Você está na página 1de 15

Artikel

ANALISIS KEMUNGKINAN TERBENTUKNYA THE UNITED STATES OF


SOUTHEAST ASIA

diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Regionalisme

Dosen: Dr. Agus Subayo, S.IP., M.Si.

Oleh
Dian Oktavia Kusuma Dewi 6211151186

Kelas : D

UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI


FAKULTAS ILMU SOSIAL ILMU POLITIK
ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL
CIMAHI
2017
Analisis Kemungkinan Terbentuknya The United States of Southeast Asia

Dian Oktavia K. D.
6211151186

A. Pendahuluan
Southeast Asia/Asia Tenggara merupakan region yang luas dan
kompleks. Terdiri dari berbagai Negara dengan sejarah dan kebudayaan yang
berbeda. Kawasan ini memiliki satu bentuk regionalisme yang dinamakan
ASEAN. Jika dilihat dari sudut pandang yang lebih luas, ASEAN merupakan
regionalisme yang berusaha untuk mengintegrasi Negara Negara anggota
yang berada pada cakupan wilayah Asia Tenggara hingga kemudian mengarah
pada pembentukan The United State of Southeast Asia. Pembentukan The
United State of Southeast Asia merupakan wujud dari integrasi supranasional;
kepentingan nasional tidak lagi dikedepankan melainkan kepentingan
kelompok dalam cakupan region Asia Tenggara.
ASEAN atau Association Southeast Asia Nations adalah salah satu
bentuk daripada regionalisme yang menghimpun negara negara di kawasan
Asia Tenggara. Tujuan dibentuknya ASEAN sendiri untuk meningkatkan
pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial politik, dan pengembangan
kebudayaan negara-negara anggotanya. Hal ini kemudian memunculkan suatu
prioritas baru dalam bentuk integrasi regional yang menjadikan kepentingan
kelompok sebagai yang utama.
Kepentingan regional yang ada, pada gilirannya akan memberikan
konstribusi bagi kepentingan nasional masing masing. Paradigma atas
kepentingan regional kemudian diformulasikan kedalam bentuk kerjasama
regional yang akan mengarah kepada sifat pengelompokan diri ke dalam
konstelasi kepentingan. Berbagai jenis dan bentuk kepentingan ini yang
kemudian dapat secara langsung dilihat dari terbentuknya ASEAN Community
dengan salah satu pilarnya yaitu Komunitas Ekonomi Asean (KEA). Hingga
saat ini Komunitas Ekonomi ASEAN menjadi topik pembahasan terhangat di
berbagai institusi pendidikan di Asia Tenggara.

1
KEA merupakan salah satu bentuk upaya pengintegrasian negara
negara regional yang terwujud dalam ASEAN. Salah satu pilar ini juga
merupakan realisasi tujuan akhir integrasi ekonomi sesuai Visi ASEAN 2020.
Pelaksanaan integrasi ekonomi kawasan ini didasarkan pada kepentingan
bersama Negara Anggota ASEAN untuk memperdalam dan memperluas
integrasi kawasan melalui inisiatif yang telah ada dan inisiatif baru dengan
kerangka waktu yang jelas. Upaya yang dilakukan ASEAN sejauh ini
merupakan program yang semata ditujukan untuk mengintegrasikan kawasan
tersebut. Agar kemudian bersatu padu membangun regional yang kompetitif
dan dapat bersaing secara global. Seluruh program yang disatu padukan
sebagai upaya pengintegrasian ASEAN sedemikian rupa menjadi Road Map
ASEAN dalam pelaksanaanya.,
Road Map yang telah dirancang sedemikian rupa oleh para pemimpin
negara yang tergabung dalam ASEAN nyatanya tidak sesuai dengan yang
terjadi di kehidupan negara negara ASEAN saat ini. Konstelasi politik
internasional dalam pergaulan negara negara ASEAN masih sering terjadi
perselisihan dan konflik yang sangat membahayakan proses integrasi kawasan
ASEAN. Maka dari itu diperlukan suatu tembusan dan solusi yang dapat
menciptakan integrasi kawasan ASEAN secara utuh tanpa konflik dan atau
minimal memperkecil konflik. Agar kelak konflik yang terjadi hanya sebatas
pada konflik kepentingan non militer dalam kawasan yang lebih
mengedepankan untuk kepentingan dan kebaikan bersama negara negara
dalam kawasan ASEAN.
Mengatasi permasalahan politik dan keamanan di ASEAN, maka
bersamaan dengan pembentukan ASEAN Community dengan pencapaian tahun
2025, disamping pilar Ekonomi, dibentuk juga pilar politik dan keamanan
beserta sosial budaya. Ketiga pilar itu yang kemudian diharapkan dapat
mengintegrasikan Negara Negara Asia Tenggara yang tergabung dalam
ASEAN untuk membentuk ASEAN Community.
Usaha serta upaya untuk mengintegrasikan negara negara dalam
kawasan ASEAN ternyata tidak semudah yang dibayangkan. Pembentukan
ASEAN Community dengan salah satu pilar Ekonomi yang tengah berlangsung
saat ini tidak kemudian membuat negara negara dalam kawasan terintegrasi
secara penuh. Masih terdapat banyak gesekan serta konflik yang terjadi
2
diantara negara negara dalam kawasan. Sehingga sulit kiranya untuk
membangun suatu kawasan regional yang kuat dan kompetitif. Seharusnya
dalam suatu upaya dan usaha pengintegrasian wilayah itu akan terlahir
kekuatan baru yang selanjutnya dapat disebut Regional Power.
Beberapa bulan sudah resmi terlaksana salah satu pilar yang dianggap
dapat mengintegrasikan negara negara yang tergabung dalam ASEAN
ternyata tidak efektif. Masih terdapat berbagai bentuk sekat sekat antar
negara dalam kawasan. Hal itu dapat diartikan dengan masih adanya banyak
kecurigaan diantara satu negara ASEAN dengan negara ASEAN lainnya
dalam kawasan tersebut. Seharusnya seluruh negara yang tergabung dalam
ASEAN dapat terintegrasi dengan menonjolkan satu bendera ASEAN sebagai
one identity bagi seluruh negara yang tergabung dalam keanggotaan
organisasi regional itu (ASEAN).
Tiga pilar yang dicanangkan ASEAN dalam upaya pembentukan
ASEAN Community dianggap tidak akan terlaksana secara substansial diantara
Negara Negara dalam kawasan ini. Sehingga kemudian tiga pilar sebagai
upaya pengintegrasian Negara Negara di kawasan Asia Tenggara hanya
sebatas pada pembentukan ASEAN Community saja, sehingga akan sulit untuk
mencapai pada terbentuknya The United State of Southeast Asia. Pada
dasarnya ketiga pilar itu akan melahirkan collective security, economic
integrity dan sense of weness yang akan mengarahkan regionalisme di Asia
Tenggara melahirkan atau mencapai suatu bentuk Negara Kesatuan Asia
Tenggara (The United State of Southeast Asia).
Arah regionalisme ASEAN menuju The United State of Southeast Asia
tidak sebatas memenuhi syarat collective security, economic integrity, dan
sense of weness dalam suatu kawasan. Tetapi paradigma dan pola fikir masing
masing Negara ketika berhubungan satu sama lain dalam suatu kawasan
menjadi titik fokus perhatian dan kajian analitis mengenai kemungkinan
terbentuknya The United State of Southeast Asia. Disamping semua itu ada
kendala terbesar yang harus dihadapi oleh Negara Negara di Asia Tenggara
jika kemudian mengarahkan regionalisme pada terbentuknya The United State
of Southeast Asia. Kedaulatan masing masing Negara yang menjadi kendala
pembentukan The United State of Southeast Asia itu.

3
Transformasi ASEAN menjadi sebuah uni seperti yang terjadi di
Eropa dengan Uni Eropanya, masih membutuhkan perjalanan panjang dan
berliku yang harus dijalani. Untuk menjadi sebuah uni diperlukan usaha dan
modal yang tidak sedikit untuk membangunnya. Selain itu, hampir semua
negara-negara di ASEAN bukanlah negara maju yang memiliki perekonomian
di atas rata-rata. Terlebih lagi ASEAN menganut sistem non-intervensi yang
mempertegas akan sulitnya terbentuk The United State of Southeast Asia.
Perbedaan ras, suku, etnis dan agama juga dapat menjadi salah satu
penghambat terciptanya The United State of Southeast Asia.
Beberapa faktor tersebut dapat menghambat ASEAN untuk menjadi
sebuah organisasi kawasan yang terintegrasi satu sama lain dalam sebuah uni.
Namun, hal itu tidak menutup kemungkinan-kemungkinan lain yang akan
terjadi di masa depan. Banyaknya kerjasama yang dilakukan antar negara
ASEAN akan memungkinkan terjadi perasaan kepercayaan satu sama lain yag
mempererat hubungan antar negara ASEAN. Jika perasaan nasionalisme
ASEAN sudah terbentuk, tidak akan sulit untuk menggabungkan negara-
negara anggota ASEAN menjadi sebuah uni. Tentunya hal itu menjadi pr
(pekerjaan rumha) bagi kita semua jika menginginkan The United State of
Southeast Asia tidak menjadi sebuah angan belaka.

B. Rumusan Masalah
Jika melihat judul dari artikel dan latar belakang yang sudah saya sebutkan
sebelumnya, dapat disimpulkan mengenai rumusan masalah yang saya angkat
adalah, Bagaimana tahapan kemungkinan terjadinya transformasi ASEAN
menjadi The United State of Southeast Asia?

C. Pembahasan
Integrasi ASEAN dirumuskan dalam suatu bentuk konsep IAI (Initiatif
for ASEAN Integration) yang dapat diwujudkan tidak hanya sekedar dengan
membuat program yang dianggap dapat mewujudkan integrasi kawasan
ASEAN. Kesepakatan pembentukan ASEAN Community dengan 3 pilar yang
menyertainya seyogyanya dapat mengintegrasi negara negara anggota
ASEAN. Namun kemudian pembentukan ASEAN Community tidak serta
merta membuat negara negara dalam kawasan ASEAN terintegrasi dengan
4
baik. Secara teori sebagaimana yang telah disampaikan pada Bab I huruf C no
2 menyatakan bahwa integrasi harus memiliki kendali efektif atas kekerasan
dalam suatu regional atau kawasan yang diintegrasikan, memiliki pusat
pembuatan keputusan yang mampu mempengaruhi secara berarti alokasi
sumber daya dan penghargaan bagi segenap komunitas regional, juga memiliki
identifikasi politik bagi mayoritas luas dari warga kawasan tersebut.
Beberapa prasyarat integrasi itu yang dalam hal mencapai tujuan untuk
membentuk ASEAN Community itu belum jelas. Oleh sebab itu sebelum
melaksanakan Road Map ASEAN Community dengan mengusung 3 pilar yang
menyertainya, seharusnya dapat menanamkan ketiga hal itu sejak saat ASEAN
didirikan. Namun dikarenakan banyak diantara negara ASEAN terfokus pada
permasalahan dalam negeri, maka ketiga hal itu cenderung diabaikan begitu
saja. Ketiga hal itu sangat penting untuk menguatkan nilai nilai yang paling
mendasar dalam mewujudkan integrasi dalam kawasan. Maka sebelum terlalu
jauh terlaksana, masih sangat efektif jika ketiga hal itu diterapkan dalam ruang
lingkup ASEAN.
Saat ini sudah terlaksana 1 dari 3 pilar ASEAN Community, yaitu
ASEAN Economic Community. Pilar itu merupakan salah satu solusi dalam
Initiatif for ASEAN Integration/IAI. Namun tetap saja, sebagaimana yang
terjadi saat ini sejak pelaksanaan ASEAN Economic Community pada awal
tahun 2016 silam tidak banyak membawa perubahan bagi perekonomian
regional. Bahkan tercatat sebelum pelaksanaan ASEAN Economic Community
pada headline topik dalam tabloid Diplomasi yang diterbitkan oleh Dirjen
Diplomasi Publik menyatakan bahwa AEC Masih Menyisakan Masalah
Pekerja, Mampukah Produk Industri Nasional Bersaing Dengan Produk
Negara ASEAN lain?, 220 Jenis Produk Industri Tidak Siap Bersaing di
CAFTA, serta Wirausahawan Indonesia Masih Sedikit. Beberapa catatan
itu merupakan bukti kuat betapa khawatirnya para pakar terhadap pelaksanaan
integrasi ASEAN Economic Community tanpa bekal dasar yang menjadi
pondasi bagi negara negara ASEAN untuk mewujudkan integrasi kawasan.
Beberapa hal diatas hanya merupakan segelintir contoh yang terjadi pada
program ASEAN Community.
Ditengah gencarnya usaha dan upaya melalui berbagai program untuk
mewujudkan integrasi ASEAN yang dicita citakan ASEAN Community,
5
ternyata masih banyak masalah yang menghadang dihadapannya. Konflik
karena terbenturnya kepentingan antar sesama negara ASEAN maupun konflik
diluar negara ASEAN sangat menghambat proses pembentukan integrasi
kawasan yang seyogyanya dapat menciptakan Regional Power bagi East
Asia (Asia Timur). Kembali lagi bahwa permasalahan yang terjadi di ASEAN
dalam upayanya mewujudkan integrasi kawasan (ASEAN Community) karena
tidak tertanamnya 3 hal yang paling fundamental sebagaimana tertera dalam
teori diatas.
Menanggapi hal yang terjadi di ASEAN dalam rangka mewujudkan
ASEAN Community yang pada hakikatnya bertujuan untuk mengintegrasi
negara negara di ASEAN dengan bayang bayang terbentuknya The United
State of Southeast Asia, maka harus menciptakan dan membuat model
integrasi Regional Power di Asia Timur melalui organisasi regional
ASEAN. Konsep Regional Power akan hadir dan sekiranya dapat
diimplementasikan di ASEAN sebagai wujud dari integrasi ASEAN yang baru
tanpa menghilangkan ide ide atau nilai nilai serapan dari pada pembuat
keputusan politik (aktor politik) dalam tataran regional. Artinya, konsep
Regional Power yang akan dipaparkan nantinya tidak akan merubah secara
komprehensif Road Map dari ASEAN Community. Hanya ada beberapa hal
yang harus dilakukan dan dipatuhi oleh negara negara ASEAN dalam
konsep Regional Power ini.
Konsep Regional Power pada hakikatnya sama dengan ASEAN
Community, namun akan lebih menekankan dan mengidentifikasikan pada
kekuatan negara dalam tatanan regional. Kekuatan negara bukan dalam artian
saling menunjukkan kekuatan diantara negara dalam kawasan ASEAN,
melainkan menunjukkan kekuatan regional oleh negara negara (ASEAN)
kepada negara negara diluar itu. Pemikiran negara dalam konsep Regional-
Power harus didasarkan pada pemikiran NeoLiberalisme sebagaimana yang
dipaparkan oleh para pakar teori neoliberalisme, khusus dalam konteks
melaksanakan hubungan kerjasama dan diplomasi dengan negara negara
anggota ASEAN. Sehingga seluruh negara yang tergabung dalam ASEAN
tidak lagi mendasari pemikirannya dengan pemikiran Konstruktivis,
sebagaimana Indonesia melakukan hal itu. Harus segera dirubah jika
kemudian menggunakan konsep Regional-Power.
6
Prioritas utama konsep Regional Power yaitu membangun mindset
One Identity diantara masyarakat negara kawasan ASEAN. Sehingga akan
tercipta suatu jenis perasaan yang tumbuh akan keterhubungan antara dua atau
lebih struktur struktur politik atau ekonomi (negara) di ASEAN. Dengan
adanya One Identity dalam kawasan ASEAN, maka hal itu akan menjadi
kekuatan dalam Regional (ASEAN). Tidak akan ada lagi konflik yang sangat
berarti dalam kawasan tersebut dengan adanya One Identity itu. Karena One
Identity menanamkan pola pemikiran masyarakat dibawah satu bendera;
ASEAN.
Kondisi konflik dalam konsep Regional Power diatasi dengan suatu
kondisi perdamaian menggunakan backdoor diplomacy. Dilaksanakan hanya
dalam tataran regional tidak untuk tataran global. Berlaku untuk seluruh
negara dibawah bendera ASEAN. Backdoor Diplomacy digunakan dalam
menghadapi situasi konflik dengan dasar pemikiran neoliberalisme akan
terkesan santai tanpa ketegangan yang berarti. Penyelesaian konlik
menggunakan backdoor diplomacy dapat diibaratkan sebagaimana
menyelesaikan masalah dalam keluarga atau rumah tangga diantara kakak dan
adik. Begitu juga filosofis yang dapat digunakan dalam tatanan regional
(ASEAN). Seluruh negara yang tergabung dalam ASEAN layaknya saudara
kandung yang hidup dalam satu atap; ASEAN.
Satu bendera ASEAN (One Identity of ASEAN) akan membuat
ancaman/konflik dari satu negara ke negara lain dalam kawasan dapat
diminimalisir dan diselesaikan dengan cara sebagaimana yang telah dijelaskan
sebelumnya. Hanya saja tinggal mempertahankan ASEAN dari ancaman
diluar ASEAN. Dalam konsep Regional Power, untuk menangkal ancaman
dari luar ASEAN dapat menggunakan kebijakan One Military Policy, yang
selanjutnya dapat dirumuskan kemudian mengenai isi kebijakan tersebut. One
Military Policy akan semakin memperkuat identitas ASEAN menjadi Regional
Power di kawasan Asia Timur.
Tindakan ASEAN selanjutnya dalam konsep Regional Power yang
fundamental yaitu harus berani dan rela melepaskan sebagian kedaulatannya
dalam membangun suatu kawasan yang terintegrasi penuh hingga terwujud
dan terciptanya Regional Power dalam ASEAN. Organisasi Regional
ASEAN harus berwujud menjadi lembaga Supra-Nasional. Dilakukan dengan
7
membuat struktur formal untuk integrasi regional yang dapat mengijinkan dan
mendorong sektor informal economic dan integrasi sosial secara utuh. Tidak
hanya persamaan histori, budaya, etnis, geografi, tetapi juga harus menjunjung
tinggi dan mengedepankan a common disaster and predicament: the war and
its aftermath, American Hegemony and the Soviet Threat.
Tampak jelas dengan begitu maka konsep Regional Power yang
dibangun atas dasar pemikiran Neo-liberalisme dapat menjadi solusi bagi
sistem internasional yang anarki. Komponen tambahan yang harus diterapkan
dalam konsep Regional Power untuk menciptakan integrasi di ASEAN yaitu
dengan kebijakan One ASEAN Act yang dapat dilaksanakan melalui
kebijakan single market programe, ward the abolition of Internal Frontiers,
Foreign Policy, Defence revived hopes in other region. For ASEAN
Integration to build up RegionalPower.
Beranjak dari pembahasan konsep Regional Power sebagai kunci
bagi ASEAN untuk mengarahkan pada regionalisme baru; The United State of
Southeast Asia. Konsep Regional Power merupakan dasar bagi
perkembangan regionalisme di Asia Tenggara. ASEAN Community yang
menjadi entry point bagi kawasan Asia Tenggara mengarahkan bentuk
regionalismenya untuk masuk pada fase Regional State. Kehadiran ASEAN
Community dalam regionalisme di Asia Tenggara tengah membawa Asia
Tenggara melalui ASEAN ke posisi Regional Community jika ditinjau dari
perkembangan fase fase regionalisme.
Fase fase regionalisme ASEAN satu per satu telah dilalui oleh
organisasi kawasan Asia Tenggara ini. Mulai dari fase pertama; Regional Area.
Organisasi regional ASEAN telah melalui hal ini. Inilah yang kemudian
menjadi syarat terpenting bagi suatu regionalisme. ASEAN dalam fase
pertama ini, seluruhnya telah memenuhi persyaratan, karena pada hakikatnya
fase pertama regionalisme menstyaratkan 3 kondisi, yaitu: sekumpulan orang
yang tinggal berdekatan secara geografis, memiliki suatu sumber daya alam
yang dibagi bersama, dan memiliki kesamaan nilai nilai budaya yang
terbentuk akibat sejarah.
Fase kedua regionalisme; Regional Complex. Regionalisme yang telah
mencapai fase ini ditandai dengan interaksi social yang semakin intens hingga
akhirnya mengakibatkan terbentuknya sebuah system social yang bersifat
8
informal di dalam kawasan. ASEAN telah mencapai fase ini dengan kehadiran
pilar ASEAN Economic Community pada ASEAN Community. Hal itu
kemudian menjadi bukti bagi ASEAN telah mencapai fase ini.
Fase ketiga dari regionalisme; Regional Society. Regionalisme pada
fase ini akan melalui tahap formalisasi kawasan. Interaksi antar Negara yang
tergabung dalam regionalisme ini akan diarahkan untuk mematuhi aturan yang
dibuat atas kesepakatan bersama. ASEAN telah mempersiapkan untuk masuk
ke fase ini juga melalui pilar ASEAN Security and Political Community.
Ketika fase kedua telah dilewati, maka ASEAN akan langsung masuk pada
fase ketiga ini. Karena platform untuk masuk pada fase ini telah disiapkan
sebelumnya oleh berbagai kepala Negara.
Fase keempat dari regionalisme; Regional Community. Regionalisme
pada fase ini akan dibangun identitas bersama atau One Identity
sebagaimana yang disebutkan pada konsep Regional-Power sebelumnya.
Dalam ASEAN Community telah dirancang dan dicanangkan pada pilar
ASEAN Socio-Cultural Community. Dase ini menjadikan kawasan antar
Negara tidak lagi menjadi pemisah.
Fase kelima dari regionalisme; Regional State. Fase ini merupakan fase
akhir dari regionalisme. Pada fase ini suatu kawasan yang terdiri dari Negara
Negara akan membentuk satu Negara yang disebut Region State. ASEAN
dengan 3 pilar dalam ASEAN Community mengarah pada Regional State ini.
Hanya tinggal satu langkah lagi bagi ASEAN untuk mencapai hal ini. Namun
untuk mencapai fase kelima ini diperlukan keutuhan konsep Regional Power
terlebih dahulu dan pelaksanaan dalam perkembangan fase hingga fase
keempat. Sehingga kemudian kekuatan kekuatan regional terkumpul
menjadi satu dan melahirkan suatu integrasi kawasan yang benar benar utuh
membentuk The United State of Southeash Asia.
Mengenai ASEAN, berdasarkan dari berbagai hambatan yang harus
dan belum diselesaikan oleh ASEAN, Zakaria Bin Ahmad dalam artikelnya
yang berjudul ASEAN Beyond 40, menuturkan bahwa segala hambatan dan
beberapa hal yang belum dilaksanakan ASEAN hanya merupakan sebagian
kecil dari kekurangan-kekurangan ASEAN. Namun jika dipandang dari sisi
lain, ASEAN pada dasarnya memiliki kelebihan-kelebihan yang mampu
menjadikan ASEAN sebagai sebuah asosiasi yang ampu memiliki power yang
9
lebih besar dan juga benar-benar mampu menjaga perdamaian yang ada di
kawasan, sehingga nantinya melalui ASEAN ini, semakin terbentuknya region
building yang mana mampu menumbuhkan nilai One Southeast Asia, namun
bukan menjadi satu entitas supranasional (Ahmad 2012, 164). Selain itu,
kiprah ASEAN pada dekade ke lima puluh, dalam pencapaiannya mengenai
perwujudan ASEAN Community, ASEAN dapat tumbuh dan dapat menjadi
sebuah asosiasi yang mampu menyelesaikan permasalahan yang ada dalam
naungan tanpa melalui kekuatan militer. Melalui mekanisme yang ditawarkan
oleh ASEAN yakni penyelesaian masalah melalui konsultasi, mediasi, dan
konsensus, menjadikan ASEAN semakin menjunjung tinggi prinsip non-
intervensi dan mampu menunjukkan bahwa melalui sebuah mekanisme yang
efektif ASEAN mampu menjadi wadah dari segala perbedaan yang dibawa
oleh sepuluh anggota ASEAN (Ahmad 2012, 165).
Namun karena ASEAN ini masih terbilang baru dalam praktek yang
dilakukan belum dapat dilihat secara pasti apa dan bagaimana ke depannya.
Akan tetapi dilihat dari kebijakan yang banyak dilakukan terutama dalam
masalah politik dan juga hubungan Luar Negeri, ASAN terbilang bagus
dengan berbagai penyelesaiannya. Bisa jadi negara-negara ASEAN ini
menjadi pemimpin dunia ke depannya. Bahkan salah satu negara ASEAN
akan menjadi juara ke empat dalam persaingan ekonomi global, yaitu
Indonesia dengan Kekuatan Ekonomi Global Indonesia membaik setelah tiga
kali bangkrut menyusul krisis moneter berkepanjangan. Saat ini Indonesia
mencatat nilai nominal PDB sebesar 895 Miliar Dollar AS dan berada di
peringkat 16 dalam daftar kekuatan ekonomi global. Tahun 2050, Econimist
Intelligence Unit memproyeksikan Indonesia menjadi kekuatan ekonomi
terbesar keempat dengan PDB sebesar 15,4 Triliun Dollar AS.
Kerjasama yang dilakukan antara negara-negara Asia Tenggara dengan
negara lainnya seperti Jepang adalah penopang utama bagi kemajuan Asia
Tenggara. Dalam ide-ide penguatan ASEAN tersebut, esensi yang terkandung
lebih mengarah pada terwujudnya Asia Timur sebagai suatu wilayah yang
menyatu. Ini sejalan dengan yang dilontarkan mantan Perdana Menteri
Malaysia Mahathir Mohammad dalam proposalnya untuk pengelompokan
East Asian Economic. Jika rencana ini diteruskan, maka titik perjalanannya
hampir dapat dipastikan akan berakhir pada pembentukan regionalisme baru di
10
kawasan Asia Timur. Apabila ini terjadi, bisa jadi ASEAN akan tamat
riwayatnya karena terlindas oleh kehadiran komunitas baru Asia Timur tidak
hanya mencakup Cina, Jepang, dan Korea Selatan saja, tetapi juga negara-
negara di kawasan Asia Tenggara. Artinya, masa depan ASEAN sebagai suatu
institusi yang mengatur kerja sama negara-negara Asia Tenggara dalam
kondisi terancam.
Pemikiran mengenai regionalisme Asia Timur boleh jadi bukanlah ide
buruk bagi kemajuan wilayah Asia Tenggara. Apalagi kenyataan
memperlihatkan bahwa negara-negara di kawasan ini belum memiliki
kekuatan yang memadai bila berdiri sendiri. Menyadari bahwa ternyata peran
ASEAN sebagai kendaran bargaining position masih sangat diragukan oleh
sebagian besar anggotanya, maka tidak heran bila kemudian ide perluasan
kerjasama itu muncul. Juga, adanya pandangan bahwa pembentukan
regionalisme Asia Timur akan lebih berguna dan sangat membantu bagi region
Asia Tenggara. Dengan kata lain, kerjasama ASEAN+3 yang nantinya dapat
mengarah pada pembentukan regionalisme baru kawasan Asia Timur
merupakan gambaran nyata ASEAN di masa depan.
Ada beberapa alasan yang menyebabkan ide tersebut memiliki dimensi
menguntungkan bagi negara-negara Asia Tenggara. Diawali dari terjangan
krisis ekonomi tahun 1997 yang melanda hampir seluruh wilayah Asia
Tenggara dan Asia Timur. Krisis yang dinilai sebagian besar ahli adalah yang
terparah dalam sejarah ini membuat negara-negara di kedua kawasan jatuh
kelimpungan. Menyadari bahwa krisis wilayah ini tidak akan dapat
diselesaikan sendiri oleh kerjasama ASEAN saja, membawa para pemimpin
ASEAN untuk berpikir memperluas kerjasamanya. ASEAN+3 adalah salah
satu solusinya, selain pembentukan regionalisme Asia Timur. Mereka berpikir
bahwa masalah ini memerlukan kooperasi yang erat dengan negara-negara
yang telah maju ekonominya. Tujuannya tidak lain adalah untuk mengatrol
keterpurukan perekonomian yang sedang melanda Asia Tenggara saat itu. Satu
lagi manfaat yang akan didapat dari regionalisme Asia Timur adalah sebagai
langkah persiapan region untuk mengahadapi globalisasi.
Namun, di samping beberapa keuntungan yang menanti dari bentuk
kerjasama ini, ada pula pertanyaan meragukan timbul. Apakah benar jika
perluasan kerjasama dengan negara-negara maju tersebut akan mendorong
11
anggota ASEAN untuk lebih memiliki bargaining position? Ataukah malah
akan menjadi sejarah berulang dari ide angsa terbang -bahwa Jepang berada
di garda terdepan sebagai pelopor kemajuan dan bertindak sebagai pemimpin
bagi negara-negara yang mengekorinya- oleh Jepang yang malah membuat
anggota ASEAN makin bergantung pada negara maju?
Keraguan ini muncul ketika ternyata kepemimpinan dalam
regionalisme Asia Timur justru menenggelamkan peran pemimpin negara-
negara ASEAN. Bisa dilihat bahwa anggapan Jepang sebagai leader pada
bentuk kerjasama ini pun muncul. Jika hal seperti ini diteruskan, bukan tidak
mungkin tujuan utama regionalisme Asia Timur yang dibayangkan anggota
ASEAN akan melenceng. Dari yang semula diharapkan menjadi kendaraan
bargaining position, menjadi yang dikendarai oleh negara-negara maju seperti
Jepang, Cina, maupun Korea Selatan.
Hal lain yang juga menyertai keraguan pada masa depan ASEAN
dengan perluasannya adalah kendali tujuan dari ASEAN sendiri. Sangat
dimungkinkan ketika negara-negara ASEAN telah dapat dirangkul dalam
kerjasama Asia Timur, ASEAN akan disetir oleh kekuatan di luar ASEAN.
Jika sudah demikian maka pupuslah sudah cita-cita utama negara-negara
ASEAN untuk memiliki kendaraan bagi bargaining position-nya. Istilah yang
muncul kemudian adalah sudah jatuh, tertimpa tangga pula. Bagaimana
tidak, jika telah disetir oleh kekuatan non-ASEAN maka otomatis cita-cita
ASEAN pun punah. Dan kenyataan secara ekonomi bahwa ASEAN hanya
akan menjadi pasar produk ketiga negara besar pun terbuka lebar. Apabila hal
itu yang terjadi, maka masa depan ASEAN tidak lagi ditentukan oleh negara-
negara anggota ASEAN, tetapi ditentukan oleh Cina, Jepang, dan Korea
Selatan. Dalam kalimat lain, masa depan ASEAN berada di tangan negara-
negara di luar anggota ASEAN dan menjadi milik Cina, Jepang, dan Korea
Selatan.
Seiring berkembangnya globalisasi tentu akan memberi kemajuan pula
bagi perkembangan rezim-rezim baru. Yakni Regionalisme. Namun
sebagaimana yang kita ketahui bahwa bidang olahraga mampu mendekatkan
hubungan ini. Regionalisme dikaitkan beyond the state artinya kedaulatan
suatu negara menjadi berkurang dan batas-batas negara tidak lagi menjadi hal
yang penting. Sektor Core terdiri dari negara atau kelompok negara yang focus
12
pada percaturan politik internasional didalam sebuah region, Sektor Periferi
meliputi negara-negara didalam suatu sistem subordinat tertentu yang terpisah
dari sistem core dalam hal derajat sosial, politikm ekonomi dan faktor-faktor
organisasional. Sector Intrusif terdiri dari pihak yang signifikan secara politis
dalam hal power diluar sistem subordinat namun tetap ikut serta dalam
perpolitikan sistem subordinat dan hubungan internasional

D. Penutup
Southeast Asia/Asia Tenggara merupakan region yang luas dan
kompleks. Terdiri dari berbagai Negara dengan sejarah dan kebudayaan yang
berbeda. Kawasan ini memiliki satu bentuk regionalisme yang dinamakan
ASEAN. Jika dilihat dari sudut pandang yang lebih luas, ASEAN merupakan
regionalisme yang berusaha untuk mengintegrasi Negara Negara anggota
yang berada pada cakupan wilayah Asia Tenggara hingga kemudian mengarah
pada pembentukan The United State of Southeast Asia. Pembentukan The
United State of Southeast Asia merupakan wujud dari integrasi supranasional;
kepentingan nasional tidak lagi dikedepankan melainkan kepentingan
kelompok dalam cakupan region Asia Tenggara.
Transformasi ASEAN menjadi sebuah The United State of Southeast
Asia cukup sulit. ASEAN pada tatanan konsep telah mencapai fase keempat,
namun dalam tatanan pelaksanaan masih mencapai fase kedua. Diperlukan
One Identity, Economi Integrity, dan Collective Security untuk mencapai
pembentukan The United State of Southeash Asia di kawasan Asia Tenggara
ini. Selain itu diperlukan pengorbanan sebagian kedaulatan untuk menciptakan
atau membentuk integrasi supranasional kawasan ini. Namun, hal itu tidak
menutup kemungkinan-kemungkinan lain terbentuknya The United State of
Southeash Asia seiring perkembangan dari masing-masing negara anggota
ASEAN.

13
Daftar Referensi

Ahmad, Zakaria Bin. 2012. ASEAN Beyond 14. Malaysia: Springer Science, Business
Media

Nuraeini S. 2010. Regionalisme dalam Hubungan Internasional. Pustaka Pelajar:


Yogyakarta

Direktorat Jenderal Informasi dan Diplomasi Publik. 2014. Tabloid diplomasi No.73
Tahun VII. (Tanggal 15 Februari 4 Maret 2014). Jakarta: Direktorat Diplomasi
Publik Kementrian Luar Negeri RI

Fawcett, Louise, dan Andrew Hurrell. 1995. Regionalism in World Politics: Regional
Organization and International Order. Oxford University Press: New York

14

Você também pode gostar