Você está na página 1de 2

2.

6 Agroekosistem Lahan Basah


Lahan basah adalah istilah kolektif tentang ekosistem yang
pembentukannya dikuasai air, dan proses serta cirinya terutama
dikendalikan air. Suatu lahan basah adalah suatu tempat yang cukup
basah selama waktu cukup panjang bagi pengembangan vegetasi dan
organisme lain yang teradaptasi khusus (Maltby,1986). Menurut Cassel
(1997) lahan basah dibagi bedasarkan 3 parameter, yaitu hidrologi,
vegetasi hidrofilik dan tanah hidrik. Lahan basah menurut Hardjowigno
(2007) merupakan salah satu lahan Pertanian yg di kembangkan pada
dataran rendah yg mempunyai ketinggian ukuran 300 m diatas
permukaan laut yg di sekitarnya terdapat banyak air dari sungai sungai
atau saluran irigasi yang sifat tanahnya jenuh dengan air, baik bersifat
permanen (menetap) atau musiman. Digolongkan ke dalam lahan
basah ini, di antaranya, adalah rawa-rawa (termasuk rawa bakau),
payau, dan gambut. Akan tetapi dalam pertanian dibatasi
agroekologinya sehingga lahan basah dapat di definisikan sebagai
lahan sawah. Contoh tanaman yang dibudidayakan di lahan basah
adalah tanaman padi, sedangkan pada lahan kering contohnya
tanaman palawijaya, buah-buahan dan sayur-sayuran.
Penggenangan lahan basah selama pertumbuhan padi dan
pengolahan tanah pada tanah kering yang disawahkan, dapat
menyebabkan berbagai perubahan sifat tanah, baik sifat morfologi,
fisika, kimia, mikrobiologi maupun sifat-sifat lain sehingga sifat-sifat
tanah dapat sangat berbeda dengan sifat-sifat tanah asalnya.
Hardjowigno (2007) menyatakan bahwa sebelum tanah digunakan
sebagai tanah sawah, secara alamiah tanah telah mengalami proses
pembentukan tanah sesuai dengan faktor-faktor pembentuk tanahnya,
sehingga terbentuklah jenis-jenis tanah tertentu yang masing-masing
mempunyai sifat morfologi tersendiri. Pada waktu tanah mulai
disawahkan dengan cara penggenangan air baik waktu pengolahan
tanah maupun selama pertumbuhan padi, melalui perataan,
pembuatan teras, pembuatan pematang, pelumpuran dan lain-lain
maka proses pembentukan tanah alami yang sedang berjalan tersebut
terhenti. Semenjak itu terjadilah proses pembentukan tanah baru,
dimana air genangan di permukaan tanah dan metode pengelolaan
tanah yang diterapkan, memegang peranan penting. Karena itu tanah
sawah sering dikatakan sebagai tanah buatan manusia.
Cassel, D.K. 1997. Foreword. Dalam: M.J. Vepreskas & S.W. Sprecher (eds.),
Aquic Conditions and Hydric Soils: The Problem Soils. SSSA Special
Publication Number 50. h vii.
Maltby, E. 1986. Waterlogged Wealth. An Earthscan Paperback. London. 198
h.
Hardjowigeno, S. dan Widiatmaka. 2007. Evaluasi Kesesuaian Lahan dan. Perencanaan
Tataguna Lahan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

2.8 Manajemen Lahan Basah

Você também pode gostar