Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Pencegahan Banjir
Antara normalisasi sungai untuk pencegahan banjir dengan dampak yang
ditimbulkan, bagai buah simalakama. Normalisasi sungai harus tetap diteruskan
karena hal tersebut dianggap Pemprov DKI upaya paling efektif untuk mencegah
banjir. Hal tersebut berarti akan ada ribuan keluarga yang harus direlokasi ke
rusunawa. Padahal, rusunawa yang tersedia pun belum bisa menampung
penduduk korban gusuran. Persoalan relokasi ini bisa menjadi kendala terbesar
bagi normalisasi.
Hingga pertengahan Februari 2016, pekerjaan sodetan Kali Ciliwung masih
terhambat pembebasan lahan dan relokasi warga Bidaracina, Kecamatan
Jatinegara yang berjalan alot. Sejak pengeboran dua pipa sodetan paruh pertama
selesai pada Oktober 2015, hampir lima bulan hingga saat ini pengeboran sodetan
berhenti (Kompas, 19 Februari 2016). Kesulitan itu di luar dampak lingkungan
yang diperkirakan bakal muncul karena selama ini hal tersebut belum dirasakan
langsung oleh warga.
Pemerintah beranggapan bahwa salah satu penyebab banjir Jakarta adalah
menurunnya kapasitas sungai. Sehingga normalisasi sungai menjadi salah satu
pegangan untuk mencegah banjir Jakarta. Jika kapasitas sungai telah
dikembalikan seperti semula banjir akan berkurang. Namun, sebenarnya upaya
tersebut bukan upaya preventif dari akar permasalahan banjir. Upaya tersebut
hanya bersifat 'mengobati luka sesaat' yang jika tidak dilakukan pemeliharaan
akan berdampak lebih besar di kemudian hari.
Pemerintah melupakan prinsip utama pengendalian banjir, menyerapkan air
sebanyak-banyaknya ke dalam tanah untuk mengurangi air limpasan yang akan
menjadi pengisi badan air seperti sungai, drainase, dan danau. Jika air hujan yang
jatuh ke tanah bisa terserap lebih banyak (sekitar 80 persen), otomatis debit air di
badan sungai akan berkurang. Akibat lebih jauhnya, potensi genangan akan
berkurang bahkan cadangan air tanah akan semakin banyak.
Namun, untuk meresapkan air hujan sebanyak-banyaknya dengan kondisi wilayah
Jabodetabek yang hampir 90 persen tertutup bangunan cukup sulit. Lagi-lagi,
upaya yang dipilih adalah upaya instan yakni meningkatkan kapasitas sungai
dengan normalisasi sungai.
Teuku Iskandar, Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane, dalam
wawancara Maret lalu mengungkapkan, normalisasi sungai harus tetap dilakukan
karena sekaligus untuk menata kawasan sekitarnya yang telah berubah fungsi
serta melakukan proses pengerukan. Bertahun-tahun, proses normalisasi sungai
yang dilakukan tak bisa maksimal. Alat berat tidak bisa bebas melakukan proses
pengerukan sedimentasi karena di samping kanan kiri sungai masih terdapat
permukiman padat penduduk. Sekarang, setelah penduduk direlokasi, pengerjaan
normalisasi bisa leluasa dilakukan.
Normalisasi yang dilakukan tetap menggunakan sheet pile (tembok beton di
kanan kiri sungai) karena untuk mencegah longsor. Setelah tembok beton jadi,
sungai baru dikeruk. Tembok beton pun menurut Iskandar tidak bisa dibuat
dengan kemiringan yang landai supaya bisa digunakan sebagai ruang publik
warga. "Lahan di sekitar sungai sudah padat, gak mungkin untuk membuat
dinding yang landai", katanya. Namun demikian, menurut Iskandar, ada sekitar
13 titik arah Condet ke hulu yang dibikin landai.
Normalisasi sungai bukan satu-satunya model pengendali banjir, meski dipercaya
mengurangi luasan banjir. Upaya untuk meresapkan sebanyak-banyaknya air
hujan harus tetap dilakukan, seperti meningkatkan luasan ruang terbuka hijau,
membangun sumur resapan dan biopori, mengembalikan fungsi kawasan
konservasi serta menegakkan aturan tata ruang. Hendaknya, Pemprov DKI mulai
beranjak pada sistem restorasi sungai, tidak hanya berfokus pada normalisasi
yang risikonya cukup banyak.
TUJUAN DARI KEBIJAKAN ?
Penggusuran sering dilakukan Pemerintah dengan berbagai tujuan, biasanya
untuk mewujudkan tata kota menjadi lebih menarik, jauh dari kesan kumuh. akan
tetapi keputusan ini menjadi sebuah hal yang paling tidak disukai Si penguasa,
meski hal itu mau tidak mau dilaksanakan juga. Konsekuensi nya publik menjadi
marah, rakyat tidak lagi menaruh kepercayaan untuk memilihnya lagi dalam pesta
demokrasi yang diikutinya alias PEMILU.
Kebijakan simalakama ini pun kerap terjadi usai pemilu, dan perlu dihindari saat
menjelang pemilu agar si petahana tidak kehilangan simpati masyarakat. so
nuansa politik dalam penggusuran itu dipastikan tetap ada.
Lalu, bagaimana solusi agar penggusuran menjadi kebijakan yang pro rakyat,
sebagai warga kita menginginkan tata kota yang menarik, bersih dan nyaman.
disisi lain kita miris melihat penggusuran yang diwarnai bentrok antar alat
pemerintah dengan warga korban penggusuran.
Jika teman-teman memiliki masukan tentang bagaimana penggusuran itu
dilakukan lebih humanis atau tanpa adanya kerugian diantara kedua belah pihak.
dan bangunan yang bagaiamana nanti sebaiknya didirikan di lahan bekas
penggusuran sebagai fasilitas umum dengan tetap melibatkan para korban
penggusuran untuk tetap berlokasi disitu atau merasa memiliki lokasi tersebut.
silahkan komentar pada rubrik wcana dibawah ini.
Sebagai pandangan akan saya jelaskan sedikit mengenai penggusuran. jadi check
it out!!!
Mereka bahkan beberapa kali berunjuk rasa ke balai kota. Aksi terakhir dilakukan
warga Kali Apuran Kapuk, Jakarta Barat, kemarin. Mereka mendatangi balai kota
untuk memprotes penggusuran. Pemprov beberapa kali diancam akan dilaporkan
ke Komnas HAM karena merelokasi paksa warga ke flat. sumber : Kaltimpost
Kesulitan yang dimaksud, kata Wakil Gubernur Jatim Saifullah Yusuf (Gus Ipul),
karena warga terus menaikkan harga tanah yang akan dijadikan lokasi tanggul.
Untuk membangun tanggul penahan sungai Kali Lamong diperlukan sekitar 650
hektar lahan di sekitar sungai. Saat ini, upaya yang bisa dilakukan hanya
menguruk sungai agar tidak terlalu dangkal. sumber : Kompas
Dari dua informasi diatas dapat kita tarik kesimpulan bahwa warga enggan untuk
meninggalkan lokasi semula atau memberikan lahannya begitu saja dengan harga
normal kepada pemerintah meski tujuan kebijakan pemerintah sebenarnya untuk
kepentingan orang banyak. Warga pun menaikkan harga jual lahan diatas
kewajaran. otomatis ini menghambat upaya pemerintah dalam mengatasi banjir
atau hal-hal positif lainnya.
Jika masalah tersebut berlarut-larut tanpa ada persetujuan ganti rugi yang sesuai
dengan kemampuan pemerintah dan warga, dapat dipastikan akan dilakukan
penggusuran paksa. muncullah masalah baru dari segi kemanusiaan.
Normalisasi Sungai Ciliwung adalah salah satu upaya Pemprov DKI dalam
menyelamatkan sungai yang membelah kota Jakarta. Proyek ini mendapat
tanggapan positif dan negatif dari berbagai kalangan. Sungai Ciliwung yang
membelah kota Jakarta dianggap menjadi sebuah masalah bagi kota Jakarta
karena ketika hujan lebat, air sungai akan meluap dan menyebabkan banjir bagi
kota Jakarta.
Pemerintah DKI sudah sejak lama ingin melebarkan dan menormalisasi Sungai
Ciliwung. Kementerian Pekerjaan Umum (KemenPU) berencana melebarkan
bantaran Ciliwung khususnya di wilayah Kampung Pulo, Jakarta Timur, menjadi
50 meter dari panjang sekarang yang berkisar 10 meter.
Pemprov DKI membuat proyek normalisasi Sungai Ciliwung sepanjang 19 km
mulai dari Jalan TB Simatupang, Jakarta Selatan sampai dengan Kampung
Melayu, Jakarta Timur yang telah dimulai pada Desember 2013 silam.
KCC sendiri mempunyai kegiatan utama yaitu pelestarian Sungai Ciliwung dan
perlindungan keanekaragaman hayati melalui pembibitan, penanaman dan
pemeliharaan berbagai tanaman lokal seperti salak, duku dan pucung yang
statusnya hampir punah. Mereka juga melakukan kegiatan seperti pembuatan
lubang resapan biopori, sumur resapan, taman resapan, dan pembuatan sekat
rumput.
Masih menurut Abdul Kodir, upaya untuk mengatasi banjir di Jakarta, bukan
dengan melakukan betonisasi Sungai Ciliwung. Normalisasi dengan cara
betonisasi bantaran sungai ditengarai akan mempercepat air sampai ke hilir.
Kita khawatir ekosistem yang ada selama ini di kawasan Sungai Ciliwung akan
terusik dan berpindah tempat, kata Abdul Kodir.
Dan pemerintah sebaiknya tidak membangun akses jalan dibelakanya agar warga
pada lokasi tersebut menggunakan sungai sebagai akses transportasi. mau tidak
mau warga akan menciptakan kelancaran sungai melalui kebersihan bebas dari
sampah. atau membangun jalan sepanjang sungai dengan menutup akses jalan
yang biasa ada dibelakang pemukiman.
Pemukiman diubah posisinya lebih mundur kebelakang dari jalan yang ditutup,
diganti jalan yang ada di pinggir bantaran. Hal ini selain menambah keindahan
sungai juga memudahkan pemerintah saat melakukan normalisasi sungai
(pengerukan).