Você está na página 1de 13

LAPORAN PENDAHULUAN PERILAKU KEKERASAN

A. Masalah Utama: Perilaku kekerasan.


Kekerasan adalah kekutan fisik yang digunakan untuk meyerang atau
merusak orang lain. Tindakan ini merupakan tindakan yang tidak adil dan sering
mengakibatkan cedera fisik (Ann Isaacs, 2005).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan
yang dapat membahayakan secara fisik, baik pada dirinya sendiri maupun orang
lain disertai dengan amuk dan gaduh gelisah yang tak terkontrol (Budi Ana Keliat,
2011).
Kesimpulan dari pengertian perilaku kekerasan merupakan respons terhadap
stressor yang dihadapi oleh seseorang yang ditunjukkan dengan perilaku melakukan
kekerasan, baik pada diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan, dan bertujuan
untuk melukai orang lain secara fisik maupun psikologis.

B. Penyebab
Perilaku kekerasan bisa disebabkan adanya gangguan konsep diri: harga diri
rendah. Harga diri adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan
menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. Dimana gangguan
harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilang
kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan.

C. Rentang respon marah


Respon Adaktif Respon Maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Kekerasan


Keterangan :
1. Asertif
Kemarahan yang diungkapkan tanpa menyakiti orang lain. Dimana pada tipe
asertif ini klien mampu mengungkapkan kemarahannya tanpa menyalahkan
orang lain.

2. Frustasi
Respon yang terjadi akibat individu gagal mencapai tujuan, keputusan / rasa
aman dan individu tidak menemukan alternatif lain.
3. Pasif
Kegagalan mencapai tujuan karena tidak realitas atau terhambat. Disini klien
merasa tidak bisa mengungkapkan perasaannya, tidak berdaya dan menyerah.
4. Agresif
Memperlihatkan permusuhan, keras, dan menuntut, mendekati orang lain dengan
ancaman, memberi kata kata ancaman tanpa niat melukai orang lain. Klien
mengekspresikan secara fisik, tapi masih terkontrol, mendorong orang lain
dengan ancaman
5. Kekerasan
Dapat disebut juga dengan amuk yaitu perasaan marah dan bermusuhan yang
kuat disertai kehilangan kontrol diri individu dapat merusak diri sendiri, orang
lain dan lingkungan. Contohnya membanting barang-barang menyakiti diri
sendiri (bunuh diri).

D. Manifestasi Klinis
1. Perasaan malu terhadap diri sendiri
2. Rasa bersalah terhadap diri sendiri
3. Merendahkan martabat
4. Gangguan hubungan sosial
5. Percaya diri kurang
6. Mencederai diri

E. Akibat
Klien dengan perilaku kekerasan dapat melakukan tindakan-tindakan berbahaya
bagi dirinya, orang lain maupun lingkungannya, seperti menyerang orang lain,
memecahkan perabot, membakar rumah dll. Sehingga klien dengan perilaku
kekerasan beresiko untuk mencederai diri orang lain dan lingkungan.

F. Psikopatologi/Psikodinamika
1. Etiologi
Menurut Yosep (2007), beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku
kekerasan adalah:
a. Faktor predosposisi
1) Teori Biologik
Teori biologik terdiri dari beberapa pandangan yang berpengaruh
terhadap perilaku:
a) Neurobiologik
Ada tiga area pada otak yang berpengaruh terhadap proses impuls
agresif, yaitu sistem limbik, lobus frontal, dan hipotalamus.
Neurotransmitter juga mempunyai peranan dalam memfasilitasi atau
menghambat proses impuls agresif. Sistem limbik merupakan sistem
informasi, ekspresi, perilaku, dan memori, apabila ada gangguan pada
sistem ini maka akan meningkatkan atau menurunkan potensial perilaku
kekerasan, apabila gangguan pada lobus frontal maka individu tidak
mampu membuat keputusan, kerusakan pada penilaian, perilaku tidak
sesuai, dan agresif. Beragam komponen dari sistem neurologis
mempunyai implikasi memfasilitasi dan menghambat impuls agresif.
Sistem limbik terlambat dalam menstimulasi timbulnya perilaku
agresif, dan pusat otak atas secara konstan berinteraksi dengan pusat
agresif.
b) Biokimia
Berbagai neurotransmitter (epinephrine, norepinefrine, dopamine,
asetikolin, dan serotonin) sangat berperan dalam memfasilitasi atau
menghambat impuls agresif.
c) Gangguan Otak
Sindroma otak terbukti sebagai faktor predisposisi perilaku agresif dan
tindak kekerasan. Tumor otak, khususnya yang menyerang sistem
limbik dan lobus temporal. Trauma otak akan menimbulkan perubahan
serebral dan penyakit seperti ensefalitis, dan epilepsi, khususnya pada
lobus temporal, terbukti berpengaruh terhadap perilaku agresif dan
tindak kekerasan.
2) Teori Psikologik
a. Teori Psikoanalitik
Teori ini menjelaskan tidak terpenuhinya kebutuhan untuk
mendapatkan kepuasan dan rasa aman yang dapat mengakibatkan
tidak berkembangnya ego dan membuat konsep diri rendah. Agresif
dan tindak kekerasan memberikan kekuatan dan prestise yang dapat
meningkatkan citra diri dan memberikan arti dalam kehidupannya.
Perilaku agresif dan perilaku kekerasan merupakan pengungkapan
secara terbuka terhadap rasa ketidakberdayaan dan rendahnya harga
diri.
b. Teori Pembelajaran
Anak belajar melalui perilaku meniru dari contoh peran orangtuanya.
Contoh peran tersebut ditiru karena dipersepsikan sebagai prestise
atau berpengaruh, atau jika perilaku tersebut diikuti dengan pujian
yang positif. Namun, dengan perkembangan yang dialaminya, mereka
mulai meniru pola perilaku guru, teman, dan orang lain. Individu yang
dianiaya ketika masih kanak-kanak atau mempunyai orang tua yang
mendisiplinkan anak mereka dengan hukuman fisik akan cenderung
untuk berperilaku kekerasan setelah dewasa.
3) Teori Sosiokultural
Pakar sosiolog lebih menekankan pengaruh faktor budaya dan struktur
sosial terhadap perilaku agresif. Terdapat kelompok sosial yang secara
umum menerima perilaku kekerasan sebagai cara untuk menyelesaikan
masalahnya. Masyarakat juga berpengaruh pada perilaku tindak kekerasan,
apabila individu menyadari bahwa kebutuhan dan keinginan mereka tidak
dapat terpenuhi secara konstruktif. Penduduk yang ramai atau padat dan
lingkungan yang ribut dapat berisiko untuk perilaku kekerasan.

b. Faktor Presipitasi
Menurut Yosep (2007), faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku
kekerasan adalah:
1) Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial
ekonomi.
2) Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak
membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melakukan
kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
3) Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan
alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi
rasa frustasi.
4) Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,
perubahan tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan
keluarga.

2. Tanda dan Gejala


Menurut Yosep (2007), tanda dan gejala perilaku kekerasan sebagai berikut:
a. Fisik : muka merah dan tegang, mata melotot dan pandangan tajam, tangan
mengepal, rahang mengatup, postur tubuh kaku dan jalan mondar-mandir.
b. Verbal : bicara kasar, suara tinggi, membentak atau berteriak, mengancam
secara verbal atau fisik., mengumpat dengan kata-kata kotor, ketus.
c. Perilaku: melempar atau memukul benda/orang lain, melukai diri
sendiri/orang lain, merusak lingkungan, amuk/agresif dan tindak kekerasan.
d. Emosi: merasa tidak aman dan tidak nyaman, merasa terganggu, dendam,
dan jengkel, merasa tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk dan ingin
berkelahi, merasa menyalahkan dan menuntut.
e. Intelektual : mendominasi, berdebat, cerewet ,berperilaku kasar,
meremehkan.
f. Spiritual: merasa berkuasa dan merasa benar, mengkritik pendapat dan
menyinggung perasaan orang lain, tidak perduli, berperilaku kasar.
g. Sosial : menarik diri, merasakan pengasingan, penolakan, ejekan, dan
sindiran.
h. Perhatian : mencuri, melakukan penyimpangan seksual.
3. Proses Terjadinya Masalah
Depkes (2000) mengemukakan bahwa stress, cemas dan marah merupakan
bagian kehidupan sehari -hari yang harus dihadapi oleh setiap individu. Stress
dapat menyebabkan kecemasan yang menimbulkan perasaan tidak
menyenangkan dan terancam. Respon terhadap marah dapat diekspresikan
secara eksternal maupun internal. Secara eksternal dapat berupa perilaku
kekerasan sedangkan secara internal dapat berupa perilaku depresi dan penyakit
fisik. Mengekspresikan marah dengan perilaku konstruktif dengan menggunakan
kata-kata yang dapat dimengerti dan diterima tanpa menyakiti orang lain, akan
memberikan perasaan lega, menu runkan ketegangan, sehingga perasaan marah
dapat diatasi (Depkes, 2000). Perilaku yang tidak asertif seperti perasaan marah
dilakukan individu karena merasa tidak kuat. Individu akan pura-pura tidak
marah atau melarikan diri dari rasa marahnya sehingga rasa marah tidak
terungkap. Kemarahan demikian akan menimbulkan rasa bermusuhan yang lama
dan pada suatu saat dapat menimbulkan kemarahan destruktif yang ditujukan
kepada diri sendiri (Depkes,2000)
4. Akibat Perilaku Kekerasan
Klien dengan perilaku kekerasan dapat menyebabkan resiko tinggi
menciderai diri, orang lain dan lingkungan. Resiko menciderai merupakan suatu
tindakan yang memungkinkan dapat melukai / membahayakan diri, orang lain,
Faktor predisposisi Faktor presipitasi
1) dan lingkungan.
Teori Biologik Ekspresi dari tidak terpenuhinya
2) Teori
TandaPsikologik
dan gejala :
3) Teori kebutuhan dasar
a. Memperlihatkan permusuhan Kesulitan dalam mengkomunikasikan
Sosiokultural
b. Mendekati orang lain dengan ancaman
sesuatu dalam keluarga
c. Memberikan kata kata ancaman dengan rencana melukai\
Adanya
d. Menyentuh orang lain dengan cara riwayat perilaku anti sosial
menakutkan
Kematian anggota keluarga yang
e. Mempunyai rencana untuk melukai
terpenting

Stress, cemas, tidak nyaman

Gangguan Harga Diri : Harga Diri


Rendah
Marah

Eksternal Internal Depresi

Destruktif Tidak Konstruktif


Asertif

Kekerasan

Perilaku Kekerasan/amuk

Resiko mencederai diri,


orang lain dan lingkungan
G. Pohon Masalah
Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan

Perilaku Kekerasan/amuk
Core Problem

Gangguan Harga Diri : Harga Diri Rendah

Koping individu tidak efektif

H. Masalah Keperawatan dan data yang perlu dikaji


1. Masalah keperawatan:
a. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
b. Perilaku kekerasan / amuk
c. Gangguan Harga Diri : Harga Diri Rendah
2. Data yang perlu dikaji pada masalah keperawatan perilaku kekerasan
a. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
Data Subyektif :
1) Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
2) Klien suka membentak dan menyerang orang yang
mengusiknya jika sedang kesal atau marah.
3) Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
Data Objektif :
1) Mata merah, wajah agak merah.
2) Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai: berteriak, menjerit,
memukul diri sendiri/orang lain.
3) Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
4) Merusak dan melempar barang-barang.
b. Perilaku kekerasan / amuk
Data Subyektif :
1) Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
2) Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika
sedang kesal atau marah.
3) Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
Data Obyektif
1) Mata merah, wajah agak merah.
2) Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai.
3) Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
4) Merusak dan melempar barang-barang.
c. Gangguan harga diri : harga diri rendah
Data subyektif:
Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh,
mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri.
Data obyektif:
Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif
tindakan, ingin mencederai diri / ingin mengakhiri hidup.
I. Diagnosa Keperawatan
1. Perilaku kekerasan
2. Gangguan konsep diri : harga diri rendah

J. Rencana Tindakan
Diagnosa 1: perilaku kekerasan
TujuanUmum: Klien terhindar dari mencederai diri, orang lain dan lingkungan.
Tujuan Khusus:
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Tindakan:
a. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut nama
perawat dan jelaskan tujuan interaksi.
b. Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
c. Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.
2. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
Tindakan:
a. Beri kesempatan mengungkapkan perasaan.
b. Bantu klien mengungkapkan perasaan jengkel / kesal.
c. Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan bermusuhan klien dengan
sikap tenang.
3. Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.
Tindakan :
a. Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami dan dirasakan saat
jengkel/kesal.
b. Observasi tanda perilaku kekerasan.
c. Simpulkan bersama klien tanda-tanda jengkel / kesal yang dialami klien.
4. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
Tindakan:
a. Anjurkan mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
b. Bantu bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
c. Tanyakan "apakah dengan cara yang dilakukan masalahnya selesai?"
5. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
Tindakan:
a. Bicarakan akibat/kerugian dari cara yang dilakukan.
b. Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang digunakan.
c. Tanyakan apakah ingin mempelajari cara baru yang sehat.
6. Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespon terhadap
kemarahan.
Tindakan :
a. Beri pujian jika mengetahui cara lain yang sehat.
b. Diskusikan cara lain yang sehat.Secara fisik : tarik nafas dalam jika
sedang kesal, berolah raga, memukul bantal / kasur.
c. Secara verbal : katakan bahwa anda sedang marah atau kesal /
tersinggung
d. Secara spiritual : berdo'a, sembahyang, memohon kepada Tuhan untuk
diberi kesabaran.
7. Klien dapat mengidentifikasi cara mengontrol perilaku kekerasan.
Tindakan:
a. Bantu memilih cara yang paling tepat.
b. Bantu mengidentifikasi manfaat cara yang telah dipilih.
c. Bantu mensimulasikan cara yang telah dipilih.
d. Beri reinforcement positif atas keberhasilan yang dicapai dalam simulasi.
e. Anjurkan menggunakan cara yang telah dipilih saat jengkel / marah.
8. Klien mendapat dukungan dari keluarga.
Tindakan :
a. Beri pendidikan kesehatan tentang cara merawat klien melalui pertemuan
keluarga.
b. Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.
9. Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai program).
Tindakan:
a. Diskusikan dengan klien tentang obat (nama, dosis, frekuensi, efek dan
efek samping).
b. Bantu klien mengunakan obat dengan prinsip 5 benar (nama klien, obat,
dosis, cara dan waktu).
c. Anjurkan untuk membicarakan efek dan efek samping obat yang
dirasakan.

Diagnosa II: gangguan konsep diri: harga diri rendah


Tujuan Umum : Klien tidak melakukan kekerasan
Tujuan Khusus:
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Tindakan:
a. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut nama
perawat dan jelaskan tujuan interaksi.
b. Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
c. Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
Tindakan:
a. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
b. Hindari penilaian negatif detiap pertemuan klien
c. Utamakan pemberian pujian yang realitas
3. Klien mampu menilai kemampuan yang dapat digunakan untuk diri sendiri dan
keluarga
Tindakan:
a. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
b. Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang ke
rumah
4. Klien dapat merencanakan kegiatan yang bermanfaat sesuai kemampuan yang
dimiliki
Tindakan :
a. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari
sesuai kemampuan.
b. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang klien lakukan.
c. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan
Tindakan :
a. Beri klien kesempatan mencoba kegiatan yang telah direncanakan
b. Beri pujian atas keberhasilan klien
c. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah
6. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada
Tindakan :
a. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien
b. Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat
c. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah
d. Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga

DAFTAR PUSTAKA

Aziz R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr. Amino
Gonohutomo, 2003
Carpenito, L.J. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta: EGC
Depkes RI. 2003. Keperawatan Jiwa: Teori dan Tindakan Keperawatan Edisi 1.
Jakarta: Departemen Kesehatan RI
Isaacs, Ann. 2005. Keperawatan Kesehatan Jiwa Psikiatri Edisi 3. Jakarta : EGC.
Keliat, Ana Budi. 2011. Manajemen Keperawatan Psikososial Dan Kader Kesehatan
Jiwa. Jakarta: EGC
Nanda. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA: Definisi dan Klasifikasi.
Jakarta: Prima Medika
Stuart GW, Sundeen. 2005.Principles and Practice of Psykiatric Nursing (5 th ed.).
St.Louis Mosby Year Book
Townsend, M.C. 2008. Buku saku Diagnosa Keperawatan pada Keoerawatan Psikiatri,
edisi 3. Jakarta: EGC.
Keliat Budi Ana. 2009. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I. Jakarta : EGC
Keliat Budi Ana. 2006. Gangguan Konsep Diri, Edisi I. Jakarta : EGC
Purba, dkk. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Masalah Psikososial.
Medan: USU Press
Tim Direktorat Keswa, Standar Asuhan Keperawatan Jiwa, Edisi 1, Bandung, RSJP
Bandung, 2002
Yosep Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama Maramis

Você também pode gostar