bisa didengar orang tersebut, sedangkan area berwarna kuning adalah area suara yang
dapat didengar orang tersebut. Sehingga jika kita bandingkan orang tersebut tidak akan bisa
mendengar suara burung, tetapi masih bisa mendengar ucapan orang atau suara-suara yang
lebih keras.

Namun, dalam pembacaan secara medis tentunya tidak sesederhana itu, terdapat berbagai hal
yang harus diperhatikan dan dihitung agar hasil diagnosis objektif. Sebelum masuk dalam
pembacaan audiogram secara medis, mari kita simak terlebih dahulu simbol-simbol dan
istilah yang akan muncul dalam audiogram ini.
Hertz : Standar pengukuran untuk frekuensi suara. Pada audigram biasanya berkisar
antara 250 Hz - 8000Hz

Desibel(dB HL) : Standar pengukuran untuk amplitudo atau kekerasan(intensitas)


suara. Pada audiogram biasanya berkisar antara 0-110 dB HL

warna merah dan biru : jika yang diperiksa adalah telinga kiri maka titik dan garisnya
berwarna biru, sebaliknya jika telinga kanan yang diperiksa maka titik dan garis
berwarna merah.

o dan x : Kedua simbol untuk pemeriksaan hantaran udara(air


conduction/AC), o untuk telinga kanan, dan x untuk telinga kiri.

< and > : Kedua simbol untuk pemeriksaan hantaran tulang (bone
conduction/BC), <untuk telinga kanan dan > untuk telinga kiri

AC : Air conduction, suara yang dihantarkan melalui udara

BC : Bone conduction, suara yang dihantarkan melalui tulang, pemeriksaan dengan


bagian headset khusus yang dipasang di belakang daun telinga.
Simbol dan istilah diatas adalah yang paling sederhana, pada pemeriksaan yang lebih detail
terdapat lebih banyak simbol seperti untuk masking, adanya implan, dsb. Setelah mengerti
simbol-simbol tersebut sekarang kita bisa membaca sebuah audiogram dengan beberapa
aturan:
1. Berdasarkan tingkat desibel terendah yang mulai dapat didengar, maka gangguan
pendengaran dapat dibagi menjadi:
a. -10 dB - 25 dB : Normal
b. 26 dB - 40 dB : Ringan (Mild impairment)
c. 41 dB - 55 dB : Sedang (Moderate impairment)
d. 56 dB - 70 dB : Sedang-berat (moderate to severe impairment)
e. 71 dB - 85 dB : Berat (Severe impairment)
f. > 85 dB : Sangat berat (Very severe impairment)
*beberapa sumber ada yang berbeda sekitar 5 dB pada pengelompokan diatas.
Karena ada beberapa pemeriksaan di beberapa frekuensi mungkin kita bingung menggunakan
yang mana sebagai penentu. Untuk menghitung ambang dengar kita gunakan hasil intensitas
suara pada frekuensi 500 Hz, 1000 Hz, dan 2000 Hz, ketiganya dijumlahkan kemudian dibagi
tiga. Rata-rata itulah yang menjadi ambang dengar pendengaran pasien.

2. Penentuan tipe gangguan pendengaran


Untuk menentukan tipe gangguan pendengaran apakah gangguan konduksi,
sensorineural atau campuran, kita harus membandingkan hasil audiometri bagian AC dan BC.
Sebelum masuk ke pembandingan kita ingat dulu bahwa proses suara bisa diterima otak
adalah melalui telinga bagian luar, tengah dan dalam. Pemeriksaan AC dengan hantaran udara
memeriksa semua bagian telinga karena suara akan dihantarkan melalui semua bagian
telinga. Sedangkan pada pemeriksaan BC, suara dihantarkan langsung melalui tulang
tengkorak sehingga menyingkat langsung menuju telinga bagian dalam dan tidak memeriksa
telinga luar maupun telinga tengah. Telinga luar dan telinga tengah berperan dalam hantaran
suara, sedangkan telinga dalam terdapat saraf yang menerima rangsang suara. Dari teori
tersebut dapat kita simpulkan jika:

a. Hasil AC terdapat peningkatan, dan BC dalam batas normal berarti ada gangguan pada
telinga luar atau telinga tengah, sedangkan telinga dalam normal sehingga dapat disimpulkan
gangguan pendengaran tipe konduksi.
b. Hasil AC dan BC terdapat peningkatan dengan hasil yang hampir sama, berarti terdapat
gangguan di telinga dalam, sehingga disimpulkan gangguan pendengaran tipesensorineural.
c. Hasil BC terdapat peningkatan ambang pendengaran, dan hasil AC juga meningkat lebih
jauh berarti terdapat gangguan baik di telinga luar atau tengah dan telinga dalam, sehingga
disimpulkan terdapat gangguan pendengaran tipe campuran.

NORMAL HEARING

CONDUTIVE HEARING LOSS


SENSORY HEARING LOSS

MIX HEARING LOSS


Pemeriksaan Tes Rinne, Weber, dan Swabach

1. Test Rinne

Tujuan melakukan tes Rinne adalah untuk membandingkan atara hantaran tulang dengan
hantaran udara pada satu telinga pasien.

Ada 2 macam tes rinne , yaitu :

a. Garputal 512 Hz kita bunyikan secara lunak lalu menempatkan tangkainya tegak lurus pada
planum mastoid pasien (belakang meatus akustikus eksternus). Setelah pasien tidak
mendengar bunyinya, segera garpu tala kita pindahkan didepan meatus akustikus eksternus
pasien. Tes Rinne positif jika pasien masih dapat mendengarnya. Sebaliknya tes rinne negatif
jika pasien tidak dapat mendengarnya

b. Garpu tala 512 Hz kita bunyikan secara lunak lalu menempatkan tangkainya secara tegak
lurus pada planum mastoid pasien. Segera pindahkan garputala didepan meatus akustikus
eksternus. Kita menanyakan kepada pasien apakah bunyi garputala didepan meatus akustikus
eksternus lebih keras dari pada dibelakang meatus skustikus eksternus (planum mastoid). Tes
rinne positif jika pasien mendengar didepan maetus akustikus eksternus lebih keras.
Sebaliknya tes rinne negatif jika pasien mendengar didepan meatus akustikus eksternus lebih
lemah atau lebih keras dibelakang.
Ada 3 interpretasi dari hasil tes rinne :

1) Normal : tes rinne positif

2) Tuli konduksi: tes rine negatif (getaran dapat didengar melalui tulang lebih lama)

3) Tuli persepsi, terdapat 3 kemungkinan :

a) Bila pada posisi II penderita masih mendengar bunyi getaran garpu tala.

b) Jika posisi II penderita ragu-ragu mendengar atau tidak (tes rinne: +/-)

c) Pseudo negatif: terjadi pada penderita telinga kanan tuli persepsi pada posisi I yang
mendengar justru telinga kiri yang normal sehingga mula-mula timbul.

Kesalahan pemeriksaan pada tes rinne dapat terjadi baik berasal dari pemeriksa
maupun pasien. Kesalah dari pemeriksa misalnya meletakkan garputala tidak tegak lurus,
tangkai garputala mengenai rambut pasien dan kaki garputala mengenai aurikulum pasien.
Juga bisa karena jaringan lemak planum mastoid pasien tebal.

Kesalahan dari pasien misalnya pasien lambat memberikan isyarat bahwa ia sudah
tidak mendengar bunyi garputala saat kita menempatkan garputala di planum mastoid pasien.
Akibatnya getaran kedua kaki garputala sudah berhenti saat kita memindahkan garputala
kedepan meatus akustukus eksternus.

2. Test Weber

Tujuan kita melakukan tes weber adalah untuk membandingkan hantaran tulang
antara kedua telinga pasien. Cara kita melakukan tes weber yaitu: membunyikan
garputala512 Hz lalu tangkainya kita letakkan tegak lurus pada garis horizontal. Menurut
pasien, telinga mana yang mendengar atau mendengar lebih keras. Jika telinga pasien
mendengar atau mendengar lebih keras 1 telinga maka terjadi lateralisasi ke sisi telinga
tersebut. Jika kedua pasien sama-sama tidak mendengar atau sam-sama mendengaar maka
berarti tidak ada lateralisasi.

Getaran melalui tulang akan dialirkan ke segala arah oleh tengkorak, sehingga akan
terdengar diseluruh bagian kepala. Pada keadaan ptologis pada MAE atau cavum timpani
missal:otitis media purulenta pada telinga kanan. Juga adanya cairan atau pus di dalam cavum
timpani ini akan bergetar, biala ada bunyi segala getaran akan didengarkan di sebelah kanan.

Interpretasi:

a. Bila pendengar mendengar lebih keras pada sisi di sebelah kanan disebut lateralisai
ke kanan, disebut normal bila antara sisi kanan dan kiri sama kerasnya.

b. Pada lateralisai ke kanan terdapat kemungkinannya:

1) Tuli konduksi sebelah kanan, missal adanya ototis media disebelah kanan.

2) Tuli konduksi pada kedua telinga, tetapi gangguannya pada telinga kanan
ebih hebat.

3) Tuli persepsi sebelah kiri sebab hantaran ke sebelah kiri terganggu, maka di dengar
sebelah kanan.

4) Tuli persepsi pada kedua teling, tetapi sebelah kiri lebih hebaaaat dari pada
sebelah kanan.

5) Tuli persepsi telinga dan tuli konduksi sebelah kana jarang terdapat.

3. Test Swabach

Tujuan nya adalah untuk membandingkan daya transport melalui tulang mastoid
antara pemeriksa (normal) dengan probandus.

Dasar : Gelombang-gelombang dalam endolymphe dapat ditimbulkan oleh : Getaran yang


datang melalui udara. Getaran yang datang melalui tengkorak, khususnya osteo temporale

Cara Kerja : Penguji meletakkan pangkal garputala yang sudah digetarkan pada puncak
kepala probandus. Probandus akan mendengar suara garputala itu makin lama makin
melemah dan akhirnya tidak mendengar suara garputala lagi. Pada saat garputala tidak
mendengar suara garputala, maka penguji akan segera memindahkan garputala itu, ke puncak
kepala orang yang diketahui normal ketajaman pendengarannya (pembanding). Bagi
pembanding dua kemungkinan dapat terjadi : akan mendengar suara, atau tidak mendengar
suara.

Você também pode gostar