Você está na página 1de 19

MAKALAH

PENGASAMAN DAN PENGAPURAN PADA TANAH


Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan tugas
mata kuliah Kesuburan Tanah

Semester 2
Dosen Pembimbing : Ir. H. Azwar Saihani, M.P

Oleh:
Nama : JOKO EKO SAPUTRO
NPM : ( 2016.02.0130 )

SEKOLAH TINGGI ILMU PERTANIAN AMUNTAI


JURUSAN AGRIBISNIS KELAS B
YAYASAN BAKTI MUSLIMIN AMUNTAI
2017

4
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini di
buat untuk membantu memahami materi Mata Kuliah Kesuburan khususnya
tentang Pengasaman dan Pengapuran Pada Tanah.

Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena
itu kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat di perlukan demi
kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata, saya sebagai penulis mohon maaf apabila dalam makalah ini
masih banyak kesalahan. Semoga makalah ini bermanfaat bagi saya sendiri dan
bagi pembaca, serta menjadi pintu gerbang ilmu pengetahuan khususnya Mata
Kulih Kesuburan Tanah.

Tanjung, 08 Juni 2017


Penulis,

JOKO EKO SAPUTRO

4
Daftar Isi

Kata Pengantar...............................................................................................................i
Daftar Isi........................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 1
1.2 Tujuan Penulisan ................................................................................... 3

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Kapur ..................................................................................... 4
2.2 Pengertian Keasaman Tanah .................................................................... 4
2.3 Jenis-jenis Kapur ...................................................................................... 5
2.4 Yang Menunjukan Reaksi Sifat Keasaman Tanah ................................... 5
2.5 Percobaan Meneliti Pada Umbi Tentang Pengasaman dan Pengapuran .. 7

BAB IVPENUTUP
3.1 Kesimpulan .............................................................................................. 13
3.2 Kesimpulan .............................................................................................. 13
Daftar Pustaka

4
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kata asam dan basa untuk tanah sangat erat kaitannya dengan reaksi
tanah, yang dilambangkan dengan satuan pH (potential of hydrogen), yaitu derajat
keasaman tanah. Reaksi ini perlu dijelaskan karena kesuksesan budidaya tanaman
sangat dipengaruhi oleh derajat keasaman tanah itu sendiri.
Tanah bisa diibaratkan sebagai makanan, kelezatannya sangat tergantung
pada garam, walaupun makanan itu bergizi tinggi bila kekurangan atau kelebihan
garam tentunya membuat selera makan menurun, karena rasanya kurang lezat.
Demikian juga dengan tanah, walaupun mungkin telah diberikan pupuk yang
cukup tapi kalau tanahnya terlalu asam atau terlalu basa maka pupukpun tidak
terserap dengan baik oleh tanaman, namun karena tanah di Indonesia kebanyakan
mendekati netral maka hal ini kurang diperhatikan.
Sebelum melakukan pengapuran sebaiknya kita lakukan terlebih dahulu
pengukuran terhadap keasaman tanah yang kita budidayakan, pengukuran ini bisa
dilakukan dengan kertas lakmus, soil tester, ataupun pH tester, namun alat yang
terahir ini adalah alat yang paling sering digunakan, karena alat ini termasuk alat
yang sederhana dan cukup murah harganya, hanya beberapa puluh ribu saja.
Lahan di Indonesia mempunyai spesifikasi yang beraneka ragam. Secara prinsip
tanaman ubi kayu sangat mudah hidup dan beradaptasi. Akan tetapi kondisi lahan
juga sangat mempengaruhi tingkat pertumbuhan tanaman sengon itu sendiri,
khususnya pada lahan dengan pH masam atau sangat rendah. Agar pertumbuhan
tanaman ubi kayu atau albasia bisa tumbuh dengan optimal maka pH tanah harus
dinetralkan terlebih dahulu.
Perbaikan pH tanah bisa diakatakan menyelesaikan 50% masalah
kesuburan tanah. Salah satu cara meningkatkan pH tanah dengan pengapuran
menggunakan kapur pertanian (kaptan) atau dolomit.
Selain alih fungsi, lahan sawah yang selama ini sudah terlanjur dianggap sebagai
tulang punggung pertanian dan penghasil pangan nasional, nampaknya sudah

4
mulai sakit-sakitan karena jenuh oleh masukan pupuk buatan/kimia yang berlebih
dalam rangka memacu pemenuhan produksi beras.
Penggunaan pupuk buatan/kimia yang ber konsentrasi tinggi dan tidak
proporsional pada lahan kering berdampak pada penimpangan status hara dalam
tanah. Dampak lain adalah menyusutnya kandungan bahan organik tanah karena
berkurangnya penggunaan pupuk organik.
Reaksi tanah yang masam menjadi masalah di Indonesia. Kemasaman
tanah dibagi atas keasaman aktif dan keasaman potensial. Kemasaman aktif
disebabkan oleh ion H larutan tanah, sedangkan kemasaman potensial olehion Al
dan H pada kompleks jerapan. Nilai kemasaman aktif dapat ditetapkan dengan
larutan H2O dan kemasaman potensial dengan larutan 1N KCl.
Berdasarkan berbagai masalah tanah masam yang telah dikemukakan dalam bab
sebelumnya, maka prinsip utama pengelolaan tanah masam adalah menaikkan pH
tanah dan mengurangi kejenuhan Al yang meracun, serta meningkatkan
ketersediaan hara tanaman, terutama unsur hara P sehingga sesuai dengan
pertumbuhan tanaman yang optimal.
Dari berbagai hasil peneletian tentang pemanfaatan tanah masam di dunia,
termasuk indonesia, dapat dinyatakan bahwa tekhnologi yang paling tepat untuk
mengendalikan masalah tanah masam adalah teknologi pengapuran.
Pengapuran di nyatakan sebagai teknologi yang paling tapat dalam pemanfaatan
tanah masam di dasarkan atas beberapa pertimbangan. pertama, rekasi kapur
sangat cepat dalam menaikkan pH tanah dan menurunkan kelarutan Al yang
meracun. Kedua, respons tanaman sangat tinggi terhadap pemberian kapur pada
tanah masam. Ketiga, efek sisa kapur atau manfaat kapur dapat dinikmati selama
3 sampai 4 tahun berikutnya. Keempat, bahan kapur cukup tersedia dan relatif
murah, termasuk di indonesia.
Kemasaman tanah disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: bahan
induk tanah yang bereaksi masam, tingkat pelapukan, curah hujan, dan intensitas
pengunaan lahan. Makin tinggi tingkat pelapukan, makin tinggi curah hujan dan
makin intensif penggunaan lahan pertanian, maka makin besar kemungkinan
berkembangnya tanah-tanah masam.
Tercucinya kation-kation basa dari kompleks jerapan menyebabkan

4
kation-kation H+ dan Al3+ menjadi dominan, sehingga tanah menjadi masam.
Dahulu orang beranggapan bahwa keamsaman tanah semata-mata disebabkan
oleh ion H+, kemudian terbukti selain ion H+ tersebut, kemasaman tanah
disebabkan oleh oleh aktivitas ion Al3+. Pemberian kapur yang dilokalisir di
daerah perakaran tanaman yang difungsikan sebagai pupuk Ca, dosis kapur yang
diperlukan akan jauh lebih rendah daro pada yang ditunjukkan untuk merubah ph
tanah seluruh lahan.

1.2 Tujuan
Tujuan dibuatnya makalah ini adalah sebagai panduan untuk :
Mengetahui Pengasaman Tanah
Mengetahui jenis jenis kapur
Mengetahui pengertia kapur
Mengetahui hubungan kapur dan keasaman tanah
Tujuan makalah ini adalah untuk mengetahui pengaruh pH masam dan
pengapuran pada tanaman ubi kayu yang ditanam di lahan kering, dan
efektifitas pengapuran terhadap serapan hara.

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Kapur


Di zaman dahulu, batu kapur digunakan sbg bahan bangunan. Bahkan
piramid Giza terbuat seluruhnya dr batu kapur. Sekarang ini, CaCO3-lah yg
diambil dr batu kapur utk berbagai keperluan industri dan konsumen. Produk
CaCO3 secara garis besar dpt dibagi menjadi dua bagian yaitu Ground CaCO3
(GCC) dan Precipitated CaCO3 (PCC).
Batu kapur adalah batuan sediment yg sebagian besarnya merupakan
CaCO3 dlm berbagai bentuk kristalnya spt calcite dan aragonite. Calcite adalah
mineral karbonat dgn bentuk kristal yg paling stabil dr CaCO3. Sementara
aragonite adalah bentuk kristal lainnya dr CaCO3 dan memiliki kecenderungan utk
berubah ke calcite dlm hitungan jutaan tahun.
Kapur pertanian adalah kapur yang berasal dari batuan kapur, yang banyak
dijumpai di Indonesia . Batuan kapur ini banyak mengandung kalsium dan
magnesium yang sifatnya mampu menetralkan aluminium.

2.2 Pengertian Keasaman Tanah


Keasaman tanah dientukan dengan kepekatan ion hidrogen yan berada
dalam tanah tersebut. Bila kepekatan ion hidrogen dalam tanah tinggi, maka tanah

4
tersebut disebut asam, bila kepekatan ion hidrogen terlalu rendah maka tanah
tersebut dalam kondisi basa. Dalam kondisi ini ion OH- lebih tinggi daripada H+.
Sebenarnya kau di bahas lebih dalam rasanya tak cukup tempat untuk
menjelaskannya, namun secara sederhana angka pH berkisar antara 1 sampai
14.untuk angka 1 tanah pada, tanah pada kepekatan ini sangat asam, sementara
untuk angka 14 menandakan kalau tanah dalam keadaan sangt basa. Diantara
kisaran1 samapi 14 tersebut ada reaksi yang bersifat netral atau normal, nilai pH
tersebut adalah 7. Oleh karena angka 7 ini disebut netral, maka semakin kurang
dari 7 semakin asam, dan semakin lebih dari 7 dikategorikan semakin basa.
Dalam budi daya tanaman, reaksi tanah yang disukai adalah netral, namun
dalam prakteknya tanah yang ditanami tidak harus netral atau ber-pH 7, Ini
disebabkan setiap jenis tanaman tidak selalu membutuh kan netral, ada yang suka
agak asam, ada juga yang suka agak basa.

2.3 Jenis Jenis Kapur


Dipasaran dapat dijumpai 3 macam jenis kapur.
1. Kapur Tohor yaitu jenis kapur yang pembuatannya melui proses pembakaran.
Kapur ini sering disebut dengan kapur prtanian. Secara ilmiah kapur ini disebut
calsium oksida(CaO)
2. Kapur tembok. Merupakan jenis kapur hasil pembakaran pada kapur tohor,
yang kemudian ditambahkan dengan air yang dalam bahasa kimianya disebut
calsium hidroksida.
3. Kapur karbonat. merupakan kapur yang bukan melaui proses pembakaran
tetapi digiling langsung, kapur karbonat ini ada dua macam, yaitu kalsit dan
dolomit. Untuk kapur kalsit mengandung kalsium oksida 47%, dan kalsium
karbonatnya 85%. Sementara untuk dolomit mengandung kalsium oksida dan
magnesium oksida 47% serta kalsium karbonat dan magnesium
karbonatnya85%.

2.4 Yang Menunjukan Reaksi Sifat Keasaman Tanah


Reaksi tanah menunjukkan sifat kemasaman atau alkalinitas tanah yang
dinyatakan dengan nilai pH. Nilai pH menunjukkan banyaknya konsentrasi ion

4
hidrogen (H+) di dalam tanah. Makin tinggi kadar ion H+ didalam tanah, semakin
masam tanah tersebut. Di dalam tanah selain H+ dan ion-ion lain ditemukan pula
ion OH-, yang jumlahnya berbanding terbalik dengan banyaknya H+. pada tanah-
tanah masam jumlah ion H+ lebih tinggi daripada OH-, sedang pada tanah alkalis
kandungan OH- lebih banyak daripada H+.
Bila kandungan H+ sama dengan OH- , maka tanah bereaksi netral yaitu
mempunyai pH = 7 (Hutasoid, 1997). Nilai pH berkisar dari 0-14 dengan pH 7
disebut netral sedangkan pH kurang dari 7 disebut masam dan pH lebih dari 7
disebut alkalis. Walaupun dcmikian pH tanah umumnya berkisar dari 3,0-9,0. Di
Indonesia unumnya tanahnya bereaksi masam dengan 4,0 5,5 sehingga tanah
dengan pH 6,0 6,5 sering telah dikatakan cukup netral `meskipun sebenarnya
masih agak masam. Di daerah rawa-rawa sering ditemukan tanah-tanah sangat
masam dengan pH kurang dari 3,0 yang disebut tanah sangat masam karena
banyak mengandung asam sulfat. Di daerah yang sangat kering kadang-kadang
pH tanah sangat tinggi (pH lebih dari 9,0) karena banyak mengandung garam Na
(Hutasoid, 1997).
Hasil pengukuran pH H2O tanah menunjukkan terdapat beda nyata antar
perlakuan. Tanah yang tidak diperlakukan dengan budidaya organik menunjukkan
kecenderungan pH lebih rendah. Lebih rendahnya pH pada pertanian non organik
disebabkan pemakaian pupuk pabrik terutama urea yang makin lama akan
memasamkan tanah. Bahan organik mempunyai daya sangga (buffer capacity)
yang besar sehingga apabila tanah cukup mengandung komponen ini, maka pH
tanah relatif stabil (Utami dan Handayani, 2003).
Pengapuran meningkatkan ketersediaan unsur hara fosfor, molidenium,
kalsium dan magnesium untuk diserap oleh tanaman, bersamaan dengan itu
konsentrasi besi, aluminum dan mangan sangat dikurangi. Ketiga, kapur
menstimulasi aktivitas mikroorganisme tanah heterotrofik, sehingga mempunyai
efek biologis yang besar bagi proses biokimia tanah. Proses dekomposisi dan
penyediaan unsur nitrogen meningkat. Stimulasi enzimatis meningkatkan
pembentukan humus yang berperan penting dalam meningkatkan kapasitas tukar
kation tanah. Bakteri simbiotik akan meningkat aktivitasnya berkenaan dengan
adanya kenaikan Ph.

4
Tanah Ultisol (Podsolik merah kuning) sangat potensial sebagai lahan
untuk produksi ubi kayu, baik secara intensifasikasi maupun ekstensifikasi. Di
lahan kering Ultisol dengan pH tanah di bawah 5,5 hara P, K, Ca, Mg, S banyak
terfiksasi atau tidak tersedia bagi tanaman, sedangkan kadar ion Fe dan Al selalu
berharkat sangat tinggi atau berlebihan. Kadar ion Fe dan Al dalam tanah yang
sangat tinggi dapat meracun tanaman dan ion Fe yang terlalu banyak diserap
tanaman dapat menghambat serapan hara-hara yang lain (Brady, 1992). Pada
tanaman ubi kayu, hara P sangat diperlukan dalam pembentukan dalam
pembentukan dan perkembangan akar ( Supardi, 1983).
Bersama hara K penting dalam proses metabolisme, berperan
dalampeningkatan kandungan pati dalam umbi dan penurunan kadar HCN dalam
umbi peningkatan serapan hara PK oleh tanaman sangat diperlukan untuk
memperoleh hasil umbi yang optimal. Pengapuran merupakan salah satu cara
untuk meningkatak ketersediaan hara P dalam tanah . Namun demikian, untuk
mengubah kondisi tanah dari masam mendekati netral diperlukan lebih dari 3 ton
kapur per hektar per musim tanam (Supardi,1983)
Hal tersebut terlalu sulit untuk dilaksanakan, pemberian kapur yang
dilokalisir di daerah pengakaran tanaman yang difungsikan sebagai pupuk Ca ,
dosis kapur yang diperlukan akan jauh lebih rendah daripada yang ditujukkan
untuk merubah pH tanah seluruh lahan.ion Ca yang berasal dari kapur yang
diberikan didaerah pengakaran tanaman dapat mendesak Fe dari senyawa
ferofosfat hingga terbentuk kalsium fosfat (Ca3PO4) yang lebih mudah tersedia
bagi tanaman. Disamping itu, hara Ca juga merupakan salah satu hara tanaman
yang esensial bagi tanaman ubi kayu disamping hara NPKS (Howeler,1981).

2.5 Percobaan Meneliliti Pada Umbi Tentang Pengasaman Dan Pengapuran


Rata-rata hasil umbi percobaan di Metro, MT 2003 mampu mencapai di
atas 35 t/ha dan di Tulangbawang sekitar 30 t/ha, sedang percobaan MT 2004
hasilnya masih dibawah 20 t/ha, baik di Metro maupun di Tulangbawang (Tabel
2). Padahal potensi ubikayu pada umumnya diatas 35 t/ha bahkan ada yang dapat
mencapai 60 t/ha (Nur Basuki dan Guritno, 1990). Hasil penelitian di tanah
Inseptisol masam Pati Jawa Tengah, rata-rata hasil umbi mencapai lebih dari 45

4
t/ha (Ispandi, 2004). Rendahnya hasil umbi percobaan MT 2004 terutama
disebabkan oleh berkurangnya curah hujan selama proses pembentukan umbi.
Percobaan MT 2004 yang ditanam pada bulan Februari 2004, empat - lima
bulan awal pertumbuhan mendapatkan curah hujan yang cukup sehingga mampu
membentuk tinggi tanaman yang tidak jauh berbeda dengan tinggi tanaman
percobaan MT 2003. Selanjutnya pada bulan ke enam sampai ke delapan
mengalami kekeringan yang menyebabkan stagnasi pertumbuhan dan hampir
bagian daun berguguran. Proses pembesaran umbi hanya berlangsung sekitar 2
bulan menjelang panen sehingga tidak mampu menunjang tanaman untuk
memproduksi umbi secara optimal. Panen dilakukan pada umur 10 bulan sehingga
hal inilah yang menyebabkan hasil umbi percobaan MT 2004 sangat rendah bila
dibandingkan dengan percobaan MT 2003. Percobaan yang dilaksanakan pada
MT 2003 selama 6 bulan menjelang panen mendapatkan curah bujan yang cukup
sehingga mampu memproduksi umbi secara optimal.
Pemberian kapur sampai dengan dosis 300 kg/ha dapat meningkatkan hasil
umbi secara nyata. Hal ini terlihat, baik di lokasi Metro maupun Tulangbawang,
pada MT 2003 maupun MT 2004 (Tabel 2). Pemberian kapur 300 kg/ha, di lokasi
Metro, MT 2003, dapat meningkatkan hasil umbi sekitar 20%, di Tulangbawang
peningkatannya sekitar 16% sedangkan pada MT 2004, di lokasi Metro,
peningkatannya sekitar 16%, dan di Tulangbawang sekitar 15%. Bila dosis kapur
ditingkatkan menjadi 600 kg/ha sudah tidak dapat meningkatkan hasil umbi.
Tabel 2.
MT 2003
Klon Ubi Kayu Hasil umbi (t/ha) di metro
Dosis Kapur (kg/ha) Hasil umbi t/ha di Tulangbawang
Dosis kapur (kg/ha)
0 300 600 0 300 600
UJ-5
CMM 95014-13
CMM 95042-3
CMM 96037-275
MLG-10152 31,37

4
34,86
30,71
30,53
36,75 39,84
48,11
38,44
31,13
40,36 38,54
42,89
37,62
35,73
42,44 24,39
25,53
28,39
24,04
30,51 26,73
30,98
33,61
35,02
28,02 24,95
28,48
29,44
31,11
25,30
Rata-rata 32,84b 39,56a 39,44a 26,59 b 30,87a 27,85ab
MT 2004
Klon Ubi Kayu Hasil umbi (t/ha) di metro Dosis Kapur (kg/ha) Hasil umbi t/ha di
Tulang bawang, Dosis kapur (kg/ha) 0 300 600 0 300 600.
UJ-4
CMM 95014-13
CMM 95042-3
CMM 96037-275

4
BIC 137 15,87
16,30
18,30
14,47
11,70 16,63
19,77
19,27
18,90
13,83 16,30
15,73
20,47
18,43
14,50 16,13
14,77
17,87
15,37
12,70 19,53
15,80
17,73
18,37
16,63 16,57
19,76
18,13
18,37
13,17
Rata-rata 15,21b 17,68a 17,08ab 15,36b 17,61a 17,20ab , Klon Ubikayu
Metro 2003 Tulangbawang 2003 Metro 2004 Tulang bawang 2004.
UJ-5 /UJ-4
CMM 95014-13
CMM 95042-3
CMM 96037-275
MLG-10152/ BIC137 36,58 abc

4
40,95 a
35,59 bc
32,46 c
39,85 ab 25,36 ab
28,33 a
30,48 a
30,06 a
18,94 b 16,27
17,27
19,35
17,22
13,34 17,41
16,37
17,91
17,37
14,17
Keterangan: MT 2003: Metro: KK =16,6% BNT 5%: Ca = 4,71 Klon = 4,72 Int.
Klon x Ca = t.n. T.bawang: KK= 14,0% BNT5%: Ca = 3,04 Klon = 7,2 Int.klon x
Ca = t.n.
MT 2004: Metro: KK = 14,5% BNT 5%: Ca = 2,36 Klon = t.n. Int. Klon x Ca =
t.n.
T.bawang: KK= 14,3% BNT5%: Ca = 2,23 Klon = t.n. Int. Klon x Ca = t.n.
Angka-angka yang bernotasi sama berarti tidak berbeda nyata pada taraf BNT
5%.
Dari kelima klon yang digunakan dalam percobaan ini, hanya hasil
percobaan MT 2003 yang menunjukkan perbedaan nyata, sedang percobaan 2004
tidak menunjukkan perbedaan nyata satu sama lain (Tabel 2). Tabel 2
menunjukkan bahwa reaksinya terhadap lingkungan tumbuh satu sama lain tidak
sama. Dari percobaan MT 2003, dengan pengapuran 300 kg/ha, di Metro hasil
umbi tertinggi dicapai oleh klon CMM 95014 -13 yaitu 48,11 t/ha, tetapi di
Tulangbawang klon tersebut hanya mampu menghasilkan 30,98 t/ha dan hasil
umbi tertinggi dicapai oleh klon CMM 96037-275 yaitu 35,02 t/ha. Dari

4
percobban MT 2004, pengapuran 300 kg/ha, di lokasi Metro, hasil umbi tertinggi
dicapai oleh klon CMM 95014-13 yaitu 19,77 t/ha, tetapi di lokasi Tulangbawang
dicapai oleh klon UJ-4 yaitu 19,53t/ha (Tabel 2). Dengan demikian, dari hasil
percobaan MT 2003 dan MT 3004, klon terbaik adalah CMM 95014-13 dan
diikuti klon UJ-4 dan CMM 96037-275.
Panjang umbi masing-masing klon sebenarnya ada perbedaan nyata secara
statistik. Namun demkian, parameter panjang umbi bukan merupakan tolok ukur
tingginya kualitas umbi dan yang menentukan tingginya kualitas umbi adalah
besar umbi. Umbi yang panjangnya lebih dari 40 cm sudah dikatagorikan kurang
baik. Panjang umbi yang dikehendaki petani produsen atau pengguna hanya
sekitar 30 cm dan maksimum tidak lebih dari 40 cm. Oleh karena itu, klon yang
mampu menghasilkan umbi dengan panjang umbi lebih dari 40 cm belum tentu
dianggap lebih baik daripada klon yang hanya mampu menghasilkan umbi dengan
panjang sekitar 30 cm.

4
BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari hasil pembahasan tersebut, dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Pemberian kapur di tanah masam dapat meningkatkan ketersediaan hara dalam
tanah seperti P, K, Mg, S dan meningkatkan ketersediaan hara P dalam tanah.
2. Kadar pati dalam umbi dari tanaman yang tanpa kapur tidak jauh beda yang
diberikan kapur 300 kg/ha maupun yang diberi kapur 600 kg/ha.
3. Pengapuran dengan dosis 300kg/ha mampu meningkatkan jumlah umbi
pertanaman , diameter umbi dan hasil umbi daripada tanpa yang pengapuran.
4. Faktor lingkungan tumbuh lebih menentukan tinggi rendahnya jumlah umbi
per tanaman dari pada sifat genetiknya.
5. Ketersediaan optimal untuk hara K pada pH tanah > 6 meskipun pada pH < 6
sampai 5,5 sudah dapat tersedia tetapi konsentrasinya sangat rendah.

3.1 Saran
Kapur yang diberikan difungsikan sebagai pupuk Ca dan untuk merubah
kondisi lingkungan tumbuh di daerah perakaran, oleh karena itu pemberiannya
dilakukan dengan cara dilokasisir didekat tanaman. Faktor lingkungan tumbuh
lebih menentukan tinggi rendahnya jumlah umbi pertanaman dari pada
genetiknya. Pengapuran harus sesuai ph yang kurang dari 6.

4
DAFTAR PUSTAKA

Brady, C.N. 1992. The nature and properties of soil. Mac Millan Pub. Co,
Newyork.621p.
Howeler, R.H. 1981. Mineral nutrition and fertilization of
cassava.CIAT.Columbia. 50p.
Hutasoit T.G.M. 1997. Tanah Pertanian di Indonesia.Edisi khusus Majalah
Editor.Jakarta.
Supandi G.1983. Sifat dan ciri tanah. Institut Pertanian Bogor. 591h.
Utami dan Handayani.2003. pH dan pengapuran. Gajah Mada University
press,Yogyakarta. 443h.

4
Bab III Penutup
Dengan adanya pemasalah permasalahan yang ada dalam pengolahan
tanah, pengapuran diharapkan dapat meningkatkan kesuburan tanah. pengapuran
juga diharapkan dapat membantu mengoptimalkan produksififitas tanah secara
berkelanjutan guna untuk menghasilkan produk produk unggul yang bernilai
ekonomi tinggi.
Demikian pembahasan makalah kami. Makalah ini hanya sebagai penjelas
dari presentasi kami. Atas kekurangan dari makalah kami, kami ucapkan mohon
maaf dan terimakasih.

Daftar Pustaka
Razak, Abdul.2008.Tanah.digital library. Diakses tanggal 24 oktober 2011

4
Notohadiprawiro, Tejowuyono. 2006. Ilmu Tanah. Universitas Gajah Mada.
Jogjakarta
Hairiah, Kurniatun. Surdjono, Mustofa Aung. Sabamurdin, Sambas. 2003. Kapur
Pertanian. World Agroforestri Center (ICRAF). Bogor
Hairiyah, Kurniatun. Sunaryo. Widianto. 2003. Pengapuran. World Agroforestri
Center (ICRAF). Bogor

Você também pode gostar