Lahan basah adalah istilah kolektif tentang ekosistem yang pembentukannya dikuasai air, dan proses serta cirinya terutama dikendalikan air. Suatu lahan basah adalah suatu tempat yang cukup basah selama waktu cukup panjang bagi pengembangan vegetasi dan organisme lain yang teradaptasi khusus (Maltby,1986). Menurut Cassel (1997) lahan basah dibagi bedasarkan 3 parameter, yaitu hidrologi, vegetasi hidrofilik dan tanah hidrik. Lahan basah menurut Hardjowigno (2007) merupakan salah satu lahan Pertanian yg di kembangkan pada dataran rendah yg mempunyai ketinggian ukuran 300 m diatas permukaan laut yg di sekitarnya terdapat banyak air dari sungai sungai atau saluran irigasi yang sifat tanahnya jenuh dengan air, baik bersifat permanen (menetap) atau musiman. Digolongkan ke dalam lahan basah ini, di antaranya, adalah rawa-rawa (termasuk rawa bakau), payau, dan gambut. Akan tetapi dalam pertanian dibatasi agroekologinya sehingga lahan basah dapat di definisikan sebagai lahan sawah. Contoh tanaman yang dibudidayakan di lahan basah adalah tanaman padi, sedangkan pada lahan kering contohnya tanaman palawijaya, buah-buahan dan sayur-sayuran. Penggenangan lahan basah selama pertumbuhan padi dan pengolahan tanah pada tanah kering yang disawahkan, dapat menyebabkan berbagai perubahan sifat tanah, baik sifat morfologi, fisika, kimia, mikrobiologi maupun sifat-sifat lain sehingga sifat-sifat tanah dapat sangat berbeda dengan sifat-sifat tanah asalnya. Hardjowigno (2007) menyatakan bahwa sebelum tanah digunakan sebagai tanah sawah, secara alamiah tanah telah mengalami proses pembentukan tanah sesuai dengan faktor-faktor pembentuk tanahnya, sehingga terbentuklah jenis-jenis tanah tertentu yang masing-masing mempunyai sifat morfologi tersendiri. Pada waktu tanah mulai disawahkan dengan cara penggenangan air baik waktu pengolahan tanah maupun selama pertumbuhan padi, melalui perataan, pembuatan teras, pembuatan pematang, pelumpuran dan lain-lain maka proses pembentukan tanah alami yang sedang berjalan tersebut terhenti. Semenjak itu terjadilah proses pembentukan tanah baru, dimana air genangan di permukaan tanah dan metode pengelolaan tanah yang diterapkan, memegang peranan penting. Karena itu tanah sawah sering dikatakan sebagai tanah buatan manusia. Cassel, D.K. 1997. Foreword. Dalam: M.J. Vepreskas & S.W. Sprecher (eds.), Aquic Conditions and Hydric Soils: The Problem Soils. SSSA Special Publication Number 50. h vii. Maltby, E. 1986. Waterlogged Wealth. An Earthscan Paperback. London. 198 h. Hardjowigeno, S. dan Widiatmaka. 2007. Evaluasi Kesesuaian Lahan dan. Perencanaan Tataguna Lahan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta