Você está na página 1de 22

Anastesi Umum

Definisi:
Anasthesi berasal dari bahasa Yunani an-"tidak, tanpa" dan aesthtos, "persepsi, kemampuan
untuk merasa"), yang secara umum berarti suatu tindakan menghilangkan rasa sakit seperti reversibel amnesia,
analgesia, kehilangan kesadaran, hilangnya refleks otot rangka dan penurunan respons stres serta penurunan sistem
pernafasan dan sirkulasi Kardiovaskuler. Anasthesia umum bisa diaplikasikan secara injeksi, inhalasi atau kombinasi
keduanya.

Obat untuk menghilangkan nyeri terbagi ke dalam 2 kelompok, yaituanalgetikanestesi.


Analgetik adalah obat pereda nyeri tanpa disertai hilangnya rasa sakit secara total.
Hewan yang diberi analgetik tetap berada dalam keadaan sadar. Analgesik tidak selalu
menghilangkan seluruh rasa nyeri, tetapi selalu meringankan rasa nyeri. dan

Beberapa jenis anestesi menyebabkan hilangnya kesadaran, sedangkan jenis yang


lainnya hanya menghilangkan rasa nyeri dari bagian tubuh tertentu dan hewan tetap
sadar.

Beberapa tipe anestesi adalah:

Pembiusan total hilangnya kesadaran total

Pembiusan lokal hilangnya rasa pada daerah tertentu yang diinginkan (pada
sebagian kecil daerah tubuh).

Pembiusan regional hilangnya rasa pada bagian yang lebih luas dari tubuh
oleh blokade selektif pada jaringan spinal atau saraf yang berhubungan
dengannya

Anestesi diperlukan untuk banyak prosedur pembedahan pada hewan, selain itu dapat
digunakan juga untuk prosedur diagnostik tertentu seperti endoskopi abdomen atau
saluran pernafasan, pengambilan sampel sumsum tulang, dan kadang-kadang USG.
Hewan yang agresif mungkin memerlukan anestesi untuk menangani dan melakukan
pemeriksaan fisik serta pada prosedur pengambilan darah untuk pengujian, pada saat
pengambilan foto rontgen (untuk burung atau hewan lain yang sulit ditangani). Anastesi
juga diperlukan untuk penanganan kateterisasi saluran kencing untuk menghilangkan
obstruksi, biopsi tumor, atau mengeluarkan cairan dari mata untuk mengobati
glaucoma.

Pembagian Anastesi.

1.
Anastesi Inhalasi

Lebih aman dan lebih ampuh dibandingkan anastesi injeksi, karena sangat
mudah untuk dikontrol kedalaman pembiusannya serta residu obatnya
dikeluarkan melalui pernafasan proses ini akan mengurangi ketergantungan obat
untuk dimetabolis dalam tubuh, sehingga proses toksisitasnya rendah. Golongan
anastesi inhalasi diantaranya adalah: Dietil eter, Halothan, Isoflurane,
Methoxyflurane, Enflurane, Sevoflurane, Desflurane, Nitrose Oxide.

2.

Anastesi Injeksi.

Karena zat anastesi injeksi dimetabolisme oleh hati dan ginjal maka anastesi
injeksi tidak disarankan untuk diberikan pada hewan yang mengalami gangguan
pada ginjal dan hati.

Proses pemasukan obat melalui suntikan secara subkutan (SC); Intramuskular (IM)
serta Intravena (IV).
Adapun golongan obat bius yang penggunaannya melalui suntikan/injeksi beberapa
diantaranya adalah:

Golongan Barbiturat : Sodium Thiopental, Sodium Thyamilal, Sodium


Pentobarbital, Methohexital.

Golongan Cyclohexamine : Ketamine HCl, Tiletamin dan Propofol.

Golongan Neuroleptanalgesik.

Golongan anastesi lokal : Procaine, bupivicaine, lidocaine, Propaicaine,

Barbiturat.

1.

Phenobarbital, merupakan anestesi yang bersifat longest acting, pemakaiannya


hanya untuk sedasi dan antikonvulsi.
2.

Phentobarbital, bersifat short acting dan dipakai sebagai anastesi tunggal


ataupun analgesik yang diberikan secara intarvena. 50-70% obat yang disuntikan
dalam sekejap akan menyebabkan hewan hilang kesadarannya diikuti dengan
relaksasi otot rahang (indikasi untuk melakukan intubasi) (onset) sedangkan
durasi obat ini cukup panjang 45 - 120 menit .

3.

Thiopental dan Thyamilal bersifat ultra short acting sama dengan methohexital
dengan durasi sekitar 15 20 menit, biasanya digunakan sebagai obat induksi
untuk intubasi pada saat akan dilakukan pemberian anestesi inhalasi.

4.

Sifat kerja golongan barbiturat ini adalah menekan sistem susunan syaraf pusat
sehingga dapat digunakan sebagai obat analgesia atau anastesia. Kematian akibat
pemberian anastesi golongan ini dikarenakan tidak dilakukannya perawatan
yang serius. Barbiturat akan menekan enzim mikrosomal hati dan mungkin akan
meningkatkan metabolik rate dari obat lain dosis yang diberikan harus
diperhatikan.

5.

Barbiturat kurang larut dalam air dan hanya efektif diaplikasikan secara IV (dan
IP pada hewan laboratorium). Karena sifatnya yang asam maka dapat
menyebabkan iritasi apabila disuntikkan IP, serta mengakibatkan nekrosa bila
injeksi IV nya mengalami kebocoran/ merembes.

Cyclohexamine.
Ketamine dan Tiletamin merupakan anastesi yang tidak menekan sistem syaraf pusat.
Sediaan Ketamin adalah 100 mg/ml sedangkan Tiletamin dikombinasikan dengan
zolezepam, obat ini dapat diaplikasikan secara IM, IV, IP dan apaibila diaplikasikan
secara IM atau IP akan terasa sakit. Induksi secara IM dapat berlangsung 3 5 menit
saja. Obat dapat ditambahkan sesuai dengan dosis yang telah diberikan.

Evaluasi Pasien
Pasien sebelum dilakukan pembiusan terlebih dahulu harus dilakukan pemeriksaan
terhadap umur, suhu badan, penampilan fisik dan kondisi umum. Apakah umur hewan
sudah tua/masih muda? Hewan dalam keadaan ketakutan atau tidak? Hewan sedang
marah/tidak? Dan lain-lain.
Seorang dokter hewan harus menjelaskan secara terbuka kepada pemilik tentang semua
efek dan proses pemberian anastesia, bahwa setiap obat bius yang diberikan akan
menimbulkan efek samping pada tubuh hewan bahkan kemungkinan terburuk seperti
kematian akibat efek shok pemberian obat biuspun harus dijelaskan, oleh karena itu
sebaiknya dokter hewan/klinik hewan/rumah sakit disarankan untuk menyiapkan
lembar persetujuan operasi sebagai media/bukti persetujuan pemilik (info concern)
yang isinya menjelaskan efek samping dan proses operasi yang akan dilaksanakan dan
menyatakan bahwa pemilik sudah memahami segala resiko yang akan terjadi.

Adapun data yang perlu diketahui dari pasien yang akan di anasthesia:

1.

Sejarah Hewan

2.

Pemeriksaan fisik secara lengkap

3.

Prosedural pemberian anasthesia

4.

Tes dignostik penunjang

Sejarah Hewan
Perlu diketahui hewan tersebut apakah sudah berumur atau belum kemudian apakah
sudah pernah dioperasi sebelumnya, apakah mempunyai penyakit-penyakit kelainan
metabolisme atau tidak serta apakah hewan tersebut mempunyai alergi terhadap obat.

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik secara umum dilakukan pada hewan meliputi kondisi hewan tersebut
apakah kegemukan, kaheksia, dehidrasi, lemah atau sedang hamil. Pada hewan yang
gemuk pemberian anasthesi kadang dapat mengakibatkan dyspnoe sehingga pemberian
dosis obat bius pada hewan yang obesitas sebaiknya dikalkulasi berdasarkan berat
badan ideal ukuran hewan tersebut.

Pada hewan yang sedang bunting muda sebaiknya tidak diberi xylazine sebagai
anasthesi atau analgesi karena dapat mengakibatkan keguguran.

Indikasi dari fungsi kardiovaskuler dapat dideteksi dengan melakukan pemeriksaan


CRT (Capillary Refill Time) pada selaput lendir gusi, konjungtiva, vulva atau ujung
prepucium.
Pemeriksaan lainnya adalah refleks pupil (kontriksi atau dilatasi), Jantung dan paru-
paru (Detak Jantung normal anjing adalah 60 180 detak per menit, anjing ras kecil
akan lebih cepat dibandingkan ras besar. Sedangkan kucing 110-120 detak per menit)
hewan stress ketakutan atau selesai latihan biasanya denyut jantungnya akan lebih
cepat dari normal. Pulsus dapat dipemeriksa melalui a. femoralis,
a.metacarpal/tarsal untuk mengetahui tekanan darah sistolik, bila pulsusnya lemah
menunjukkan hipotensi.

Pemeriksaan Laboratorium
Sebelum melakukan pembiusan sebaiknya dilakukan juga pemeriksaan laboratorium
sebagai referensi kelayakan hewan untuk dibius.

Adapun uji laboratorium yang harus dilakukan ; Pemeriksaan CBC, Hematologi, Kimia
darah dan urin analisis.

CBC meliputi PCV, Hb, TPP, WBC, RBC dan Platelet sedangkan kimia darah
diantaranya adalah pemeriksaan untuk fungsi hati (ALT, ALP dan TP), fungsi ginjal
(BUN, Creatinin, Ureum), glukosa darah dan serum elektrolit.

Pemeriksaan Diagnostik lain yang diperlukan adalah Radiologi dan EKG.

Tahapan Pelaksanaan Anastesi

Pre anastesi
Hewan setelah dilakukan pemeriksaan klinis dan laboratorium disarankan untuk puasa
selama 8 12 jam sebelum pemberian anastesi, hal ini dikarenakan salah satu efek dari
obat bius adalah dapat menimbulkan reaksi muntah, yang berakibat hewan akan
mengalami tersedak (slick pneumonia) karena saluran pernafasannya tersumbat.

Obat-obatan preanastesi yang umum diberikan sebelum dilakukan pembiusan antara


lain : Acepromazine, Atropin Sulfat, Xylazine, Medetomidine, Diazepam, dan agen
opoid yang lain.

Tidak ada obat-obatan preanastesi yang tidak mempunyai efek samping. Semua
pemberian preanastesi harus dilakukan setelah pemeriksaan kondisi hewan (spesies
hewan, status fisik, temperamen hewan).

Pemakaian obat preanastesi


Atropin Sulfat
Merupakan antikolinergik yang mempunyai efek sebagai reseptor dalam menekan
neurotransmitter asetil alkalin. Atropin bekerja setelah 20 menit disuntikan secara SC.

Efek atropin antara lain:


Menghambat stimulasi syaraf vagus sehingga efek pemberian atropin adalah
mempercepat kerja denyut jantung (takikardia).

Mengurangi produksi air liur.

Mengurangi aktivitas peristaltik gastrointestinal

Menyebabkan dilatasi pupil (mydriasis)

Mengurangi sekresi air mata, oleh karena itu hewan yang disuntik atropin harus
diberi salep mata untuk mencegah mata kering.

Menyebabkan dilatasi bronchus

Meningkatkan produksi sekresi mukus dalam saluran pernafasan (terjadi pada


kucing) akan menjadi predisposisi menghambat saluran pernafasan. Oleh karena
itu tidak disarankan untuk memberikan atropin pada kucing sebagai obat
preanastesi.

Glikopirolat merupakan obat antikolinergik lain yang mempunyai efek sama dengan
atropin hanya saja glikkopirolat bertendensi sedikit mempunyai efek takikardia dan
aritmia dibandingkan atropin, oleh sebab itu glikopirolat disarankan untuk dipakai
sebagai obat preanastesi pada anjing yang mempunyai gejala takikardia.

Obat-obatan antikolinergik sebaiknya tidak diberikan pada hewan yang mengalami


konstipasi atau gangguan penyumbatan ilium sifatnya yang mengurangi reaksi
peristaltik usus.

Antidota untuk kelebihan dosis atropin adalah physostigmin 0.02 mg/kg BB atau
maksimal 0.5 mg/ hewan disuntikkan secara IV dan diulangi setiap 5-10 menit sekali
jika diperlukan hingga mencapai dosis 2 mg/hewan.

Tranquilizer/Sedativa
Golongan obat-obatan tranquilizer adalah golongan phenotiazine, benzodiazepin, dan
thiazine, bekerja terhadap susunan syaraf pusat yang menghasilkan ketenangan dan
tranquil, tetapi obat-obatan ini dapat juga mengakibatkan ataksia dan prolaps membran
nictitans dan kebanyakan obat-obatan ini tidak menimbulkan efek analgesik.

Golongan Phenotiazin adalah Acepromazine maleat, chlorpromazine hydrochloride,


tri flupromazine HCl. Golongan obat preanastesi yang dipakai sebgai sedasi ini tidak
bersifat mendepresi pernafasan dan mempunyai efek minimal pada jantung sehingga
sangat efektif digunakan pada semua spesies hewan. Aplikasi secara SC, IM, OV
(dengan pengawasan). Efek klinis golongan obat ini sedasi, anti muntah, antiaritmia,
antihistamin, vasodilatasi pembuluh darah perifer, dapat mengakibatkan kekejangan.

Golongan Benzodiazepin adalah diazepam, midozolan dan lorazepam. Efek


golongan obat ini menghambat GABA (gama aminobutiric acid) dan menghambat
neurotransmiter hewan, anti gelisah, relaksasi otot, antikonvulsan, efek minimalis pada
sistem pernafasan dan kardiovaskuler. Tidak disarankan untuk diberikan pada hewan
yang baru lahir dan hewan yang menderita disfungsi hati karena golongan obat ini
sangat sukar di metabolisir oleh hati.

Golongan Thiazine antara lain xylazin, medetomidin, deltomidin, romitidin


diklasifikasikan sebagai alpha-2 adrenoreceptor agonist yang merangsang reseptor
alpha-2 adrenoreceptor yang menyebabkan penurunan tingkatan transmisi neuro
norepinephrin dalam otak yang menghasilkan efek sedasi dan analgesia, relaksasi otot
terjadi karena penghambatan refleks dalam susunan sayaraf pusat (SSP).

Xylazin dikemas dalam bentuk larutan 2% (20 mg/ml) untuk hewan kecil, dapat
digunakan secara tunggal atau dikombinasi dengan ketamine, opoid dengan aplikasi IM
atau IV. Antidota xylazin adalah yohimbin dengan dosis 0,1 mg/kg BB secara IV.

Medetomidin dapat diaplikasikan secara IM atau IV , onset secara IV 1 menit dan 5


menit bila diberikan secara IM, sedangkan durasinya selama 45-90 menit. Untuk
antidota medetomidin dapat diberikan atipamezol dengan dosis 0,1 0,4 mg/kg BB
secara IM/IV.

Kombinasi Medetomidin dengan ketamin memberikan efek analgesia dan relaksasi otot
yang lebih baik daripada kombinasi ketamin dengan xylazin atau ketamin dengan
diazepam. Tetapi harus diperhatikan bahwa kombinasi ketamin dengan medetomidin
dapat menyebabkan hipoksemia, sehingga pemberian oksigen sebaiknya dilakukan.

Proses Tahapan Perlakuan Anastesi


Untuk memperoleh Anestesi umum dapat dicapai dengan cara bertahap. Keberhasilan
proses perlakuan anestesi tergantung pada setiap tahapan:

Stadium I : Induksi atau Analgesia

Pada tahapan ini hewan akan mengalami pusing, kehilangan orientasi, kurang peka
terhadap sentuhan dan rasa sakit. Indera pendengaran peka terhadap suara-suara

Stadium II : Eksitasi

Mulai mengalami kehilangan kesadaran. Tetapi refleks masih ada,pupil dilatasi, mulut
pasien masih ada gerakan seperti mengunyah rasa sakit masih ada. Pernafasan tidak
teratur

Stadium III: Anastesi


Pasien mengalami hilang kesadarannya, rasa sakit dan refleks sudah tidak terasa,
pernafasan teratur, pupil kontriksi dan bola mata sudah berputar ke bawah, pada
stadium ini pembedahan sudah bisa dilakukan

Stadium IV: Toxic

Apabila stadium III ditingkatkan akan berbahaya bagi pasien, pasien akan kolaps,
pernafasan dan denyut jantung akan berhenti dan mati.

Anestesi
Istilah anestesi dimunculkan pertama kali oleh dokter Oliver Wendell Holmes (1809-1894)
berkebangsaan Amerika, diturunkan dari dua kata Yunani : An berarti tidak, danAesthesis berarti rasa
atau sensasi nyeri. Secara harfiah berarti ketiadaan rasa atau sensasi nyeri. Dalam arti yang lebih luas,
anestesi berarti suatu keadaan hilangnya rasa terhadap suatu rangsangan. Pemberian anestetikum
dilakukan untuk mengurangi dan menghilangkan rasa nyeri baik disertai atau tanpa disertai hilangnya
kesadaran. Seringkali anestesi dibutuhkan pada tindakan yang berkaitan dengan pembedahan.
Anestetikum yang diberikan pada hewan akan membuat hewan tidak peka terhadap rasa nyeri sehingga
hewan menjadi tenang, dengan demikian tindakan diagnostik, terapeutik atau pembedahan dapat
dilaksanakan lebih aman dan lancar.
Perjalanan waktu sepanjang sejarah menunjukkan bahwa anestesi pada hewan digunakan untuk
menghilangkan rasa dan sensasi terhadap suatu rangsangan yang merugikan (nyeri), menginduksi
relaksasi otot, dan terutama untuk membantu melakukan diagnosis atau proses pembedahan yang aman.
Alasan lain penggunaan anestesi pada hewan adalah untuk melakukan pengendalian hewan (restraint),
keperluan penelitian biomedis, pengamanan pemindahan (transportasi) hewan liar, pemotongan hewan
yang humanis, dan untuk melakukan ruda paksa (euthanasia). Secara umum tujuan pemberian
anestetikum pada hewan adalah mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri dengan meminimalkan
kerusakan organ tubuh dan membuat hewan tidak terlalu banyak bergerak. Semua tujuan anestesi dapat
dicapai dengan pemberian obat anestetikum secara tunggal maupun dalam bentuk balanced anesthesia,
yaitu mengkombinasikan beberapa agen anestetikum maupun dengan agen preanestetikum.
Klasifikasi Anestesi
Keadaan teranestesi dapat dihasilkan secara kimia dengan obat-obatan dan secara fisik melalui
penekanan sensori pada syaraf. Obat-obatan anestetika umumnya diklasifikasikan berdasarkan rute
penggunaannya, yaitu: 1). Topikal misalnya melalui kutaneus atau membrana mukosa; 2). Injeksi seperti
intravena, subkutan, intramuskular, dan intraperitoneal; 3). Gastrointestinal secara oral atau rektal; dan
4). Respirasi atau inhalasi melalui saluran nafas (Tranquilli et al. 2007).
Anestetetikum juga dapat diklasifikasikan berdasarkan daerah atau luasan pada tubuh yang
dipengaruhinya, yaitu : 1). Anestesi lokal, terbatas pada tempat penggunaan dengan pemberian secara
topikal, spray, salep atau tetes, dan infiltrasi. 2). Anestesi regional, mempengaruhi pada daerah atau regio
tertentu dengan pemberian secara perineural, epidural, dan intratekal atau subaraknoid. 3). Anestesi
umum, mempengaruhi seluruh sistem tubuh secara umum dengan pemberian secara injeksi, inhalasi,
atau gabungan (balanced anaesthesia).
BAB II
PEMBAHASAN

Anestesi Umum
Anestesi umum adalah keadaan hilangnya nyeri di seluruh tubuh dan hilangnya kesadaran yang
bersifat sementara yang dihasilkan melalui penekanan sistem syaraf pusat karena adanya induksi secara
farmakologi atau penekanan sensori pada syaraf. Agen anestesi umum bekerja dengan cara menekan
sistem syaraf pusat (SSP) secara reversibel (Adams 2001). Anestesi umum merupakan kondisi yang
dikendalikan dengan ketidaksadaran reversibel dan diperoleh melalui penggunaan obat-obatan secara
injeksi dan atau inhalasi yang ditandai dengan hilangnya respon rasa nyeri (analgesia), hilangnya ingatan
(amnesia), hilangnya respon terhadap rangsangan atau refleks dan hilangnya gerak spontan (immobility),
serta hilangnya kesadaran (unconsciousness).
Mekanisme kerja anestesi umum pada tingkat seluler belum diketahui secara pasti, tetapi dapat
dihipotetiskan mempengaruhi sistem otak karena hilangnya kesadaran, mempengaruhi batang otak
karena hilangnya kemampuan bergerak, dan mempengaruhi kortek serebral karena terjadi perubahan
listrik pada otak. Anestesi umum akan melewati beberapa tahapan dan tahapan tersebut tergantung pada
dosis yang digunakan. Tahapan teranestesi umum secara ideal dimulai dari keadaan terjaga atau sadar
kemudian terjadi kelemahan dan mengantuk (sedasi), hilangnya respon nyeri (analgesia), tidak bergerak
dan relaksasi (immobility), tidak sadar (unconsciousness), koma, dan kematian atau dosis berlebih.
Anestesi umum yang baik dan ideal harus memenuhi kriteria : tiga komponen anestesi atau trias
anestesi (sedasi, analgesi, dan relaksasi), penekanan refleks, ketidaksadaran, aman untuk sistem vital
(sirkulasi dan respirasi), mudah diaplikasikan dan ekonomis. Dengan demikian, tujuan utama dilakukan
anestesi umum adalah upaya untuk menciptakan kondisi sedasi, analgesi, relaksasi, dan penekanan
refleks yang optimal dan adekuat untuk dilakukan tindakan dan prosedur diagnostik atau pembedahan
tanpa menimbulkan gangguan hemodinamik, respiratorik, dan metabolik yang dapat mengancam
Agen anestesi umum dapat digunakan melalui injeksi, inhalasi, atau melalui gabungan secara
injeksi dan inhalasi. Anestetikum dapat digabungkan atau dikombinasikan antara beberapa anestetikum
atau dengan zat lain sebagai preanestetikum dalam sebuah teknik yang disebut balanced
anesthesia untuk mendapatkan efek anestesi yang diinginkan dengan efek samping minimal. Anestetika
umum inhalasi yang sering digunakan pada hewan adalah halotan, isofluran, sevofluran, desfluran, dietil
eter, nitrous oksida dan xenon. Anestetika umum yang diberikan secara injeksi meliputi barbiturat
(tiopental, metoheksital, dan pentobarbital), cyclohexamin (ketamine, tiletamin), etomidat, dan propofol.
Tujuan Anestesi Umum:
anestesi umum menjamin hdp pasien, yg memungkinkan operator melakukan tindakan bedah dg
leluasa dan menghilakan rasa nyeri.

Preanestesi
Preanestesi adalah pemberian zat kimia sebelum tindakan anestesi umum dengan tujuan utama
menenangkan pasien, menghasilkan induksi anestesi yang halus, mengurangi dosis anestetikum,
mengurangi atau menghilangkan efek samping anestetikum, dan mengurangi nyeri selama operasi
maupun pasca operasi (Debuf 1991; McKelvey dan Hollingshead 2003). Pemilihan preanestetikum
dipertimbangkan sesuai dengan spesies, status fisik pasien, derajat pengendalian, jenis operasi, dan
kesulitan dalam pemberian anestetikum (Booth dan Branson 1995).
Preanestetikum yang paling umum digunakan pada hewan adalah atropine, acepromazin, xylazine,
diazepam, midazolam, dan opioid atau narkotik. Atropine digunakan untuk mengurangi salivasi, peristaltik
dan mengurangi bradikardia akibat anestesi. Acepromazin digunakan sebagai penenang atau tranquilizer.
Xylazine, medetomidin, diazepam, dan midazolam digunakan sebagai agen sedatif dan merelaksasi otot.
Opioid atau narkotik digunakan untuk mengurangi rasa sakit, seperti disajikan pada Gambar.
Antikolinergik : Atropine, Scopolamine, Aminopentamid, Glikopirolat.

Pelemas otot (Muscle paralyzer): Xylazine, Diazepam, Midazolam, Medetomidin, Lorazepam,


Curare.

Agen Dissosiatif : Penciklidine, Ketamine, Tiletamine.

Narkotik : Morpin, Apomorpin, Meperidin, Oksimorpin, Etorpin, Nalorpin.

Tranquilizer : Promazin, Acepromazin, Chlorpromazin, Xylazine, Diazepam, Midazolam,


Lorazepam, Madetomidin.

Gambar: Klasifikasi agen preanestesi yang digunakan pada anestesi umum

Obat-obat yang sering digunakan (pramedikasi)


Narkotik Analgetika:
Narkotik : morfin, dosis dewasa biasa 8-10 mg i.m. obat ini digunakan untuk mengurangi
kecemasan dan ketegangan pasien menjelang pembedahan. Morfin adalah depresan susunan
syaraf pusat. Bila rasa nyeri telah ada sejak sebelm tindakan bedah merpakan obat pilihan.
Memberikan pemeliharaan anastesia yang mulus, bila memakai premedikasi morfin pada
penggunaan anestetika lemah. Kerugiaan penggnaan morfim, pulih pasca bedah lebih lama.
Penyempitan bronks dapat timbul pada paasien asma. Mual dan muntah pasca bedah ada.
Pethidin : dosis 1mg/kg bb dewasa, sering digunakan sebagai premedikasi seperti
morfin dan menekan tekanan darah dan pernafasan dan juga merangsang otot polos.
Barbiturat : Pentobartital dan sekobarbital sering digunakan untuk menimbulkan
sedasi dan menghilangkan kekhawatiran sebelum operasi. Obat ini dapat diberikan secara oral
atau intra muscular, pada dewasa dosis 100-200mg dan pada bayi dan anak-anak dosis 2mg/kg
bb. Yang mudah didapat Phenobarbital. Obat ini mempunyai kerja depresan yang lemah terhadap
pernafasan dan sirklasi serta jarang menyebabakan mual dan muntah. Pasien yang mendapat
barbiturate sebagai premedikasi biasanya bangun lebih cepat daripada bila menggunakan
narkotika.
Tranquilizer : bermacam-macam enis turunan fenotiasin dan penenang yang
digunakan sebagai premedikasi. Obat-obat ini digunakan oleh karena kera sedative, anti
arrytmia, antihistamin, dan kerja antiemetik, kadang-kadang kombinasi dengan barbiturate atau
narkotika. Kombinasi ini memberikan sedasi yang kuat. Contoh: phenergan 25 mg untuk dewasa.
Antikolinergik : penggunaan hiosin dan atropine efektif sebagai anti mual dan muntah,
tetapi bila hiosin dikombinasikan dengan morfin atau papaveratum menambah sedasi sementara
atropine cenderung menambah kecemasan. Pemberian suntikan atropine secara rutin telah
dikeritik oleh Holt (1962) dan semakin lusnya penggunaan anestetika yang merangsang. Tetapi
masih digunakan untuk mengurangi bradikardi selama anesthesia.

Anestesiologis dengan Empat Rangkaian Kegiatan:


Anestesi dilakukan oleh dokter spesialis anestesi atau anestesiologis. Dokter spesialis
anestesiologi selama pembedahan berperan memantau tanda-tanda vital pasien karena sewaktu-
waktu dapat terjadi perubahan yang memerlukan penanganan secepatnya.Empat rangkaian
kegiatan yang merupakan kegiatan sehari-hari dokter anestesi adalah:
Mempertahankan jalan napas
Memberi napas bantu
Membantu kompresi jantung bila berhenti
Membantu peredaran darah
Mempertahankan kerja otak pasien.
Syarat Ideal Anastesi Umum:
Memberi induksi yg halus dan cepat.
Timbul situasi px tak sadar / tak berespons
Timbulkan keadaan amnesia
Hambat refleks-refleks
Timbulkan relaxasi otot skeletal, tp bukan otot pernafasan.
Hambat persepsi rangsang sensorik shg timbul analgesia yg cukup unt Tx operasi.
Berikan keadaan pemulihan yg halus cepat dan tak timbulkan ESO yg berlangsung lama
Kontra Indikasi Anastesi Umum
Tergantung efek farmakologi pada organ yang mengalami kelainan, (harus hindarkan
pemaiakaian obat)
Hepar obat hepatotoksik, dosis dikurangi/ obat yang toksis terhadap
hepar/dosis obat diturunkan
Jantung obat-obat yang mendespresi miokard/ menurunkan aliran darah koroner
Ginjal obat yg diekskresi di ginjal
Paru obat yg merangsang sekresi Paru
Endokrin hindari obat yg meningkatkan kadar gula darah/ hindarkan pemakaian obat yang
merangsang susunan saraf simpatis pada diabetes penyakit basedow, karena bisamenyebabkan
peninggian gula darah.

Komplikasi
Komplikasi (penyulit) kadang-kadang datangnya tidak diduga kendatipun tindakan anestesi
sudah dilaksanakan dengan baik. Komplikasi dapat dicetuskan oleh tindakan anesthesia sendiri
atau kondisi pasien. Penyulit dapat timbl pada waktu pembedahan atau kemudian segera ataupun
belakangan setelah pembedahan (lebih dari 12jam).

1. Komplikasi Kardiovasklar
a) Hipotensi : tekanan systole kurang dari 70mmHg atau turun 25% dari sebelumnya.
b) Hipertensi : umumnya tekanan darah dapat meningkat pada periode induksi dan pemulihan
anestesia. Komplikasi ini dapat membahayakan khususnya pada penyakit jantung, karena jantung
akan bekerja keras dengan kebutuhan o2 mokard yang meningkat, bila tak tercukupi dapat timbl
iskemia atau infark miokard. Namun bila hipertensi karena tidak adekuat dapat dihilangkan
dengan menambah dosis anestetika.
c) Aritmia Jantung : anestesi ringan yang disertai maniplasi operasi dapat merangsang saraf
simpatiks, dapat menyebabkan aritmia. Bradikardia yang terjadi dapat diobati dengan atropin
d) Payah Jantung : mungkin terjadi bila pasien mendapat cairan IV berlebihan.
2. Penyulit Respirasi
a) Obstruksi jalan nafas
b) Batuk
c) Cekukan (Hiccup)
d) Intubasi endobronkial
e) Apnu (Henti Nafas)
f) Atelektasis
g) Pnemotoraks
h) Muntah dan Regurgitas
3. Komplikasi Mata
a) Laserasi Kornea
b) Menekan bola mata terlalu kuat
4. Perubahan Cairan Tubuh
a) Hipovolemia
b) Hipervolemia
5. Komplikasi Neurologi
a) KonvulsiTerlambat sadar
b) Cidera saraf tepi (perifer)
6. Komplikasi Lain-Lain
a) Menggihil
b) Gelisah setelah anestesi
c) Mimpi buruk
d) Sadar selama operasi
e) Kenaiakn suhu tubuh
f) Hipersensitif

Macam-Macam Obat Anestesi Umum


Obat anestesi umum dibagi menurut bentuk fisiknya dibagi terdiri dari 3 golongan:
1. Obat Anestetika gas (inhalasi)
2. Obat Anestetika yang menguap
3. Obat Anestetika yang diberikan secara intravena
1. Anestetika gas (inhalasi)
Anestesi umum inhalasi merupakan salah satu metode anestesi umum yang dilakukan
dengan cara memberikan agen anestesi yang berupa gas dan atau cairan yang mudah menguap
melalui alat anestesi langsung ke udara inspirasi. Hiperventilasi akan menaikkan ambilan
anestetikum dalam alveolus dan hipoventilasi akan menurunkan ambilan alveolus. Kelarutan zat
inhalasi dalam darah adalah faktor utama yang penting dalam menentukan induksi dan
pemulihan anestesi inhalasi. Induksi dan pemulihan akan berlangsung cepat pada zat yang tidak
larut dan lambat pada zat yang larut. Anestetik gas tidak mudah larut dalam darah sehingga
tekanan parsial dalam darah cepat meningkat. Batas keamanan antara efek anesthesia dan efek
letal cukup lebar.
Contoh :
1.1 Nitrogen monoksida (N2O)
Nitrogen monoksida merupakan gas yang tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa dan
lebih berat daripada udara. N2O biasanya tersimpan dalam bentuk cairan bertekanan tinggi
dalam baja, tekanan penguapan pada suhu kamar 50 atmosfir. N2O mempunyai efek analgesic
yang baik, dengan inhalasi 20% N2O dalam oksigen efeknya seperti efek 15 mg morfin. Kadar
optimum untuk mendapatkan efek analgesic maksimum 35% . gas ini sering digunakan pada
partus yaitu diberikan 100% N2O pada waktu kontraksi uterus sehingga rasa sakit hilang tanpa
mengurangi kekuatan kontraksi dan 100% O2 pada waktu relaksasi untuk mencegah terjadinya
hipoksia. Anestetik tunggal N2O digunakan secara intermiten untuk mendapatkan analgesic pada
saat proses persalinan dan Pencabutan gigi. H2O digunakan secara umum untuk anestetik umum,
dalam kombinasi dengan zat lain.
1.2 Siklopropan
Siklopropan merupakan anestetik gas yang kuat, berbau spesifik, tidak berwarna, lebih
berat daripada udara dan disimpan dalam bentuk cairan bertekanan tinggi. Gas ini mudah
terbakar dan meledak karena itu hanya digunakan dengan close method. Siklopropan relative
tidak larut dalam darah sehingga menginduksi dengan cepat (2-3 menit). Stadium III tingkat 1
dapat dicapai dengan kadar 7-10% volume, tingkat 2 dicapai dengan kadar 10-20% volume,
tingkat 3 dapat dicapai dengan kadar 20-35%, tingkat 4 dapat dicapai dengan kadar 35-50%
volume. Sedangkan pemberian dengan 1% volume dapat menimbulkan analgesia tanpa
hilangnya kesadaran. Untuk mencegah delirium yang kadang-kadang timbul, diberikan pentotal
IV sebelum inhalasi siklopropan. Siklopropan menyebabkan relaksasi otot cukup baik dan sedikit
sekali mengiritasi saluran nafas. Namun depresi pernafasan ringan dapat terjadi pada anesthesia
dengan siklopropan.
Siklopropan tidak menghambat kontraktilitas otot jantung, curah jantung dan tekanan
arteri tetap atau sedikit meningkat sehingga siklopropan merupakan anestetik terpilih pada
penderita syok. Siklopropan dapat menimbulkan aritmia jantung yaitu fibrilasi atrium, bradikardi
sinus, ekstrasistole atrium, ritme atrioventrikular, ekstrasistole ventrikel dan ritme bigemini.
Aliran darah kulit ditinggikan oleh siklopropan sehingga mudah terjadi perdarahan waktu
operasi. Siklopropan tidak menimbulkan hambatan terhadap sambungan saraf otot. Setelah
waktu pemulihan sering timbul mual, muntah dan delirium. Absorpsi dan ekskresi siklopropan
melalui paru. Hanya 0,5% dimetabolisme dalam badan dan diekskresi dalam bentuk CO2 dan air.
Siklopapan dapat digunakan pada setiap macam operasi. Untuk mendapatkan efek analgesic
digunakan 1,2% siklopropan dengan oksigen. Untuk mencapi induksi siklopropan digunakan 25-
50% dengan oksigen, sedangkan untuk dosis penunjang digunakan 10-20% oksigen.
2. Anestetik yang menguap
Anestetik yang menguap (volatile anesthetic) mempunyai 3 sifat dasar yang sama yaitu
berbentuk cairan pada suhu kamar, mempunyai sfat anestetik kuat pada kadar rendah dan relative
mudah larut dalam lemak, darah dan jaringan. Kelarutan yang baik dalam darah dan jaringan
dapat memperlambat terjadinya keseimbangan dan terlawatinya induksi, untuk mengatasi hal ini
diberikan kadar lebih tinggi dari kadar yang dibutuhkan. Bila stadium yang diinginkan sudah
tercapai kadar disesuaikan untuk mempertahankan stadium tersebut. Untuk mempercepat induksi
dapat diberika zat anestetik lain yang kerjanya cepat kemudian baru diberikan anestetik yang
menguap.
Umumnya anestetik yang menguap dibagi menjadi dua golongan yaitu golongan
eter misalnya eter (dietileter) dan golongan hidrokarbon halogen misalnya halotan,
metoksifluran, etil klorida, trikloretilen dan fluroksen. Eter merupakan cairan tidak berwarna,
mudah menguap, berbau mudah terbakar, mengiritasi saluran nafas dan mudah meledak. Eter
merupakan anestetik yang sangat kuat sehingga penderita dapat memasuki setiap tingkat
anesthesia. Sifat analgesic kuat sekali, dengan kadar dalam darah arteri 10-15 mg % sudah terjadi
analgesia tetapi penderita masih sadar.
Eter pada kadar tinggi dan sedang menimbulkan relaksasi otot karena efek sentral dan
hambatan neuromuscular yang berbeda dengan hambatan oleh kurare, sebab tidak dapat dilawan
oleh neostigmin. Zat ini meningkatkan hambatan neuromuscular oleh antibiotic seperti neomisin,
streptomisin, polimiksin dan kanamisin. Eter dapt merangsang sekresi kelenjar bronkus. Pada
induksi dan waktu pemulihan eter menimbulkan salvias, tetapi pada stadium yang lebih dalam,
salvias akan dihambat dan terjadi depresi nafas.
Eter diabsorpsi dan disekresi melalui paru dan sebagian kecil diekskresi juga melalui urin,
air susu, keringat dan difusi melalui kulit utuh.
Efluran merupakan anestetik eter berhalogen yang tidak mudah terbakar dan cepat
melewati stadium induksi tanpa atau sedikit menyebabkan eksitasi. Kecepatan induksi terhambat
bila penderita menahan nafas atau batuk. Sekresi kelenjar saliva dan bronkus hanya sedikit
meningkat sehingga tidak perlu menggunakan medikasi preanestetik yaitu atropin. Kadar yang
tinggi menyebabkan depresi kardiovaskuler dan perangsangan SSP, untuk menghindari hal ini
enfluran diberikan dengan kadar kadar rendah bersama N2O. Efluran kadar rendah tidak banyak
mempengaruhi system kardiovaskuler, meskipun dapat menurunkan tekanan darah dan
meningkatkan frekuensi nadi. Efluran menyebabkan sensitisasi jantung terhadap ketekolamin
yang lebih lemah dibandingkan dengan halotan tetapi efluran membahayakan penderita penyakit
ginjal. Pada anestesi yang dalam dan hipokapnia, efluran dapat menyebabkan kejang tonik-
klonik pada otot muka dan ekstremitas. Hal ini dapat dihentikan tanpa gejala sisa dengan
mengganti obat anestesi, melakukan anestesi yang tidak terlalu dalam dan menurunkan ventilasi
semenit untuk mengurangi hipokapnia. Efluran jangan digunakan pada anak dengan demam
berumur kurang dari 3 tahun.
Isofluran merupakan eter berhalogen yang tidak mudah terbakar. Secara kimiawi mirip
dengan efluran, tetapi secara farmakologi berbeda. Isofluran berbau tajam sehingga membatasi
kadar obat dalam udara yang dihisap oleh penderita karena penderita menahan nafas dan batuk.
Setelah pemberian medikasi preanestetik stadium induksi dapat dilalui dengan lancer dan sedikit
eksitasi bila diberikan bersama N2O dan O2. isofluran merelaksasi otot sehingga baik untuk
intubasi. Tendensi timbul aritmia amat kecil sebab isofluran tidak menyebabkan sensiitisasi
jantung terhadap ketokolamin. Peningkatan frekuensi nadi dan takikardi adihilangkan dengan
pemberian propanolol 0,2-2 mg atau dosis kecil narkotik (8-10 mg morfin atau 0,1 mg fentanil),
sesudah hipoksia atau hipertemia diatasi terlebih dulu. Penurunan volume semenit dapat diatasi
dengan mengatur dosis. Pada anestesi yang dalam dengan isofluran tidak terjadi perangsangan
SSP seperti pada pemberian enfluran. Isofluran meningkatkan aliran darah otak pada kadar labih
dari 1,1 MAC (minimal Alveolar Concentration) dan meningkatkan tekanan intracranial.
Halotan merupakan cairan tidak berwarna, berbau enak, tidak mudah terbakar dan tidak
mudah meledak meskipun dicampur dengan oksigen. Halotan bereaksi dengan perak, tembaga,
baja, magnesium, aluminium, brom, karet dan plastic. Karet larut dalam halotan, sedangkan
nikel, titanium dan polietilen tidak sehingga pemberian obat ini harus dengan alat khusus yang
disebut fluotec. Efek analgesic halotanlemah tetapi relaksasi otot yang ditimbulkannya baik.
Dengan kadar yang aman waktu 10 menit untuk induksi sehingga mempercepat digunakan kadar
tinggi (3-4 volume %). Kadar minimal untuk anestesi adalah 0,76% volume.
Metoksifluran merupakan cairan jernih, tidak berwarna, bau manis seperti buah, tidak
mudah meledak, tidak mudah terbakar di udara atau dalam oksigen. Pada kadar anestetik,
metoksifluran mudah larut dalam darah. Anestetik yang kuat dengan kadar minimal 0,16 volume
% sudah dapat menyebabkan anestesi dalam tanpa hipoksia. Metoksifluran tidak menyebabkan
iritasi dan stimulasi kelenjar bronkus, tidak menyebabkan spasme laring dan bronkus sehingga
dapat digunakan pada penderita asma. Metoksifluran menyebabkan sensitisasi jantung terhadap
ketokolamin tetapi tidak sekuat kloroform, siklopropan, halotan atau trikloretilan. Metoksifluran
bersifat hepatoksik sehingga sebaiknya tidak diberikan pada penderita kelainan hati.
Etilklorida merupakan cairan tak berwarna, sangat mudah menguap, mudah terbakar dan
mempunyai titik didih 12-13C. Bila disemprotkan pada kulit akan segera menguap dan
menimbulkan pembekuan sehingga rasa sakit hilang. Anesthesia dengan etilklorida cepat terjadi
tetapi cepat pula hilangnya. Induksi dicapai dalam 0,5-2 menit dengan waktu pemulihan 2-3
menit sesudah pemberian anesthesia dihentikan. Karena itu etilkloretilen sudah tidak dianjurkan
lagi untuk anestetik umum, tetapi hanya digunakan untuk induksi dengan memberikan 20-30
tetes pada masker selama 30 detik. Etilkloroda digunakan juga sebagai anestetik local dengan
cara menyemprotkannya pada kulit sampai beku. Kerugiannya, kulit yang beku sukar dipotong
dan mudah kena infeksi Karena penurunan resistensi sel dan melambatnya penyembuhan.
Trikloretilen merupakan cairan jernih tidak berwarna, mudah menguap, berbau khas
seperti kloroform, tidak mudah terbakardan tidak mudah meledak. Induksi dan waktu pemulihan
terjadi lambat karena trikloretilen sangat larut dalam darah. Efek analgesic trikloretilen cukup
kuat tetapi relaksasi otot rangka yang ditimbulkannya kurang baik , maka sering digunakan pada
operasi ringan dalam kombinasi dengan N2O. untuk anestesi umum, kadar trikloretilen tidak
boleh lebih dari 1% dalam campuran 2:1 dengan N2O dan oksigen. Trikloretilen menimbulkan
sensitisasi jantung terhadap katekolamin dan sensitisasi pernafasan pada stretch receptor. Sifat
lain trikloretilen tidak mengiritasi saluran nafas.
3. Anestetik yang diberikan secara intravena (anestetik perenteral)
Pemakaian obat anestetik intravena, dilakukan untuk : induksi anesthesia, induksi dan
pemeliharaan anesthesia bedah singkat, suplementasi hypnosis pada anesthesia atau analgesia
local, dan sedasi pada beberapa tindakan medic. Anestesi intravena ideal membutuhkan criteria
yang sulit dicapai oleh hanya satu macam obat yaitu cepat menghasilkan efek hypnosis,
mempunyai efek analgesia, disertai oleh amnesia pascaanestesia, dampak yang tidak baik mudah
dihilangkan oleh obat antagonisnya, cepat dieliminasi dari tubuh, tidak atau sedikit mendepresi
fungsi restirasi dan kardiovasculer, pengaruh farmakokinetik tidak tergantung pada disfungsi
organ. Untuk mencapai tujuan di atas, kita dapat menggunakan kombinasi beberapa obat atau
cara anestesi lain. Kebanyakan obat anestetik intravena dipergunakan untuk induksi. Kombinasi
beberapa obat mungkin akan saling berpotensi atau efek salah satu obat dapat menutupi
pengaruh obat yang lain.
Barbiturate menghilangkan kesadaran dengan blockade system sirkulasi (perangsangan)
di formasio retikularis. Pada pemberian barbiturate dosis kecil terjadi penghambatan system
penghambat ekstra lemnikus, tetapi bila dosis ditingkatkan system perangsang juga dihambat
sehingga respons korteksmenurun. Pada penyuntikan thiopental. Barbiturate menghambat pusat
pernafasan di medulla oblongata. Tidal volume menurun dan kecepatan nafas meninggi dihambat
oleh barbiturattetapi tonus vascular meninggi dan kebutuhan oksigen badan berkurang, curah
jantung sedikit menurun. Barbiturate tidak menimbulkan sensitisasi jantung terhadap
katekolamin.
Barbiturate yang digunakan untuk anestesi adalah
Natrium thiopental dosis yang dibutuhkan untuk induksi dan mempertahankan anestesi
tergantung dari berat badan, keadaan fisik dan penyakit yang diderita. Untuk induksi pada orang
dewasa diberikan 2-4 ml larutan 2,5% secara intermitten setiap 30-60 detik sampai tercapai efek
yang diinginkan. Untuk anak digunakan larutan pentotal 2% dengan interval 30 detik dengan
dosis 1,5 ml untuk berat badan 15 kg,3 ml untuk berat badan 30 kg, 4 ml untuk berat badan 40 kg
dan 5 ml untuk berat badan 50 kg. Untuk mempertahankan anesthesia pada orang dewasa
diberikan pentotal 0,5-2 ml larutan 2,5%, sedangkan pada anak 2 ml larutan 2%. Untuk
anesthesia basal pada anak, biasa digunakan pentotal per rectal sebagai suspensi 40% dengan
dosis 30 mg/kgBB.
Natrium tiamilal dosis untuk induksi pada orang dewasa adalah 2-4 ml larutan 2,5%,
diberikan intravena secara intermiten setiap 30-60 detik sampai efek yang diinginkan tercapai,
dosis penunjang 0,5-2 ml larutan 2,5% a tau digunakan larutan 0,3% yang diberikan secara terus
menerus (drip)
Natrium metoheksital dosis induksi pada orang dewasa adalah 5-12 ml larutan 1%
diberikan secara intravena dengan kecepatan 1 ml/5 detik, dosis penunjang 2-4 ml larutan 1%
atau bila akan diberikan secara terus menerus dapat digunakan larutan larutan 0,2%.
Ketamin merupakan larutan larutan yang tidak berwarna, stabil pada suhu kamar dan
relatif aman. Ketamin mempunyai sifat analgesic, anestetik dan kataleptik dengan kerja singkat.
Sifat analgesiknya sangat kuat untuk system somatik, tetapi lemah untuk sistem visceral. Tidak
menyebabkan relaksasi otot lurik, bahkan kadang-kadang tonusnya sedikit meninggi. Ketamin
akan meningkatkan tekanan darah, frekuensi nadi dan curah jantung sampai 20%. Ketamin
menyebabkan reflek faring dan laring tetap normal. Ketamin sering menimbulkan halusinasi
terutama pada orang dewasa.
Sebagian besar ketamin mengalami dealkilasi dan dihidrolisis dalam hati, kemudian
diekskresi terutama dalam bentuk utuh. Untuk induksi ketamin secara intravena dengan dosis 2
mm/kgBB dalam waktu 60 detik, stadium operasi dicapai dalam 5-10 menit. Untuk
mempertahankan anestesi dapat diberikan dosis ulangan setengah dari semula. Ketamin
intramuscular untuk induksi diberikan 10 mg/kgBB, stadium operasi terjadi dalam 12-25 menit.
Droperidol dan fentanil tersedia dalam kombinasi tetap, dan tidak diperguna-kan untuk
menimbulkan analgesia neuroleptik. Induksi dengan dosis 1 mm/9-15 kg BB diberikan perlahan-
lahan secara intravena (1 ml setiap 1-2 menit) diikuti pemberian N2O atau O2 bila sudah timbul
kantuk. Sebagai dosis penunjang digunakan N2O atau fentanil saja (0,05-0,1 mg tiap 30-60
menit) bila anesthesia kurang dalam. Droperidol dan fentanil dapat diberikan dengan aman pada
penderita yang dengan anestesi umum lainnya mengalami hiperpireksia maligna.
Diazepam menyebabkan tidur dan penurunan kesadaran yang disertai nistagmus dan
bicara lambat, tetapi tidak berefek analgesic. Juga tidak menimbulkan potensiasi terhadap efek
penghambat neuromuscular dan efekanalgesik obat narkotik. Diazepam digunakan untuk
menimbulkan sedasi basal pada anesthesia regional, endoskopi dan prosedur dental, juga untuk
induksi anestesia terutama pada penderita dengan penyakit kardiovascular. Dibandingkan dengan
ultra short acting barbiturate, efek anestesi diaz-epam kurang memuaskan karena mula kerjanya
lambat dan masa pemulihannya lama. Diazepam juga digunakan untuk medikasi preanestetik dan
untuk mengatasi konvulsi yang disebabkan obat anestesi local.
Etomidat merupakan anestetik non barbiturat yang digunakan untuk induksi anestesi. Obat
ini tidak berefek analgesic tetapi dapat digunakan untuk anestesi dengan teknik infuse terus
menerus bersama fentanil atau secara intermiten. Dosis induksi eto-midat menurunkan curah
jantung , isi sekuncup dan tekanan arteri serta meningkat-kan frekuensi denyut jantung akibat
kompensasi. Etomidat menurunkn aliran darah otak (35-50%), kecepatan metabolism otak, dan
tekanan intracranial, sehingga anestetik ini mungkin berguna pada bedah saraf.Etomidat
menyebabkan rasa nyeri ditempat nyeri di tempat suntik yang dapat diatasi dengan
menyuntikkan cepat pada vena besar, atau diberikan bersama medikasi preanestetik seperti
meperidin.
Propofol secara kimia tak ada hubungannya dengan anestetik intravena lain. Zat ini berupa
minyak pada suhu kamar dan disediakan sebagai emulsi 1%. Efek pemberian anestesi umum
intravena propofol (2 mg/kg) menginduksi secara cepat seperti tiopental. Rasa nyeri kadang
terjadi ditempat suntikan, tetapi jarang disertai dengan thrombosis. Propofol menurunkan
tekanan arteri sistemik kira-kira 80% tetapi efek ini lebih disebabkan karena vasodilatasi perifer
daripada penurunan curah jantung. Tekanan sistemik kembali normal dengan intubasi trakea.
Propofol tidak merusak fungsi hati dan ginjal. Aliran darah ke otak, metabolism otak, dan
tekanan intracranial akan menurun. Biasanya terdapat kejang.

Tahapan Anestesi Umum


Tahapan anestesi sangat penting untuk diketahui terutama dalam menentukan tahapan terbaik
untuk melakukan pembedahan, memelihara tahapan tersebut sampai batas waktu tertentu, dan
mencegah terjadinya kelebihan dosis anestetikum. Tahapan anestesi dapat dibagi dalam beberapa
langkah, yaitu: preanestesi, induksi, pemeliharaan, dan pemulihan (McKelvey dan Hollingshead 2003).
Tahap preanestesi merupakan tahapan yang dilakukan segera sebelum dilakukan anestesi,
dimana data tentang pasien dikumpulkan, pasien dipuasakan, serta dilakukan pemberian preanestetikum.
Induksi adalah proses dimana hewan akan melewati tahap sadar yang normal atau conscious menuju
tahap tidak sadar atau unconscious. Agen induksi dapat diberikan secara injeksi atau inhalasi. Apabila
agen induksi diberikan secara injeksi maka akan diikuti dengan intubasi endotracheal tube untuk
pemberian anestetikum inhalasi atau gas menggunakan mesin anestesi. Waktu minimum periode induksi
biasanya 10 menit apabila diberikan secara intramuskular (IM) dan sekitar 20 menit apabila diberikan
secara subkutan (SC). Tahap induksi ditandai dengan gerakan tidak terkoordinasi, gelisah dan diikuti
dengan relaksasi yang cepat serta kehilangan kesadaran. Idealnya, keadaan gelisah dan tidak tenang
dihindarkan pada tahap induksi, karena menyebabkan terjadinya aritmia jantung.
Preanestesi dan induksi anestesi dapat diberikan secara bersamaan, seperti pemberian
acepromazin, atropine, dan ketamine dicampur dalam satu alat suntik dan diberikan secara intravena (IV)
pada anjing. (Adams 2001; McKelvey dan Hollingshead 2003; Tranquilli et al. 2007).
Selanjutnya hewan akan memasuki tahap pemeliharaan status teranestesi. Pada tahap
pemeliharaan ini, status teranestesi akan terjaga selama masa tertentu dan pada tahap inilah
pembedahan atau prosedur medis dapat dilakukan. Tahap pemeliharaan dapat dilihat dari tanda-tanda
hilangnya rasa sakit atau analgesia, relaksasi otot rangka, berhenti bergerak, dilanjutkan dengan
hilangnya refleks palpebral, spingter ani longgar, serta respirasi dan kardiovaskuler tertekan secara
ringan. Begitu mulai memasuki tahap pemeliharaan, respirasi kembali teratur dan gerakan tanpa sengaja
anggota tubuh berhenti. Bola mata akan bergerak menuju ventral, pupil mengalami konstriksi, dan respon
pupil sangat ringan. Refleks menelan sangat tertekan sehingga endotracheal tube sangat mudah
dimasukkan, refleks palpebral mulai hilang, dan kesadaran mulai hilang. Anestesi semakin dalam
sehingga sangat nyata menekan sirkulasi dan respirasi. Pada anjing dan kucing, kecepatan respirasi
kurang dari 12 kali per menit dan respirasi semakin dangkal. Denyut jantung sangan rendah dan pulsus
sangat menurun karena terjadi penurunan seluruh tekanan darah. Nilai CRT akan meningkat menjadi 2
atau 3 detik. Semua refleks tertekan secara total dan terjadi relaksasi otot secara sempurna serta refleks
rahang bawah sangat kendor. Apabila anestesi dilanjutkan lebih dalam, pasien akan menunjukkan
respirasi dan kardiovaskuler lebih tertekan dan pada keadaan dosis anestetikum berlebih akan
menyebabkan respirasi dan jantung berhenti. Dengan demikian, pada tahap pemeliharaan sangat
diperlukan pemantauan dan pengawasan status teranestesi terhadap sistim kardiovaskuler dan respirasi
(McKelvey dan Hollingshead 2003; Tranquilli et al. 2007 ).
Ketika tahap pemeliharaan berakhir, hewan memasuki tahap pemulihan yang menunjukkan
konsentrasi anestetikum di dalam otak mulai menurun. Metode atau mekanisme bagaimana anestetikum
dikeluarkan dari otak dan sistem sirkulasi adalah bervariasi tergantung pada anestetikum yang
digunakan. Sebagian besar anestetikum injeksi dikeluarkan dari darah melalui hati dan dimetabolisme
oleh enzim di hati dan metabolitnya dikeluarkan melalui sistem urinari. Pada hewan kucing, ketamine
tidak mengalami metabolisme dan dikeluarkan langsung tanpa perubahan melalui ginjal. Kadar
anestetikum golongan tiobarbiturat di dalam otak dapat dengan cepat menurun karena dengan cepat
disebarkan ke jaringan terutama otot dan lemak, sehingga hewan akan sadar dan terbangun dengan
cepat mendahului ekskresi anestetikum dari dalam tubuh hewan. Anestetikum golongan inhalasi akan
dikeluarkan dari tubuh pasien melalui sistem respirasi, molekul anestetikum akan keluar dari otak
memasuki peredaran darah, alveoli paru-paru, dan akhirnya dikeluarkan melalui nafas. Tanda tanda
adanya aktivitas refleks, ketegangan otot, sensitivitas terhadap nyeri pada periode pemulihan dinyatakan
sebagai kesadaran kembali (McKelvey dan Hollingshead 2003).
Durasi atau lama waktu kerja anestetikum dan kualitas anestesi dapat dilihat dari pengamatan
perubahan fisiologis selama stadium teranestesi. Dikenal dua waktu induksi pada durasi anestesi. Waktu
induksi 1 adalah waktu antara anestetikum diinjeksikan sampai keadaan hewan tidak dapat berdiri. Waktu
induksi 2 adalah waktu antara anestetikum diinjeksikan sampai keadaan hewan tidak ada refleks pedal
atau hewan sudah tidak merasakan sakit (stadium operasi). Durasi adalah waktu ketika hewan memasuki
stadium operasi sampai hewan sadar kembali dan merasakan sakit jika daerah disekitar bantalan jari
ditekan. Waktu siuman atau recovery adalah waktu antara ketika hewan memiliki kemampuan merasakan
nyeri bila syaraf disekitar jari kaki ditekan atau mengeluarkan suara sampai hewan memiliki kemampuan
untuk duduk sternal, berdiri atau jalan (Moens dan Fargetton 1990; Verstegen dan Petcho 1993;
McKelvey dan Hollingshead 2003).
McKelvey dan Hollingshead (2003) dan Tranquilli et al. (2007) menyatakan bahwa untuk
memonitor anestesi dilakukan pengamatan tahap-tahap anestesi umum. Kualitas status teranestesi dapat
dilihat dari perubahan fisiologis sebagai tanda kedalaman anestesi, seperti disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Tahapan dan indikasi status teranestesi oleh anestetikum umum
Fase/Taha I II III Plane III Plane III Plane III Plane IV
pan 1 2 3 4
Indikator
Tingkah Tidak Eksitasi: kuat, Teranest Teranest Teranest Teranest Hampir
laku terkontr bersuara, esi esi esi esi mati
ol anggora gerak,
mengunyahterng
anga.
Respirasi Normal, Tidak teratur, Teratur: Teratur, Dangkal: Putus- Apnea
cepat tertahan atau 12- dangkal: <12x/mn putus (berhe
20- hiper-ventilasi 20x/mnt 12- t (ada nti)
30x/mnt 16x/mnt berhenti)
Fungsi Tetap denyut jantung Pulse denyut Denyut Denyut Kollap
Kardio- meningkat kuat, jantung jantung jantung
vaskuler denyut >90x/mn 60- <60x/mn
jantung t 90/mnt, t, CRT
>90x/mn CRT lama,
t meningk membra
at, Pulse n pucat.
lemah
Respon Kuat Kuat Ada Denyut Tidak Tidak Tidak
bedah/ respon jantung ada ada ada
insisi dengan dan
gerakan respirasi
meningk
at
Kedalama Tidak Tidak teranestesi Dangkal Sedang Dalam Over Mati
n anestesi teranest dosis
esi
Posisi Tengah Tengah, tidak Tengah, Sering Ditengah Tengah Tengah
Bola mata tetap rotasi, rotasi di , rotasi di
tidak ventral ventral
tetap
Ukuran Normal Mungkin Normal Dilatasi Dilatasi Dilatasi Dilatasi
Pupil berdilatasi ringan sedang lebar lebar
Respon (+) (+) (+) Lambat Sangat (-) (-)
Pupil lambat,
(-).
Kejangan Baik Baik Baik Relaksa Sangat Lembek Lembe
Otot si menurun k
Refleks Ada Ada, mungkin Ringan, Ada Semua Tidak Tidak
berlebih hilang (patella, minimal, ada ada
telinga, hilang
palpebra
l,
kornea),
yang lain
hilang

Stadiun 1 atau stadium analgesi adalah stadium awal anestesi yang terjadi segera setelah
dilakukan anestesi secara inhalasi atau injeksi. Hewan pada stadium ini masih sadar tetapi kehilangan
orientasi dan menurunnya sensitifitas terhadap rasa nyeri. Respirasi dan denyut jantung masih normal
atau meningkat, dan semua refleks masih ada; Stadium 2 atau stadium delirium atau eksitasi adalah
stadium yang dimulai dari hilangnya kesadaran. Semua refleks masih ada dan bisa muncul berlebihan.
Hewan masih dapat mengunyah, menelan, dan mulut umumnya menganga. Kondisi pupil yang dilatasi
tetapi akan berkontriksi apabila ada rangsangan sinar. Stadium ini berjalan cepat dan bahkan akan
terlewati apabila diberikan preanestesi yang baik. Stadium 2 akan berakhir apabila hewan menunjukkan
tanda relaksasi otot, respirasi menurun, dan terjadi penurunan refleks; Stadium 3 atau stadium
pembedahan adalah stadium melakukan tindakan bedah dan dibagi menjadi empat plane, yaitu plane 1
atau anestesi ringan, plane 2 atau anestesi pembedahan, plane 3 atau anestesi dalam, dan plane 4 atau
paralisa; dan Stadium 4 atau stadium terminal (stadium kelebihan dosis).

Metode anastesi umum dilihat dari cara pemberian obat


I.Parenteral
Anastesi umum yang diberikan secara parenteral baik intravena maupun intra muscular
biasanya digunakan untuk tindakan yang singkat/ untuk tindakan yang singkat atau untuk
indikasi anesthesia. Keuntungan pemberian anestetik intravena adalah cepat dicapai induksi dan
pemulihan, sedikit komplikasi pasca anestetikjarang terjadi, tetapi efek analgesic dan relaksasi
otot rangka sangat lemah. Obat yang umum dipakai adalah thiopental, barbiturat, ketamin,
droperidol dan fentanil. Kecuali untuk kasus-kasus tertentu dapat digunakan ketamin, diazepam,
dll. Untuk tindakan yang lama biasanya dikombinasi dengan obat anestetika lain.
II.Perektal
Anastesi umum yang diberikan melalui rectal kebanyakan dipakai pada anak, terutama
untuk induksi anesthesia atau tindakan singkat.
III. Perinhalasi, melalui pernafasan
Anastesia inhalasi ialah anesthesia dengan menggunakan gas atau cairan anestetika yang
mudah menguap (volatile agent) sebagai zat anestetika melalui dara pernafasan. Zat anestetika
yang dipergunakan berupa suatu campuran gas (dengan O2) dan konsentrasi zat anestetika
tersebut tergantung dari tekanan parsial dalam jaringan otak menentukan kekuatan daya
Anastasia,zat anastetika disebut kuat bila dengan tekanan parsial rendah sudah mampu memberi
anastesia yang adekuat. Anestetik inhalasi berbentuk gas atau cairan yang menguap berbeda-
beda dalam hal potensi, keamanan dan kemampuan untuk menimbulkan analgesia dan relaksasi
otot rangka.
Anastesia inhalasi masuk dengan inhalasi atau inspirasi melalui peredaran darah sampai
ke jaringan otak. Inhalasi gas (N2O etilen siklopropan) anestetika menguap (eter, halotan,
fluotan, metoksifluran, etilklorida, trikloretilen dan fluroksen)
Faktor-faktor lain seperti respirasi, sirkulasi dan sifat-sifat. Fisik zat anestetika
mempengaruhi kekuatan manapun kecepatan anastesia.

DAFTAR PUSTAKA

Hughes, J.M.L. 2008. Anaesthesia for the geriatric dog and cat. 61. Irish Veterinary..............02.
Richard Bednarski, MS, DVM, DACVA (Chair), Kurt Grimm, DVM, MS, PhD, DACVA,
DACVCP, Ralph Harvey, DVM, MS, DACVA, Victoria M. Lukasik, DVM, DACVA, W. Sean
Penn, DVM, DABVP (Canine/Feline),Brett Sargent, DVM, DABVP (Canine/Feline), Kim
Spelts, CVT, VTS, CCRP (Anesthesia), Robert Smith, MD. 2011. AAHA Anesthesia Guidelines
for Dogs and Cats. VETERINARY PRACTICE GUIDELINES. 377. www.JAAHA.ORG. 02.

Você também pode gostar