Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Pembimbing :
dr. Agung Nugroho, Sp.PD
Disusun oleh :
Ganiah Utami
1102012095
BAB I
REKAM MEDIS
1.1. Identitas
Nama : Ny. S
Umur : 68 tahun
Agama : Islam
1.2. Anamnesa
Keluhan utama:
Demam
Keluhan tambahan:
Nyeri kepala
Mual Muntah
Persendian pegal-pegal
Keringat dingin
2
3
Pasien datang ke RSUD dr. Dradjat Prawiranegara Serang dengan keluhan demam
sejak 5 hari SMRS. Pasien mengeluh tiba tiba demam tinggi mendadak terus menerus.
pasien membeli obat penurun panas di warung dan pasien merasa demamnya berkurang
namun kembali demam setelah beberapa jam minum obat. demam tidak disertai menggigil,
keringat dingin (+), otot dan persendian pegal-pegal, mual (+), muntah (+) sebanyak 1 kali
berupa makanan, nyeri pada ulu hati, pasien juga mengeluhkan nyeri kepala, nyeri dirasakan
berdenyut-denyut, dan nyeri di sekitar mata. tidak ada keluhan adanya flu, batuk, nyeri
menelan, serta sakit gigi. nafsu makan berkurang, pasien merasa pahit jika menelan..
Keluhan lain seperti mimisan, gusi berdarah dan muntah darah disangkal. Pasien
belum pernah mengalami gejala seperti ini. Pasien mengatakan ditetangganya juga ada yang
mengalami demam tinggi 1 minggu SMRS. BAB dan BAK tidak ada masalah. Pasien berobat
ke puskesmas lalu di rujuk ke RSDP Serang.
Maag (-)
Keadaan Umum
Kesadaran : Composmentis
3
4
Tanda vital
Nadi : 89x/menit
Suhu : 37,8C
Status Generalis
Kepala : Normocephale
THT : Sekret (-), Poliphidung (-), hiperemis (-), perdarahan gusi (-)
Jantung
Paru
Abdomen
4
5
Ekstremitas : Akral hangat, udem (-), tampak petekie pada kedua tungkai
bawah
Hb Ht Leukosit Trombosit
Tanggal Jam
(g/dL) (%) (u/L) (u/L)
64.000
15/05/17 06.00 10,6 31,4 16.000
SGOT 22 15-48
SGPT 14 20-60
SEROLOGI
Dengue igG + -
Dengue igM _ -
5
6
DHF Grade I
Demam Tifoid
1.7. Penatalaksanaan
- Inf RL 20 tpm
- Omeprazole 2 x 1 tab
- Ondansetron 3 x 1 tab
1.8. Prognosis
Ad Vitam : Ad Bonam
Ad Functionam : Ad Bonam
6
7
7
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Demam dengue atau dengue fever (DF) dan demam berdarah dengue (DBD) atau
dengue haemorrhagic fever (DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus
dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot atau nyeri sendi yang disertai
leukopenia, ruam, limfadenopati, dan trombositopenia.
Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi
(peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue
(dengue shock syndrome) adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan/syok. 1
2.2. Etiologi
Demam dengue dan DHF disebabkan oleh virus dengue, yang termasuk dalam genus
Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30 nm terdiri
dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4x10 6. Terdapat 4 serotipe yaitu
DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4 yang semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau
demam berdarah dengue (DBD). Keempat serotype ditemukan di Indonesia denga DEN-3
merupakan serotipe terbanyak. Infeksi oleh salah satu serotipe akan menimbulkan kekebalan
terhadap serotipe bersangkutan, tetapi tidak untuk serotipe lain. Kasus DBD terjadi karena
infeksi kedua dari serotipe yang berbeda. 1,2
Vektor utama penyakit DBD adalah nyamuk Aedes aegypti (diderah perkotaan) dan
Aedes albopictus (didaerah pedesaan). Ciri-ciri nyamuk Aedes aegypti adalah :
8
9
Nyamuk betina bersifat multiple biters (mengigit beberapa orang karena sebelum
nyamuk tersebut kenyang sudah berpindah tempat),
Tahan dalam suhu panas dan kelembaban tinggi.2
2.3. Epidemiologi
Di Indonesia, kasus DBD pertama kali terjadi di Surabaya pada tahun 1968. Penyakit
DBD ditemukan di 200 kota di 27 provinsi dan telah terjadi KLB akibat DBD. Profil
kesahatan provinsi Jawa Tengah tahun 1999 melaporkan bahwa kelompok tertinggi adalah
usia 5-14 tahun yang terserang sebanyak 42% dan kelompok usia 15-44 tahun yang terserang
sebanyak 37%. Data tersebut didapatkan dari data rawat inap rumah sakit. Rata-rata insidensi
penyakit DBD sebesar 6-27 per 100.000 penduduk.
CFR penyakit DBD mengalami penurunan dari tahun ketahun walaupun masih tetap
tinggi. Data dari Departemen Kesehatan RI melaporkan bahwa pada tahun 2004 tercatat
17.707 orang terkena DBD di 25 provinsi dengan kematian 322 penderita selama bulan
Januari dan Februari. Daerah yang perlu diwaspadai adalah DKI Jakarta, Bali, dan NTB.2
2.4. Klasifikasi
Untuk menentukan penatalaksanaan pasien infeksi virus dengue, perlu diketahui
klasifikasi derajat penyakit seperti tertera pada Tabel 2.4.
Tabel 2.4. Klasifikasi Derajat Penyakit Infeksi Virus Dengue
DD/DB Deraja
Gejala Lab
D t
Trombositopenia
Gejala diatas, ditambah dgn
II (<100.000), bukti ada
perdarahan spontan
kebocoran plasma
Trombositopenia
Syok berat disertai dengan tekanan
IV (<100.000), bukti ada
darah dan nadi tidak terukur
kebocoran plasma
9
10
* DBD derajat III dan IV juga disebut sindrom syok demgue (SSD)
2.5. Patogenesis
Virus dengue dibawa oleh nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus sebagai vektor
ke tubuh manusia melalui gigitan nyamuk tersebut. Infeksi yang pertama kali akan
memberikan gejalan seperti Demam Dengue (DD). Apabila orang tersebut mendapat infeksi
berulang oleh tipe virus dengue yang berlainan, maka reaksi yang ditimbulkan akan
berbeda.4,5
DBD dapat terjadi bila seseorang yang telah terinfeksi dengue pertama kali
mendapatkan infeksi berulang virus dengue lainnya. Virus akan bereplikasi di nodus
limfatikus regional dan menyebar ke jaringan lain, terutama ke sistem retikuloendotelial
(RES) dan kulit secara bronkogen maupun hematogen. Tubuh akan membentuk kompleks
virus antibodi dalam sirkulasi darah sehingga akan mengaktivasi sistem komplemen yang
berakibat dilepaskannya anafilatoksin C3a dan C5a, sehingga permeabilitas dinding pembuluh
darah meningkat.4,5
Akan terjadi juga agregasi trombosit yang melepaskan ADP. Trombosit melepaskan
vasoaktif yang bersifat meningkatkan permeabilitas kapiler dan melepaskan trombosit faktor
3 yang merangsang koagulasi intravaskular. Terjadinya aktivasi faktor XII akan menyebabkan
pembekuan intravaskular yang meluas dan meningkatkan permeabilitas dinding pembuluh
darah
Patogenesis terjadinya demam berdarah dengue sampai saat ini masih diperdebatkan.
Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa mekanisme imunopatologis
berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue dan sindrom renjatan dengue.1
Respon imun yang diketahu berperan dalam pathogenesis DBD adalah:
a) Respon humoral, pembentukan antibodi yang berperan dalam proses netralisasi virus,
sitolisis yang dimediasi komplemen, dan sitotoksisitas yang dimediasi antibodi. Antibodi
virus dengue berperan dalam mempercepat replikasi virus pada monosit atau makrofag.
Hipotesis ini disebut antibody dependent enhancement (ADE).
b) Limfosit T, baik T-helper (CD4) dan T-sitotoksis (CD8) berperan dalam respon imun
seluler terhadap virus dengue. Diferensiasi T-helper yaitu TH1 akan memproduksi
10
11
interferon gamma, IL-2 dan limfokin, sedangkan TH2 memproduksi IL-4, IL-5, IL-6,
dan IL-10.
c) Monosit dan makrofag berperan dalam fagositosis virus. Namun proses ini menyebabkan
peningkatan replikasi virus dan sekresi sitokin oleh makrofag.
d) Aktivasi komplemen oleh kompleks imun menyebabkan terbentuknya C3a dan C5a.
Infeksi virus dengue menyebabkan aktivasi makrofag yang memfagositosis kompleks
virus-antibodi non netralisasi sehingga virus bereplikasi di makrofag. Terjadinya infeksi
makrofag oleh virus dengue menyebabkan aktivasi T-helper dan T-sitotoksik sehingga
diproduksi limfokin dan interferon gamma. Interferon gamma akan mengaktivasi monosit
sehingga disekresi berbagai mediator radang seperti TNF-, IL-1, PAF (platelet activating
factor), IL-6 dan histamin yang menyebabkan terjadinya disfungsi endotel dan terjadi
kebocoran plasma. Peningkatan C3a dan C5a terjadi melalui aktivasi kompleks virus-antibodi
yang dapat mengakibatkan terjadinya kebocoran plasma.
Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme:
1) Supresi sumsumtulang, dan
2) Destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit.
Gangguan fungsi trombosit terjadi melalui mekanisme gangguan pelepasan ADP,
peningkatan kada b-tromboglobulin dan PF4 yang merupakan petanda degranulasi
trombosit.1
11
12
Perjalanan penyakit DBD terbagi dalam 3 fase yaitu yaitu febris, kritis, dan
recovery (penyembuhan).6
a) Fase febris
Pasien akan mengeluh demam yang mendadak tinggi. Kadang-kadang suhu tubuh
sangat tinggi hingga 40oC dan tidak membaik dengan obat penurun panas. Fase ini biasanya
akan bertahan selama 2-7 hari dan diikuti dengan muka kemerahan, eritema, nyeri seluruh
tubuh, mialgia, artralgia, dan nyeri kepala. Beberapa pasien mungkin juga mengeluhkan nyeri
tenggorokan atau mata merah (injeksi konjungtiva). Sulit untuk membedakan dengue dengan
penyakit lainnya secara klinis pada fase awal demam. Hasil uji torniquet positif pada fase ini
meningkatkan kemungkinan adanya infeksi dengue. Demam juga tidak dapat dijadikan
parameter untuk membedakan antara kasus dengue yang gawat dan tidak gawat. Oleh karena
itu, memperhatikan tanda-tanda peringatan ( warning signs) dan parameter lain sangat
penting untuk mengenali progresi ke arah fase kritis. Warning signs meliputi:
Klinis: Demam turun, nyeri perut dan tekan abdomen, letargi, gelisah, muntah
persisten, akumulasi cairan, perdarahan mukosa, pembesaran hati > 2 cm, perdarahan
mukosa, pembesaran hati, oliguria
Laboratorium: peningkatan Ht dengan penurunan cepat trombosit.
Hematokrit awal tinggi
Manifestasi perdarahan ringan seperti petekie dan perdarahan membran mukosa
(hidung dan gusi) dapat terjadi. Petekie dapat muncul pada hari- hari pertama demam, namun
dapat juga dijumpai pada hari ke-3 hingga hari ke-5 demam. Perdarahan vagina masif pada
wanita usia subur dan perdarahan gastrointestinal (hematemesis, melena) juga dapat terjadi
walau lebih jarang. Bentuk perdarahan yang paling ringan, uji torniquet positif, menandakan
adanya peningkatan fragilitas kapiler. Pada awal perjalanan penyakit 70,2% kasus DBD
mempunyai hasil positif.
12
13
Hati sering ditemukan membesar dan nyeri dalam beberapa hari demam. Pembesaran
hati pada umumnya dapat ditemukan pada permulaan penyakit, bervariasi dari hanya sekedar
dapat diraba hingga 2- 4 cm di bawah arcus costae. Pada sebagian kecil dapat ditemukan
ikterus. Penemuan laboratorium yang paling awal ditemui adalah penurunan progresif
leukosit, yangdapat meningkatkan kecurigaan ke arah dengue.
b) Fase kritis
Akhir fase demam merupakan fase kritis pada DBD. Pada saat demam mulai cenderung
turun dan pasien tampak seakan- akan sembuh, maka hal ini harus diwaspadai sebagai awal
kejadian syok. Saat demam mulai turun hingga dibawah 37,5-38 oC yang biasanya terjadi
pada hari ke 3- 7, peningkatan permeabilitas kapiler akan terjadi dan keadaan ini berbanding
lurus dengan peningkatan hematokrit. Periode kebocoran plasma yang signifikan secara klinis
biasanya terjadi selama 24-48 jam.
Leukopenia progresif disertai penurunan jumlah platelet yang cepat merupakan tanda
kebocoran plasma. Derajat kebocoran plasma dapat bervariasi. Temuan efusi pleura dan asites
secara klinis bergantung pada derajat kebocoran plasma dan volume terapi cairan.
Derajat peningkatan hematokrit sebanding dengan tingkat keparahan kebocoran plasma.
Keadaan syok akan timbul saat volume plasma mencapai angka kritis akibat
kebocoran plasma. Syok hampir selalu diikuti warning signs. Terdapat tanda kegagalan
sirkulasi seperti kulit teraba dingin dan lembab terutama pada ujung jari dan kaki, sianosis di
sekitar mulut, pasien menjadi gelisah, nadi cepat, lemah, kecil sampai tak teraba. Saat terjadi
syok berkepanjangan,organ yang mengalami hipoperfusi akan mengalami gangguan fungsi,
asidosis metabolik, dan koagulasi intravaskula diseminata (KID). Hal ini menyebabkan
perdarahan hebat sehingga nilai hematokrit akan sangat menurun pada keadaan syok hebat.
Pasien yang mengalami perbaikan klinis setelah demam turun dapat dikatakan
menderita dengue yang tidak gawat. Beberapa pasien dapat berkembang menjadi fase kritis
kebocoran plasma tanpa penurunan demam sehingga pada pasien perlu dilakukan
pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui adanya kebocoran plasma.
c) Fase penyembuhan
Jika pasien dapat bertahan selama 24-48 jam saat fase kritis, reabsorpsi gradual cairan
ekstravaskular akan terjadi dalam 48-72 jam. Keadaan umum pasien membaik, nafsu makan
kembali, gejala gastrointestinal berkurang, status hemodinamik meningkat, dan diuresis
normal. Beberapa pasien akan mengalami ruam kulit putih yang dikelilingi area kemerahan
13
14
2.7. Diagnosis
Demam dengue merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan
dua atau lebih manifestasi sebagai berikut:7
Nyeri kepala
Nyeri retro-orbita
Mialgia/atralgia
Ruam kulit
Manifestasi perdarahan (ptekie atau uji bendung positif)
Leukopenia, Trombositopenia
Diagnosis DBD berdasarkan WHO 1997 ditegakkan bila semua hal di bawah ini
terpenuhi :7
14
15
1. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik.
2. Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan yang ditandai
dengan :
- Uji bendung positif
- Ptekie, ekimosis, purpura
- Perdarahan mukosa (epistaksis, perdarahan gusi) atau
perdarahan tempat lain
- Hematemesis atau melena
15
16
adanya antibodi spesifik terhadap dengue berupa antibodi total, IgM maupun IgG lebih
banyak.
Parameter laboratorium yang dapat diperiksa antara lain :
Leukosit
Dapat normal atau menurun. Mulai hari ke 3 dapat ditemukan limfositosis relative (>45%
dari leukosit) disertai adanya lifosit plasma biru (LPB) > 15% dari jumlah total leukosit
pada fase syok akan meningkat.
Trombosit
Umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8.
Hematokrit
Kebocoran plasma dibuktikan peningkatan hematokrin 20% dari hematokrin awal,
umumnya dimulai pada hari ke-3 demam.
Hemostasis
Dilakukan pemeriksaan AP, APTT, Fibrinogen, D- Dimer atau FDP pada keadaan yang
dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan darah.
Protein/albumin
Dapat terjadi hipoalbuminemia akibat kebocoran plasma.
SGOT/SGPT dapat meningkat.
Elektrolit
Sebagai parameter pemantauan pemberian cairan
Imunoserologi
Dilakukan pemeriksaan serologi IgM dan IgG terhadap dengue, yaitu:
- IgM muncul pada hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke 3, menghilang setelah 60-
90 hari
- IgG terdeteksi mulai hari ke 14 (infeksi primer), hari ke 2 (infeksi sekunder).
NS1
Antigen NS1 dapat terdeteksi pada awal demam hari pertama sampai hari kedelapan.
Sensitivitas sama tingginya dengan spesitifitas gold standart kultur virus. Hasil negatif
antigen NS1 tidak menyingkirkan adanya infeksi virus dengue.
2.8. Penatalaksanaan
Tidak ada penatalaksanaan spesifik untuk pasien DBD. Terapi untuk DBD bersifat
simptomatik dan kontrol terhadap manifestasi klinis dari syok dan perdarahan yang terjadi.
16
17
Pasien yang syok jika tidak ditatalaksana dalam waktu 12- 24 jam akan mengalami kematian.
Manajemen terpenting pada pasien DHF adalah observasi ketat terhadap tanda vital dan
monitoring laboratorium.4
Manajemen demam DBD sama seperti penatalaksanaan DD. Paracetamol
direkomendasisikan untuk menurunkan suhu dibawah 39oC. Pemberian cairan oral sangat
direkomendasikan selama pasien dapat mentolerir cairan yang diberikan seperti halnya pasien
diare. Cairan IV perlu diberikan terutama jika pasien muntah terhadap makanan atau cairan
yang diberikan.6
17
18
1. Bila terdapat perbaikan setelah pemantauan 3-4 jam, dengan tanda-tanda ht menurun,
frekuensi naf (hearts rate) turun, tekanan darah stabil, produksi meningkat, maka
cairan infuse dikurangi menjadi 5 ml/KgBB/jam. Bila keadaan membaik setelah
pemantauan 2 jam, maka cairan infuse dikurangi lagi menjadi 3 ml/KgBB/jam. Jika
keadaan tetap membaik, maka pemberian cairan dapat dihentikan 24-48 jam kemudian.
2. Bila tidak terdapat perbaikan setelah pemantauan 3-4 jam, dengan tanda-tanda ht dan
frekuensi nadi meningkat, tekanan darah turun , < 20 mmHg, produksi menurun, maka
naikkan jumlah cairan cairan infuse menjadi 10 ml/KgBB/jam. Bila keadaan membaik
setelah pemantauan 2 jam, maka cairan infuse dikurangi menjadi 5 ml/KgBB/jam,
tetapi bila keadaan tidak membaik maka naikkan jumlah cairan infuse 15 ml/KgBB/jam
dan bila perkembangan menjadi buruk dengan tanda-tanda syok, tangani pasien sesuai
dengan protocol V. Bila syok teratasi maka pemberian cairan dimulai lagi seperti
pemberian terapi awal.
Atasi renjatan melalui penggantian cairan intravaskular yang hilang atau resusitasi
cairan dengan cairan kristaloid. Pada fase awal, guyur cairan 10-20 ml/ KgBB, evaluasi
setelah 15-30 menit. Bila renjatan telah teratasi (TD sistolik 100 mmHg, tekanan nadi . 20
18
19
mmHg, frekuensi nadi <100 x/menit dengan volume cukup, akral hangat, kulit tidak pucat
dan diuresis 0,5-1 cc/KgBB/jam), jumlah cairan dikurangi 7 ml/KgBB/jam. Bila keadaan
tetap stabil 60-120 menit, pemberian cairan 5 ml/KgBB/jam. Bila 24-48 jam renjatan teratasi,
cairan perinfus dihentikan mencegah hipervolemi seperti edema paru dan gagal jantung.
Selain itu dapat diberikan O2 2-4 L/ menit. Pantau tanda vital dalam 48 jam pertama
kemungkinan terjadinya renjatan berulang. Bila pada fase awal pemberian cairan renjatan
belum teratasi, periksa hematokrit, bila meningkat berarti perembesn plasma masih
berlangsung dan diberikan diberikan tranfusi darah segar 10 ml/kgBB dan dapat diulang
sesuai kebutuhan.7
Pemberian cairan koloid mula-mula diberikan dengan tetesan cepat 10-20 ml/kg BB,
evaluasi setelah 10-30 menit. Bila keadaan belum teratasi, pasang kateter vena sentral untuk
memantau kecukupan cairan dan cairan koloid dinaikkan hingga jumlah maksimum 30
ml/kgBB (maksimal 1-1,5 l/hari) dengan sasaran tekanan vena sentral 15-18 cmH 2O. Bila
keadaan belum teratasi, periksa dan koreksi gangguan asam basa, elektrolit, hipoglikemi,
anemia, KID, infeksi sekunder. Bila keadaan belum teratasi, berikan obat inotropik atau
vasopresor.7
Tanda tanda penyembuhan :
a) frekuensi nadi, tekanan darah, dan frekuensi napas stabil
b) suhu badan normal
c) tidak dijumpai perdarahan baik eksternal maupun internal
d) nafsu makan membaik
e) tidak dijumpai muntah maupun nyeri perut
f) volume urin cukup
g) kadar hematokrit stabil pada kadar basal
h) ruam konvalesen, ditemuka 20-3-% kasus
19
20
DAFTAR PUSTAKA
1. Sudoyo, A. W., dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Ed. IV: Demam Berdarah
Dengue. Jakarta: Interna Publishing. Halaman: 2773-79.
2. Widoyono. 2011. Penyakit Tropis Ed.2: Demam Berdarah Dangue. Jakarta: Erlangga.
Halaman: 72-75
3. Vaddadi Srinivas, Vaddadi Radha Srinivas. Dengue Fever: A Review Article. Journal of
Evolution of Medical and Dental Sciences 2015; Vol. 4, Issue 29,April 09; Page: 5048-
5058, DOI: 10.14260/jemds/2015/736
4. WHO. 2012. Handbook for Clinical Management of Dengue
5. Departemen kesehatan RI. Tatalaksana DBD. http://www.depkes.go.id/downloads/Tata
%20Laksana%20DBD.pdf
6. Suroso T, dkk. Tatalaksana Demam Dengue/ Demam Berdarah Dengue. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit
menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman, 1999. 1-55
7. Mansjoer A, dkk. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius
FK UI. 2014
20