Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Abstrak
Pendidikan Islam belakangan ini, dihadapkan pada berbagai perubahan dan
perkembangan yang mendesaknnya untuk melakukan perubahan dan
perbaikan sehingga mampu melakukan penyesuaian terhadap perubahan
tersebut. Perkembangan IPTEK menjadi tantangan bagi pendidikan Islam,
khususnya menghadapi era globalisasi yang telah mampu memperpendek jarak
dan waktu antar berbagai negara dalam pertukaran informasi dan
pengetahuan, khususnya dalam bidang pendidikan Islam. Perkembangan IPTEK
telah melahirkan ragam media yang dapat difungsikan untuk mengembangkan
pendidikan Islam. Jika tempo dulu pendidikan Islam hanya dapat menjangkau
sasaran masyarakat lokal dengan kualitas yang relatif rendah, maka dengan
adanya multi media, terutama internet, maka pendidikan Islam bisa
berlangsung dengan jangkauan tanpa batas, waktu yang sangat singkat, dan
kualitas yang lebih tinggi. Para pakar pendidikan Islam dituntut untuk
menggunakan dan mengembangkan media pendidikan terkini sehingga
pendidikan Islam dapat bersanding dengan pendidikan umum yang belakangan
ini mengalami lompatan yang sangat menggembirakan. Ini akan terjadi jika
terlebih dahulu para pimpinan lembaga dan pendidik (guru dan dosen) di
berbagai lembaga pendidikan Islam terlebih dahulu memulai dari dirinya sendiri
untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan kinerjanya. Jika tidak, maka cita-
cita meningkatkan kualitas pendidikan Islam hanyalah sebuah impian.
Kata Kunci
Tantangan Pendidikan Islam Era Global
A. Pendahuluan
Pengajaran Islam kepada semua manusia merupakan salah satu
kewajiban utama dalam Islam. Ajaran Islam yang diterima Nabi dan Rasul
yang pertama kali bisa dikenal oleh generasi berikutnya bahkan sampai
generasi sekarang disebabkan adanya kegiatan pengajaran tersebut. Tanpa
transformasi pengetahuan ke-Islaman terputuslah suatu generasi Islam ke
generasi berikutnya.
Sebagai konsekwensi misi Islam yang diperuntukkan bagi semua bangsa
untuk sepanjang masa adalah kesungguhan umat Islam untuk menyebarkan
Islam seluas-luasnya tanpa mengenal batas geografis dan etnis dalam semua
perjalanan waktu. Setiap masa memiliki karakteristiknya sendiri dan saat ini
transformasi pengetahuan ke-Islaman berada pada masa dengan karakteristik
yang luar biasa kecepatan perubahannya. Dari tradisional ke moderen dan
selanjutnya ke post-moderen. Dari perubahan yang bersifat lokal nasional
menjadi multinasional dan selanjutnya ke era global.
Pesan pendidikan dan pengajaran tetap sama yaitu Al Quran dan hadits.
Akan tetapi peserta didiknya berbeda, terutama pada era global seperti
sekarang ini. Pada era ini, masyarakat yang merupakan stakeholders berbagai
lembaga pendidikan memiliki pola pikir, interaksi sosial dan produk budaya
dalam bidang sains dan teknologi yang amat jauh berbeda dengan masa
ketidakpercayaan investor dan negara asing untuk menjalin kerja sama dengan
negara tersebut. Dengan hilangnya kepercayaan itu, sulit bagi suatu negara
untuk melakukan perdagangan internasional. Persoalan etika global yang
menjadi wacana publik juga ikut mempengaruhi kebijakan suatu negara,
seperti hak asasi manusia, emansipasi wanita, demokratisasi, kebebasan pers,
dan sebagainya.
Media memiliki peranan yang penting dalam memunculkan isu global.
Segala sesuatu yang diangkat sebagai isu global, maka setiap individu memiliki
hak untuk terlibat mendialogkannya. Dalam globalisasi tidak ada hal yang
privat jika telah dicuatkan media. Sesuai dengan karakteristik media, isu-isu
global akan mudah lenyap dilupakan publik dengan cepat dan digantikan
dengan isu yang lain. Dengan menggunakan teknologi komunikasi yang
semakin canggih, segala informasi dapat diakses dengan mudah dan cepat oleh
siapapun tanpa ada filter dan sensor.
Paling tidak ada 3-f (food, fun and fashion) yang mengalami perubahan
dahsyat di semua negara termasuk di negara miskin. Jenis dan gaya makan,
hiburan dan mode pakaian yang terkini diikuti oleh anak-anak muda di
berbagai benua. Karena mode selalu berubah maka ia cenderung
mengundang pemborosan, pemenuhan prestise dan mengesampingkan standar
moral keagamaan. Termasuk yang memprihatinkan dalam hal ini adalah
terjadinya krisis identitas. Pakaian adalah bagian dari identitas suatu
komunitas. Lewis (1995:3) mengatakan :
Its possible that he may be wearing traditional dress but this is
becoming less and less frequent in the cities. Most probably he will be
dressed Westren- style, with shirt and slacks or nowadays a T-shirt and
jeans. Clothes of course have a tremendous importanceas a way of
ones identity, as an affirmation of ones origin and a recognition signal
to others who share themIn Jewish and in Muslim writings, the
believers are urged not to dress like the unbelievers but to maintain their
own distinctive garb.
Pendidikan Islam dituntut menanamkan nilai agama yang berfungsi
sebagai filter dari budaya yang tidak sesuai dengan ajaran Islam juga sebagai
pengendali dari berbagai kecenderungan kehidupan konsumtif. Islam has
played a prominent role in globalization processes since its very origin. This
role is not accidental to Islam, but was instead one of its fundamental
attributes. It affected political, economic and cultural life (Meuleman,2001:14).
Selama ini pendidikan Islam yang tiada henti membangun moral peserta didik
harus berlomba dengan berbagai ideologi dan budaya destruktif yang jauh
lebih kuat. Siapa yang kalah dalam lomba ini? Jawabannya sudah jelas:
pendidikan Islam. Pada umumnya lembaga pengelola pendidikan Islam
memiliki berbagai keterbatasan dana, media dan SDM yang berkualitas.
C. Pendidikan dan Potret SDM Kita
Tidak satupun yang membantah bahwa SDM kita masih kurang siap
untuk menghadapi modernisasi tersebut. Keterpurukan ekonomi umat Islam
semakin menjadikan kita semakin berat menghadapi kecepatan moderenisasi
global. Menurut United Nation Development Program Indeks kualitas SDM
Indonesia hanya 0,641 atau menempati urutan ke 102 dari 174 negara-negara
di dunia.
Center For Information and Development Studies menambahkan bahwa
untuk menghadapi pasar bebas abad 21, Indonesia paling tidak siap di Asia
karena lemahnya daya saing dan SDM. Antara lain ditandai pada prestasi
belajar matematika siswa SLTP sampai PT yang meraih di bawah 07. Sebagai
perbandingan, siswa di Cina rata-rata nilai matematikanya 07-09.
Hasil penelitian IEA sebuah asosiasi internasional yang secara berkala
meriset pencapaian bidang pendidikan mengemukakan bahwa dari 33 negara,
siswa SD kita berada di urutan kedua terbawah di atas Venezuela. Siswa kita
memperoleh skor yang lumayan pada tes multiple choise dan terpuruk pada
tes mengisi (fill-in) padahal yang kedua inilah yang lebih menggambarkan
kemampuan yang sesungguhnya.
Kalau kita cermati bahwa rate acara televisi yang selalu tinggi adalah
acara-acara hiburan, maka kita bisa memahami hasil penelitian PMGM
(Perhimpunan Masyarakat Gemar Membaca) bahwa setiap tahun buku yang
beredar di Indonesia hanya 1,2 juta exp. (bukan jumlah judul). Bandingkan
dengan kaset (legal) di Indonesia beredar lebih tinggi yaitu 90 juta buah.
Vietnam dengan penduduk di bawah 100 juta orang memproduksi lebih banyak
judul buku di banding Indonesia yang berpenduduk hampir tiga kali lipat dari
Vietnam.
Dengan potret SDM di atas, kita menjadi sadar betapa ketertinggalan
kita dalam perkembangan sains dan teknologi. Para pendidik dituntut mengejar
ketertinggalan tersebut dan berupaya menumbuhkan semangat peserta didik
untuk lebih giat menggali ilmu pengetahuan. Pendidik dan peserta didik
dituntut untuk bersama-sama melakukannya. Jika pendidik tidak lebih cepat
mengejar ketertinggalannya, maka apa yang terjadi di Malaysia 15 tahun
yang lalu bisa dirasakan oleh pendidik. Dr. Michael Toyad (Deputi Menteri
Pendidikan Malaysia) mengatakan 0,09% dari 170.000 guru di Malaysia
menglami gangguan jiwa. Penyebabnya antara lain era informasi
mengantarkan peserta didik ke tingkat pengetahuan yang seringkali lebih cepat
dari guru, sehingga tidak sedikit pertanyaan peserta didik yang sulit dijawab
oleh guru. Apa yang disampaikan oleh guru di depan kelas dipandang basi oleh
siswa.
Di samping itu, pola hafalan yang mendominasi sistem pembelajaran kita
perlu ditinjau kembali. YB. Mangunwijaya mengatakan, sistem pendidikan yang
selama ini menekankan hafalan ternyata telah mereduksi bangsa Indonesia
menjadi pelayan yang siap pakai dalam arti siap disuruh. Oleh sebab itu
pendidikan ke depan harus dapat membentuk manusia ekspoitator, kreatif dan
manusia integral.
Pola pendidikan perguruan tinggi kita juga mendapatkan kritik. Umar
Kayam memandang perguruan tinggi kita tidak mendidik mahasiswa untuk
menjadi manusia mandiri. Perguruan tinggi hanya mengajarkan teori-teori dan
tidak mengajarkan bagaimana menguji relativitas kebenaran teori tersebut
agar ia menjadi manusia kritis dan rasional.
Dalam perspektif global, SDM yang dihasilkan dari lembaga pendidikan
Islam secara ideal tidak tepat jika hanya dipersiapkan untuk memenuhi
kebutuhan lokal dan regional semata. Ketika batas antar negara nyaris
terhapus, maka SDM berkualitas dari negara lain bisa memasuki suatu negara
secara leluasa. Di sinilah persaingan produk pendidikan kita sangat dirasakan.
Dalam keadaan demikian, mereka tidak boleh hanya pasip dan survive tapi
juga harus ekspansif untuk menembus pasar global melalui karya-karya
unggulan.
Dalam skala nasional, jika SDM umat Islam tidak berkualitas dan gagal
dalam persaingan dengan SDM agama lain ataupun ideologi lain, maka umat
Islam tidak akan dapat menjadi pelaku pembangunan bangsa. Mereka hanya
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Akbar S. Ahmed dan Hastings Donnan, Islam in the Age of Postmodernity
dalam Islam, Globalization, and Postmodernty, Akbar S. Ahmed (et.al.)
(New York and London: Routledge, 1994).
Ali Aziz, Moh, Ilmu Dakwah, Prenada, Jakarta, 2004.
Asep Muhiddin, Dakwah dalam Perspektif Al-Quran (Bandung: Pustaka Setia,
2002).
Bachtiar Effendy. Masyrakat Agama dan Tantangan Globalisasi:
Mempertimbangkan Konsep Deprivatisasi Agama dalam Ulumul Quran,
No. 3, VII/1997.
Dennis Mc Quail, Theory of Mass Comunication, London, 1983.
Hendra Esmara, Globalisasi Ekonomi dan Pembangunan Daerah dalam
Prisma, 8 Agustus 1994.
Heru Nugroho, Negara, Pasar, dan Keadilan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2001).
Kenichi Ohmae, The End of Nation State: The Rise of Regional Economics
(London: Harper Collins Publishers, 1995)
Lewis, Bernard, The Middle East, 2000 Years Of History From The Rise Of
Christianity To The Present Day, Phoenix Press, London, 2000.
Mansour Fakih, Sesat Pikir Teori Pembangunan dan Globalisasi (Yogyakarta:
Insist Press, 2001).
Mauleman, Johan Ed, Islam in The Era Of Globalization, Muslim Attitudes
Towards Modernity And Identity, INIS Jakarta, 2001.
McMichael, Philip, Development And Social Change, A Global Perspektive, Pine
George Press, California, 1996