Você está na página 1de 94

i

521 / Linguistik
LAPORAN AKHIR
PENELITIAN DOSEN PEMULA
PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS BERBASIS
KEARIFAN LOKAL
TIM PENGUSUL
Dewi Murni, M. Hum (Ketua) NIDN 1016067901
Riau Wati, M. Hum (Anggota) NIDN 1024027202
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
Maret, 2013 ii
KATA PENGANTAR
Penulis mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang
senantiasa memberikan nikmat dan karunia-Nya, sehingga
penulisan hasil penelitian berjudul Pembelajaran Bahasa
Inggris Berbasis Kearifan Lokal Penulis berharap semoga
semua aktifitas yang dilakukan senantiasa dapat ridho-Nya.
Shalawat dan salam tidak lupa penulis ucapkan pada Baginda
Nabi Muhammad Saw, keluarga dan para sahabat beliau, serta
semua para umat-Nya yang selalu melakukan kebaikan dimuka
bumi hingga hari ini.
Penulis menyadari untuk menghasilkan tulisan yang baik tidak
mudah, kerana banyak menyita waktu. Berkat keuletan dan
kegigihan penulis, sehingga penulisan proposal ini dapat
diselesaikan tepat pada waktunya. Penulisan hasil penelitian ini
bertujuan untuk mengembangkan metode pengajaran bahasa
Inggris yang dapat dimasukan sebagai muatan lokal dalam
kurikulum pendidikan.
Dalam penulisan ini masih banyak kekurangan yang perlu
diperbaiki, oleh karena itu penulis mengharapkan masukan
dalam bentuk kritikan dan saran yang sangat berari untuk
membangun tulisan proposal ini, sehingga menghasilkan bentuk
hasil penelitian yang baik.
Tanjungpinang, Oktober 2013 iii
DAFTAR ISI
Isi Halaman
HALAMAN PENGESAHAN
........................................................................ i
KATA PENGANTAR
.................................................................................... ii
DAFTAR ISI
................................................................................................... iii
RINGKASAN ..............................................................................
................... iv
I. PENDAHULUAN
............................................................................... 1
1.1. Latar
Belakang .............................................................................. 1
1.2. Perumusan
Masalah ...................................................................... 3
1.3. Tujuan
Penelitian .......................................................................... 3
1.4.
Luaran ...........................................................................................
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
..................................................................... 5
III. METODE PENELITIAN
................................................................. 9
IV. BIAYA DAN JADWAL PENELITIAN
........................................... 11
DAFTAR PUSTAKA
..................................................................................... 12
LAMPIRAN .................................................................................
................... 13 iv
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menciptakan suatu model
pembelajaran Bahasa Inggris yang berbasis kearifan lokal di
sekolah dasar. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif
kualitatif yang bertujuan untuk menciptakan model konseptual
tentang pembelajaran Bahasa Inggris berbasis kearifan lokal.
Penelitian ini menggunakan populasi sekolah dasar yang ada di
Kecamatan Tanjungpinang Timur Provinsi Kepulauan Riau dan
pemilihan sampel dilakukan dengan tehnik multi-stage
sampling. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner,
analisis dokumen dan dilengkapi dengan wawancara. Data yang
dihasilkan merupakan model konseptual pembelajaran Bahasa
Inggris yang berisi tentang standar kompetensi Bahasa Inggris
sekolah dasar, kompetensi dasar, tema/materi yang harus
diajarkan untuk mencapai kompetensi, pendekatan,
metode/strategi, dan assessmen yang digunakan untuk menilai
kompetensi siswa dalam pembelajaran Bahasa Inggris. Model
konseptual ini akan menjadi dasar pengembangkan modul dan
perangkat pembelajaran Bahasa Inggris sekolah dasar.
Kata kunci: model pembelajaran bahasa Inggris, kompetensi 1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah

Bahasa Inggris merupakan mesin penggerak arus globalisasi


yang sangat tidak terbendung. Arus tersebut mempersingkat
jarak dan menjembatani berbagai bentuk pemisah antar negara-
negara di dunia dengan menciptakan keharmonisan global dalam
pelbagai hal seperti IPTEKs, politik, sosial budaya, dan
ekonomi. Dalam hal IPTEKs misalnya, setiap orang boleh
mengakses ilmu cukup dari rumah saja dengan memanfaatkan
perangkat dunia maya. Nyaris, semua orang tidak ketinggalan
informasi. Demikian pun informasi lowongan di dunia kerja,
baik dari dalam negeri maupun luar negeri, tidak perlu harus
mencari amplop untuk mengirim berkas lamaran. Ingin
menikmati hiburan membuat umur panjang seperti filem-filem,
lagu-lagu, dan lain-lain yang serupa, tidak perlu harus ke loket
penjual tiket. Banyak contoh-contoh lain lagi yang serupa. Lalu,
mempersiapkan kemampuan mengerjakan TOEFL untuk studi
lanjut ke luar negeri dapat dilakukan lewat fasilitas yang sama
sebelum ikut tes. Itu semua dapat dilakukan hanya dengan
menguasai Bahasa Inggris.
Arus global juga menginspirasi banyak hal untuk meningkatkan
kesejahteraan dunia. Negara-negara tergolong miskin atau
underdveloping countries dan negara-negara tergolong sedang
berkembang atau developing countries, menjadi lebih maju,
tentu karena terinspirasi arus global dalam bentuk kerjasama
interdependent.
Bahasa Inggris sebagai bahasa asing yang banyak digunakan
oleh siapapun dapat memberikan kontribusi yang cukup berarti.
Bahasa Inggris tidak hanya 2
diterapkan dalam bidang formal namun juga pada kegiatan-
kegiatan informal lainnya. Di negara-negara berkembang,
bahasa Inggris merupakan satu-satunya bahasa yang digunakan
untuk keperluan negara dan rakyat. Tidak ada bahasa lain
sebagai medium pergaulan, medium peningkatan taraf hidup,
dan medium pembentuk diri. Bagi sebagian negara, bahasa
Inggris merupakan warisan dari leluhur. Namun, bagi negara-
negara lain, bahasa Inggris merupakan bahasa yang dibawa oleh
koloni penjajah seperti Inggris. Dengan kata lain, bahasa Inggris
merupakan bahasa kedua.
Sebagai penduduk yang mendiami daerah yang memiliki tujuan
wisata historis, anak-anak muda di Kepulauan Riau dituntut
memiliki kompetensi berbahasa Inggris. Hal ini disebabkan
karena sebagai daerah tujuan wisata, setiap orang diharapkan
dapat memberikan informasi yang benar kepada orang asing
mengenai segala sesuatu tentang Kepulauan Riau, sehingga
mereka tidak kehilangan peluang untuk memperoleh
memperoleh pekerjaan di dunia pariwisata, instansi layanan
publik dan instansi pemerintah yang berhubungan dengan
pariwisata. Agar mampu memberikan informasi tersebut
diperlukan kemampuan berbahasa Inggris dan pengetahuan
budaya Melayu Kepulauan Riau, yang sebaiknya dilakukan
sedini mungkin yaitu sejak sekolah dasar.
Untuk mencapai hal tersebut, pemerintah provinsi Kepulauan
Riau seharusnya menerapkan kebijakan untuk memasukkan
bahasa Inggris sebagai muatan lokal. Kebijakan pemerintah ini
diharapkan akan sesuai dengan teori pemerolehan bahasa asing
bahwa kompetensi berbahasa asing (Inggris) akan sangat efektif
bila dilakukan sedini mungkin. Namun dalam kenyataannya,
dampak dari kebijakan pemerintah tersebut belum seperti yang
diharapkan yaitu pencapaian 3
kompetensi berbahasa Inggris dan pemahaman tentang budaya
Melayu Kepulauan Riau masih belum tampak. Dengan
demikian, pentingnya menjaga kearifan lokal dan juga budaya
setempat dalam pengajaran bahasa asing tidak boleh diabaikan.
Para pengajar bidang ilmu tertentu yang hendak mengajar
dengan medium bahasa Inggris, perlu mengetahui bagaimana
mengajar bahasa Inggris sebagai bahasa asing yang efektif.
Mereka telah memiliki cukup pengalaman mengajar bidang
ilmunya dalam bahasa Indonesia.
Asumsi yang menguat adalah adanya beberapa faktor yang
menyebabkan tidak tercapainya hal tersebut, yaitu pertama,
kurikulum yang dikembangkan (1) tidak sesuai dengan konteks
Melayu (KTSP), (2) sampai sekarang belum pernah diuji ahli
dan uji empiris sehingga belum jelas tingkat efisiensi dan
efektivitasnya, (3) belum adanya peninjauan ulang, (4) tidak
dilengkapi dengan deskripsi yang jelas terutama standar
kompetensi dan kompetensi dasar yang diharapkan serta tehnik
assesmen yang cocok untuk pembelajaran bahasa Inggris;
kedua, belum adanya buku teks pembelajaran bahasa Inggris
yang memasukkan unsur budaya Melayu Kepulauan Riau
sehingga lebih mudah dimengerti karena sesuai dengan latar
belakang budaya dan pengetahuan siswa; ketiga, kompetensi
pedagogik guru yang masih sangat rendah terutama kompetensi
mengajarkan bahasa Inggris untuk anak-anak yang disebut
dengan Teaching English for Young Learners (Bahasa Inggris
untuk anak-anak), serta kurangnya kemampuan guru dalam
mengembangkan materi dan media pembelajaran Bahasa Inggris
untuk anak-anak serta pengembangan bentuk dan tehnik
asesmennya. 4
1.2 Perumusan Masalah

Berkaitan dengan latar belakang pentingnya penelitian


pembelajaran Bahasa Inggris Berbasis Kearifan Lokal,
permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai
berikut:
1. Bagaimana pengembangan buku panduan yang digunakan
siswa dalam penerapan bahasa Inggris terhadap budaya lokal di
Sekolah Dasar khususnya di wilayah Kepulauan Riau?
2. Bagaimana kerangka konseptual yang dikembangkan dalam
proses pembelajaran bahasa Inggris terhadap budaya lokal?
3. Apa faktor-faktor yang menjadi kendala dalam penerapan
bahasa Inggris di tingkat Sekolah Dasar di wilayah Kepulauan
Riau?

1.3 Tujuan Penelitian

Dengan mempertimbangkan permasalahan-permasalahan yang


telah dirumuskan di atas, maka tujuan dilakukannya penelitian
ini adalah sebagai berikut:
1. Mendeskripsikan pengembangan buku panduan yang
digunakan siswa dalam penerapan bahasa Inggris terhadap
budaya lokal pola di Sekolah Dasar khususnya di wilayah
Kepulauan Riau.
2. Mendeskripsikan kerangka konseptual yang dikembangkan
dalam proses pembelajaran bahasa Inggris terhadap budaya
lokal.
3. Mendeskripsikan faktor-faktor yang menjadi kendala dalam
penerapan bahasa Inggris di tingkat Sekolah Dasar di wilayah
Kepulauan.
5
1.4 Target Luaran

Adapun target luaran wajib yang akan dicapai pada penelitian


ini adalah :
a. Publikasi ilmiah dalam jurnal terakreditasi
b. Seminar nasional

Sedangkan luaran tambahan yang diharapkan dalam penelitian


ini adalah :
a. Desain kurikulum yang memuat muatan lokal
b. Buku ajar
6
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Teaching English for Young Learners (TEYL) atau dalam bahasa
Indonesia, pembelajaran Bahasa Inggris bagi anak-anak,
merupakan ilmu yang relatif baru berkembang karena baru
menjadi sebuah bidang ilmu pada dua warsa terakhir ini. Bisa
dikatakan bahwa TEYL merupakan anak dari TEFL (Teahing
English as a Foreign Language), yaitu pembelajaran Bahasa
Inggris sebagai bahasa asing yang sudah berkembang sejak awal
tahun 60-an dan menjadi sebuah bidang ilmu tersendiri sejak
gencarnya konsep globalisasi didengungkan pada tahun delapan
puluhan. Lahirnya TEYL dipengaruhi oleh hasil-hasil penelitian
yang menyatakan bahwa pembelajaran bahasa asing akan lebih
efektif apabila dimulai sejak usia sebelum akil baliq (sebelum
usia belasan) karena di usia anak-anak, pebelajar bukan hanya
sekadar belajar bahasa (learning), tetapi memiliki kemampuan
untuk mem-peroleh bahasa mendekati penutur aslinya (acqui-
sition) (Krashen, 1985; Oxford, 1990; Strevens, 1977).
Penelitian lain yang mendukung adalah adanya temuan bahwa
pebelajar usia anak-anak memiliki strategi pembelajaran yang
berbeda dari pebelajar usia dewasa (Fillmore, dkk., 1979).
Trend TEYL saat ini bisa dikatakan mendunia terutama di
negara-negara, yang Bahasa Inggris memiliki status sebagai
bahasa asing. Jepang misalnya, melakukan pembaharuan dengan
cara merekrut penutur asli Bahasa Inggris yang sudah
berpengalaman mengajar anak-anak untuk mendampingi guru-
guru Bahasa Inggris sekolah dasar di Jepang. Sementara itu, di
Indonesia, usaha semacam itu belum kelihatan. Bahasa Inggris
untuk anak-anak sampai saat ini masih diajarkan dengan cara
yang tidak jauh berbeda dengan cara mengajar pebelajar SMP
dan SMA. Pembelajaran 7
di kelas didominasi dengan penjelasan guru yang mengacu pada
buku teks (yang merupakan satu-satunya sumber belajar).
Menurut teori TEYL, penggunaan buku teks sebagai satu-satunya
sumber belajar di kelas tidak akan memberi kesempatan kepada
siswa untuk belajar Bahasa Inggris yang digunakan dalam
kehidupan nyata.
Dalam pembelajaran bahasa yang komunikatif, ada perubahan
paradigma dalam pembelajaran bahasa, dimana guru, buku teks,
dan metode mengajar tidak lagi ditempatkan sebagai faktor-
faktor utama untuk sukses dalam belajar bahasa. Dalam Prinsip
Pembelajaran bahasa disebutkan: Successful mastery of the
second language will be due to a large extent to a learners
own personal investment of time, effort, and attention to the
second language in the form of an individualized battery of
strategies for comprehending and producing the language
(Brown, 2001:60).
Dengan demikian sukses dalam belajar bahasa sangat ditentukan
oleh strategi belajar pembelajar bahasa dalam memahami dan
memproduksi bahasa. Sementara itu Spratt (2005) memberikan
definisi strategi belajar sebagai berikut: Learning strategies are
the ways chosen by learners to learn language. They include
ways to help students identify what they need to learn, process
new language and work with other people to learn. Using the
right strategy at the right time can help them learn the language
better, and help to make them more autonomous.
Menurut Richard dan Schmidt (2002) secara umum strategi
belajar bisa diartikan sebagai the ways in which learners
attempt to work out the meanings and uses of words,
grammatical rules, and other aspects of the language they are
learning. 8
Richard dan Schmidt, 2002 menyebutkan bahwa secara umum
gaya belajar ini bisa dibagi menjadi 4 kategori:
a. Strategi kognitif (cognitive strategies), misalnya dengan
menganalisa bahasa target (dalam hal ini bahsa Inggris),
membandingkan hal yang baru dnegan apa yang sudah diketahui
baik dalam bahasa pertama maupun bahasa kedua, dan
mengorganisasi informasi.
b. strategi metakognitif (metacognitive strategies), misalnya
memperhatikan cara belajar dirinya, membuat rencana ynag
tersusun rapi, memonitor perkembangan diri.
c. Strategi social (social strategies), misalnya mencari teman
yang juga penutur asli dari bahasa yang sedang dipelajari
(bahasa Inggris) atau bekerja kelompok di kelas.
d. Strategi pengelolaan sumberdaya (resource management
strategies), misalnya merancang waktu regular untuk belajar dan
menentukan tempat untuk belajar.

Laurie (2010) mengatakan bahwa penggunaan bahasa ibu oleh


para pebelajar seringkali menjadi kendala bagi para guru dalam
menerapkan bahasa kedua seperti bahasa Inngris. Di samping
itu, pembelajaran bahasa Inggris bagi para pemula yang dikenal
dengan istilah YLL (young language learners) dapat terpenuhi
jika para guru dapat menyeimbangkan ilmu bahasa bahasa
disertai dengan desain kurikulum yang terencana dengan baik.
Selain itu penggabungan metode TL (teaching language) dan
juga L1 (language first) dapat digunakan dalam mencapai target
pembelajaran bahasa asing (English as foreign language).
Penelitian yang lakukan oleh Horst (2010) berasumsi bahwa L2
(second language) dan L1 (first language) dapat tercapai dengan
memahami pendekatan 9
lintas linguistik (ilmu bahasa). Ciri-ciri linguistik juga
memainkan peranan penting guna pembelajaran bahasa Inggris
sebagai bahasa asing. Pemerolehan bahasa bagi pemula
khususnya anak-anak berada pada masa emas karena
kemampuan anak pada fase ini lebih berkembang dengan cara
berfikir konsep operasional konkret.
Krashen (1981) menyebutkan bahwa strategi pembelajaran
bahasa kedua atau asing kepada pebelajar pemula harus
diarahkan kepada pencapaian kompetensi dan rasa percaya diri
(confidence). Lebih jauh, ahli pendidikan ini mengatakan bahwa
target pembelajaran adalah acquisition bukan semata-mata
belajar bahasa. Krashen (1982) mendefinisi-kan acquisition
sebagai pemerolehan bahasa dengan usaha sendiri. Dengan kata
lain, pebelajar (khusus-nya yang tingkat pemula) mendapat
kesan yang menyenangkan dalam belajar sehingga
menumbuhkan keinginan belajar terus menerus dalam berbagai
konteks (tidak hanya di dalam kelas saja) dan tidak selalu harus
dalam pengawasan guru. Dengan kata lain pembelajaran yang
diberikan di sekolah semestinya mampu memberikan dorongan
kepada siswa untuk bisa melanjutkan dan mengembangkan
proses belajarnya di luar kelas dengan menggunakan Bahasa
Inggris yang dipelajarinya dalam kehidupan nyata. Kompetensi
berbahasa Inggris pada tingkat awal ini sangat penting dan
strategis karena merupakan dasar pembelajaran untuk
pembelajaran Bahasa Inggris di tingkat lebih lanjut dan
kesalahan yang mungkin terjadi karena penyimpangan proses
pembelajaran akan terbawa seumur hidup dan mempengaruhi
pembelajaran Bahasa Inggris siswa selanjutnya.
Senada dengan Luarie, Neris (2010) juga mengungkapkan
bahwa pebelajar muda yang berada di tingkat pemula seperti
Sekolah Dasar merupakan masa yang amat tepat untuk
menerapkan pembelajaran bahasa asing yang akan dapat 10
memperoleh pencapaian yang maksimal jika terdapat penerapan
metode pemerolehan kosakata. Dalam hal ini, metode ELL
(english language learners) dapat diaplikasikan dengan
pemerolehan kosakata bagi anak (vocabulary aqcuisition).
Memahami demikian pentingnya pembelajaran Bahasa Inggris
untuk anak-anak di Kepulauan Riau dan menyadari
ketidaktersediaannya model pembelajaran yang bisa digunakan
guru sebagai panduan dalam proses pembelajaran, maka
penelitian yang bermaksud mengembangkan model
pembelajaran konseptual yang berbasis budaya Melayu
Kepulauan Riau ini sangat mendesak untuk dilakukan.
Diharapkan penelitian ini akan memberikan manfaat yang
siginifikan tidak hanya kepada guru tetapi juga kepada pihak
pengambil keputusan agar pembelajaran Bahasa Inggris bisa
berlangsung dengan benar dan professional. 11
BAB III
TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menerapkan
kearifan lokal yang dapat dijadikan sebagai strategi belajar
dalam bahasa Inggris bagi siswa di Sekolah Dasar khususnya di
wilayah Kepulauan Riau. Strategi ini juga dapat digabungkan
dengan stratgei belajar lainnya sehingga tercipta tujuan
pembelajaran yang berjalan dengan baik.
Berdasarkan uraian sebelumnya, dilakukannya penelitian ini
akan mempunyai sejumlah manfaat, diantaranya adalah sebagai
berikut:
1. Secara teoretis, hasil penelitian yang berupa deskripsi
pembelajaran bahasa Inggris berbasis kearifan lokal akan
bermanfaat bagi penerapan belajar siswa di Sekolah Dasar.
2. Mengungkapkan seberapa besar pengaruh penerapan
pembelajaran tersebut pada pendidikan di Sekolah Dasar.
3. Dapat memberikan kontribusi yang cukup berarti guna
meningkatkan mutu pendidikan dan mendorong perkembangan
di bidang pendidikan.
4. Secara praktis, bagi yang berkompeten dalam bidang
pengajaran bahasa Inggris, temuan-temuan ini nantinya dapat
digunakan sebagai ilmu bantu dalam pembelajaran bahasa
Inggris secara efektif.
12
BAB 1V
METODE PENELITIAN
1.1. Jenis dan Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif.


Populasinya terdiri dari sekolah dasar yang ada di Provinsi
Kepulauan Riau dan tehnik pemilihan sampel dilakukan dengan
konsep multi-stage sampling technique dengan
memperhitungkan sekolah yang ada di Kecamatan
Tanjungpinang Timur. Secara keseluruhan, karena keterbatasan
waktu dan tenaga, sampel yang dilibatkan adalah 6 sekolah,
yaitu sekolah yang berada di Kecamatan Tajungpinang Timur.
1.2. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama satu tahun dari bulan Maret-


Oktober 2013 di Kecamatan Tanjungpinang Timur Provinsi
Kepulauan Riau dengan pertimbangan; Pertama, karena luasnya
wilayah objek penelitian, maka pengambilan sekolah sebagai
objek penelitian dilakukan pada wilayah Tanjungpinang Timur
yang berjumlah enam buah sekolah.
1.3. Populasi dan Sampel

Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas


objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu
yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian
ditarik kesimpulan, sedangkan sampel adalah bagian dari jumlah
dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono,
2002:72). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perangkat
sekolah/instansi pendidikan 13
yang berkenaan. Mengingat jumlah populasi relatif besar dan
tidak memungkinkan untuk diteliti secara keseluruhan (sensus),
maka dilakukan tehnik sampling.
Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian
ini adalah multistage sampling (Sugiarto dkk, 2003) dalam
Arifin. Berdasarkan metode tersebut, maka penelitian ini
menggunakan dua tahap, yaitu : Tahap Pertama, adalah memilih
cabang berdasarkan lokasi atau wilayah yang dijadikan sampel
Pada tahap ini, pemilihan cabang berdasarkan lokasi sebagai
sampel dilakukan dengan memilih enam lokasi sekolah yang ada
di wilayah Tanjungpinang Timur. Hal ini didasarkan atas
pertimbangan bahwa, ke enam lokasi ini memiliki luas wilayah
dan jumlah penduduk yang relatif besar.
Selanjutnya, pada tahap kedua adalah menentukan sampel
tenaga pengajar/guru dari masing-masing sekolah berdasarkan
lokasi yang telah dipilih sebagai sekolah sampel. Setiap sampel
diambil sedemikian hingga satuan elementer atau unit populasi.
Dengan pendekatan ini, maka sampel acak diharapkan menjamin
penelitian dapat dievaluasi objektif karena terpilihnya satuan
elementer sampel secara objektivitas, terhindar dari subjektivitas
peneliti. Alasan memilih para tenaga pengajar adalah adalah
karena mereka yang secara langsung melaksanakan pengajaran
bagi siswa. Untuk itu efektivitas suatu keberhasilan pengajaran
sangat tergantung dari kemauan, usaha, dan kemampuan mereka
dalam melaksanakan pengajaran tersebut.
1.4. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini, menggunakan metode


atau tehnik wawancara, kuesioner, dan dokumentasi. Wawancara
dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan data awal serta
informasi awal dalam hubungannya dengan 14
subjek maupun objek penelitian. Pelaksanaan wawancara ini
dilakukan secara terstruktur dengan jawaban yang bersifat
terbuka kepada pihak sekolah.
Penggunaan tehnik dokumentasi bertujuan untuk mendapatkan
data sekunder yang akan digunakan untuk memperoleh analogi
yang berguna dalam perumusan teori, dan landasan dalam
menganalisis data primer, serta memperkuat dugaan dalam
pembahasan masalah. 15
DAFTAR PUSTAKA
Brown, H. D. 2001. Teaching by Principles: An Interactive
Approach to Language pedagogy.N.Y: Longman.
Fillmore, C.J., Kempler, D., and Wang, W.S-Y. (Eds.) (1979).
Individual Differences in Language Ability and Language
Behaviour. New York: Academic Press
Horst, Marlise. 2010. First and Second Language Knowledge in
the Language Classroom. International Journal of Bilingualism.
Vol 14. No. 3. 313-349. Concordia University Montreal
Krashen, S. (1981). Second Language Acquisition and second
language learning. Oxford: Pergamon.
Krashen, S. (1982). Principles and practices in second language
acquisition. London: Pergamon.
Krashen, S. (1985).The input hypothesis: Issues and
implications. New York: Longman
Neris Lugo, J Mirza. 2010. Facilitating Vocabulary Acquisition
of Young English Language Learners. Vol. 41.314-327. The
Florida State University
Oxford, R. 1990. Learning Strategies: What Every Teacher
should know. New York: Newbury/ Harper and Row
Richards, J. C., dan Schmidt, R. 2002. Longman Dictionary of
Language Teaching and Applied Linguistics. London: Longman
Pearson Education.
Spratt, M., et. al. 2005. Teaching Knowledge Test. Cambride:
CUP. 16
Strevens, P. 1977. New Orientations in the Teaching of English.
Oxford: Oxford University Press. 17
LAMPIRAN
Lampiran 1. Justifikasi anggaran penelitian 1. Honor
Honor Honor/Jam Waktu Minggu Honor per
(Rp) (jam/mingg Tahun (Rp)
u)
Th I T.. Th n
Ketua 2,000 120 Jam 6 1,440,000
Anggota 1,500 120 Jam 6 1,080,000
Pembantu 10,000 27 Jam 1 270,000
lapangan
SUB TOTAL (RP) 2,790,000
2. Peralatan Penunjang
Material Justifikasi Kuantitas Harga Honor per
Pemakaian Satuan Tahun (Rp)
(Rp)
Th I T.. Th n
Sewa Survei 14 hari 50,000 700,000
Kamera Lapangan
Lembar Pengambi 18 eks 30,000 540,000
kuesioner lan
sample
Sewa Survei 14 hari 300,000 4,200,000
Mobil Lapangan
Suvenir Panduan 25 eks 30,000 750,000
(Book) Belajar
Analisis Pengolah 1 Paket 1,000,000 1,000,000
Data an Data
Sampel
SUB TOTAL (RP) 7,190,000
3. Bahan Habis Pakai
Material Justifikasi Kuantitas Harga Honor per
Pemakaian Satuan Tahun (Rp)
(Rp)
Th I T.. Th n
Kertas A4 Pembuata 1 Kotak 150,000 150,000
n
Laporan
Cartridge Printer 1 Buah 200,000 200,000
Canon
Back
Cartridge Printer 1 Buah 250,000 250,000
Canon
Color

EVALUASI PROSES PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS


DI SEKOLAH DASAR DI TANGERANG, BANTEN
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembelajaran bahasa Inggris untuk Sekolah Dasar (SD) didasari suatu
pendapat bahwa
belajar bahasa asing atau bahasa kedua akan lebih baik bila dimulai lebih
awal (Hamerly,
1982: 265). Di Indonesia, secara formal mata pelajaran bahasa Inggris sudah
resmi
diperkenalkan di SD sejak terbitnya Surat Keputusan (SK) Menteri Pendidikan
dan
Kebudayaan No. 060/U/1993 pada tahun 1993 tentang dimungkinkannya
program bahasa
Inggris sebagai mata pelajaran muatan lokal (mulok) di SD mulai kelas 4
bilamana sekolah
telah memiliki kesiapan: (1) sesuai kebijakan lokal, (2) mendapat dukungan
siswa dan
orangtua, dan (3) kesiapan tenaga pengajar dan fasilitas pembelajaran. SK
ini mendapat
sambutan yang luar biasa dari masyarakat. Perkembangan pengajaran
bahasa Inggris di SD
dan Madrayah Ibtidaiyah (MI) kemudian semakin pesat setelah terbitnya
Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia No. 19 Tahun 2005 yang memungkinkan
dimulainya mata
pelajaran bahasa Inggris di kelas lebih awal, bahkan kelas 1. Mata pelajaran
tersebut
termasuk dalam kelompok mata pelajaran muatan lokal estetika dalam
Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP) SD/MI sesuai kebijakan otonomi daerah.
Kini kita menyaksikan semakin marak pengajaran bahasa Inggris di SD,
bukan
cuma di kota-kota besar tetapi sudah mulai merambah ke kota-kota kecil.
Walaupun
demikian, ternyata pengajaran bahasa Inggris di SD belum tertata secara
profesional seperti
halnya di SMP/SMA (Alwasilah, 2000: 80). Alwasilah menunjuk kualifikasi
guru yang
dipertanyakan karena umumnya guru bahasa Inggris SD yang lulusan LPTK
tidak
dipersiapkan khusus untuk mengajar bahasa Inggris untuk anak SD.
Chodidjah (2000), dari
The British Council, menyatakan bahwa di daerah DKI hanya 20% guru yang
benar-benar
layak sebagai guru EYL (dalam Suyanto KE, 2004). Temuan penelitian lain
(Dardiri, 1994;
Rachmajanti dkk., 1995, Rohmah, 1996 dalam Suyanto, 2007) menunjukkan
bahwa guru
kurang kreatif, tehnik mengajar tidak sesuai, mengajar tanpa rambu-rambu
atau garis besar
yang jelas, hanya mengikuti alur buku teks. Hasil observasi Suyanto dkk
(2003)
4
menemukan cukup banyak guru tidak berlatar belakang pendidikan bahasa
Inggris. Tidak
jarang mereka ini mengucapkan pelafalan yang salah.
Dari sisi sekolah, walaupun mereka memahami dan mensyaratkan kualifikasi
yang
memadai, banyak SD mengalami kesulitan dalam merekrut guru bahasa
Inggrisnya.
Kondisi ini terjadi karena belum adanya ketentuan mengenai standar
kualifikasi guru
bahasa Inggris SD dan tidak tersedianya lulusan khusus guru bahasa Inggris
SD. Beberapa
Pemda telah berupaya untuk meningkatkan kualifikasi guru dengan
bekerjasama dengan
LPTK setempat dan para pakar EYL untuk melaksanakan pelatihan-pelatihan
English for
Young Learners (EYL) untuk guru-guru bahasa Inggris SD/MI di wilayahnya,
tetapi
hasilnya belum maksimal mengingat jumlahnya yang cukup besar dan
persiapan yang
panjang.
Bagaimanakah karakteristik guru bahasa Inggris untuk anak? Suyanto (2007)
menyatakan bahwa untuk menjadi guru EYL perlu mendapat pendidikan
yang cukup dalam
bidang bahasa Inggris, yaitu penguasaan keempat keterampilan berbahasa
(listening,
reading, speaking, writing), tatabahasa, ucapan, kosakata, metodologi
pengajaran, evaluasi,
serta keterampilan lain yang relevan seperti pengelolaan kelas, menyanyi,
mengembangkan
bahan ajar dan media. Di samping pengetahuan dan keterampilan tersebut,
seyogyanya
guru EYL mempunyai ciri-ciri:
a. Suka pada anak-anak.
b. Suka humor dan ramah.
c. Kreatif, dapat menciptakan berbagai kegiatan yang menarik.
d. Dapat mengajari anak bernyanyi dan melakukan permainan berbahasa
Inggris.
e. Dapat bercerita dengan nada suara yang menarik.
f. Sabar menghadapi anak-anak sebagai pembelajar aktif.
g. Suka memberi pujian atau reward bilamana diperlukan.
h. Memiliki semangat tinggi agar kelas EYL menjadi aktif.
Untuk mencetak guru bahasa Inggris untuk anak yang memiliki kualifikasi
tersebut
diperlukan pendidikan atau pelatihan khusus yang tertata baik dan
profesional. Sementara
kondisi sekarang, pengajaran mata kuliah English for Young Learners di
LPTK tidak
merata (Suyanto KE, 2004). Keberagaman tidak hanya terlihat dari jumlah
sks yang
dialokasikan tetapi juga dari silabusnya. Program Studi S1 Pendidikan Bahasa
Inggris FKIP
5
Universitas Terbuka mengalokasikan 3 sks untuk mata kuliah English for
Children
(PBIS4429). Materi pembelajaran mata kuliah ini disajikan dalam buku teks
(Buku Materi
Pokok) sementara pembelajaran bertumpu pada sistem belajar mandiri yang
menjadi ciri
khas pembelajaran jarak jauh. Hingga saat ini, tidak tersedia bantuan belajar
lain baik
tutorial maupun bentuk lain seperti praktek mengajar (teaching clinic) di SD
yang
sebenarnya sangat diperlukan. Kurangnya praktek/praktikum mengajar
seperti ini
umumnya juga menjadi salah satu titik lemah program-program (pelatihan)
EYL di LPTK
lain. Calon guru bahasa Inggris SD seharusnya mendapat porsi pembekalan
serta
praktek/praktikum mengajar yang memadai mengingat kompleksitas
pengajaran bahasa
Inggris untuk anak. Dengan kata lain, 3 sks mungkin tidak memadai untuk
dapat
mengakomodasi pencapaian kompetensi lulusan yang terampil dan
profesional dalam
mengajar bahasa Inggris di SD.
Untuk mengetahui lebih mendalami bagaimana proses pembelajaran bahasa
Inggris
di SD diimplementasikan, penelitian ini dilaksanakan. Dengan mengambil
sampel purposif
sekolah, kepala sekolah, guru, dan siswa yang berada di wilayah Tangerang,
penelitian
bertujuan untuk mendapatkan informasi yang utuh tentang: profil guru
bahasa Inggris SD,
profil pembelajaran, dan kendala-kendala yang dihadapi sehingga dapat
dianalisis dan
dihasilkan pemecahan masalahnya secara ilmiah. Hasil penelitian ini
diharapkan dapat
menyajikan deskripsi profil guru dan pembelajaran bahasa Inggris di SD di
wilayah
Tangerang yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk
menentukan langkahlangkah
perbaikan dan peningkatan kualitas guru yang berujung pada meningkatnya
kualitas pembelajaran bahasa Inggris di SD.
B. Permasalahan Penelitian
Penelitian ini akan menjawab beberapa pertanyaan sebagai berikut:
1. Bagaimana kualifikasi guru-guru mata pelajaran bahasa Inggris SD di
wilayah
Tangerang?
2. Bagaimana efektifitas pembelajaran bahasa Inggris di SD, mencakup:
a. Persiapan pembelajaran?
b. Pengelolaan kelas?
c. Pemilihan metoda dan media pembelajaran?
6
d. Pengembangan evaluasi pembelajaran?
3. Apa kendala yang dihadapi guru dalam melaksanakan pembelajaran
bahasa Inggris
di SD?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian bertujuan untuk mendapatkan deskripsi utuh berupa:
1. Profil dan persepsi guru-guru Bahasa Inggris SD di wilayah Tangerang
tentang
pembelajaran bahasa Inggris di SD.
2. Profil efektifitas pembelajaran bahasa Inggris di SD-SD di wilayah
Tangerang.
3. Analisis kendala pembelajaran bahasa Inggris SD di wilayah Tangerang.
D. Manfaat Penelitian
Berikut manfaat yang dapat diperoleh dengan penelitian ini:
1. Bagi bidang keilmuan: memberi sumbangan pemahaman terhadap aspek-
aspek
pembelajaran bahasa Inggris terhadap pebelajar anak dalam konteks
pembelajaran
bahasa asing di Indonesia.
2. Bagi institusi (Universitas Terbuka), khususnya Program Studi Pendidikan
Bahasa
Inggris FKIP; memberi sumbangan data deskriptif profil pembelajaran bahasa
Inggris di SD di wilayah Tangerang sebagai bahan pertimbangan untuk
peningkatan
jenis dan kualitas layanan akademik pada Program Studi Pendidikan Bahasa
Inggris.
(Contoh: mengakomodasi masukan guru bahasa Inggris SD (multi entry) dan
dua
output (guru bahasa Inggris SMP/SMA dan guru bahasa Inggris SD/MI,
program
sertifikat guru bahasa Inggris SD, penambahan mata kuliah praktek
mengajar di SD,
dll.)
3. Bagi Pemerintah Daerah Tangerang: menyajikan rekomendasi pemecahan
beberapa
masalah/kendala pelaksanaan pembelajaran bahasa Inggris SD di wilayah
Tangerang.
4. Bagi guru-guru bahasa Inggris di SD: menyajikan saran-saran perbaikan
dalam
mengajar bahasa Inggris di SD.
5. Bagi para peneliti: memberikan saran-saran penelitian lanjutan dalam
bidang kajian
belajar dan pembelajaran bahasa Inggris sebagai bahasa asing untuk anak.
7
II. TINJAUAN PUSTAKA
1. Teori Belajar Anak
Dalam sejarahnya, pengajaran bahasa Inggris untuk anak banyak
dipengaruhi oleh
berbagai pendapat para pakar psikologi perkembangan. Diantara pendapat
mereka adalah
bahwa yang menjadi subjek pembelajaran adalah anak. Menurut Locke
(dalam Krogh,
1994) otak anak diibaratkan sebagai blank slate atau kertas putih bersih
dan siap diisi
oleh berbagai pengetahuan dari lingkungannya. Locke menambahkan bahwa
anak memiliki
berbagai potensi untuk belajar, dan siap mendapatkan pembelajaran dari
gurunya. Locke
juga beranggapan bahwa anak tidak hanya menerima pembelajaran tetapi
mereka juga
secara aktif mengkonstruksi pengetahuan. Children help reconstruct their
own
intelligence through active exploration of their environment (dalam Krogh,
1994: 43).
Seperti juga Locke, Vygotsky (dalam Cameron, 2001) berpendapat bahwa
anak
bereksplorasi dari dirinya dan lingkungannya atau lingkungan sosialnya
dibantu oleh
orang-orang yang berada di lingkungan sosialnya. (Cameron, 2001:6).
Sementara itu, Piaget (1969) mengemukakan pendapatnya bahwa anak
memiliki
empat tingkatan masa perkembangan yaitu: sensorimotor stage: dari lahir
sampai usia dua
tahun; preoperational stage: dari usia dua sampai delapan tahun; concrete
operational
stage: dari usia delapan sampai sebelas tahun; dan formal stage: dari usia
sebelas tahun
sampai lima belas tahun atau lebih. Anak usia sekolah dasar adalah antara 6
(enam) sampai
12 (dua belas) tahun. Jadi mereka berada pada akhir periode preoperational
stage sampai
dengan concrete operational stage bahkan sampai pada awal formal stage.
Piaget (1969) juga berpendapat bahwa cara berpikir anak memiliki
perkembangan
dari keterlibatan langsung dengan benda-benda konkrit di lingkungan
sekitarnya sampai
kepada sesuatu yang abstrak. Setiap sampai pada perkembangan baru,
kemampuan berpikir
bertambah.
Belajar dari teori-teori perkembangan, baik fisik maupun kognitif anak, kita
mengetahui bahwa anak-anak usia sekolah dasar mengalami dua peralihan
dalam masa
perkembangannya. Oleh karena itu penting bagi guru-guru bahasa Inggris
untuk memahami
perkembangan anak agar dapat mengajar dengan maksimal mengikuti
perkembangan fisik,
kognitif, sosial, serta emosional anak.
8
2. Pembelajaran Bahasa Asing
Penggunaan istilah bahasa asing (foreign language) dan bahasa ke dua
(second
language) perlu dijelaskan. Littlewood (1984) membedakan ke dua istilah ini
dengan
menjelaskan bahwa second language mempunyai fungsi sosial di dalam
masyarakat yang
mempelajari bahasa tersebut, sedangkan foreign language dipelajari
khususnya untuk
komunikasi dengan masyarakat lain. Sementara itu Quirk dan kawan-kawan
(1985)
mendefinisikan second language sebagai suatu bahasa yang penting untuk
berkomunikasi
dalam aktivitas perkantoran, sosial, komersial, atau pendidikan dalam suatu
negara
sedangkan foreign language didefinisikan sebagai suatu bahasa yang
digunakan oleh
perorangan untuk berkomunikasi antar negara atau berkomunikasi dengan
orang-orang
yang bukan berasal dari negaranya.
Perbedaan istilah ini penting hubungannya dengan posisi bahasa Inggris di
Indonesia sebagai bahasa asing. Apabila kita mempelajari bahasa Inggris,
berarti kita tidak
selalu dapat menggunakan bahasa Inggris tersebut untuk berkomunikasi
sehari-hari. Hal ini
disebabkan oleh lingkungan yang tidak mendukung. Implikasinya terhadap
pebelajar di
Indonesia adalah bahwa bahasa Inggris tidak dapat dikuasai secara alami
seperti halnya
bahasa pertama. Bahasa Inggris harus dipelajari dan pebelajar harus
memperhatikan
bentuk-bentuk dan makna bahasa ketika mereka berkomunikasi
menggunakan bahasa
Inggris.
3. Pembelajaran Bahasa Asing Untuk Anak
Bahasa Inggris dipelajari oleh masyarakat Indonesia sebagai bahasa asing
dan
merupakan bahasa asing pertama yang diajarkan secara resmi di sekolah-
sekolah. Bahasa
Inggris merupakan mata pelajaran dan penggunaan bahasa tersebut
terbatas seperti di kelas,
acara berita bahasa Inggris di televisi, seminar internasional, dan untuk
nyanyian.
Pengajaran bahasa asing untuk anak memang kompleks. Meskipun menarik,
mengajar anak-anak tidak begitu mudah. Untuk dapat mengajar dengan baik
diperlukan
berbagai kualifikasi guru yang memadai dari kemampuan mengajar,
kreatifitas, persiapan
yang matang, pengelolaan kelas, serta kesabaran. Yang lebih penting lagi
yaitu bahwa guru
harus mampu memberikan contoh-contoh atau mampu berperan sebagai
model sebagai
9
penutur asing sehingga anak dapat meniru ucapan kata-kata, frasa atau
kalimat yang biasa
digunakan dalam berkomunikasi. Ini diperlukan karena menurut Suyanto
(2007) dalam
pembelajaran bahasa asing gurulah satu-satunya model bagi anak untuk
ditiru.
Menurut Cameron (2001) anak-anak bahkan lebih antusias dalam belajar,
mereka
dapat melakukan satu kegiatan yang tidak mereka ketahui maksud dan
tujuannya, mereka
tidak malu-malu untuk menggunakan kosa kata baru. Faktor extrovert pada
anak dalam
belajar sebenarnya merupakan faktor yang mendukung mereka untuk dapat
menguasai
bahasa lebih sempurna seperti penutur aslinya (native like).
Guru bahasa Inggris perlu mengetahui dan menguasai pengetahuan tentang
bagaimana anak belajar bahasa sehingga mereka dapat mengajar dengan
lebih efektif.
Dalam hal pengajaran bahasa Inggris untuk anak di Indonesia, pemahaman
yang baik akan
berbagai konsep pembelajaran bahasa anak akan menjadi penentu
keberhasilan dan
keefektifan pembelajaran bahasa Inggris untuk anak. Pemahaman yang baik
menjadikan
kita dapat mengevaluasi metoda-metoda atau teknik-tehnik pembelajaran
yang biasa dan
bisa kita terapkan.
Pada tahun 1980-an, pembelajaran bahasa Inggris diramaikan oleh the
communicative approach yang menandai perubahan pengajaran dari
orientasi pada guru
(teacher-oriented) ke usaha-usaha lebih memberdayakan peran siswa
(learner-centered)
seperti pendapat Piaget (dalam Krogh, 1994; Cameron, 2001; dan Vygotsky
dalam
Cameron, 2001). Pembelajaran yang beroriantasi kepada siswa akan menjadi
efektif apabila
pembelajaran berdasarkan pada kebutuhan belajar anak.
Cameron, (2001) berpendapat bahwa pengajaran bahasa asing untuk anak
dapat
menguntungkan dan juga dapat merusak. Apabila guru dapat memfasilitasi
anak untuk
belajar, memberikan kesempatan kepada anak untuk mempelajari dan
menggunakan
bahasa, dan membawa bahasa Inggris ke dalam dunianya, anak-anak akan
mempunyai
keinginan untuk belajar. Anak-anak juga akan melakukan apa saja yang
diperintahkan guru
dengan antusias dan penuh gembira. Namun apabila guru tidak dapat
menciptakan situasi
belajar bahasa yang menyenangkan yang sesuai dengan dunianya berarti
guru akan
membuat anak merasa benci terhadap bahasa Inggris.
10
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
B. Sampel: purposive sampling (Maxwell: 1996 in Alwasilah, 2002: 146)
C. Metode Pengumpulan Data: triangulasi: dokumen, angket, wawancara,
observasi
D. Teknik Analisis Data: coding, categorization, matrix display.
Dalam penelitian ini akan dilakukan kuesioner dan wawancara, observasi
lapangan, serta
studi dokumentasi yang diperoleh dari rancangan pembelajaran yang dibuat
oleh guru.
Kuesioner digunakan untuk mendapatkan data yang berhubungan dengan
profil guru
bahasa Inggris SD dan data dilengkapi dengan melakukan wawancara.
Observasi lapangan
dilakukan untuk memperoleh informasi yang berkaitan dengan proses
pembelajaran bahasa
Inggris di SD. Observasi ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan
mengajar guru. Studi
dokumentasi dilakukan untuk memperoleh data yang berhubungan dengan
rancangan/rencana pembelajaran yang dibuat oleh guru sebelum melakukan
pembelajaran.
Hal ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan guru bahasa Inggris SD
dalam merancang
pembelajaran.
Kuesioner yang akan digunakan adalah sebagai berikut.
11
Pedoman observasi dibuat sebagai acuan dalam pelaksanaan observasi.
Pedoman
ini mencakup komponen-komponen antara lain: rencana pembelajaran,
materi
pembelajaran, proses pembelajaran mencakup membuka dan menutup
kelas, bahasa
pengantar yang digunakan guru, media pembelajaran, managemen kelas,
strategi
pembelajaran, evaluasi dan feedback. Komponen lainnya yang perlu
diobservasi adalah
adalah karakteristik guru. Format pedoman terlampir
No Pernyataan: 1 2 3 4 5 6
1. Usia saya: >20th >25th >30th >35th >40th >45 th
2. Latar belakang
pendidikan saya
SMU
sederajat
D2 PGSD S1 PGSD S1 Bhs. Inggris Kursus Bhs
Inggris
Lain-lain
3. Pengalaman saya
mengajar bhs.
Inggris di SD.
1th 2th 3th 4th 5th >5th
4. Pengetahuan
bahasa Inggris
saya peroleh dari:
belajar
sendiri
kursus belajar dengan orang
asing
5. Pengetahuan
tentang ilmu
pendidikan/pengaj
aran saya peroleh
dari:
buku dosen/guru meniru belajar secara
khusus
6. Materi pelajaran
saya ambil dari:
buku paket
saja
buku selain buku
paket
video/audio televisi Internet
7. Saya mengajar
berdasarkan :
kurikulum perkiraan buku paket
8. Rencana
pembelajaran saya
buat:
Setiap saat
hendak
mengajar
Satu paket untuk
satu minggu
Satu paket untuk
satu bulan
Satu paket
untuk satu
semester
Satu paket
untuk satu
tahun
tidak
pernah
9. Metode
pembelajaran yang
saya pakai
buku teks pengalaman melihat teman
mengajar
iteratur tentang
metoda
pembelajaran
bahasa Ingfgris
untuk anak
pendidikan
dan
pelatihan
Sebut
yang
lainnya,
bila ada.
10. Materi yang saya
ajarkan dalam
bahasa Inggris
pada umumnya
adalah:
gramatika terjemahan kosa kata membaca
lancar
semua
keterampilan
berbahasa
(listening,
speaking,
reading,
writing)
secara
terpisah
Integrasi
semua
keterampil
an dan
gramatika
serta
pengucapan
12
B. Variabel Penelitian
Variable penelitian ini adalah kualitas proses pembelajaran bahasa Inggris
(metodologi
pembelajaran, materi, dan penilaian). Di samping itu variable yang akan
dilihat adalah
variable kualitas guru (professional, kompetensi pedagogik, kompetensi
social dan
kepribadian).
E. Populasi dan Sampel
Populasi yang diharapkan dalam penelitian adalah guru-guru bahasa Inggris
SD di
wilayah Jabodetabek. Sehubungan dengan keterbatasan dana dan waktu
maka dalam
penelitian ini akan digunakan sampel guru-guru bahasa Inggris SD di lima
wilayah yaitu
Jakarta Utara, Bogor, Depok, Bekasi Utara, dan Kota Tangerang. Rasionalisasi
pemilihan
wilayah ini karena kelima kota tersebut termasuk dalam kategori perkotaan
yang
mungkin memiliki SDM, sumber pembelajaran, dan lingkungan yang
mendukung
terjadinya proses pembelajaran bahasa Inggris.
Pemilihan wilayah/lokasi, Sekolah Dasar, kelas, dan guru SD di lima wilayah
ini
dilakukan secara acak (random sampling). Dari ke lima wilayah tersebut
akan diambil
satu kecamatan dengan lima SD yang berada di wilayah tersebut. Dari
masing-masing SD
yang dijadikan sampel akan diambil secara acak dua kelas yakni satu kelas
tinggi dan
satu kelas rendah. Dengan demikian jumlah populasi dan sampel seluruhnya
adalah 25
(dua puluh lima) SD dan 50 (lima puluh kelas).
F. Metode Pengumpulan Data
Data dalam penelitian ini berupa respon dari quesioner yang dilengkapi
dengan
respon hasil wawancara dengan guru-guru bahasa Inggris SD dan observasi
lapangan
tentang bagaimana proses pembelajaran bahasa Inggris di SD dilaksanakan.
Teknik
pemberian quesioner, wawancara, dan observasi lapangan dilakukan dengan
cara
mendatangi responden di tempat mereka mengajar.
Langkah-langkah yang akan ditempuh dalam pengumpulan data adalah
sebagai
berikut. Pertama, memberikan kuesioner kepada guru-guru bahasa Inggris
SD secara
tertulis untuk menjaring informasi dan data secara tertulis. Wawancara
dilaksanakan
13
untuk melengkapi data dari isian quesioner, dan ini dilakukan setelah data
tertulis
diperoleh atau setelah pengisian quesioner dilakukan. Studi dokumentasi
dilakukan
sebelum observasi pembelajaran. Catatan hasil observasi lapangan didapat
secara
langsung dari lapangan ketika mengamati proses pembelajaran. Ini dilakukan
setelah ada
perjanjian antara peneliti dan guru-guru atau kepala sekolah. Wawancara
setelah
observasi juga dilakukan untuk melengkapi data observasi.
D. Teknik Analisis Data.
Penelitian ini akan menggunakan metode kualitatif dengan menerapkan
teknik
descriptive analysis. Descriptive analysis adalah suatu analisis yang
dilakukan untuk
memaparkan (to describe) keadaan atau karateristik atau hal-hal lain pada
suatu obyek
yang diteliti.
Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik analisis deskriptif
kualitatif. Data kuantitatif dianalisis berdasarkan teknik deskriptif kuantitatif.
Data
kualitatif dianalisis dengan teknik mentabulasi data, mereduksi data, dan
memaknai
secara diskriptif kualitatif.
E. Instrumen
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner dan
panduan
observasi. Kuesioner berisikan tentang latar belakang guru-guru bahasa
Inggris SD,
sedangkan panduan observasi berisikan tentang komponen-komponen yang
harus
dilakukan oleh guru dalam mengajarkan suatu topik pembelajaran seperti:
bagaimana
guru membuka pelajaran, bagaimana guru memotivasi siswa untuk belajar;
bagaimana
guru melakukan proses pembelajaran (bagaimana guru memberikan
pengalaman belajar
kepada siswa, metode pembelajaran yang digunakan, media pembelajaran
yang
digunakan); dan bagaimana guru menutup pelajaran (bagaimana melakukan
evaluasi
pembelajaran, bagaimana guru menyusun alat evaluasi pembelajaran, dan
tindak lanjut
apa yang diberikan kepada siswa).
14
IV. HASIL PENELITIAN
1. Sumber Data
a. Angket:
Dari 150 eksemplar angket yang dikirimkan kepada guru-guru bahasa
Inggris SD di Tangerang terkumpul 56 eksemplar angket yang telah
direspon. Analisis data dilaksanakan berdasarkan 56 angket tersebut.
b. Wawancara:
Dilakukan wawancara terhadap 3 guru bahasa Inggris SD dari 2 wilayah
berbeda. Analisis data dilaksanakan pada transkrip ketiga responden
tersebut.
2. Data Profil Responden Guru Bahasa Inggris SD di wilayah Tangerang
Berikut profil guru-guru bahasa Inggris di SD-SD di Tangerang yang menjadi
subjek penelitian:
a) Jumlah responden: 56
b) Jenis kelamin: L=18, P=38
c) Usia:
a. 20-29 : 25 orang
b. 30-39 : 26 guru
c. 40-49 : 4 orang
d. 50-59 : 1 orang
d) Jumlah kelas yang diajar:
a. Terbanyak = 24 kelas
b. Terkecil = 3 kelas
c. Rata-rata = 8,79 kelas
e) Status kepegawaian = 56 non PNS
f) Latar belakang pendidikan:
a. S1 Pendidikan bahasa Inggris = 16
b. D3 Pendidikan bahasa Inggris = 3
c. S1 Sastra Inggris = 3
15
d. Non pendidikan bahasa Inggris = 34 (60,71%)
3. Profil Pembelajaran Bahasa Inggris Di SD Di Wilayah Tangerang
Hasil analisis data pada angket terkumpul menunjukan bahwa profil
pembelajaran
bahasa Inggris di SD di wilayah Tangerang sebagai berikut:
a. Mata pelajaran bahasa Inggris diajarkan di SD sejak kelas satu, yaitu
menurut sejumlah 51(91%) responden
b. Bahasa Inggris diajarkan di sekolah berdasarkan keputusan: Dinas
Pendidikan (Pemda/Pemkot) yaitu menurut sejumlah 38 responden.
c. Guru yang mengajar bahasa Inggris di SD adalah :
i. guru berlatar belakang pendidikan bahasa Inggris, yaitu 14 (25%)
responden.
ii. guru kursus bahasa Inggris yang melamar dan diterima, yaitu 11
(20%) responden.
d. Kurikulum/silabus mata pelajaran bahasa Inggris yang dipakai sebagai
acuan dibuat oleh: Dinas Pendidikan Kota/Kabupaten, yaitu menurut 18
orang responden.
e. Kemampuan bahasa Inggris guru diperoleh dari kuliah, yaitu menurut 36
(64%) rersponden.
f. Pengetahuan tentang pengajaran bahasa Inggris untuk anak (EYL)
diperoleh dari:
i. Belajar sendiri dari buku-buku dan sumber-sumber di Internet,
yaitu menurut 26 (46%) reponden.
ii. Perkuliahan, yaitu menurut 26 (46%) responden
g. Tujuan mengajar bahasa Inggris di SD adalah:
i. Membantu siswa mengembangkan keterampilan berkomunikasi
dalam bahasa Inggris lisan dan tertulis sehingga mereka dapat
menggunakannya, yaitu menurut 45 (80%) responden.
16
ii. Menjadikan siswa senang belajar bahasa Inggris, menurut 12
(21%) responden.
h. Metode pembelajaran bahasa Inggris yang sering digunakan guru SD
adalah:
i. Total Physical Response = 12 (21%)
ii. Communicative Approach = 28 (50%)
iii. Metode yang dibuat guru = 13 (23%)
i. Materi pengajaran bahasa Inggris di SD pada umumnya adalah:
i. Gramatika = 3
ii. Terjemahan = 11
iii. Kosakata = 15
iv. Membaca lancar = 4
v. Semua keterampilan berbahasa (listening, speaking, reading,
writing) secara terpisah = 41
vi. Integrasi semua keterampilan dan gramatika serta pengucapan = 12
4. Persepsi Guru Tentang Profil Ideal Guru Bahasa Inggris Di SD
Berikut data persepsi guru-guru bahasa Inggris di wilayah Tangerang,
berdasarkan angket dan transkripsi wawancara tentang profil ideal guru
bahasa
Inggris di SD .
a. Guru harus menyenangi anak-anak: 24 ST, 32 Setuju
b. Guru harus humoris: S 26, B 22
c. Guru harus ramah dan suka berkomunikasi dengan anak: ST 18, S 35
d. Guru harus penyabar: S 23, B 24
e. Guru harus suka memuji dan memberi penghargaan: S 35
17
f. Guru harus dapat menyelami cara pikir anak-anak: S 30
g. Guru harus kreatif dalam menciptakan berbagai kegiatan pembelajaran
yang menarik: S 28, B 18
h. Guru harus dapat mengajari anak menyanyi: S 35, B 16
i. Guru harus dapat bercerita dengan intonasi yang menarik : S 37, B17
j. Guru harus dapat mengajari anak permainan berbahasa Inggris: S 40, B 14
k. Guru harus mencoba atau menerima hal-hal baru, menerima masukan dan
kritik dan mengembangkan diri dan profesi : S 50, B 6
5. Persepsi Guru Tentang Bagaimana Anak Belajar Bahasa Asing
Sedangkan yang berikut ini adalah persepsi guru tentang bagaimana anak
belajar bahasa asing (Inggris).
a. Anak belajar dengan melakukan aktifitas fisik : S 34, B 19
b. Anak memiliki daya ingat pendek : S 14, B 20, TS 21
c. Anak adalah pembelajar aktif, dia tidak hanya menerima pelajaran tetapi
juga aktif mencari dari lingkungannya : S 48, B 7
d. Anak belajar bahasa dari hal-hal kongkrit dan kekinian untuk memenuhi
kebutuhannya: S 44, B 11
e. Anak belajar dari yang umum ke yang lebih spesifik: S 44, B 11
f. Anak mempelajari sesuatu yang menurutnya menarik dan bermanfaat: S
46, B 8
18
IV. KESIMPULAN
Profil guru-guru bahasa Inggris SD di Tangerang berdasarkan analisis data,
dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1. Guru-guru bahasa Inggris SD di Tangerang umumnya wanita berusia 20-40
tahun,
belum menjadi PNS, direkrut oleh sekolah dengan tidak berdasarkan kriteria
yang
baku sehingga banyak guru yang tidak berlatar pendidikan bahasa Inggris,
dan
mereka mengajar rata-rata 8 sampai 9 rombongan kelas.
2. Guru-guru bahasa Inggris SD di Tangerang memiliki kompetensi berbahasa
Inggris yang didapat dari kuliah (D2-S1) dan/atau kursus. Mereka
mendapatkan
pengetahuan tentang pengajaran bahasa Inggris untuk anak (TEYL) dari
belajar
sendiri atau kuliah.
3. Guru-guru bahasa Inggris SD di Tangerang membuat sendiri Rencana
Pembelajaran (RPP) namun bervariasi dalam waktu pembuatannya. Mereka
menerapkan metoda pembelajaran Communicative Approach dan Total
Physical
Response, tetapi sebagian tidak tahu nama metoda yang mereka terapkan,
dan
mereka mengajarkan semua keterampilan berbahasa (walaupun secara
terpisah
atau tidak integratif), serta sebagian dari mereka lebih mengutamakan pada
pengajaran kosakata
4. Guru-guru bahasa Inggris SD di Tangerang, berdasarkan analisis data,
mempersepsi cara anak belajar bahasa asing (Inggris) sebagai berikut.
Umumnya
guru (34 responden; 60,71%) menganggap anak belajar melalui aktifitas
fisik,
sedangkan sisanya (22 responden; 40%) tidak yakin sepenuhnya dengan
pendapat
ini. Ini berarti yang sisanya belum memiliki pemahaman yang baik tentang
cara
anak belajar bahasa asing (Inggris). Kemudian, mereka (14 responden; 25%)
beranggapan bahwa anak memiliki daya ingat yang kuat, sedangkan
anggapan ini
tidak tepat karena anak memiliki daya ingat pendek. Tetapi di lain pihak,
mereka
(48 responden; 85%) menganggap bahwa anak adalah pembelajar aktif,
anak
tidak hanya menerima pelajaran tetapi juga aktif mencari pengetahuan dari
lingkungannya dan anggapan ini adalah benar.
19
20
DAFTAR PUSTAKA
Alwasilah, A.C. (2003) Pokoknya Kualitatif: Dasar-dasar Merancang dan
Melakukan
Penelitian Kualitatif. Bandung: Pustaka Jaya.
Alwasilah, A.C. (2004) Perspektif Pendidikan Bahasa Inggris di Indonesia
Dalam
Konteks Persaingan Global. P. 80-98. Bandung: CV. Andira.
Brewster J. et al (2002) The Primary English Teachers Guide. Essex: Pearson
Education
Limited.
Cameron, L. (2003) Teaching Languages to Young Learners. Cambridge:
Cambridge
University Press.
Cole, M and Cole, S.R. (2001) The Development of Children. NY: Worth
Publishers
Creswell, John W. (1994) Research Design: Qualitative and Quantitative
Approaches.
Thousand Oaks: Sage Publications.
Hamied, FA. (1994) Buku Materi Pokok: English for Children. Tangerang: Pusat
Penerbitan Universitas Terbuka.
Huda, N. (1999) Language Learning and Teaching: Issues and Trends. P. 134-
139.
Malang: IKIP Malang Publisher
Krashen, S. D. 1982. Principles and Practice in Second Language Acquisition.
New
York: Pergamon Press.
Maxwell, JA. 1996. Qualitative Research Design. California: Sage Publications
Inc.
Moleong, L. J. (1989) Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja
Musthafa, B. (2003) EFL for Young Learners: Course Materials. Unpublished.
Bandung:
Universitas Pendidikan Indonesia.
Scefeldt, C. (1980) Teaching Young Children. NJ: Prentice Hall
Siskandar. 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi Pendidikan Dasar dan
Menengah.
Departemen Pendidikan Nasional: Pusat Kurikulum, Badan Penelitian dan
Pengembangan.
Suyanto, K. K. E. 2007. Buku Materi Pokok: English for Children. Tangerang:
Penerbit
Universitas Terbuka.
Suyanto, K. K. E. 2004. Pengajaran Bahasa Inggris di Sekolah Dasar: Pidato
Pengukuhan Guru Besar. Unpublished. Malang: Universitas Negeri Malang
Titone, R. and M. Danesi. 1985. Applied Psycholinguistics: An Introduction to
the
Psychology of Language Learning and Teaching. Toronto: University of
Toronto
Press.
Tjokrosujoso, H. (2002) Buku Materi Pokok: Curriculum and Materials
Development. P.
4.1-4.43. Tangerang: Pusat Penerbitan Universitas Terbuka.
21
Lampiran
Curriculum Vitae
Personal Peneliti
Ketua Peneliti : Benny Nugraha
NIP : 19670824 199802 1 001
Golongan : III/B
Jabatan Akademik : Asisten Ahli
Fakultas : FKIP-UT
Tempat/tanggal lahir : Tasikmalaya, 24 Agustus 1967
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status : Kawin
Agama : Islam
Alamat : Jalan Cabe Raya Pondok Cabe, Ciputat, Tangerang 15418
Jabatan : Staf Edukatif Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris
FKIP-UT
Telephone : 021 7490941 ext. 2028
E-mail : bnugraha@mail.ut.ac.id
Pendidikan
1993 Program Studi S1 Pendidikan Bahasa Inggris
IKIP Bandung
Peneliti pembantu : Darminah.
NIP : 19541004 198203 2 002
Golongan : IV/a
Jabatan Akademik : Lektor kepala.
Fakultas : FKIP-UT
Tempat/tanggal lahir : Kebumen, 04 Oktober 1954
Jenis Kelamin : Perempuan
Status : Kawin
Agama : Islam
Alamat :
Jabatan : Staf Edukatif Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris
FKIP-UT
Telephone : 021 889 895 33
E-mail : dminah@mail.ut.ac.id
Pendidikan
1988 M. Ed. Master of Education, the University of British Columbia,
Vancouver,
Canada
1979 Sarjana (dra) English Education, IKIP Jakarta
22
Syaifur Rochman

Menggagas Pencitraan Berbasis Kearifan Lokal 839

PERSEPSI PENGAJAR BAHASA INGGRIS TERHADAP PENGAJARAN


BAHASA MENGGUNAKAN METODE BERDASARKAN NILAI-NILAI BUDAYA
BARAT
(STUDI KASUS DI STAIN PURWOKERTO)
Syaifur Rochman
Universitas Jenderal Soedirman
Abstrak
Artikel ini menjabarkan persepsi 13 pengajar yang akan menggunakan bahasa
Inggris sebagai pengantar untuk pembelajaran di Sekolah Tinggi Agama Islam
Negeri (STAIN) Purwokerto, terhadap penerapan dan efektifitas metode pengajaran
bahasa berdasar nilai-nilai budaya barat. Hasilnya menunjukan bahwa responden
percaya bahwa pendekatan komunikatif untuk mengajar bahasa Inggris yang
berasal dari budaya barat hanya sesuai untuk mahasiswa yang akan belajar ke luar
negeri. Sebagai pengajar yang bukan penutur asli bahasa Inggris, responden
mengatakan bahwa mereka memiliki keterbatasan kompetensi sosiolinguistik dan
strategik untuk menerapkan metode yang asalnya dari negara barat. Responden
mengungkapkan hambatan yang dihadapi ketika menerapkan metode ini, seperti
kurikulum, tradisi pengajaran, jumlah siswa dala,m satu kelasnya, dan sumber
belajar yang tersedia.
Kata kunci: STAIN Purwokerto; Pendekatan Komunikatif; Bahasa Inggris
Hasil penelitian tentang keefektifan penggunaan metode pengajaran bahasa Inggris
sebagai bahasa asing yang diimpor dari negara barat masih menuai pertentangan.
Beberapa peneliti menyarankan pentingnya menjaga kearifan lokal dan juga budaya
setempat dalam pengajaran asing yang tidak boleh diabaikan (Lalandale, 1982;
Rudiyanto, 1988). Ahli-ahli lain mengatakan bahwa perlu mengadopsi metode
pengajaran dari barat dengan norma sesuai situasi dan kondisi (Goldstein dan
Conrad, 1990; Sharwood-Smith, 1993). Sebagian hasil penelitian lain yang telah
dilakukan memfokuskan pada perlunya menyesuaikan nilai-nilai barat sesuai Syaifur
Rochman
840 Menggagas Pencitraan Berbasis Kearifan Lokal
dengan konteks dan tradisi yang ada agar tidak terjadi pertentangan dan penolakan
(Bire, 1993; Fotos, 1994).
Pandangan pengajar bahasa Inggris sebagai bahasa asing di Indonesia dapat
mempengaruhi implementasi metode pengajaran yang telah dipercaya para ahli
pengajaran berbagai negara sebagai metode yang paling efektif, yaitu Pengajaran
Bahasa dengan Pendekatan Komunikatif (Canale dan Swain, 1980; Savignon, 1991;
Yalden, 1993). Seperti misalnya, para pengajar bahasa Inggris di STAIN Purwokerto
yang diproyeksikan mengajar mahasiswa STAIN Purwokerto untuk kelas bilingual.
Sebagian besar dari mereka tidak memiliki latar belakang pendidikan dalam
pengajaran bahasa Inggris, melainkan berbagai bidang ilmu, yang nantinya mereka
akan mengajar pada kelas bilingual menggunakan pengantar bahasa Inggris.
Para pengajar bidang ilmu tertentu yang hendak mengajar dengan medium bahasa
Inggris, perlu mengetahui bagaimana mengajar bahasa Inggris sebagai bahasa
asing yang efektif. Mereka telah memiliki cukup pengalaman mengajar bidang
ilmunya dalam bahasa Indonesia. Ketika harus mengajarkannya dalam bahasa
Inggris, mereka memerlukan metode pengajaran bahasa Inggris dilandasi akan
tradisi dan kebiasaan masyarakat di negara barat.
Metodologi Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode survey untuk menggali pandangan calon
pengajar kelas bilingual di STAIN Purwokerto tentang pengajaran bahasa Inggris
menggunakan metode berdasarkan nilai-nilai budaya barat. Pengumpulan data
dilakukan melalui interview dengan semua responden dan juga informasi yang
diperoleh melalui fokus diskusi kelompok. Sebelum kelas bilingual dilaksanakan,
calon pengajar diberi pembekalan untuk persiapan. Pembekalan meliputi
kemampuan berbahasa Inggris, serta tekhnik pengajaran secara internasional.
Peneliti berperan sebagai instruktur dalam pembekalan tersebut, sehingga memiliki
kesempatan melakukan wawancara mendalam, serta mengadakan diskusi dengan
Syaifur Rochman
Menggagas Pencitraan Berbasis Kearifan Lokal 841
responden tentang metode pengajaran menggunakan pendekatan komunikatif.
Terdapat 13 responden yang berpartisipasi yang terdiri dari 4 perempuan dan 9 laki-
laki. Latar belakang pendidikan responden ialah 1 orang S3 dan 12 lainnya S2;
sedangkan bidang keilmuannya adalah bahasa Inggris 3 responden, 10 lainnya
adalah non bahasa Inggris. Kesemua responden telah diseleksi kemampuan bahasa
Inggrisnya yang dikategorikan dalam tingkat intermediate (menengah) sehingga
diharapkan mereka nantinya mampu mengajar mata kuliah dalam bahasa Inggris.
Responden telah memiliki pengalaman mengajar dalam bidangnya masing-masing,
yang dikategorikan sebagai yunior dan senior.
Data dianalisis dari catatan wawancara dan diskusi. Pertanyaan berkisar tentang
implementasi pengajaran bahasa Inggris menggunakan metode Pendekatan
Komunikatif yang berakar dari nilai-nilai yang tumbuh pada masyarakat barat.
Metode yang dibahas terkait dengan pengalaman pridadi mereka dalam
menerapkan Pendekatan Komunikatif di kelas. Peneliti membuat koding atas
jawaban-jawaban responden agar hasilnya dapat dikelompokan dalam beberapa
kategori.
Tinjauan Pustaka
Metode pengajaran bahasa menggunakan Pendekatan Komunikatif acapkali
dianggap lebih merefleksikan situasi dan kondisi di negara barat (Dheram, 2003).
Oleh karena itu, beberapa pemerhati pengajaran bahasa sering menyebut metode
ini sebagai metode dari barat. Definisi metode pengajaran barat adalah pengajaran
yang dirancang untuk mengembangkan kompetensi komunikasi, seperti dijelaskan
Canale dan Swain (1980). Dengan demikian, metode ini bertujuan
mengintegrasikan pengembangan kompetensi tata bahasa, sosiolinguistik, wacana,
serta strategi.
Scrivener (1997) menambahkan bahwa penerapan metode ini mengimplikasikan
pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa. Semua aspek, seperti
kurikulum, pengajaran, dan ujian, Syaifur Rochman
842 Menggagas Pencitraan Berbasis Kearifan Lokal
dikaitkan dengan kompetensi siswa dalam penggunaan bahasa sasaran dan
ketersediaan materi ontentik. Selain itu, pengajaran berfokus pada kebutuhan siswa
untuk berkomunikasi dalam bahasa sasaran melalui penguasaan pengetahuan
sosiolinguistik dan budaya penutr asli (Dubin dan Olshtain, 1991).
Di Indonesia, bahasa Inggris dilihat sebagai media yang penting untuk
mengembangkan dan memacu pertumbuhan ekonomi, sehingga pengajaran bahasa
Inggris diharapkan bisa membantu tercapainya tujuan tersebut (Alisjahbana, 1990).
Dalam bidang pengajaran bahasa Inggris, penekanan diberikan untuk kebutuhan
memahami naskah dan dokumen yang berhubungan dengan perkembangan
tekhnologi (Alwasilah, 2005).
Sementara itu, Rudiyanto (1988) mencatat banyaknya ilmuwan di Indonesia yang
belajar di luar negeri untuk kepentingan pengembangan ipteks. Mereka yang
belajar di luar negeri membutuhkan sertifikat TOEFL (Test of English as a Foreign
Language) yang menjadi persyaratan (Kareviati, 2004). Dewasa ini, bahasa Inggris
di Indonesia semakin dibutuhkan dakam berbagai bidang seperti diplomasi,
birokrasi, perdagangan, dan pariwisata, yang membutuhkan kontak langsung
dengan pihak asing (Alisjahbana, 1990).
Di Indonesia, pengajaran bahasa Inggris di institusi pendidikan ditekankan pada
penggunaan bahasa Inggris untuk akademis (Bire, 1993). Dijelaskan lebih lanjut
bahwa tradisi pengajaran bahasa Inggris di Indonesia menekankan siswa untuk
menghafal kosa kata dan menerjemahan. Tidak mengherankan pengajaran bahasa
Inggris di negara kita lebih pada membaca dan menerjemahkan (Rudiyanto, 1988).
Penekanan pada tata bahasa dan keterampilan membaca dapat mempermudah
pelaksanaan ujian karena aspek-aspek bahasa yang ditanyakan lebih mudah dinilai
(Harmer, 2001). Dengan jumlah siswa yang besar dalam satu kelasnya, sistem ini
menjadi pertimbangan penting. Penguasaan bahasa Inggris oleh siswa di sekolah
lanjutan diukur melalui ujian nasional yang materinya Syaifur Rochman
Menggagas Pencitraan Berbasis Kearifan Lokal 843
sebagian besar menekankan penguasaan bahasa secara receptive (Bire, 1993).
Kesempatan untuk berkomunikasi dengan warga negara asing di Indonesia, tidak
banyak terjadi (Alisjahbana, 1990). Alasan ini juga menyebabkan lebih intensnya
pengajaran pada aspek bahasa secara tertulis. Siswa di negara non bahasa Inggris
akan lebih banyak kesempatan berkomunikasi secara tertulis dengan patnernya di
luar negeri yang bisa dilakukan melalui media seperti internet (Kanarek dan Moeller,
1994).
Hasil dan Pembahasan
Semua responden percaya bahwa metode komunikatif yang dipergunakan untuk
pengajaran bahasa Inggris akan sesuai untuk siswa yang hendak pergi untuk belajar
atau tinggal ke negara berbahasa Inggris. Mereka berpendapat bahwa siswa yang
bertujuan berbeda, tidak memerlukan metode tersebut. Pandangan ini sesuai
dengan Alisjahbana (1990) yang mengatakan bahwa kebutuhan siswa di Indonesia
untuk belajar bahasa Inggris adalah memahami naskah berbahasa Inggris bagi
pengembangan ipteks.
Meskipun demikian, responden menyatakan bahwa metode barat ini bisa digunakan
untuk mahasiswa jurusan bahasa Inggris. Menurutnya, siswa perlu mengembangkan
kompetensi sosiolinguistik, strategi, dan wacana, bukan hanya kompetensi tata
bahasanya. Nampaknya, responden melihat bahwa mereka yang khusus
mempelajari bahasa Inggris harus menguasai kemampuan berbahasa sasaran
dengan baik seperti yag disarankan oleh Canale dan Swain, (1980), Savignon
(1991) dan Yalden (1993).
Sebagian responden percaya bahwa pengajaran bahasa Inggris yang secara
tradisional diterapkan di institusi pendidikan di Indonesia, akan mampu membuat
peserta didiknya menguasai bahasa Inggris. Mereka mencontohkan sistem
pengajaran bahasa di pesantren-pesantren yang menekankan penerjemahan telah
terbukti sukses. Sebagian responden mengatakan bahwa mereka belajar bahasa
Inggris menggunakan metode penerjemahan. Sebenarnya, Syaifur Rochman
844 Menggagas Pencitraan Berbasis Kearifan Lokal
Krahnke (1997) menyatakan bahwa penggunaan metode pengajaran lain, seperti
penerjemahan, akan dapat menjadikan seseorang menguasai bahasa tersebut.
Tetapi, mereka yang mempelajari suatu bahasa asing menggunakan metode
komunikatif akan lebih cepat dan mendalam untuk menguasai bahasa sasaran
tersebut.
Responden berpendapat bahwa otentik material diperlukan siswa untuk
pengembangan keterampilam membaca. Siswa harus latihan menggunakan otentik
material agar nantinya ketika menggunakan bahasa Inggris dalam dunia nyata,
mereka dapat menerapkannya dengan benar. Pendapat ini sejalan dengan Harmer
(2001) yang melihat bahwa materi pengajaran otentik diperlukan dalam belajar
bahasa asing karena materi latihan di dalam buku-buku pelajaran telah
disederhanakan. Oleh karena itu, materi otentik dalam bahasa Inggris yang diambil
dari berbagai sumber belajar, seperti internet, harus diperkenalkan kepada siswa.
Responden mengeluh terhadap silabus pengajaran menggunakan metode
komunikatif yang tidak memerinci aspek apa saja yang harus diajarkan. Dalam
pengajaran metode komunikatif, silabus harus berpusat kepada kebutuhan siswa
yang mengharuskan responden menyesuaikan isi silabus tersebut. Mereka
menganggap hal ini akan membutuhkan waktu yang banyak, sedangkan masih
banyak tugas lain yang harus diselesaikan. Permasalahan ini memang menjadi
hambatan bagi pengajar bahasa Inggris di Indonesia untuk mendedikasikan waktu
sepenuhnya untuk pengembangan proses pembelajaran di kelas (Alisjahbana,
1990).
Responden juga menuturkan kesulitan yang akan dihadapi apabila menerapkan
metode barat ini dalam konteks yang tidak seperti di negara barat. Siswa jarang
mengenal materi otentik karena akses yang terbatas untuk memperolehnya, seperti
majalah atau koran berbahasa Inggris. Di samping itu, siswa kadang tidak
menganggap materi-materi tersebut sebagai sumber belajar. Akibatnya, siswa
kadang menganggap remeh apabila diajar menggunakan materi seperti lagu,
brosur, atau siaran radio dalam bahasa Inggris. Dubin dan Olshtain (1991)
menyatakan bahwa Syaifur Rochman
Menggagas Pencitraan Berbasis Kearifan Lokal 845
penggunaan materi otentik harus dilengkapi dengan instruksi yang jelas sehingga
siswa mengetahui tujuan penggunaan materi tersebut.
Mengingat siswa dan pengajar hidup di negara bukan penutur bahasa Inggris,
kesulitan untuk mengetahui ketepatan dalam budaya juga menjadi masalah. Hal ini
mengingat budaya barat akan berbeda bahkan kadang saling bertentangan dengan
budaya kita. Pengajar memang dapat membaca buku-buku tentang budaya barat.
Tetapi ketika harus mempraktikannya, mereka masih belum merasa yakin. Padahal
Canale dan Swain (1980) menjelaskan bahwa kompetensi sosiolinguistik merupakan
bagian dari penguasaan bahasa sasaran yang harus dipelajari siswa.
Responden memberi komentar tentang aktifitas dalam proses pembelajaran bahasa
Inggris menggunakan metode komunikatif. Menurut mereka, sebagian aktifitas
terkesan tidak serius karena bagi mereka nampak seperti tidak belajar apa-apa.
Misalnya, penggunaan permainan tidak menunjukan secara eksplisit aspek-aspek
kebahasaan yang sedang dibahas. Bahkan, beberapa responden mengatakan tidak
tertarik menggunakan permainan dalam pengajaran bahasa karena mereka percaya
tidak ada gunanya untuk proses pembelajaran. Temuan ini menarik karena
sebenarnya permainan dapat menarik minat siswa dalam belajar bahasa agar tidak
terasa tegang (Scrivener, 1997). Tetapi norma pengajaran bahasa Inggris di konteks
kita memerlukan materi aspek ketata-bahasaan.
Responden mengeluhkan besarnya jumlah siswa dalam satu kelas yang harus
mereka ajar. Dengan kondisi tersebut, responden berpendapat sulit menerapkan
metode barat ini karena kondisi kita yang berbeda dengabn negara barat. Harmer
(2001) menyatakan bahwa kelas yang ideal untuk pengajaran bahasa berkisar 10-
15 siswa. Hal ini dikarenakan jumlah siswa satu kelasnya di negara-negara barat
sebanyak itu. Padahal di Indonesia, jumlah siswa dalam satu kelasnya sekitar 50 an.
Bahkan pada daerah-daerah tertentu, jumlah siswa dalam satu kelas seringkali
digabung dengan kelas lain untuk pengajaran bahasa Inggris dengan alasan
ketiadaannya ruang kelas atau pengajar. Syaifur Rochman
846 Menggagas Pencitraan Berbasis Kearifan Lokal
Fasilitas pendukung proses pembekajaran dipandang oleh responden sebagai
hambatan yang dihadapi dakam implementasi metode barat ini. Responden melihat
di negara barat, hampir semua peralatan yang diperlukan untuk mendukung
penggunaan metode komunikatif dapat dengan mudah diperoleh. Tetapi dalam
kondisi kita, peralatan pendukung pengajaran masih terbatas. Bire (1993) melihat
belum meratanya fasilitas pendukung pengajaran bahasa Inggris di negara kita.
Perbedaan yang kontras terjadi di daerah perkotaan dan pedesaan.
Responden memandang mengajar berkomunikasi saja tanpa penjelasan dan latihan
tata bahasa sering dianggap siswanya tidak sesuai dengan harapannya. Siswa
terlihat senang mengerjakan latihan-latihan tata bahasa daripada latihan berbicara
atau menggunakan bahasa itu sendiri. Dubin dan Olshtain (1991) mengingatkan
akan pentingnya tujuan belajar bahasa untuk dapat dipergunakan dalam
komunikasi. Oleh karena itu, walaupun siswa memfokuskan pada bahasa tertulis,
seharusnya mereka juga perlu praktik menggunakannya untuk berkomunikasi
secara tertulis, misalnya melalui surat menyurat.
Kesimpulan dan Saran
Para pengajar bahasa Inggris di negara non bahasa Inggris menyarankan
penggunaan metode komunikatif untuk mengajar. Faktanya, terdapat banyak aspek-
aspek budaya yang tidak selaras dengan kondisi di negara kita yang menjadi dasar
dalam penyususun konsep dari metode ini. Sebuah metode pengajaran yang sukses
di suatu wilayah tidak berarti akan dapat menghasilkan yang sama. Memang, ahli
pengajaran bahasa Inggris di barat melihat bahwa model pengajaran bahasa yang
banyak dipergunakan di Indonesia, menurut pandangan mereka, tidak efektif. Di
negara kita, sistem pembelajarannya masih terlihat berpusat pada guru karena
siswa percaya guru adalah pihak yang lebih mengetahui dan dihormati. Sistem
tradisi pembelajaran bahasa Inggris di negara kita masih memiliki keyakinan yang
berbeda bahkan bertentangan dengan prinsip yang diyakini oleh ahli barat. Syaifur
Rochman
Menggagas Pencitraan Berbasis Kearifan Lokal 847
Lebih lanjut, pengajar bahasa Inggris di negara kita menghadapi tantangan untuk
mengembangkan kompetensi sosiolinguistik dan strategi. Mereka dituntut
mengajarkan kepada siswa secara benar aspek-aspek tersebut, walaupun mereka
hidup di negara non bahasa Inggris yang berbeda adat istiadatnya dengan negara
berlatar belakang bahasa Inggris. Pemahaman kompetensi sosiolinguistik akan
dikuasai dengan mudah oleh penitur asli bahasa tersebut karena sudah menjadi
keseharian mereka. Kurangnya penguasaan kompetensi tersebut akan dapat
menyebabkan t kesalah pahaman dalam berkomunikasi.
Disarankan kepada para ahli pengajaran bahasa Inggris sebagai bahasa asing di
negara barat untuk selalu mengingat perbedaan konteks budaya dan adat istiadat
mereka dengan negara lain. Mereka perlu mendorong perkembangan metode
pengajaran bahasa di negara non bahasa Inggris dengan mempertimbangkan nilai-
nilai lokal. Oleh karena itu, metode pengajaran bahasa untuk diterapkan di kelas
lebih bersifat kontekstual karena setiap negara memiliki kekhasan tersendiri.
Mereka dapat membantu pengajar yang bukan penutur asli bahasa Inggris
mengingat mereka secara alamiah sudah menguasai bahasa tersebut.
Daftar Pustaka
Alisjahbana, Sutan Takdir. (1990). The teaching of English in Indonesia. Dalam James
Britton, Roberts E.Syeffer and Ken Watson (Eds.). Teaching and Learning English
Worldwide. hal: 315-327. Multilingual Matters: Philadelphia.
Alwasilah, A. Chaedar. (2005). Ada Apa dengan Ilmu Bahasa?. Pikiran Rakyat (12
Maret 2005).
Bire, Joshua. (1993). A Research Plan for the Future Evaluation of the English as a
Second Language Program in Indonesia. Tesis M.Ed. School of Education, La Trobe
University, Australia: Tidak Diterbitkan. Syaifur Rochman
848 Menggagas Pencitraan Berbasis Kearifan Lokal
Canale, M. & Swain, M. (1980). Theoretical Bases of Communicative Approaches to
Second Language Teaching and Testing. Applied Linguistics 1, 1-47.
Dheram, Premakumari (2003). Focus ESP Vis--vis Critical Thinking. The English
Teacher An International Journal Vol.6, No:1, hal:46-59.
Dubin, Fraida dan Olshtain, Elite (1991). Course Design: Developing Programs and
Materials for Language Learning. New York: Cambridge University Press.
Fotos, Sandra (1994). Integrating Grammar Instruction and Communicative
Language Use through Grammar ConsciousRaising Tasks. TESOL Quarterly Vol.28,
No:2, hal: 323-351.
Goldstein, Lyn dan Conrad, Susan (1990). Students Input and Negotiation of
Meaning in ESL Writing Conferences. TESOL Quarterly Vol.24, No:3, hal: 443-460.
Harmer, Jeremy (2001). How to Teach English. Malaysia: Longman.
Kanarek, Kevin dan Moeller, Babette (1994). Foreign Exchange: Telecommunication
is a Natural for Foreign Language Classroom. Electronic Learning. Vol: 13 No: 6,
Maret 1994, hal: 22-23.
Kareviati, Evie (2004). Exploring Students Difficulties in Writing Academic Paper. A
Case Study of the Last Semester English Students of STKIP Siliwangi Bandung. Tesis
PPS Universitas Pendidikan Indonesia Bandung. Tidak Diterbitkan.
Krahnke, Karl (1997) Approaches to Syllabus Design for Foreign Language Teaching.
New Jersey: Prentice Hall.
Lalandale, F. (1982). Reducing Composition Errors: An Experiment. The Modern
Language Journal 66, hal: 140-149.
Rudiyanto, Razak (1988). The Relationship between Theory and Practices of the
1984 English Curriculum: A Case Study at a Secondary School in Bali, Indonesia.
Tesis. M. Ed. School of Education, La Trobe University, Australia: Tidak Diterbitkan.
Syaifur Rochman
Menggagas Pencitraan Berbasis Kearifan Lokal 849
Savignon, Sandra (1991). Communicative Language Teaching: State of the Art.
TESOL Quarterly 25, 261-275.
Scrivener, Jim (1997). Learning Teaching: a Guide for English Language Teachers.
Oxford: Heinemann.
Sharwood-Smith, Michael (1993). Input Enhancement in Instructed SLA. Studies in
Second Language Acquisition Vol.15, hal: 165-179.
Yalden, Janice (1993). The Communicative Syllabus; Evaluation, Design and
Implementation. Oxford: Pergamon Press.
PEMBELAJARAN KEJAR PAKET C YANG TERINTEGRASI LIFESKILL
DI UPTD SKB UNGARAN
SKRIPSI
Disajikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan
Prodi Pendidikan Luar Sekolah
Oleh
Wendy Ariyadi Saputra
1201408047
JURUSAN PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2015 ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Skripsi yang berjudul Pembe lajaran Kejar Paket C Yang Terintegrasi Lifeskill Di UPTD SKB
Ungaran telah disetujui oleh pembimbing untuk diajukan ke Sidang Panitia Ujian Skripsi pada:
Hari :
Tanggal :
Menyetujui
Pembimbing
Dr. SungkowoEdyMulyono, S.Pd, M.Si.
NIP. 19680704 200501 1 001
KetuaJurusan PLS
Dr. SungkowoEdyMulyono, S.Pd, M.Si.
NIP. 19680704 200501 1 001 iii
PENGESAHAN KELULUSAN
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan sidang Panitia Ujian Skripsi Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Nege ri Semarang pada:
Hari :
Tanggal :
Panitia
Ketua Sekretaris
Prof. Dr. Haryono, M.Si Dr. Tri Suminar, M.Pd.
NIP. 195108011979031007 NIP. 196705261995122001
Penguji1 Penguji 2
Dr. Amin Yusuf, M.Si. Drs. Ilyas, M.Ag.
NIP. 196408081991031003 NIP. 19660601 198803 1 003
Penguji/Pembimbing
Dr. Sungkowo Edy Mulyono, S.Pd, M.Si.
NIP. 19680704 200501 1 001 iv
PERNYATAAN
Saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Pembelajaran Kejar Paket C Terintegrasi
Lifeskill Di UPTD SKB Ungaran dan seluruh isinya adalah benar-benar karya saya sendiri dengan
sumbangan pemikiran dari Dr. Sungkowo Edy Mulyono, S.Pd, M.Si selaku dosen pem bimbing,
bukan jiplakan dari karya orang lain, baik sebagian atau seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain
yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Semarang,
Yang membuat pernyataan
Wendy Ariyadi Saputra
NIM : 1201408047 v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO :
- Tiada doa yang lebih indah selain doa dari orang tua (penulis)

- Saya datang, saya bimbingan, saya ujian, saya revisi dan saya menang (penulis)

PERSEMBAHAN :
Ayah, ibu,adik dan keluarga tercinta yang selalu memberikan kasih sayang, motivasi, dan doa.
Dosen-dosen PLS yang telah membimbing saya.
Seluruh keluarga besar FIP Unnes
Almamaterku.
Teman-teman PLS angkatan 2008.
Sahabat saya Erwin, Sistian, Rowdy, Feri dan Faris yang selalu memberi dukungan dan doa. vi
PRAKATA
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala
kenikmatan, rahmat, taufik, hidayah dan inayah-Nya sehingga skripsi dengan judul Pembelajaran
Kejar Paket C Yang Terintegrasi Lifeskill Di UPTD SKB Ungaran dapat diselesaikan dengan baik.
Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat guna mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Luar
Sekolah, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang tahun 2014/2015. Penulis
menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan dari berbagai
pihak, maka pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih yang sebesar besarnya kepada:
1. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan yang telah memberikan ijin dan kemudahan administrasi dalam
melaksanakan penelitian.
2. Dr. Sungkowo Edy Mulyono, S.Pd, M.Si Ketua jurusan Pendidikan Luar Sekolah Fakultas Ilmu
Pendidikan Universitas Negeri Semarang atas ijin yang diberikan.
3. Dr. Sungkowo Edy Mulyono, S.Pd, M.SiDosen Pembimbing yang telah memberikan bimbingan,
petunjuk, dan pengarahan kepada penulis.
4. Agus Wibowo, S. Pd, MM selaku Kepala UPTD SKB Ungaran yang telah memberikan ijin untuk
penelitian.
5. Para subjek penelitian yang telah bersedia sebagai informan sehingga skripsi ini berjalan dengan
lancar.
6. Bapak dan Ibu, yang telah membimbing, mengasuh, memberikan kasih sayang, motivasi, dan tidak
lupa selalu memanjatkan doa.
7. Saudari-saudari saya tersayang, Risa dan Isma yang selalu memberi saya dukungan, semangat
danmotivasi.
vii
8. Sahabat-sahabat sayaErwin, Sistian, Rowdy, Faris, Feri yang selalu memberikan semangat dalam
penyelesaian skripsi.
9. Kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu hingga
skripsi ini terselesaikan.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna, maka kritik dan
saran yang bersifat membangun dari semua pihak sangatlah penulis harapkan untuk kesempurnaan
skripsi ini. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
terkait pada umumnya dan bagi penulis pada khususnya.
Semarang, Januari 2015
Penulis,
Wendy Ariyadi Saputra
NIM 1201408047 viii
ABSTRAK
Wendy Ariyadi Saputra. 2015. Pembelajaran Kejar Paket C Yang Terintegrasi Lifeskill Di UPTD
SKB Ungaran. Skripsi, Jurusan Pendidikan Luar Sekolah Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas
Negeri Semarang. Dosen Pembimbing : Dr. S. Edy Mulyono, M.Si.
Kata Kunci : Pembelajaran, Lifeskill menjahit.
Penelitian ini dilatar belakangi oleh kenyataan bahwa pendidikan merupakan suatu hal penting bagi
masyarakat.UPTD Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) Ungaran merupakan satu bentuk pendidikan
yang memberikan layanan bagi masyarakat yang meliputi program Kejar Paket C dan keterampilan
menjahit. Permasalahan penelitian ini meliputi :1) pembelajaran kejar paket C yang terintegrasi
lifeskill, 2) Aspek-aspek pembelajaranyang dapat menentukan keberhasilan program, 3)hasil
pembelajaran lifeskill menjahit.
Penelitian pembelajaranlifeskill menjahit menggunakan penelitian kualitatif dengan metode
deskriptif, pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, observasi, dan dokumentasi. Subyek
penelitian 1 orang pamong, informan terdiri dari 1 kepala SKB, 1 instruktur, dan 4 warga belajar.
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: (1) Pengumpulan data, (2)
Reduksi data, (3) Penyajian data, dan (4) Penarikan kesimpulan/verifikasi.
Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini : 1) Proses pembelajaran lifeskillmenjahit di UPTD SKB
Ungaran : Tujuan umum pembelajaran adalah menguasai keterampilan menjahit dengan baik dan
benar, sedangkan tujuan khususnya adalah agar dapat bekerja sesuai dengan keterampilan yang sudah
diajarkan. Pembelajaran berlangsung satu kali pertemuan dalam satu minggu mulai pukul 08.00-
10.30 WIB dengan asumsi waktu 80 jam pembelajaran. Materi dasar yang diajarkan adalah membuat
pola, teknik dasar menjahit, dan mengoperasikan mesin jahit. Metode yang digunakan seperti
cermah, tanya jawab, dan praktek langsung. Media yang digunakan meliputi whiteboard, proyektor,
modul dan mesin jahit. Evaluasi pembelajaran menggunakan tugas dan praktek langsung. 2)Aspek-
aspek pembelajaran yang dapat menentukan keberhasilan program: hambatan pembelajaran, kualitas
instruktur, motivasi warga belajar, keadaan lingkungan pembelajaran.
Saran yang disampaikan : Kegiatan pembelajaran sebaiknya waktu lebih diperpanjang agar warga
belajar lebih maksimal dalam mengembangkan potensi yang dimiliki dan metode pembelajaran
dibuat lebih variatif supaya warga belajar dapat menangkap materi yang diajarkan, dikarenakan
adanya perbedaan daya tangkap materi oleh masing-masing warga belajar. ix
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i
PERSETUJUAN ............................................................................................... ii
PENGESAHAN KELULUSAN ....................................................................... iii
PERNYATAAN ................................................................................................. iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ................................................................... v
KATA PENGANTAR ....................................................................................... vi
ABSTRAK ........................................................................................................ viii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... ix
BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................................... .......1
1.1 Latar Belakang .................................................................... ....1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................... ....7
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................ ....7
1.4Manfaat Penelitian ............................................................... ....8
1.5Penegasan Istilah .................................................................. ....9
1.6 Sistematika Skripsi ............................................................. .. 10
BAB 2 KAJIAN PUSTAKA.............................................................................. 12
2.1 Pembelajaran ................................................................................. 12 x
2.1.1 Proses Pembelajaran ............................................................ 12
2.1.2 Pendekatan Pembelajaran .................................................... 12
2.1.3 Tujuan Pembelajaran............................................................ 20
2.1.4 Bahan Pembelajaran ............................................................. 21
2.1.5 Metode Pembelajaran ........................................................... 22
2.1.6 Media Pembelajaran ............................................................. 24
2.1.7 Evaluasi Pembelajaran ......................................................... 24
2.2 Kejar Paket C ................................................................................ 25
2.2.1 Tujuan Kejar Paket C ........................................................... 27
2.2.2 Fungsi Kejar Pake C ............................................................ 28
2.2.3 Pelaksanaan Program Kejar Paket C .................................... 28
2.2.4 Lifeskill (kecakapan Hidup) ................................................. 34
2.2.5 Kerangka Berpikir ................................................................ 37
BAB 3 METODE PENELITIAN ..................................................................... 39
3.1 Metode Penelitian ......................................................................... 39
3.2 Lokasi Penelitian ........................................................................... 40
3.3 FokusPenelitian ............................................................................. 40
3.4 Subjek Penelitian .......................................................................... 41
3.5 Sumber Data Penelitian ................................................................. 42
3.6 Teknik Pengumpulan Data ............................................................ 43 xi
3.7 Teknik Keabsahan Data ................................................................ 46
3.8 Teknik Analisis data ...................................................................... 48
BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................. 53
4.1 GambaranUmum ........................................................................... 53
4.2 HasilPenelitian .............................................................................. 68
4.3 Pembahasan ................................................................................... 86
BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 105
5.1. Simpulan ..................................................................................... 105
5.2. Saran ........................................................................................... 105
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 107
LAMPIRAN ......................................................................................................... 109 xii
DAFTAR TABEL DAN GAMBAR
A. DAFTAR TABEL

Tabel 1: Daftar Sarana dan Prasarana Keterampilan Menjahit ............................... 57


Tabel 2 : Daftar warga belajar................................................................................. 59
Tabel 3 : Daftar nama tutor ..................................................................................... 65
Tabel 4 : Daftar nama instruktur ............................................................................. 66
Tabel 5 : Tabel penilaian ......................................................................................... 98
Tabel 5 : Pedoman Observasi................................................................................ 110
B. DAFTAR GAMBAR

Gambar 1: Kerangka Berfikir Penelitian ................................................................ 38


Gambar 2: Langkah-Langkah Analisis Data ........................................................... 52
Gambar 3: Struktur Organisasi UPTD SKB Ungaran ............................................ 56
Gambar 4: Dokumentasi Gambar ......................................................................... 136 xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
Lampiran 1 : Instrumen Wawancara bagi Kepala SKB .................................... 119
Lampiran 2 : Instrumen Wawancara bagi Instruktur ......................................... 121
Lampiran 3 : Instrumen Wawancara bagi Warga Belajar ................................. 124
Lampiran 4 : Hasil Wawancara Kepala SKB .................................................... 126
Lampiran 5 : Hasil Wawancara Instruktur ........................................................ 130
Lampiran 6 : Hasil Wawancara Warga Belajar ................................................. 134 1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Pembangunan pada hakekatnya adalah proses perubahan yang terjadi secara terus menerus, yang
merupakan kemajuan dan perbaikan kearah tujuan yang ingin dicapai. Pelaksanaan pembagunan itu
sendiri melibatkan seluruh lapisan masyarakat serta ditujukan untuk kepentingan manusia. Oleh
karena itu sebagai faktor yang dapat menentukan arah keberhasilan pembangunan, pendidikan
mempunyai peranan sangat penting untuk menjamin perkembangan dan kelangsungan hidup bangsa.
Pembangunan dalam bidang pendidikan merupakan salah satu bagian dalam pembangunan yang
meliputi pendidikan prasekolah (pendidikan dasar 9 tahun), pendidikan menengah atas (SMA) dan
pendidikan tinggi (universitas).Pendidikan menjadi kunci pembangunan, dengan pendidikan
diharapkan dapat tercapai sumber daya manusia yang berkualitas, serta mampu menghadapi
tantangan dan perubahan pada masa sekarang dan yang akan datang. Dengan tuntutan sumber daya
manusia yang berkualitas, maka pendidkan dasar 6 tahun tidak mencukupi dan perlu ditingkatkan,
menjadi pendidikan dasar 9 tahun.
Menurut Undang-Undang Sisdiknas nomor 20 tahun 2003 pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat
bangsa dan negara. Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama,
kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman. 2
Sebagaimana disebutkan dalam Bab II, pasal 1 bahwa pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Secara konseptual, dasar pendidikan
nasional ini mengandung nilai-nilai yang tidak diragukan lagi kehandalannya, amat ideal dan luhur,
dan secara konsensus seluruh bangsa Indonesia sudah menerimanya. Sedangkan hakekat fungsi
pendidikan nasional yang ditetapkan dalam Pasal 2, yakni mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa. Bangsa yang cerdas adalah bangsa yang dibangun atas tiga pilar. Pertama, memiliki
kemampuan dalam menguasai berbagai aspek kehidupan, baik aspek ekonomi, sosial, politik, hukum,
ilmu pengetahuan dan teknologi, maupun aspek agama. Kedua, memiliki watak kepribadian yang
luhur dan anggun, patriotis dan nasionalis, serta watak bekerja keras dalam memenuhi kebutuhan
hidup. Ketiga, memiliki peradaban yang humanis religius, serta kewibawaan yang tinggi, sehingga
bangsa-bangsa lain tidak memperlakukan dan mengintervensi bangsa Indonesia sekehendaknya.
Selanjutnya, tujuan pendidikan yang ditetapkan dalam pasal tersebut adalah untuk berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab.
Untuk merealisasikan tujuan Pendidikan Nasional tersebut pemerintah melalui Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan telah melaksanakan pendidikan dalam tiga jalur yaitu formal, non
formal dan informal, dimana ketiga jalur pendidikan tersebut memiliki peran serta yang sangat
penting dalam menyiapkan sumber daya manusia Indonesia untuk mencapai tujuan hidupnya.
Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang terdiri atas pendidikan
dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan
diluar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang, sedangkan
pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan 3
(Sutarto, 2007:1-2). Antara pendidikan formal dan pendidikan nonformal telah saling melengkapi.
Output pendidikan formal (sekolah) dari berbagai jenjang yang kurang memiliki keterampilan,
sebagian dapat dilengkapi dengan keterampilan untuk dapat bekerja pada instansi negeri dan swasta,
atau mengembangkan usaha mandiri. Siswa yang putus sekolah dan tidak sempat mengikuti
pendidikan formal diberikan kesempatan untuk mengikuti pendidikan nonformal (program
pendidikan life skill atau kecakapan hidup) sehingga mampu meningkatkan tarafhidupnya.
Dari ketiga jalur pendidikan tersebut, pendidikan non formal merupakan sarana yang strategis dalam
membantu mengekspresikan keterampilan, bakat dan minat seseorang melalui satuan pendidikan
yang meliputi lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, sanggar kegiatan belajar, pusat
kegiatan belajar masyarakat, serta pendidikan sejenis. Sebagaimana yang di nyatakan oleh Dr.
Leonard Efison Munjanganja sebagai berikut :
Ensuring that the learning needs of all young people and adults are met trhough equitable access to
appropriate learning and life skill programmes. And improving all aspect of quality of education,
and ensuring excellence of all so that recognized and measureable learning outcomes are archived
by all, especially in literacy, numeracy, and essential life skills. (International Journal of Skills
Development for Poverty Allevlation, 25-26 January 2008)
Artinya : memastikan bahwa kebutuhan belajar semua anak muda dan pemuda dan orang dewasa
dapat terpenuhi melalui akses yang terpercaya pada program-program pembelajaran dan
ketrampilan kecakapan hidup yang sesuai. Dan meningkatkan semua aspek kualitas pendidikan, dan
memastikan keunggulannya sehingga diakui dan hasil pembelajaran dapat diraih semua terutama
dalam kesusastraan, numerasi dan kecakapan hidup merupakan hal yang penting.
Penelitian sebelumnya oleh Nashokha (2008:1) tentang Pembelajaran Life Skill (kecakapan hidup)
dengan Metode Parents Day di Mts Negeri 1 Malang, mengemukakan bahwa rendahnya kualitas
sumber daya manusia di Indonesia tidak 4
terlepas dari permasalahan yang dihadapi dunia pendidikan yang tak kunjung teratasi. Secara garis
besar permasalahan-permasalahn tersebut adalah masalah kualitas, pemerataan, relevansi serta efisien
dan efektivitas pendidikan. Tingginya angka pengangguran di Indonesia merupakan salah satu
indikasi rendahnya relevansi pedidikan dengan kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu satu hal yang
diperlukan untuk mengatasi permasalahan pendidikan antara lain dengan pengembangan kurikulum
yang mampu memberikan bekal kepada peserta didik untuk mampu menjalankan kehidupan dengan
nikmat dan bahagia. Salah satunya adalah pengembangan kurikulum berbasis sekolah yang mengarah
pada kecakapan hidup (life skill) dengan metode parents day (www.researchgate.netlifeskill).
Pada intinya pendidikan life skill (kecakapan hidup) ini ditujukan untuk perkembangan pendidikan
yang semakin baik di masa datang. Garis besar tujuan pendidikan life skill (kecakapan hidup) sebagai
berikut : (1) Mengaktualisasikan potensi peserta didik sehingga dapat memecahkan permasalahan
yang dihadapi, (2) Memberikan kesempatan kepada sekolah untuk mengembangkan pembelajaran
yang fleksibel, sesuai dengan prinsip pendidikan berbasis luas, (3) Pemanfaatan sumber daya di
lingkungan sekolah, dengan memberi peluang pemanfaatan sumber daya yang ada di masyarakat,
sesuai dengan prinsip managemen berbasis sekolah, (4) Mengembangkan potensi manusiawi peserta
didik menghadapi perannya di masa datang, (5) Membebankan pembelajaran yang fleksibel dan
pemanfaatan potensi SDM yang ada di masyarakat dengan prinsip Manajemen berbasis Sekolah, (6)
Membekali peserta didik dengan kecakapan hidup sebagai pribadi yang mandiri. Secara historis,
pendidikan sudah ada sejak manusia ada di muka bumi. Ketika sistem kehidupan masih sederhana,
orang tua mendidik anaknya atau anak belajar dari orang tuanya atau dari lingkungan sekitarnya.
Landasan Yuridis pendidikan Life Skill (kecakapan hidup) mengacu pada Undang-Undang Republik
Indonesia No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pada pasal 1 ayat (1) dijelaskan
pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan 5
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan-kekuatan spiritual keagamanaan, pengendalian diri (James, 2010: 1. life Skill Program
http://www.scribd.com makalah-life skill)
Salah satu dari sekian banyaknya jenis pendidikan nonformal yang mengajarkan keterampilan
kecakapan hidup (life skill) adalah Sanggar Kegiatan Belajar (SKB). Sanggar Kegiatan Belajar
(SKB) merupakan unit pelaksana teknis Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota di bidang pendidikan luar
sekolah (nonformal). SKB secara umum mempunyai tugas membuat percontohan program
pendidikan nonformal, mengembangkan bahan belajar muatan lokal sesuai dengan kebijakan dinas
pendidikan kabupaten/kota dan potensi lokal setiap daerah.
SKB mengemban misi tertentu, khususnya menyangkut pemberdayaan ekonomi masyarakat. Dalam
hal ini proses pemberdayaan masyarakat melalui proses belajar mengajar yang di maksudkan agar
menghasilkan masyarakat yang berpengetahuan, terampil, dan berpenghasilan. Sejalan dengan itu,
parameter keberhasilan dalam kegiatan pendidikan di SKB intinya yaitu terciptanya lapangan kerja
bagi para pemuda atau masyarakat agar kondisinya lebih baik dan menciptakan masyarakat
berpengetahuan dan bermata pencaharian. Dengan demikian SKB mempunyai peranan dalam rangka
memberdayakan masyarakat.
UPTD Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) Ungaran Kabupaten Semarang adalah salah satu Unit
Pelaksana Teknis di lingkungan Dinas Pendidikan Kabupaten Semarang. UPTD SKB Ungaran
Kabupaten Semarang sebagai salah satu institusi pendidikan non formal, memiliki tugas yang cukup
berat, mengingat daerah kerjanya yang cukup luas yaitu membawahi 9 kecamatan di Kabupaten
Semarang yang berpenduduk sekitar lebih dari 400.000 jiwa di ratusan desa, akan tetapi petugasnya
sangat terbatas dari segi kuantitas dan disiplin keilmuan yang dimiliki. Namun demikian UPTD SKB
Ungaran Kabupaten Semarang memiliki komitmen tinggi untuk meningkatkan pengetahuan dan
ketrampilan warga masyarakat yang pada 6
akhirnya berguna bagi peningkatan kesejahteraan dalam aspek kehidupan. Hal ini sesuai dengan
Peraturan Pemerinta h Nomor 73 tahun 1991 tentang Pendidikan Luar Sekolah yang menyebutkan
bahwa tujuan pendidikan luar sekolah adalah untuk : (1) Melayani warga belajar supaya dapat
tumbuh dan berkembang sedini mungkin dan sepanjang hayatnya guna meningkatkan taraf hidupnya,
(2) Membina waga belajar agar memiliki pengetahuan, ketrampilan dan sikap mental yang
diperlukan untuk mengembangkan diri, bekerja mencari nafkah atau melanjutkan ketingkat atau
jenjang yang lebih tinggi, (3) Memenuhi kebutuhan belajar masyarakat yang tidak dipenuhi dalam
jalur pendidikan sekolah.
Proses pembelajaran pada setiap satuan pendidikan dasar dan menengah termasuk pendidikan
nonformal khususnya pada pendidikan kesetaraan Paket A, Pakaet B, dan Paket C harus dilaksanakan
secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi warga belajar untuk
berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreatifitas, dan kemandirian
sesuai dengan bakat, dan perkembangan fisik dan psikologis warga belajar (Sudibyo, 2008:781)
UPTD SKB Ungaran memberikan ketrampilan life skill (kecakapan hidup) kepada warga belajar
Kejar Paket C seperti menjahit, membuat kerajinan boneka dari bahan kain flanel, pembuatan tas dan
lain sebagainya. Dikarenakan untuk saat ini, UPTD SKB Ungaran hanya menerima warga belajar
dari program Kejar Paket C. UPTD SKB Ungaran merupakan lembaga yang memberikan berbagai
keterampilan bagi masyarakat umumnya dan khususnya warga belajar Paket C, yang diberdayakan
agar menjadi masyarakat yang maju dan produktif.Proses pembelajaran Program Paket C akan
berhasil dengan baik bila seorang tutor mampu mengorganisasikan pengalaman belajar peserta
didiknya dengan menggunakan prosedur yang sistematis.
Minat warga belajar untuk mengikuti proses pembelajaran di UPTD SKB Ungaran sangatlah tinggi,
hal ini ditunjukkan dengan banyaknya warga belajar yang mengikuti proses belajar mengajar dan
ketrampilan yang diajarkan oleh pihak UPTD SKB Ungaran. 7
Ungaran merupakan ibu kota Kabupaten Semarang, Provinsi Jawa Tengah. Kota ini terletak tepat di
sebelah selatan Kota Semarang. Wilayah perkotaan Ungaran memiliki banyak sekali pabrik-pabrik
garment. Dengan lokasinya yang strategis itu sehingga banyak sekali pabrik yang berada di
sepanjang jalur Ungaran-Bawen dari pabrik sepatu, makanan/minuman serta yang paling dominan
adalah pabrik garment. Beberapa pabrik garment yang terkenal adalah Batam Textile, Ungaran Sari
Garment, Apac Inti Corpora dan PT. Golden Flower.
Ribuan pekerja yang setiap pagi hingga malam memadati pabrik-pabrik garment yang menandakan
bahwa bisnis garment masih eksis. Dengan banyaknya pabrik yang ada, tentunya dibutuhkan pula
tenaga kerja yang memadai di bidang garment.
UPTD SKB Ungaran selaku lembaga yang memberikan keterampilan life skill menjahit bagi warga
belajar, telah bekerja sama dengan pabrik yang ada di Ungaran, yaitu PT. Golden Flower sebagai
mitra kerja yang menampung warga belajar yang telah lulus kompetensi menjahit di UPTD SKB
Ungaran.
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan diatas maka penulis tertarik untuk melakukan suatu
penelitian dengan judul : Pembelajaran Kejar Paket C Yang Terintegrasi Life Skill di UPTD SKB
Ungaran.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka permasalahanyang akan diteliti dalam
penelitian ini adalah:
1.2.1 Bagaimana pembelajaran kejar paket C yang terintegrasi life skill di UPTD SKB Ungaran
Kabupaten Semarang?
1.2.2 Aspek-aspek pembelajaran apa saja yang dapat menentukan keberhasilan program kejar paket
C yang terintegrasi life skill di UPTD SKB Ungaran Kabupaten Semarang?
8
1.2.3 Bagaimana hasil pembelajaran kejar paket C yang terintegrasi life skill di UPTD SKB Ungaran
Kabupaten Semarang?

1.3 TUJUAN PENELITIAN

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hal-hal
sebagai berikut:
1.3.1 Mendeskripsikan pembelajaran Kejar Paket C yang terintegrasi life skill di UPTD SKB
Ungaran Kabupaten Semarang.
1.3.2 Mendeskripsikan aspek-aspek pembelajaran apa saja yang dapat menentukan keberhasilan
program Kejar Paket C yang terintegrasi life skill di UPTD SKB Ungaran Kabupaten Semarang.
1.3.3 Mendeskripsikan hasil pembelajaran kejar paket C yang terintegrasi life skill di UPTD SKB
Ungaran Kabupaten Semarang.

1.4 MANFAAT PENELITIAN


1.4.1 Manfaat teoritis
1.4.1.1 Melalui penelitian ini diharapkan dapat digambarkan secara teoritis mengenai pembelajaran
Kejar Paket C yang terintegrasi life skillyang bertujuan untuk menambah pengetahuan dan
keterampilan menjahit.

1.4.1.2 Memberikan gambaran tentang aspek-aspek pembelajaran apa saja yang dapat menentukan
keberhasilan program Kejar Paket C yang terintegrasi life skill.

1.4.1.3 Memberikan gambaran tentang hasil pembelajaran kejar paket C yang terintegrasi life skill di
UPTD SKB Ungaran Kabupaten Semarang.
9
1.4.2 Manfaat praktis

Adapun manfaat praktis dari penelitian ini antara lain meliputi pihak-pihak yaitu:
1.4.2.1 Peneliti

Penelitian ini dapat dijadikan wadah aktualisasi diri dalam mengembangkan potensi dan minat
peneliti, menambah dan memperluas wawasan dan pengetahuan mengenai SKB.
1.4.2.2 Pihak SKB

Dapat dijadikan sebagai bahan masukan untuk pengembangan layanan pendidikan pada UPTD SKB
Ungaran.
1.4.2.3 Masyarakat

Dapat dijadikan bahan bacaan tentang peranan serta manfaat UPTD SKB Ungaran.
1.5 PENEGASAN ISTILAH
1.5.1 Pembelajaran

Pembelajaran dapat diartikan sebagai setiap upaya yang sistematik dan sengaja untuk menciptakan
agar terjadi kegiatan interaksi edukatifantara dua pihak, yaitu antara peserta didik (warga belajar) dan
pendidik (sumber belajar) yang melakukan kegiatan membelajarkan (Sudjana, 2004:28).
Menurut Raharjo (2005:10) pembelajaran merupakan suatu proses aktifitas belajar yang melibatkan
perubahan pada aspek kognitif , psikomotorik,dan afektif sebagai bentuk penyesuaian pribadi dan
sosial individu sehingga dengan pembelajaran individu diharapkan mampu menyesuaikan diri
dengan lingkungannya dan kebutuhan belajarnya terpenuhi dan membawa perubahan yang optimal.
10
1.5.2 Kejar Paket C

Program Paket C dalam buku terbitan Direktorat Kesetaraan Program Paket C adalah program
pendidikan menengah pada jalur nonformal setara SMA/MA bagi siapapun yang terkendala ke
pendidikan formal atau berminat dan memilih Pendidikan Kesetaraan untuk ketuntasan pendidikan
menengah.Adapun Program Paket C ditujukan bagi warga masyarakat yang karena keterbatasan
sosial, ekonomi, waktu, kesempatan dan geografi tidak dapat mengikuti pendidikan Sekolah
Menengah Atas/ sederajat. Lulusan Paket C berhak mendapatkan ijazah dan diakui setara dengan
ijazah SMA.
1.5.3 Life Skill (kecakapan hidup)

Menurut Dirjen PLSP, Direktorat Tenaga Teknis, 2003, Istilah Kecakapan Hidup (life skills) diartikan
sebagai kecakapan yang dimiliki seseorang untuk mau dan berani menghadapi problema hidup dan
penghidupan secara wajar tanpa merasa tertekan, kemudian secara proaktif dan kreatif mencari serta
menemukan solusi sehingga akhirnya mampu mengatasinya.
1.5.4 UPTD SKB Ungaran

UPTD Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) Ungaran Kabupaten Semarang adalah salah satu Unit
Pelaksana Teknis di lingkungan Dinas Pendidikan Kabupaten Semarang yang beralamat Jl. Rindang
Asih No. 32 A Kelurahan Ungaran Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten Semarang 50511.
1.6 SISTEMATIKA PENULISAN SKRIPSI

Sistematika penulisan ini terdiri dari tiga bagian yaitu bagian awal, bagian isi dan bagian akhir
skripsi. 11
1.6.1 Bagian Awal Skripsi

Bagian Pendahuluan terdiri dari halaman judul, pernyataan, persetujuan pembimbing, pengesahan
kelulusan, motto dan persembahan, kata pengantar, daftar isi, daftar gambar, daftar tabel, dan daftar
lampiran.
1.6.2 Bagian Isi

Bagian isi meliputi: BAB 1 : Pendahuluan yang berisi: latar


belakang, rumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian,
penegasan istilah dan sistematika
penulisan skripsi.
BAB 2 : Kajian Pustaka menguraikan tentang
proses pembelajaran kejar paket C,
pendekatan pembelajaran, ciri-ciri
pembelajaran, metode pembelajaran,
tujuan kejar paket C, pengertian life
skill dan kerangka berfikir penelitian.
BAB 3 : Metode Penelitian. Berisi tentang
pendekatan penelitian, lokasi
penelitian, fokus penelitian, sumber
data penelitian, metode pengumpulan
data, keabsahan data, dan metode
analisis data
BAB 4 : Hasil Penelitian dan Pembahasan.
Bab ini menguraikan hasil penelitian
dan pembahasan.
137 Jurnal PHENOMENON, Volume 1 Nomor 1, Juli 2011
Pengembangan Perangkat Pembelajaran .....
PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN BERBASIS PRAKTIKUM
INKUIRI TERBIMBING UNTUK MEWUJUDKAN HASIL BELAJAR
BERKARAKTER
Joko Budi Poernomo
Abstrak

Pada masa kini ini kita semua terkesima dengan perkembangan kehidupan
berbangsa dan bernegara Indonesia. Pada tataran kehidupan masyarakat
banyak gejala perubahan perilaku dan tatanan dalam masyarakat. Makin
banyak perilaku masyarakat yang menunjukkan pola hidup yang sarat dengan
ketidakpedulian, keputusasaan, mudah menyerah, etos kerja rendah, konflik
atau perselisihan antar warga bahkan antar pelajar. Pada tataran kehidupan
bernegara, makin banyak kita amati gejala penyalahgunaan
kewenangan/kekuasaan, kecurangan, kebohongan, ketidakadilan,
ketidakpercayaan, dan ketidakpedulian. Ini semua menunjukkan makin
lunturnya rasa kebangsaan dan makin tebalnya egoisme pribadi, kelompok,
dan/atau suku. Yang lebih meresahkan lagi adalah gejala bahwa generasi muda
sudah makin jauh dari ajaran agama dan akar budaya leluhurnya, mungkin
karena pengaruh suguhan budaya asing lewat berbagai media 138 Jurnal
PHENOMENON, Volume 1 Nomor 1, Juli 2011 Joko Budi Poernomo
informasi dan komunikasi, baik cetak maupun elektronik. Semua ini telah
menyentak kesadaran pendidik dan tokoh masyarakat yang peduli pada nasib
bangsa, bahkan juga para petinggi Negara. Oleh sebab itu, untuk lima tahun
ke depan pendidikan karakter, budaya, dan kewirausahaan diberi perhatian
besar oleh pengambil kebijakan pendidikan di Pusat dan daerah tentu saja
diharapkan dapat menjabarkan kebijakan ini ke dalam program pendidikan
nyata sampai tingkat dasar sampai perguruan tinggi. Tatanan pembelajaran
karakter tentunya diawali dari perangkat pembelajaran yang mampu
mengangkat karakter siswa dan mahasiswa. Adapun prsayarat yang
bersesuaian dengan pembelajaran yang dapat mewakili nilai-nilai karakter
agar tertampilkan dalam setiap pembelajaran. Tulisan ini akan memberikan
informasi tentang beberapa persiapan pembelajaran yang digunakan dalam
menata kembali agar peserta didik mengaplikasikan nilai-nilai karakter yang
terilhami dalam pembelajaran.
Kata kunci: Perangkat pembelajaran IPA, nilai-nilai karakter 139 Jurnal
PHENOMENON, Volume 1 Nomor 1, Juli 2011 Pengembangan Perangkat Pembelajaran .....
A. Pendahuluan

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan merupakan kurikulum berbasis


kompetensi karena lebih menekankan pada kompetensi-kompetensi yang harus
dikuasai oleh siswa. Kompetensi-kompetensi yang harus dikuasai siswa tersebut
dijabarkan mulai dari silabus yang kemudian terdapat indikator pencapaian
kompetensi. Pada kurikulum sains (IPA) dikembangkan berbagai macam kompetensi
dasar yang harus dikuasai siswa. Salah satu kompetensi yang dituntut pada mata
pelajaran sains adalah kemampuan melakukan kerja ilmiah.
Berdasarkan panduan Pedoman Khusus Pengembangan Silabus dan Penilaian
yang dikeluarkan oleh Depdiknas (2003), kerja ilmiah mempunyai 4 (empat)
kompetensi dasar yaitu : merencakan penelitian ilmiah, melaksanakan penelitian
ilmiah, mengkomunikasikan hasil penelitian ilmiah dan bersikap ilmiah. Untuk
mengembangkan empat macam kompetensi tersebut dapat dilakukan melalui
pembelajaran pada siswa dengan kegiatan laboratorium inkuiri.
Pasal 3 Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional menyatakan bahwa: Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.Sehubungan
dengan hal tersebut, salah satu program utama Kementerian Pendidikan Nasional
dalam rangka meningkatkan mutu proses dan output pendidikan pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah adalah pengembangan pendidikan karakter.
Pengembangan pendidikan karakter adalah suatu peluang bagi penyempurnaan
jati diri manusia dengan melalui berbagai macam ketrampilan. Tentunya kondisi
pembelajaran berbasis pendidikan karakter harus dipahami sebagai sebuah usaha
140 Jurnal PHENOMENON, Volume 1 Nomor 1, Juli 2011 Joko Budi Poernomo
manusia untuk menjadikan dirinya sebagai manusia yang memiliki keutamaan,
kesimbangan akdemik dan sisi moral. Pendidikan karakter adalah sesuatu yang
mendasar dalam proses pendidikan manusia, bukan pendidikan yang bersifat
tambahan atau asesoris belaka, ini berarti setiap proses pendidikan harus
didasarkan pendidikan karakter, tidak boleh mengabaikannya.
Tujuan Pendidikan Nasional dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional
no 20/2003 Pasal 3, secara jelas menggambarkan kualitas manusia Indonesia yang
dicita-citakan. Manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berbudi luhur, cakap, sehat, berkepribadian mantap, mandiri, bertanggung jawab
dan demokratis. Ungkapan ini jelas menggambarkan kualitas manusia Indonesia
yang diharapkan melalui pendidikan. Bahwa menjadikan manusia pintar
berpengetahuan berketrampilan hanyalah satu bagian dari usaha besar membentuk
manusia seutuhnya, manusia beerkepribadian mantap, manusia yang berkarakter.
Pendidikan bukanlah semata-mata persoalan di ranah kognitif saja, tentunya
ranah afektif dan psikomotorik harus mendapatkan peruntukan yang berimbang.
Agar tujuan pendidikan nasional dapat tercapai dan seimbang perlu dirancang
pendekatan pembelajaran dapat menginternalisasi nilai sehingga menghasilkan
peserta didik yang memiliki kemampuan moral dan kemampuan inteletual. Nilai-
nilai tersebut dapat direalisasi dalam kegiatan praktikum atau laboratorium yang
berpijak pada ketrampilan individu maupun kelompok. Penelitian menunujukkan
bahwa siswa yang kualitas karakternya membaik, prestasi akademiknya meningkat.
Hal ini mudah dipahami karena penekanan kegiatan praktikum dan pendidikan
karakter memilik karakteritik yang sama, seperti : bekerja dengan penuh tanggung
jawab, cermat, teratur dan rapi, tepat waktu, jujur, tekun, semangat memberikan
yang terbaik, mampu menahan diri dan lain sebagainya tentu pada gilirannya akan
berdampak pada peningkatan prestasi akademik.
Tulisan ini hadir untuk membahas tentang realisasi pembelajaran MIPA berpijak
pada pendekatan karakter. Fokusnya 141 Jurnal PHENOMENON, Volume 1 Nomor 1, Juli 2011
Pengembangan Perangkat Pembelajaran .....
diarahkan untuk mengungkap bagaimana sebenarnya realisasi pembelajaran
dengan pijakan pengembangan perangkat pembelajaran agar pendidikan karakter
tertampilkan secara nyata dalam pembelajaran dan upaya-upaya perlu dilakukan
menuju konstruksi pendidikan MIPA yang menghasilkan prestasi siswa berkarakter.
B. KAJIAN PUSTAKA

1. Hakikat IPA

IPA mempelajari tentang fenomena alam dan berbagai permasalahan


dalam kehidupan masyarakat. Fenomena alam dalam IPA dapat ditinjau dari
objek, persoalan, tema, dan tempat kejadiannya. Pembelajaran IPA memerlukan
kegiatan penyelidikan, baik melalui observasi maupun eksperimen. Selain itu,
pembelajaran IPA mengembangkan rasa ingin tahu melalui penemuan
berdasarkan pengalaman langsung yang dilakukan melalui kinerja ilmiah.
Melalui kinerja ilmiah, peserta didik dilatih untuk memanfaatkan fakta,
membangun konsep, prinsip, teori sebagai dasar untuk berpikir kreatif, kritis,
analitis, dan divergen. Pembelajaran IPA diharapkan dapat membentuk sikap
peserta didik dalam kehidupan sehari-hari sehingga mereka akhirnya menyadari
keindahan, keteraturan alam, dan meningkatkan keyakinannya terhadap Tuhan
Yang Maha Esa.

2. Laboratorium Inquiry

Inkuiri adalah proses pembelajaran yang diawali dengan pengamatan dari


pertanyaan-pertanyaan yang muncul. Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan
tersebut didapat melalui siklus menyusun hipotesis, mengembangkan cara
pengujian hipotesis, membuat pengamatan, dan menyusun teori serta konsep
yang berdasar pada data dan pengetahuan. 142 Jurnal PHENOMENON, Volume 1 Nomor 1, Juli
2011 Joko Budi Poernomo
Langkah-langkah kegiatan inkuiri:

a. Merumuskan masalah (dalam mata pelajaran apapun).

b. Mengamati atau melakukan observasi.

c. Menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar, laporan, bagan,


tabel, dan karya lain.

d. Mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada pembaca, teman


sekelas, guru, atau yang lain.

Menurut Wiyanto (2008) dalam kegiatan laboratorium inkuiri, lingkungan


belajar dipersiapkan untuk memfasilitasi agar proses pembelajaran berpusat
pada siswa dan untuk memberikan bimbingan secukupnya dalam rangka
menjamin keberhasilan siswa dalam proses penemuan konsep ilmiah. Bimbingan
itu diberikan dalam bentuk pertanyaan dan biasanya diawali dengan pertanyaan
yang divergen, yaitu pertanyaan dengan banyak kemungkinan jawaban yang
membutuhkan pertimbangan kreatif dan kritis.

Pembelajaran IPA melalui praktikum inkuiri terbimbing, menurut Amien


(1987:126), kegiatan inkuiri adalah suatu kegiatan atau pelajaran yang
dirancang sedemikian rupa sehingga siswa dapat menemukan konsep-konsep
dan prinsip-prinsip melalui proses mentalnya sendiri. Bagi seorang siswa yang
membuat penemuan-penemuan ia harus melakukan proses-proses mental,
misalnya mengamati, menggolongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengu-
kur, menarik kesimpulan, dan sebagainya.

Menurut jenisnya inkuiri dibagi menjadi dua, yaitu inkuiri bebas dan inkuiri
terbimbing. Pada inkuiri siswa bebas melakukan kegiatan tanpa petunjuk khusus
dan langkah dari guru. Sehingga pengetahuan awal siswa menjadi sangat
penting. Pada inkuiri bebas kemampuan awal dituntut harus tingggi sehingga
tidak semua sekolah maupun siswa dapat menggunakan metode ini. Sedangkan
pada inkuiri terbimb143 Jurnal PHENOMENON, Volume 1 Nomor 1, Juli 2011 Pengembangan Perangkat
Pembelajaran .....
ing masih memungkinkan guru memberikan arahan yang cukup sehingga
siswa tahu apa yang harus dilakukan.

Dalam pembelajaran laboratorium inkuiri, siswa belajar menggunakan


ketrampilan berpikir kritis saat mereka berdiskusi dan menganalisis bukti,
mengevaluasi ide dan proposisi,merefleksi validitas data, memproses, membuat
kesimpulan, kemudian menentukan bagaimana mempresentasikan dan
menjelaskan ide-ide atau teori untuk mendapatkan konsep.

Di samping itu, penerapan laboratorium inkuiri terbimbing dengan cara


siswa berkelompok dapat meningkatkan partisipasi siswa dalam pembelajaran
yang bermakna ddengan membangun hubungan antara konsep dan diskusi
konsep yang membantu siswa mengenali gagasan mereka dan membangun
pemahaman mereka sebagaimana usaha mereka dalam merekonstruksi konsep
dan respon mereka terhadap bimbingan guru ( Bilgin,2009 ).

3. Pendidikan berkarakter

Pengertian karakter menurut Pusat Bahasa Depdiknas adalah bawaan,


hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, personalitas, sifat, tabiat, temperamen,
watak. Adapun berkarakter adalah berkepribadian, berperilaku, bersifat,
bertabiat dan berwatak. Menurut Tadkiroatun Musfiroh (UNY,2008), karakter
mengacu pada serangkaian sikap (attitudes), perilaku (behaviors), motivasi
(motivations), dan ketrampilan (skills).

Pendidikan karakter secara terpadu didalam pembelajaran adalah


pengenalan nilai-nilai, dan penginternalisasian nilai-nilai ke dalam tingkah laku
peserta didik sehari-hari melalui proses pembelajaran, baik yang berlangsung di
dalam maupun di luar kelas pada semua mata pelajaran. 144 Jurnal PHENOMENON,
Volume 1 Nomor 1, Juli 2011 Joko Budi Poernomo
Pada dasarnya kegiatan pembelajaran, selain untuk menjadikan peserta
didik menguasai kompetensi ( materi ) yang ditargetkan, juga dirancang untuk
menjadikan peserta didik mengenal, menyadari/peduli, dan
menginternalisasikan nilai-nilai dan menjadikannya perilaku

Sejalan dengan rumusan karakter yang dikembangkan pada jenjang SMP


dan karakteristik IPA, maka dalam mata pelajaran IPA secara spesifik peserta
didik akan dididik dan dilatih untuk mengembangkan karakter pada spesifikasi
yang mendiskripsikan tiap nilai pendidikan karakter tersebut adalah seperti yang
ditunjukkan dalam tabel berikut ini:

Nilai/Karakter Deskripsi
Religius Sikap mengagumi
akan kebesaran Tuhan
Kepedulian Sikap melindungi
dan menjaga seseorang
atau sesuatu
Kejujuran Perilaku yang
didasarkan pada upaya
menjadikan
dirinya sebagai
orang yang selalu dapat
dipercaya
dalam perkataan,
tindakan, dan pe-
kerjaan.
Kecerdasan Kemampuan untuk
belajar, memahami dan
membuat keputusan
atau mempunyai
pendapat berdasarkan
penalaran
Ketangguhan Memiliki pendapat
atau perasaan yang
kuat dan tidak mungkin
berubah
Demokratis Mempercayai
kebebasan dan kesa-
maan diantara sesama
manusia
ISSN: 2303-288X Vol. 1, No. 2, Oktober 2012 Jurnal Pendidikan Indonesia | 65
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
BERBASIS LOCAL CONTENT
GURU DAN CALON GURU SEKOLAH DASAR
DI KOTA SINGARAJA
I Nengah Martha1, I Made Tegeh2
1Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa dan Seni,
Universitas Pendidikan Ganesha, Singaraja, Indonesia
2Jurusan Teknologi Pendidikan, Fakultas Ilmu Pendidikan,
Universitas Pendidikan Ganesha, Singaraja, Indonesia
.
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk: 1) mendapatkan informasi tentang guru-guru SD di kota Singaraja memilih atau
menggunakan materi pelajaran sesuai dengan konteks, lingkungan, setting siswa, atau materi pelajaran yang
berbasis local content; 2) mendapatkan informasi pada bidang studi apa saja guru-guru SD di kota Singaraja telah
memilih atau menggunakan materi pelajaran sesuai dengan konteks, lingkungan, setting siswa, atau materi pelajaran
yang berbasis local content; 3) mengetahui bagaimana tingkat kemampuan guru-guru SD di kota Singaraja dalam
memilih, atau menggunakan materi pelajaran sesuai dengan konteks, lingkungan, setting siswa atau materi pelajaran
yang berbasis local content. Penelitian ini dirancang dalam bentuk penelitian ex post facto, yang bersifat kualitatif.
Data dikumpulkan dengan teknik koleksi dokumen dan dengan cara multistage stratified random sampling.
Selanjutnya data dianalisis secara deskriptif dan kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan: 1) RPP guru-guru SD di
Kota Singaraja yang mengandung materi pelajaran berbasis local content berjumlah 302 buah (76,46%). RPP guru-
guru SD di Kota Singaraja yang tidak mengandung materi yang berbasis local content adalah 93 buah (23,54%); 2)
bidang studi Bahasa Bali secara keseluruhan menggunakan materi pelajaran yang berbasis local content. Bidang
studi Bahasa Indonesia hanya menggunakan:77,57%, Pendidikan Kewarganegaraan: 72,55%, Ilmu Pengetahuan
Alam: 65,79%, Matematika: 84,09%, Ilmu Pengetahuan Sosial: 77,27%, Seni Budaya dan Keterampilan: 90%, dan
Agama Hindu: 83,33%.; 3) Jumlah RPP yang berada pada kategri sangat cocok adalah 163 buah (53,44%). Jumlah
RPP yang berada pada kategori cukup cocok adalah 142 buah (46,56%). Tak satu pun RPP ada pada tingkat
kategori tidak cocok. Disarankan agar, para guru SD di kota Singaraja memilih dan menggunakan materi pelajaran
berbasis local content untuk mendukung pembelajaran bermakna.
Kata kunci: rencana pembelajaran, local content, sekolah dasar ISSN: 2303-288X Vol. 1, No. 2, Oktober 2012
Jurnal Pendidikan Indonesia | 66
Abstract
This research aims at: 1) finding out of information about teachers elementary school in Singaraja to chose and use
material in accordance with context, environment, setting of students, or material based local content; 2) finding out of
information on the subject matter are the teachers elementary school in Singaraja were chosed and used material
based local content in accordance with context, environment, setting of students, or material based local content; 3)
to know the degree of ability of the teachers elementary school in Singaraja are chosing and using material in
accordance with context, environment, setting of students, or material based local content. This research is designed
in ex post facto research and qualitatively. The data were gathered by means collecting documents and with
multistage stratified random sampling techniques. And then, the data were analyzed descriptively and qualitatively.
The results of this research shows: 1) The unit lessons of teachers elementary school in Singaraja that is contains
material based local content are 302 units (76,46%). The unit lessons of teachers elementary school in Singaraja
that havet contains material based local content are 93 units (23,54%); 2) Balinese subject matter useful material
based local content. Indonesian subject matter only use: 77,57%; Education of Citizenship: 72,55%; Sciences:
65,79%; Matematics: 84,09%; Social Sciences: 77,27%; Art, Culcutural and Skills: 90%; Hinduism: 83,33%.; 3) The
sum of unit lessons categorized very suitable are 163 units (53,44%). The sum of unit lessons categorized suitable
enought are 142 units (46,56%). No one of unit lessons categorized unsuitable. Sugested that, the teachers
elementary school in Singaraja must be chose and use material based local content to supporting meaningful
teaching and learning.
Keywords: unit lessons, local content, elementary school
PENDAHULUAN
Kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) jenjang pendidikan dasar dikembangkan oleh sekolah dan
komite sekolah berpedoman pada standar kompetensi lulusan dan standar isi serta panduan penyusunan
kurikulum yang dibuat oleh BSNP (Depdiknas, 2005). Selanjutnya dijelaskan, beberapa prinsip yang
harus diperhatikan dalam pengembangan kurikulum yang akan menjadi pedoman penyusunan rencana
pelaksanaan pembelajaran bagi guru, antara lain: 1) berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan,
dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya. Untuk mendukung pencapaian tujuan tersebut,
pengembangan kompetensi peserta didik disesuaikan dengan potensi, perkembangan, kebutuhan, dan
kepentingan peserta didik serta tuntutan lingkungan. 2) Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan
pengembangan diri peserta didik secara terpadu, sehingga peserta didik memperoleh pengetahuan,
pengalaman, dan keterampilan yang bermakna bagi kehidupannya. 3) Kurikulum dikembangkan relevan
dengan kebutuhan kehidupan siswa. Untuk itu, kurikulum dikembangkan dengan melibatkan pihak-pihak
yang berkepentingan (stakeholders) untuk menjamin relevansi pendidikan dengan kebutuhan kehidupan
nyata siswa.
Selanjutnya ditentukan bahwa, kurikulum harus dilaksanakan dengan: 1) mendayagunakan kondisi alam,
sosial, dan budaya serta kekayaan lokal/daerah untuk keberhasilan pendidikan. Kondisi alam, sosial, dan
budaya serta kekayaan lokal/daerah menjadi muatan kajian yang harus dimanfaatkan secara optimal. 2)
Pendayagunaan kondisi alam, sosial, dan budaya serta kekayaan lokal/daerah ISSN: 2303-288X Vol. 1, No.
2, Oktober 2012 Jurnal Pendidikan Indonesia | 67
tersebut haruslah berguna bagi kehidupan diri siswa.
Intinya, dalam pemilihan materi pelajaran, guru dituntut mampu memilih materi yang sesuai dan
bermakna. Istilah sesuai dalam pemilihan materi pelajaran, dikaitkan dengan: 1) materi yang dipilih
sesuai dengan tingkat perkembangan fisik, intelektual, emosional, dan spiritual peserta didik, 2) materi
yang dipilih sesuai dengan umur, lingkungan, kebutuhan, dan jenjang pendidikan peserta didik. Istilah
bermakna (meaningful) dalam pemilihan materi pelajaran dikaitkan dengan: 1) pengetahuan dan
keterampilan yang dipilih bermanfaat bagi kehidupan nyata siswa, 2) materi pelajaran yang dipilih
berguna dalam kehidupan siswa sehari-hari, 3) materi pelajaran yang dipilih berorientasi lingkungan yang
autentik (Depdiknas, 2007).
Dalam rangka mendukung prinsip dan pelaksanaan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) yang
disebut di atas, guru diisyaratkan untuk menggunakan pendekatan CTL (contextual teaching and
learning), karena pendekatan pembelajaran kontektual adalah proses pembelajaran yang holistik yang
bertujuan membantu siswa untuk memahami makna materi yang dipelajari dengan cara mengaitkan
materi tersebut dengan konteks kehidupan sehari-hari (konteks pribadi, sosial, dan budaya), sehingga
siswa memiliki pengetahuan dan keterampilan yang dapat ditransfer dari satu permasalahan/konteks ke
permasalahan/konteks lain.
Apabila dicermati benar mengenai pendekatan CTL ini, dapat dilihat bahwa pendekatan CTL ini amat
concern terhadap pemilihan materi yang berbasis local content, baik dilihat dari segi prinsip, landasan,
maupun ciri/paradigmanya, seperti dipaparkan berikut ini.
1. Prinsip Pendekatan CTL
a) Membuat hubungan yang bermakna (making meaningful connections) antara sekolah dan konteks
kehidupan nyata, sehingga siswa merasakan bahwa belajar itu penting untuk masa depannya. b)
Melakukan pekerjaan yang signifikan (doing significant work). Akivitas yang dilakukan memiliki tujuan,
kepedulian, ikut serta dalam menentukan perilaku, dan menghasilkan produk yang bermanfaat bagi
kehidupan nyata. c) Pembelajaran mandiri (self-regulated learning), membangun minat siswa bekerja
sendiri/kelompok untuk mencapai tujuan yang bermakna dengan mengaitkan materi ajar dengan konteks
kehidupan sehari-hari. d) Bekerjasama (collaborating) untuk membantu siswa bekerjasama secara efektif,
sehingga siswa dapat mengkomunikasikan dan merasakan hubungan-hubungan masalah, peristiwa, dan
kejadian dalam kehidupan. e) Berpikir kritis dan kreatif (critical and creative thinking) melalui
pengumpulan data, analisis dan sintesis data, memahami suatu isu/fakta dan memecahkan masalah.
2. Landasan Pendekatan CTL
a) Knoledge based constructivism, menekankan pada pentingnya siswa membangun sendiri
pengetahuannya melalui terlibat aktif dalam proses belajar-mengajar. b) Socialization, belajar adalah
proses sosial, karena itu faktor lingkungan, sosial, dan budaya perlu diperhatikan dalam proses belajar. c)
Situated learning, belajar berlangsung dalam situasi nyata, bukan abstrak. Karena itu, konteks sosial
(masyarakat, rumah, dll.) penting dikemas dalam proses belajar-mengajar. d) Problem ISSN: 2303-288X
Vol. 1, No. 2, Oktober 2012 Jurnal Pendidikan Indonesia | 68
based learning, yakni pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata, sehingga masalah yang
kontekstual penting bagi siswa dalam belajar untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan esensial
dari materi yang dipelajari. e) Authentic instruction, yakni pengajaran yang membawa siswa pada
mempelajari konteks bermakna melalui pengembangan kemampuan berpikir dan memecahkan masalah
penting dalam konteks kehidupan nyata. f) Inquiry based learning, pembelajaran yang memberi
kesempatan untuk pembelajaran bermakna. g) Project based learning, pembelajaran dengan tugas-tugas
yang memungkinkan siswa belajar mandiri dalam menyusun pengetahuannya. h) Work based learning,
belajar dengan membawa pada pemecahan masalah yang nyata dalam kehidupan, sehingga tidak ada
kesenjangan antara yang dipelajari dengan hal yang dihadapi. i) Service learning, belajar yang
mengantarkan pada kemampuan apa yang dipelajari untuk memenuhi atau melayani kebutuhan hidup.
3. Ciri/ Pendekatan Paradigma CTL
a) Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata, b) Pembelajaran dapat terjadi di berbagai tempat,
konteks dan setting, c) Mengaitkan informasi dengan pengetahuan yang sudah dimiliki, d)
Mengintegrasikan berbagai bidang pengetahuan yang terkait, e) Belajar untuk menemukan, menggali dan
memecahkan masalah, f) Belajar dengan kesadaran diri, g) Keterampilan dikembangkan atas dasar
pemahaman, sehingga maknanya dapat dirasakan.
Paparan-paparan di atas menunjukkan bahwa dari segi kurikulum (KTSP), aktivitas belajar-mengajar
semestinya diarahkan pada pembelajaran yang bermakna dengan menggunakan atau memilih materi
pelajaran sesuai dengan konteks, lingkungan, setting siswa atau materi pelajaran yang berbasis local
content. Dari segi cara pembelajaran, untuk mencapai pembelajaran yang bermakna, sudah ditunjukkan
cara/pendekatan yang dapat digunakan, yakni pembelajaran kontekstual (CTL). Menggunakan atau
memilih materi pelajaran sesuai dengan konteks, lingkungan, setting siswa atau materi pelajaran yang
berbasis local content, merupakan tantangan dan tidak mudah bagi guru. Hal ini perlu diungkap dalam
sebuah penelitian.
Atas dasar latar belakang masalah yang diuraikan di atas, maka yang menjadi masalah pokok yang mau
diungkapkan dalam penelitian ini adalah Dalam upaya mencapai pembelajaran yang bermakna, apakah
guru-guru SD di kota Singaraja telah memilih atau menggunakan materi pelajaran sesuai dengan
konteks, lingkungan, setting siswa atau materi pelajaran yang berbasis local content?
Sejalan dengan masalah pokok tersebut, lebih rinci masalah yang akan diungkap dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut.
1. Apakah guru-guru SD di kota Singaraja telah memilih atau menggunakan materi pelajaran sesuai
dengan konteks, lingkungan, setting siswa atau materi pelajaran yang berbasis local content?
2. Pada bidang studi/mata pelajaran apa sajakah guru-guru SD di kota Singaraja telah memilih atau
menggunakan materi pelajaran sesuai dengan konteks, lingkungan, setting siswa atau materi pelajaran
yang berbasis local content?
3. Bagaimanakah tingkat kemampuan guru-guru SD di kota Singaraja ISSN: 2303-288X Vol. 1, No. 2,
Oktober 2012 Jurnal Pendidikan Indonesia | 69
dalam memilih atau menggunakan materi pelajaran sesuai dengan konteks, lingkungan, setting siswa
atau materi pelajaran yang berbasis local content?
Sejalan dengan masalah yang ingin diungkap, tujuan pokok penelitian ini adalah untuk memperoleh
informasi tentang apakah guru-guru SD di kota Singaraja telah memilih atau menggunakan materi
pelajaran sesuai dengan konteks, lingkungan, setting siswa atau materi pelajaran yang berbasis local
content dalam upaya mencapai pembelajaran yang bermakna.
Secara lebih rinci, tujuan penelitian ini adalah:
1. untuk mendapatkan informasi apakah guru-guru SD di kota Singaraja telah memilih atau menggunakan
materi pelajaran sesuai dengan konteks, lingkungan, setting siswa atau materi pelajaran yang berbasis
local content;
2. untuk mendapatkan informasi pada bidang studi/mata pelajaran apa saja guru-guru SD di kota
Singaraja telah memilih atau menggunakan materi pelajaran sesuai dengan konteks, lingkungan, setting
siswa atau materi pelajaran yang berbasis local content;
3. untuk mengetahui bagaimana tingkat kemampuan guru-guru SD di kota Singaraja dalam memilih atau
menggunakan materi pelajaran sesuai dengan konteks, lingkungan, setting siswa atau materi pelajaran
yang berbasis local content.
METODE
Jika dilihat dari sumber data, penelitian ini termasuk penelitian expost facto, karena data yang
dikumpulkan telah ada dan terjadi apa adanya. Jika dilihat dari jenis datanya, penelitian ini termasuk
penelitian kualitatif, karena data yang dikumpulkan dalam bentuk pernyataan verbal. Jika dilihat dari segi
penyajian data, penelitian ini termasuk penelitian deskriptif, karena data digambarkan secara deskriptif
dan naratif. Jika dilihat dari segi tujuan, penelitian ini termasuk penelitian survey, karena ingin memetakan
gejala atau variabel dalam suatu wilayah dengan cara reduksi (dalam mengambil sampel), dan
generalisasi (dalam membuat kesimpulan).
Seperti dikatakan oleh Fraenkel dan Wallen (1993), the mayor purpose of surveys is to describe the
characteristics of population. In essence, what researchers want to find out is how the members of a
population distribute themselves on one or more variables (tujuan utama survei adalah untuk
menggambarkan ciri/sifat (kondisi variabel) dari populasi. Jadi, apa yang peneliti ingin dapatkan tidak lain
adalah bagaimana anggota populasi mendistribusikan dirinya dalam satu atau beberapa variabel). Sesuai
dengan pernyataan itu penelitian ini ingin mendapatkan gambaran tentang kemampuan para guru SD
memilih materi pelajaran yang berbasis local content.
Survei dapat dilakukan pada seluruh anggota populasi, tetapi dapat juga dilakukan pada beberapa
anggota populasi (sampel). Jadi survei bisa bersifat the whole or the part. Dalam hal ini peneliti
menggunakan pendekatan the part, yakni akan digunakan pendekatan reduksi dan generalisasi, dengan
menggunakan teknik sampling.
Objek penelitian ini adalah LOCAL CONTENT yang ada dalam rencana pelaksanaan pembelajaran
(RPP), yang mencakupi:
1. Apakah guru-guru SD di kota Singaraja telah memilih atau menggunakan materi pelajaran yang
berbasis local content. ISSN: 2303-288X Vol. 1, No. 2, Oktober 2012 Jurnal Pendidikan Indonesia | 70
2. Pada bidang studi/mata pelajaran apa saja guru-guru SD di kota Singaraja telah memilih atau
menggunakan materi pelajaran yang berbasis local content.
3. Tingkat kemampuan guru-guru SD di kota Singaraja dalam memilih atau menggunakan materi
pelajaran yang berbasis local content.
Subjek penelitian ini adalah rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang dibuat oleh guru dan calon
guru SD di kota Singaraja. Rencana pelaksanaan pembelajaran itu dapat berupa rencana pelaksanaan
pembelajaran berbagai bidang studi yang diajarkan di SD, dan semua jenjang kelas di SD. Jadi populasi
penelitian ini adalah rencana pelaksanaan pembelajaran yang dibuat oleh guru pada semua bidang studi
yang diajarkan dan pada semua jenjang kelas di SD.
Karena populasi cukup banyak, maka penelitian ini menggunakan pendekatan reduksi dan generalisasi
(perampatan). Untuk itu digunakan teknik sampling. Dalam hal ini, sampel diambil dengan menggunakan
teknik: stratified random sampling. Teknik stratified diterapkan berhubung ada guru swasta dan guru
negeri; ada guru kelas 1, 2. 3, 4, 5, dan 6. Teknik random digunakan karena semua guru dari berbagai
status sekolah, berbagai bidang studi, dan berbagai kelas diberi kesempatan menjadi sampel dengan
cara diacak. Jumlah sampel yang diambil didasarkan pada pertimbangan apakah jumlah sampel itu
sudah dapat mewakili populasi atau dengan kata lain, apakah sampel itu sudah dianggap representatif.
Data dikumpulkan dengan menghimpun rencana pelaksanaan pembelajaran yang dibuat oleh para guru
SD yang mengajar berbagai bidang studi, pada sekolah negeri maupun swasta, serta yang mengajar di
kelas 1, 2, 3, 4, 5, dan 6. Dengan demikian, data dikumpulkan dengan cara/metode koleksi dokumen.
Untuk menjawab masalah pertama, data dianalisis dengan teknik kategorisasi, yang dilanjutkan dengan
analisis distribusi frekuensi. Untuk menjawab masalah kedua, data dianalisis dengan teknik pemilahan,
yang dilanjutkan dengan analisis tendensi sentral dan penghitungan persentase. Untuk menjawab
masalah ketiga, data dianalisis dengan teknik kecocokan bergradasi dengan memakai deskriptor,
sehingga menghasilkan indeks yang dapat digunakan untuk membuat skala penilaian untuk menilai
jenjang kemampuan guru dalam memilih dan menggunakan materi pelajaran yang berbasis local content.
Terakhir, semua hasil analisis data tersebut disajikan secara deskriptif dan naratif. Analisis ini dilakukan
oleh dua orang untuk menjaga kesahihan hasil penelitian.
HASIL
1. Pemilihan atau Penggunaan Materi Pelajaran yang Berbasis Local Content oleh Guru SD di Kota
Singaraja

Berdasarkan hasil analisis data diperoleh hasil penelitian sebagai berikut. RPP guru-guru SD di Kota
Singaraja yang mengandung materi pelajaran yang berbasis local content berjumlah 302 buah. RPP
guru-guru SD di Kota Singaraja yang tidak mengandung materi yang berbasis local content adalah 93
buah. Persentase RPP yang mengandung materi pelajaran yang berbasis local content = (302: 395) x
100% = 76,46%. Persentase RPP yang tidak mengandung materi pelajaran yang berbasis local content =
(93: 395) x 100% = 23,54%. ISSN: 2303-288X Vol. 1, No. 2, Oktober 2012 Jurnal Pendidikan Indonesia | 71
2. Bidang Studi yang Menggunakan Materi Pelajaran Berbasis Local Content

Tabel 1 menyajikan data tentang bidang studi yang menggunakan dan tidak menggunakan materi
pelajaran yang berbasis local content.
Tabel 1: Bidang Studi yang Menggunakan dan Tidak Menggunakan
Local Bidang Jumlah Jumlah Persen- Jumlah Persentase
Content Studi RPP yang tase yang Tidak (%)
No. Menggu- (%) Menggu-
nakan nakan
Local Local
Content Content

Você também pode gostar