Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
BAB I
PENDAHULUAN
Perempuan dalam situasi apapun rentan menjadi korban dari struktur atau
sistem sosial, budaya, maupun politik yang menindas, hal ini diperkuat oleh
atau perkosaan.1
dasarnya perkosaan merupakan bentuk kekerasan primitif yang kita semua tahu
terdapat pada masyarakat manapun. Gejala sosial perkosaan merupakan salah satu
tantangan yang harus dipikirkan secara serius. Sejak dulu hingga sekarang
perilaku yang dipengaruhi oleh sistem kekuasaan tertentu, karena itu pandangan
1
Abdul Wahid dan Muhammad Irfan, 2001, Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan
Seksual (Advokasi atas Hak Asasi Perempuan), Refika Aditama, Bandung, h. 62.
2
Ibid., h. 12.
1
2
dampak negatif yakni mengalami penderitaan secara fisik, mental dan sosial.
Korban mengalami trauma psikologis dan merasa tidak berharga lagi dimata
masyarakat, hal ini dapat mendorong korban untuk melakukan aborsi ilegal yang
bisa membahayakan nyawa korban itu sendiri, yakni melalui cara-cara diluar
medis, oleh tenaga nonmedis yang tidak kompeten dan pada usia kandungan yang
bagaimana pun wujud dan caranya terhadap kandungan seorang perempuan yang
menimbulkan akibat lahirnya bayi atau janin dari dalam rahim perempuan tersebut
atau janin belum waktunya ini sering disebut dengan abortus provocatus.5
3
Ibid.,h. 25.
4
Wiwik Afifah, 2013, Perlindungan Hukum Bagi Perempuan Korban Perkosaan Yang
Melakukan Aborsi Jurnal Ilmu Hukum Vol. 9 Nomor 18, h. 95.
5
Adami Chazawi, 2010, Kejahatan Terhadap Tubuh dan Nyawa, Rajawali Grapindo
Persada, Jakarta, (selanjutnya disingkat Adami Chazawi I), h. 133.
3
mengandung anak hasil perkosaan menambah derita batinnya, karena anak itu
akan mengingat peristiwa perkosaan yang dialaminya. Bagi kalangan yang tidak
orang berhak untuk hidup, janin yang ada dalam kandungan perempuan akibat
perkosaan itu adalah ciptaan Tuhan yang berhak menikmati kehidupan. Bagi
kalangan yang setuju dapat dilakukanya aborsi bagi korban perkosaan, kehamilan
itu timbul bukan dari atas kemauan korban jadi dapat mengurangi penderitaan
korban baik secara psikis maupun sosial, maka diberi hak bagi korban perkosaan
perkosaan adalah seorang siswi SMA di Surabaya berusia 17 (tujuh belas) tahun
yang berkenalan dengan seorang laki-laki Teddy sejak 2011, dari perkenalan itu,
Teddy melakukan bujuk rayu untuk bisa bersetubuh dengan korban niat jahat itu
pun terlaksana dan korban hamil. Pada Februari 2011, Teddy meminta korban
Pidana (KUHP) kejahatan terhadap nyawa (misdrijven tegen het leven). Hal ini
6
Wiwik Afifah, loc.cit.
7
DetikNews, 2014, MA Tak Sensitif ke Korban Perkosaan Anak, URL :
http://news.detik.com/read/2014/08/26/095726/2672520/103/4/terlalu-ma-tak-sensitif-ke-korban-
perkosaan-anak, diakses tanggal 13 Maret 2014.
4
karena aborsi dilakukan secara sengaja menghilangkan nyawa orang lain atau
347, Pasal 348, dan Pasal 349, dan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009
dan Pasal 77, dan Peraturan Pemerintah Nomor 61 tentang Kesehatan Reproduksi
Menurut KUHP, setiap tindakan aborsi dengan motif, indikasi dan cara apa pun
dalam usia kehamilan berapa pun adalah tindak pidana. Tindak pidana aborsi
dimasukkan ke dalam Bab XII Buku II KUHP tentang kejahatan terhadap nyawa
yaitu pada Pasal 346, Pasal 347, Pasal 348, dan 349 KUHP.
kandungan atau matinya janin yang berada dalam kandungan oleh wanita yang
mengandung janin itu sendiri, oleh pembentuk undang-undang telah diatur dalam
Pasal 346 KUHP yang menyatakan bahwa: Seorang wanita yang sengaja
menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu,
8
Adami Chazawi I, op.cit., h. 55.
5
Ketentuan pidana yang diatur dalam Pasal 346 KUHP itu, sama halnya
dalam ketentuan-ketentuan pidana yang diatur dalam Pasal 347 dan Pasal 348
dalam kandungan.9
dalam Pasal 75 ayat (2) Undang-Undang Kesehatan. Ketentuan Pasal 75 ayat (2)
9
P.A.F lamintang dan Theo Lumintang, 2010, Kejahatan Terhadap Nyawa, Tubuh, &
Kesehatan, Sinar Grafika, Jakarta, h. 90.
6
perkosaan.
abortus provocatus perempuan korban perkosaan dalam Pasal 31 ayat (1) dan (2)
Pasal 347, dan Pasal 348 KUHP, namun dalam teori hukum suatu asas untuk
menyelesaikan suatu konflik norma yaitu lex specialis derogat legi generalis,
Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban yang mengatur
adanya perlindungan terhadap korban secara umum untuk melindungi hak korban.
Sementara itu dalam Undang-Undang PSK dikenal istilah bantuan yang menurut
berat, korban tindak pidana terorisme, korban perdagangan orang, korban tindak
medis dan bantuan rehabilitasi psikososial dan psikologi. Pihak yang bertanggung
jawab menurut Pasal 12 Undang-Undang PSK dalam pemberi bantuan ini adalah
pelanggaran HAM berat, Korban tindak pidana terorisme, korban tindak pidana
penganiayaan berat, sementara itu tindak pidana kekerasan seksual memiliki jenis
8
yang dalam hal ini memerlukan perlindungan baik dalam bentuk bantuan medis,
1.4. Orisinalitas
Criminalis 2. Bagaimanakah
pertanggungjawaban
yang melakukan
abortus provocatus
criminalis ? menurut
putusan nomor :
36 Tahun 2009
tentan Kesehatan?
2. Bagaimana bentuk
perlindungan yang
diberikan
pemerintah kepada
korban perkosaan ?
Indonesia.
Manfaat secara teoritis dari hasil penelitian ini yaitu hasil penelitian ini
1. Bagi Penulis
3. Bagi Masyarakat
Awal mula dari munculnya teori perlindungan hukum bersumber dari teori
hukum alam atau aliran hukum alam. Aliran ini pada awalnya dipelopori oleh
bahwa :
10
Philipus M. Hadjon, 1987, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, Bina Ilmu,
Surabaya, (selanjutnya disingkat Philipus M. Hadjon I), h. 205.
13
(HAM) yang dirugikan orang lain dan perlindungan itu diberikan kepada
hukum berfungsi juga untuk memberikan keadilan serta dapat menjadi sarana
11
Philipus M. Hadjon, et. al., 2011, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Gadjah
Mada University Press, Yogyakarta, (selanjutnya disingkat Philipus M. Hadjon II), h. 76.
12
Philipus M. Hadjon I, op.cit., h. 177.
13
Satjipto Raharjo, 2000, Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 54.
14
sebagai hasil dari The Seventh United Nation Conggres on the Prevention of
Crime and the Treatment of Offenders, yang berlangsung di Milan, Italia, Dari 26
14
Dikdik M. Arief Mansur dan Elisarris Gultom, 2008, Urgensi Perlindungan Korban
Kejahatan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, h.41.
15
Arif Gosita, 1987, Relevansi Viktimologi Dengan Pelayanan Terhadap Para Korban
Perkosaan (Beberapa Catatan), Ind Hill Co, Jakarta, (selanjunya disebut Arif Gosita I), h. 77.
15
tentunya bentuk ganti rugi dalam bentuk materi/uang tidaklah memadai apabila
(d). melindungi privasi korban dan memberikan rasa aman pada korban
16
Dikdik M. Arief Mansur dan Elisarris Gultom, op.cit., h. 166 .
16
kejahatan.18
lain feminisme adalah teori untuk pembebasan wanita.Untuk itu feminisme bisa
mandiri, karena gerakan feminisme ini merupakan sebuah ideologi yang bertujuan
17
Bambang Waluyo, 2011, Viktimologi Perlindungan Korban dan Saksi, Sinara Grafika,
Jakarta, h. 43.
18
Ibid, h. 42.
17
untuk menciptakan dunia bagi kaum perempuan untuk mencapai kesetaraan sosial,
hal ini manusia dari kelas tinggi yang menguasai dengan baik sumber-
kaum perempuan, yang harus diterima oleh mereka tanpa pihak lain.
gender.19
(criminal policy). Usaha dan kebijakan untuk membuat peraturan hukum pidana
yang baik pada hakikatnya tidak dapat dilepaskan dari tujuan penanggulangan
kejahatan, dengan perkataan lain dilihat dari sudut politik kriminal, maka politik
pada hakikatnya juga merupakan bagian dari usaha penegakan hukum (khususnya
penegakan hukum pidana), oleh karena itu, sering pula dikatakan bahwa politik
atau kebijakan hukum pidana merupakan bagian pula dari kebijakan penegakan
pidana yang baik. Maka melaksanakan politik hukum pidana berarti mengadakan
19
Munir Fuady, 2013, Teori-Teori Besar dalam Hukum (Grand Theory), Kencana
Prenadameda Group, Jakarta, h. 304-307.
20
Barda Nawawi Arief, 2008, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana (Perkembangan
Penyusunan konsep KUHP Baru), Kencana Prenata Media Group, Jakarta (selanjutnya disebut
Barda Nawawi Arief I), h. 24.
21
Sudarto, 2007, Hukum dan Hukum Pidana, Alumni, Bandung, h. 153.
20
dan upaya mencapai kesejahteraan masyarakat (social walfare), oleh karena itu
dapat dikatakan, bahwa tujuan akhir atau tujuan utama dari politik kriminal ini
pelanggar.
Penganalisisan terhadap dua masalah sentral ini tidak dapat dilepaskan dari
harus pula diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu dari kebijakan sosial-
politik yang telah di tetapkan, dengan demikian kebijakan hukum pidana termasuk
pula kebijakan dalam menangani dua masalah sentral di atas, harus pula dilakukan
masalah sentral yang pertama di atas, yang sering disebut masalah kriminalisasi,
22
Barda Nawawi Arief I, op.cit., h. 27.
21
sekunder.24
23
Barda Nawawi Arief I, loc.cit.
22
pidana. Makna dan hakikat pembaharuan hukum pidana berkaitan erat dengan
latar belakang dan urgensi diadakannya pembaharuan hukum pidana itu sendiri.
melakukan reorientasi dan reformasi hukum pidana yang sesuai dengan nilai-nilai
sebagainya).
24
Barda Nawawi Arief I, op.cit, h.31.
25
Barda Nawawi Arief, 2008, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana
dalam Penanggulangan Kejahatan, Prenada Media Group (selanjutnya disingkat Barda Nawawi
Arief II), Jakarta, h. 25.
23
KUHP Baru) sama saja dengan orientasi nilai dari hukum pidana lama
Jenis penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah penelitian hukum
26
Ibid., h. 26.
27
Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, 1995, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan
Singkat), Grafindo Persada, Jakarta, h. 13.
24
adanya persoalan dalam aspek norma hukum, yaitu norma yang kabur atau tidak
jelas (vague van normen), norma yang konflik (geschijld van normen), maupun
norma yang kosong (leemten van normen)yang ada dalam peraturan perundang-
primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier yang terkait.Penelitian
ini bertolak pada adanya norma kosong tentang perlindungan terhadap perempuan
(comparative approach).
adalah berbagai aturan hukum yang menjadi fokus sekaligus tema sentral dalam
28
Ibrahim Jonhny, 2006, Teori Metologi & Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia
Publishing, Malang, h. 302.
25
yang terjadi dalam masyarakat terkait dengan perempuan korban perkosaan yang
dalam penelitian hukum normatif untuk mebandingkan salah satu dengan lembaga
hukum (legal institutions) dari sistem hukum yang satu dengan lembaga hukum
yang lain mengenai hal yang sama. Sehingga pendekatan perbandingan digunakan
yaitu bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.
Bahan hukum primer adalah sumner bahan hukum yang mengikat yakni
berupa norma, kaidah dasar dan peraturan yang berkaitan , yang bersifat
Nomor 5063);
b. jurnal-jurnal hukum
encyclopedia.
kepustakaan dilakukan dengan sistem kartu (card system) yaitu mencatat dan
membahas masing-masing informasi yang diperoleh dari bahan hukum primer dan
permasalahan.
akurat.