Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Pembimbing:
Disusun oleh :
Bob Jordyansyah
1161050011
RSUD CIBINONG
2017
ILUSTRASI KASUS
IDENTITAS
Identitas Pasien
ANAMNESIS
Keluhan Utama
Keluhan Tambahan
Pasien datang ke IGD RSUD Cibinong dengan keluhan Ruam kemerahan yang
muncul pada kaki kanan dan kiri, serta demam sejak 3 hari SMRS, Ruam
kemerahan ini muncul pertama kali di bagian lutut kebawah, awalnya ruam hanya
berupa seperti bentol-bentol biasa, orang tua pasien mengira hanya bentol biasa, dan
badan pasien mulai hangat, ke-esokan harinya ruam ini makin meluas sampai ke
punggung kaki kanan dan mucncul juga di kaki kiri , dan mulai ada kulit yang
terkelupas. Ibu pasien segera menggosok bagian ruam tersebut dengan sabun. Tetapi
keeoskan hari keluan makin bertambah parah, pasien menangis kuat apabila kaki
tersebut di sentuh dan di sertai demam, ibu pasien sempat ke apotek untuk
memberikan obat penurun panas (sanmol drops) tetapi panas hanya turun sementara.
Orang apotek menyarankan untuk segera pergi ke dokter. Pasien segera ke dokter
spesialis anak dan di sarankan untuk di rawat. Kejang: disangkal, Sesak: disangkal,
Muntah: disangkal, Diare: disangkal, BAK: tidak ada keluhan, Nafsu makan (ASI):
menurun
Saat hamil ibu pasien terkadang kontrol kehamilannya ke dokter atau bidan. Ibu
pasien tidak pernah mengalami masalah atau terjatuh saat hamil.
Riwayat Kelahiran
Pasien dilahirkan di rumah sakit, dibantu oleh dokter. Pasien lahir spontan, tidak
cukup bulan, tidak langsung menangis, Biru, sempat diberikan pertolongan terlebih
dahulu pada pasien sehingga pasien menangis dan tidak biru, Berat badan lahir 2950
gram, panjang badan lahir 48 cm, dan lingkar kepala tidak diketahui. Pasien
merupakan anak yang pertama
Riwayat Makanan
Ibu pasien memberikan ASI saja pada anaknya sejak lahir hingga sekarang (4 bulan),
tidak mendapat susu formula.
Riwayat Tumbuh Kembang
Pertumbuhan dan perkembangan pasien sesuai dengan usia, pasien sudah bisa
menegakkan kepala sejak usia 4 bulan.
Riwayat Imunisasi
Pasien sudah mendapat imunisasi Hepatitis B 1 kali, OPV, BCG, DPT, Polio
Pasien tinggal serumah dengan kedua orang tuanya. Pasien merupakan anak pertama.
Ayah pasien bekerja sebagai wiraswasta dan ibu sebagai ibu rumah tangga. Pasien
berobat menggunakan pembayaran tunai.
C. PEMERIKSAAN FISIK
Tanda Vital (23/05/2017):
Mata : Palpebra normal, pupil bulat isokor diameter 3 mm/3 mm, RCL +/+, RCTL
+/+, Posisi pupil simetris, conjunctiva pucat -/-, sklera ikterik -/-.
Hidung : Deviasi septum -/-, mukosa hiperemis -/-, sekret -/-, nafas cuping hidung (+)
Inspeksi : Simetris kanan dan kiri, tidak ada bagian paru yang tertinggal,
penggunaan otot bantu napas (-), retraksi sela iga (-)
Palpasi : Tidak dapat dinilai
Perkusi : Sonor simetris
Auskultasi : Bunyi napas dasar vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen :
Status Lokalis:
Terdapat Lesi makula eritematosa, disertai lesi erosi menjadi ekskoriasi yang menyebar di
regio cruris dextra et sinistra sampai regio pedis + dorsum pedis dextra et sinistra, dengan
ukuran bervariasi
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
1. Hematologi
Hemoglobin = 10.8 g/dl
Leukosit = 18.800 /L
Trombosit = 358.000 /L
Hematokrit = 30,8 %
E. DIAGNOSIS
F. TATALAKSANA
Rawat inap
G. PROGNOSIS
FOLLOW UP PASIEN
N = 145 x/menit
RR = 40 x/menit
Kepala : normocephali, konjungtiva anemis -/- , skelra ikterik -/-
Leher : KGB tidak terba membesar, retraksi suprasternal (-)
Pulmo:
Inspeksi : Simetris kanan dan kiri, tidak ada bagian paru yang
tertinggal, penggunaan otot bantu napas (-), retraksi sela iga (-)
Palpasi : Tidak dapat dinilai
Perkusi : Sonor simetris
Auskultasi : BND vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-
N = 138 x/menit
RR = 36 x/menit
Kepala : normocephali, konjungtiva anemis -/- , skelra ikterik -/-
Leher : KGB tidak terba membesar, retraksi suprasternal (-)
Pulmo:
Inspeksi : Simetris kanan dan kiri, tidak ada bagian paru yang tertinggal,
penggunaan otot bantu napas (-), retraksi sela iga (-)
Palpasi : Tidak dapat dinilai
Perkusi : Sonor simetris
Auskultasi : BND vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-
2. Hematologi
Hemoglobin = 10.7 g/dl
Leukosit = 9.200 /L
Trombosit = 469.000 /L
Hematokrit = 31,5 %
ANALISIS KASUS
Pada tanggal 24 Mei 2017, di ruang Teratai RSUD Cibinong, pasien di follow up, Pasien
masih demam, serta ruam kemerahan sudah agak membaik, di rencanakan untuk periksa
darah rutin esok hari. Pada tanggal 25 Mei 2017 pasien di follow up kembali dan didapatkan
bahwa demam sudah menurun dan ruam kemerahan di kaki sudah jauh lebih baik juga. Dan
hasil lab tanggal 25 Mei 2017, Hemoglobin = 10.7 g/dl Leukosit = 9.200 /L Trombosit =
469.000 /L Hematokrit = 31,5 %, Rencana Besok Pulang jika KU makin membaik..
PENDAHULUAN
BAB II
EPIDEMIOLOGI
II. 1. EPIDEMIOLOGI
BAB III
ETIOLOGI
Berbagai macam kuman seperti bakteri, virus, parasit, atau jamur dapat
menyebabkan infeksi berat yang mengarah pada terjadinya sepsis. Dalam kajian ini,
hanya dibahas sepsis yang disebabkan oleh bakteri. Pola kuman penyebab sepsis pun
berbeda-beda antar negara dan selalu berubah dari waktu ke waktu. Bahkan di negara
berkembang sendiri ditemukan perbedaan pola kuman, walaupun bakteri Gram
negatif rata-rata menjadi penyebab utama dari sepsis neonatorum. Oleh karena itu
pemeriksaan pola kuman secara berkala pada masing-masing klinik dan rumah sakit
memegang peranan yang sangat penting.1,2
Perbedaan pola kuman penyebab sepsis antar negara berkembang telah diteliti
oleh World Health Organization Young Infants Study Group pada tahun 1999 di
empat negara berkembang yaitu Ethiopia, Philipina, Papua New Guinea dan Gambia.
Dalampenelitian tersebut mengemukakan bahwa isolate yang tersering ditemukan
pada kultur darah adalah Staphylococcus aureus (23%), Streptococcus pyogenes
(20%) dan E. coli (18%). Pada cairan serebrospinal yang terjadi pada meningitis
neonatus awitan dini banyak ditemukan bakteri Gram negatif terutama Klebsiella sp
dan E.Coli, sedangkan pada awitan lambat selain bakteri Gram negatif juga
ditemukan Streptococcus pneumoniae serotipe 2. E.coli biasa ditemukan pada
neonatus yang tidak dilahirkan di rumah sakit serta pada usap vagina wanita-wanita di
daerah pedesaan. Sementara Klebsiella sp biasanya diisolasi dari neonatus yang
dilahirkan di rumah sakit. Selain mikroorganisme di atas, patogen yang sering
ditemukan adalah Pseudomonas, Enterobacter, dan Staphylococcus aureus.1,3
Di RSCM telah terjadi 3 kali perubahan pola kuman dalam 30 tahun terakhir.
Di Divisi Neonatologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM pada tahun
2003, kuman terbanyak yang ditemukan berturut-turut adalah Acinetobacter
sp,Enterobacter sp, Pseudomonas sp. Data terakhir bulan Juli 2004-Mei 2005
menunjukkan Acinetobacter calcoacetius paling sering (35,67%), diikuti Enterobacter
sp (7,01%), dan Staphylococcus sp (6,81%). 6
Tabel perubahan pola kuman penyebab sepsis neonatorum berdasarkan kurun waktu :
BAB IV
PATOFISIOLOGI
Infeksi bukan merupakan keadaan yang statis. Adanya patogen di dalam darah
(bakteremia, viremia) dapat menimbulkan keadaan yang berkelanjutan mulai dari
infeksi ke SIRS, sepsis, sepsis berat, syok septik, kegagalan multi organ, dan akhirnya
kematian.1
Bila paparan kuman pada kedua kelompok ini berlanjut dan memasuki aliran
darah, akan terjadi respons tubuh yang berupaya untuk mengeluarkan kuman dari
tubuh. Berbagai reaksi tubuh yang terjadi akan memperlihatkan pula bermacam
gambaran gejala klinis pada pasien. Tergantung dari perjalanan penyakit, gambaran
klinis yang terlihat akan berbeda.
Pada sepsis terlihat hubungan erat antara inflamasi dan koagulasi. Mediator
inflamasi menyebabkan ekspresi faktor jaringan atau Tissue Factor (TF). Ekspresi TF
secara langsung akan mengaktivasi jalur koagulasi ekstrinsik dan melalui lengkung
umpan balik secara tidak langsung juga akan mengaktifkan jalur instrinsik.1,3,6
Pada sepsis, aktivasi kaskade koagulasi umumnya diawali pada jalur ekstrinsik
yang terjadi akibat ekspresi TF yang meningkat akibat rangsangan dari mediator
inflamasi. Selain itu, secara tidak langsung TF juga akan megaktifkan jalur intrinsik
melalui lengkung jalur umpan balik. Terdapat kaitan antara jalur ekstrinsik dan
intrinsik dan hasil akhir aktivasi kedua jalur tersebut adalah pembentukan fibrin.1,3,6
3. Gangguan Fibrinolisis
Aktivasi endotel
Peningkatan ekspresi molekul-molekul adhesi endotel
Pelepasan mediator inflamasi endogen
Sitokin pro-inflammasi
Sitokin anti-inflammasi
Platelet activating factor
Arachidonic acid metabolites
Penurunan trombomodulin
Substansi depresi miocardium
Peningkatan plasminogen activator inhibitor
Opiat endogen
Trombosis dan antifibrinolisis
Hipovolemia
Kegagalan jantung dan vaskularisasi
Kebocoran plasma / cedera endotel
Acute Respiratory Distress Syndrome
Disseminated intravascular coagulation
Penurunan sintesis steroid
Syok
MODS
Kematian
BAB V
Gambaran klinis pasien sepsis neonatus tidak spesifik. Gejala sepsis klasik
yang ditemukan pada anak jarang ditemukan pada neonatus, namun keterlambatan
dalam menegakkan diagnosis dapat berakibat fatal bagi kehidupan bayi. Gejala klinis
yang terlihat sangat berhubungan dengan karakteristik kuman penyebab dan respon
tubuh terhadap masuknya kuman. Janin yang terkena infeksi akan menderita
takikardia, lahir dengan asfiksia dan memerlukan resusitasi karena nilai Apgar rendah.
Setelah lahir bayi akan tampak lemah. Selanjutnya akan terlihat berbagai kelainan dan
gangguan fungsi organ tubuh. Selain itu, terdapat kelainan susunan saraf pusat
(letargi, refleks hisap buruk, menangis lemah kadang-kadang terdengar high pitch cry,
bayi menjadi iritabel dan dapat disertai kejang), kelainan kardiovaskular (hipotensi,
pucat, sianosis,akral dingin). Bayi dapat pula memperlihatkan kelainan hematologik,
gastrointestinal ataupun gangguan respirasi (perdarahan,ikterus, muntah, diare,
distensi abdomen, intoleransi minum, waktu pengosongan lambung yang memanjang,
takipnea, apnea, merintih dan retraksi). 8
Bila ada riwayat ibu dengan infeksi intrauterin, demam yang dicurigai sebagai infeksi
berat atau KPD (ketuban pecah dini).
Bila bayi mempunyai dua tanda atau lebih pada Kategori A (tabel), atau tiga tanda
atau lebih pada Kategori B (tabel).
Bila mempunyai satu tanda pada Kategori A dan satu tanda pada Kategori B, atau dua
tanda pada Kategori B.
BAB VI
PEMERIKSAAN
1. LABORATORIUM
A. Pemeriksaan kuman dengan kultur darah
Sampai saat ini pemeriksaan biakan darah merupakan baku emas dalam
menentukan diagnosis sepsis. Pemeriksaan ini mempunyai kelemahan karena hasil
biakan baru akan diketahui dalam waktu minimal 3-5 hari. Hasil kultur perlu
dipertimbangkan secara hati-hati apalagi bila ditemukan kuman yang berlainan dari
jenis kuman yang biasa ditemukan di masing- masing klinik. Kultur darah dapat
dilakukan baik pada kasus sepsis neonatorum onset dini maupun lanjut. 8
B. Pungsi lumbal
C. Pewarnaan Gram
Selain biakan kuman, pewarnaan Gram merupakan teknik tertua dan sampai
saat ini masih sering dipakai di laboratorium dalam melakukan identifikasi kuman.
Pemeriksaan dengan pewarnaan Gram ini dilakukan untuk membedakan apakah
bakteri penyebab termasuk golongan bakteri Gram positif atau Gram negatif.
Walaupun dilaporkan terdapat kesalahan baca pada 0,7% kasus, pemeriksaan untuk
identifikasi awal kuman ini dapat dilaksanakan pada rumah sakit dengan fasilitas
laboratorium yang terbatas dan bermanfaat dalam menentukan penggunaan antibiotik
pada awal pengobatan sebelum didapatkan hasil pemeriksaan kultur bakteri. 8
D. Pemeriksaan Hematologi
Pada bayi baru lahir jumlah trombosit yang kurang dari 100.000/L jarang
ditemukan pada 10 hari pertama kehidupannya. Pada penderita sepsis neonatorum
dapat terjadi trombositopenia (jumlah trombosit kurang dari 100.0000/L), MPV
(mean platelet volume) dan PDW (platelet distribution width) meningkat secara
signifikan pada 2-3 hari pertama kehidupan.
2. Pencitraan
DIAGNOSIS
Ketiga faktor ini perlu dipertimbangkan saat menghadapi pasien karena salah
satu faktor saja tidak mungkin dipakai sebagai pegangan dalam menegakkan
diagnosis pasien. Faktor resiko sepsis dapat bervariasi tergantung awitan sepsis yang
diderita pasien. Pada awitan dini berbagai faktor yang terjadi selama kehamilan,
persalinan ataupun kelahiran dapat dipakai sebagai indikator untuk melakukan
elaborasi lebih lanjut sepsis neonatal. Berlainan dengan awitan dini, pada pasien
awitan lambat, infeksi terjadi karena sumber infeksi yang terdapat dalam lingkungan
pasien.
1. Faktor ibu :
Persalinan dan kelahiran kurang bulan
Ketuban pecah lebih dari 18 24 jam
Chorioamnionitis
Persalinan dengan tindakan
Demam pada ibu ( > 38,4 C )
Infeksi saluran kencing pada ibu
Faktor sosial ekonomi dan gizi ibu
2. Faktor bayi
Asfiksia perinatal
Berat lahir rendah
Bayi kurang bulan
Prosedur invasif
Kelainan bawaan
Semua faktor diatas sering kita jumpai dalam praktek sehari-hari dan sampai
saat ini masih menjadi masalah yang belum terselesaikan. Hal ini merupakan salah
satu faktor penyebab mengapa angka kejadian sepsis neonatal tidak banyak
mengalami perubahan dalam dekade terakhir ini.
Berlainan dengan awitan dini, pada pasien awitan lambat, infeksi terjadi
karena sumber infeksi yang berasal dari lingkungan tempat perawatan pasien.
Keadaan ini sering ditemukan pada bayi yang dirawat di ruang intensif neonatus, bayi
kurang bulan yang mengalamai lama rawat, nutrisi parenteral yang berlarut-larut,
infeksi yang bersumber dari alat perawatan bayi, infeksi nosokomial atau infeksi
silang dari bayi lain atau dari tenaga medik yang merawat bayi. Faktor resiko awitan
dini maupun lambat ini walaupun tidak selalu berakhir dengan infeksi, harus tetap
mendapatkan perhatian khusus terutama bila disertai gejala klinis. Hal ini akan
meningkatkan identifikasi dini dan tata laksana yang lebih efisien pada sepsis
neonatal sehingga dapat memperbaiki mortalitas dan morbiditas pasien.
Gangguan fungsi organ tersebut antara lain kelainan susunan saraf pusat
seperti letargi, refleks hisap buruk, menangis lemah, kadang-kadang terdengar high
pitch cry dan bayi menjadi iritabel serta mungkin disertai kejang. Kelainan
kardiovaskular seperti hipotensim pucat, sianosis, dingin, dan clammy skin. Bayi
dapat pula memperlihatkan kelainan hematologik, gastrointestinal ataupun gangguan
respirasi seperti perdarahan, ikterus, muntah, diare, distensi abdomen, intoleransi
minum, waktu pengosongan lambung yang memanjang, takipneu, apneu, merintih,
dan retraksi.
Untuk mengenal kelompok kuman penyebab infeksi secara lebih cepat dapat
dilakukan pewarnaan gram. Tetapi cara ini tidak mampu menetapkan jenis kuman
secara lebih spesifik.
BAB VIII
PENATALAKSANAAN
Eliminasi kuman penyebab merupakan pilihan utama dalam tata laksana sepsis
neonatorum, sedangkan di pihak lain penentuan kuman penyebab membutuhkan
waktu dan mempunyai kendala tersendiri. Hal ini merupakan masalah dalam
melaksanakan pengobatan optimal karena keterlambatan pengobatan akan berakibat
peningkatan komplikasi yang tidak diinginkan. Sehubungan dengan hal tersebut,
penggunaan antibiotik secara empiris dapat dilakukan dengan memperhatikan pola
kuman penyebab yang tersering ditemukan di klinik tersebut. Antibiotik tersebut
segera diganti apabila sensitifitas kuman diketahui. Selain itu, beberapa terapi suportif
(adjuvant) juga sudah mulai dilakukan, walaupun beberapa dari terapi tersebut belum
terbukti menguntungkan.9
BAB IX
PROGNOSIS
Dengan diagnosis dini dan terapi yang tepat, prognosis pasien baik, tetapi bila
tanda dan gejala awal serta faktor risiko sepsis neonatorum terlewat, akan
meningkatkan angka kematian. Pada meningitis terdapat sequele pada 15-30% kasus
neonatus. Rasio kematian pada sepsis neonatorum 24 kali lebih tinggi pada bayi
kurang bulan dan bayi cukup bulan. Rasio kematian pada sepsis awitan dini adalah 15
40 % (pada infeksi SBG pada SAD adalah 2 30 %) dan pada sepsis awitan lambat
adalah 10 20 % (pada infeksi SGB pada SAL kira kira 2 %). 6
BAB X
KESIMPULAN
Tanda dan gejala klasik sepsis pada neonatus mencakup takikardi, takipneu,
leukositosis atau leukopeni, dan hipertermi atau hipotermi. Selain itu bila didapatkan
sepsis berat dapat ditemukan disfungsi organ-organ tertentu, seperti jantung, hati,
paru-paru, ginjal, dan sebagainya. Ketika kegagalan organ sudah mencapai derajat
tertentu, akan menyebabkan terjadinya septik syok yang dapat segera menyebabkan
sindrom disfungsi multiorgan yang berakhir pada kematian bila tidak mendapatkan
penatalaksanaan yang tepat.