Você está na página 1de 11

PENGARUH SERIAL DRAMA STASIUN TELEVISI INDONESIA

TERHADAP PERKEMBANGAN ANAK

Pendahuluan

Media massa saat ini menjadi kebutuhan hampir seluruh masyarakat dari berbagai
kalangan. Masyarakat membutuhkan media untuk mencari informasi seperti berita dan
hiburan. Munculnya siaran radio, siaran televisi, dan pertunjukan film yang semula berfungsi
sebagai hiburan, ternyata bisa juga menyampaikan informasi baik melalui siaran berita
maupun cerita dalam film dan menempatkannya sebagai media massa. Setelah itu muncul
istilah the big five of media massa, yaitu surat kabar,majalah,radio, televisi, dan film
(Abdulkarim,2006:71). Media televisi tetap menjadi pilihan utama bagi masyarakat Indonesia
untuk mendapatkan informasi yang mereka butuhkan, dibandingkan dengan media-media
lain. Televisi tetap menjadi pilihan masyarakat juga dikarenakan televisi menyajikan
informasi dilengkapi dengan gambar dan program disajikan secara langsung. Televisi menjadi
media terpenting dalam menginformasikan berita terbaru bagi masyarakat. Selain itu, televisi
menyediakan acara hiburan sehingga televisi berfungsi sebagai media penghibur masyarakat.

Secara keseluruhan, konsumsi media di kota-kota baik di Jawa maupun luar Jawa
menunjukkan bahwa televisi masih menjadi medium utama yang dikonsumsi masyarakat
Indonesia yakni 95 persen. Baik di Jawa maupun luar Jawa, pola kepermisaan televisi
sepanjang hari tidak berbeda secara signifikan yakni tetap tinggi di jam-jam tayang utama.
Jenis acara yang paling banyak ditonton adalah jenis jenis acara hiburan/entertainment
seperti: talent-show&variety-show, serial drama, serial anak-anak, film dan komedi.
(Pengukuran kepemirsaan televisi oleh Nielsen Audience Measurement,2014).

Di Indonesia, pengawasan independen terhadap siaran media massa termasuk televisi


dipandang perlu dan penting sehingga dibentuklah Lembaga Komisi Penyiaran Indonesia
(KPI). Sebagai implementasi pengawasan Lembaga KPI, diterbitkan surat edaran tentang
tayangan sinetron dan FTV mengatur isi siaran dengan mempertimbangkan hak cipta, hak
asasi, pers, perlindungan konsumen dan perlindungan anak mengingat tayangan sinetron dan
FTV merupakan tayangan serial drama yang sering tayang di stasiun televisi. Pelaksanaan
Surat Edaran Nomor 2210/K/KPI/09/14 mengenai Muatan Program Siaran Sinetron dan FTV
bagi seluruh stasiun televisi tersebut dinilai belum maksimal dikarenakan beragamnya
masalah isi siaran yakni unsur kekerasan dan politis, siaran televisi kurang mendidik, serta
pandangan masyarakat bahwa siaran tidak professional. Program siaran televisi juga jauh dari
nilai pendidikan, keagamaan, atau berita yang dikemas kurang menarik sehingga terkesan
monoton. Pada akhirnya, media televisi yang memberikan masyarakat untuk menilai acara
atau informasi apa yang mereka sukai tanpa melihat nilai-nilai positif dari acara yang
disajikan. Media massa televisi dikatakan mencari laba sebanyak mungkin. Akibatnya,
media televisi tidak mampu membaca apa yang diinginkan penonton serta acara-acara
disiarkan dengan kontroversial.

Adiputra, Ayati, dan Stania (2006: 35) menilai televisi memberikan efek negatif
kepada kelompok audiens rentan, yaitu anak-anak dan remaja.Hal ini dikarenakan banyak
program televisi yang ditujukan untuk anak anak dan remaja yang cenderung berbahaya bagi
mereka. Membatasi akses anak anak dan remaja terhadap televisi bukan hal yang mudah
karena mereka telah memiliki relasi yang kuat dengan televisi. Oleh karena itu, diperlukan
berbagai agen yang berkaitan dengan hal ini agar mampu memberikan program televisi yang
terbaik serta mampu memberi pengaruh positif bagi anak anak dan remaja.

Pembahasan

Pengertian Anak

Menurut Undang-Undang Kesejahteraan Anak dalam Undang-Undang Republik


Indonesia Nomor 4 tahun 1979, menyebutkan bahwa anak adalah mereka yang belum berusia
21 tahun dan belum menikah. Sedangkan Undang-Undang Perkawinan mentapkan batas usia
anak adalah 16 tahun (Huraerah,2006:19). Secara keseluruhan, dapat dilihat bahwa rentang
usia anak terletak pada skala 0 sampai dengan 21 tahun. Penjelasan mengenai batas usia 21
tahun ditetapkan berdasar pertimbangan usaha kesejahteraan sosial, kematangan pribadi, dan
kematangan mental seseorang yang umumnya dicapai setelah seseorang melampaui usia 21
tahun.

Dalam pasal 2 Undang-Undang Kesejahteraan Anak disebutkan bahwa:

1. Anak berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan, dan bimbingan berdasarkan


kasih sayang, baik dalam keluarganya maupun dalam asuhan khusus untuk
tumbuh dan berkembang dengan wajar.
2. Anak berhak atas pelayanan untuk mengembangkan kemampuan dan kehidupan
sosialnya sesuai dengan kebudayaan dan kepribadian bangsa, untuk menjadi
warga negara yang baik dan berguna.
3. Anak berhak atas pemeliharaan dan perlindungan baik semasa kandungan maupun
sesudah dilahirkan
Anak berhak atas perlindungan terhadap lingkungan hidup yang dapat
membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangan dengan wajar.
(Huraerah,2006:21).

Selain hak anak yang harus dipenuhi oleh orangtua, keluarga, dan negara, anak juga
memiliki kebutuhan-kebutuhan dasar yang menuntut untuk dipenuhi sehingga anak dapat
tumbuh dan berkembang secara sehat dan wajar. Menurut Katz, kebutuhan dasar yang
penting bagi anak adalah adanya hubungan orangtua dan anak yang sehat, seperti: perhatian
dan kasih saying yang kontinu, perlindungan, dorongan, dan pemeliharaan harus dipenuhi
oleh orang tua (Huraerah, 2006: 27).

Kegagalan dalam proses pemenuhan kebutuhan anak akan berdampak negatif pada
pertumbuhan fisik dan perkembangan intelektual, mental, dan sosial anak. Anak tidak hanya
akan mengalami kerentanan fisik akibat gizi dan kualitas kesehatan yang buruk, melainkan
pula mengalami hambatan mental, lemah daya, -nalar, bahkan perilaku-perilaku maladaptif
seperti : autisme, nakal, sukar diatur, yang kelak mendorong mereka menjadi manusia
tidak normal dan perilaku kriminal (Huraerah, 2006: 27).

Pengertian Televisi

Televisi adalah alat penangkap siaran bergambar yang berupa audio visual
danvpenyiaran videonya secara broadcasting. Istilah ini berasal dari bahasa Yunani yaitu tele
(jauh) dan vision (melihat). Secara harfiah berarti melihat jauh, karena pemirsa berada jauh
dari studio televisi (Ilham Z, 2010:255). Sedangkan menurut Adi Badjuri (2010:39) televisi
adalah media pandang sekaligus media pendengar (audio-visual) yang dimana orang tidak
hanya memandang gambar yang ditayangkan televisi tetapi sekaligus mendengar atau
mencerna narasi dari gambar tersebut.

Dapat diartikan bahwa televisi merupakan salah satu media massa yang dapat
menyiarkan siaran dalam bentuk gambar , video, dan suara berfungsi memberi informasi dan
hiburan kepada masyarakat

Faktor Penyebab Kecenderungan Anak Menonton Televisi

Beragamnya program televisi bagi anak-anak menyebabkan anak-anak mulai tertarik


dengan televisi sehingga membuat mereka untuk meniru setiap gerak (visual) dan suara
(audio). Kombinasi suara dan gerak memungkinkan informasi yang menarik dan menjangkau
seluruh lapisan masyarakat. Televisi dapat merasuki pusat rasionalisasi kita melalui rupa-rupa
jalan yang mungkin dengan maksud memikat kia secara sensoris, afektif, pun rasional
(Batomolin dan Fransiska, 2003:159).

Perhatian anak-anak semakin besar jika tayangan televisi menyediakan apa yang
diinginkan oleh anak sehingga menarik untuk ditonton. Peran televisi yang terlalu dominan
mengganggu waktu anak anak untuk mengembangkan kepribadiannya, baik di dalam
keluarga maupun di lingkungan sekitar.Adanya televisi menyebabkan anak di satu sisi
memerlukan informasi yang luas sedangkan di sisi lain diri anak dipengaruhi oleh perilaku di
dalam televisi yang tidak disadari oleh anak. Televisi menguatkan sikap keingintahuan anak
pada batasan tertentu karena anak-anak ingin berkembang untuk mendapatkan sesuatu yang
tidak ada dalam keluarganya. Anak-anak dibentuk dari apa yang ia lihat dan rasakan
kemudian menularkannya dalam tingkah lakunya yang cenderung sama. Karena itu, televisi
menghadirkan informasi yang lebih positif, lebih produktif, dan lebih luas sebagai persiapan
kebutuhan masa depan (S.M. Siahaan, 1991: 8).

Keadaan Serial Drama Stasiun Televisi Indonesia

Indonesia sebagai negara dalam tahap menuju negara maju, Indonesia memerlukan
siaran berkualitas dan bermutu. Mengingat bahwa 95 persen konsumsi media massa
masyarakat Indonesia melalui televisi sehingga televisi masih menjadi medium utama
dibanding dengan media-media lain (menurut data Nielsen). Hingga saat ini, terdapat 35 juta
pesawat untuk keperluan siaran televisi di seluruh Indonesia. Data tersebut menunjukkan
perkembangan pesat siaran di Indonesia dan idealnya dapat dimanfaatkan untuk program-
program yang mendukung masyarakat secara positif seperti pendidikan, keagamaan, atau
berita, dikemas secara menarik sesuai dengan fungsi pers yakni pemberi informasi dan
hiburan.

Akan tetapi, di Indonesia masih terjadi berbagai macam masalah isi siaran seperti
unsur kekerasan, unsur politis, program televisi kurang mendidik dan tidak professional.
Salah satunya termasuk dalam masalah serial drama di Indonesia. Banyaknya siaran serial
drama di Indonesia dipengaruhi oleh tingginya konsumen televisi pada kelompok ekonomi
dengan latar belakang sekolah menegah atas. Pemilik modal memanfaatkan kesempatan
tersebut untuk menyiarkan siaran kurang bermutu misalnya sinetron yang memunculkan
kekerasan atau kisah cinta yang berlebihan. Fenomena tersebut terlihat dalam berbagai
stasiun televisi di Indonesia. Serial drama Indonesia seperti sinetron dan film televisi yang
diangkat tidak lepas dari cerita kehidupan remaja yang hidup dalam kemewahan dan
kehidupan rumah tangga yang begitu kompleks. Seharusnya kedua hal tersebut tidak layak
untuk ditonton oleh anak-anak. Secara tidak langsung, bentuk program seperti itu akan
mengganggu perkembangan jiwa dan mental anak. Jika jiwa dan mental anak sudah
dipengaruhi oleh siaran seperti hal tersebut maka akan mempengaruhi keadaan berpikir atau
orientasi pandangan mereka seperti krisis moral, membentuk masyarakat konsumtif,dan
hedonisme.

Adanya program hiburan yang mendominasi informasi dan berita, tidak menyebabkan
kualitas film televisi dan sinetron membaik. Namun, sebaliknya kualtas cerita sinetron
sinetron tidak menggambarkan realitas sesungguhnya. Tema yang diangkat seputar
permasalahn percintaan, mimpi, impian kosong, penderitaan seseorang, perebutan harta
kekuasaan dan pasangan, tatanan moral budaya yang kurang, hubungan di luar pernikahan,
perselingkuhan, menghina orang tua, guru, dan masyarakat hingga menjamurnya tayangan
kekerasan dan pornografi lulus sensor.

Munculnya sinetron pada jam tayang utama atau dikenal dengan istilah prime time
juga menjadi masalah dalam serial drama stasiun televisi di Indonesia. Prime time (jam
tayang utama) merupakan saat seluruh anggota berkumpul bersama setelah seharian
beraktifitas di luar rumah. Beragam strategi program digelar oleh pengelola televisi untuk
meraih perhatian pemirsa potensial televisi yang melimpah. Jam tayang utama umumnya
berada pada pukul 18.00 sampai dengan 22.00. Pada jam-jam ini kebanyakan keluarga
Indonesia berada di rumah sambil menikmati acara televisi. Menurut data dari ABG Nielsen
anak-anak usia 5 hingga 14 tahun merupakan penonton terbanyak menghabiskan waktu di
depan televisi 2,9 jam per hari. Sedangkan pada jam tayang tersebut, sinetron menjadi
andalan utama para pengelola televisi dalam persaingan meraih rating program dan share
program maupun share stasiun televisi dalam persaingan yang semakin ketat.Sinetron dan
film televisi menjadi penyumbang utama rating terbesar bagi sejumlah stasiun televisi.
Terbukti bahwa porsi waktu yang dihabiskan untuk menonton sinetron adalah sekitar 26
persen (rata-rata 24 jam/bulan/pemirsa), Di sisi lain, menguntungkan pihak stasiun televisi,
tapi di sisi yang lainnya mengganggu jam belajar anak dan mengganggu berkembangnya
kepribadian anak karena jam tayang utama disiarkan pada pukul 18.00 hingga 22.00.

Survei Lembaga Komisi Penyiaran Indonesia mengenai Indeks Kualitas Program


Siaran Televisi pada bulan Maret hingga April 2015 menunjukkan bahwa serial drama
sinetron menempati peringkat terendah dalam Indeks Kualitas Progrm Siaran Televisi.
Survei yang dilakukan oleh KPI ini adalah implementasi dari pengawasan KPI agar program
televisi semakin berkualitas. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menetapkan standar kualitas
dengan angka 4,0 bagi yang berkualitas. Hasil survey tersebut menunjukkan bahwa program
acara dengan kualitas program tidak berkualitas adalah sinetron/film/ftv. Program acara
sinetron pada survey periode Maret-April 2015 mendapatkan indeks kualitas sebesar 2,51.
Angka 2,51 masih dibawah 4,00 (berkualitas) yang ditetapkan KPI. Kategori sinetron dipilih
dengan pertimbangan banyaknya aduan dari masyarakat. Data pengaduan ke Lembaga KPI
menunjukkan Sinetron 7 Manusia Harimau dan Mak Ijah Pengen ke Mekah paling banyak
mendapat pengaduan yaitu 121 dan 73 pengaduan. Hasil suvey menunujukkan bahwa kedua
program tersebut tidak berkualitas. Terlihat dalam survey bahwa sinetron 7 Manusia
Harimau dinilai rendah karena sinetron tersebut tidak membentuk jati diri bangsa dan watak
bangsa yang beriman, bermuatan mistik horor dan kekerasan. Sinetron ini mendapat indeks
sebesar 2,20. Sedangkan sinetron Mak Ijah Pengen ke Mekkah mendapat indeks 2,97.
Keduanya sama sama masih di bawah 4,00 (berkualitas).

Pengaruh Serial Drama terhadap Perkembangan Anak

Kegagalan dalam proses pemenuhan kebutuhan anak akan berdampak negatif pada
pertumbuhan fisik dan perkembangan intelektual, mental, dan sosial anak. Anak tidak hanya
akan mengalami kerentanan fisik akibat gizi dan kualitas kesehatan yang buruk, melainkan
pula mengalami hambatan mental, lemah daya, -nalar, bahkan perilaku-perilaku maladaptif
seperti : autisme, nakal, sukar diatur, yang kelak mendorong mereka menjadi manusia
tidak normal dan perilaku kriminal (Huraerah, 2006: 27). Hal tersebut terlihat dalam
pengaruh serial drama seperti sinetron dan film televisi terhadap perkembangan anak akibat
kurangnya pemenuhan kebutuhan anak berupa pendampingan orang tua untuk selektif
dengan apa yang dilihat oleh anak. Pengaruh dari serial drama tersebut seperti : anak mulai
mengerti bagaimana kekerasan dilakukan, sering berkata kasar dalam keluarga maupun
lingkungannya, berperilaku kriminal, dan perilaku maladaptif yang lain dilakukan oleh anak-
anak. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh (Tamburaka,2013:14) yang mengatakan
bahwa pengaruh buruk media televisi yaitu anak-anak, remaja, dan kaum ibu. Lebih lanjut
dijelaskan bahwa pada anak-anak pengaruh media televisi terutama pada perkembangan otak,
emosi, sosial, dan kemampuan kognitif, sementara ada remaja menyebabkan remaja tidak
bisa mempelajari realitas kehidupan yang sesungguhnya karena berbagai tayangan sinetron
dengan tema remaja cenderung megeksploitasi kehidupan remaja.
Televisi, selain keluarga berfungsi sebagai agen perubahan. Televisi juga berperan
sebagai pembentuk kepribadian anak. Televisi merupakan salah satu media atau agen
sosialisasi yang berguna untuk mewariskan nilai-nilai, keyakinan dan orientasi dari generasi
yang satu dan generasi yang lain. Apabila serial drama berisi berbagai tindakan asusila, jauh
dari nilai budaya, jauh dari nilai agama, jauh dari nilai Pancasila sebagai dasar negara, jauh
dari norma hukum, maka akan berpengaruh pada karakter anak yang mengarah ke arah
negatif. Karena pada masa itu, anak masih berada pada masa yang menurut Mead :
preparatory stage, play stage, dan game stage (Herman and Reynolds, 1995: 193). Anak-
anak masih dalam tahap meniru, bermain peran tanpa memahami secara mendalam peran
yang dimainkan itu, serta mencari kepribadian diri anak itu sendiri.

Dampak negatif yang lain akibat serial drama yakni anak mengalami alienasi dalam
keluarga. Anak tidak memiliki waktu bersama keluarga dan temannya sehingga terkesan
bahwa anak tidak membutuhkan orang lain dan tidak mengenal orang lain. Komunikasi anak
menjadi terhambat. Hal tersebut akan mempengaruhi sikap mereka dan terbawa hingga
dewasa. Dampak negatif tayangan televisi termasuk serial drama yang terdiri dari sinetron
dan film televisi bagi perkembangan jiwa anak antara lain (Novita,2007:160):

1. Dampak negatif akibat tayangan televisi yang menyajikan unsur kekerasan dan
sadisme
2. Dampak rasa takut dan paranoid akibat tayangan televisi yang menyajikan acara
berbau mistis
3. Dampak rusaknya moral akibat tayangan televisi yang menyajikan acara yang berbau
pornografi
4. Dampak konsumerisme akibat tayangan televisi menyajikan kemewahan hidup
5. Dampak malas belajar akibat lebih senang menonton acara televisi seperti sinetron
dan film televisi yang menarik perhatian anak daripada belajar.

Solusi Mengurangi Pengaruh Negatif Serial Drama Indonesia

Alternatif pemecahan masalah untuk mengatasi pengaruh serial drama terhadap


perkembangan anak antara lain dapat dilakukan dengan cara:

1. Keluarga perlu menanamkan kepada anak bahwa perlu mengetahui pengaruh serial
drama bagi perkembangan kepribadiannya. Anak diajak untuk mengambangkan
kreatifitas melalui hobi dan bakatnya, sehingga anak bisa terhindar lebih lama dari
televisi.
2. Keluarga sebaiknya mengadakan kegiatan lain seperti rekreasi (Agus
Alfons,2007:11).Anak diberikan pembelajaran dunia luar yang sesungguhnya, bukan
hanya semu seperti dalam serial drama.
3. Keluarga terutama orang tua harus selektif dalam memilih program yang baik bagi
anak-anak sesuai dengan umur mereka. Keluarga memberi batasan jam belajar dan
jam menonton televisi bagi anak.
4. Keluarga mengajak anak untuk mulai mengenali nilai budaya dan kearifan lokal di
dalam masyarakat yang sesungguhnya bahwa tidak semua nilai budaya di dalam serial
drama berlaku umum untuk lingkungannya, seperti melihat upacara adat dan
menafsirkan makna yang tersirat di dalam ritual upacara. Selain berekreasi, orang tua
juga dapat menginternalisasikan nilai-nilai budaya dan nilai-nilai rohani dapat
membuat anak cinta budaya sendiri dan terciptanya kepribadian yang matangdari segi
afeksi, emosional, dan spiritual (Nadeak, 1994:46).
5. Keluarga terutama orang tua sebaiknya melakukan pelatihan literasi media melalui
seminar, dialog interaktif, dan berbagai macam kegiatan lainnya agar orang tua
mampu menjadi pengguna media untuk dapat melakukan control terhadap isi media
secara kritis dan cerdas sehingga dapat mendeteksi adanya propaganda, kepentingan
tertentu dalam sebuah konten media.
6. Penegasan pelaksanaan UU nomor 32 tahun 2002 oleh Lembaga KPI tentang
penyiaran terkait dengan tayangan ssinetron dan ftv yakni melarang adegan kekerasan
fisik, larangan ungkapan kasar dan makian, adegan percintaan yang berlebihan,
adegan pembunuhan, adegan mistik dan horor, adegan mengonsumsi rokok dan
napza. Ketentuan tersebut termuat dakan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar
Program Siaran KPI Tahun 2012.

Simpulan

Media massa saat ini menjadi kebutuhan hampir seluruh masyarakat dari berbagai
kalangan. Masyarakat membutuhkan media untuk mencari informasi seperti berita dan
hiburan. Televisi masih menjadi medium utama yang dikonsumsi masyarakat Indonesia yakni
95 persen. Jenis acara yang paling banyak ditonton adalah jenis jenis acara
hiburan/entertainment seperti: talent-show&variety-show, serial drama, serial anak-anak, film
dan komedi. Di Indonesia, pengawasan independen terhadap siaran media massa termasuk
televisi dipandang perlu dan penting sehingga dibentuklah Lembaga Komisi Penyiaran
Indonesia (KPI). Sebagai implementasi pengawasan Lembaga KPI, diterbitkan surat edaran
tentang tayangan sinetron dan FTV. Pelaksanaan Surat Edaran Nomor 2210/K/KPI/09/14
mengenai Muatan Program Siaran Sinetron dan FTV bagi seluruh stasiun televisi tersebut
dinilai belum maksimal dikarenakan beragamnya masalah isi siaran seperti tema yang
diangkat seputar permasalahan percintaan, mimpi, impian kosong, penderitaan seseorang,
perebutan harta kekuasaan dan pasangan, tatanan moral budaya yang kurang, hubungan di
luar pernikahan, perselingkuhan, menghina orang tua, guru, dan masyarakat hingga
menjamurnya tayangan kekerasan dan pornografi lulus sensor.

Hal tersebut memiliki pengaruh bagi perkembangan anak antara lain: berdampak
negatif seperti mengalami hambatan mental, lemah daya, -nalar, bahkan perilaku-perilaku
maladaptif seperti : autisme, nakal, sukar diatur, yang kelak mendorong mereka menjadi
manusia tidak normal dan perilaku criminal; anak mengalami alienasi dalam keluarga.
Komunikasi anak menjadi terhambat. Hal tersebut akan mempengaruhi sikap mereka dan
terbawa hingga dewasa. Remaja tidak bisa mempelajari realitas kehidupan yang
sesungguhnya karena berbagai tayangan sinetron dengan tema remaja cenderung
megeksploitasi kehidupan remaja.

Simpulan

Media massa saat ini menjadi kebutuhan hampir seluruh masyarakat dari berbagai
kalangan. Masyarakat membutuhkan media untuk mencari informasi seperti berita dan
hiburan. Televisi masih menjadi medium utama yang dikonsumsi masyarakat Indonesia yakni
95 persen. Jenis acara yang paling banyak ditonton adalah jenis jenis acara
hiburan/entertainment seperti: talent-show&variety-show, serial drama, serial anak-anak, film
dan komedi. Di Indonesia, pengawasan independen terhadap siaran media massa termasuk
televisi dipandang perlu dan penting sehingga dibentuklah Lembaga Komisi Penyiaran
Indonesia (KPI). Sebagai implementasi pengawasan Lembaga KPI, diterbitkan surat edaran
tentang tayangan sinetron dan FTV. Pelaksanaan Surat Edaran Nomor 2210/K/KPI/09/14
mengenai Muatan Program Siaran Sinetron dan FTV bagi seluruh stasiun televisi tersebut
dinilai belum maksimal dikarenakan beragamnya masalah isi siaran seperti tema yang
diangkat seputar permasalahan percintaan, mimpi, impian kosong, penderitaan seseorang,
perebutan harta kekuasaan dan pasangan, tatanan moral budaya yang kurang, hubungan di
luar pernikahan, perselingkuhan, menghina orang tua, guru, dan masyarakat hingga
menjamurnya tayangan kekerasan dan pornografi lulus sensor.

Hal tersebut memiliki pengaruh bagi perkembangan anak antara lain: berdampak
negatif seperti mengalami hambatan mental, lemah daya, -nalar, bahkan perilaku-perilaku
maladaptif seperti : autisme, nakal, sukar diatur, yang kelak mendorong mereka menjadi
manusia tidak normal dan perilaku criminal; anak mengalami alienasi dalam keluarga.
Komunikasi anak menjadi terhambat. Hal tersebut akan mempengaruhi sikap mereka dan
terbawa hingga dewasa. Remaja tidak bisa mempelajari realitas kehidupan yang
sesungguhnya karena berbagai tayangan sinetron dengan tema remaja cenderung
megeksploitasi kehidupan remaja.

Alternatif pemecahan masalah untuk mengatasi pengaruh serial drama terhadap


perkembangan anak antara lain dapat dilakukan dengan cara:

1. Keluarga perlu menanamkan kepada anak bahwa perlu mengetahui pengaruh serial
drama bagi perkembangan kepribadiannya.
2. Keluarga sebaiknya mengadakan kegiatan lain seperti rekreasi (Agus
Alfons,2007:11).Anak diberikan pembelajaran dunia luar yang sesungguhnya, bukan
hanya semu seperti dalam serial drama.
3. Keluarga terutama orang tua harus selektif dalam memilih program yang baik bagi
anak-anak sesuai dengan umur mereka.
4. Keluarga mengajak anak untuk mulai mengenali nilai budaya dan kearifan lokal di
dalam masyarakat yang sesungguhnya bahwa tidak semua nilai budaya di dalam serial
drama berlaku umum untuk lingkungannya.
5. Keluarga terutama orang tua sebaiknya melakukan pelatihan literasi media melalui
seminar, dialog interaktif, dan berbagai macam kegiatan lainnya agar orang tua
mampu menjadi pengguna media untuk dapat melakukan control terhadap isi media
secara kritis dan cerdas sehingga dapat mendeteksi adanya propaganda, kepentingan
tertentu dalam sebuah konten media.
6. Penegasan pelaksanaan UU nomor 32 tahun 2002 oleh Lembaga KPI

Você também pode gostar