Você está na página 1de 6

Jurnal TARBAWIYAH

TANTANGAN PENDIDIKAN ISLAM DI ERA GLOBAL

Oleh Prof. Dr. Moh. Ali Aziz, M.Ag *)


xxx

Abstrak
Pendidikan Islam belakangan ini, dihadapkan pada berbagai perubahan dan
perkembangan yang mendesaknnya untuk melakukan perubahan dan
perbaikan sehingga mampu melakukan penyesuaian terhadap perubahan
tersebut. Perkembangan IPTEK menjadi tantangan bagi pendidikan Islam,
khususnya menghadapi era globalisasi yang telah mampu memperpendek jarak
dan waktu antar berbagai negara dalam pertukaran informasi dan
pengetahuan, khususnya dalam bidang pendidikan Islam. Perkembangan IPTEK
telah melahirkan ragam media yang dapat difungsikan untuk mengembangkan
pendidikan Islam. Jika tempo dulu pendidikan Islam hanya dapat menjangkau
sasaran masyarakat lokal dengan kualitas yang relatif rendah, maka dengan
adanya multi media, terutama internet, maka pendidikan Islam bisa
berlangsung dengan jangkauan tanpa batas, waktu yang sangat singkat, dan
kualitas yang lebih tinggi. Para pakar pendidikan Islam dituntut untuk
menggunakan dan mengembangkan media pendidikan terkini sehingga
pendidikan Islam dapat bersanding dengan pendidikan umum yang belakangan
ini mengalami lompatan yang sangat menggembirakan. Ini akan terjadi jika
terlebih dahulu para pimpinan lembaga dan pendidik (guru dan dosen) di
berbagai lembaga pendidikan Islam terlebih dahulu memulai dari dirinya sendiri
untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan kinerjanya. Jika tidak, maka cita-
cita meningkatkan kualitas pendidikan Islam hanyalah sebuah impian.

Kata Kunci
Tantangan Pendidikan Islam Era Global

A. Pendahuluan
Pengajaran Islam kepada semua manusia merupakan salah satu
kewajiban utama dalam Islam. Ajaran Islam yang diterima Nabi dan Rasul
yang pertama kali bisa dikenal oleh generasi berikutnya bahkan sampai
generasi sekarang disebabkan adanya kegiatan pengajaran tersebut. Tanpa
transformasi pengetahuan ke-Islaman terputuslah suatu generasi Islam ke
generasi berikutnya.
Sebagai konsekwensi misi Islam yang diperuntukkan bagi semua bangsa
untuk sepanjang masa adalah kesungguhan umat Islam untuk menyebarkan
Islam seluas-luasnya tanpa mengenal batas geografis dan etnis dalam semua
perjalanan waktu. Setiap masa memiliki karakteristiknya sendiri dan saat ini
transformasi pengetahuan ke-Islaman berada pada masa dengan karakteristik
yang luar biasa kecepatan perubahannya. Dari tradisional ke moderen dan
selanjutnya ke post-moderen. Dari perubahan yang bersifat lokal nasional
menjadi multinasional dan selanjutnya ke era global.
Pesan pendidikan dan pengajaran tetap sama yaitu Al Quran dan hadits.
Akan tetapi peserta didiknya berbeda, terutama pada era global seperti
sekarang ini. Pada era ini, masyarakat yang merupakan stakeholders berbagai
lembaga pendidikan memiliki pola pikir, interaksi sosial dan produk budaya
dalam bidang sains dan teknologi yang amat jauh berbeda dengan masa

Program Pascasarjana STAI AL-KHOZINY 1


Jurnal TARBAWIYAH

sebelumnya. Karena itu mereka memiliki sejumlah tuntutan terhadap kualitas


pendidikan yang sesuai dengan harapan mereka. Keadaan masyarakat yang
demikian merupakan peluang besar sekaligus tantangan berat bagi pendidikan
Islam. Oleh sebab itu meneropong tantangan sekaligus peluang untuk
pengembangan pendidikan Islam di era global perlu dilakukan.
B. Interaksi Masyarakat Global
Revolusi teknologi media informasi dan tranportasi telah merubah dunia
yang demikian luas menjadi hanya sebesar sebuah desa. Apa yang diprediksi
oleh Marshal McLuhan tentang Desa Buana(Global Village) telah dirasakan
sekarang. Peristiwa yang terjadi jauh di sebuah benua lain dalam hitungan
detik dapat diketahui di benua lainya., bahkan kadangkala lebih cepat daripada
informasi tentang peristiwa yang terjadi di desa sebelah. Ahmed and Donnan
(1994:1) mengatakan, by globalization we principally refer to the rapid
developments in communications technology, transport and information which
bring the remotest parts of the world within easy reach.
Dalam bidang ekonomi, sekalipun perdagangan global ditentang oleh
sejumlah negara berkembang namun tidak ada satupun kekuatan yang
mampu melawan dan menghentikannya. Philip McMichael menggambarkan
pasar ekonomi global sebagai berikut:
The global marketplace is everywhere. The Japanese eat poultry
fattened in Thailand with American corn, using chopsticks made with
wood from Indonesian or Chilean forests. Canadians eat strawberries
grown in Mexico with American fertilizer. Consumers on both sides of
the Atlantic wear clothes assembled in Saipan with Chinese labor, drink
orange juice from concentrate made with Brazilian oranges, and
decorate their homes with flowers from Colombia. The British and
French eat green beans from Kenya, and cocoa from Ghana finds its
way into Swiss chocolate. Consumers everywhere are surrounded by
word productswhen you eat, wear, or use a final product chain, you
participate in a global social process.
Globalisasi merupakan suatu proses pengintegrasian ekonomi nasional
bangsa-bangsa ke dalam suatu sistem ekonomi global (Faqih,2001:211) Ia
juga merupakan proses kebudayaan yang ditandai dengan adanya
kecenderungan wilayah-wilayah di dunia, baik geografis maupun fisik, menjadi
seragam dalam format sosial, budaya, ekonomi, dan politik (Nugroho, 2001 :3-
4). Dalam kehidupan sosial, proses global telah menciptakan egalitarianisme,
di bidang budaya memicu munculnya internationalization of culture, di bidang
ekonomi menciptakan saling ketergantungan dalam proses produksi dan
pemasaran, dan di bidang politik menciptakan liberalisasi. Jika ditinjau dari
sejarah perkembangan ekonomi, globalisasi pada dasarnya merupakan salah
satu fase perjalanan panjang perkembangan kapitalisme liberal yang secara
teoritis sebenarnya telah dikembangkan oleh Adam Smith. Meskipun globalisasi
dikampanyekan sebagai era masa depan, yakni suatu era yang menjanjikan
pertumbuhan ekonomi secara global dan akan mendatangkan kemakmuran
global bagi semua, globalisasi sesungguhnya adalah kelanjutan dari
kolonialisme dan developmentalisme sebelumnya.
Ketika neo-liberalisme dijadikan kebijakan oleh negara-negara maju
dengan mencanangkan perdagangan bebas, para pelaku usaha melakukan
kompetisi yang ketat untuk meraih kapital yang lebih banyak. Kompetisi itu
melibatkan kecepatan waktu dan ruang dengan sarana teknologi komunikasi,

Program Pascasarjana STAI AL-KHOZINY 2


Jurnal TARBAWIYAH

informasi, dan transportasi. Untuk menguasai pasar dunia, kapitalis


multinasional memainkan informasi secara global dengan membentuk budaya
yang tersetting sesuai dengan produk mereka.(Ahmed,1994 :3) Bagi kapitalis,
hukum Say dari Jean Baptist Say, penawaran menciptakan pemintaannya
sendiri (supply creates its own demand) dapat dirujuk untuk memainkan
konsumen. Budaya konsumeris adalah hasil ciptaan kapitalis dan telah menjadi
budaya global.
Budaya global memaksa individu tanpa sadar untuk mengikuti pola yang
ditawarkan oleh penguasa informasi. Budaya global secara perlahan
mencerabut budaya lokal dan nasional, sehingga jatidiri bangsa dapat tergeser
dengan sendirinya. Hal yang terjadi dalam globalisasi adalah homogenitas
budaya. Upacara adat, musik tradisional, kesenian lokal, atau makanan khas
daerah semakin tidak diminati oleh sebagian besar masyarakat. Penanaman
nilai-nilai budaya oleh orang tua sulit diterima oleh generasi berikutnya yang
lebih memilih pola hidup yang ditawarkan media massa. Globalisasi mampu
mengubah pandangan hidup masyarakat, bahkan ideologi sekalipun.
Runtuhnya ideologi komunisme tidak terlepas dari globalisasi yang dimainkan
oleh kaum kapitalis. Demikian pula ideologi Pancasila dapat dimungkinkan
hilang dari benak bangsa Indonesia jika tidak ditanamkan lebih kuat. Hal yang
mengkhawatirkan adalah jika globalisasi menggeser nilai-nilai agama yang
tumbuh dan berkembang di tengah masyarakat.
Dengan semakin meningkatnya peranan globalisasi, sehingga
menimbulkan perubahan struktur perekonomian dunia di samping pendekatan
kawasan dalam pembangunan suatu negara- menyebabkan peranan swasta
semakin bertambah besar (Esmara, 1994:38). Kekuasaan dunia tidak terletak
pada kepala negara, melainkan pengusaha kapitalis multinasional yang
memiliki sejumlah perusahaan di beberapa negara. Mereka memiliki
kemampuan memaksa suatu negara untuk mengikuti kebijakan yang
ditetapkannya. Jika suatu negara menolak kehendak mereka, dengan tanpa
pasukan militer mereka mampu menggoyang makro perekonomian negara.
Konflik antara Mahathir Muhammad dan pengusaha spekulan, George Soros,
adalah contoh ketidakmampuan pemerintah suatu negara atas keperkasaan
pengusaha. Meskipun demikian, para pengusaha tidak dapat berdiri sendiri
tanpa dukungan negara-negara maju yang memberikan fasilitas untuk
ekspansi pasar di negara-negara yang sedang berkembang. Jadi, globalisasi
merupakan hegemoni dan kolonialisasi oleh kelompok kapitalis, baik dari
pengusaha maupun rezim pemerintah, atas negara-negara yang sedang
berkembang.
Dalam konteks ekonomi dan politik, implikasi globalisasi membuat
masyarakat dunia semakin saling terhubungkan (interconnected)
(Effendy,1997:44). Hampir tidak ada masyarakat dunia yang secara ekonomi
dan politik teralienasikan. Tidak akan ada negara yang dapat survive jika ia
menutup diri dari negara-negara lain khususnya negara maju. Sekarang ini
batas teritorial suatu negara menjadi tidak penting yang oleh Kenichi Ohmae
(1995) dibahasakan dengan the end of nation state (akhir dari negara-bangsa).
Dalam globalisasi justru negara-negara yang memiliki kerja sama dan menjadi
sekutu bagi negara-negara maju akan mendapat limpahan kekuasaan dan
kekuatan.
Dalam globalisasi telah terumuskan aturan dan etika internasional yang
mengikat semua masyarakat dunia. Pengabaian terhadap etika global akan
berdampak serius pada pembangunan suatu negara. Negara yang terdaftar
sebagai negara terkorup oleh media internasional akan berimplikasi pada

Program Pascasarjana STAI AL-KHOZINY 3


Jurnal TARBAWIYAH

ketidakpercayaan investor dan negara asing untuk menjalin kerja sama dengan
negara tersebut. Dengan hilangnya kepercayaan itu, sulit bagi suatu negara
untuk melakukan perdagangan internasional. Persoalan etika global yang
menjadi wacana publik juga ikut mempengaruhi kebijakan suatu negara,
seperti hak asasi manusia, emansipasi wanita, demokratisasi, kebebasan pers,
dan sebagainya.
Media memiliki peranan yang penting dalam memunculkan isu global.
Segala sesuatu yang diangkat sebagai isu global, maka setiap individu memiliki
hak untuk terlibat mendialogkannya. Dalam globalisasi tidak ada hal yang
privat jika telah dicuatkan media. Sesuai dengan karakteristik media, isu-isu
global akan mudah lenyap dilupakan publik dengan cepat dan digantikan
dengan isu yang lain. Dengan menggunakan teknologi komunikasi yang
semakin canggih, segala informasi dapat diakses dengan mudah dan cepat oleh
siapapun tanpa ada filter dan sensor.
Paling tidak ada 3-f (food, fun and fashion) yang mengalami perubahan
dahsyat di semua negara termasuk di negara miskin. Jenis dan gaya makan,
hiburan dan mode pakaian yang terkini diikuti oleh anak-anak muda di
berbagai benua. Karena mode selalu berubah maka ia cenderung
mengundang pemborosan, pemenuhan prestise dan mengesampingkan standar
moral keagamaan. Termasuk yang memprihatinkan dalam hal ini adalah
terjadinya krisis identitas. Pakaian adalah bagian dari identitas suatu
komunitas. Lewis (1995:3) mengatakan :
Its possible that he may be wearing traditional dress but this is
becoming less and less frequent in the cities. Most probably he will be
dressed Westren- style, with shirt and slacks or nowadays a T-shirt and
jeans. Clothes of course have a tremendous importanceas a way of
ones identity, as an affirmation of ones origin and a recognition signal
to others who share themIn Jewish and in Muslim writings, the
believers are urged not to dress like the unbelievers but to maintain their
own distinctive garb.
Pendidikan Islam dituntut menanamkan nilai agama yang berfungsi
sebagai filter dari budaya yang tidak sesuai dengan ajaran Islam juga sebagai
pengendali dari berbagai kecenderungan kehidupan konsumtif. Islam has
played a prominent role in globalization processes since its very origin. This
role is not accidental to Islam, but was instead one of its fundamental
attributes. It affected political, economic and cultural life (Meuleman,2001:14).
Selama ini pendidikan Islam yang tiada henti membangun moral peserta didik
harus berlomba dengan berbagai ideologi dan budaya destruktif yang jauh
lebih kuat. Siapa yang kalah dalam lomba ini? Jawabannya sudah jelas:
pendidikan Islam. Pada umumnya lembaga pengelola pendidikan Islam
memiliki berbagai keterbatasan dana, media dan SDM yang berkualitas.
C. Pendidikan dan Potret SDM Kita
Tidak satupun yang membantah bahwa SDM kita masih kurang siap
untuk menghadapi modernisasi tersebut. Keterpurukan ekonomi umat Islam
semakin menjadikan kita semakin berat menghadapi kecepatan moderenisasi
global. Menurut United Nation Development Program Indeks kualitas SDM
Indonesia hanya 0,641 atau menempati urutan ke 102 dari 174 negara-negara
di dunia.
Center For Information and Development Studies menambahkan bahwa
untuk menghadapi pasar bebas abad 21, Indonesia paling tidak siap di Asia

Program Pascasarjana STAI AL-KHOZINY 4


Jurnal TARBAWIYAH

karena lemahnya daya saing dan SDM. Antara lain ditandai pada prestasi
belajar matematika siswa SLTP sampai PT yang meraih di bawah 07. Sebagai
perbandingan, siswa di Cina rata-rata nilai matematikanya 07-09.
Hasil penelitian IEA sebuah asosiasi internasional yang secara berkala
meriset pencapaian bidang pendidikan mengemukakan bahwa dari 33 negara,
siswa SD kita berada di urutan kedua terbawah di atas Venezuela. Siswa kita
memperoleh skor yang lumayan pada tes multiple choise dan terpuruk pada
tes mengisi (fill-in) padahal yang kedua inilah yang lebih menggambarkan
kemampuan yang sesungguhnya.
Kalau kita cermati bahwa rate acara televisi yang selalu tinggi adalah
acara-acara hiburan, maka kita bisa memahami hasil penelitian PMGM
(Perhimpunan Masyarakat Gemar Membaca) bahwa setiap tahun buku yang
beredar di Indonesia hanya 1,2 juta exp. (bukan jumlah judul). Bandingkan
dengan kaset (legal) di Indonesia beredar lebih tinggi yaitu 90 juta buah.
Vietnam dengan penduduk di bawah 100 juta orang memproduksi lebih banyak
judul buku di banding Indonesia yang berpenduduk hampir tiga kali lipat dari
Vietnam.
Dengan potret SDM di atas, kita menjadi sadar betapa ketertinggalan
kita dalam perkembangan sains dan teknologi. Para pendidik dituntut mengejar
ketertinggalan tersebut dan berupaya menumbuhkan semangat peserta didik
untuk lebih giat menggali ilmu pengetahuan. Pendidik dan peserta didik
dituntut untuk bersama-sama melakukannya. Jika pendidik tidak lebih cepat
mengejar ketertinggalannya, maka apa yang terjadi di Malaysia 15 tahun
yang lalu bisa dirasakan oleh pendidik. Dr. Michael Toyad (Deputi Menteri
Pendidikan Malaysia) mengatakan 0,09% dari 170.000 guru di Malaysia
menglami gangguan jiwa. Penyebabnya antara lain era informasi
mengantarkan peserta didik ke tingkat pengetahuan yang seringkali lebih cepat
dari guru, sehingga tidak sedikit pertanyaan peserta didik yang sulit dijawab
oleh guru. Apa yang disampaikan oleh guru di depan kelas dipandang basi oleh
siswa.
Di samping itu, pola hafalan yang mendominasi sistem pembelajaran kita
perlu ditinjau kembali. YB. Mangunwijaya mengatakan, sistem pendidikan yang
selama ini menekankan hafalan ternyata telah mereduksi bangsa Indonesia
menjadi pelayan yang siap pakai dalam arti siap disuruh. Oleh sebab itu
pendidikan ke depan harus dapat membentuk manusia ekspoitator, kreatif dan
manusia integral.
Pola pendidikan perguruan tinggi kita juga mendapatkan kritik. Umar
Kayam memandang perguruan tinggi kita tidak mendidik mahasiswa untuk
menjadi manusia mandiri. Perguruan tinggi hanya mengajarkan teori-teori dan
tidak mengajarkan bagaimana menguji relativitas kebenaran teori tersebut
agar ia menjadi manusia kritis dan rasional.
Dalam perspektif global, SDM yang dihasilkan dari lembaga pendidikan
Islam secara ideal tidak tepat jika hanya dipersiapkan untuk memenuhi
kebutuhan lokal dan regional semata. Ketika batas antar negara nyaris
terhapus, maka SDM berkualitas dari negara lain bisa memasuki suatu negara
secara leluasa. Di sinilah persaingan produk pendidikan kita sangat dirasakan.
Dalam keadaan demikian, mereka tidak boleh hanya pasip dan survive tapi
juga harus ekspansif untuk menembus pasar global melalui karya-karya
unggulan.
Dalam skala nasional, jika SDM umat Islam tidak berkualitas dan gagal
dalam persaingan dengan SDM agama lain ataupun ideologi lain, maka umat
Islam tidak akan dapat menjadi pelaku pembangunan bangsa. Mereka hanya

Program Pascasarjana STAI AL-KHOZINY 5


Jurnal TARBAWIYAH

menjadi penonton yang berteriak-teriak di sudut lapangan, bersorak ataupun


menggerutu tanpa bisa melakukan apapun.
Apa yang harus dilakukan sekarang? Tidak ada kata lain kecuali bangkit
untuk pendidikan Islam. Kebangkitan di bidang pendidikan harus dimulai dari
kesadaran individual di bidang ini. Selanjutnya dibutuhkan kesadaran dan
pengorbanan bersama untuk memberikan support yang maksimal untuk
kemajuan lembaga pendidikan Islam yang ada.

DAFTAR KEPUSTAKAAN
Akbar S. Ahmed dan Hastings Donnan, Islam in the Age of Postmodernity
dalam Islam, Globalization, and Postmodernty, Akbar S. Ahmed (et.al.)
(New York and London: Routledge, 1994).
Ali Aziz, Moh, Ilmu Dakwah, Prenada, Jakarta, 2004.
Asep Muhiddin, Dakwah dalam Perspektif Al-Quran (Bandung: Pustaka Setia,
2002).
Bachtiar Effendy. Masyrakat Agama dan Tantangan Globalisasi:
Mempertimbangkan Konsep Deprivatisasi Agama dalam Ulumul Quran,
No. 3, VII/1997.
Dennis Mc Quail, Theory of Mass Comunication, London, 1983.
Hendra Esmara, Globalisasi Ekonomi dan Pembangunan Daerah dalam
Prisma, 8 Agustus 1994.
Heru Nugroho, Negara, Pasar, dan Keadilan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2001).
Kenichi Ohmae, The End of Nation State: The Rise of Regional Economics
(London: Harper Collins Publishers, 1995)
Lewis, Bernard, The Middle East, 2000 Years Of History From The Rise Of
Christianity To The Present Day, Phoenix Press, London, 2000.
Mansour Fakih, Sesat Pikir Teori Pembangunan dan Globalisasi (Yogyakarta:
Insist Press, 2001).
Mauleman, Johan Ed, Islam in The Era Of Globalization, Muslim Attitudes
Towards Modernity And Identity, INIS Jakarta, 2001.
McMichael, Philip, Development And Social Change, A Global Perspektive, Pine
George Press, California, 1996

*) Penulis adalah Asisten Direktur Pascasarjana STAI Al-Khoziny Buduran


Sidoarjo, dan Guru Besar Fakultas Dakwah IAIN Sunan Ampel Surabaya.

Program Pascasarjana STAI AL-KHOZINY 6

Você também pode gostar