Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
APPENDICITIS
A. Konsep Dasar
1. Pengertian
Appendicitis adalah suatu peradangan pada appendiks yang berbentuk cacing yang berlokasi
dekat katup ileocecal. ( Barbara, C, Long, 1996 )
Appendicitis adalah suatu penyakit prototipe yang berlanjut melalui peradangan obstruksi dan
ischemis dalam waktu yang bervariasi. ( Sabitson, 1995 )
Appendicitis adalah peradangan dari appendiks vemiformis dan merupakan penyebab
abdomen akut paling sering. Penyakit ini dapat mengenai semua umur baik laki-laki maupun
perempuan tetapi lebih sering menyerang laki-laki usia antara 10 30 tahun. ( Arif Mansjoer,
2002 )
Appendicitis adalah suatu peradangan appendiks yang mengenai semua lapisan dinding organ
tersebut. ( Price, 1995 )
2. Etiologi
Appendicitis biasanya disebabkan oleh:
a. Hiperplasia dari polikel limfoid.
b. Adanya fekalit dalam lumen appendiks.
c. Adanya benda asing.
d. Struktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya.
e. Karena keganasan ( neoplasma ).
3. Patofisiologi
Appendicitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen appendiks oleh
hiperplasia folikel, limfoid, fekalit ( suatu masa seperti batu yang berbentuk feses ). Obstruksi
tersebut menyebabkan mucus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan sehingga
makin lama mucus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai
keterbatasan sehingga menyebabkan tekanan intra lumen. Tekanan yang meningkat tersebut
akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi
mukosa. Pada saat inilah terjadi appendicitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.
Bila sekresi mucus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan
menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah dan bakteri akan menembus dinding.
Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritonium setempat sehingga menimbulkan
nyeri didaerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan Apendicitis supuratif akut.
Kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding appendiks yang diikuti
dengan kematian jaringan sehingga terjadi gangren. Stadium ini disebut dengan appendicitis
gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu dipecah, akan terjadi appendicitis perforasi.
Jika semua proses diatas berjalan lambat, momentum dan usus yang berdekatan akan
bergerak kearah appendiks hingga timbul suatu masa local yang disebut infiltrat
appendikularis. Peradangan appendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang.
Pada anak anak, karena momentum lebih pendek dan appendiks lebih panjang,
dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih
kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi lebih mudah
terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah.
Skema Patofisiologi
Appendicitis gangrenosa
Dinding pecah
Appendiks perforasi
4. Klasifikasi appendicitis
a. Appendicitis akut
Merupakan infeksi bakteri sebagai pencetusnya, sumbatan lumen appendiks merupakan
faktor yang diajukan sebagai faktor pencetus disamping hiperplasia jaringan limfe, fekalit,
tumor appendiks dan cacing askaris dapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang
di duga dapat menimbulkan appendiks adalah erosi mukosa appendiks karena parasit E.
histolitica.
b. Appendicitis kronis
Diagnosis appendiks kronik dapat ditegakan jika terdapat nyeri abdomen kanan bawah kanan
lebih dari 2 minggu. Kriteria mikroskopik appendiks kronik adalah fibrosis menyeluruh
dinding appendiks, sumbatan parsial atau total lumen appendiks, adanya jaringan parut dan
ulkus lama di mukossa serta infiltrasi dan imflamasi.
c. Appendicitis perforata
Adanya fekalit didalam lumen dan keterlambatan diagnosis merupakan faktor yang berperan
dalam terjadinya perforasi appendiks, perforasi appendiks akan mengakibatkan peritonitis
purulenta yang ditandai dengan demam tinggi, nyeri makin hebat serta meliputi seluruh
abdomen dan abdomen menjadi tegang.
d. Appendicitis rekurens
Diagnosis appendiks rekurens dapat diperkirakan jika ada riwayat serangan nyeri berulang
diabdomen kanan bawah yang mendorong dilakukannya appendiktomy.
e. Mukokel appendicitis
Adalah dilatasi kistik dari appendiks yang berisi mukosa akibat adanya obstruksi kronik
pangkal appendiks yang biasanya berupa jaringan fibrosa, walaupun jarang mukokel dapat
disebabkan oleh suatu kistadenoma yang dicurigai bisa berubah ganas. Penderita sering
datang dengan keluhan rasa tidak enak diabdomen kanan bawah.
5. Manifestasi klinis
Tanda dan gejala yang klasik pada appendicitis adalah:
a. Nyeri perut yang berlokasi pada titik Mc. Burneys yaitu titik tengah antara umbilikus dan
spina iliaka kanan.
b. Anoreksia.
c. Malaise.
d. Demam ringan.
e. Mual dan muntah.
f. Leukositosis.
6. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan labolatorium
Akan ditemukan leukositosis ( 10.000 20.000 /ul ) dengan peningkatan jumlah netrofil.
Leukositosis lebih dari 20.000 /ul dengan keluhan atau gejala Appendicitis lebih dari 4 jam
mencurigakan perforasi, sehingga diduga bahwa tingginya leukositosis sebanding dengan
hebatnya peradangan.
b. Gambaran radiologis
Pemeriksaan radiologi ditemukan gambaran foto polos abdomen yang abnormal, yaitu:
1. Diatas sekum ada bayangan permukaan cairan pada posisi berdiri.
2. Gambaran pengumpulan cairan diluar kolon samping.
3. Obstruksi usus ( jarang ditemukan ).
4. Udara dalam appendiks.
5. Adanya jaringan lunak.
6. Adanya fekalit.
7. Penatalaksanaan komplikasi
a. Konservatif
1). Observasi
Dalam 8 12 setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejala appendicitis sering kali massih
belum jelas. Ddaalam keadaan ini observasi kita perlu silakukan. Pasien diminta tirah baring
dan dipuasakan. Pemeriksaan abdomen dan rectal serta pemeriksaan darah ( leukosit dan
hitung jenis ) diulang secara periodik. Foto dada dan thoraks dilakukan untuk mencari
kemungkinan adanya penyulit lain.
2). Pemberian antibiotik
b. Operasi
1). Appendiktomy menurut Mc. Burneys
Sayatan dilakukan pada garis tegak lurus yang menghubungkan spina iliaka anterior superior
( SIAS ) dengan umbilikus pada batas sepertiga lateral. ( titik Mc. Burneys )
2). Laparatomi
Merupakan operasi besar dengan membuka rongga abdomen dengan sayatan yang dibuat
lebih 10 Cm.
c. Pasca operasi
Observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya perdarahan didalam, syok hipertermi
atau gangguan pernafasan. Baringkan pasien dalam semi fowler. Paien dikatakan baik bila
dalam 12 jam tidak terjadi gangguan, selama itu pasien dipuasakan, bila tindakan operasi
lebih besar, misalnya pada perforasi atau peritonitis umum, puasa diteruskan sampai fungsi
usus normal.
8. Komplikasi
Peritonitis merupakan akibat dari perforasi rongga abdomen yang terinfeksi kuman-kuman
yang ada pada appendiks yang sudah pecah. Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada
permukaan peritonium dapat timbul peritonitis umum.
Dengan berkembangnya peritonitis umum aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus
paralitik, usus kemudian terjadi atoni dan meregang. Cairan elektrolit hilang kedalam lumen
usus, mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi dan oliguri.
B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Data yang bisa dikaji dari pasien post operasi appendiktomy, yaitu:
a. Kebutuhan cairan kurang dari kebutuhan, tanda-tanda dehidrasi, seperti: turgor kulit tidak
elastis, membran mukosa kering.
b. Diare.
c. Penurunan bising usus.
d. Nyeri didaerah operasi.
e. Demam / panas dingin.
f. Mual, muntah, anoreksia.
g. Tachicardi.
h. Diaphoresis.
i. Adanya leukositosis.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan post operasi yang mungkin muncul adalah:
a. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan insisi bedah.
b. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan adanya insisi bedah.
c. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan pembatasan pasca operasi.
d. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan tidak
mengenal informasi.
3. Perencanaan
Rencana keperawatan untuk diagnosa keperawatan post operasi:
a. Resiko tinggi infeksi b.d insisi bedah
Tujuan umum: Setelah dilakukan tindakan keperawatan, infeksi tidak terjadi
Kriteria hasil:
1. Meningkatkan penyembuhan luka dengan benar.
2. Tidak terjadi tanda-tanda infeksi.
3. Tidak terjadi drainage purulen.
4. Tidak terjadi eritema.
5. Tidak terjadi demam.
Intervensi keperawatan:
1. Awasi tanda-tanda vital.
2. Lakukan pencucian tangan yang baik dan perawatan luka aseptik, anti septik dan tekhnik
steril.
3. Lihat insisi dan balutan, catat karakteristik drainage luka.
4. Berikan informasi yang tepat dan jujur pada pasien dan orang terdekat tentang klien saat
ini.
5. Kolaborasi dengan tim Dokter dalam pemberian anti biotik.
b. Gangguan rasa nyaman : nyeri b.d insisi bedah
Tujuan umum: Gangguan rasa nyaman : nyeri teratasi setelah dilakukan tindakan
keperawatan
Kriteria hasil:
1. Nyeri hilang / berkurang.
2. Skala nyeri 0-3
3. Klien tampak rileks.
4. Klien dapat beristirahat / tidur dengan tenang.
Intervensi keperawatan:
1. Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik dan skala nyeri.
2. Pertahankan istirahat dengan posisi semi fowler.
3. Dorong ambulasi dini.
4. Berikan aktivitas hiburan.
5. Kolaborasi dalam pemberian anti biotik.
c. Resiko tinggi kekurangan volume cairan b.d pembatasan pasca operasi ( puasa )
Tujuan umum: Kekurangan volume cairan tidak terjadi setelah dilakukan tindakan
keperawatan.
Kriteria hasil:
1. Mempertahankan keseimbangan cairan.
2. Membran mukosa lembab.
3. Turgor kulit elastis.
4. Tanda-tanda vital stabil.
5. Haluaran urine adekuat.
Intervensi keperawatan:
1. Awasi tekanan darah dan nadi.
2. Kaji turgor kulit dan pengisian kapiler serta membran mukosa.
3. Awasi masukan dan haluaran cairan.
4. Auskultasi bising usus, catat kelancaran flatus, gerakan usus.
5. Berikan sejumlah kecil cairan bila pemasukan peroral dimulai.
6. Berikan perawatan mulut.
7. Kolaborasi dalam pemberian cairan IV dan elektrolit.
d. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan kebutuhan pengobatan b.d tidak mengenal
sumber informasi
Tujuaan umum: Setelah dilakukan tindakan keperawatan, klien mengatakan pemahaman
tentang proses penyakit dan pengobatan.
Kriteria hasil:
1. Klien ddan keluarga paham tentang proses penyakit, pengobatan dan potensial
komplikassi.
2. Klien berpartisipasi dalam program pengobatan.
Intervensi keperawatan:
1. Kaji tingkat pengetahuan klien tentang perawatan luka.
2. Berikan informasi / penjelasan tentang tekhnik perawatan luka termasuk ganti balutan.
3. Berikan kesempatan pada klien dan keluarga untuk bertanya.
4. Berikan reinforcement positif bila klien dan keluarga dapat menjelaskan tentang perawatan
luka.
5. Identifikasi gejala yang memerlukan evaluasi medik.