Você está na página 1de 22

CLINICAL REPORT SESSION

* Kepaniteraan Klinik Senior/ G1A215050/ September 2015


** Pembimbing/ dr. Husny E Taufik, Sp. Rad

ABSES HEPAR

Elisabet, S. Ked * dr. Husny E Taufik, Sp. Rad **

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN ILMU RADIOLOGI RUMAH SAKIT RADEN MATTAHER JAMBI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2015
LEMBAR PENGESAHAN
CLINICAL REPORT SESSION
Abses Hepar

Oleh :
Elisabet, S. Ked

Telah diterima dan dipresentasikan sebagai salah satu tugas Bagian Ilmu Kedokteran
Radiologi RSUD Raden Mattaher Jambi Program Studi Pendidikan Kedokteran Universitas
Jambi

Jambi, September 2015

Pembimbing

dr. Husny E Taufik, Sp. Rad

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN ILMU RADIOLOGI RUMAH SAKIT RADEN MATTAHER JAMBI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2015
BAB I
PENDAHULUAN

Abses hepar atau hati adalah bentuk infeksi pada hati yang disebabkan oleh infeksi
bakteri, parasit, jamur maupun nekrosis steril yang bersumber dari sistem gastrointestinal
yang ditandai dengan adanya proses supurasi dengan pembentukan pus yang terdiri dari
jaringan hati nekrotik, sel-sel inflamasi atau sel darah didalam parenkim hati. 1
Abses hati timbul pada keadaan defisiensi imun (lanjut usia,
imunosupresi, kemoterapi kanker disertai kegagalan sumsum
tulang). Serta Prevalensi yang tinggi sangat erat hubungannya
dengan sanitasi yang jelek, status ekonomi yang rendah serta gizi
yang buruk.1

Abses hati terbagi 2 secara umum, yaitu abses hati


amebic (AHA) dan abses hati piogenik (AHP/ Hepatic Abcess,
Bacterial Liver Abcess).2,3

Secara umum, abses bacterial dan jamur atau AHP sering berupa multiple, dimana
abses amoebiasis atau AHA lebih sering berupa single. Abses amoebasis biasanya di lokasi
sub diafragmatika dan kemungkinan besar menjalar ke diafragma dan dada.1,4
Abses hepar secara khas memberikan gambaran yang kurang baik pada USG dengan
gambaran yang bervariasi, mulai dari hiperekoik yang predominan (masih dengan beberapa
echo internal) sampai dengan hiperekoik. Gelembung udara bisa terlihat.dopler dapat
menunjukaan gambaran perfusi sentral. Pada pasien abses monomicrobial K pneumonia, lesi
dapat berbentuk solid dan mirip seperti suatu tumor hepar.5,6
BAB II
LAPORAN KASUS

I. Identitas Pasien
Nama : Tn. H
Umur : 26 tahun
Jenis Kelamin : laki-laki
Alamat : Desa Rantau RT 6, Jambi
Agama : Islam
Waktu Pemeriksaan : 21 September 2015
II. Anamnesis
Keluhan Utama : Os mengeluh nyeri ulu hati, mual, muntah, sesak (+)
Riwayat Penyakit Sekarang
Os dirujuk dari RS Arafah 9 hari dirawat dilaporkan mengalami badan tampak kuning,
perut membesar, nyeri perut, mata tampak kuning sejak 10 hari SMRS, mual muntah
berwarna bening, jika aktivitas BAB hitam, BAK warna teh pekat, bengkak pada
kedua kaki
III. Riwayat Penyakit Dahulu
Mengalami penyakit hati (Hepatitis) yang di diagnose pada tanggal 1 September 2015,
IV. Riwayat Penyakit Keluarga
Terdapat riwayat keluarga Hepatitis B kronis dan hepatoma.
V. Pemeriksaan Fisik
a. Kesadaran : Composmentis (GCS 15)
b. Tanda Vital :
TD : 130/90 mmHg
Nadi : 84 x/menit
RR : 22 x/menit
Suhu : 37,2 0C
c. Status Generalis
Kepala : Normochepal
Mata : konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (+)
Hidung : normonasi, sekret(-/-), epistaksis (-/-), nafas cuping hidung (-/-)
Mulut : bibir kering(-), bibir simetris, papil lidah atropi (-)
Leher : pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar tiroid (-)
d. Thorax
Paru Inspeksi : simetris kanan dan kiri, perut lebih tinggi dari dada,
penggunaan otot bantu pernapasan (+)
Palpasi : fremitus kanan dan kiri sama, tidak ada nyeri tekan
Perkusi : peningkatan batas paru hati absolut tanpa peranjakan.
Auskultasi : vesikuler, suara nafas tambahan (-)
Jantung Inspeksi : iktus kordis tampak di ICS 5 linea medioklavikularis
sinistra
Palpasi : iktus kordis teraba pada ICS 5 sinistra, kuat angkat
Perkusi : jantung dalam batas normal
Auskultasi : bunyi jantung normal, bunyi tambahan (-)
Abdomen Inspeksi : Distensi, ikut gerak napas
Palpasi : Nyeri Tekan (+) regio epigastrium. Hepar teraba > 3
jari di bawah arcus costa
Perkusi : Tympani
Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal
e. Ekstremitas
- Edem (+)
- Akral hangat
Status Neurologis
Kesadaran : GCS 15
- Kaku kuduk : -
- Motorik
Kekuatan otot
D S
5 5

5 5

VI. Pemeriksaan penunjang


a. Pemeriksaan Kimia darah
PARAMETER HASIL SATUAN NILAI NORMAL
Darah Rutin
WBC 4.4 103/mm3 3.5-10.0
RBC 4.76 106/mm3 3.80-5.80
HGB 13.8 g/dl 11.0-16.5
HCT 40. % 35.0-50.0
PLT 211 103/mm3 150-390
PCT 0,37 % 0.100-0.500
Faal Hati
SGOT
SGPT
Bilirubin total
Bilirubun direk
Bilirubin indirek
Albumin 2,5 g/dl 3,5-5,0

b. USG Abdomen

USG Abdomen
Hepar : Bentuk dan ukuran baik, permukaan rata, ekhostruktur parenkim inhomogen. Tampak
massa ukuran 11x13,7cm2. System billier dan vascular intrahepatik baik, vena cava inferior
tak melebar.
Kandung empedu : Besar dan bentuk baik, mukosa licin regular, tak tampak batu,CBD tak
melebar.
Pancreas : Besar dan bentuk baik, echostuktur homogeny, Lesi/SOL (-), duktus
pankreaticustak melebar.
Lien : Besar, bentuk baik, echostruktur parenkim homogeny, lesi/SOL (-)
Ginjal Kanan-Kiri : Besar dan bentuk baik, echostruktur parenkim normal. Lesi/SOL (-),
system pelviokalises tak melebar, tak tampak batu.
Vesica Urinaria : Besar dan bentuk baik, mukosa regular baik, Batu/SOL (-)
Aorta : Besar, bentuk baik, Trombus (-), KGB para aorta tak membesar. Asites intrapelvis.

Kesan : Hepatomegali dengan Abses hepar dan Asites intrapelvis.

VII. Diagnosa :
Abses hepar dengan efusi pleura dan asites.
Terdapat edem tungkai kanan dan kiri.
Terdapat riwayat hepatitis.

VIII. Penatalaksanaan
- IUFD DS% + odansentrone 1 ampul gtt 20/ml
- Ciprofloxacin 2x1 Pagi dan siang
- Metronidazole 3x500 mg
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

Anatomi dan Fisiologi Hati

Letaknya sebagian besar di regio hipokondria dekstra, epigastrika, dan sebagian kecil
di hipokondria sinistra. Hati memiliki dua lobus utama yaitu kanan dan kiri. Lobus kanan
dibagi menjadi segmen anterior dan posterior oleh fisura segmentalis kanan. Lobus kiri
dibagi menjadi segmen medial dan lateral oleh ligamentum falsiformis. Di bawah 2
peritonium terdapat jaringan ikat padat yang disebut kapsula Glisson yang meliputi
seluruh permukaan hati. Selain sel-sel hati, sinusoid vena dilapisi oleh sel endotel khusus
dan sel Kupffer yang merupakan makrofag yang melapisi sinusoid dan mampu
memfagositosis bakteri dan benda asing lain dalam darah sinus hepatikus. Hati memiliki
suplai darah dari saluran cerna dan limpa melalui vena porta hepatika dan dari aorta
melalui arteria hepatika.7
Hati mempunyai fungsi yang sangat beraneka ragam. Beberapa di antaranya yaitu:5,6,7
1. Pembentukan dan ekskresi empedu
2. Pengolahan metabolik kategori nutrien utama (karbohidrat, lemak, protein) setelah
penyerapan dari saluran pencernaan
a. Metabolisme karbohidrat : menyimpan glikogen dalam jumlah besar, konversi galaktosa dan
friktosa menjadi glukosa, glukoneogenesis, serta pembentukan banyak senyawa
kimia dari produk antara metabolisme karbohidrat.
b. Metabolisme lemak : oksidasi asam lemak untuk menyuplai energi bagi fungsi tubuh yang lain,
sintesis kolesterol,fosfolipid,dan sebagian besar lipoprotein, serta sintesis lemak dari
protein dan karbohidrat
c. Metabolisme protein : deaminasi asam amino, pembentukan ureum untuk mengeluarkan
amonia dari cairan tubuh, pembentukan protein plasma, serta interkonversi beragam
asam amino dan sintesis senyawa lain dari asam amino.
3. Penimbunan vitamin dan mineral
Vitamin larut-lemak ( A,D,E,K ) disimpan dalam hati, juga vitamin B12,
tembaga, dan besi dalam bentuk ferritin. Vitamin yang paling banyak disimpan dalam
hati adalah vitamin A, tetapi sejumlah besar vitamin D dan B12 juga .
4. Hati menyimpan besi dalam bentuk ferritin
5. Hati membentuk zat-zat yang digunakan untuk koagulasi darah dalam jumlah banyak
6. Hati sebagai Filtrasi dan cadangan darah
7. Hati mengekresikan yang tidak dibutuhkan tubuh seperti hormone, obat-obatan dan
zat lainnya.

A. Abses Hepar Piogenik


Epidemiologi
Insidens abses hati piogenik berkisar antara 0,006- 2,2% dan jarang ditemukan
pada anak, hanya 3 kasus dari 100.000 pasien rawat inap. Secara epidemiologis,
abses hati piogenik paling sering ditemukan pada pasien berusia 50-70 tahun.
Pada anak, 50% kasus abses hati piogenik terjadi pada usia kurang dari 6
tahun,9 dan lebih sering terjadi pada laki-laki dibanding perempuan dengan
rasio 7:1.1,2

Etiologi
Abses hati piogenik pada umumnya disebabkan oleh bakteri aerob gram negatif
dan anaerob, yang tersering adalah bakteri yang berasal dari flora normal usus
seperti Escherichia coli, Klebsiella pneumonia, Bacteriodes, enterokokus,
streptokokus anaerob, dan streptokokus mikroaerofilik. Stafilokokus,
Streptococcus hemolyticus dan Streptococcus milleri seringkali menjadi
penyebab abses hati jika infeksi primernya endokarditis bakterialis atau infeksi
gigi.4

Patogenesis
Mikroorganisme dapat masuk ke dalam hati melalui sirkulasi portal, sirkulasi
sistemik dan stasis empedu akibat obstruksi duktus bilier. Sumber tersering
penyebab terjadinya abses hati piogenik adalah penyakit pada sistem saluran
bilier yaitu sebanyak 42,8%. Kolangitis akibat batu atau striktur merupakan
penyebab yang paling sering, diikuti oleh divertikulitis atau apendisitis.
Penurunan daya tahan tubuh memegang peran penting terjadinya abses hati.
Kejadian yang paling sering adalah bakteremia vena portal dari proses infeksi
intra abdomen seperti abses apendiks dan abses akibat tertelan benda asing.
Pada 15-50% kasus abses piogenik tidak ditemukan fokus infeksi yang jelas
yang disebut dengan abses kriptogenik. Abses pada lobus kanan hati lebih
sering bersifat kriptogenik, sedangkan abses pada lobus kiri hati lebih sering
berhubungan dengan hepatolitiasis.3,6,8

Gambaran klinis
Pada awal perjalanan penyakit, gejala klinis seringkali tidak spesifik. Gambaran
klasik abses hati piogenik adalah nyeri perut terutama kuadran kanan atas
(92%), demam yang naik turun disertai menggigil (69%), penurunan berat
badan (42%), muntah (43%), ikterus (21%) dan nyeri dada saat batuk (51%).
Pada 63% kasus, gejala klinis muncul selama kurang dari dua minggu. Awitan
abses soliter cenderung bertahap dan seringkali kriptogenik. Abses multipel
berhubungan dengan gambaran sistemik akut dan penyebabnya lebih bisa
diidentifikasi. Hati teraba membesar dan nyeri bila ditekan pada 24% kasus.
Adanya hepatomegali disertai nyeri pada palpasi merupakan tanda klinis yang
paling dapat dipercaya. Beberapa pasien tidak mengeluh nyeri perut kanan atas
atau hepatomegali dan hanya terdapat demam tanpa diketahui sebabnya. Ikterus
hanya terjadi pada stadium akhir kecuali jika terdapat kolangitis supuratif. 1,4,8

Pemeriksaan penunjang
Leukositosis ditemukan pada 66% pasien, sering disertai dengan anemia akibat
infeksi kronis dan peningkatan laju endap darah. Kadar alkali fosfatase biasanya
meningkat, hipoalbuminemia dan kadar enzim transaminase yang sedikit meningkat.
Pemeriksaan biakan abses dapat menemukan bakteri patogen pada 86% kasus, hasil
biakan steril ditemukan 53 pada 14% kasus. Bakteri aerob gram negatif ditemukan
tumbuh pada 70% kasus dan yang paling sering adalah Escherichia coli. Pemeriksaan
biakan darah memberikan hasil positif pada 57% kasus.4

RADIOLOGI :
Foto polos dada dan abdomen memperlihatkan pembesaran hati, kadangkala
tampak air fluid level di dalam rongga abses dan diafragma kanan biasanya
terangkat. Hampir semua kasus abses hati dapat diidentifikasi dengan
pemeriksaan ultrasonografi dan CT scan. Ultrasonografi mempunyai angka
sensitivitas 94% sedangkan sensitivitas CT scan 99%. Meskipun demikian,
ultrasonografi adalah metode pencitraan yang direkomendasikan karena cepat,
noninvasif, cost effective, dan dapat juga digunakan sebagai pemandu aspirasi
abses untuk diagnostik dan terapi. Ultrasonografi dan CT scan juga dapat
digunakan untuk memantau keberhasilan terapi. Pemantauan abses secara serial
dengan ultrasonografi atau CT scan hanya dilakukan jika pasien tidak memberi
respons yang baik secara klinis. 4,6
USG Abses Hepar
Ct-Scan Abses hepar Piogenik

Pada Ct-Scan bisa dittemukan mikroabses. Apabila mikroabses berupa lesi


hipodens kecil-kecil < 5 mm sukar dibedakan dari mikroabses jamur, rim
enhancement pada mikroabses sukar dinilai karena lesi terlalu kecil. Apabila
mikroabses > 10 mm atau membentuk kluster sehingga tampak massa agak besar
maka prakontras kluster piogenik abses tampak sebagai masa low density berbatas
suram. Pasca kontras fase arterial tampak gambaran khas berupa masa dengan rim
enhancement dimana hanya kapsul abses yang tebal yang menyengat. Bagian tengah
abses terlihat hipodens dengan banyak septa-septa halus yang juga menyengat,
sehingga membentuk gambaran menyerupai jala. Fase porta penyengatan dinding
kapsul abses akan semakin menonjol dan sekitar dinding abses tampak area yang
hipodens sebagai reaksi edema di sekitar abses. Sebagian kecil piogenik bersifat
monokuler, tidak bersepta, dan menyerupai abses amoebiasis. Pembentukan gas di
dalam abses biasanya pada infeksi oleh kuman Klebsiella
Terapi
Abses hati piogenik memerlukan terapi antibiotik dan drainase abses.
Antibiotik parenteral spektrum luas yang secara empiris mampu
mematikan bakteri gram negatif, bakteri anaerob dan Streptococcus, harus
segera diberikan setelah diagnosis abses ditegakkan. Antibiotik yang diberikan
terdiri dari golongan penisilin, aminoglikosid dan metronidazol yang efektif
melawan E. coli, K. pneumonia, bakteriodes, enterokokus, dan streptokokus
anaerob. 3,4
Pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal, lebih baik diberikan
golongan sefalosporin daripada aminoglikosida. Terapi empiris ini diberikan
sambil menunggu hasil biakan bakteri, yang kemudian dapat diganti sesuai
dengan hasil biakan dan uji resistensi. 4,8
Terapi antibiotik diberikan selama 2-4 minggu tergantung dari jumlah
abses, respons klinis dan toksisitas antibiotik yang dipilih. Pada beberapa
pasien, pemberian antibiotik saja efektif untuk pengobatan abses yang
berukuran kurang dari 2 cm (mikroabses).
Pada hampir semua pasien dengan abses hati lebih dari 3-4 cm
memerlukan aspirasi perkutan atau drainase dengan kateter yang dipandu
dengan USG atau CT scan. Drainase perkutan merupakan tata laksana utama
pada abses hati piogenik, baik soliter maupun multipel. Tindakan ini lebih aman
dan sama efektifnya dengan operasi besar (drainase operatif). 4,9
Operasi besar hanya dilakukan jika drainase abses perkutan tidak
berhasil atau ada indikasi lain yang membutuhkan operasi seperti penyakit
saluran bilier. Keberhasilan drainase perkutan tampak pada 80-90% kasus.1,2,9

Komplikasi dan prognosis


Mortalitas abses hati piogenik dapat disebabkan oleh komplikasi seperti
rekuren, sepsis, gagal ginjal akut, infeksi dari luka, pneumonia, infeksi saluran
kemih, drainase yang lama, sepsis akibat kateter, dan perdarahan pasca operasi.
Komplikasi tersebut ditentukan oleh faktor risiko seperti adanya demam,
ikterus, syok septik, disseminated intravascular coagulation, abses multipel,
ruptur abses, anemia, hipoalbuminemia, peningkatan kadar alkali fosfatase,
bilirubin, SGOT SGPT, kreatinin, masa protrombin memanjang, dan infeksi
polimikrobial.1,3

B. Abses hepar amuba


Epidemiologi
Infeksi amuba atau amubiasis disebabkan oleh Entamoeba histolytica,
mencakup 10% dari populasi seluruh dunia dan 95% di antaranya adalah karier
yang asimptomatis. Dari 5% pasien yang simptomatis, sepuluh persen menjadi
abses hati. Abses hati amuba juga jarang terjadi pada anak yaitu sekitar 1-7%
pasien anak, sering kali terjadi pada anak berusia kurang dari 3 tahun, lebih
sering terjadi pada laki-laki dibanding perempuan dengan rasio 8:1. Insidens
abses hati amuba dipengaruhi oleh keadaan nutrisi, higiene individu yang
buruk, dan kepadatan penduduk.2,10

Etiologi
E. histolytica (Entamoeba histolytica)2,8

Patogenesis
Parasit ditularkan melalui jalur fekal-oral dengan menelan minuman atau makan
yang mengandung kista Entamoeba histolytica. Bentuk kista yang patogen
dapat melewati lambung dan berdisintegrasi di dalam usus halus, melepaskan
trofozoit dan bermigrasi ke kolon. Selanjutnya trofozoit beragregasi di lapisan
musin usus dan membentuk kista baru. Lisis dari epitel kolon dipermudah oleh
galaktosa dan N-asetil-D-galaktosamin (Gal/GalNAc)-lektin spesifik yang
dimiliki trofozoit, sehingga menyebabkan neutrofil berkumpul di tempat infasi
tersebut. Ulkus pada epitel kolon merupakan jalur amuba masuk ke dalam
sistem vena portal dan menyebabkan penyebaran ekstraintestinal ke peritoneum,
hati dan jaringan lain. Organ hati merupakan lokasi penyebaran ekstraintestinal
yang paling sering. Amuba bermultiplikasi dan menutup cabang-cabang kecil
vena portal intrahepatik menyebabkan nekrosis dan lisis jaringan hati. Diameter
daerah nekrotik bervariasi dari beberapa milimeter sampai 10 cm. Abses hati
amuba biasanya soliter dan 80% kasus terletak di lobus kanan. Abses
mengandung pus steril dan jaringan nekrotik hati yang encer berwarna coklat
kemerahan (anchovy paste). Amuba pada umumnya terdapat pada daerah
perifer abses.3,9

Gambaran klinis
Pasien dapat merasakan gejala sejak beberapa hari hingga beberapa minggu
sebelumnya. Nyeri perut kanan atas merupakan keluhan yang menonjol, pasien
tampak sakit berat, dan demam. Selain itu anoreksia ditemukan pada 39% kasus
dan penurunan berat badan pada 29% kasus. Pada pemeriksaan fisis, 83% kasus
dilaporkan demam dan 69% dengan hepatomegali yang disertai nyeri tekan.
Ikterik jarang terjadi. 9,10

Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan darah menunjukkan leukositosis dengan jumlah sel
polimorfonuklear sekitar 70-80%, peningkatan laju endah darah, anemia ringan,
peningkatan alkali fosfatase dan kadar bilirubin. Uji fungsi hati pada umumnya
normal. Feses dapat mengandung kista, pada disentri ditemukan trofozoit
hematofagus. Kista positif pada feses hanya ditemukan pada 10-40% kasus.2,11
Uji serologis dapat membantu menegakkan diagnosis abses hati amuba, antara
lain IHA (indirect hemagglutination antibody), EIA (enzyme immunoassay),
IFA (indirect immunolfuoresent antibotic), LA (latex agglutination), AGD (agar
gel diffusion), dan CIE (counter immunoelectrophoresis)10
RADIOLOGI :
Foto dada menunjukkan hemidiafragma kanan terangkat dengan atelektasis atau
pleural efusi. Juga terdapat peninggian kubah diafragma kanan dan
berkurangnya pergerakan diafragma efusi pleura kolaps paru dan abses paru.
Kelainan pada foto polos abdomen tidak begitu banyak. Mungkin berupa
gambaran ileus, hepatomegali atau gambaran udara bebas di atas hati. Jarang
didapatkan air fluid level yang jelas.

Corakan bronchovasculer dalam batas normal


Tidak tampak proses spesifik aktif pada kedua paru
Cor dalam batas normal
Kedua sinus dan diafragma kiri baik, diafragma kanan letak tinggi
Tulang-tulang intak
Sensitivitas ultrasonografi dan CT scan untuk mendeteksi abses hati amuba
adalah 85% dan 100%.2,3 USG untuk mendeteksi amubiasis hati, sama
efektifnya dengan CT atau MRI. Gambaran USG berupa bentuk bulat atau oval
tidak ada gema dinding yang berarti ekogenitas lebih rendah dari parenkim hati
normal bersentuhan dengan kapsul hati dan peninggian sonic distal. Gambaran
CT scan : 85 % berupa massa soliter relatif besar, monolokular, prakontras
tampak sebagai massa hipodens berbatas suram. Densitas cairan abses berkisar
10-20 H.U. Pasca kontras tampak penyengatan pada dinding abses yang tebal.
Septa terlihat pada 30 % kasus. Penyengatan dinding terlihat baik pada fase
porta.
Gambaran CT Scan (kiri) dan USG (kanan) pada abses hati amebic :

Terapi
Medikamentosa:2,3,10,11
1. Metronidazol (370mg/hari dibagi 3 dosis selama 7-10 hari sedangkan anak-anak
35- 50 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis)
2. Tinidazol (3 x 800 mg perhari selama 5 hari dan pada anak-anak 60 mg/kg/hr
selama 5 hari) merupakan terapi pilihan.
95% abses amuba tanpa komplikasi membaik dengan pemberian metronidazol
saja. Gejala klinis biasanya membaik dalam waktu 24 jam.
3. Dehydroemetine (DHE) merupakan derivat diloxanine furoate. Dosis yang
direkomendasikan untuk mengatasi abses liver sebesar 3 x 500 mg perhari selama
10 hari atau 1-1,5 mg/kgBB/hari intramuskular (max. 99 mg/hari) selama 10 hari.
DHE relatif lebih aman karena ekskresinya lebih cepat dan kadarnya pada otot
jantung lebih rendah. Sebaiknya tidak digunakan pada penyakit jantung,
kehamilan, ginjal, dan anak-anak.
4. Chloroquin untuk dewasa dengan amubiasis ekstraintestinal ialah 2x300 mg/hari
pada hari pertama dan dilanjutkan dengan 2x150 17 mg/hari selama 2 atau 3
minggu. Dosis untuk anak ialah 10 mg/kgBB/hari dalam 2 dosis terbagi selama 3
minggu. Dosis yang dianjurkan adalah 1 g/hari selama 2 hari dan diikuti 500
mg/hari selama 20 hari.
- Aspirasi jarum atau drainase perkutan yang dipandu dengan alat pencitraan telah
menggantikan posisi intervensi bedah sebagai pilihan utama untuk mengurangi
ukuran abses. Dilakukan apabila terapi medikamentosa tidak berhasil (72jam)
terutama lesi multiple, kontraindikasi metronidazole, hasil serologis negatif pada
abses berukuran besar (> 3-4 cm), tidak memberi respons terhadap terapi
antiamuba setelah 4-5 hari atau jika terdapat ruptur ke peritoneum, pleura atau
perikardium.
- Drainase Perkutan Drainase indikasinya pada abses besar dengan ancaman ruptur
atau diameter abses > 7 cm, respons kemoterapi kurang, infeksi campuran, letak
abses dekat dengan permukaan kulit, tidak ada tanda perforasi dan abses pada
lobus kiri hati. Selain itu, drainase perkutan berguna juga pada penanganan
komplikasi paru, peritoneum, dan perikardial.
- Tindakan drainase operatif hanya diperlukan jika abses telah ruptur sehingga
menyebabkan peritonitis amuba atau jika pasien tidak berrespons terhadap obat
walaupun sudah dilakukan aspirasi dan drainase dengan kateter. Penderita dengan
septikemia karena abses amuba yang mengalami infeksi sekunder juga dicalonkan
untuk tindakan bedah, khususnya bila usaha dekompresi perkutan tidak berhasil
Laparoskopi juga dikedepankan untuk kemungkinannya dalam mengevaluasi
terjadinya ruptur abses amuba intraperitoneal.

Komplikasi dan prognosis 11


Komplikasi yang sering terjadi adalah ruptur abses, superinfeksi dan anemia.
Komplikasi berat dapat terjadi akibat infeksi sekunder atau ruptur abses ke
dalam pleura, perikardial atau daerah peritoneum. Dua pertiga kejadian ruptur
terjadi di intraperitoneum dan sepertiganya di intratorakal. Pada orang dewasa,
mortalitas abses hati amuba yang dapat didiagnosis dengan cepat dan tanpa
adanya komplikasi adalah sekitar 1%. Pada anak, mortalitasnya tidak jelas
diketahui tapi dapat meningkat secara bermakna akibat keterlambatan diagnosis.
Dengan terapi antiamuba yang adekuat selama beberapa hari hingga minggu
akan terjadi perbaikan klinis yang cepat dengan resolusi abses yang sempurna
selama 3-9 bulan yang dapat di pantau secara radiologis.5

DIFFERENTIAL DIAGNOSIS ABSES HEPAR 2,3


Hepatoma
Merupakan tumor ganas hati primer. Anamnesis: penurunan berat badan, nyeri perut
kanan atas, anoreksia, malaise, benjolan perut kanan atas. Pemeriksaaan fisik
:hepatomegali berbenjol-benjol, stigmata penyakit hati kronik. 21 Laboratorium :
peningkatan AFP, PIVKA II, alkali fosatase USG : lesi lokal/ difus di hati.

Kolesistitis akut
Merupakan reaksi inflamasi kandung empedu akibat infeksi bakterial akut yang disertai
keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri tekan, dan panas badan. Anamnesis : nyeri
epigastrium atau perut kanan atas yang dapat menjalar ke daerah scapula kanan, demam.
Pemeriksaan fisik : teraba massa kandung empedu, nyeri tekan disertai tanda-tanda
peritoitis lokal, Murphy sign (+), ikterik biasanya menunjukkan adanya batu di saluran
empedu ekstrahepatik. Laboratorium: leukositosis USG : penebalan dining kandung
empedu, sering ditemukan pula sludge atau batu.

Prognosis
Beberapa faktor yang mempengaruhi prognosis yakni virulensi parasit, status
imunitas dan keadaan nutrisi pasien, usia pasien dimana prognosis lebih buruk pada usia tua,
kronisitas penyakit dimana tipe akut memiliki prognosis yang lebih buruk, letak dan jumlah
abses, prognosis lebih buruk bila abses di lobus kiri atau multiple.1,2
Sejak digunakannnya pemberian obat seperti emetine, metronidazole, dan kloroquin,
mortalitas menurun secara tajam. Penyebab mortalitas umumnya adalah sepsis ataupun
sindrom hepatorenal.4

BAB IV

PEMBAHASAN KASUS

Tn H, 26 tahun datang dengan keluhan nyeri ulu hati yang dirasakan sejak Agustus
2015, dan didiagnosa memiliki penyakit Hepatitis tanggal 1 September 2015. Di rawat
di RS arafah 9hari, sesak, BAB hitam, mual muntah, BAK warna the pekat. Telah
dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang, pasien
didiagnosa Abses hepar dengan Hepatomegali dan Asites. Berdasarkan Pemeriksaan
Faal hati terdapat penurunan albumin, peningkatan SGOT dan SGPT serta bilirubin.
Pada pemeriksaan USG didapatkan tanda-tanda Abses Hepar dimana hepar dengan
bentuk dan ukuran membesar permukaan rata, sudut lancip, dengan Echostuktur
parenkim inhomogen, tampak massa ukuran 11x13,7 cm2
BAB V

KESIMPULAN

Abses hepar Abses hati amebik adalah bentuk infeksi pada hati yang disebabkan karena
infeksi Entamoeba histolytica yang bersumber dari intestinal yang ditandai dengan
adanya proses supurasi dengan pembentukan pus yang terdiri dari jaringan hati nekrotik,
sel-sel inflamasi atau sel-sel darah dalam parenkim hati.
Gambaran USG pada amubiasis hati adalah bentuk bulat atau oval tidak ada gema
dinding yang berarti ekogenitas lebih rendah dari parenkim hati normal bersentuhan
dengan kapsul hati dan peninggian sonic distal. Gambaran CT scan : 85 % berupa massa
soliter relatif besar, monolokular, prakontras tampak sebagai massa hipodens berbatas
suram. Densitas cairan abses berkisar 10-20 H.U. Pasca kontras tampak penyengatan
pada dinding abses yang tebal. Septa terlihat pada 30 % kasus. Penyengatan dinding
terlihat baik pada fase porta.
Gambaran CT scan : apabila mikroabses berupa lesi hipodens kecil-kecil < 5 mm sukar
dibedakan dari mikroabses jamur, rim enhancement pada mikroabses sukar dinilai karena
lesi terlalu kecil. Fase porta penyengatan dinding kapsul abses akan semakin menonjol
dan sekitar dinding abses tampak area yang hipodens sebagai reaksi edema di sekitar
abses. Sebagian kecil piogenik bersifat monokuler, tidak bersepta, dan menyerupai abses
amoebiasis. Pembentukan gas di dalam abses biasanya pada infeksi oleh kuman
Klebsiella. Gambaran CT Scan dengan multifokal abses hati piogenik pada segmen IV.
Abses lainnya terdapat pada segmen VII dan VIII. Sangat sukar dibedakan gambaran
USG antara abses piogenik dan amebik. Biasanya sangat besar, kadang-kadang
multilokular. Struktur eko rendah sampai cairan ( anekoik ) dengan adanya bercak-bercak
hiperekoik (debris) di dalamnya. Tepinya tegas, ireguler yang makin lama makin
bertambah tebal.

Daftar Pustaka

1. Alvarez JA, Gonzalez JJ, Baldonedo RF, Sanz L, Carreno G, Jorge JI.
Single and multiple piogenic liver abscess: etiology, clinical course, and
outcome. Digestive Surg 2001; 18:283-8
2. Ahsan T, Jehangir MU, Mahmood T, Ahmed N, Saleem M, Shahid M, dkk. Amoebic
versus pyogenic liver abscess. JPMA 2002; 52:497-501.
3. Schwimmer J, Balistreri WF. Liver abscess. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM,
Jenson HB. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-17. Philadelphia, Saunders, 2004.
h. 1332-3
4. Zhu X, Wang S, Jacob R, Fan Z, Zhang F, and Ji G. A 10-Year
Retrospective Analysis of Clinical Profiles, Laboratory Characteristics and
Management of Pyogenic Liver Abscesses in a Chinese Hospital. Gut
Liver 2011;5:221-7.
5. Iljas, Mohammad. Ultrasonografi hati. Dalam : Rasad, Sjahriar. Radiologi
diagnostik edisi kedua. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2008. Hal 469.
6. Sudoyo,Aru W, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi 5. Jakarta:
EGC
7. Guyton, Arthur C. Hall, John E. Hati sebagai suatu organ. Dalam : Buku
ajar fisiologi kedokteran edisi 11. Jakarta : EGC. 2008. Hal 902-906.
8. Neuschwander-Tetri BA (2007).Bacterial, parasitic, fungal, and granulomatous liver
disese. In:Cecil Medicine. Goldman L, Ausiello D eds. 23rd Edition .Saunders Elsevier.
Philadelphia
9. Ong E, Espat NJ, Helton WS. Hepatic abscess. Curr Treatment Opt Infect Dis 2003;
5:393-406. 4.
10. Junita,Arini. Widita,Haris. Soemohardjo,Soewignjo. Beberapa kasus abses
hati amuba. Dalam : Jurnal penyakit dalam vol. 7 nomor 2. Mei 2006. 22
September 2015. Diunduh dari :
http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/beberapa%20kasus%20abses%20hati%20amuba
%20(dr%20arini).pdf.
11. Mishra K, Basu S, Roychoudhury S, Kumar P. Liver abscess in children:
an overview. World J Pediatr 2010;6(3):210-6.
12. Price,Sylvia A, dkk,2005.Patofisiologi Volume 2 Edisi 6. Jakarta:EGC

Você também pode gostar