Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Definisi:
Anasthesi berasal dari bahasa Yunani an-"tidak, tanpa" dan aesthtos, "persepsi, kemampuan
untuk merasa"), yang secara umum berarti suatu tindakan menghilangkan rasa sakit seperti reversibel amnesia,
analgesia, kehilangan kesadaran, hilangnya refleks otot rangka dan penurunan respons stres serta penurunan sistem
pernafasan dan sirkulasi Kardiovaskuler. Anasthesia umum bisa diaplikasikan secara injeksi, inhalasi atau kombinasi
keduanya.
Pembiusan lokal hilangnya rasa pada daerah tertentu yang diinginkan (pada
sebagian kecil daerah tubuh).
Pembiusan regional hilangnya rasa pada bagian yang lebih luas dari tubuh
oleh blokade selektif pada jaringan spinal atau saraf yang berhubungan
dengannya
Anestesi diperlukan untuk banyak prosedur pembedahan pada hewan, selain itu dapat
digunakan juga untuk prosedur diagnostik tertentu seperti endoskopi abdomen atau
saluran pernafasan, pengambilan sampel sumsum tulang, dan kadang-kadang USG.
Hewan yang agresif mungkin memerlukan anestesi untuk menangani dan melakukan
pemeriksaan fisik serta pada prosedur pengambilan darah untuk pengujian, pada saat
pengambilan foto rontgen (untuk burung atau hewan lain yang sulit ditangani). Anastesi
juga diperlukan untuk penanganan kateterisasi saluran kencing untuk menghilangkan
obstruksi, biopsi tumor, atau mengeluarkan cairan dari mata untuk mengobati
glaucoma.
Pembagian Anastesi.
1.
Anastesi Inhalasi
Lebih aman dan lebih ampuh dibandingkan anastesi injeksi, karena sangat
mudah untuk dikontrol kedalaman pembiusannya serta residu obatnya
dikeluarkan melalui pernafasan proses ini akan mengurangi ketergantungan obat
untuk dimetabolis dalam tubuh, sehingga proses toksisitasnya rendah. Golongan
anastesi inhalasi diantaranya adalah: Dietil eter, Halothan, Isoflurane,
Methoxyflurane, Enflurane, Sevoflurane, Desflurane, Nitrose Oxide.
2.
Anastesi Injeksi.
Karena zat anastesi injeksi dimetabolisme oleh hati dan ginjal maka anastesi
injeksi tidak disarankan untuk diberikan pada hewan yang mengalami gangguan
pada ginjal dan hati.
Proses pemasukan obat melalui suntikan secara subkutan (SC); Intramuskular (IM)
serta Intravena (IV).
Adapun golongan obat bius yang penggunaannya melalui suntikan/injeksi beberapa
diantaranya adalah:
Golongan Neuroleptanalgesik.
Barbiturat.
1.
3.
Thiopental dan Thyamilal bersifat ultra short acting sama dengan methohexital
dengan durasi sekitar 15 20 menit, biasanya digunakan sebagai obat induksi
untuk intubasi pada saat akan dilakukan pemberian anestesi inhalasi.
4.
Sifat kerja golongan barbiturat ini adalah menekan sistem susunan syaraf pusat
sehingga dapat digunakan sebagai obat analgesia atau anastesia. Kematian akibat
pemberian anastesi golongan ini dikarenakan tidak dilakukannya perawatan
yang serius. Barbiturat akan menekan enzim mikrosomal hati dan mungkin akan
meningkatkan metabolik rate dari obat lain dosis yang diberikan harus
diperhatikan.
5.
Barbiturat kurang larut dalam air dan hanya efektif diaplikasikan secara IV (dan
IP pada hewan laboratorium). Karena sifatnya yang asam maka dapat
menyebabkan iritasi apabila disuntikkan IP, serta mengakibatkan nekrosa bila
injeksi IV nya mengalami kebocoran/ merembes.
Cyclohexamine.
Ketamine dan Tiletamin merupakan anastesi yang tidak menekan sistem syaraf pusat.
Sediaan Ketamin adalah 100 mg/ml sedangkan Tiletamin dikombinasikan dengan
zolezepam, obat ini dapat diaplikasikan secara IM, IV, IP dan apaibila diaplikasikan
secara IM atau IP akan terasa sakit. Induksi secara IM dapat berlangsung 3 5 menit
saja. Obat dapat ditambahkan sesuai dengan dosis yang telah diberikan.
Evaluasi Pasien
Pasien sebelum dilakukan pembiusan terlebih dahulu harus dilakukan pemeriksaan
terhadap umur, suhu badan, penampilan fisik dan kondisi umum. Apakah umur hewan
sudah tua/masih muda? Hewan dalam keadaan ketakutan atau tidak? Hewan sedang
marah/tidak? Dan lain-lain.
Seorang dokter hewan harus menjelaskan secara terbuka kepada pemilik tentang semua
efek dan proses pemberian anastesia, bahwa setiap obat bius yang diberikan akan
menimbulkan efek samping pada tubuh hewan bahkan kemungkinan terburuk seperti
kematian akibat efek shok pemberian obat biuspun harus dijelaskan, oleh karena itu
sebaiknya dokter hewan/klinik hewan/rumah sakit disarankan untuk menyiapkan
lembar persetujuan operasi sebagai media/bukti persetujuan pemilik (info concern)
yang isinya menjelaskan efek samping dan proses operasi yang akan dilaksanakan dan
menyatakan bahwa pemilik sudah memahami segala resiko yang akan terjadi.
Adapun data yang perlu diketahui dari pasien yang akan di anasthesia:
1.
Sejarah Hewan
2.
3.
4.
Sejarah Hewan
Perlu diketahui hewan tersebut apakah sudah berumur atau belum kemudian apakah
sudah pernah dioperasi sebelumnya, apakah mempunyai penyakit-penyakit kelainan
metabolisme atau tidak serta apakah hewan tersebut mempunyai alergi terhadap obat.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik secara umum dilakukan pada hewan meliputi kondisi hewan tersebut
apakah kegemukan, kaheksia, dehidrasi, lemah atau sedang hamil. Pada hewan yang
gemuk pemberian anasthesi kadang dapat mengakibatkan dyspnoe sehingga pemberian
dosis obat bius pada hewan yang obesitas sebaiknya dikalkulasi berdasarkan berat
badan ideal ukuran hewan tersebut.
Pada hewan yang sedang bunting muda sebaiknya tidak diberi xylazine sebagai
anasthesi atau analgesi karena dapat mengakibatkan keguguran.
Pemeriksaan Laboratorium
Sebelum melakukan pembiusan sebaiknya dilakukan juga pemeriksaan laboratorium
sebagai referensi kelayakan hewan untuk dibius.
Adapun uji laboratorium yang harus dilakukan ; Pemeriksaan CBC, Hematologi, Kimia
darah dan urin analisis.
CBC meliputi PCV, Hb, TPP, WBC, RBC dan Platelet sedangkan kimia darah
diantaranya adalah pemeriksaan untuk fungsi hati (ALT, ALP dan TP), fungsi ginjal
(BUN, Creatinin, Ureum), glukosa darah dan serum elektrolit.
Pre anastesi
Hewan setelah dilakukan pemeriksaan klinis dan laboratorium disarankan untuk puasa
selama 8 12 jam sebelum pemberian anastesi, hal ini dikarenakan salah satu efek dari
obat bius adalah dapat menimbulkan reaksi muntah, yang berakibat hewan akan
mengalami tersedak (slick pneumonia) karena saluran pernafasannya tersumbat.
Tidak ada obat-obatan preanastesi yang tidak mempunyai efek samping. Semua
pemberian preanastesi harus dilakukan setelah pemeriksaan kondisi hewan (spesies
hewan, status fisik, temperamen hewan).
Menghambat stimulasi syaraf vagus sehingga efek pemberian atropin adalah
mempercepat kerja denyut jantung (takikardia).
Mengurangi sekresi air mata, oleh karena itu hewan yang disuntik atropin harus
diberi salep mata untuk mencegah mata kering.
Glikopirolat merupakan obat antikolinergik lain yang mempunyai efek sama dengan
atropin hanya saja glikkopirolat bertendensi sedikit mempunyai efek takikardia dan
aritmia dibandingkan atropin, oleh sebab itu glikopirolat disarankan untuk dipakai
sebagai obat preanastesi pada anjing yang mempunyai gejala takikardia.
Antidota untuk kelebihan dosis atropin adalah physostigmin 0.02 mg/kg BB atau
maksimal 0.5 mg/ hewan disuntikkan secara IV dan diulangi setiap 5-10 menit sekali
jika diperlukan hingga mencapai dosis 2 mg/hewan.
Tranquilizer/Sedativa
Golongan obat-obatan tranquilizer adalah golongan phenotiazine, benzodiazepin, dan
thiazine, bekerja terhadap susunan syaraf pusat yang menghasilkan ketenangan dan
tranquil, tetapi obat-obatan ini dapat juga mengakibatkan ataksia dan prolaps membran
nictitans dan kebanyakan obat-obatan ini tidak menimbulkan efek analgesik.
Xylazin dikemas dalam bentuk larutan 2% (20 mg/ml) untuk hewan kecil, dapat
digunakan secara tunggal atau dikombinasi dengan ketamine, opoid dengan aplikasi IM
atau IV. Antidota xylazin adalah yohimbin dengan dosis 0,1 mg/kg BB secara IV.
Kombinasi Medetomidin dengan ketamin memberikan efek analgesia dan relaksasi otot
yang lebih baik daripada kombinasi ketamin dengan xylazin atau ketamin dengan
diazepam. Tetapi harus diperhatikan bahwa kombinasi ketamin dengan medetomidin
dapat menyebabkan hipoksemia, sehingga pemberian oksigen sebaiknya dilakukan.
Pada tahapan ini hewan akan mengalami pusing, kehilangan orientasi, kurang peka
terhadap sentuhan dan rasa sakit. Indera pendengaran peka terhadap suara-suara
Stadium II : Eksitasi
Mulai mengalami kehilangan kesadaran. Tetapi refleks masih ada,pupil dilatasi, mulut
pasien masih ada gerakan seperti mengunyah rasa sakit masih ada. Pernafasan tidak
teratur
Apabila stadium III ditingkatkan akan berbahaya bagi pasien, pasien akan kolaps,
pernafasan dan denyut jantung akan berhenti dan mati.
Anestesi
Istilah anestesi dimunculkan pertama kali oleh dokter Oliver Wendell Holmes (1809-1894)
berkebangsaan Amerika, diturunkan dari dua kata Yunani : An berarti tidak, danAesthesis berarti rasa
atau sensasi nyeri. Secara harfiah berarti ketiadaan rasa atau sensasi nyeri. Dalam arti yang lebih luas,
anestesi berarti suatu keadaan hilangnya rasa terhadap suatu rangsangan. Pemberian anestetikum
dilakukan untuk mengurangi dan menghilangkan rasa nyeri baik disertai atau tanpa disertai hilangnya
kesadaran. Seringkali anestesi dibutuhkan pada tindakan yang berkaitan dengan pembedahan.
Anestetikum yang diberikan pada hewan akan membuat hewan tidak peka terhadap rasa nyeri sehingga
hewan menjadi tenang, dengan demikian tindakan diagnostik, terapeutik atau pembedahan dapat
dilaksanakan lebih aman dan lancar.
Perjalanan waktu sepanjang sejarah menunjukkan bahwa anestesi pada hewan digunakan untuk
menghilangkan rasa dan sensasi terhadap suatu rangsangan yang merugikan (nyeri), menginduksi
relaksasi otot, dan terutama untuk membantu melakukan diagnosis atau proses pembedahan yang aman.
Alasan lain penggunaan anestesi pada hewan adalah untuk melakukan pengendalian hewan (restraint),
keperluan penelitian biomedis, pengamanan pemindahan (transportasi) hewan liar, pemotongan hewan
yang humanis, dan untuk melakukan ruda paksa (euthanasia). Secara umum tujuan pemberian
anestetikum pada hewan adalah mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri dengan meminimalkan
kerusakan organ tubuh dan membuat hewan tidak terlalu banyak bergerak. Semua tujuan anestesi dapat
dicapai dengan pemberian obat anestetikum secara tunggal maupun dalam bentuk balanced anesthesia,
yaitu mengkombinasikan beberapa agen anestetikum maupun dengan agen preanestetikum.
Klasifikasi Anestesi
Keadaan teranestesi dapat dihasilkan secara kimia dengan obat-obatan dan secara fisik melalui
penekanan sensori pada syaraf. Obat-obatan anestetika umumnya diklasifikasikan berdasarkan rute
penggunaannya, yaitu: 1). Topikal misalnya melalui kutaneus atau membrana mukosa; 2). Injeksi seperti
intravena, subkutan, intramuskular, dan intraperitoneal; 3). Gastrointestinal secara oral atau rektal; dan
4). Respirasi atau inhalasi melalui saluran nafas (Tranquilli et al. 2007).
Anestetetikum juga dapat diklasifikasikan berdasarkan daerah atau luasan pada tubuh yang
dipengaruhinya, yaitu : 1). Anestesi lokal, terbatas pada tempat penggunaan dengan pemberian secara
topikal, spray, salep atau tetes, dan infiltrasi. 2). Anestesi regional, mempengaruhi pada daerah atau regio
tertentu dengan pemberian secara perineural, epidural, dan intratekal atau subaraknoid. 3). Anestesi
umum, mempengaruhi seluruh sistem tubuh secara umum dengan pemberian secara injeksi, inhalasi,
atau gabungan (balanced anaesthesia).
BAB II
PEMBAHASAN
Anestesi Umum
Anestesi umum adalah keadaan hilangnya nyeri di seluruh tubuh dan hilangnya kesadaran yang
bersifat sementara yang dihasilkan melalui penekanan sistem syaraf pusat karena adanya induksi secara
farmakologi atau penekanan sensori pada syaraf. Agen anestesi umum bekerja dengan cara menekan
sistem syaraf pusat (SSP) secara reversibel (Adams 2001). Anestesi umum merupakan kondisi yang
dikendalikan dengan ketidaksadaran reversibel dan diperoleh melalui penggunaan obat-obatan secara
injeksi dan atau inhalasi yang ditandai dengan hilangnya respon rasa nyeri (analgesia), hilangnya ingatan
(amnesia), hilangnya respon terhadap rangsangan atau refleks dan hilangnya gerak spontan (immobility),
serta hilangnya kesadaran (unconsciousness).
Mekanisme kerja anestesi umum pada tingkat seluler belum diketahui secara pasti, tetapi dapat
dihipotetiskan mempengaruhi sistem otak karena hilangnya kesadaran, mempengaruhi batang otak
karena hilangnya kemampuan bergerak, dan mempengaruhi kortek serebral karena terjadi perubahan
listrik pada otak. Anestesi umum akan melewati beberapa tahapan dan tahapan tersebut tergantung pada
dosis yang digunakan. Tahapan teranestesi umum secara ideal dimulai dari keadaan terjaga atau sadar
kemudian terjadi kelemahan dan mengantuk (sedasi), hilangnya respon nyeri (analgesia), tidak bergerak
dan relaksasi (immobility), tidak sadar (unconsciousness), koma, dan kematian atau dosis berlebih.
Anestesi umum yang baik dan ideal harus memenuhi kriteria : tiga komponen anestesi atau trias
anestesi (sedasi, analgesi, dan relaksasi), penekanan refleks, ketidaksadaran, aman untuk sistem vital
(sirkulasi dan respirasi), mudah diaplikasikan dan ekonomis. Dengan demikian, tujuan utama dilakukan
anestesi umum adalah upaya untuk menciptakan kondisi sedasi, analgesi, relaksasi, dan penekanan
refleks yang optimal dan adekuat untuk dilakukan tindakan dan prosedur diagnostik atau pembedahan
tanpa menimbulkan gangguan hemodinamik, respiratorik, dan metabolik yang dapat mengancam
Agen anestesi umum dapat digunakan melalui injeksi, inhalasi, atau melalui gabungan secara
injeksi dan inhalasi. Anestetikum dapat digabungkan atau dikombinasikan antara beberapa anestetikum
atau dengan zat lain sebagai preanestetikum dalam sebuah teknik yang disebut balanced
anesthesia untuk mendapatkan efek anestesi yang diinginkan dengan efek samping minimal. Anestetika
umum inhalasi yang sering digunakan pada hewan adalah halotan, isofluran, sevofluran, desfluran, dietil
eter, nitrous oksida dan xenon. Anestetika umum yang diberikan secara injeksi meliputi barbiturat
(tiopental, metoheksital, dan pentobarbital), cyclohexamin (ketamine, tiletamin), etomidat, dan propofol.
Tujuan Anestesi Umum:
anestesi umum menjamin hdp pasien, yg memungkinkan operator melakukan tindakan bedah dg
leluasa dan menghilakan rasa nyeri.
Preanestesi
Preanestesi adalah pemberian zat kimia sebelum tindakan anestesi umum dengan tujuan utama
menenangkan pasien, menghasilkan induksi anestesi yang halus, mengurangi dosis anestetikum,
mengurangi atau menghilangkan efek samping anestetikum, dan mengurangi nyeri selama operasi
maupun pasca operasi (Debuf 1991; McKelvey dan Hollingshead 2003). Pemilihan preanestetikum
dipertimbangkan sesuai dengan spesies, status fisik pasien, derajat pengendalian, jenis operasi, dan
kesulitan dalam pemberian anestetikum (Booth dan Branson 1995).
Preanestetikum yang paling umum digunakan pada hewan adalah atropine, acepromazin, xylazine,
diazepam, midazolam, dan opioid atau narkotik. Atropine digunakan untuk mengurangi salivasi, peristaltik
dan mengurangi bradikardia akibat anestesi. Acepromazin digunakan sebagai penenang atau tranquilizer.
Xylazine, medetomidin, diazepam, dan midazolam digunakan sebagai agen sedatif dan merelaksasi otot.
Opioid atau narkotik digunakan untuk mengurangi rasa sakit, seperti disajikan pada Gambar.
Antikolinergik : Atropine, Scopolamine, Aminopentamid, Glikopirolat.
Komplikasi
Komplikasi (penyulit) kadang-kadang datangnya tidak diduga kendatipun tindakan anestesi
sudah dilaksanakan dengan baik. Komplikasi dapat dicetuskan oleh tindakan anesthesia sendiri
atau kondisi pasien. Penyulit dapat timbl pada waktu pembedahan atau kemudian segera ataupun
belakangan setelah pembedahan (lebih dari 12jam).
1. Komplikasi Kardiovasklar
a) Hipotensi : tekanan systole kurang dari 70mmHg atau turun 25% dari sebelumnya.
b) Hipertensi : umumnya tekanan darah dapat meningkat pada periode induksi dan pemulihan
anestesia. Komplikasi ini dapat membahayakan khususnya pada penyakit jantung, karena jantung
akan bekerja keras dengan kebutuhan o2 mokard yang meningkat, bila tak tercukupi dapat timbl
iskemia atau infark miokard. Namun bila hipertensi karena tidak adekuat dapat dihilangkan
dengan menambah dosis anestetika.
c) Aritmia Jantung : anestesi ringan yang disertai maniplasi operasi dapat merangsang saraf
simpatiks, dapat menyebabkan aritmia. Bradikardia yang terjadi dapat diobati dengan atropin
d) Payah Jantung : mungkin terjadi bila pasien mendapat cairan IV berlebihan.
2. Penyulit Respirasi
a) Obstruksi jalan nafas
b) Batuk
c) Cekukan (Hiccup)
d) Intubasi endobronkial
e) Apnu (Henti Nafas)
f) Atelektasis
g) Pnemotoraks
h) Muntah dan Regurgitas
3. Komplikasi Mata
a) Laserasi Kornea
b) Menekan bola mata terlalu kuat
4. Perubahan Cairan Tubuh
a) Hipovolemia
b) Hipervolemia
5. Komplikasi Neurologi
a) KonvulsiTerlambat sadar
b) Cidera saraf tepi (perifer)
6. Komplikasi Lain-Lain
a) Menggihil
b) Gelisah setelah anestesi
c) Mimpi buruk
d) Sadar selama operasi
e) Kenaiakn suhu tubuh
f) Hipersensitif
Stadiun 1 atau stadium analgesi adalah stadium awal anestesi yang terjadi segera setelah
dilakukan anestesi secara inhalasi atau injeksi. Hewan pada stadium ini masih sadar tetapi kehilangan
orientasi dan menurunnya sensitifitas terhadap rasa nyeri. Respirasi dan denyut jantung masih normal
atau meningkat, dan semua refleks masih ada; Stadium 2 atau stadium delirium atau eksitasi adalah
stadium yang dimulai dari hilangnya kesadaran. Semua refleks masih ada dan bisa muncul berlebihan.
Hewan masih dapat mengunyah, menelan, dan mulut umumnya menganga. Kondisi pupil yang dilatasi
tetapi akan berkontriksi apabila ada rangsangan sinar. Stadium ini berjalan cepat dan bahkan akan
terlewati apabila diberikan preanestesi yang baik. Stadium 2 akan berakhir apabila hewan menunjukkan
tanda relaksasi otot, respirasi menurun, dan terjadi penurunan refleks; Stadium 3 atau stadium
pembedahan adalah stadium melakukan tindakan bedah dan dibagi menjadi empat plane, yaitu plane 1
atau anestesi ringan, plane 2 atau anestesi pembedahan, plane 3 atau anestesi dalam, dan plane 4 atau
paralisa; dan Stadium 4 atau stadium terminal (stadium kelebihan dosis).
DAFTAR PUSTAKA
Hughes, J.M.L. 2008. Anaesthesia for the geriatric dog and cat. 61. Irish Veterinary..............02.
Richard Bednarski, MS, DVM, DACVA (Chair), Kurt Grimm, DVM, MS, PhD, DACVA,
DACVCP, Ralph Harvey, DVM, MS, DACVA, Victoria M. Lukasik, DVM, DACVA, W. Sean
Penn, DVM, DABVP (Canine/Feline),Brett Sargent, DVM, DABVP (Canine/Feline), Kim
Spelts, CVT, VTS, CCRP (Anesthesia), Robert Smith, MD. 2011. AAHA Anesthesia Guidelines
for Dogs and Cats. VETERINARY PRACTICE GUIDELINES. 377. www.JAAHA.ORG. 02.