Você está na página 1de 6

PROTEIN KASAR

Tinjauan Pustaka

Protein merupakan suatu zat makanan yang sangat penting bagi tubuh karena
zat ini berfungsi sebagai sumber energi dalam tubuh serta sebagai zat pembangun dn
pengatur. Protein adlaah polimer dari asam amino yang dihubungkan dengan ikatan
peptida. Molekul protein mengandung unsur-umsur C, H, O, N, P, S, dan terkadang
mengandung unsur logam seperti besi dan tembaga (Winarno, 1992).

Kadar protein yang ditentukan berdasarkan cara Kjeldahl disebut sebagai kadar
protein kasar (crude protein) karena terikut senyawaan N bukan protein, misalnya
urea, asam nukleat, ammonia, nitrat, nitrit, asam amino, amida, purin, dan pirimidin
(Sudarmadji 1996).

Protein akan mengalami kekeruhan terbesar pada saat mencapai pH isoelektris


yaitu pH dimana protein memiliki muatan positif dan negatif yang sama, pada saat
inilah protein mengalami denaturasi yang ditandai kekeruhan meningkat dan
timbulnya gumpalan (Anna,1994).

Struktur protein dapat dibagi menjadi empat bentuk; primer, sekunder, tersier
dan kuartener. Susunan linier asam amino dalam protein merupakan struktur primer.
Susunan tersebut akan menentukan sifat dasar protein dan bentuk struktur sekunder
serta tersier. Bila protein menandung banyak asam amino dengan gugus hidrofobik,
daya kelarutannya kurang dalam air dibandingkan dengan protein yang banyak
mengandung asam amino dengan gugus hidrofil. (Winarno, 1992).

Pada umumnya kadar protein di dalam bahan pangan menentukan mutu bahan
pangan itu sendiri (Anggraini & Suwedo H. ,1988). Nilai gizi dari suatu bahan
pangan ditentukan bukan saja oleh kadar nutrien yang dikandungnya, tetapi juga oleh
dapat tidaknya nutrien tersebut digunakan oleh tubuh (Muchtadi, 1989). Salah satu
parameter nilai gizi protein adalah daya cernanya yang didefinisikan sebagai
efektivitas absorbsi protein oleh tubuh (Del Valle, 1981). Berdasarkan kandungan
asam-asan amino esensialnya, bahan pangan dapat dinilai apakah bergizi tinggi atau
tidak. Bahan pangan bernilai gizi tinggi apabila mengandung asam amino esensial
yang lengkap serta susunannya sesuai dengan kebutuhan tubuh.

Protein adalah zat makanan yang paling kompleks. Protein terdiri dari karbon,
hydrogen, oksigen, nitrogen, dan sulfur, dan biasanya fosfor. Protein sering disebut
sebagai zat makanan bernitrogen karena protein merupakan satu-satunya zat
makanan yang mengandung unsur nitrogen. Protein esensial untuk pembangunan
protoplasma hidup karena terdiri dari unsure karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen, dan
sulfur. Protein terkandung dalam makanan nabati dan hewani, tetapi protein hewani
paling bernilai untuk tubuh manusia sebagai materi pembangun karena komposisinya
sama dengan protein manusia. Di lain pihak protein nabati lebih murah. Protein ini
lebih bermanfaat sebagai bahan bakar tubuh daripada sebagai pembangun tubuh,
tetapi menyediakan asam amino lebih murah yang dibutuhkan tubuh untuk
membangun jaringan (Watson, 2002).

Protein yang mudah dicerna menunjukkan tingginya jumlah asam-asam amino


yang dapat diserap oleh tubuh dan begitu juga sebaliknya. Beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi daya cerna protein dalam tubuh adalah kondisi fisik dan kimia bahan.
Makin keras bahan, maka akan menurunkan daya cernanya dalam tubuh karena
adanya ikatan kompleks yang terdapat di dalam bahan yang sifatnya semakin kuat.
Ikatan ini dapat berupa ikatan antar molekul protein, ikatan protein- fitat, dan
sebaginya. Sedangkan kondisi kimia yaitu adanya senyawa anti gizi seperti tripsin
inhibitor dan fitat (Muchtadi, 1989).

Untuk menentukan kualitas protein dalam bahan makanan dapat dilakukan


secara in vitro, yaitu metode penentuan kulaitas protein secara khemis berdasarkan
pada pemecahan protein oleh enzim proteolitik seperti pepsin, tripsin, khimotripsin,
dan aminopeptidase (Narasinga, 1978). Analisis ini memberikan gambaran
berlangsungnya proses pencernaan protein di lambung dan usus.

Enzim yang biasa digunakan dalam percobaan adalah enzim pepsin yang
merupakan golongan dari enzim endopeptidase, yang dapat menghidrolisis ikatan-
ikatan peptida pada bagian tengah sepanjang rantai polipeptida dan bekerja optimum
pada pH 2 dan stabil pada pH 2-5. Enzim ini dihasilkan dalam bentuk pepsinogen
yang yang belum aktif di dalam getah lambung. Pepsin berada dalam keadaan inaktif
sempurna pada keadaan netral dan alkalis. Enzim ini bekerja dengan memecah
protein menjadi proteosa dan pepton (Del valle, 1981).

Penerapan jumlah protein dilakukan dengan menentukan jumlah nitrogen yang


dikandung oleh suatu bahan. N total bahan diukur dengan menggunakan metode
mikro-Kjeldahl. Prinsip dari metode ini adalah oksidasi senyawa organik oleh asam
sulfat untuk membentuk CO2 dan H2O serta pelepasan nitrogen dalam bentuk
ammonia yaitu penentuan protein berdasarkan jumlah N. Dalam penentuan protein
seharusnya hanya nitrogen yang berasal dari protein saja yang ditentukan. Akan tetapi
teknik ini sulit sekali dilakukan mengingat kandungan senyawaan N lain selain
protein dalam bahan juga terikut dalam analisis ini. Jumlah senyawaan N ini biasanya
sangat kecil yang meliputi urea, asam nukleat, ammonia, nitrat, nitrit, asam amino,
amida, purin, dan pirimidin. Oleh karena itu penentuan jumlah N total ini tetap
dilakukan untuk mewakili jumlah protein yang ada. Kadar protein yang ditentukan
dengan cara ini biasa disebut sebagai protein kadar/crude protein. Analisa protein
cara kjeldahl pada dasarnya dibagi menjadi tiga tahapan yaitu proses destruksi,
destilasi dan titrasi (Sudarmadji, 1996).

Penentuan protein berdasarkan jumlah n menunjukkan protein kasar karena


selain protein juga terikut senyawa N bukan protein misalnya urea, asam nukleat,
amonia, asam amino, amida, purin, dan pirimidin. Penentuan cara ini yang paling
terkenal adalah cara Kjedhal yang dalam perkembangannya terjadi berbagai
modifikasi misalnya oleh gunning dan sebagainya. Analisa protein secara Kjeldahl
pada dasarnya dapat dibagi menjadi 3 tahapan yaitu destruksi, destilasi dan titrasi.

1. Tahap destruksi

Pada tahap ini sampel dipanaskan dalam asam sulfat pekat sehingga terjadi
destruksi menjadi unsur-unsurnya. Elemen karbon, hydrogen teroksidasi menjaid
CO, CO2 dan H2O. Sedangkan nitrogennya akan berubah menjadi (NH 4)2SO4.
Asam sulfat yang dipergunakan untuk destruksi diperhitungkan adanya bahan
protein lemak dan karbohidrat. Untuk mendestruksi 1 gram protein diperlukan 9
gram asam sulfat, untuk 1 gram lemak perlu 17,8 gram sedangkan 1 gram
karbohidrat perlu asam sulfat yang paling banyak dan memerlukan waktu destruksi
cukup lama, maka sebaiknya lemak dihilangkan lebih dulu sebelum destruksi
dilakukan. Asam sulfat yang digunakan minimum 10 ml (18,4 gram). Sampel yang
dianalisis sebanyak 0,4-3,5 gram atau mengandung nitrogen sebanyak 0,4-3,5
gram atau mengandung nitrogen sebanyak 0,02-0,24 gram. Untuk cara mikro
Kjeldahl bahan tersebut lebih sedikit lagi, yaitu 10-30mg.

Untuk mempercepat proses destruksi sering ditambahkan katalisator berupa


campuran K2SO4 dan HgO (20:1) atau menggunakan K2SO4 atau CuSO4. dengan
penambahan katalisator tersebut titik didih asam sulfat akan dipertinggi sehingga
destruksi berjalan lebih cepat. Tiap 1 gram K 2SO4 dapat menaikkan titik didih 3C.
Suhu destruksi berkisar antara 370-410 0C.

Proetin yang asam amino dan histidin triptofan umumnya memerlukan


waktu yang lama dan sukar dalam destruksinya. Untuk bahan seperti ini
memerlukan katalisator yang relatif lebih banyak. Selain katalisator yang telah
disebut tadi kadang-kadang juga diberikanselenium. Selenium dapat mempercepat
proses oksidasi karena zat dari valensi tinggi ke valensi rendah atau sebaliknya.

2. Tahap Destilasi
Pada tahap ini, amonium sulfat dipecah menjadi amonia (NH3) dengan
penambahan NaOH sampai alkalis dan dipanaskan. Agar supaya selama destilasi
tidak terjadi superheating ataupun percikan cairan atau timbilnya gelombang gas
yang besar maka dapat ditambahkan logam Zink (Zn). Amonia yang dibebaskan
selanjutnya akan ditangkap oleh larutan asam standar. Asam standar yang dapt
dipakai adalah asam klorida atau asam borat 45 dal jumlah yang berlebihan. Agar
supaya kontsk antar asam dan amonia lebih baik maka diusahakan ujung tabung
destilasi tercelup sedalam mungkin dalam asam. Untuk mengetahui asam dalam
keadaan berlebihan maka diberi indikator misalnya BCG = MR + atau PP.
Destilasi diakhiri bila sudah semua amonia terdestilasi sempurna dengan ditandai
destilasi tidak bereaksi basis.

3. Tahap Titrasi

Apabila penampung destilasi digunakan asam klorida maka asam klorida


yang tidak bereaksi dengan amonia dititrasi dengan NaOH standar 0,1 N. Akhir
titrasi ditanadai dengan tepat perubahan warna merah muda dan tidak hilang
selama 30 detik bila menggunakan indikator PP. Selisih jumlah titrasi blanko dan
sampel merupakan ekuivalen nitrogen (Sudarmadji, 1996).
DAFTAR PUSTAKA

Anggorodi. R. 2005. Ilmu Makanan Ternak Umum. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.

Anggraini, S., dan Suwedo. 1988. Perubahan-Perubahan Bahan Pangan Selama


Proses Pematangan Sesudah Panen. PAU Pangan dan Gizi. UGM-Press,
Yogyakarta.

Del Valle, F. R. 1981. Nutritional Qualities of Soya Protein as Affected by Processing.


JAOCS. Philadelphia.

Muchtadi, D. 1989. Petunjuk Laboratorium Evaluasi Nilai Gizi Pangan. Institut


Pertanian Bogor, Bogor.

Narasinga, Rao. 1978. Analysis In Vitro methode for Predicting the Bioavailability of
Iron From Food. The American Journal of Clinical Nutrition.

Poedjiadi Anna, 1994. Dasar-Dasar Biokimia. UI-Press, Jakarta.

Siregar, S. 1994.Ransum Ternak Ruminansia. Penebar Swadaya, Jakarta.

Soejono, M. 1990. Petunjuk Laboretorium Analisis dan Evaluasi Pakan. Fakultas


Peternakan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Sudarmadji, S., Haryono, B., Suhardi. 1996. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian.
Liberty, Yogyakarta
Susi. 2001. Analisis dengan bahan kimia. Erlangga, Jakarta.

Watson, Roger. 2002. Anatomi Fisiologi untuk Perawat. EGC, Jakarta.

Winarno, F. G., 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Penerbit Gramedia, Jakarta.

Você também pode gostar