Você está na página 1de 2

ANAK DAN ASAP

Oleh: Evi Meti Sulistiowati, S.Sos.


(Sosiolog serta Staff Pendidik di PPM Assuruur
Pameungpeuk dan MAN Ciparay, Kab.Bandung)

Beberapa waktu yang lalu, tidak seperti biasa saya


berangkat menuju lokasi kerja tanpa mengendarai kendaraan roda dua kesayangan saya.
Setelah turun dari angkutan kota, maka perjalanan pun dilanjutkan dengan berjalan kaki
sekitar 200 meter. Nah dalam cerita hari tersebut, saya melewati sebuah lapangan. Dan
kebetulan pada hari itu di lapangan tersebut penuh oleh anak-anak sekolah dasar yang
sedang melaksanakan kegiatan olahraga.
Tanpa sadar saya pun refleks melihat salah seorang anak yang teriak-teriak
karena bolanya dimainkan oleh anak laki-laki saja. Anak perempuan tersebut teriak
sambil berjalan ke arah gurunya. Mata ini pun ikut mengekor langkah anak kecil
berseragam olahraga berwarna ungu-pink tersebut. Dan akhirnya langkahnya terhenti
pada satu sosok bapak-bapak yang saya yakin adalah guru olahraga mereka.
Ada satu hal yang menjadi titik perhatian saya. Hal tersebut adalah aktivitas
bapak guru tersebut. Bapak guru tersebut memberikan arahan mengenai materi praktek
olahraga seraya merokok. Sungguh pemandangan yang (menurut saya) tidak layak
dilakukan. Apalagi bapak guru tersebut adalah pendidik. Mau tidak mau tindakan bapak
guru tersebut akan menjadi salah satu contoh bagi peserta didiknya.
Selain mengingat bahwa guru adalah akronim dari digugu dan ditiru. Guru
pun sebagai tenaga pendidik adalah tokoh yang akan menjadi panutan bagi peserta
didiknya. Baik itu panutan yang baik maupun kurang baik.
Jika membahas masalah merokok, kadang perokok selalu menempatkan pada
Hak Asasi Manusia alias HAM. Lantas apakah yang bukan perokok tidak memiliki
HAM??
Kembali pada bapak guru tadi. Padahal secara kasat mata terpampang jelas
bahwa bapak guru tersebut adalah pengampu mata pelajaran Penjaskes yang tak lain
adalah Pendidikan Jasmani dan Kesehatan. Bagaimanakah cara bapak guru tersebut
menjelaskan materi yang berhubungan dengan kesehatan jika dirinya sendiri dengan
terang-terangan merokok di depan peserta didiknya. Padahal sudah bukan rahasia
umum lagi sejauhmana dampak dari rokok terhadap kesehatan, baik itu bagi perokok
aktif maupun perokok pasif.
Beberapa waktu kemudian saya pun teringat pada teman pada masa putih abu
yang kini telah menjelma menjadi guru Penjaskes di salah satu sekolah dasar di
wilayahnya. Kami pernah ngobrol mengenai pekerjaan masing-masing, dan salah satu
teman yang lain bertanya tentang kebiasaan dia yang suka tidur di kelas pada waktu
dulu. Cerita punya cerita, dia pernah tertidur di pinggir lapangan ketika tengah
mengawasi peserta didiknya olahraga di lapangan. Bagi saya itu jauh lebih mending
daripada dia merokok di pinggir lapangan.
Dan teman kerja saya pun pernah mengungkapkan bahwa memang merokok
adalah hak asasi bagi siapapun, namun bukan berarti bebas sekehendak hati merokok di
mana pun. Makanya pemerintah mengeluarkan MoU agar sekolah menyediakan
smoking area bagi pendidik yang hendak merokok. Dan teman saya itu pun
mengungkapkan bahwa haram hukumnya jika guru merokok sampai kelihatan oleh
peserta didiknya.
Dan menurut saya, jumlah perokok aktif di Indonesia yang semakin meningkat
setiap tahunnya adalah efek domino dari contoh yang diberikan oleh para manusia
dewasa kepada anak-anak. Ada temannya teman kerja saya yang juga kebetulan
seorang pendidik yang memiliki kebiasaan untuk selalu menghisap rokok, karena jika
tidak merokok maka pikirannya menjadi buntu. Bukan tidak mungkin jika hal tersebut
disebarkan akan menjadi sugesti bagi orang lain dan menjadi contoh bagi anak-anak
yang memperhatikannya.
Sehingga bukan tidak mungkin orang lain pun ada yang yang memiliki
pandangan bahwa hanya dengan merokok maka pikirannya akan terbuka. Dan semakin
menyebar hingga semakin bertambahlah perokok aktif. Hal yang sangat miris ketika
mata saya melihat sekumpulan anak-anak yang masih berseragam sekolah nongkrong
di warung-warung pinggir jalan berdiskusi dengan tangan yang tak lepas dari rokok
yang menyala.
Walaupun asap rokok bukan pemicu utama yang turut andil dalam masalah
pemanasan global, namun asap rokok adalah salah satu penyebab beberapa penyakit
yang berbahaya. Saya pun teringat pada almarhum kakek saya, beliau sempat mengidap
radang paru-paru karena adanya flek di paru-parunya. Hal ini disebabkan oleh aktifnya
beliau dahulu menghisap rokok. Itu baru kakek saya yang sempat menjadi seorang
perokok aktif. Menurut analisis WHO, ternyata yang lebih berbahaya adalah korban
asap rokok yaitu perokok pasif.
Hal yang menggelikan namun berbahaya adalah pemikiran iseng yang
menyatakan bahwa kalau jadi perokok pasif lebih berbahaya, ya sudah jadi perokok
aktif saja. Kenapa bukan pemikiran jernih yang muncul yang menyebutkan daripada
jadi perokok, kenapa tidak menetralkan hidup sendiri dan lingkungan sekitar dari
nikotin?
Anak-anak pun akan dengan mudah memasukkan ide mengenai apapun yang
bersangkutan dengan rokok. Penjelasana dan tindakan nyata yang bijak dari manusia
dewasa sangat diperlukan bagi perkembangan jasmani dan jiwa anak-anak yang masih
bersih tersebut. Semoga.

Você também pode gostar