Você está na página 1de 15

DISTIMIA

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gangguan distimik dinamakan sebagai distimia didalam Diagnostic and
Statistical Manual of Mental Disorders edisi ketiga yang direvisi (DSM-III-R).
Istilah terakhir menyatakan bahwa gangguan distimik adalah bentuk ringan dari
gangguan depresif berat dan gangguan bipolar 1. Tetapi, beberapa data penelitian
menyatakan bahwa walaupun gangguan mungkin berhubungan, gangguan
tersebut kemungkinan memiliki perbedaan biologis dan psikososial yang
mendasar. Satu perbedaan utama adalah, apabila gangguan depresif berat ditandai
oleh episode gejala terpisah, gangguan distimik ditandai oleh gejala nonepisodik
dan kronis.1
Gangguan distimik harus dibedakan dengan gangguan depresi kronik, karena
pada gangguan distimik tidak pernah ditemukan episode gangguan depresi mayor.
Apabila kondisi ini terjadi pada anak atau remaja yang perlu diperhatikan
manifestasinya dapat dalam bentuk mudah marah. Hampir sepanjang hari pasien
selalu mengeluh keadaan mood terdepresi atau pada anak dan remaja mudah
marah ditemukan, dan keluhan ini sudah berlangsung selama sedikitnya 2 tahun. 2
Paling sering pada perempuan ( perempuan : laki-laki = 2-3: 1), sering
muncul untuk pertama kalinya, pada usia akhir 20-an atau 30-an. Prevalensi
selama hidup 6 % dan mulainya berangsur-angsur, sering pada orang yang
mempunyai predisposisi untuk depresi.3
Menurut Freud, faktor psikososial orang rentan terhadap depresi, tergantung
secara oral dan membutuhkan pemuasan narsistik yang terus menerus. Apabila
individu tidak mendapat cinta, kasih saying yang bermakna ia akan mengalami
depresi. 2
1.2 Ruang Lingkup Pembahasan
Dalam makalah ini, akan dibahas tinjauan secara singkat mengenai Distimia
atau gangguan distimik mulai dari defenisi, epidemiologi, etiologi, gejala klinis,
kriteria diagnose, penatalaksanaan dan prognosis pasien.

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas kepaniteraan
klinik senior Departemen Psikiatri Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara
dan meningkatkan pemahaman mahasiswa mengenai Distimia atau gangguan
distimik mulai dari defenisi, epidemiologi, etiologi, gejala klinis, kriteria
diagnose, penatalaksanaan dan prognosis pasien.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Distimia
2.1.1 Defenisi
Suatu depresi kronis dari suasana perasaan (mood) yang pada saat
sekarang tidak memenuhi kriteria untuk gangguan depresif berulang, ringan,
atau sedang (F33.0 atau F33.1) menurut keparahannya atau lamanya
berlangsung setiap episode.4
Distimia adalah suatu gangguan kronis yang ditandai oleh adanya
mood yang terdepresi (atau mudah marah pada anak anak dan remaja) yang
berlangsung hampir sepanjang hari dan ditemukan pada sebagian besar hari.1

2.1.2 Epidemiologi

Insiden dan Prevalensi. Distimia memiliki prevalensi 6 persen dari


keseluruhan gangguan depresi. Morbiditi dan mortalitas tidak hanya ditandai
dengan adanya kejadian bunuh diri namun juga penyakit fisik yang
berkomorbiditas dengan distimia.

Jenis kelamin. Cyranowski (2001) mengatakan angka kejadian


distimia pada perempuan dan laki-laki sebelum masa pubertas dan
menopause adalah sama. Namun, memasuki masa dewasa, perempuan
memiliki angka kejadian yang lebih besar dibandingkan lakilaki dengan
ratio 2:1.

Usia. Gangguan distimia memiliki onset pada usia muda, yaitu pada
masa kanak-kanak dengan keluhan perasaan tidak bahagia yang tidak dapat
dijelaskan, dan terus berlanjut saat memasuki masa remaja dan menginjak
usia 20 tahun. Pada subtype onset pada usia lanjut, maka gangguan distimia
terjadi pada usia lanjut, maka gangguan distima terjadi pada usia
pertengahan dan usia lanjut.

Faktor Psikososial.Menurut Freud orang rentan terhadapap depresi,


tergantung secara oral dan membutuhkan pemuasan narsistik yang terus
menerus. Apabila individu tidak mendapat cinta, kasih saying yang
bermakna ia akan mengalami depresi. 2

2.1.3 Etiologi
Penyebab utama dari distimia adalah apakah gangguan ini
berhubungan dengan diagnosis psikiatrik lain, termasuk gangguan depresif
berat dan gangguan kepribadian ambang. Pada saat ini kita tidak dapat
mencapai kesimpulan akhir, tetapi pasien yang didefenisikan dengan criteria
DSM-IV memiliki bermacam-macam heterogenitas proses penyakit. Sebagai
contoh tidur REM (Rapid Eye Movement) atau riwayat keluarga adanya
gangguan mood.1

Faktor biologik. Ada data yang menunjukkan bahwa dasar biologic


untuk gejala gangguan distimia dan gangguan depresi berat adalah sama,
tetapi dasar biologic untuk psikopatologiknya berbeda. Beberapa penelitian
menunjukkan keterkaitan neurotransmitter serotonin dan Noradregenik
terlibat dalam gangguan distimia. Pada pemeriksaan EEG dan polisogram,
menunjukkan terjadinya gangguan tidur yang ditandai masa latensi REM,
dan meningkatnya densitas REM serta terganggunya kontinuitas dari tidur.
Individu dengan cirri kepribadian antisocial, ambang, ketergantungan,
historic, depresif dan skizotipal memiliki kecenderungan untuk mengalami
distimia.2

Faktor Psikososial. Teori psikodinamika tentang perkembangan


gangguan distimik menyatakan bahwa gangguan disebabkan oleh kesalahan
perkembangan kepribadian dan ego, yang memuncak dalam kesulitan
beradaptasi pada masa remaja dan dewasa muda. Mekanisme pertahanan
utama yang digunakan adalah pembentukan reaksi. Harga diri yang rendah,
anhedonia, dan introversi sering kali disertai dengan karakter depresif.2

2.1.4 Gejala Klinis

Depresi menimbulkan perubahan dalam pikiran, perasaan perilaku dan


kesehatan fisik.
Perubahan dalam pikiran :

Sulit berkonsentrasi dan membuat keputusan. Beberapa orang


mengeluh masalah dengan ingatan jangka pendek, lupa berbagai hal
sepanjang waktu. Pikiran negative,pesimis, rendah diri, rasa bersalah,
kritik diri.

Perubahan dalam perasaan:

Kebanyakan merasa sedih tanpa alasan yang jelas, tidak dapat


menikmati aktivitas yang menyenangkan. Motivasi menurun sampai
apati, merasa lamban dan mudah lelah,sulit mengontrol amarah. Sering
gangguan distimik menunjukkan ketidakmampuan dan
ketidakberdayaan.

Perubahan dalam perilaku.

Pasien terlihat apati. Hal ini sejalan dengan perasaanya.


Mereka merasa tidak nyaman berhubungan dengan orang lain, hal ini
umumnya menimbulkan penarikan diri dari pergaulan sosial. Ada
perubahan selera makan, dalam bentuk meningkat atau menurun.
Akibat kesedihan berjalan kronik, timbul menangis secara berlebihan.
Mereka sering marah dalam ekspresi kekerasan. Dorongan seksual
menurun, dalam bentuk aktivitas seks yang berkurang.

Perubahan dalam kesehatan fisik.

Perasaan emosi yang negative sejalan dengan perasaan fisik


yang negative. Timbul kelelahan kronik sehingga banyak waktu yang
disia-siakan dan banyak tidur. Beberapa orang banyak mengalami sulit
tidur. Mereka juga mengeluh banyak sakit dan nyeri. Pada distimia,
beberapa gejala ada sepanjang waktu dapat sampai 2 tahun.
Pada pasien dengan gangguan distimik tidak ditemukan adanya
gejala psikotik. Pasien distimia memiliki gejala yang mirip dengan
gangguan depresi mayor namun lebih banyak bersifat subjektif.
Namun gejala-gejala endogenik sepeti letargi,inersia dan anhedonia
seringkali dapat diamati terutama pagi hari.

Gangguan distimik seringkali dialami oleh pasien yang


menderita gangguan fisik yang kronik terutama pada orang usia
lanjut.2

2.1.5 Kriteria Diagnosis

Kriteria diagnosis distimia memerlukan adanya mood yang terdepresi


pada sebagian besar waktu untuk sekurang-kurangnya dua tahun ( atau satu
tahun untuk anak-anak dan remaja). DSM-IV memungkinkan klinis untuk
menentukan apakah onset adalah awal (sebelum usia 21 tahun) atau akhir
(21tahun dan lebih)

Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Distimik.

A. Mood terdepresi untuk sebagian besar hari, lebih banyak hari


dibandingkan tidak,seperti yang ditunjukan oleh keterangan subjektif atau
pengamatan orang lain, selama sekurangnya 2 tahun. Catatan: pada anak-
anak dan remaja, mood dapat mudah tersinggung (iritabel) dan lamanya
sekurangnya 1 tahun.

B. Adanya saat terdepresi, dua atau lebih berikut:

Nafsu makan yang buruk atau makan berlebih


Insomnia atau hiperinsomnia.

Energy lemah atau lelah

Harga diri yang rendah

Konsentrasi buruk atau sulit menngambil keputusan

Perasaan putus asa

C. Selama periode 2 tahun (1 tahun untuk anak-anak dan remaja)gangguan,


orang tidak pernah tanpa gejala dalam criteria A dan B selama lebih dari 2
bulan pada suatu waktu.

D. Tidak pernah ada episode depresif berat selama 2 tahun pertama


gangguan.

E. Tidak pernah terdapat episode manik, episode campuran atau episode


hipomanik, dan tidak pernah memenuhi criteria untuk gangguan
siklotimik.

F. Gangguan tidak pernah semata-mata selama perjalanan gangguan psikotik


kronis, seperti skizofrenia atau gangguan delisional.

G. Gejala tidak pernah merupaka efek fisiologis langsung dari suatu zat
(missal obat yang disalahgunakan, suatu medikasi) atau suatu kondisi
medis umum (missal hipotiroidisme)

H. Gejala menyebabkan penderita bermakna secara klinis atau gangguan


dalam fungsi social, pekerjaan atau fungsi penting lainnya.

Sebutkan jika:

Onset awal awal : jika onset sebelum usia 21 tahun


Onset lambat : jika onset pada usia 21 tahun atau lebih

Untuk 2 tahun terakhir gangguan distimik dengan ciri atipikal 1

Berdasarkan Pedoman penggolongan dan diagnosis gangguan jiwa di


Indonesia III (PPDGJ-III):

Pedoman Diagnostik

Ciri esensial ialah depresi suasana perasaan (mood) yang berlangsung


sangat lama yang tak pernah atau jarang sekali cukup parah untuk
memenuhi criteria gangguan depresif berulang ringan atau sedang
( F33.0 atau F33.1)


Biasanya mulai dini dalam masa kehidupan dewasa dan berlangsung
sekurang-kurangnya beberapa tahun, kadang-kadang untuk jangka
waktu yang tidak terbatas. Jika onsetnya pada usia lebih lanjut,
gangguan ini sering kali merupakan kelanjutan suatu episode depresif
tersendiri (F32.-) dan berhubungan dengan masa berkabung atau stress
nyata lainnya. 4

2.1.6 Diagnosis Banding

Diagnosis banding untuk gangguan distimik pada dasranya adalah


sama dengan gangguan depresif berat. Banyak zat dan penyakit medis dapat
menyebabkan gejala depresif kronis. Dua gangguan khususnya penting untuk
dipertimbangkan dalam diagnosis banding dari distimia yaitu gangguan
depresif ringan dan gangguan depresif singkat rekuren.

Gangguan depresif ringan ditandai oleh episode gejala depresif


yang kurang parah dibandingkan dengan gangguan depresif berat.
Perbedaanya pada sifat episodik gejala pada gangguan depresif ringan,
mood eutimik. Sedangkan pada pasien distimia tidak memiliki mood
eutimik.

Gangguan depresif singkat rekuren ditandai oleh periode


singkat(kurang dari dua minggu) selama mana terdapat episode
depresif. Pasien dengan gangguan depresif singkat rekuren berbeda
dengan pasien distimia dalam dua hal yaitu : memiliki gangguan
episodik dan keparahan gejalanya lebih besar.2

2.1.7 Penatalaksanaan

Penelitian yang telah dilakukan membuktikan efektivitas


penatalaksanaan denngan psikoterapi dan farmakoterapi lebih besar daripada
apabila kedua modalitas tersebut dilakukan terpisah.

Psikoterapi terapi pilihan untuk gangguan distimia. Psikoterapi


diberikan untuk mengatasi masalah yang menimbulkan depresi dengan
berbagai cara. Pertama konseling yang berifat suportif diharapkan dapat
membantu mengatasi nyeri atau mengatasi ketidakmampuannya. Kedua,
terapi kognitif perilaku digunakan untuk mengubah ide pesimistis, harrapan
yang tidak realistic dan kritik diri yang menimbulkan depresi dan
penderitaanya. Ketiga, problem solving therapy biasanya dibutuhkan untuk
mengatasi depresi dengan cara mengubah situasi kehidupan yang
menimbulkan stress yang bermakna.

Farmakoterapi antidepresan dibutuhkan untuk mengatasi gangguan


vegetative yang sering dialami oleh penderita ditimia., seperti gangguan
tidur, rasa lelah, anhedonia, dan rasa nyeri. Dari beberapa pelaporan
diperoleh bahwa SSRIs , tricyclic antidepressant dan monoamine oksidase
inhibitor (MAOIs)sama efekti, tetapi SSRIs yang dapat ditoleransi lebih
baik. Penggunaan antidepresan harus memperhatikan efek sampingyang
ditimbulkan karena obat digunakan dalam jangka panjang. Antidepresan
golongan SSRIs yang sering diberikan adalah fluoxetin dengan dosis awal
20 mg(untuk dewasa), sekali sehari pada pagi hari. Dosis dapat ditingkatkan
secara perlahan dalam beberapa minggu sebesar 20 mg dengan dosis
maksimal 80 mg perhari. Selain fluoxetin, dapat diberikan sertralin dengan
dosis awal 50 mg (untuk dewasa) sekali sehari pada pagi hari, dan dosis
dapat ditingkatkan dalam beberapa minggu sebesar 50 mg, dengan dosis
maksimal 200 mg perhari. Antidepresan diberikan dengan waktu yang tidak
ternatas, namun dosis diturunkan sesuai dengan evaluasi perbaikan gejala.
Namun obat tidak diturunkan terlebih dahulu sampai 6 bulan setelah gejala
membaik.

Kegiatan olahraga juga dapat memperbaiki gejala. Pasien disarankan


berolahraga sebanyak 3-4 kali dalam seminggu. Olahraga yang digunakan
adalah bersifat aerobik.2

2.1.8 Prognosis

Prognosisnya bervariasi. Prediksi kedepan tentang prognosis distimia


dengan adanya tatalaksana obat antidepresan yang baru seperti fluoxetine,
bupropion dan terapi kognitif dan perilaku akan memperlihatkan hasil yang
baik.data yang lama menunjukan antara 10-15 persen pasien gangguan distimik
dalam kondisi remisi setelah didiagnosis. Sekitar 25 persen dari gangguan
distimia tidak mencapai pemulihan lengkap. Edukasi yang baik terhadap pasien
dan keluarga dapat meningkatkan prognosis yang baik.2
BAB III

KESIMPULAN

Gangguan distimik adalah gangguan mood yang terdepresi, dikarakteristikan


dengan perjalanan penyakit yang kronik dengan onset yang tiba-tiba. Gangguan
distimik harus dibedakan dengan gangguan depresi kronik, karena pada gangguan
distimik tidak pernah ditemukan episode gangguan depresi mayor.

Pasien dengan distimia sering memiliki pandangan yang suram atau negative
dalam hidupnya dengan perasaan ketidakmampuan dalam dirinya. Berdasarkan
defenisinya, kondisi ini telah berlangsung sekurang-kurangnya 2 tahun pada dewasa
dan 1 tahun pada anak-anak dan remaja. 6

Gejala klinis dari distimia diikuti :

Berfikiran negatif, pesimistik dan berpandangan suram.

Mood terdepresi

Gelisah

Cemas
Gejala Neurovegetative seperti tidur terganggu dan perubahan nafsu
makan,letargi, biasanya kurang ditandai daripada yang terlihat dalam episode
depresi mayor.

Anhedonia

Distimia kemungkinan lebih sering terjadi pada perempuan daripada laki-laki.


Keadaan ini juga lebih sering pada keluarga biologis tingkat pertama pasien dengan
riwayat episode depresif daripada populasi umum.

Pada kasus yang lebih berat, pengobatan dengan antidepresan psikopterapi


individual atau terapi kognitif dapat berguna. Rawat inap biasanya tidak diindikasikan
kecuali jika pasien ingin bunuh diri.5
DAFTAR PUSTAKA

1. Kaplan Harold I,M.D, Sadock Benjamin J,M.D, Grebb Jack A. M.D. Sinopsis
Psikiatri Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. Jilid I, Penerbit Binarupa
Aksara, Jakarta, 2010. Hal : 855-860

2. Ismail R.Irawati, Siste Kristina. Buku Ajar Psikiatri, Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta,2010. Hal 223-229

3. Tomb David a,M.D. Buku Saku Psikiatri. Edisi 6,Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Jakarta, 2004. Hal : 52

4. Departemen Kesehatan direktorat Jenderal Pelayanan Medik. Pedoman


Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III. Cetakan pertama,
Jakarta: Departemen Kesehatan. 1993. Hal :164-165

5. Puri Basant K, Laking Paul J, Treasaden Ian H. Buku Ajar Psikiatri. Edisi 2, EGC,
Jakarta, 2011. Hal: 180-181

6. http://emedicine.medscape.com/article/290686-overview

Você também pode gostar