Você está na página 1de 19

AKHLAK

(Makalah Agama Islam)

Oleh
Fachrul Aditama
1615051020

LABORATORIUM GEOFISIKA EKSPLORASI


JURUSAN TEKNIK GEOFISIKA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
2016
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sejarah Agama menunjukkan bahwa kebahagiaan yang ingin dicapai dengan
menjalankan syariah agama itu hanya dapat terlaksana dengan adanya akhlak
yang baik. Kepercayaan yang hanya berbentuk pengetahuan tentang keesaan
Tuhan, ibadah yang dilakukan hanya sebagai formalitas belaka, muamalah yang
hanya merupakan peraturan yang tertuang dalam kitab saja, semua itu bukanlah
merupakan jaminan untuk tercapainya kebahagiaan tersebut. Timbulnya kesadaran
akhlak dan pendirian manusia terhadap-Nya adalah pangkalan yang menentukan
corak hidup manusia. Akhlak, atau moral, atau susila adalah pola tindakan yang
didasarkan atas nilai mutlak kebaikan.Hidup susila dan tiap-tiap perbuatan susila
adalah jawaban yang tepat terhadap kesadaran akhlak, sebaliknya hidup yang
tidak bersusila dan tiap-tiap pelanggaran kesusilaan adalah menentang kesadaran
itu. Kesadaran akhlak adalah kesadaran manusia tentang dirinya sendiri, dimana
manusia melihat atau merasakan diri sendiri sebagai berhadapan dengan baik dan
buruk. Disitulah membedakan halal dan haram, hak dan bathil, boleh dan tidak
boleh dilakukan, meskipun dia bisa melakukan. Itulah hal yang khusus
manusiawi. Dalam dunia hewan tidak ada hal yang baik dan buruk atau patut tidak
patut, karena hanya manusialah yang mengerti dirinya sendiri, hanya manusialah
sebagai subjek menginsafi bahwa dia berhadapan pada perbuatannya itu, sebelum,
selama dan sesudah pekerjaan itu dilakukan. Sehingga sebagai subjek yang
mengalami perbuatannya dia bisa dimintai pertanggungjawaban atas perbuatannya
itu.
II. PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Akhlak

[1]Kata akhlak (Akhlaq) berasal dari bahasa Arab,merupakan bentuk


jamak dari khuluq yang menurut bahasa berarti budi pekerti,perangai,
tingkah laku, atau tabiat. Kata tersebut mengandung segi persesuaian dengan
katakhalq yang berarti kejadian.Ibnu Athir menjelaskan bahwa khuluq
adalah gambaran batin manusia yang sebenarnya (yaitu jiwa dan sifat-sifat
batiniah),sedang khalq merupakan gambaran bentuk jasmaninya (raut muka,
warna kulit,tinggi rendah badan, dan lain sebagainya). Kata khuluq sebagai
bentuk tunggal dari akhlak, tercantum dalam Al-quran surah Al-Qalam(68):4,
yang artinya:Sesungguhnya engkau (Muhammad) berada di atas budi pekerti
yang agung Kata akhlak juga dapat kita temukan dalam hadis yang sangat
populer yang diriwayatkan oleh Imam Malik, yang artinya:Bahwasanya aku
(Muhammad) diutus tidak lain adalah untuk menyempurnakan akhlak
mulia;. Secara terminologis, terdapat beberapa definisi akhlak yang
dikemukakan oleh para ahli. Ahmad Amin mendefinisikan akhlak
sebagaikehendak yang dibiasakan. Imam Al-Ghazali menyebutkan bahwa
akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-
perbuatan dengan mudah tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.
Sedangkan Abdullah Darraz mengemukakan bahwa akhlak adalah suatu
kekuatan dalam kehendak yang mantap yang membawa kecendrungan kepada
pemilihan pada pihak yang benar (akhlak yang baik) atau pihak yang jahat
(akhlak yang buruk). Selanjutnya menurut Abdullah Darraz,perbuatan-
perbuatan manusia dapat dianggap sebagai manifestasi dari akhlaknya,
apabila memenuhi dua syarat, yaitu :

Perbuatan perbuatan itu dilakukan berulang kali dalam bentuk yang sama,
sehingga menjadi suatu kebiasaan bagi pelakunya.
Perbuatan-perbuatan itu dilakukan karena dorongan jiwanya, bukan karena
adanya tekanan dari luar,seperti adanya paksaan yang menimbulkan
ketakutan atau bujukan dengan harapan mendapatkan sesuatu.
Disamping istilah akhlak,kita juga mengenal istilah etika dan moral.
Ketiga istilah itu sama-sama menentukan nilai baik dan buruk dari sikap dan
perbuatan manusia.Perbedaannya terletak pada standar masing-
masing.Akhlak standarnya adalah Al-Quran dan Sunnah.Sedangkan etika
standarnya pertimbangan akal pikiran,dan moral standarnya adat kebiasaan
yang umum berlaku di masyarakat.

2.2 Etika
Perkataan etika berasal dari bahasa Yunani ethos yang berarti adat kebiasaan.
Dalam pelajaran filsafat, etika merupakan bagian daripadanya. Di dalam
Ensiklopedia Pendidikan diterangkan bahwa etika adalah filsafat tentang
nilai, kesusilaan tentang baik dan buruk. Kecuali etika mempelajari nilai-
nilai, ia merupakan juga pengetahuan tentang nilai-nilai itu sendiri. Di dalam
Kamus Istilah Pendidikan dan Umum dikatakan bahwa etika adalah bagian
dari filsafat yang mengajarkan keluhuran budi (baik dan buruk).
Etika sebagai salah satu cabang dari filsafat yang mempelajari tingkah laku
manusia untuk menentukan nilai perbuatan tersebut, baik atau buruk, maka
ukuran untuk menentukan nilai itu adalah akal pikiran. Atau dengan kata lain,
dengan akallah orang dapat menentukannya baik atau buruk karena akal yang
memutuskan . Dalam hubungan ini Dr. H. Hamzah Yaqub
menyimpulkan/merumuskan: Etika ialah ilmu yang menyelidiki mana yang
baik dan mana yang buruk dengan memperhatikan amal perbuatan manusia
sejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran.
Abuddin Nata melihat ada empat segi yang dapat digunakan untuk
mengetahui etika ini, yakni melihat dari segi obyek pembahasannya,
sumbernya, fungsinya dan terakhir dilihat dari segi sifatnya.
Kalau dilihat dari segi pembahasan menurutnya, etika berupaya membahas
perbuatan yang dilakukan oleh manusia. Sedangkan bila dilihat dari segi
sumbernya, maka etika bersumber pada akal pikiran atau filsafat.
Sementara itu bila dilihat dari segi fungsinya maka etika berfungsi sebagai
penilai, penentu dan penetap terhadap suatu perbuatan yang dilakukan oleh
manusia. Oleh karena itu ia berperan sebagai konseptor terhadap sejumlah
perilaku yang dilaksanakan oleh manusia. Karena ia sebuah konseptor, hasil
produk pemikiran karena itu dilihat dari segi sifatnya ia dapat berubah-ubah
sesuai dengan tuntutan zaman dan keadaan humanistis.
Etika dapat dibedakan menjadi tiga macam:
1. etika sebagai ilmu, yang merupakan kumpulan tentang kebajikan, tentang
penilaian perbuatan seseorang.
2. etika dalam arti perbuatan, yaitu perbuatan kebajikan. Misalnya,
seseorang dikatakan sopan apabila orang tersebut telah berbuat kebajikan.
3. etika sebagai filsafat, yang mempelajari pandangan-pandangan,
persoalan-persoalan yang berhubungan dengan masalah kesusilaan.

2.3 Keutamaan Akhlak

- -


.


Dari Aisyah radhiyallahu anha, ia berkata : Aku telah mendengar
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallama bersabda : Sesungguhnya
seorang mukmin dengan kebagusan akhlaknya dapat mencapai derajat
orang yang berpuasa dan orang yang melakukan shalat malam. [Shahih
wa Dhaif Sunan Abi Dawud no. 4798]

Allah taala telah mengkhususkan dan memuji Nabi shallallahualaihi wa
sallam dengan ayat yang mulia. Disebutkan padanya akhlak yang terpuji
dan adab yang baik, yaitu firman Allah Azza wa Jalla:



Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang
agung.(QS. al-Qalam : 4)

Akhlak yang baik akan menumbuhkan rasa cinta dan kasih sayang,
sedangkan akhlak yang buruk dapat menumbuhkan rasa saling benci, iri,
dan acuh.

Oleh karena itu, Nabi shallallahu alaihi wa sallam sanagt menganjurkan
kita untuk berakhlak mulia dan berpegang teguh dengannya. Beliau juga
menyebutkan akhlak yang baik dengan ketakwaan dalam satu hadits,
yaitu sabda beliaushallallahualaihi wa sallam yang berbunyi:





Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah ditanya, Apakah yang
paling banyak menyebabkan manusia masuk ke dalam surga? Beliau
menjawab, Takwa dan akhlak yang baik. (HR. Shahih Ibnu Majah
3443)

Akhlak yang baik tercermin dalam wajah yang berseri-seri di hadapan
orang lain, melakukan perbuatan yang baik dan tidak menyakiti orang
lain. Semua perbuatan ini harus disertai dengan perkataan yang baik dan
sopan, tidak membuat orang marah, dan tidak pula menyakiti hati orang
lain. Oleh karena itu, pengaruh yang besar dan ganjaran yang banyak
dapat diperoleh dari perbuatan yang baik dan terpuji.

Akhlak yang baik adalah tanda keimanan, Nabi shallallahu alaihi wa
sallam mengabarkan bahwa akhlak yang baik itu merupakan bentuk dari
sempurnanya iman, sebagaimana beliau shallallahu alaihi wa sallam
bersabda:



Mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik
akhlaknya. (HR. at-Tirmidzi 1162)

Setiap muslim diperintahkan untuk mengucapkan perkataan yang baik
dan lembut agar timbangan kebaikannya bertambah berat, karena akhlak
yang baik merupakan sedekah. Nabi shallallahu alaihi wa sallam
bersabda Ucapan yang baik adalah sedekah. (HR. Bukhari 2989,
Muslim 1009)

Bahkan senyum yang tidak memberatkan seorang muslim sedikitpun
juga akan mendapatkan ganjaran yang baik, berdasarkan sabda Nabi
shallallahu alaihi wa sallam:




Senyummu kepada saudaramu adalah sedekah bagimu. (HR.At-
Tirmidzi)

2.4 Akhlak Dengan Allah,Manusia, dan lainnya


Hubungn Kepada Allah
Akhlak kepada Allah dilakukan dengan cara berhubungan dengan Allah
melalui media media yang telah disediakan Allah, yaitu ibadah yang
langsung kepada Allah seperti sholat, puasa dan haji. Pelaksanaan ibadah-
ibadah itu secara benar menurut ketentuan syariat serta dilakukan dengan
ikhlas mengharap ridho allah Saw, merupakan akhlak yang baik terhadap-
Nya.Berakhlak kepada Allah diajarkan pula oleh Rasul dengan bertahmid,
takbir, tasbih, dan tahlil. Takmid adalah membaca hamdallah yang merupakan
tanda terimakasih kepada Allah atas nikmat yang telah diberikan-Nya. Takbir
adalah mengucap Allahu Akbar yang merupakan ungkapan pengakuan akan
kemahabesaran Allah yang tiada taranya. Tasbih adalah menbaca subhanallah
sebagai ungkapan kekaguman atas kekuasaan Allah yang tak terbatas yang
ditampakkan dalam seluruh ciptaan-Nya. Tahlil adalah membaca la ilaaha illa
llahu yaitu suatu ungkapan pengakuan dan janji seorang muslim yang hanya
mengakui Allah sebagai sutu- satunya Tuhan. Berakhlak terhadap Allah
diungkapkan pula melalui berdoa. Berdoa merupakan bukti ketakberdayaan
manusia dihadapan Allah, karena itu orang yang tidak pernah berdoa
dipandang sebagai oran yang sombong.

Hubungan Dengan Manusia


Akhlak terhadap manusia dapat dirinci menjadi:
1. Akhlak terhadap rasulullah (Nabi Muhammad), antara lain:
a. Mencintai rasulullah secara tulus dengan mengikuti semua sunnahnya.
b. Menjadikan Rasulullah sebagai idola, suri teladan dalam hidup dan
kehidupan.
c. Menjadikan apa yang disuruh-Nya, tidak melakukan apa yang
dilarang- Nya.

2. Akhlak terhadap orang tua (Birrul Walidain), antara lain:


a. Mencintai mereka melebihi cinta kepada kerabat lainnya.
b. Merendahkan diri kepada keduanya diiringi perasaan kasih sayang.
c. Berkomunikasi dengan orang tua dengan khidmat, mempergunakan
kata-kata lemah lembut.
d. Berbuat baik kepada ibu bapak dengan sebaik-baiknya, dengan
mengikuti nasihatn baiknya, tidak menyinggung perasaan dan
menyakiti hatinya, membuat ibu bapak ridho.
e. Mendoakan keselamatan dan keampunan bagi mereka kendatipun
seorang atau kedua-duanya telah meninggal dunia.

3. Akhlak terhadap diri sendiri antara lain:


a. Memelihara kesucian diri.
b. Menutup aurat
c. Jujur dalam perkataan dan berbuat ikhlas dan rendah hati.
d. Malu melakaukan perbuatan jahat
e. Menjauhi dengki dan dendam.
f. Berlaku adil terhadap diri sendiri dan orang lain
g. Menjauhi dari segala perkataan dan perbuatan sia-sia.

4. Akhlak terhadap keluarga karib kerabat antara lain:


a. Saling membina rasa cinta dan kasih sayang dalam kehidupan
keluarga
b. Saling menunaikan kewajiban untuk memperoleh hak
c. Berbakti kepada ibu bapak
d. Mendidik anak-anak dengan kasih sayang
e. Memelihara hubungan silaturahmi dan melanjutkan silaturahmi
yang dibina orang tua yang telah meninggal dunia.

5. Akhlak terhadap tetangga, antara lain :


a. Saling mengunjungi
b. Saling bantu diwaktu senang lebih-lebih tatkala susah
c. Saling beri memberi, saling hormat menghormati
d. Saling menghindari pertengkaran dan permusuhan

Hubungan Dengan Alam Semesta


Manusia merupakan bagian dari alam dan lingkungan, karena itu umat islam
diperintahkan untuk menjalin hubungan yang baik dengan lingkungan
hidupnya. Sebagai makhluk yang ditugaskan sebagai kholifatullah fil ardh,
manusia dituntut untuk memelihara dan menjaga lingkungan alam. Karena
itu, berakhlak terhadap alam sangat dianjurkan dalam ajaran islam.
Beberapa prilaku yang menggambarkan akhlak yang baik terhadap alam
antara lain, memelihara dan menjaga alam agar tetap bersih dan sehat,
menghindari pekerjaan yang menimbulkan kerusakan alam.

2.5 Taqwa
Taqwa ,yaitu memelihara diri dari siksaan Allah dengan mengikuti segala
perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya; tidak cukup diartikan
dengan takut saja. Adapun arti lain dari taqwa adalah:
1. Melaksanakan segala perintah Allah
2. Menjauhkan diri dari segala yang dilarang Allah (haram)
3. Ridho (menerima dan ikhlas) dengan hukum-hukum dan ketentuan Allah
Imam an Nawawi rahimahullah berkata bahwa takwa adalah istilah tentang
melaksanakan segala kewajiban dan meninggalkan segala larangan.
Ibnu Taimiyyah rahimahullah menyebutkan bahwa takwa artinya melakukan
perintah dan meninggalkan larangan.
Thuluq ibnu Habib rahimahullah berkata tentang takwa, engkau
melaksanakan ketaatan (melaksanakan perintah), di atas cahaya dari Allah
(ilmu), dengan berharap pahala dari Allah. Dan engkau meninggalkan
maksiat terhadap Allah, di atas cahaya Allah dari Allah, karena takut
terhadap hukuman Allah.
Imam Ali bin Abi Thalib radliyallah anhu berkata, takwa adalah al Khaufu
minal Jalil (takut kepada Allah yang Mahaagung), al Amal bil Tanziili
(mengamalkan al Quran dan al Sunnah), al Ridla bil Qalil (ridla atas
pembagian rizki yang sedikit), dan al istidad liyaum al Rahiil
(mempersiapkan diri untuk perjalanan di akhriat).

Taqwa berasal dari kata waqa-yaqi-wiqayah yang artinya memelihara.


"memelihara diri dalam menjalani hidup sesuai tuntunan/petunjuk allah"
Adapun dari asal bahasa arab quraish taqwa lebih dekat dengan
kata waqa Waqa bermakna melindungi sesuatu, memelihara dan
melindunginya dari berbagai hal yang membahayakan dan merugikan.
Itulah maka, ketika seekor kuda melakukan langkahnya dengan sangat hati-
hati, baik karena tidak adanya tapal kuda, atau karena adanya luka-luka atau
adanya rasa sakit atau tanahnya yang sangat kasar, orang-orang Arab biasa
mengatakan Waqal Farso Minul Hafa (Taj).
Dari kata waqa ini taqwa bisa di artikan berusaha memelihara dari ketentuan
allah dan melindungi diri dari dosa/larangan allah. bisa juga diartikan
berhati hati dalam menjalani hidup sesuai petunjuk allah.
Allah berfirman:

"Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan
bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal." (QS. Al-Baqarah:
197)



"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar
takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam
keadaan beragama Islam." (QS. Ali Imran: 102)







"Barang siapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan
baginya jalan ke luar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-
sangkanya. Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah
akan mencukupkan (keperluan) nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan
urusan (yang dikehendaki) Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan
ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu." (QS. Al-Thalaq: 2-3)


"Dan barang siapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Allah menjadikan
baginya kemudahan dalam urusannya." (QS. Al-Thalaq: 4)

Dan dikatakan kepada orang-orang yang bertakwa: Apakah yang telah


diturunkan oleh Tuhanmu? Mereka menjawab: (Allah telah menurunkan)
kebaikan. Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini mendapat
(pembalasan) yang baik. Dan sesungguhnya kampung akhirat adalah lebih
baik dan itulah sebaik-baik tempat bagi orang yang bertakwa (QS An-Nahl
16:30)

HaditsRasulullah :


"


- "

Rasulullah SAW bersabda: "Bertaqwalah kepada Allah dimanapun kamu


berada dan susullah kejahatan dengan kebaikan, niscaya kebaikan itu akan
menghapusnya. Dan pergaulihah manusia dengan akhak terpuji. (HR.
Turmudzi dan ia berkata, Ini adalah hadits hasan dan di sebagian kitab
disebutkan sebagai hadits hasan shahih).

Abu Hurairah RA meriwayatkan bahwa ada yang bertanya kepada


Rasulullah,
: .
: :

: .
:


Ya Rasulullah, siapakah orang paling mulia? Beliau menjawab, Orang


yang paling bertaqwa di antara mereka. Orang itu berkata lagi, Bukan
tentang ini kami bertanya. Beliau menjawab, Yusuf bin Nabi Allah bin
Nabi Allah bin Khalilullah. Mereka bertanya, Bukan tentang ini kami
bertanya. Beliau menjawab, Apakah kalian bertanya tentang kantong-
kantong daerah Arab? Sebaik-baik kalian di Jahiliyah adalah yang terbaik di
dalam Islam jika mereka berilmu. (Muttafaq Alaihi).

Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda :





-

Dari Abu Hurairah ra berkata, bahwa Rasulullah SAW ditanya tentang hal
apakah yang paling banyak memasukkan orang ke dalam surga? Beliau
menjawab, Takwa kepada Allah dan akhlak yang baik. Lalu beliau ditanya
tentang hal apakah yang paling banyak memasukkan orang ke dalam
neraka? Beliau menjawab, Lisan dan kemaluan. (HR. Turmudzi)
:

: .
.
Dari Abu Tharif Adiy bin Hatim - -, katanya: Aku mendengar

Rasulullah - - bersabda: Barangsiapa bersumpah dengan
sungguh-sungguh (untuk melakukan atau meninggalkan suatu perkara),
kemudian dia melihat hal yang lebih taqwa bagi Allah, maka hendaknya dia
mendatangi (hal yang) taqwa itu. (HR Muslim)

Bertaqwalah kalian kepada Allah, shalatlah yang lima waktu, puasalah di


bulan kalian, tunaikan zakat harta kalian, dan taatilah pemimpin kalian,
niscaya kalian akan memasuki surga Tuhan kalian. (Tirmidzi di Kitab
Shalat, hadits hasan shahih).
Ibnu Masud meriwayatkan bahwa Nabi SAW pernah berdoa,

Ya Allah, aku memohon kepada-Mu petunjuk,
ketaqwaan, keterjagaan / iffah , dan kekayaan. (Muslim).

2.6 Persamaan Taqwa dan Akhlak


Rasul ShallAllahu alaihi wa sallam bersabda:

Bertakwalah kepada Allah di mana saja engkau berada. Susullah kejelekan


dengan kebaikan, niscaya kebaikan itu akan menghapuskan kejelekan
tersebut, dan bergaullah dengan manusia dengan akhlak yang baik. (HR.
Ahmad 5/135, 158, 177, At-Tirmidzi no. 1987, dan selain keduanya.

Rasul ShallAllahu alaihi wa sallam juga bersabda:

Bertakwalah kepada Allah di mana saja engkau berada. Susullah kejelekan


dengan kebaikan, niscaya kebaikan itu akan menghapuskan kejelekan
tersebut, dan bergaullah dengan manusia dengan akhlak yang baik. (HR.
Ahmad 5/135, 158, 177, At-Tirmidzi no. 1987, dan selain keduanya.)

Di dalam hadits ini, Rasul yang mulia ShallAllahu alaihi wa sallam


mengumpulkan hak Allah Subhanahu wa Taala dan hak hamba-hamba-Nya.
Hak Allah Subhanahu wa Taala terhadap hamba-Nya adalah agar mereka
bertakwa kepada-Nya dengan sebenar-benar takwa. Mereka berhati-hati dan
menjaga diri agar tidak mendapatkan kemurkaan dan azab-Nya, dengan
menjauhi perkara-perkara yang dilarang dan menunaikan kewajiban-
kewajiban. Wasiat takwa ini merupakan wasiat Allah Subhanahu wa Taala
kepada orang-orang terdahulu maupun belakangan. Sebagaimana takwa
merupakan wasiat setiap rasul kepada kaumnya, di mana sang rasul
menyerukan:

Beribadahlah kalian kepada Allah dan bertakwalah kepada-Nya. (Nuh: 3)


Tentang perangai orang yang bertakwa ini, Allah Subhanahu wa Taala
sebutkan antara lain dalam firman-Nya berikut ini:

Bukanlah menghadapkan wajah kalian ke arah timur dan barat itu suatu
kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu adalah beriman kepada
Allah, hari akhir, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan
harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang
miskin, ibnu sabil, dan orang-orang yang meminta-minta, dan
memerdekakan hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat,
dan orang-orang yang menepati janjinya apabila mereka berjanji, dan orang-
orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan.
Mereka itulah orang orang yang benar imannya dan mereka itulah orang
orang yang bertakwa. (Al-Baqarah: 177)

Dan bersegeralah kalian kepada ampunan dari Rabb kalian dan kepada
surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan untuk orang-
orang yang bertakwa. Yaitu orang-orang yang menafkahkan hartany, baik
di waktu lapang maupun sempit, dan orang orang yang menahan amarahnya
dan memaafkan kesalahan orang lain. Allah mencintai orang-orang yang
berbuat kebajikan. (Ali Imran: 133-134)

Allah Subhanahu wa Taala menyebutkan sifat orang-orang yang bertakwa


sebagai orang yang beriman dengan pokok-pokok keimanan (rukun iman),
keyakinan-keyakinan, dan amal-amalnya, baik secara zhahir maupun batin,
dengan menunaikan ibadah-ibadah badaniyah (yang dilakukan tubuh) dan
maliyah (ibadah dengan harta). Orang yang beriman adalah orang yang
sabar dalam kesulitan dan kesempitan, memaafkan manusia, menanggung
gangguan dari mereka dengan tabah dan justru berbuat baik kepada mereka.
Orang-orang yang bertakwa adalah mereka yang bersegera meminta ampun
dan taubat manakala mereka terjatuh dalam perbuatan keji atau menzalimi
diri mereka sendiri.

Dalam hadits Abu Dzar radhiyAllahu anhu di atas, Rasulullah ShallAllahu


alaihi wa sallam mewasiatkan agar seorang hamba terus-menerus bertakwa
di mana saja dia berada, di setiap waktu dan setiap tempat, serta dalam
segala keadaannya. Kenapa demikian? Karena si hamba sangat butuh
kepada takwa, tak pernah bisa lepas darinya. Bila sampai lepas, ia akan
binasa.

Namun yang namanya manusia mesti ada kekurangannya dalam


menjalankan hak-hak dan kewajiban-kewajiban takwa. Maka Rasulullah
ShallAllahu alaihi wa sallam memerintahkan untuk melakukan perkara
yang dapat membersihkan cacat tersebut dan menghilangkannya. Yaitu, bila
sampai si hamba jatuh dalam kejelekan maka ia bersegera menyusulnya
dengan hasanah (kebaikan).

Hasanah sendiri adalah nama dari segala perbuatan yang dapat mendekatkan
seorang hamba kepada Allah Subhanahu wa Taala. Hasanah yang paling
agung yang dapat menolak kejelekan adalah taubat nashuha, istighfar, dan
inabah (kembali) kepada Allah Subhanahu wa Taala dengan mengingat dan
mencintai-Nya, takut dan berharap kepada-Nya, serta berambisi untuk
meraih keutamaan-Nya pada setiap waktu.

Termasuk hasanah yang dapat menolak kejelekan adalah memaafkan


manusia, berbuat baik kepada makhluk Allah Subhanahu wa Taala,
menolong orang yang sedang ditimpa musibah, memberikan kemudahan
bagi orang yang kesulitan, menghilangkan kemadharatan dan kesempitan
dari hamba-hamba Allah Subhanahu wa Taala. Allah Subhanahu wa Taala
berfirman:

Sesungguhnya kebaikan-kebaikan itu akan menghapuskan kesalahan-


kesalahan. (Hud: 114)

Rasulullah ShallAllahu alaihi wa sallam bersabda:

Shalat yang lima, Jumat ke Jumat, dan Ramadhan ke Ramadhan,


merupakan penghapus kesalahan yang dilakukan di antaranya, selama
dijauhi dosa-dosa besar. (HR. Muslim no. 233)

Banyak lagi dalil lain yang menunjukkan diperolehnya ampunan berkat


amalan ketaatan.

Musibah yang menimpa seorang hamba juga merupakan penghapus


kesalahan. Karena tidaklah seorang mukmin ditimpa kesedihan, gundah
gulana, sakit bahkan sekadar tertusuk duri melainkan Allah Subhanahu wa
Taala akan menghapuskan kesalahan-kesalahannya. Sebagaimana
dikabarkan dalam hadits Abu Hurairah radhiyAllahu anhu yang
diriwayatkan oleh Al-Bukhari (no. 5641) dan Muslim (no. 2753).
Musibah itu bisa berupa hilangnya sesuatu yang dicintai, atau terkena
sesuatu yang dibenci pada tubuh, hati ataupun harta, baik yang sifatnya di
dalam ataupun di luar. Musibah ini bukan sengaja dilakukan hamba terhadap
dirinya. Karena itulah Rasulullah ShallAllahu alaihi wa sallam
memerintahkan seorang yang tertimpa musibah untuk melakukan amalan
yang merupakan perbuatannya, dilakukan dengan kesadarannya, yaitu
menyusul kejelekan yang terlanjur dilakukan atau kejelekan yang menimpa
dirinya dengan kebaikan.

Pada akhirnya Rasulullah ShallAllahu alaihi wa sallam berpesan,


Bergaullah dengan manusia dengan akhlak yang baik.

Akhlak baik terhadap manusia yang pertama adalah menahan diri dari
mengganggu mereka dari segala sisi. Memaafkan keburukan mereka dan
gangguan mereka terhadapmu, kemudian engkau bermuamalah dengan
mereka dengan muamalah yang baik dalam ucapan maupun perbuatan.
Termasuk akhlak baik yang paling khusus adalah sabar menghadapi mereka,
tidak jenuh dengan mereka, berwajah cerah, berkata lembut, berucap indah
yang menyenangkan teman duduk, memberikan kegembiraan pada teman,
menghilangkan rasa tidak enak di hati mereka, dan terkadang memberikan
gurauan jika memang ada maslahat. Akan tetapi tidak sepantasnya banyak
bergurau atau guyonan. Karena bercanda dalam ucapan seperti garam pada
makanan. Kalau tidak ada garam, makanan terasa hambar, namun bila
terlalu banyak makanan menjadi asin. Dengan demikian, bila bercanda ini
tidak ada atau sebaliknya melebihi batasan, maka menjadi tercela.

Termasuk akhlak yang baik adalah bergaul kepada manusia dengan apa
yang pantas bagi mereka dan sesuai dengan keadaannya, dengan
memandang apakah orang yang diajak bergaul itu masih kecil atau sudah
besar, berakal atau terbelakang, seorang alim ataukah orang yang
jahil/bodoh.

Sungguh, siapa yang bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Taala,


merealisasikan takwanya dan bergaul baik kepada manusia dengan
perbedaan tingkatan mereka berarti ia telah mencapai kebaikan secara
keseluruhan, karena ia telah menegakkan hak Allah Subhanahu wa Taala
dan hak para hamba. Juga karena ia termasuk orang yang berbuat ihsan
dalam beribadah kepada Allah Subhanahu wa Taala dan berbuat ihsan
terhadap hamba-hamba Allah Subhanahu wa Taala.

WAllahu taala alam bish-shawab.

2.7 Contoh Sifat Taqwa dan Akhlak


Sebahagian dari sifat, sikap, akhlak dan pakaian orang mukmin dan lebih-
lebih lagilah orang yang bertaqwa itu ada diceritakan oleh Allah SWT di
dalam ayat Al Quran: Sesungguhnya orang-orang mukmin itu, yang telah
percaya dengan Allah dan rasul-rasul dan yang tidak ada pada mereka itu
keadaan ragu dan mereka berjuang dengan menggunakan harta-harta dan
diri mereka di jalan Allah, merekalah orang-orang yang benar. (Al Hujurat:
15)

Sifat, sikap atau akhlak orang mukmin dan orang bertaqwa yang dapat
difahami dari ayat di atas dapat disenaraikan seperti berikut:

1. Percaya dengan Allah

2. Percaya dengan Rasul

3. Tidak ragu

4. Mengorbankan harta dan dirinya di jalan Allah

1. Percaya dengan Allah

Yakni percaya dengan Allah secara ainul yakin dan bukan setakat ilmul
yakin. Orang mukmin dan orang bertaqwa yang percayakan Allah secara
ainul yakin ini, dia merasa hebat dengan Allah SWT. Dia juga rasa gerun
kepada Allah manakala hatinya sentiasa rasa malu kepada Allah. Hatinya
sentiasa cinta kepada Allah dan redha apa sahaja yang ditimpakan oleh
Allah kepadanya.

Selain itu, dia bertawakal kepada Allah sahaja. Yang mana dia percaya
hanya Allah sahaja yang boleh membela dirinya. Inilah kepercayaan orang
yang percaya kepada Allah secara ainul yakin. Orang ini sudah bertauhid
kepada Allah dengan jiwanya, bukan setakat akal atau fikirannya sahaja.
Orang yang percaya kepada Allah secara ilmul yakin, itu sekadar imannya
sah tetapi amat sukar baginya untuk memiliki sifat sabar dan redha kepada
apa sahaja yang Allah timpakan kepadanya. Tidak mungkin dia dapat
memiliki sifat tawakal, rasa hebat dan rasa cinta kepada Allah.

Seperti dalam firman Allah SWT: Hanya sanya orang mukmin yang
sebenar itu, apabila disebut sahaja nama Allah, gementarlah hatihati mereka
dan apabila dibacakan ayat-ayat Allah, bertambahlah mereka beriman dan
mereka terus menyerah diri kepada Allah. (Al Anfal: 2)

Ayat-ayat Allah dalam firman ini yang boleh menambah iman orang
mukmin itu mempunyai dua maksud iaitu:

i. Ayat-ayat Al Quran yang sebenar.

ii.Ciptaan Allah yang dapat kita lihat dan dengar seperti langit, bumi, laut,
gunung-ganang dan sebagainya. Itu adalah tanda kebesaran, kekuasaan dan
bijaksana-Nya Tuhan. Itu juga tanda Tuhan itu Maha Mentadbir.

2. Percaya dengan Rasul

Ini bererti percaya dengan sifat-sifat yang wajib ada pada Rasulullah SAW
yang diyakini dengan sepenuh keyakinan iaitu siddiq, amanah, tabligh dan
fatonah. Siddiq bererti benar dan betul tentang apa yang dikhabarkan serta
bersetuju dengan setiap apa yang disampaikannya adalah dari Allah sama
ada pada perkataan mahupun perbuatan. Kemudian percaya bahawa pada
Rasulullah itu ada sifat amanah, tabligh (menyampaikan) dan juga sifat
fatonah (bijaksana).

Orang mukmin yang sebenar, lebih-lebih lagilah orang yang bertaqwa bukan
percaya setakat itu sahaja tetapi dia juga mengikuti sunnah Rasul. Dia ikuti
sunnah Rasul dalam apa aspek sekalipun termasuk dalam hal makan minum,
ber-pakaian, rumah tangga, pergaulan, masyarakat, dalam berjuang dan
berjihad, dalam pendidikan dan pelajaran, dalam ekonomi pentadbiran
hinggalah kepada soal-soal negara dan alam sejagat.

Jadi orang mukmin dan orang bertaqwa itu, dia bukan sahaja percaya
dengan adanya para rasul yang bermula dari Nabi Adam a.s. hinggalah
kepada Rasulullah SAW tetapi dia juga ikut menegakkan sunnah Rasulullah
SAW atau perjalanan Rasulullah atau cara hidup Rasulullah. Barulah dengan
itu akan tertegak dan akan nampak syiar Islam. Dalam Al Quran, kita
disuruh oleh Allah untuk mene-gakkan syiar.

Firman Allah SWT: Barangsiapa yang membesarkan syiar-syiar Allah,


maka sesungguhnya itulah daripada hati yang bertaqwa. (Al Hajj: 32)
Orang yang belum mukmin sukar untuk mengikut sunnah Rasulullah.
Mereka setakat percaya Rasul itu ada sifat-sifat yang wajib padanya. Akal
dapat percaya dan menerimanya tetapi belum sampai menghayati keyakinan
itu di dalam hati. Sebab itu dia tidak mampu mengikut perjalanan hidup
Rasulullah. Dia lebih mudah ikut cara hidup bintang filem, ahli sukan
bahkan cara hidup orang Barat, Yahudi dan Amerika dari mengikut cara
hidup Rasulullah.

3. Tidak Ragu

Orang mukmin yang sebenar dan orang bertaqwa, keyakinan-nya tidak


goyang walaupun datang ribut taufan. Keyakinannya pada Allah dan Rasul
tetap kuat dan padu walaupun orang caci maki dia, walaupun datang
peperangan yang begitu sengit dan sebagainya. Hatinya juga tidak berganjak
sedikit pun walaupun datang susah atau senang di dalam kehidupannya.

4. Mengorbankan Harta dan Diri di Jalan Allah

Orang mukmin yang sebenar dan orang bertaqwa itu, dia mengorbankan
hartanya, jiwanya, dirinya dan tenaganya di jalan Allah. Iaitu dia berkorban
menegakkan hukum-hakam Allah yang lima iaitu wajib, sunat, haram,
makruh dan harus di dalam kehidupan. Sama ada dalam hal yang mengenai
dirinya ataupun rumah tangganya, pergaulannya, kenduri-kendaranya,
pendidikannya, ekonominya, politiknya dan seterusnya kepada persoalan
negara dan hubungan sejagat.

Di dalam ayat yang lain, Allah SWT berfirman: Sesungguhnya mendapat


kemenangan orang mukmin yang khusyuk dalam sembahyangnya. Dan
mereka yang menghindari perkara-perkara yang sia-sia. Dan mereka
menunaikan zakat. Dan mereka yang menjaga kehormatan kecuali pada
isteri mereka dan hamba sahaya milik mereka, maka mereka itu tidaklah
dicela. Dan mereka yang melakukan sebaliknya itu adalah melampaui batas.
Mereka yang menunaikan amanah dan janji-janji mereka, mereka yang
sentiasa memelihara sembahyang mereka. Mereka itulah yang mempusakai
Syurga Firdaus dan mereka akan kekal di dalamnya. (Al Mukminun: 1-11)

Disenaraikan dalam ayat ini sifat-sifat orang mukmin seperti berikut:

1. Khusyuk dalam sembahyang

2. Menghindar dari perkara-perkara yang sia-sia


3. Menunaikan zakat

4. Menjaga kehormatan

5. Menunaikan amanah

6. Menunaikan janji

7. Sentiasa memelihara sembahyang.

III. KESIMPULAN
Akhlak adalah kata jamak dari kata khuluk, berasal dari bahasa Arab yang
berarti perangai, tingkah laku, atau karakter.Ada empat hal yang harus ada
apabila seseorang ingin dikatakan berakhlak.

1. Kesadaran akan perbuatan itu

2. Kemampuan melakukan perbuatan.

3. Perbuatan yang baik atau buruk.

4. Kondisi jiwa yang membuat cenderung melakukan perbuatan baik


atau buruk.

Perbedaan antara akhlak dengan etika, moral, kesusilaan dan kesopanan


dapat kita lihat pada sifat dan kawasan pembahasannya, di mana etika lebih
bersifat teoritis dan memandang tingkah laku manusia secara umum,
sedangkan moral dan susila lebih bersifat praktis, yang ukurannya adalah
bentuk perbuatan. Etika dimulai bila manusia merefleksikan unsur-unsur
etis dalam pendapat-pendapat spontan kita.

Taqwa / takwa dalam bahasa Arab berarti memelihara diri dari siksaan Allah
dengan mengikuti segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya;
tidak cukup diartikan dengan takut saja.

Allah berfirman:

"Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan


bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal." (QS. Al-Baqarah:
197)

"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar


takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam
keadaan beragama Islam." (QS. Ali Imran: 102)

Você também pode gostar