Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Pemasangan Plate
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Trauma adalah suatu keadaan ketika seseorang mengalami cedera karena salah
satu sebab. Penyebab trauma antara lain kecelakaan lalu lintas, industri, olahraga,
maupun kecelakaan rumah tangga. Dampak dari kecelakaan tersebut dapat
mengakibatkan fraktur atau patah tulang, cedera tulang belakang, cedera kepala,
dan sebagainya. Ditambah dengan semakin meningkatnya ilmu pengetahuan dan
teknologi yang mengakibatkan semakin banyaknya tingkat kecelakaan trauma di
bidang transportasi.
Berdasarkan data yang diperoleh dari medikal record Rumah Sakit Pusat
Kepolisisan Raden Said Sukanto Jakarta, pada bulan Januari 2009 sampai dengan
desember 2009 jumlah klien yang menderita fraktur sbanyak 382 orang,
sedangkan klien yang menderita fraktur femur sebanyak 82 orang (22%).
Penanganan fraktur harus dilakukan dengan cepat dan tindakan tepat agar
imobilisasi dilakukan sesegera mungkin karena pergerakan pada fragmen tulang
dapat menyebabkan nyeri. Kerusakan jaringan lunak dan perdarahan yang
berlebihan dapat menyebabkan terjadinya syok dan komplikasi neurovaskuler.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk mendapatkan pengalaman secara nyata dalam memberikan asuhan
keperawatan klien Fraktur Femur Sinistra Post Pemasangan Plate.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian pada klien fraktur femur sinistra post
pemasangan plate.
b. Mampu menentukan masalah keperawatan pada klien fraktur femur sinistra
post pemasangan plate.
c. Mampu merencanakan asuhan keperawatan pada klien fraktur femur sinistra
post pemasangan plate.
d. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada klien fraktur femur sinistra
post pemasangan plate.
e. Mampu melaksanakan evaluasi keperawatan pada klien fraktur femur sinistra
post pemasangan plate.
f. Mampu mengidentifikasi kesenjangan antara teori dan praktek fraktur femur
sinistra post pemasangan plate.
g. Mampu mengidentifikasi faktor-faktor pendukung, penghambat serta mencari
solusi/ alternatif pemecahan masalah
h. Mampu mendokumentasikan semua kegiatan keperawatan dalam bentuk narasi
C. Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan metode :
1. Deskriptif
a. Studi kasus, yang meliputi observasi, partsipasi dengan cara melakukan
pengamatan secara langsung dan tidak langsung kepada klien dengan cara
wawancara dengan keluarga, melihat catatan medis, melihat catatan keperawatan
dan informasi dari rekan satu profesi maupun dari tim lain.
b. Studi dokumentasi yaitu menggunakan format pengkajian untuk melakukan
pemeriksaan.
2. Studi literature yaitu dengan membaca dan mempelajari buku kepustakaan yang
berkaitan dengan fraktur femur sinistra untuk mendapatkan dasar-dasar ilmiah
yang berhubungan dengan isi makalah ini.
D. Ruang Lingkup
Dalam penulisan makalah ini, penulis membatasi pada Asuhan Keperawatan pada
klien Tn. S dengan fraktur femur sinistra post pemasangan plate di Ruang Mahoni
II Rumah Sakit Pusat Kepolisian Raden Said Sukanto Jakarta, yang dilakukan
selama 3 hari yaitu pada tanggal 14 Juli 2010 sampai 16 Juli 2010.
E. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan makalah ini disusun menjadi lima bab yang terdiri dari: Bab
I Pendahuluan, terdiri dari latar belakang , tujuan penulisan, ruang lingkup
penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan. Bab II Tinjauan Teori,
terdiri dari pengertian, etiologi, patofisiologi, proses penyakit, manifestasi klinik,
komplikasi, penatalaksaan medis, klasifikasi fraktur, proses penyembuhan tulang,
pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan,
pelaksanaan keperawatan, evaluasi keperawatan. Bab III Tinjauan Kasus, terdiri
dari pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan,
implementasi keperawatan, dan evaluasi keperawatan. Bab IV Pembahasan, terdiri
dari pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan,
implementasi keperawatan, dan evaluasi keperawatan. Bab V Penutup, terdiri dari
kesimpulan dan saran.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya. (Smeltzer dan Bare, 2002).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, tulang rawan epifisis atau tulang
rawan sendi. (Soebroto Sapardan, Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah)
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau
tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2000 : 347).
Fraktur terbuka adalah fragmen tulang meluas melewati otot dan kulit, dimana
potensial untuk terjadi infeksi (Sjamsuhidajat, 2000 : 1138).
Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas batang femur yang bisa terjadi
akibat trauma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian), dan
biasanya lebih banyak dialami oleh laki-laki dewasa. Patah pada daerah ini dapat
menimbulkan perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan pendertia jatuh
dalam syok (FKUI, 2005:543)
B. Etiologi
1. Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan.
Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah
melintang atau miring.
2. Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari
tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling
lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling
lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
3. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi.Kekuatan dapat berupa
pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan
penarikan.
4. Fraktur patologik yaitu fraktur yang terjadi pada tulang disebabkan oleh
melelehnya struktur tulang akibat proses patologik. Proses patologik dapat
disebabkan oleh kurangnya zat-zat nutrisi seperti vitamin D, kaslsium, fosfor,
ferum. Factor lain yang menyebabkan proses patologik adalah akibat dari proses
penyembuhan yang lambat pada penyembuhan fraktur atau dapat terjadi akibat
keganasan.
C. Patofisiologi
1. Proses Penyakit
Apabila terjadi terputusnya kontinuitas tulang, maka hal tersebut akan
mempengaruhi berbagai struktur yang ada disekitarnya, seperti otot dan pembuluh
darah. Akibat yang terjadi sangat tergantung pada berat ringannya fraktur yang
dapat dilihat dari tipe, luas, dan lokasi fraktur itu sendiri. Pada umumnya terjadi
edema pada jaringan lunak, perdarahan otot dan persendian, dislokasi atau
pergeseran tulang, rupture tendon, putus persarafan, kerusakan pembuluh darah,
dan perubahan bentuk tulang, serta terjadinya deformitas.
Bila terjadi patah tulang maka sel-sel tulang akan mati. Perdarahan biasanya
terjadi disekitar tempat patah dan kedalaman jaringan lunak disekitar tulang
tersebut. Jaringan lunak biasanya juga mengalami kerusakan. Reaksi peradangan
hebat timbul setelah fraktur. (Smeltzer dan Bare, 2002)
2. Manifestasi Klinis
Daerah paha yang patah tulangnya sangat membengkak, ditemukan tanda-tanda
fungsiolesa (tungkai bawah tidak dapat diangkat). Nyeri tekan, nyeri gerak.
Tampak adanya deformitas angulasi lateral atau angulasi anterior, rotasi
(ekso/endo).
Pada tungkai bawah, ditemukan adanya perpendekan tungkai. Pada fraktur 1/3
tengah femur, pada pemeriksaan harus diperhatikan adanya dislokasi sendi
panggul, dan robekan di daerah ligamen sendi panggul, kecuali itu juga diperiksa
keadaan saraf sciatica dan arteri dorsalis pedis.
3. Komplikasi
Menurut Sylvia and Price 2001, komplikasi yang biasanya ditemukan antara lain :
a. Komplikasi Awal
1) Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT
menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada
ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi
pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
2) Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena
terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini
disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan pembuluh
darah. Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu
kuat.
3) Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada
kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan
bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen
dalam darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan, tachykardi,
hypertensi, tachypnea, demam.
4) Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma
orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini
biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan
bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
5) Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau
terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya
Volkmans Ischemia.
6) Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas
kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada
fraktur.
b. Komplikasi Dalam Waktu Lama
1) Delayed Union
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu
yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karena penurunan
supai darah ke tulang.
2) Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan memproduksi
sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan. Nonunion ditandai
dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi
palsu atau pseudoarthrosis. Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang.
3) Malunion
Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat
kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas). Malunion dilakukan dengan
pembedahan dan reimobilisasi yang baik.
D. Klasifikasi Fraktur
Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis,
dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu:
1. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan).
a. Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa
komplikasi.
b. Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara hubungan
antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit.
2. Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur.
a. Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau
melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto.
b. Fraktur Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang
seperti:
1) Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)
2) Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan
kompresi tulang spongiosa di bawahnya.
3) Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya
yang terjadi pada tulang panjang.
3. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme trauma.
a. Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan
merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.
b. Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap
sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasi juga.
c. Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang
disebabkan trauma rotasi.
d. Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang
mendorong tulang ke arah permukaan lain.
e. Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot
pada insersinya pada tulang.
4. Berdasarkan jumlah garis patah.
a. Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan.
b. Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan.
c. Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada
tulang yang sama.
5. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang.
a. Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap tetapi kedua fragmen
tidak bergeser dan periosteum masih utuh.
b. Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga
disebut lokasi fragmen, terbagi atas:
1) Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan
overlapping).
2) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).
3) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh).
6. Berdasarkan posisi frakur
Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian :
a. 1/3 proksimal
b. 1/3 medial
c. 1/3 distal
7. Fraktur Kelelahan: fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang.
Fraktur Patologis: fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang. Pada
fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak
sekitar trauma, yaitu:
a. Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak
sekitarnya.
b. Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan
subkutan.
c. Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian
dalam dan pembengkakan.
d. Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan
ancaman sindroma kompartement.
F. Penatalaksanaan Medis
1. Fraktur Terbuka
Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh bakteri dan
disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam (golden period). Kuman
belum terlalu jauh meresap dilakukan:
a. Pembersihan luka
b. Exici
c. Hecting situasi
d. Antibiotik
2. Seluruh Fraktur
a. Rekognisis/Pengenalan
Riwayat kejadian harus jelas untuk mentukan diagnosa dan tindakan selanjutnya.
b. Reduksi/Manipulasi/Reposisi
Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti semula
secara optimun. Dapat juga diartikan Reduksi fraktur (setting tulang) adalah
mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasfanatomis
(brunner, 2001).
Reduksi tertutup, traksi, atau reduksi terbuka dapat dilakukan untuk mereduksi
fraktur. Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur, namun prinsip yang
mendasarinya tetap, sama. Biasanya dokter melakukan reduksi fraktur sesegera
mungkin untuk mencegah jaringan lunak kehilaugan elastisitasnya akibat
infiltrasi karena edema dan perdarahan. Pada kebanyakan kasus, roduksi fraktur
menjadi semakin sulit bila cedera sudah mulai mengalami penyembuhan.
Traksi. Traksi dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imoblisasi.
Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi. Sinar x digunakan
untuk memantau reduksi fraktur dan aproksimasi fragmen tulang. Ketika tulang
sembuh, akan terlihat pembentukan kalus pada sinar x. Ketika kalus telah kuat
dapat dipasang gips atau bidai untuk melanjutkan imobilisasi.
c. Retensi/Immobilisasi
Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali seperti
semula secara optimun.
d. Rehabilitasi
Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi. Segala upaya diarahkan
pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak. Reduksi dan imobilisasi harus
dipertahankan sesuai kebutuhan. Status neurovaskuler (mis. pengkajian peredaran
darah, nyeri, perabaan, gerakan) dipantau, dan ahli bedah ortopedi diberitahu
segera bila ada tanda gangguan neurovaskuler. Kegelisahan, ansietas dan
ketidaknyamanan dikontrol dengan berbagai pendekatan (mis. meyakinkan,
perubahan posisi, strategi peredaan nyeri, termasuk analgetika).
Latihan isometrik dan setting otot diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse
dan meningkatkan peredaran darah. Partisipasi dalam aktivitas hidup sehari hari
diusahakan untuk memperbaiki kemandirian fungsi dan harga diri. Pengembalian
bertahap pada aktivitas semula diusahakan sesuai batasan terapeutika. Biasanya,
fiksasi interna memungkinkan mobilisasi lebih awal. Ahli bedah yang
memperkirakan stabilitas fiksasi fraktur, menentukan luasnya gerakan dan stres
pada ekstrermitas yang diperbolehkan, dan menentukan tingkat aktivitas dan
beban berat badan.
G. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan, untuk
itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga
dapat memberikan arah terhadap tindakan keperawatan. Keberhasilan proses
keperawatan sangat bergantuang pada tahap ini.
Tahap ini terbagi atas:
1. Pengumpulan Data
a. Anamnesa
1) Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai, status
perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no. register, tanggal
MRS, diagnosa medis.
2) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri
tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk
memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:
a) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi faktor presipitasi nyeri.
b) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien.
Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.
c) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
d) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa
berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
mempengaruhi kemampuan fungsinya.
e) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada
malam hari atau siang hari.
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur, yang
nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa
berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan
kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena. Selain itu, dengan
mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan
yang lain.
4) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi
petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-penyakit
tertentu seperti kanker tulang dan penyakit pagets yang menyebabkan fraktur
patologis yang sering sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit diabetes
dengan luka di kaki sangat beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik
dan juga diabetes menghambat proses penyembuhan tulang.
5) Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah
satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang
sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang yang cenderung
diturunkan secara genetic.
6) Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran
klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam
kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.
3. Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk
mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini perlu
untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana
spesialisasi hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih
mendalam.
a. Gambaran Umum
Perlu menyebutkan:
1) umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda, seperti:
2) Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis tergantung
pada keadaan klien.
3) Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan pada kasus
fraktur biasanya akut.
4) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun
bentuk.
b. Secara sistemik dari kepala sampai kelamin
1) Sistem Integumen
Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak, oedema, nyeri
tekan.
2) Kepala
Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada penonjolan, tidak
ada nyeri kepala.
3) Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek menelan ada.
4) Muka
Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun
bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak oedema.
5) Mata
Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi
perdarahan)
6) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau nyeri tekan.
7) Hidung
Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.
8) Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa mulut tidak
pucat.
9) Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.
10) Paru
a) Inspeksi
Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit
klien yang berhubungan dengan paru.
b) Palpasi
Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.
c) Perkusi
Suara ketok sonor, tak ada redup atau suara tambahan lainnya.
d) Auskultasi
Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan lainnya seperti stridor
dan ronchi.
11) Jantung
a) Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung.
b) Palpasi
Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
c) Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
12) Abdomen
a) Inspeksi
Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
b) Palpasi
Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba.
c) Perkusi
Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
d) Auskultasi
20 kali/menit.e) Peristaltik usus normal
13) Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada kesulitan BAB.
a) Keadaan Lokal
5 P yaitu Pain, Palor, Parestesia, Pulse, Pergerakan). Pemeriksaan pada sistem
muskuloskeletal adalah:Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian
distal terutama mengenai status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler
(1) Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain:
(a) Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas
operasi).
(b) Cape au lait spot (birth mark).
(c) Fistulae.
(d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi.
(e) Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa
(abnormal).
(f) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
(g) Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa)
(2) Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari
posisi netral (posisi anatomi). Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang
memberikan informasi dua arah, baik pemeriksa maupun klien.
Yang perlu dicatat adalah:
Normal 3 5 (a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban
kulit. Capillary refill time
(b) Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama
disekitar persendian.
(c) Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1/3 proksimal, tengah,
atau distal).
Otot: tonus pada waktu relaksasi atau kontraksi, benjolan yang terdapat di
permukaan atau melekat pada tulang. Selain itu juga diperiksa status
neurovaskuler. Apabila ada benjolan, maka sifat benjolan perlu dideskripsikan
permukaannya, konsistensinya, pergerakan terhadap dasar atau permukaannya,
nyeri atau tidak, dan ukurannya.
(3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)
Setelah melakukan pemeriksaan feel, kemudian diteruskan dengan menggerakan
ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan. Pencatatan
lingkup gerak ini perlu, agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan
sesudahnya. Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat, dari tiap arah
pergerakan mulai dari titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik.
Pemeriksaan ini menentukan apakah ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak.
Pergerakan yang dilihat adalah gerakan aktif dan pasif.
4. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah pencitraan menggunakan
sinar rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan
kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan
lateral. Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada
indikasi untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi.
Perlu disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan
pemeriksaan penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan.
1) Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain
tertutup yang sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang
kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga
mengalaminya.
2) Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh darah
di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma.
3) Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda
paksa.
4) Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan potongan secara transversal
dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak.
b. Pemeriksaan Laboratorium
1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan
osteoblastik dalam membentuk tulang.
3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5), Aspartat
Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada tahap penyembuhan
tulang.
c. Pemeriksaan lain-lain
1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi.
2) Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan pemeriksaan
diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.
3) Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur.
4) Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma
yang berlebihan.
5) Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada tulang.
6) MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.
H. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menguraikan respon actual atau
potensial klien terhadap masalah kesehatan yang perawat mempunyai izin dan
berkompeten untuk mengatasinya. Respon actual dan potensial klien didapatkan
dari data dasar pengkajian, tinjauan literature yang berkaitan, catatan medis klien
masa lalu, dan konsultasi dengan professional lain.
Adapun diagnosa keperawatan yang mungkin timbul pada pasien fraktur menurut
Marilyn E. Doengoes adalah sebagai berikut:
1. Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan
lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas.
2. Risiko disfungsi neurovaskuler perifer b/d penurunan aliran darah (cedera
vaskuler, edema, pembentukan trombus)
3. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan aliran darah, emboli, perubahan
membran alveolar/kapiler (interstisial, edema paru, kongesti)
4. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri, terapi
restriktif (imobilisasi)
5. Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat,
sekrup)
6. Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit, taruma
jaringan lunak, prosedur invasif/traksi tulang)
7. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan b/d
kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasan kognitif,
kurang akurat/lengkapnya informasi yang ada
I. Perencanaan Keperawatan
Diagnosa 1
Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan
lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas.
Tujuan : Klien mengatakan nyeri berkurang atau hilang dengan menunjukkan
tindakan santai, mampu berpartisipasi dalam beraktivitas, tidur, istirahat dengan
tepat, menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas trapeutik
sesuai indikasi untuk situasi individual
Rencana Tindakan
1. Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring, gips, bebat dan
atau traksi.
Rasional : Mengurangi nyeri dan mencegah malformasi.
2. Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena.
Rasional : Meningkatkan aliran balik vena, mengurangi edema/nyeri.
3. Lakukan dan awasi latihan gerak pasif/aktif.
Rasional : Mempertahankan kekuatan otot dan meningkatkan sirkulasi vaskuler
4. Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase, perubahan posisi)
Rasional : Meningkatkan sirkulasi umum, menurunakan area tekanan lokal dan
kelelahan otot.
5. Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam, imajinasi
visual, aktivitas dipersional)
Rasional : Mengalihkan perhatian terhadap nyeri, meningkatkan kontrol terhadap
nyeri yang mungkin berlangsung lama.
6. Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai
keperluan.
Rasional : Menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri.
7. Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi.
Rasional : Menurunkan nyeri melalui mekanisme penghambatan rangsang nyeri
baik secara sentral maupun perifer.
8. Evaluasi keluhan nyeri (skala, petunjuk verbal dan non verval, perubahan
tanda-tanda vital)
Rasional : Menilai perkembangan masalah klien.
Diagnosa 2
Risiko disfungsi neurovaskuler perifer b/d penurunan aliran darah (cedera
vaskuler, edema, pembentukan trombus)
Tujuan : Klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik dengan kriteria akral
hangat, tidak pucat dan syanosis, bisa bergerak secara aktif
Rencana Tindakan
1. Dorong klien untuk secara rutin melakukan latihan menggerakkan jari/sendi
distal cedera.
Rasional : Meningkatkan sirkulasi darah dan mencegah kekakuan sendi.
2. Hindarkan restriksi sirkulasi akibat tekanan bebat/spalk yang terlalu ketat.
Rasional : Mencegah stasis vena dan sebagai petunjuk perlunya penyesuaian
keketatan bebat/spalk.
3. Pertahankan letak tinggi ekstremitas yang cedera kecuali ada kontraindikasi
adanya sindroma kompartemen.
Rasional : Meningkatkan drainase vena dan menurunkan edema kecuali pada
adanya keadaan hambatan aliran arteri yang menyebabkan penurunan perfusi.
4. Berikan obat antikoagulan (warfarin) bila diperlukan.
Rasional : Mungkin diberikan sebagai upaya profilaktik untuk menurunkan
trombus vena.
5. Pantau kualitas nadi perifer, aliran kapiler, warna kulit dan kehangatan kulit
distal cedera, bandingkan dengan sisi yang normal.
Rasional : Mengevaluasi perkembangan masalah klien dan perlunya intervensi
sesuai keadaan klien.
Diagnosa 3
Gangguan pertukaran gas b/d perubahan aliran darah, emboli, perubahan
membran alveolar/kapiler (interstisial, edema paru, kongesti)
Tujuan : Klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi dengan kriteria
klien tidak sesak nafas, tidak cyanosis analisa gas darah dalam batas normal.
Rencana Tindakan
1. Instruksikan/bantu latihan napas dalam dan latihan batuk efektif.
Rasional : Meningkatkan ventilasi alveolar dan perfusi.
2. Lakukan dan ajarkan perubahan posisi yang aman sesuai keadaan klien.
Rasional : Reposisi meningkatkan drainase sekret dan menurunkan kongesti paru.
3. Kolaborasi pemberian obat antikoagulan (warvarin, heparin) dan kortikosteroid
sesuai indikasi.
Rasional : Mencegah terjadinya pembekuan darah pada keadaan tromboemboli.
Kortikosteroid telah menunjukkan keberhasilan untuk mencegah/mengatasi
emboli lemak.
4. Analisa pemeriksaan gas darah, Hb, kalsium, LED, lemak dan trombosit.
Rasional : Penurunan PaO2 dan peningkatan PCO2 menunjukkan gangguan
pertukaran gas; anemia, hipokalsemia, peningkatan LED dan kadar lipase, lemak
darah dan penurunan trombosit sering berhubungan dengan emboli lemak.
5. Evaluasi frekuensi pernapasan dan upaya bernapas, perhatikan adanya stridor,
penggunaan otot aksesori pernapasan, retraksi sela iga dan sianosis sentral.
Rasional : Adanya takipnea, dispnea dan perubahan mental merupakan tanda dini
insufisiensi pernapasan, mungkin menunjukkan terjadinya emboli paru tahap
awal.
Diagnosa 4
Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri, terapi
restriktif (imobilisasi)
Tujuan : Klien dapat meningkatkan/mempertahankan mobilitas pada tingkat
paling tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi fungsional
meningkatkan kekuatan/fungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh
menunjukkan tekhnik yang memampukan melakukan aktivitas.
Rencana Tindakan
1. Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio, koran, kunjungan
teman/keluarga) sesuai keadaan klien.
Rasional : Memfokuskan perhatian, meningkatakan rasa kontrol diri/harga diri,
membantu menurunkan isolasi sosial.
2. Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun
yang sehat sesuai keadaan klien.
Rasional : Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal, mempertahankan tonus
otot, mempertahakan gerak sendi, mencegah kontraktur/atrofi dan mencegah
reabsorbsi kalsium karena imobilisasi.
3. Berikan papan penyangga kaki, gulungan trokanter/tangan sesuai indikasi.
Rasional : Mempertahankan posis fungsional ekstremitas.
4. Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihan/eliminasi) sesuai keadaan klien.
Rasional : Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri sesuai kondisi
keterbatasan klien.
5. Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien.
Rasional : Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan (dekubitus,
atelektasis, penumonia)
6. Dorong/pertahankan asupan cairan 2000-3000 ml/hari.
Rasional : Mempertahankan hidrasi adekuat, men-cegah komplikasi urinarius dan
konstipasi.
7. Berikan diet tinggi kalori tinggi protein..
Rasional : Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses penyembuhan
dan mem-pertahankan fungsi fisiologis tubuh.
8. Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi.
Rasional : Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun program aktivitas
fisik secara individual.
9. Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi.
Rasional : Menilai perkembangan masalah klien.
Diagnosa 5
Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat,
sekrup)
Tujuan : Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang, menunjukkan perilaku
tekhnik untuk mencegah kerusakan kulit/memudahkan penyembuhan sesuai
indikasi, mencapai penyembuhan luka sesuai waktu/penyembuhan lesi terjadi
Rencana Tindakan
1. Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering, bersih, alat tenun
kencang, bantalan bawah siku, tumit).
Rasional : Menurunkan risiko kerusakan/abrasi kulit yang lebih luas.
2. Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal bebat/gips.
Rasional : Meningkatkan sirkulasi perifer dan meningkatkan kelemasan kulit dan
otot terhadap tekanan yang relatif konstan pada imobilisasi.
3. Lindungi kulit dan gips pada daerah perianal.
Rasional : Mencegah gangguan integritas kulit dan jaringan akibat kontaminasi
fekal.
4. Observasi keadaan kulit, penekanan gips/bebat terhadap kulit, insersi pen/traksi.
Rasional : Menilai perkembangan masalah klien.
Diagnosa 6
Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit, taruma
jaringan lunak, prosedur invasif/traksi tulang
Tujuan : Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu, bebas drainase purulen
atau eritema dan demam.
Rencana Tindakan
1. Lakukan perawatan pen steril dan perawatan luka sesuai protocol.
Rasional : Mencegah infeksi sekunderdan mempercepat penyembuhan luka.
2. Kolaborasi pemberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai indikasi.
Rasional : Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat digunakan secara
profilaksis, mencegah atau mengatasi infeksi. Toksoid tetanus untuk mencegah
infeksi tetanus.
3. Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap, LED, Kultur
dan sensitivitas luka/serum/tulang)
Rasional : Leukositosis biasanya terjadi pada proses infeksi, anemia dan
peningkatan LED dapat terjadi pada osteomielitis. Kultur untuk mengidentifikasi
organisme penyebab infeksi.
4. Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan lokal pada luka.
Rasional : Mengevaluasi perkembangan masalah klien.
Diagnosa 7
Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan b/d
kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasan kognitif,
kurang akurat/lengkapnya informasi yang ada.
Tujuan : klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan kriteria klien
mengerti dan memahami tentang penyakitnya.
Rencana Tindakan
1. Kaji kesiapan klien mengikuti program pembelajaran.
Rasional : Efektivitas proses pemeblajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan
mental klien untuk mengikuti program pembelajaran.
2. Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi sesuai program terapi fisik.
Rasional : Meningkatkan partisipasi dan kemandirian klien dalam perencanaan
dan pelaksanaan program terapi fisik.
3. Ajarkan tanda/gejala klinis yang memerlukan evaluasi medik (nyeri berat,
demam, perubahan sensasi kulit distal cedera)
Rasional : Meningkatkan kewaspadaan klien untuk mengenali tanda/gejala dini
yang memerulukan intervensi lebih lanjut.
4. Persiapkan klien untuk mengikuti terapi pembedahan bila diperlukan.
Rasional : Upaya pembedahan mungkin diperlukan untuk mengatasi masalah
sesuai kondisi klien.
J. Pelaksanaan Keperawatan
Pelaksanaan keperawatan merupakan tahap ke empat dari proses keperawatan,
dimana rencana perawatan dilaksanakan pada tahap ini perawat siap untuk
menjelaskan dan melaksanakan intervensi dan aktifitas yang telah dicatat dalam
rencana keperawatan klien, agar implementasi perencanaan ini tepat waktu dan
efektif terhadap biaya, perlu mengidentifikasi prioritas perawatan klien.
Kemudian bila telah dilaksanakan, memantau dan mencatat respon pasien
terhadap setiap intervensi dan mendokumentasikannya informasi ini kepada
penyediaan perawatan kesehatan keluarga. ( Doengoes, 2002; hal. 105 )
BAB III
TINJAUAN KASUS
Dalam bab ini penulis akan menguraikan tentang Asuhan Keperawatan pada klien
Tn. S dengan diagnosa Fraktur Femur Sinistra Post Pemasangan Plate di Ruang
Mahoni II Rumah Sakit Pusat Kepolisian Raden Said Sukanto. Study kasus ini
diambil 3 hari mulai dari tanggal 14 Juli 2010 sampai dengan tanggal 16 Juli
2010.
Berikut adalah Asuhan Keperawatan yang penulis lakukan sesuai dengan tahap-
tahap proses keperawatan yang meliputi tahap pengkajian, diagnosa keperawatan,
perencaaan keperawatan, implementasi, dan evaluasi keperawatan.
A. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan yang bertujuan untuk
mengumpulkan data klien. Dalam pengkajian penulis mendapatkan data dari
klien, perawat ruangan, catatan medis, dan tim medis lainnya dengan melakukan
wawancara dan observasi kesehatan. Adapun hal dari pengkajian adalah sebagai
berikut :
1. Identitas Klien
Klien adalah seorang laki-laki berinisial Tn. S berusia 42 tahun, status perkawinan
adalah menikah, berasal dari suku Jawa dengan alamat Jalan Hanapi 18 Rt 01 Rw
03 Cipinang Jakarta Timur. Klien beragama islam. Klien bekerja sebagai seorang
wiraswasta. Klien di rawat di Rumah Sakit Pusat Kepolisian Raden Said Sukanto
Jakarta di Ruang Mahoni II pada tanggal 01 Juli 2010 dengan nomor register 52
95 63 dan diagnose medis Fraktur Femur Sinistra.
2. Resume
Klien tiba di ruang Mahoni II Rumah Sakit Pusat Kepolisian Raden Said Sukanto
Jakarta pada tanggal 01 Juli 2010 pukul 10.00 WIB. Klien merupakan seorang
pria berinisial Tn. S berusia 42 tahun dengan diagnose medis fraktur femur
sinistra.
Keadaan umum sakit sedang, kesadaran composmentis. Observasi tanda-tanda
vital tekanan darah 120/90 mmHg nadi 84 x/menit pernafasan 20 x/menit suhu
36C.
2. Resume
Klien tiba di ruang Mahoni II Rumah Sakit Pusat Kepolisian Raden Said Sukanto
Jakarta pada tanggal 01 Juli 2010 pukul 10.00 WIB. Klien merupakan seorang
pria berinisial Tn. S berusia 42 tahun dengan diagnose medis fraktur femur
sinistra yang disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas.
Pada tanggal 06 Juli 2010 pasien dilakukan operasi pukul 09.00 WIB pemasangan
plate pada fraktur femur sinistra, jenis anestesi spinal. Nama operasi reposisi dan
pemasangan plate dan srew. Persiapan operasi puasa mulai pukul 00.00 WIB,
mengisi inform concent, cukur bulu pubis, observasi keadaan umum, dan
observasi tanda-tanda vital. Td : 120/80 mmHg, nadi : 80 x/menit, pernapasan : 20
x/menit, suhu : 36C. klien diberikan penjelasan oleh dokter dan perawat
mengenai penyakit dan operasi klien.
Evaluasi keperawatan untuk gangguan rasa nyaman nyeri belum teratasi. Untuk
resiko infeksi, tidak ditemukan tanda-tanda infeksi, dan intoleransi aktivitas
belum teratasi.
3. Riwayat Keperawatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Keluhan utama : Klien mengeluh nyeri pada luka post op, kualitas nyeri seperti
berdenyut, intensitas hilang timbul, karakteristik nyeri setempat, nyeri timbul pada
saat klien melakukan pergerakan atau perubahan posisi dan akan berkurang jika
klien beristirahat.
b. Riwayat kesehatan masa lalu
Klien mengatakan sebelumnya tidak pernah di rawat di rumah sakit, klien
mengatakan tidak mempunyai riwayat alergi obat, makanan, binatang,maupun
lingkungan. Klien juga tidak mengkonsumsi obat-obatan.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Keterangan :
= meninggal
= perempuan
= laki-laki
----------- = tinggal dalam satu rumah
= klien
= hubungan pernikahan
= hubungan persaudaraan
Dari genogram dan riwayat kesehatan keluarga dapat disimpulkan bahwa klien
tidak mempunyai riwayat penyakit yang dapat menjadi factor resiko terjadinya
fraktur femur sinistra.
d. Riwayat psikososial dan spiritual
Klien mengatakan orang paling dekat dengan dirinya selama di rumah sakit adalah
anak-anaknya, interaksi dalam keluarga baik, pola komunikasi klien dalam
keluarga baik, pembuat keputusan adalah dirinya sendiri, kegiatan
kemasyarakatan yang diikuti adalah mengaji.
4. Pengkajian Fisik
a. Pemeriksaan fisik umum
Berat badan sebelum sakit 54 kg, berat badan setelah sakit 54 kg, tinggi badan 165
cm, tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 80x /menit, frekuensi nafas 20x /menit,
suhu tubuh 360C
b. Sistem penglihatan
Sisi mata tampak simetris baik kiri maupun kanan, kelopak mata normal,
pergerakan bola mata normal, konjungtiva merah muda, kornea normal tidak
keruh/berkabut dan tidak terdapat perdarahan, sklera anikterik, pupil isokor, otot-
otot mata tidak ada kelainan, fungsi penglihatan baik, tidak terdapat tanda-tanda
radang, klien menggunakan kacamata, tidak memakai lensa kontak, reaksi
terhadap cahaya baik.
c. Sistem pendengaran
Daun telinga normal, kondisi telinga tengah normal, tidak terlihat adanya cairan
yang keluar dari telinga dan tidak ada perasaan penuh pada telinga, klien tidak
mengalami tinnitus, fungsi pendengaran baik, klien tidak menggunakan alat bantu
pendengaran.
d. Sistem Wicara
Klien tidak mengalami gangguan wicara, klien dapat mengucapkan kata-kata
dengan jelas.
e. Sistem Pernapasan
Pada jalan napas bersih, tidak ada sesak dan klien tidak menggunakan alat bantu
pernapasan, frekuensi nafas 20x /menit, irama nafas teratur, jenis pernafasan
spontan, klien tidak batuk dan tidak terdapat sputum, suara nafas
normal/vesikuler, dan tidak ada nyeri saat bernafas.
f. Sistem Kardiovaskuler
Nadi 80x /menit, irama teratur dengan denyut kuat, tekanan darah 130/90 mmHg,
tidak terjadi distensi vena jugularis baik kanan maupun kiri, temperatur kulit
hangat, warna kulit kemerahan, pengisian kapiler 2 detik, tidak terdapat edema,
kecepatan denyut apical 84 x/menit, irama teratur, tidak terdengar adanya kelainan
pada bunyi jantung dan tidak sakit dada.
g. Sistem Hematologi
Klien tidak terlihat pucat dan tidak ada perdarahan.
h. Sistem Saraf Pusat
Klien mengatakan tidak pusing, tingkat kesadaran composmentis, GCS E4 M6
V5, tidak terjadi tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial (seperti muntah
proyektil, nyeri kepala hebat, papil edema), klien tidak mengalami gangguan
sistem persarafan.
i. Sistem Pencernaan
Klien tidak menggunakan gigi palsu, tidak terdapat carries, tidak tampak
stomatitis, lidah tidak kotor, salifa normal, klien mengatakan tidak nyeri perut,
bising usus belum ada karena masih dalam pengaruh anastesi, klien tidak
megalami diare dan konstipasi, tidak teraba pembesaran hepar, dan abdomen tidak
kembung.
j. Sistem Endokrin
Tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid, nafas tidak berbau keton, tidak terdapat
luka ganggren.
k. Sistem Urogenital
Intake 2600 cc/24 jam, output 2400 cc/24 jam dan balance cairan 200 cc, tidak
ada perubahan pola kemih, BAK warna kuning jernih, tidak terdapat distensi
kandung kemih, dan tidak ada keluhan sakit pinggang.
l. Sistem Integument
Turgor kulit baik, temperatur kulit hangat, warna kulit kemerahan, keadaan kulit
baik, terdapat insisi operasi lokasi di paha sebelah kiri,dengan panjang luka
15cm, kondisi luka tertutup elastic verband. Tidak ada perdarahan pada luka dan
tidak ada pembengkakan. Tidak ada kelainan kulit, keadaan rambut : tekstur
rambut baik dan bersih.
m. Sistem Musculoskeletal
Klien mengalami kesulitan dalam pergerakan karena jika melakukan pergerakan
akan terasa nyeri pada luka post op pemasangan plate, terdapat fraktur dengan
lokasi femur.
55555555
55554444
6. Data penunjang
Data penunjang yang terdapat pada klien yaitu hasil pemeriksaan rontgen pada
tanggal 01 Juli 2010 :
Hasil : tampak fraktur femur sebelah kiri
Hasil rontgen tanggal 06 Juli 2010 yaitu tampak terpasang plate dan srew di femur
sinistra.
7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medis yang terdapat pada klien yaitu : Cefadroxil 3 x
500mg/oral, Ketorolac 3 x 10mg/oral, dan diit makan biasa.
8. Data Fokus
Data fokus terdiri dari data subyektif dan data obyektif. Data fokus yang terdapat
pada klien adalah sebagai berikut :
a. Data Subyektif
Klien mengeluh nyeri pada luka post op, kualitas nyeri seperti berdenyut,
intensitas hilang timbul, karakteristik nyeri setempat, nyeri timbul pada saat klien
melakukan pergerakan atau perubahan posisi dan akan berkurang jika klien
beristirahat. Klien mengatakan sulit untuk beraktivitas.
b. Data Obyektif
Keadaan umum sakit sedang, kesadaran composmentis, hasil observasi tanda-
tanda vital Td : 120/80 mmHg, Nd : 80 x/menit, Rr : 20 x/menit, Sh : 360C.
Terlihat luka post op dengan panjang + 15 cm di paha sebelah kiri, luka bersih
tertutup elastic verband, tidak ada perdarahan, tidak ada pembengkakan. Skala
nyeri 4. Tampak aktivitas klien dibantu oleh perawat, mobilisasi bertahap, tampak
terdapat luka pada jari-jari kaki sebelah kiri. Hasil rontgent tanggal 06 Juli 2010,
tampak terpasang plate dan screw, therapy Cefadroxil 3 x 500mg/oral, ketorolac 3
x 10mg/oral.
9. Analisa Data
Berdasarkan data yang terkumpul pada tanggal 14 Juli 2010 maka penulis
mengelompokkan analisa data sebagai berikut :
No Data Masalah Etiologi
1. Data Subyektif
a. Klien mengeluh nyeri pada luka daerah pemasangan plate dan screw, kualitas
nyeri seperti berdenyut, intensitas hilang timbul, karakteristik nyeri setempat,
skala nyeri 4, nyeri timbul pada saat klien melakukan pergerakan atau perubahan
posisi dan akan berkurang jika klien beristirahat.
Data Obyektif
a. Observasi tanda-tanda vital Td : 120/80 mmHg, Nd : 80 x/menit, Rr : 20
x/menit, Sh : 360C.
b. Tampak klien menahan rasa sakit saat beraktivitas.
c. Tampak luka insisi bedah pada femur sinistra, dengan kondisi tertutup elastic
verband.
d. Tampak luka pada batang femur sinistra dengan kondisi lu
basah dan masih mengeluarkan darah.
e. Tampak terdapat luka pada jari-jari kaki kiri, dengan kondisi luka tertutup
jaringan
2. Data Subyektif
Data Obyektif
b. Hasil rontgen tanggal 06 Juli 2010, tampak terpasang plate pada femur sinistra
Data Obyektif
a. Tampak luka pada batang femur sinistra kondisi luka basah dan masih berdarah
Data Obyektif
a. Tampak luka post op sepanjang 15cm, kondisi luka tertutup elastic verband
B. Diagnosa Keperawatan
Setelah data terkumpul dan di analisa, maka dapat dirumuskan beberapa diagnose
neuromuskuler.
Diagnosa 1
Data Subyektif : Klien mengeluh nyeri pada luka terpasangnya plate dan screw,
setempat, skala nyeri 4, nyeri timbul pada saat klien melakukan pergerakan atau
Data Obyektif : Tampak klien menahan rasa sakit saat beraktivitas, observasi
Tampak luka insisi bedah pada femur sinistra, dengan kondisi tertutup elastic
verband, Tampak luka pada batang femur sinistra dengan kondisi luka basah dan
berdarah. Tampak terdapat luka pada jari-jari kaki kiri, dengan kondisi luka
Kriteria hasil : Klien melaporkan rasa nyeri yang berkurang, tanda-tanda vital
dalam batas normal (Td : 120/80 mmHg, Nd : 80-100 x/menit, Rr : 18-24 x/menit,
Rencana tindakan
5. Evaluasi keluhan nyeri (skala, petunjuk verbal dan non verbal, perubahan
tanda-tanda vital)
Pelaksanaan Keperawatan
hasil : klien mengeluh nyeri pada luka post op, kualitas nyeri seperti berdenyut,
intensitas hilang timbul, karakteristik nyeri setempat, nyeri timbul pada saat klien
melakukan pergerakan atau perubahan posisi dan akan berkurang jika klien
klien melakukan latihan gerak pasif. Pukul 11.30 WIB menganjurkan teknik
relaksasi untuk mengurangi nyeri, hasil : klien mengerti dan akan melakukannya.
Pukul 12.00 WIB memberikan terapi oral ketorolac 10mg, hasil : obat masuk
sesuai program melalui oral. Pukul 13.00 WIB meninggikan posisi ekstremitas
yang terkena. Hasil : posisi ekstremitas yang terkena lebih tinggi. Pukul 20.00
WIB memberikan terapi oral ketorolac 10mg, hasil : obat masuk sesuai program
melalui oral.
Evaluasi Keperawatan
Subyektif : Klien mengatakan nyeri pada daerah post operasi, intensitas nyeri
hilang timbul, kualitas nyeri sedang, karakteristik nyeri berdenyut, skala nyeri 4,
x/menit, pernafasan 20 x/menit, suhu 36C, tampak klien menahan sakit saat
beraktivitas. Tampak luka insisi bedah pada femur sinistra, dengan kondisi
tertutup elastic verband, Tampak luka pada batang femur sinistra dengan kondisi
luka basah dan berdarah. Tampak terdapat luka pada jari-jari kaki kiri, dengan
Rencana Tindakan
tanda-tanda vital)
Pelaksanaan Keperawatan
Pukul 04.00 WIB memberikan terapi Ketorolac 10mg/oral, hasil : obat masuk
sesuai program melalui oral. Pukul 07.00 WIB melakukan observasi tanda-tanda
vital tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 80 x/menit, pernafasan 20 x/menit, suhu
36C. Pukul 08.00 WIB mengkaji keluhan nyeri, hasil : klien mengeluh nyeri pada
luka post op, kualitas nyeri seperti berdenyut, intensitas hilang timbul,
karakteristik nyeri setempat, nyeri timbul pada saat klien melakukan pergerakan
atau perubahan posisi dan akan berkurang jika klien beristirahat. Pukul 10.00 WIB
masuk sesuai program melalui oral. Pukul 20.00 WIB memberikan terapi
Evaluasi Keperawatan
Subyektif : Klien mengatakan nyeri pada daerah post operasi, intensitas nyeri
mengatakan nyeri baru hilang jika klien beristirahat dan jika diberi obat analgetik.
x/menit, pernafasan 20 x/menit, suhu 36C. Tampak luka insisi bedah pada femur
sinistra, dengan kondisi tertutup elastic verband, Tampak luka pada batang femur
sinistra dengan kondisi luka basah dan berdarah. Tampak terdapat luka pada jari-
Rencana Tindakan
5. Evaluasi keluhan nyeri (skala, petunjuk verbal dan non verval, perubahan
tanda-tanda vital)
Pelaksanaan Keperawatan
Pukul 04.00 WIB memberikan terapi Ketorolac 10mg/oral, hasil : obat masuk
sesuai program melalui oral. Pukul 07.00 melakukan observasi tanda-tanda vital,
hasil tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 74 x/menit, pernafasan 20 x/menit, suhu
36C. Pukul 10.00 WIB melakukan kolaborasi dengan fisioterapi. Hasil : klien
10mg/oral, hasil : obat masuk sesuai program melalui oral. Pukul 13.00 WIB
mengkaji keluhan nyeri, hasil : klien mengatakan nyeri pada luka post op sudah
berkurang, skala nyeri 4. Pukul 20.00 WIB memberikan terapi Ketorolac
Evaluasi Keperawatan
Subyektif : Klien mengatakan nyeri pada daerah post operasi, intensitas nyeri
hilang timbul, kualitas nyeri sedang, karakteristik nyeri berdenyut, skala nyeri 4,
Obyektif : Observasi tanda-tanda vital, hasil tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 74
x/menit, pernafasan 20 x/menit, suhu 36C. Tampak luka insisi bedah pada femur
sinistra, dengan kondisi tertutup elastic verband, Tampak luka pada batang femur
sinistra dengan kondisi luka basah dan berdarah. Tampak terdapat luka pada jari-
Analisa : Masalah gangguan rasa nyaman nyeri belum teratasi, tujuan belum
tercapai.
Rencana Tindakan
5. Evaluasi keluhan nyeri (skala, petunjuk verbal dan non verval, perubahan
tanda-tanda vital)
Diagnosa 2
Data Obyektif : Tampak aktivitas dibantu oleh perawat, hasil rontgen tanggal 06
Rencana tindakan
2. Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun
Pelaksanaan Keperawatan
membantu klien BAK. Hasil : klien dapat memenuhi kebutuhan eliminasi urine
dengan bantuan. Pukul 10.00 WIB melakukan kolaborasi dengan fisioterapi. Hasil
: klien melakukan latihan gerak pasif.Pukul 11.00 WIB menganjurkan klien untuk
tetap mempertahankan asupan cairan 1000ml. Hasil : klien mengerti dan mau
menyajikan diit siang. Hasil : klien makan habis 1 porsi. Pukul 14.00 WIB
melakukannya
Evaluasi Keperawatan
Rencana tindakan
2. Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun
Pelaksanaan Keperawatan
Pukul 05.10 WIB menyajikan diit pagi. Hasil : klien makan habis 1 porsi. Pukul
07.00 WIB membantu klien dalam memenuhi kebutuhan personal hygiene. Hasil :
klien dapat memenuhi kebutuhan personal hygiene (mandi). Pukul 10.00 WIB
pasif.Pukul 11.00 WIB membantu klien BAK. Hasil : klien dapat memenuhi
kebutuhan eliminasi urine dengan bantuan. Pukul 12.00 WIB menganjurkan klien
dan mau melakukannya. Pukul 12.10 WIB menyajikan diit siang. Hasil : klien
mobilisasi klien. Hasil : klien mampu melakukan mobilisasi dini. Pukul 17.10
WIB menyajikan diit sore. Hasil : klien makan habis 1 porsi. Pukul 15.00 WIB
untuk tetap mempertahankan asupan cairan 500ml. Hasil : klien mengerti dan
mau melakukannya
Evaluasi Keperawatan
Rencana tindakan
2. Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun
Pelaksanaan Keperawatan
07.00 WIB membantu klien dalam memenuhi kebutuhan personal hygiene. Hasil :
klien dapat memenuhi kebutuhan personal hygiene (mandi). Pukul 08.00 WIB
membantu klien BAK. Hasil : klien dapat memenuhi kebutuhan eliminasi urine
klien melakukan latihan gerak pasif Pukul 12.10 WIB menyajikan diit siang. Hasil
: klien makan habis 1 porsi. Pukul 14.00 WIB melakukan evaluasi kemampuan
mobilisasi klien. Hasil : klien mampu melakukan mobilisasi dini. Pukul 17.10
WIB menyajikan diit sore. Hasil : klien makan habis 1 porsi. Pukul 15.00 WIB
klien mengerti dan mau melakukannya. Pukul 19.00 WIB menganjurkan klien
untuk tetap mempertahankan asupan cairan 500ml. Hasil : klien mengerti dan
mau melakukannya
Evaluasi Keperawatan
Rencana tindakan
2. Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun
Diagnosa 3
Data Obyektif : Tampak luka pada batang femur sinistra kondisi luka basah dan
berdarah.
terjadi.
Rencana Tindakan
1. Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering, bersih, alat tenun
Pelaksanaan Keperawatan
Pukul 07.00 WIB mengganti alat tenun yang kotor. Hasil : tempat tidur tampak
bersih dan kering. Pukul 09.00 WIB melakukan observasi keadaan kulit daerah
insisi pembedahan. Hasil : kondisi luka di batang femur tampak basah dan
berdarah.
Evaluasi Keperawatan
Subyektif : -------
Obyektif : Tampak luka pada batang femur sinistra kondisi luka basah dan
Rencana tindakan
1. Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering, bersih, alat tenun
2. Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal bebat/gips.
Pelaksanaan Keperawatan
Pukul 07.00 WIB merapihkan tempat tidur. Hasil : tempat tidur tampak bersih dan
kering. Pukul 10.00 WIB melakukan observasi keadaan kulit daerah insisi
pembedahan. Hasil : kondisi luka di batang femur tampak basah dan berdarah.
Evaluasi Keperawatan
Obyektif : Tampak luka pada batang femur sinistra kondisi luka basah dan
Rencana tindakan
1. Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering, bersih, alat tenun
2. Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal bebat/gips.
Pelaksanaan Keperawatan
bersih dan kering. Pukul 09.00 WIB melakukan observasi keadaan kulit daerah
insisi pembedahan. Hasil : kondisi luka di batang femur tampak basah dan
berdarah.
Evaluasi Keperawatan
Obyektif : Tampak luka pada batang femur sinistra kondisi luka basah dan
Rencana tindakan
1. Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering, bersih, alat tenun
Diagnosa 4
Data Obyektif : Tampak luka post op 15 m, kondisi luka tertutup elastic verband.
fungsiolesa), tanda-tanda vital dalam batas normal (Td : 120/80 mmHg, Nd : 80-
Rencana tindakan
Pelaksanaan Keperawatan
Pukul 07.00 WIB melakukan observasi tanda-tanda vital, hasil tekanan darah
WIB melakukan perawatan luka. Hasil : luka tampak bersih, tertutup elastic
obat masuk sesuai program melalui oral. Pukul 10.10 WIB melakukan perawatan
luka. Hasil : kondisi luka bersih, tertutup elastic verband. Pukul 10.40 WIB
mengkaji tanda-tanda infeksi (kalor, dolor, tumor, rubor, dan fungsiolesa). Hasil :
tidak ada tanda-tanda infeksi (kalor, dolor, tumor, rubor, dan fungsiolesa). Pukul
Subyektif : -----
Obyektif : Luka tampak bersih, tertutup elastic verband, tidak ada tanda-tanda
infeksi (kalor, dolor, tumor, rubor, dan fungsiolesa). Observasi tanda-tanda vital,
hasil tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 80 x/menit, pernafasan 20 x/menit, suhu
36C.
Analisa : Masalah resiko terjadinya infeksi belum teratasi, tujuan belum tercapai.
Rencana tindakan
Pelaksanaan Keperawatan
Pukul 04.00 WIB memberikan terapi Cefadroxil 500mg/oral. Hasil : obat masuk
sesuai dengan program melalui oral. Pukul 07.00 WIB melakukan observasi
tanda-tanda vital, hasil tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 80 x/menit, pernafasan
500mg/oral. Hasil : obat masuk sesuai dengan program melalui oral. Pukul 10.00
20.00 WIB memberikan terapi Cefadroxil 500mg/oral. Hasil : obat masuk sesuai
Evaluasi Keperawatan
Subyektif : -----
Obyektif : Kondisi luka bersih, tertutup elastic verband. Tidak ada tanda-tanda
infeksi (kalor, dolor, tumor, rubor, dan fungsiolesa). observasi tanda-tanda vital,
hasil tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 80 x/menit, pernafasan 20 x/menit, suhu
36C
Analisa : Masalah resiko terjadinya infeksi belum teratasi, tujuan belum tercapai.
Rencana tindakan
Pelaksanaan Keperawatan
Pukul 04.00 WIB memberikan terapi Cefadroxil 500mg/oral. Hasil : obat masuk
sesuai dengan program melalui oral. Pukul 07.00WIB melakukan observasi tanda-
tanda vital, hasil tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 80 x/menit, pernafasan 20
x/menit, suhu 36C Pukul 10.00 WIB melakukan perawatan luka dan
verband, tidak ada tanda-tanda peradangan. Pukul 12.00 WIB memberikan terapi
Cefadroxil 500mg/oral. Hasil : obat masuk sesuai dengan program melalui oral.
Pukul 20.00 WIB memberikan terapi Cefadroxil 500mg/oral. Hasil : obat masuk
Evaluasi Keperawatan
Subyektif : -----
Obyektif : Kondisi luka bersih, tertutup elastic verband. Tidak ada tanda-tanda
infeksi (kalor, dolor, tumor, rubor, dan fungsiolesa). Observasi tanda-tanda vital.
tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 80 x/menit, pernafasan 20 x/menit, suhu 36C
Analisa : Masalah resiko terjadinya infeksi belum teratasi, tujuan belum tercapai.
Rencana tindakan
PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis akan membandingkan dan menganalisa antara teori dengan
kasus yang telah dibahas pada bab III mengenai asuhan keperawatan pada klien
Tn. S dengan Fraktur Femur Sinistra Post Pemasangan Plate dan Screw.
Adapun yang akan dibahas dalam bab ini meliputi kesamaan, kesenjangan antara
teori dan kasus yang ditemukan pada klien Tn. S dengan Fraktur Femur Sinistra
serta factor penghambat dan pendukung dalam asuhan keperawatan pada klien Tn.
S dengan diagnosa medis Fraktur Femur Sinistra Post Pemasangan Plate dan
Screw diruang Mahoni II Rumah Sakit Pusat Kepolisian Raden Said Sukanto
Jakarta yang dilakukuan selama dua hari dari tanggal 14 Juli 2010 sampai 16 Juli
2010.
A. Pengkajian Keperawatan
Proses pengumpulan data dilaksanakan pada tanggal 14 Juli 2010. Pada tahap
Pada tahap pengkajian di temukan perbedaan antara teori dengan kasus. Secara
teori ditemukan adanya kelainan deformitas dan krepitasi, tetapi pada kasus tidak
masalahnya yaitu dengan cara bertanya kembali kepada klien ataupun keluarga
B. Diagnosa Keperawatan
Pada diagnosa keperawatan pada klien dengan fraktur femur sinistra di dalam
pada saat pengkajian tidak ditemukan data yang menunjang mengenai disfungsi
neurovaskular yaitu akral hangat, tidak pucat dan syanosis, bisa bergerak secara
kurang akurat/lengkapnya informasi yang ada. Diagnosa ini tidak muncul karena
pada saat pengkajian ditemukan data bahwa klien mengerti tentang penyakitnya
yaitu klien dapat menyebutkan penyebab, tanda dan gejala yang timbul, persiapan
yang harus dilakukan sebelum operasi, dan alasan mengapa harus dilakukan
tindakan pembedahan.
Pada tahap ini yang menjadi faktor pendukung yaitu berdasarkan hasil analisa data
Selain itu faktor penghambat yang muncul yaitu ada beberapa data atau informasi
yang kurang lengkap pada saat pengkajian sehingga penulis sedikit kesulitan
mengumpulkan informasi lebih lengkap lagi maka diagnosa pun dapat ditegakkan.
C. Perencanaan Keperawatan
kasus. Dimana pada teori tidak dicantumkan waktu karena tidak dapat
Pada penentuan prioritas, disesuaikan dengan yang ada pada teori. Diagnosa
jaringan menjadi diagnose prioritas karena apabila nyeri tidak diatasi maka akan
mengganggu kenyamanan klien selain itu nyeri merupakan sensori subyektif dan
menghambat kemampuan dan keinginan individu untuk pulih dari suatu penyakit.
(Asmadi, 2008)
rangka neuromuskuler, menjadi diagnose kedua karena jika tidak diatasi akan
integritas kulit berhubungan dengan insisi bedah karena jika tidak diatasi akan
bakteri berkembang biak sehingga terjadi infeksi. Diagnose keempat yaitu resiko
karena tindakan invasive (pemasangan plate), jika tidak diatasi maka akan terjadi
infeksi.
adanya bantuan dari perawat senior dan kawan-kawan mahasiswa dalam membuat
rencana keperawatan. Tidak ditemukan faktor penghambat dalam penyusunan
perencanaan keperawatan.
D. Pelaksanaan Keperawatan
yang telah dibuat dan semua tindakan yang dilakukan pada klien
Ada beberapa rencana tindakan yang tidak dapat dilaksanakan. Pada diagnose
yang pertama penulis tidak mempertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan
tirah baring, bebat/gips, traksi karena tahap penyembuhan tulang klien telah pada
tahap penyembuhan ke dua yaitu tahap proliferasi seluler dan klien sudah
pada daerah yang sakit. Hal ini dikarenakan klien post op pemasangan plate hari
ke 8 dan kondisi luka masih basah, tidak melakukan perubahan posisi karena
ketiga yaitu gangguan integritas kulit berhubungan dengan, insisi bedah rencana
tindakan yang tidak dapat direalisasikan adalah massase kulit di daerah
penonjolan tulang dan area distal gips karena klien pada tanggal 14 Juli 2010 gips
sudah tidak terpasang. Pada diagnose keempat yaitu resiko terjadinya infeksi
invasive (pemasangan plate), ada rencana tindakan yang tidak dapat direalisasikan
Faktor pendukung yang penulis dapatkan adalah keluarga yang sangat kooperatif
dan mau bekerja sama saat dilakukan tindakan keperawatan. Factor penghambat
E. Evaluasi Keperawatan
evaluasi ini penulis menilai sejauh mana tujuan keperawatan dapat dicapai dari 4
diagnosa pada kasus Tn. S. Setelah dievaluasi, semua diagnose keperawatan yang
tercapai.
dan screw.
teratasi karena pada tanggal 16 Juli 2010, kondisi luka pada batang femur masih
invasive (pemasangan plate) belum teratasi karena klien masih terpasang plate dan
screw. Keadaan pemasangan plate dan screw ini masih beresiko terhadap
terjadinya infeksi.
adalah adanya bantuan dari perawat ruangan dan rekan mahasiswa dalam
memberikan askep pada klien, serta dengan adanya informasi dari tenaga medis
lainnya, juga adanya criteria hasil yang sudah penulis buat sebelumnya sehingga
dapat di jadikan pedoman dalam menentukan apakah tujuan tercapai atau belum.
Factor penghambat yang penulis temukan adalah adanya keterbatasan waktu yang
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengkajian pada Tn. S dengan diagnosa Fraktur Femur Sinistra
Post Pemasangan Plate dan Screw, diperoleh data bahwa Klien mengeluh nyeri
pada daerah pemasangan plate dan screw, kualitas nyeri seperti berdenyut,
intensitas hilang timbul, karakteristik nyeri setempat, nyeri timbul pada saat klien
melakukan pergerakan atau perubahan posisi dan akan berkurang jika klien
Pada diagnosa keperawatan yang muncul pada kasus juga terdapat dalam teori
klien fraktur femur adalah tujuh diagnosa, tiga diagnosa keperawatan tidak
terdapat dalam kasus. Hal ini dikarenakan tidak ada data yang menunjang untuk
Penulis melakukan tindakan keperawatan antara lain adalah mengkaji lokasi dan
karakteristik nyeri, yaitu nyeri pada derah pemasangan plate dan screw dengan
skala nyeri 4, mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam dan memberikan posisi
nyaman sehingga klien lebih rileks dan nyaman, melakukan observasi tanda-tanda
vital, melakukan perawatan luka dengan tehnik septic dan aseptic agar luka bersih
dan bebas dari infeksi yaitu melakukan tehnik aseptic seperti mencuci tangan
nyaman sehingga klien lebih rileks dan nyaman, melakukan observasi tanda-tanda
vital, melakukan perawatan luka dengan tehnik septic dan aseptic agar luka bersih
dan bebas dari infeksi yaitu melakukan tehnik aseptic seperti mencuci tangan
Pada tahap evaluasi yang di lakukan pada tanggal 16 Juli 2010 dari empat
diagnosa keperawatan yang ada tujuan belum tercapai dan masalah keperawatan
belum teratasi semua. Adapun diagnosa yang belum teratasi adalah gangguan rasa
integritas kulit berhubungan dengan insisi bedah, dan resiko terjadinya infeksi
B. Saran
Untuk perawat
dengan baik dan benar untuk mempertanggung jawabkan keadaan klien setelah
dan perawatan infuse harus meperhatikan tekhnik septic dan aseptic yaitu mencuci
DAFTAR PUSTAKA
Asmadi. 2008. Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta : Salemba
Medika
Jakarta: EGC
Muttakin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
EGC
Smeltzer dan Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Volume II.
Posting LamaBeranda
Langganan: Ent
ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR DENGAN NANDA, NOC, NIC
A. Pengertian:
dan luasnya. Fraktur dapat terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari
B. Klasifikasi fraktur :
a. Fraktur komplit (garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui
b. Fraktur tidak komplit (bila garis patah tidak melalui seluruh garis penampang
tulang).
b. Fraktur segmental (garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan).
c. Fraktur Multipel ( garis patah lebih dari satu tapi pada tulang yang berlainan
a. Undisplaced (tidak bergeser) / garis patah komplit tetapi kedua fragmen tidak
bergeser.
a. Tertutup
b. Oblik / miring.
d. Kompresi
e. Avulsi / trauma tarikan atau insersi otot pada insersinya. Missal pada patela.
C. Etiologi:
Menurut Apley dan Salomon (1995), tulang bersifat relative rapuh namun cukup
- Cedera dan benturan seperti pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan puntir
- Letih karena otot tidak dapat mengabsorbsi energi seperti berjalan kaki terlalu
jauh.
patologis.
D. Patofisiologis :
Jenis fraktur :
Fraktur komplit adalah patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya
mengalami pergeseran
Fraktur inkomplit, patah hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah tulang.
pada kulit atau membrana mukosa sampai ke patahan tulang. Fraktur terbuka
digradasi menjadi : Grade I dengan luka bersih kurang dari 1 cm panjangnya dan
sakit jelas, Grade II luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang ekstensif
dan Grade III, yang sangat terkontaminasi dan mengalami kerusakan jaringan
Penyembuhan/perbaikan fraktur :
Bila sebuah tulang patah, maka jaringan lunak sekitarnya juga rusak, periosteum
terpisah dari tulang dan terjadi perdarahan yang cukup berat. Bekuan darah
fraktur. Lapisan ini terus menebal dan meluas, bertemu dengan lapian kalus dari
fragmen yang satunya dan menyatu. Fusi dari kedua fragmen terus berlanjut
dengan terbentuknya trabekula oleh osteoblas, yang melekat pada tulang dan
menjalani
transformasi metaplastikuntuk menjadi lebih kuat dan lebih terorganisasi. Kalus
E. Manifestasi klinis:
bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melengketnya obat.
dibawah tempat fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain sampai
4. Krepitasi yaitu pada saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya
derik tulang. Krepitasi yang teraba akibat gesekan antar fragmen satu dengan
lainnya.
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi akibat trauma dan
perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru terjadi setelah beberapa jam
- Malunion, adalah suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh dalam
- Delayed union adalah proses penyembuhan yang berjalan terus tetapi dengan
berlebihan di dalam satu ruangan yang disebabkan perdarahan masif pada suatu
tempat.
- Shock,
Faktor resiko terjadinya emboli lemakada fraktur meningkat pada laki-laki usia
individu yang imobiil dalm waktu yang lama karena trauma atau ketidak
- Infeksi
iskemia.
- Refleks symphathethic dysthropy, hal ini disebabkan oleh hiperaktif sistem
saraf simpatik abnormal syndroma ini belum banyak dimengerti. Mungkin karena
G. Pemeriksaan penunjang
Laboratorium :
Pada fraktur test laboratorium yang perlu diketahui : Hb, hematokrit sering rendah
akibat perdarahan, laju endap darah (LED) meningkat bila kerusakan jaringan
lunak sangat luas. Pada masa penyembuhan Ca dan P meengikat di dalam darah.
Radiologi :
H. Penanganan fraktur
dan rotasi anatomis. Metode dalam reduksi adalah reduksi tertutup, traksi dan
fiksasi internal dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat, paku atau batangan logam
inernal. Fiksasi eksternal meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinui, pin dan
teknik gips atau fiksator eksternal. Fiksasi internal dapat dilakukan implan logam
yang berperan sebagai bidai inerna untuk mengimobilisasi fraktur. Pada fraktur
intra trohanterik 10-12 minggu, batang 18 minggu dan supra kondiler 12-15
minggu.
FRAKTUR FEMUR
A. Pengertian
Fraktur femur dapat terjadi pada beberapa tempat : bagian kaput, kolum atau
B. Klasifikasi
dengan fraktur trokhenter, karena system pembuluh darah yang memasok darah
C. Manifestasi Klinik
D. Penanganan Fraktur
2. ORIF
E. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul:
dan disuse
menjalankan aktivitas.
prosedur invasive
RENPRA FRAKTUR
(farmakologis/non farmakologis).
mengetasi nyeri..
mengurangi nyeri.
nyeri/kontrol nyeri.
Administrasi analgetik :.
Monitor TV
neurologi
makan
melakukan aktivitas
sehari-hari.
merawat diri
kebutuhannya.
cairan
Monitor V/S
WBC.
infeksi..
setiap tindakan.
secara bertahap
ambulasi
Pendidikan kesehatan
keterbatan
Berikan informasi pada klien dan
kognitif
keluarga tentang tindakan yang akan
dilakukan.
BAB II
TINJAUAN TEORI
Dalam penulisan landasan teori ini terdiri dari anatomi dan fisiologi tulang femur,
Disini penulis hanya membahas anatomi tulang Femur sesuai dengan kasus yang
Os Femur atau tulang paha adalah tulang terpanjang dari tubuh. Tulang ini
bersendi dengan asetabulum dan formasi persendian panggul dan dari sini
menjulur ke persendian lutut dan membuat sendi dengan tibia. Tulangnya berupa
Ujung atas memperlihatkan sebuah kepala yang menduduki dua pertiga dari
daerah itu, dipuncaknya ada sebuah lekukan seperti kulit telur dengan permukaan
kasar, untuk kaitan dengan ligamentuim teras. Dibawah kepala ada leher yang
panjang dan gepeng. Pada dataran ini, ditempat leher menjadi batang, sebelah luar
yang sangat jelas disebut linea aspera, tempat kaitan sejumlah otot, diantaranya
Ujung bawah adalah lebar dan memperlihatkan dua kondil, sebuah lekukan
1999 )
1. Defenisi
dapat mengenai semua bagaian tubuh dan usia. Fraktur lebih sering terjadi pada
laki laki dari pada orang perempuan dengan umur di bawah 45 tahun dan sering
kendaraan bermotor , sedangkan pada orang tua serta pada wanita lebih sering
b. Fraktur adalah gangguan pada kontinuitas tulang yang normal yang terjadi
akibat adanya stress yang lebih besar pada tulang dari yang diserap oleh tulang
tekanan yang lebih besar dari pada yang dapat diabsorbsinya dan dapat tejadi juga
2) Fraktur tertutup yaitu fragmen tulang tidak berhubungan dengan dunia luar
2) Miring (oblique)
3) Melingkar ( spiral )
3) Meliangkar.
3) Hair Line : garis tulang hampir tidak tampak sehingga bentuk tulang tidak ada
peruhan.
2. Etiologi
Menurut Black Joyce M, (1997 ) ada beberapa faktor yang menjadi penyebab
terjadinya fraktur, yaitu :
1) Direct : fraktur terjadi pada tulang yang terkena benturan secara langsung.
2) Indirect : fraktur yang terjadi pada tulang yang terletak jauh dari tempat
terjadinya trauma.
b. Patologi : Fraktur yang terjadi secara tidak wajar karena fraktur bisa terjadi
walau hanya terkena stress normal tidak mungkin terjadi (misalnya : terbentur
benda biasa seperti meja) fraktur ini juga diakibatkan oleh adanya kelainan pada
d. Spontan : fraktur yang terjadi karena adanya tarikan otot yang sangat kuat,
3. Patofisiologi
organ paru sehingga paru akan terjadi penyumbatan oleh lemak tersebut maka
perdarahan terjadi disekitar tulang yang patah dan kedalam jaringan lunak
disekitar tulang tersebut dan terjadi perdarahan masif yang bila tidak segera
Perdarahan masif ini ( pada fraktur tertutup ) akan meningkatkan tekanan dalam
suatu ruang diantara tepi tulang yang yang fraktur dibawah jaringan tulang yang
akan menekan pembuluh darah dan saraf disekitar tulang yang fraktur tersebut
maka akan terjadi sindrom kompartemen ( warna jaringan pucat, sianosis, nadi
lemah, mati ras dan nyeri hebat. )dan akan mengakibatkan terjadinya kerusakan
neuro muskuler ( 4-6 jam kerusakan yang irreversible, 24-48 jam akan
Perdarahan masif juga dapat menyebabkan terjadinya hematoma pada tulang yang
fraktur yang akan menjadi bekuan fibrin yang berfungsi sebagai jala untuk
tulang baru imatur yang disebut kalus. Bekuan fibrin direabsorbsi sel-sel tulang
sejati ini akan menggantikan kalus dan secara perlahan mengalami kalsifikasi
Skema Patofisiologi
disekitar tulang tersebut ( jaringan lunak disekitar tulang yang patah tersebut
dan setelah
Kedalam sirkulasi
banyak organ
Kegagalan pernafasan dan terbentuk tulang baru imatur yang disebut kalus
Pada proses penyembuhan tulang menurut Rasjad Chaeruddin, ( 2000 ) terdiri dari
a. Hematoma Stage
Dalam 24 jam mulai pembekuan darah terjadi hematom sekitar fraktur, setelah 24
jam suplai darah ke ujuang fraktur meningkat, hematom mengelilingi fraktur dan
Sel sel kapiler baru secara bertahap menginvasi hematoma, bebrapa hari
jaringan granulasi menggantikan bekuan darah. Dua hari setelah injuri sel darah
merah dan puing puing jaringan dikeluarkan dengan cara fagositosis. Secara
6 7 hari setelah fraktur, jaringan granulasi berubah dan membentuk cartilago dan
matriks diawali dari jaringan callus yang lunak. Callus bertambah banyak, meluas
dan menganyam masa tulang dan cartilago sehingga diameter tulang melebihi
normal , hal ini untuk melindungi fragmen tulang tetapi tidak memberikan
kekuatan.
callus yang menetap menjadi tulang kaku karena adanya penumpukan garam.
Garam dan kalsium dan bersaatu bersama ujung ujung tulang. Proses dari callus
Pada waktu yang sama pembentukan tulang yang sebenarnya, callus dibentuk dari
5. Komplikasi
a. Immediete (segera)
1) Shock Neurogenic
b. Early Complication
1) Osteomyelitis
2) Emboli
3) Tetanus, Necrosis
4) Syndrom kompartemen
c. Late Complication
1) Kaku Sendi
2) Degeneratif Sendi
a. Pemeriksaan Diagnostik
jaringan lunak.
menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma
multiple). Peningkatan jumlah SDP adalah respons stress normal setelah trauma.
Pada klien dengan masalah fraktur femur dapat diberikan penatalaksaan non
a. Non Operatif
3) Traksi skeletal menurut cara Appley. klien tidur terlentang, pada femur 1/3
proksimal dipasang steinmann pin, langsung ditarik dengan beban yang cukup (>
6 Kg). Sementara dilakukan traksi, lutut pasien yang cidera dapat digerakkan.
b. Operatif
Apabila terjadi dislokasi yang cukup lebar atau permukaan sendi tibia amblas
lebih dari 2 mm, dilakukan reduksi terbuka dan dipasang fiksasi interna dangan
Proses keperawatan adalah suatu metode dimana suatu konsep diterapkan dalam
praktek keperawatan, yang mana hal ini disebut sebagai pendekatan Problem
solving yang memerlukan ilmu, tekhnik dan keterampilan interpersonal dan ini
1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan yang merupakan suatu
proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk
mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien. ( Nursalam, 2001,
Menurut Doenges. ME. ( 2000 ) pengkajian pada klien dengan fraktur terdiri dari :
segera, fraktur itu sendiri, atau terjadi secara sekunder, dari pembengkakan
jaringan, nyeri ).
Sirkulasi.
Tanda : Hipertensi ( biasanya sebagai respon dari rasa nyeri atau cemas ) atau
hipotensi karena perdarahan, takikardi sebagai respon dari stress atau syok
Neurosensori
Nyeri/Kenyamanan
Gejala : Nyeri berat secara tiba-tiba pada saat cedera karena kerusakan jaringan
Keamanan
pembengkakan lokal.
2. Diagnosa Keperawatan
manusia ( status kesehatan atau resiko perubahan pola ) dari individu atau
kelompok dimana perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan
Adapun diagnosa keperawatan pada klien fraktur menurut Doenges. ME. (2000 )
antara lain :
(fraktur)
b. Nyeri berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, dan
cidera pada jaringan lunak, alat traksi atau immobilisasi, strees, ansietas.
darah atau emboli lemak, perubahan membran alveola atatu kapiler : interstisial,
f. Integritas kulit atau kerusakan jaringan : aktual atau resiko tinggi terhadap
traksi pen, kawat sekrup, perubahan sensasi, sirkulasi, akumulasi ekskresi atau
tulang
posisi fraktur dan menunjukan pembentukan kalus atau mulai penyatuan dengan
tepat.
Rencana Tindakan
atau penyembuhan
tambahan terapi.
Dx. 2 Nyeri berhubungan dengan spasme dan gerakan fragmen tulang, oedema,
Rencana tindakan
Rasional : Memungkinkan klien untuk siap secara mental untuk aktivitas juga
tinggi
Kriteria hasil : Mepertahankan posisi fungsional dan menunjukan mampu
Rencana tindakan
Rasional : Hipotensi postural adalh masalah umum menyertai tiorah baring yang
lama.
Rencana tindakan
Tujuan dan kriteria hasil : Mencapai penyembuhan luka tepat waktu, tidak ada
Rencana tindakan
Rasional : Pen tidak harus dimasukan melalui kulit yang dapat menimbulkan
infeksi tulang
2. Kaji sisi pen /kulit apakah ada keluhan nyeri, edema, eritema dan drainase bau
tidak enak.
Rasional : Antibiotik spectrum luas dapat digunakan sebagai profilaksis atau dapat
mencapai tujuan yang spesifik ( Nursalam, 2001, dikutip dari Iyer, et al, 1996 ),
Tahap ini merupakan tahap keempat dari proses keperawatan, oleh karena itu
kepada rencana tindakan sesuai skala ; sangat urgen, urgen, dan tidak urgen ( non
yaitu:
c. Tahap Dokumentasi, adalah pencatatan yang lengkap dan akurat terhadap suatu
5. Evaluasi
evaluasi adalah salah satu yang direncanakan dan perbandingan yang sistematis
pada status kesehatan klien. ( Nursalam, 2001, dikutip dari Griffin dan
Evaluasi yang digunakan mencakup 2 bagian yaitu evaluasi formatif yang disebut
juga evaluasi proses atau evaluasi jangka pendek adalah evaluasi yang
Sedangkan evaluasi sumatif yang disebut juga evaluasi akhir adalah evaluasi
LAPORAN PENDAHULUAN
A. KONSEP DASAR
I. Definisi
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau
tulang dimana tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar.
Atau bila jaringan kulit yang berada diatasnya/ sekitar patah tulang masih utuh.
dunia luar.
II. Klasifikasi menurut Gastilo dan Anderson dari derajat patah tulang
1. Derajat 1
- Kontaminasi mininal.
2. Derajat 2
- Kontaminasi sedang.
3. Derajat 3
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luar meliputi struktur kulit, otot dan neuro
vaskuler serta keutamaan derajat tinggi secara otomatis, Gustilo membagi lagi
menjadi 3 bagian :
1. Derajat III A
Jaringan lunak yang menutupi fraktur tulang adekuat, meskipun terdapat laserasi
luas / flap / avulsi / fraktur segmental / sangat kuminatif yang disebabkan oleh
2. Derajat III B
Kehilangan jaringan lunak dengan fraktur tulang yang terpapar atau kontaminasi.
3. Derajat III C
Luka pada pembuluh arteri / saraf perifer yang harus dan perbaiki tanpa melihat
Tulang paha / femur terdiri dari ujung atas, corpus dan ujung bawah, ujung atas
terdiri dari
a. Kaput adalah masa yang membuat dan mengarah ke dalam dan ke atas tulang
tersebut halus dan dilapisi dengan kartilago kembali fovea, lubang kecil tempat
melekatnya ligamen pendek yang menghubungkan kaput ke area yang besar pada
asetabulum os coxal.
Carpus adalah tulang panjang agak mendatar ke arah medial, sebagian besar
permukaannya halus dan tempat melekatnya otot-otot. Pada bagian posterior linea
aspera adalah tulang yang berbentuk hubungan ganda, membentang ke bawah dari
trochanter atas dan melebar keluar bawah untuk menutup area yang halus. Ujung
bawah terdiri dari kondik medial dan lateral yang besar dan suatu area tulang
patela di depan.
Fraktur collum dan kaput merupakan fraktur femur yang umum, fraktur tersebut
lebih mudah terjadi pada orang tua sebagai akibat karena jatuh. Fraktur tidak
dapat segera sembuh karena pada fraktur tersebut memotong banyak suplay darah
pasien mampu untuk turun dari tempat tidur dan mulai untuk berjalan (John
IV. Patofisiologi
V. Penatalaksanaan
Prinsip
3. Pemberian antibiotika.
5. Stabilisasi.
6. Penutub luka.
7. Rehabilitasi.
1. Life Saving
Semua penderita patah tulang terbuka harus di ingat sebagai penderita dengan
kemungkinan besar mengalami cidera ditempat lain yang serius. Hal ini perlu
ditekankan mengingat bahwa untuk terjadinya patah tulang diperlukan suatu gaya
yang cukup kuat yang sering kali tidak hanya berakibat total, tetapi berakibat
multi organ. Untuk life saving prinsip dasar yaitu : airway, breath and circulation.
Dengan terbukanya barier jaringan lunak maka patah tulang tersebut terancam
untuk terjadinya infeksi seperti kita ketahui bahwa periode 6 jam sejak patah
tulang tebuka luka yang terjadi masih dalam stadium kontaminsi (golden periode)
dan setelah waktu tersebut luka berubah menjadi luka infeksi. Oleh karena itu
terlampaui agar sasaran akhir penanganan patah tulang terbuka, tercapai walaupun
3. Pemberian antibiotika
Mikroba yang ada dalam luka patah tulang terbuka sangat bervariasi tergantung
dimana patah tulang ini terjadi. Pemberian antibiotika yang tepat sukar untuk
Debridemen untuk membuang semua jaringan mati pada darah patah terbuka baik
Irigasi untuk mengurangi kepadatan kuman dengan cara mencuci luka dengan
larutan fisiologis dalam jumlah banyak baik dengan tekanan maupun tanpa
tekanan.
Di Intion is solution for polution untuk mengetahui kualitas dari otot hendaknya
definitif.
5. Stabilisasi.
Untuk penyembuhan luka dan tulang sangat diperlukan stabilisasi fragmen tulang,
cara stabilisasi tulang tergantung pada derajat patah tulang terbukanya dan
primer. Untuk derajat 3 dianjurkan pemasangan fiksasi luar. Stabilisasi ini harus
sempurna agar dapat segera dilakukan langkah awal dari rahabilitasi penderita.
6. Penutup luka
Penutup luka primer dapat dipertimbangkan pada patah tulang derajat 1 dan 2
tidak dianjurkan penutupan luka primer. Hanya saja kalau memungkinkan tulang
yang nampak diusahakan ditutup dengan jaringan lunak (otot) untuk memperkuat
hidupnya.
7. Rehabilitasi Dini
Perlu dilaksanakan sebab dengan demikian maka keadaan umum penderita akan
jadi sangat baik dan fungsi anggota gerak di harapkan kembali secara normal.
2. Pengobatan definitif
a. Manipulasi secara tertutup untuk mereposisi terbatas hanya pada patah tulang
tertentu.
- Imobilisasi
menggunakan fiksasi interna yang dapat berupa plat, pen dan kawat.
3. Rehabilitasi
Tujuan umum
- Latihan otot.
- Latihan berjalan
- 2 waktu yang berbeda (saat setelah trauma dari 10 hari setelah trauma).
- 2 sendi : sendi proksimal dan distal dari fraktur harus terlihat pada film.
- 2 ekstremitas : sebagai pembanding, bila garis fraktur meragukan terutama
pada anak-anak.
b. Pemeriksaan laboratorium
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan untuk
a. Pengumpulan Data.
Meliputi
1. Identitas Klien
2. Keluhan Utama
Biasanya klien dengan fraktur akan mengalami nyeri saat beraktivitas / mobilisasi
3. Riwayat Penyakit
Pada klien fraktur / patah tulang dapat disebabkan oleh trauma / kecelakaan,
Pada klien fraktur pernah mengalami kejadian patah tulang atau tidak sebelumnya
dan ada / tidaknya klien mengalami pembedahan perbaikan dan pernah menderita
osteoporosis sebelumnya.
Pada keluarga klien ada / tidak yang menderita osteoporosis, arthritis dan
Pada fraktur akan mengalami perubahan dan gangguan pada personal hiegene,
misalnya kebiasaan mandi, gosok gigi, mencuci rambut, ganti pakaian, BAK dan
- Pola eliminasi
Kebiasaan miksi dan defekasi sehari-hari, kesulitan waktu defekasi, dikarenakan
imubilisasi, fases warna kuning dan konsistensi defekasi padat . Pada miksi klien
tidak mengalami gangguan, warna urin jernih, buang air kecil 3 4 x/hari.
meskipun menu berubah misalnya makan di rumah gizi tetap sama sedangkan di
sehingga kebutuhan perlu dibantu baik oleh perawat atau keluarga, misalnya
Masalah fraktur femur dapat menjadi stres tersendiri bagi klien. Dalam hal ini
pola penanggulangan stress sangat tergantung pada sistem mekanisme klien itu
traksi.
Nyeri yang disebabkan oleh fraktur femur adanya kerusakan jaringan lunak serta
tulang yang parah dan hilangnnya darah serta cairan seluler ke dalam jaringan.
Hal ini yang menyebabkan gangguan sensori sedangkan pada pola kognitif atau
Pola hubungan dan peran akan mengalami gangguan, jika klien sebagai kepala
Pada fraktur femur akan mengalami gangguan konsep diri karena terjadi
perubahan cara berjalan akibat kecelakaan yang menyebabkan patah tulang dan
Bila klien sudah berkeluarga dan mempunyai anak maka akan mengalami pola
seksual dan reproduksi, jika klien belum berkeluarga klein tidak akan mengalami
gangguan.
Kebiasaan pola tidur dan istirahat mengalami gangguan yang disebabkan oleh
Pada fraktur terutama fraktur femur akan mengalami perubahan / gangguan dalam
menjalankan sholat dengan cara duduk dan dilakukan diatas tempat tidur.
5. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Tidak ada perubahan yang menonjol pada sistem integumen seperti warna kulit,
adanya jaringan parut / lesi, tekstur kulit kasar dan suhu kulit hangat serta kulit
kotor.
Tidak ada perubahan yang menonjol pada kepala dan leher seperti warna rambut,
bola mata (TIO), pemeriksaan visus, adanya massa pada telinga, kebersihan
telinga, adanya serumen, kebersihan hidung, adanya mulut dan gigi, mulut bau
Tidak ada perubahan yang menonjol seperti bentuk dada ada tidaknya sesak nafas,
e. Pemeriksaan Kordiovaskuler.
Klien fraktur mengalami denyut nadi meningakat terjadi respon nyeri dan
akiobat trauma.
Tidak ada perubahan yang menonjol seperti nafsu makan tetap, peristaltik usus,
Tidak ada perubahan yang menonjol seperti produksi urin, warna urin, apakah ada
Terdapat fraktur, yeri gerak, kekakuan sendi, bagaimana tinus ototnya ada
Tidak ada perubahan yang menojol seperti ada tidaknya pembesaran thyroid /
b. Analisa Data
Analisa data adalah kemampuan meningkatkan data dan menghubungkan
tersebut dengan konsep, teori dan prinsip yang relevan untuk menbuat kesimpulan
c. Diagnosa Keperawatan
kontinuitas jaringan.
traksi)
1. Diagnosa I
kontinuitas jaringan.
Kriteria Hasil : Klien tidak mengeluh nyeri, klien tampak rileks, mampu berpartisipasi dalam
Rencana Tindakan :
R/ Dengan memberikan penjelasan diharapkan klien tidak merasa cemas dan dapat
2. Kaji tingkat nyeri klien (lokasi, karakteristik dan durasi) serta respon verbal dan
R/ Mengevaluasi tingkat nyeri klien dapat mendeteksi gejala dini yang timbul
tidak.
3. Ajarkan pada klien cara pengurangan nyeri misalnya memijat atau merubah
posisi.
R/ Memijat / merubah posisi dapat membantu sirkulasi yang menyeluruh dan dapat
pemasangan traksi.
R/ Obat analgesik diharapkan dapat mengurangi nyeri dan obat pelemas otot
traksi).
Kriteria Hasil : Klien dapat bergerak secara maksimal, klien dapat mempertahankan fungsi tubuh
secara maksimal, klien dapat menambahkan kekuatan / fungsi dari pada bagian
Rencana Tindakan :
immobilisasi.
R/ Dengan observasi dapat diketahui seberapa jauh tingkat perubahan fisik klien
dirinya.
3. Ajarkan pada klien untuk berlatih secara aktif / pasif dari latihan POM.
R/ Dapat menambah aliran darah ke otot dan tulang melakukan gerakan sendi dapat
R/ Hipertensi postural adalah masalah umum yang mengurangi bedrest lama dan
3. Pelaksanaan
4. Evaluasi
b. Masalah teratasi sebagian, jika klien mampu menunjukkan prilaku tetapi tidak
c. Masalah tidak teratasi, jika klien tidak mampu sama sekali menunjukkan prilaku
Jakarta.