Você está na página 1de 21

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Penyakit Tuberkulosis


Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang penyakit
parenkim paru (Brunner & Suddarth, 2002). Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksius
yang menyerang paru-paru yang secara khas ditandai oleh pembentukan granuloma dan
menimbulkan nekrosis jaringan. Penyakit ini bersifat menahun dan dapat menular dari
penderita kepada orang lain (Santa, dkk, 2009).
Menurut Depkes (2007) Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan
oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru,
tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.

2.2 Etilogi Penyakit Tuberkulosis


Mycobacterium tuberculosis merupakan penyebab dari TB paru. kuman ini bersifat aerob
sehingga sebagian besar kuman menyerang jaringan yang memiliki konsentrasi tinggi seperti
paru-paru. Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam
pada pewarnaan, oleh karena itu disebut sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Kuman ini cepat
mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup sampai beberapa jam di
tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dorman (tertidur lama)
selama beberapa tahun (Depkes RI, 2002; Aditama, 2002).

2.3 Klasifikasi Tuberkulosis


Menurut Depkes (2007), ada beberapa klasifikasi Tuberkulosis paru, yaitu :
a. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:
1. Tuberkulosis paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru.
tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.
2. Tuberkulosis ekstra paru

6
Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru,misalnya pleura, selaput
otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang, persendian, kulit, usus,
ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.
b. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis
1. Tuberkulosis paru BTA positif, dengan ketentuan :
o Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.
o 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada menunjukkan
gambaran tuberkulosis.
o 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman Tb positif.
o 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada
pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah
pemberian antibiotika non OAT.
2. Tuberkulosis paru BTA negative Kriteria diagnostik Tb paru BTA negatif harus
meliputi:
o Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif.
o Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis.
o Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
o Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.
c. Klasifikasi berdasarkan tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan
sebelumnya. Ada beberapa tipe pasien yaitu:
1. Kasus baru
adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan
OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
2. Kasus kambuh (relaps)
adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan
tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh tetapi kambuh lagi.
3. Kasus setelah putus berobat (default )
adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA
positif.
4. Kasus setelah gagal (failure)

7
adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi
positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
5. Kasus lain
adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas, dalam kelompok ini
termasuk kasus kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif
setelah selesai pengobatan ulangan (Depkes RI, 2006).

2.4 Tanda dan Gejala penyakit Tuberkulosis


2.4.1 Tanda Penyakit
Tanda-tanda yang di temukan pada pemeriksaan fisik tergantung luas dan
kelainan struktural paru. Pada lesi minimal, pemeriksaan fisis dapat normal atau dapat
ditemukan tanda konsolidasi paru utamanya apeks paru. Tanda pemeriksaan fisik paru
tersebut dapat berupa: fokal fremitus meingkat, perkusi redup, bunyi napas
bronkovesikuler atau adanya ronkhi terutama di apeks paru.
Pada lesi luas dapat pula ditemukan tanda-tanda seperti : deviasi trakea ke sisi
paru yang terinfeksi, tanda konsolidasi, suara napas amporik pada cavitas atau tanda
adanya penebalan pleura.

2.4.2 Gejala Penyakit


2.4.2.1 Gejala sistemik/umum
o Penurunan nafsu makan dan berat badan.
o Perasaan tidak enak (malaise), lemah.
o Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari
disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan
bersifat hilang timbul.
2.4.2.2 Gejala khusus
o Bila terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat
penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara "mengi",
suara nafas melemah yang disertai sesak.
o Jika ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan
keluhan sakit dada.

8
2.5 Diagnosa penyakit Tuberkulosis

2.5.1 Pemeriksaan Jasmani


Pada pemeriksaan jasmani kelainan yang akan dijumpai tergantung dari organ
yang terlibat. Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan
struktur paru. Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya tidak (atau sulit
sekali) menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus
superior terutama daerah apex dan segmen posterior, serta daerah apex lobus inferior.
Pada pemeriksaan jasmani dapat ditemukan antara lain suara napas bronkial, amforik,

9
suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma &
mediastinum. Pada pleuritis tuberkulosa, kelainan pemeriksaan fisik tergantung dari
banyaknya cairan di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan pekak, pada auskultasi suara
napas yang melemah sampai tidak terdengar pada sisi yang terdapat cairan. Pada
limfadenitis tuberkulosa, terlihat pembesaran kelenjar getah bening, tersering di daerah
leher (pikirkan kemungkinan metastasis tumor), kadang-kadang di daerah ketiak.
Pembesaran kelenjar tersebut dapat menjadi cold abscess.
2.5.2 Pemeriksaan Bakteriologik
Bahan pemeriksaan
Pemeriksaan bakteriologik untuk menemukan kuman tuberkulosis mempunyai arti
yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan untuk pemeriksaan
bakteriologik ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan
bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage/BAL), urin,
faeces dan jaringan biopsi (termasuk biopsi jarum halus/BJH)
a. Cara pengumpulan dan pengiriman bahan
Cara pengambilan dahak 3 kali, setiap pagi 3 hari berturutturut atau dengan cara:
1. Sewaktu/spot (dahak sewaktu saat kunjungan)
2. Dahak Pagi ( keesokan harinya )
3. Sewaktu/spot ( pada saat mengantarkan dahak pagi)

Bahan pemeriksaan/spesimen yang berbentuk cairan dikumpulkan/ditampung


dalam pot yang bermulut lebar, berpenampang 6 cm atau lebih dengan tutup berulir, tidak
mudah pecah dan tidak bocor. Apabila ada fasiliti, spesimen tersebut dapat dibuat sediaan
apus pada gelas objek (difiksasi) sebelum dikirim ke laboratorium. Bahan pemeriksaan
hasil BJH, dapat dibuat sediaan apus kering di gelas objek atau untuk kepentingan biakan
dan uji resistensi dapat ditambahkan NaCl 0,9% 3-5 ml sebelum dikirim ke laboratorium.
Spesimen dahak yang ada dalam pot (jika pada gelas objek dimasukkan ke dalam kotak
sediaan) yang akan dikirim ke laboratorium, harus dipastikan telah tertulis identitas
penderita yang sesuai dengan formulir permohonan pemeriksaan laboratorium.

10
Bila lokasi fasiliti laboratorium berada jauh dari klinik/tempat pelayanan
penderita, spesimen dahak dapat dikirim dengan kertas saring melalui jasa pos. Cara
pembuatan dan pengiriman dahak dengan kertas saring:

Kertas saring dengan ukuran 10 x 10 cm, dilipat empat agar terlihat bagian
tengahnya
Dahak yang representatif diambil dengan lidi, diletakkan di bagian tengah dari
kertas saring sebanyak + 1 ml
Kertas saring dilipat kembali dan digantung dengan melubangi pada satu ujung
yang tidak mengandung bahan dahak
Dibiarkan tergantung selama 24 jam dalam suhu kamar di tempat yang aman,
misal di dalam dus
Bahan dahak dalam kertas saring yang kering dimasukkan dalam kantong plastik
kecil
Kantong plastik kemudian ditutup rapat (kedap udara) dengan melidahapikan sisi
kantong yang terbuka dengan menggunakan lidi
Di atas kantong plastik dituliskan nama penderita dan tanggal pengambilan dahak
Dimasukkan ke dalam amplop dan dikirim melalui jasa pos ke alamat
laboratorium.

b. Cara pemeriksaan dahak dan bahan lain


Pemeriksaan bakteriologik dari spesimen dahak dan bahan lain (cairan pleura,
liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar
(BAL), urin, faeces dan jaringan biopsi, termasuk BJH) dapat dilakukan dengan cara
Mikroskopik
Biakan

Pemeriksaan mikroskopik:

Mikroskopik biasa : pewarnaan Ziehl-Nielsen pewarnaan Kinyoun Gabbett

Mikroskopik fluoresens: pewarnaan auramin-rhodamin (khususnya untuk screening)

11
Untuk mendapatkan hasil yang lebih baik, dahak dipekatkan lebih dahulu dengan cara
sebagai berikut :

Masukkan dahak sebanyak 2 4 ml ke dalam tabung sentrifuge dan tambahkan


sama banyaknya larutan NaOH 4%
Kocoklah tabung tersebut selam 5 10 menit atau sampai dahak mencair
sempurna
Pusinglah tabung tersebut selama 15 30 menit pada 3000 rpm
Buanglah cairan atasnya dan tambahkan 1 tetes indicator fenol-merahpada
sediment yang ada dalam tabung tersebut, warnanya menjadi merah
Netralkan reaksi sedimen itu dengan berhati-hati meneteskan larutan HCl 2n ke
dalam tabung sampai tercapainya warna merah jambu ke kuning-kuningan
Sedimen ini selanjutnya dipakai untuk membuat sediaan pulasan (boleh juga
dipakai untuk biakan M.tuberculosis )

lnterpretasi hasil pemeriksaan mikroskopik dari 3 kali pemeriksaan ialah bila :

2 kali positif, 1 kali negatif Mikroskopik positif 1 kali positif,

2 kali negatif ulang BTA 3 kali , kemudian bila 1 kali positif,

2 kali negatif Mikroskopik positif bila 3 kali negatf Mikroskopik negatif

Interpretasi pemeriksaan mikroskopik dibaca dengan skala bronkhorst atau IUATLD

Catatan : Bila terdapat fasiliti radiologik dan gambaran radiologik menunjukkan


tuberkulosis aktif, maka hasil pemeriksaan dahak 1 kali positif, 2 kali negatif tidak
perlu diulang.

Pemeriksaan biakan kuman:

Pemeriksaan biakan M.tuberculosis dengan metode konvensional ialah dengan cara :

Egg base media (Lowenstein-Jensen, Ogawa, Kudoh)


Agar base media : Middle brook

12
Melakukan biakan dimaksudkan untuk mendapatkan diagnosis pasti, dan dapat
mendeteksi Mycobacterium tuberculosis dan juga Mycobacterium other than tuberculosis
(MOTT). Untuk mendeteksi MOTT dapat digunakan beberapa cara, baik dengan melihat
cepatnya pertumbuhan, menggunakan uji nikotinamid, uji niasin maupun pencampuran
dengan cyanogen bromide serta melihat pigmen yang timbul

2.5.3 Pemeriksaan Radiologik


Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA dengan atau tanpa foto lateral. Pemeriksaan
lain atas indikasi : foto apiko-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada pemeriksaan foto toraks,
tuberkulosis dapat memberi gambaran bermacam-macam bentuk (multiform). Gambaran
radiologik yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :
Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan
segmen superior lobus bawah
Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau nodular
Bayangan bercak milier
Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)

Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif

Fibrotik pada segmen apikal dan atau posterior lobus atas


Kalsifikasi atau fibrotic
Kompleks ranke
Fibrotoraks/Fibrosis parenkim paru dan atau penebalan pleura

Luluh Paru (Destroyed Lung ) :

Gambaran radiologik yang menunjukkan kerusakan jaringan paru yang berat,


biasanya secara klinis disebut luluh paru . Gambaran radiologik luluh paru terdiri dari
atelektasis, multikaviti dan fibrosis parenkim paru. Sulit untuk menilai aktiviti lesi
atau penyakit hanya berdasarkan gambaran radiologik tersebut.
Perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologik untuk memastikan aktiviti proses penyakit

Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan dapat dinyatakan
sbb (terutama pada kasus BTA dahak negatif) :

13
Lesi minimal , bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru dengan luas
tidak lebih dari volume paru yang terletak di atas chondrostemal junction dari iga
kedua depan dan prosesus spinosus dari vertebra torakalis 4 atau korpus vertebra
torakalis 5 (sela iga 2) dan tidak dijumpai kaviti
Lesi minimal , bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru dengan luas
tidak lebih dari volume paru yang terletak di atas chondrostemal junction dari iga
kedua depan dan prosesus spinosus dari vertebra torakalis 4 atau korpus vertebra
torakalis 5 (sela iga 2) dan tidak dijumpai kaviti

2.5.4 Pemeriksaan Penunjang


Salah satu masalah dalam mendiagnosis pasti tuberkulosis adalah lamanya waktu
yang dibutuhkan untuk pembiakan kuman tuberkulosis secara konvensional. Dalam
perkembangan kini ada beberapa teknik baru yang dapat mengidentifikasi kuman
tuberkulosis secara lebih cepat.
1. Polymerase chain reaction (PCR):
Pemeriksaan PCR adalah teknologi canggih yang dapat mendeteksi DNA,
termasuk DNA M.tuberculosis. Salah satu masalah dalam pelaksanaan teknik ini
adalah kemungkinan kontaminasi. Cara pemeriksaan ini telah cukup banyak
dipakai, kendati masih memerlukan ketelitian dalam pelaksanaannya. Hasil
pemeriksaan PCR dapat membantu untuk menegakkan diagnosis sepanjang
pemeriksaan tersebut dikerjakan dengan cara yang benar dan sesuai standar.
Apabila hasil pemeriksaan PCR positif sedangkan data lain tidak ada yang
menunjang kearah diagnosis TB, maka hasil tersebut tidak dapat dipakai sebagai
pegangan untuk diagnosis TB.
Pada pemeriksaan deteksi M.tb tersebut diatas, bahan / spesimen
pemeriksaan dapat berasal dari paru maupun luar paru sesuai dengan organ yang
terlibat.
2. Pemeriksaan serologi, dengan berbagai metoda a.1:
a. Enzym linked immunosorbent assay (ELISA)
Teknik ini merupakan salah satu uji serologi yang dapat mendeteksi
respon humoral berupa proses antigen-antibodi yang terjadi. Beberapa masalah

14
dalam teknik ini antara lain adalah kemungkinan antibodi menetap dalam
waktu yang cukup lama.
b. Mycodot
Uji ini mendeteksi antibodi antimikobakterial di dalam tubuh manusia. Uji
ini menggunakan antigen lipoarabinomannan (LAM) yang direkatkan pada
suatu alat yang berbentuk sisir plastik. Sisir plastik ini kemudian dicelupkan
ke dalam serum penderita, dan bila di dalam serum tersebut terdapat antibodi
spesifik anti LAM dalam jumlah yang memadai yang sesuai dengan aktiviti
penyakit, maka akan timbul perubahan warna pada sisir yang dapat dideteksi
dengan mudah
c. Uji peroksidase anti peroksidase (PAP)
Uji ini merupakan salah satu jenis uji yang mendeteksi reaksi serologi
yang terjadi.
d. ICT
Uji Immunochromatographic tuberculosis (ICT tuberculosis) adalah uji
serologik untuk mendeteksi antibodi M.tuberculosis dalam serum. Uji ICT
tuberculosis merupakan uji diagnostik TB yang menggunakan 5 antigen
spesifik yang berasal dari membran sitoplasma M.tuberculosis, diantaranya
antigen M.tb 38 kDa. Ke 5 antigen tersebut diendapkan dalam bentuk 4 garis
melintang pada membran immunokromatografik (2 antigen diantaranya
digabung dalam 1 garis) dismaping garis kontrol. Serum yang akan diperiksa
sebanyak 30 l diteteskan ke bantalan warna biru, kemudian serum akan
berdifusi melewati garis antigen. Apabila serum mengandung antibodi IgG
terhadap M.tuberculosis, maka antibodi akan berikatan dengan antigen dan
membentuk garis warna merah muda. Uji dinyatakan positif bila setelah 15
menit terbentuk garis kontrol dan minimal satu dari empat garis antigen pada
membran.

Dalam menginterpretasi hasil pemeriksaan serologi yang diperoleh, para


klinisi harus hati hati karena banyak variabel yang mempengaruhi kadar
antibodi yang terdeteksi. Saat ini pemeriksaan serologi belum bisa dipakai
sebagai pegangan untuk diagnosis.

15
e. Pemeriksaan BACTEC
Dasar teknik pemeriksaan biakan dengan BACTEC ini adalah metode
radiometrik. M tuberculosis memetabolisme asam lemak yang kemudian
menghasilkan CO2 yang akan dideteksi growth indexnya oleh mesin ini.
Sistem ini dapat menjadi salah satu alternatif pemeriksaan biakan secara cepat
untuk membantu menegakkan diagnosis.
f. Pemeriksaan Cairan Pleura
Pemeriksaan analisis cairan pleura & uji Rivalta cairan pleura perlu
dilakukan pada penderita efusi pleura untuk membantu menegakkan
diagnosis. Interpretasi hasil analisis yang mendukung diagnosis tuberkulosis
adalah uji Rivalta positif dan kesan cairan eksudat, serta pada analisis cairan
pleura terdapat sel limfosit dominan dan glukosa rendah.
g. Pemeriksaan histopatologi jaringan
Bahan histopatologi jaringan dapat diperoleh melalui biopsi paru dengan
trans bronchial lung biopsy (TBLB), trans thoracal biopsy (TTB), biopsi paru
terbuka, biopsi pleura, biopsi kelenjar getah bening dan biopsi organ lain
diluar paru. Dapat pula dilakukan biopsi aspirasi dengan jarum halus (BJH
=biopsi jarum halus). Pemeriksaan biopsi dilakukan untuk membantu
menegakkan diagnosis, terutama pada tuberkulosis ekstra paru Diagnosis pasti
infeksi TB didapatkan bila pemeriksaan histopatologi pada jaringan paru atau
jaringan diluar paru memberikan hasil berupa granuloma dengan perkejuan.
h. Pemeriksaan darah

Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator yang


spesifik untuk tuberkulosis. Laju endap darah ( LED) jam pertama dan kedua
sangat dibutuhkan. Data ini sangat penting sebagai indikator tingkat
kestabilan keadaan nilai keseimbangan biologik penderita, sehingga dapat
digunakan untuk salah satu respon terhadap pengobatan penderita serta
kemungkinan sebagai predeteksi tingkat penyembuhan penderita. Demikian
pula kadar limfosit bisa menggambarkan biologik/ daya tahan tubuh
penderida , yaitu dalam keadaan supresi / tidak. LED sering meningkat pada

16
proses aktif, tetapi laju endap darah yang normal tidak menyingkirkan
tuberkulosis. Limfositpun kurang spesifik.

i. Uji tuberculin
Pemeriksaan ini sangat berarti dalam usaha mendeteksi infeksi TB di
daerah dengan prevalensi tuberkulosis rendah. Di Indonesia dengan prevalensi
tuberkulosis yang tinggi, pemeriksaan uji tuberkulin sebagai alat bantu
diagnostik kurang berarti, apalagi pada orang dewasa. Uji ini akan
mempunyai makna bila didapatkan konversi dari uji yang dilakukan satu
bulan sebelumnya atau apabila kepositifan dari uji yang didapat besar sekali
atau bula. Pada pleuritis tuberkulosa uji tuberkulin kadang negatif, terutama
pada malnutrisi dan infeksi HIV. Jika awalnya negatif mungkin dapat menjadi
positif jika diulang 1 bulan kemudian. Sebenarnya secara tidak langsung
reaksi yang ditimbulkan hanya menunjukkan gambaran reaksi tubuh yang
analog dengan ; a) reaksi peradangan dari lesi yang berada pada target organ
yang terkena infeksi atau b) status respon imun individu yang tersedia bila
menghadapi agent dari basil tahan asam yang bersangkutan (M.tuberculosis).

2.6 Tujuan Terapi Penyakit Tuberkulosis


o Menyembuhkan pasien
o Mencegah kematian pasien
o Mencegah kekambuhan
o Mencegah penularan
o Mencegah resistensi pada OAT

2.7 Terapi Farmakologi Penyakit Tuberkulosis


Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan Tuberkulosis di
Indonesia:
o Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.
o Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.
o Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE)
o Kategori Anak: 2HRZ/4HR

17
Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket berupa obat
kombinasi dosis tetap (OAT-KDT), sedangkan kategori anak sementara ini disediakan dalam
bentuk OAT kombipak. Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam
satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan penderita. Paduan ini dikemas dalam
satu paket untuk satu penderita. Paket kombipak adalah paket obat lepas yang terdiri dari
Isoniasid, Rifampisin, Pirazinamid dan Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister.

Paduan OAT ini disediakan program untuk digunakan dalam pengobatan penderita yang
mengalami efek samping OAT KDT. Paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) disediakan
dalam bentuk paket, dengan tujuan untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin
kelangsungan (kontinuitas) pengobatan sampai selesai. Satu paket untuk satu penderita dalam
satu masa pengobatan.

18
Paduan OAT Sisipan (HRZE), Bila pada akhir tahap intensif pengobatan penderita baru BTA
positif dengan kategori 1 atau penderita BTA positif pengobatan ulang dengan kategori 2,
hasil pemeriksaan dahak masih BTA positif, diberikan obat sisipan (HRZE) setiap hari
selama 1 bulan (Depkes, 2007).
2.8 Terapi Non Farmakologi Penyakit Tuberkulosis
o Sering berjemur dibawah sinar matahari pagi (pukul 6-8 pagi).
o Memperbanyak istirahat (bedrest).
o Diet sehat, dianjurkan mengkonsumsi banyak lemak dan vitamin A untuk membentuk
jaringan lemak baru dan meningkatkan sistem imun.
o Menjaga sanitasi/kebersihan lingkungan sekitar tempat tinggal.

19
o Menjaga sirkulasi udara di dalam rumah agar selalu berganti dengan udara yang baru.
o Berolahraga, seperti jalan santai di pagi hari.

2.9 Perbedaan TB-MDR dan X-DR


Infeksi primer dan primer kompleks dinamakan TB primer, yang dalam perjalanan lebih
lanjut sebagian besar akan mengalami penyembuhan dengan pengobatan. Namun tidak
semua penyakit TB sembuh dengan pengobatan. Hal ini disebabkan pengobatan dari TB paru
yang belum terlaksana dengan baik sehingga dapat pula menyebabkan terjadinya resistensi
terhadap Obat Anti Tuberkulosis (OAT).
Di antara resistensi obat TB, multidrug-resistant (MDR)-TB merupakan penyakit dengan
resistensi M. tuberculosis untuk isoniazid (INH) dan rifampisin (RIF), dua obat lini pertama
anti-TB. Extensively drug-resistant (XDR)-TB merupakan sub kelompok MDR-TB dengan
basil tambahan yang resisten terhadap segala jenis fluroquinolone dan setidaknya salah satu
dari tiga suntikan, kanamisin (KM), amikasin (PM) dan kapreomisin (CM).
Menurut WHO dalam Multidrugs and Extensively Drug Resistant Tuberculosis 2010
Global Report on Surveillance and Response :
o Multidrug-resitant TB (MDR-TB) didefinisikan sebagai tuberculosis yang disebabkan
kuman strain Mycobacterium tuberculosis yang resisten paling sedikit terhadap
isoniazid dan rifampisin.
o Extensively drug-resistant TB (XDR-TB) didefinisikan sebagai MDR-TB ditambah
resistensi terhadap golongan floroquinolone dan paling sedikit satu obat injeksi lini
kedua (amikasin, kanamisin dan kapreomisin).

2.9.1 Penyebab Resistensi Obat TB


XDR-TB adalah suatu kondisi dimana organisme TB yang menginfeksi seorang pasien
mengalami resistensi terhadap obat lini kedua. XDR-TB merupakan tipe yang jarang dari
MDR-TB (Multidrug resistant TB). Kondisi ini diakibatkan adanya resitensi terhadap obat
isoniazid, rifampisisn, dan berbagai macam fluoroquinolone yang merupakan obat lini
pertama, ditambah setidaknya satu dari obat injeksi lini kedua (seperti: amikacin, kanamycin,
capreomycin). Penyebab resistensi obat TB atau drug-resistant TB (DR-TB) secara umum
dapat dibagi menjadi 3 faktor, yaitu faktor kuman, program dan manusia itu sendiri. Pada

20
perspektif kuman, DR-TB terjadi oleh karena adanya mutasi genetik yang menimbulkan obat
tidak efektif melawan kuman yang mengalami mutasi. Dari Perspektif program, DR-TB
terjadi karena terapi yang tidak adekuat.6
Pada awalnya, resistensi obat TB dapat terjadi oleh karena kesalahan manusia yaitu
meliputi kesalahan dalam penatalaksanaan kasus, manajemen logistik, dan peresepan obat.
Beberapa kesalahan manusia yang sering terjadi terjadi antara lain ialah: 6
o Pemakaian obat tunggal dalam pengobatan TB
o Pemberian obat yang tidak adekuat (tidak teratur, dosis kurang, waktu yang tidak
tepat).
o Penggunaan obat kombinasi yang pencampurannya dilakukan tidak dengan baik
sehingga mengganggu bioavaibilitas obat.
o Penyediaan obat yang tidak teratur.
o Pengetahuan penderita yang minimal tentang penyakit TB akibat tidak ada/kurangnya
KIE dari provider terhadap penderita tersebut.4

2.9.2 PENATALAKSANAAN
a. PENATALAKSANAAN TB MDR
o STRATEGI DOTS PLUS
Pada penatalaksanaan TB-MDR yang diterapkan adalah strategi DOTSplus. S
diartikan strategi bukan short-course therapy, Plus yang dimaksud adalah
menggunakan OAT lini kedua dan kontrol infeksi. Pengobatan jangka pendek
untuk TB-MDR tidak tepat . Merupakan suatu kenyataan bahwa pengobatan TB
apapun, tulang punggungnya adalah penerapan strategi DOTS. Strategi DOTS
diperlukan untuk mencegah resistensi dan pengobatan TB.

Kelompok OAT yang digunakan dalam pengobatan TB-MDR


Harus digunakan secara hirarki; pilih dahulu kelompok satu, kemudian secara
berurutan pilihan terakhir kelompok 5, perlu diketahui kelompok 4 tidak tersedia
di Indonesia.
o Kelompok 1 : OAT lini 1. Isoniazid (H), Rifampisin (R), Etambutol (E),
Pirazinamid (Z), Rifabutin (Rfb).

21
o Kelompok 2 : Obat suntik. Kanamisin (Km), Amikasin (Am), Kapreomisin
(Cm), Streptomisin (S).
o Kelompok 3 : Fluorokuinolon. Moksifloksasin (Mfx), Levofloksasin (Lfx),
Ofloksasin (Ofx).
o Kelompok 4 : Bakteriostatik OAT lini kedua : Etionamid (Eto), Protionamid
(Pto), Sikloserin (Cs), Terzidone (Trd), PAS.
o Kelompok 5: Obat yang belum diketahui efektivitasnya : Klofazimin (Cfz),
Linezolid (Lzd), Amoksiclav (Amx/clv), Tiosetazone (Thz),
Imipenem/cilastin (Ipm/cln), H dosis tinggi, Klaritromisin (Clr).

Lama fase intensif


Pemberian obat suntik atau fase intensif yang direkomendasikan adalah
berdasarkan konversi kultur. Obat suntik diteruskan sekurang-kurangnya 6
bulan dan minimal 4 bulan setelah hasil sputum atau kultur pertama yang
menjadi negatif. Pendekatan individual termasuk hasil kultur, sputum, foto
toraks dan keadaan klinis pasien juga dapat membantu memutuskan
penghentian pemakaian obat suntik.

Lama pengobatan
Lamanya pengobatan berdasarkan konversi kultur. Panduan yang
direkomendasikan adalah meneruskan pengobatan minimal 18 bulan setelah
konversi kultur. Sampai saat ini belum ada data yang mendukung
pengurangan lama pengobatan. Pengobatan lebih dari 24 bulan dapat
dilakukan pada kasus kronik dengan kerusakan paru luas.

Pengobatan tambahan
Pendukung nutrisi. Pasien TBDR sering mengalami malnutrisi, selain
itu OAT lini kedua dapat menyebabkan penurunan nafsu makan. Vitamin B6,
vitamin A dan mineral sebaiknya ditambahkan dalam diet sehari-hari.

22
b. PENATALAKSANAAN XDR TB
Resistensi terhadap OAT merupakan masalah besar dalam penanggulangan TB
saat ini. Pemberian OAT yang benar dan terawasi secara baik merupakan salah satu
kunci keberhasilan mencegah dan mengatasi masalah ini. Konsep Directly Observed
Treatment Short Course (DOTS) yang kemudian dikembangkan menjadi DOTS-plus
merupakan salah satu upaya penting dalam menjamin keteraturan berobat dan
menanggulangi masalah resistensi M.tuberculosis terhadap OAT. Saat ini belum
terdapat rekomendasi rejimen OAT yang direkomendasikan untuk kasus XDR-TB.6

2.10 Efek Samping OAT

Sumber : DEPKES Pedoman Nasional Penanggulangan TBC-2011

23
2.11 Penyelesaian Kasus A
2.11.1 Kasus
Tn. Umar, 50 tahun, didiagnosa mengeluh sejak 3 minggu terakhir menderita
batuk. Dia sudah meminum amoksisilin tetapi tidak ada perbaikan bahkan sekarang
dahaknya bercampur darah segar. Berdasarkan hasil anamensis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang (BTA SPS +++, Po thorax ada perkabutan pada apex paru
kanan), diadidignosa menderita TBC paru. Tn. Umar juga menderita hepatitis kronik
aktif, dan saat ini dia menghentikan pengobatannya. Jelaskan Regimen pengobatan paling
rasional bagi Tn. Umar.

2.11.2 Jawaban
Regimen terapi yang tepat untuk Tn. Umar yang menderita penyakit TBC aktif
disertai dengan penyakit hepatitis kronik aktif yaitu dengan regimen yang tidak
mmperparah penyakit hepatitis yang diderita pasien tersebut. Tn. Umar juga merupakan
penderita TB dengan kasu baru dengan kategori I berdasarkan pemeriksaan yang telah
dilakukan yang menunjukkan BTA positif atau pada foto torak;lesi luas. Regimen terapi
yang dianjurkan untuk kasus TB kategori I yaitu 2RHZE/4RH atau 2RHZE/4R3H3 atau
2RHZE/6HE. Namun regimen terapi TB paru dengan kelainan hati tidak boleh diberikan
pirazinamid. Terapi fase intensif (penderita mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi
secara langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan obat) dan fase lanjutan untuk
kasus ini yaitu dengan menggunakan SHRE/6RH atau 2SHE/10HE. Pada tahap lanjutan
penderita mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama.
Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister (dormant) sehingga mencegah
terjadinya kekambuhan.
Kode huruf yang digunakan pada regimen terapi tersebut adalah akronim dari
nama obat yang dipakai, yakni :
H = Isoniazid R = Rifampisin Z = Pirazinamid E = Etambutol S = Streptomisin

Sedangkan angka yang ada dalam kode menunjukkan waktu atau frekuensi.
Angka 2 didepan seperti pada 6RH, artinya digunakan selama 6 bulan, tiap hari satu
kombinasi tersebut, sedangkan untuk angka dibelakang huruf, seperti contohnya pada
4H3R3 artinya dipakai 3 kali seminggu ( selama 4 bulan). Tetapi untuk pengobatan

24
pada kasus inipenggunaan obat dilakukan setiap hari. Dosis izoniazid (H) yaitu 300 mg,
ripamfisin (R) 450 mg, etambutol (E) 250 mg serta streptomisin (S) 1,5 gr.

25
BAB III

PENUTUP

a. Kesimpulan
Dengan demikian, bahwa penyakit tuberculosis (TBC) itu disebabkan karena adanya
bakteri Mikobakterium tuberkulosa. Penyakit Tuberkulosis ini dapat sembuh apabila
segera ditangani dengan cepat dan disiplin saat terapi.

b. Saran
Untuk mencegah penyakit tuberculosis, dapat dilakukan dengan meningkatkan daya
tahan tubuh dengan makanan bergizi, menjaga kebersihan diri dan lingkungan. TBC
adalah penyakit yang dapat disembuhkan, untuk mencapai hal tersebut penderita dituntut
untuk minum obat secara benar sesuai yang dianjurkan oleh dokter serta teratur untuk
memeriksakan diri ke klinik/puskesmas.

26

Você também pode gostar