Você está na página 1de 23

ASKEP BUNUH DIRI

ASKEP KELUARGA REMAJA DENGAN PERCOBAAN BUNUH DIRI


MENGGUNAKAN PENDEKATAN LIMA TUGAS POKOK KELUARGA DAN PES

PENDAHULUAN

Masa remaja adalah suatu masa transisi antara masa anak anak dan dewasa, masa dimana
terjadi perubahan-perubahan fisik, mental dan psikologis secara drastis. Karena perubahan
perubahan seperti inilah masa remaja sering disebut sebagai suatu masa kritis. Bunuh diri
merupakan suatu masalah yang sering dialami. Selama tahun 1950 sampai dengan 1988 rata
rata bunuh diri pada remaja yaitu usia antara 15 dan 19 tahun (Attempt suicide, 1991). Menurut
Leahey dan Wrigth, 1987 menyatakan bahwa pada usia remaja bunuh diri merupakan penyebab
kematian kedua dimana motivasi remaja melakukan percobaan bunuh diri yaitu 51 % masalah
dengan orang tua, 30 % dengan lawan jenis, 30 % masalah sekolah dan 16 % masalah dengan
saudara.
Keluarga sering menjadi sorotan utama bila remaja bermasalah. Kenyataan ini tidak bisa
dipungkiri karena remaja itu sendiri merupakan bagian dari keluarga. Peran kelurga dalam
membina dan mengatasi masalah remaja amatlah diperlukan.
Perawatan kesehatan pada remaja sebagai bagian dari perawatan kesehatan keluarga, juga
merupakan suatu upaya dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi oleh remaja . Pendekatan
pada keluarga, diharapkan mampu untuk mengenal masalah masalah yang terjadi pada
keluarga khususnya masalah yang terjadi pada remaja, sehingga permasalahan yang ada dapat
diatas secara efektif.
Bunuh diri merupakan kedaruratan psikiatri karena remaja berada dalam keadaan stress yang
tinggi dan menggunakan koping yang maladaptive. Selain itu bunuh diri merupakan tindakan
merusak integritas diri atau mengakhiri kehidupan. Oleh karena itu perawat memerlukan
pengetahuan dan ketrampilan yang dapat mencegah terjadinya bunuh diri dengan memberikan
informasi kepada keluarga.

A. KONSEP DASAR
1. Pengertian
Bunuh diri adalah segala perbuatan seseorang yang dapat mengahiri hidupnya sendiri dalam
waktu singkat. Selama tahun 1950 sampai dengan 1988 rata rata bunuh diri pada remaja yaitu
usia antara 15 dan 19 tahun (Attempt suicide, 1991).
Menurut Budi Anna Keliat, bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan
dapat mengakhiri kehidupan. Keadaan ini didahului oleh respons maladaptive. Bunuh diri
merupakan keputusan terakhir dari individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi.

2. Pembagian.
Umumnya dibagi atas 3 yaitu berpikir bunuh diri (suicide ideation), membuat bunuh diri
(gesture), dan mencoba bunuh diri (attempt). Ideation yaitu berpikir tentang atau merencanakan
untuk membunuh diri. Gesture yaitu dilakukan tanpa sikap yang nyata yang menyebabkan luka
serius atau kematian tetapi kemudian mengirim isyarat bahwa sesuatu telah terjadi. Sedangkan
attempt adalah bermaksud terjadinya luka atau kematian. Ada juga yang mengkategorikan
sebagai impulsive act, paracide, dan subintentional death.

3. Etiology.
Remaja sering dikarakteristikan dengan turmoil (suka membuat rusuh), emosional dan mood
yang bervariasi. Dengan kemampuan untuk memecahkan masalah yang terbatas maka kadang
kadang remaja sulit memecahkan masalahnya terutama situasi yang mengancam dan
membuatnya terpukul, seperti kematian teman, orang tua atau saudaranya. Selain itu faktor
biologi, psikologi dan sosiologi juga mempengaruhi. Keluarga yang dalam keadaan krisis bisa
menjadi bunuh diri pada anak remajanya bila merasa overhelmed karena krisis dan tak mampu
untuk mengembalikan keseimbangan keluarganya. Faktor resiko lain adalah pada remaja dengan
depresi, ketergantungan obat dan alkoholisme serta psikosis.

Menurut Hafen dan Frandsen, 1985 menyatakan bahwa penyebab bunuh diri pada remaja adalah
(Budi Anna Keliat, 1991, hal. 6). :
1. Hubungan interpersonal yang tidak bermakna.
2. Sulit mempertahankan hubungan interpersonal.
3. Pelarian dari penganiayaan fisik atau pemerkosaan.
4. Perasaan tidak dimengerti orang lain.
5. Kehilangan orang yang dicintai.
6. Keadaan fisik.
7. Masalah dengan orang tua.
8. Masalah seksual.
9. Depresi.
Banyak pendapat lain tentang penyebab atau alasan bunuh diri (faktor resiko) yaitu kegagalan
untuk beradaptasi sehingga tidak dapat menghadapi stress, perasaan terisolasi karena kehilangan
hubungan interpersonal atau gagal melakukan hubungan yang berarti, perasaan marah atau
bermusuhan, cara untuk mengakhiri keputusasaan dan tangisan minta tolong.

4. Metode bunuh diri.


Pada remaja umumnya over dosis obat, melukai pergelangan tangan pada perempuan sedangkan
pada laki laki menggunakan pisau, senjata dan automobil. Selain itu ada juga yang lompat dari
ketinggian atau kereta api.

5. Manifestasi klinik bunuh diri pada remaja.


a. Mood/affek
Depresi yangpersisten, merasa hopelessness, helplessness, isolation, sedih, merasa jauh dari
orang lain, afek datar, sering mendengar atau melihat bunyi yang sedih dan unhappy, membenci
diri sendiri, merasa dihina, sering menampilkan sesuatu yang tidak adekuat di sekolah,
mengharapkan untuk dihukum.
b. Perilaku/behavior.
Perubahan pada penampilan fisik, kehilangan fungsi, tak berdaya seperti tidak intrest, kurang
mendengarkan, gangguan tidur, sensitive, mengeluh sakit perut, kepala sakit, perilaku antisocial :
menolak untuk minum, menggunakan obat obatan, berkelahi, lari dari rumah.
c. Sekolah dan hubungan interpersonal.
Menolak untuk ke sekolah, bolos dari sekolah, withdraw sosial teman temannya, kegiatan
kegiatan sekolah dan hanya interest pada hal hal yang menyenangkan, kekurangan system
pendukung sosial yang efektif.
d. Ketrampilan koping.
Kehilangan batas realita, menarik dan mengisolasikan diri, tidak menggunakan support system,
melihat diri sebagai orang yang secara total tidak berdaya.

B. ASUHAN KEPERAWATAN.
1. PENGKAJIAN.
a. Data dan data identifikasi.
1. Nama keluarga
2. Alamat dan nomor telepon
3. Komposisi keluarga
4. Tipe bentuk keluarga
5. Latar belakang kebudayaan : Amerika, Jepang, Indonesia : Jawa, Bali, Madura dll.
6. Identifikasi religi
7. Status kelas keluarga
8. Aktifitas-aktifitas rekreasi atau aktifitas waktu luang

b. Tahap perkembangan dan riwayat keluarga


Tahap perkembangan keluarga saat ini : keluarga dengan anak remaja.?
Jangkauan pencapaian tahap perkembangan?
Riwayat keluarga inti :?
riwayat bunuh diri pada anggota keluarga lain sering ditemukan.
Riwayat keluarga orang tua?

c. Data lingkungan
o Karakteristik rumah
o Karakteristik-karakteristik dari lingkungan sekitar rumah dan komunitas yang lebih besar : taat
kepada kelompok sosial, individualistis
o Mobilitas geografi keluarga.
o Asosiasi-asosiasi dan transaksi-transaksi keluarga dengan komunitas
o Jaringan dukungan sosial keluarga : kurang mengadakan hubungan interpersonal dengan
lingkungan sosialnya, kepatuhan terhadap kelompok sosial (norma sosial), tidak berintegrasi
dengan masyarakat karena perbedaan kebudayaan.

d. Struktur keluarga
Pola-pola komunikasi
? Jangkauan komunikasi fungsional dan disfungsional : hubungan interpersonal yang kurang,
perasaan tidak dimengerti oleh anggota keluarga lain, masalah dengan orang tua.
Jangkauan dari pesan afektif dan bagaimana diungkapkan.?
? Karekteristik komunikasi dalam sub sistem-sub sistem keluarga : remaja dianggap anak kecil,
tidak dipercaya dan cenderung merusak serta pertentangan dengan anggota lain.
Tipe-tipe proses komunikasi disfungsional yang ditemukan dalam keluarga :? komunikasi
terbuka kurang.
Bidang-bidang komunikasi tertutup.?
? Variabel-variabel keluarga dan eksternal yang mempengaruhi komunikasi : orang tua dengan
kesibukan sendiri sehingga remaja kurang mendapat perhatian dan kesempatan untuk
herkomunikasi dengan orang tua.
Struktur kekuasaan
Hasil-hasil dari kekuasaan : orang tua yang terlalu otoriter menyebabkan remaja mengalami
depresi.
Proses pengambilan keputusan : tidak diberi kesempatan untuk mengambil keputusan tentang
dirinya sendiri.
Dasar-dasar kekuasaan.
Variabel-variabel yang mempengaruhi kekuasaan : sosial, budaya.
Seluruh kekuasaan keluarga : ada di tangan orang tua.
Struktur peran
a. Struktur peran formal :
Ayah : kurang berperan sebagai suami dari istri dan anak anak berperanan sebagai pencari
nafkah, pendidik, pelindung dan pemberi rasa aman
Ibu : kurang berperan sebagai istri dan ibu dari anak anaknya, sebagai pengasuh dan pendidik,
serta pelindung bagi anaknya.
Anak :remaja tidak mampu melaksanakan peranan psikososial sesuai dengan tingkat
perkembangannya baik fisik, mental sosial dan spiritual
b. Struktur peran informal
c. Analisis model-model peran.
d. Variabel struktur peran yang mempengaruhi.
Nilai-nilai keluarga
o Bandingkan keluarga dengan orang Amerika/nilai-nilai kelompok referensi keluarga dan atau
mengidentifikasi nilai-nilai penting keluarga dan pentingnya (prioritas) dalam keluarga.
o Kongruensi antara nilai-nilai keluarga dan nilai-nilai subsistem keluarga juga kelompok
referensi dan atau komunitas yan lebih luas.
o Variabel-variabel yang mempengaruhi nilai-nilai keluarga.Apakah nilai-nilai ini dipegang
teguh oleh keluarga secara sadar maupun secara tidak sadar.

e. Fungsi fungsi keluarga


1. Fungsi afektif
Kebutuhan-kebutuhan keluarga.
Remaja : depresi yang persisten, sedih, remote, afek yang datar, harapan yang ditolak, merasa
putus asa, isolasi, tidak membuat pekerjaan sekolah, senang mendengar atau melihat suara yang
sedih dan tidak bahagia.
Mutual Nurturance, keakraban dan identifikasi.
Diagram kedekatan dalam keluarga sangat membantu dalam hal ini.
Perpisahan dan kekerabatan.
2. Fungsi sosialisasi
Remaja : tidak mau pergi ke sekolah, menarik diri dari teman temannya, kegiatan sekolah,
tidak interest terhadap yang menyenangkan di sekolah.
Praktik-praktik pengasuhan anak dalam keluarga.
Kemampuan adaptasi praktik-praktik pengasuhan anak untuk bentuk keluarga dan situasi dari
keluarga.
Fungsi perawatan kesehatan
Keyakinan kesehatan, nilai-nilai dan perilaku? keluarga.
Definisi sehat-sakit dari keluarga dan tingkat pengetahuan mereka.?
Status kesehatan yang diketahui keluarga dan kerentanan terhadap sakit.?
Praktik-praktik diit keluarga, adekuasi diit keluarga.?
Fungsi jam makanan dan sikap terhadap makanan dan jam makan.?
Praktik-praktik berbelanja (dan perencanaannya)?
Individu-individu yang bertanggungjawab terhadap perencanaan berbelanja dan menyiapkan
makanan.?
? Kebiasaan tidur dan istirahat : gangguan tidur, sulit untuk tidur, atau bisa tidur yang berlebihan
tidur sebentar saja yaitu pada sore atau malam hari.
Latihan dan praktik-praktik rekreasi.?
Kebiasaan menggunakan obat-obat keluarga : antidepresan, aspirin, asetaminofen, solvent.?
Peran keluarga dalam praktik-praktik perawatan diri.?
Praktik-praktik lingkungan keluarga. Cara-cara preventif berdasarkan medis(uji
fisik,mata,pendengaran dan imunisasi)?
Praktik-praktik kesehatan gigi.?
Riwayat kesehatan keluarga (baik penyakit umum maupun khusus yang berhubungan dengan
lingkungan maupun genetika).
? Layanan kesehatan yanng diterima. Perasaan dan persepsi mengenai layanan kesehatan.
Layanan perawatan kesehatan darurat. Layanan kesehatan gigi. Sumber pembiayaan medis dan
gigi. Logistik perawatan yang diperoleh.

f. Koping keluarga
Stressor-stressor? keluarga jangka panjang dan pendek : keuangan, lingkungan sosial,
keterbatasan dalam kemampuan untuk memecahkan masalah, krisis ekonomi, disintegrasi
anggota keluarga, masalah kesehatan, penyakit psikiatrik.
? Kemampuan keluarga untk merespon, berdasarkan penilaian obyektif terhadap situasi-situasi
yan menimbulkan stress : hopelessness, powerlessness, isolation.
Penggunaan strategi-strategi koping (sekarang/yang lalu).?
Perbedaan cara koping keluarga : konstruktf atau destruktif
Strategi-strategi coping internal keluarga : kehilangan batas realita, menarik diri dan
mengisolaisikan diri, tidak menggunakan support system, melihat diri sebagai ketidakberdayaan,
dan merupakan takdir.
Strategi-strategi coping eksternal keluarga : tidak menggunakan support system.

ANALISA DATA
Analisa data dilakukan dengan menggunakan tipologi masalah kesehatan,yang terdiri dari 3
kelompok sifat masalah kesehatan (Freeman).
1. Ancaman kesehatan (Health Treats)
Merupakan suatu kondisi atau situasi yang dapat menimbulkan kecelakaan atau tidak mengenal
potensi kesehatan,yaitu :
Besar/jumlah keluarga hubungannya dengan sumber daya keluarga.
Stress.
Kebiasaan personal.
Karakteristik personal.
Riwayat kesehatan : anggota keluarga yang membunuh diri.
Peran.
2. Defisit kesehatan
Merupakan suatu keadaan gagal mempertahankan kesehatan termasuk:
Keadaan sakit yang belum/sudah terdiagnosa.
Kegagalan tumbuh kembang secara normal.
Gangguan kepribadian.
3. Krisis
Adalah saat-saat keadaan menuntut terlampau banyak dari individu atau keluarga dalam hal
penyesuaian maupun dalam hal sumber daya mereka,meliputi :
Perkawinan.
Kehamilan, persalinan, masa nifas.
Menjadi orang tua.

DIAGNOSA KEPERAWATAN KELUARGA

1. Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah bunuh diri pada remaja berhubungan dengan
kurangnya informasi mengenai tanda dan gejala dini perilaku bunuh diri
2. Ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan untuk melakukan tindakan terhadap masalah
percobaan bunuh diri pada remaja berhubungan dengan tidak mengerti mengani sifat, berat dan
luasnya masalah bunuh diri.
3. Ketidakmampuan keluarga memberikan perawatan pada anggota keluarga dengan perilaku
bunuh diri berhubungan dengan adanya konflik anggota keluarga, perbedaan sikap/pandangan
hidup, perilaku mementingkan diri sendiri, tidak mengetahui pertumbuhan dan perkembangan
anak.
4. Ketidakmampuan keluarga memelihara lingkungan rumah yang menunjang kesehatan untuk
menghindari terjadinya bunuh diri berhubungan dengan krisis ekonomi, ketidak mampuan
memecahkan masalah, konflik personal/psikologis, sikap atau pandangan hidup,
ketidakkompakan keluarga.
5. Ketidakmampuan keluarga memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan untuk mengatasi
masalah bunuh diri sehubungan dengan kurang percaya terhadap petugas kesehatan dan fasilitas
kesehatan, pengalaman yang kurang baik dari petugas kesehatan, tidak terjangkaunya fasilitas
yang diperlukan, tidak ada atau kurangnya sumber daya keluarga.
DAFTAR PUSTAKA.

1. Maglaya dan Bailon, 1997, Perawatan Kesehatan Keluarga ; Suatu Proses, Pusdiknakes
Depkes RI, Jakarta.
2. Maramis, W.F, 1994, Ilmu Kedokteran Jiwa, Airlangga University Press, Surabaya
3. Wong L. Donna, 1993, Essentials of Pediatric Nursing, 4th, Mosby Year Book, Toronto.
4. Effendy, Nasrul, Drs., 1995 Perawatan Kesehatan Masyarakat, EGC, Jakarta.
5. Keliat, A.B, 1991, Tingkah Laku Bunuh Dir, Arcan, Jakarta.
Diposkan oleh Muhar Al-Mahir Pidie di 20:35 Tidak ada komentar:
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN ISOLASI SOSIAL

http://muharakperpidie.webs.com/

Isolasi adalah keadaan dimana individu atau kelompok mengalami atau merasakan kebutuhan
atau keinginan untuk meningkatkan keterlibatan dengan orang lain tetapi tidak mampu untuk
membuat kontak ( Carpenito, 1998 )
Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang karena orang lain
menyatakan sikap yang negatif dan mengancam (Towsend,1998)
Seseorang dengan perilaku menarik diri akan menghindari interaksi dengan orang lain. Individu
merasa bahwa ia kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk membagi
perasaan, pikiran dan prestasi atau kegagalan. Ia mempunyai kesulitan untuk berhubungan secara
spontan dengan orang lain, yang dimanivestasikan dengan sikap memisahkan diri, tidak ada
perhatian dan tidak sanggup membagi pengalaman dengan orang lain (DepKes, 1998).
Perilaku menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain,
menghindari hubungan dengan orang lain. (Rawlins, 1993, dikutip Budi Anna Keliat).

RENTANG RESPONS SOSIAL

Gangguan hubungan sosial terdiri atas :

Isolasi Sosial adalah kondisi kesepian yang diekspresikan oleh individu dan dirasakan sebagai
hal yang ditimbulkan oleh orang lain dan sebagai suatu keadaan negatif yang mengancam.
Dengan karakteristik : tinggal sendiri dalam ruangan, ketidakmampuan untuk berkomunikasi,
menarik diri, kurangnya kontak mata. Ketidak sesuaian atau ketidakmatangan minat dan aktivitas
dengan perkembangan atau terhadap usia. Preokupasi dengan pikirannya sendiri, pengulangan,
tindakan yang tidak bermakna. Mengekspresikan perasaan penolakan atau kesepian yang
ditimbulkan oleh orang lain. Mengalami perasaan yang berbeda dengan orang lain, merasa tidak
aman ditengah orang banyak. (Mary C. Townsend, Diagnose Kep. Psikiatri, 1998; hal 252).

Kerusakan Interaksi sosial adalah suatu keadaan dimana seorang individu berpartisipasi dalam
suatu kualitas yang tidak cukup atau berlebihan atau kualitas interaksi sosial yang tidak efektif,
dengan karakteristik :
Menyatakan secara verbal atau menampakkan ketidaknyamanan dalam situasi-situasi sosial.
Menyatakan secara verbal atau menampakkan ketidakmampuan untuk menerima atau
mengkomunikasikan kepuasan rasa memiliki, perhatian, minat, atau membagi cerita. Tampak
menggunakan perilaku interaksi sosial yang tidak berhasil. Disfungsi interaksi dengan rekan
sebaya, keluarga atau orang lain. Penggunaan proyeksi yang berlebihan tidak menerima
tanggung jawab atas perilakunya sendiri. Manipulasi verbal. Ketidakmampuan menunda
kepuasan. (Mary C. Townsend, Diagnosa Keperawatan Psikiatri, 1998; hal 226).
FAKTOR PREDISPOSISI DAN PRESIPITASI
Faktor predisposisi terjadinya perilaku menarik diri adalah kegagalan perkembangan yang dapat
mengakibatkan individu tidak percaya diri, tidak percaya orang lain, ragu takut salah, putus asa
terhadap hubungan dengan orang lain, menghindar dari orang lain, tidak mampu merumuskan
keinginan dan meresa tertekan.
Sedangkan faktor presipitasi dari faktor sosio-cultural karena menurunnya stabilitas keluarga dan
berpisah karena meninggal dan fakto psikologis seperti berpisah dengan orang yang terdekat atau
kegagalan orang lain untuk bergantung, merasa tidak berarti dalam keluarga sehingga
menyebabkan klien berespons menghindar dengan menarik diri dari lingkungan (Stuart and
Sundeen, 1995).
TANDA DAN GEJALA
Data Subjektif :
Sukar didapati jika klien menolak berkomunikasi. Beberapa data subjektif adalah menjawab
pertanyaan dengan singkat, seperti kata-kata tidak , iya, tidak tahu.
Data Objektif :
Observasi yang dilakukan pada klien akan ditemukan :

Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul.


Menghindari orang lain (menyendiri), klien nampak memisahkan diri dari orang lain,
misalnya pada saat makan.
Komunikasi kurang / tidak ada. Klien tidak tampak bercakap-cakap dengan klien lain /
perawat.
Tidak ada kontak mata, klien lebih sering menunduk.
Berdiam diri di kamar / tempat terpisah. Klien kurang mobilitasnya.
Menolak berhubungan dengan orang lain. Klien memutuskan percakapan atau pergi jika
diajak bercakap-cakap.
Tidak melakukan kegiatan sehari-hari. Artinya perawatan diri dan kegiatan rumah tangga
sehari-hari tidak dilakukan.
Posisi janin pada saat tidur.

KARAKTERISTIK PERILAKU
Gangguan pola makan : tidak nafsu makan atau makan berlebihan.
Berat badan menurun atau meningkat secara drastis.
Kemunduran secara fisik.
Tidur berlebihan.
Tinggal di tempat tidur dalam waktu yang lama.
Banyak tidur siang.
Kurang bergairah.
Tidak memperdulikan lingkungan.
Kegiatan menurun.
Immobilisasai.
Mondar-mandir (sikap mematung, melakukan gerakan berulang).
Keinginan seksual menurun.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA PADA KLIEN
DENGAN ISOLASI SOSIAL
I. Deskripsi
Tanggapan atau deskripsi tentang isolasi yaitu suatu keadaan kesepian yang dialami oleh
seseorang karena orang lain menyatakan sikap yang negatif dan mengancam (towsend, 1998).
Seseorang dengan perilaku menarik diri akan menghindari interaksi dengan orang lain.
II. Pengkajian
Pengelompokan data pada pengkajian kesehatan jiwa berupa faktor presipitasi, penilaian stressor
, suberkoping yang dimiliki klien. Setiap melakukan pengajian ,tulis tempat klien dirawat dan
tanggal dirawat isi pengkajian meliputi :

1. Identitas Klien

Meliputi nama klien , umur , jenis kelamin , status perkawinan, agama, tangggal
MRS , informan, tangggal pengkajian, No Rumah klien dan alamat klien.

1. Keluhan Utama

Keluhan biasanya berupa menyediri (menghindar dari orang lain) komunikasi kurang atau tidak
ada , berdiam diri dikamar ,menolak interaksi dengan orang lain ,tidak melakukan kegiatan
sehari hari , dependen

1. Faktor predisposisi

kehilangan , perpisahan , penolakan orang tua ,harapan orang tua yang tidak realistis ,kegagalan /
frustasi berulang , tekanan dari kelompok sebaya; perubahan struktur sosial.
Terjadi trauma yang tiba tiba misalnya harus dioperasi , kecelakaan dicerai suami , putus sekolah
,PHK, perasaan malu karena sesuatu yang terjadi ( korban perkosaan , tituduh kkn, dipenjara tiba
tiba) perlakuan orang lain yang tidak menghargai klien/ perasaan negatif terhadap diri sendiri
yang berlangsung lama.

1. d. Aspek fisik / biologis

Hasil pengukuran tada vital (TD, Nadi, suhu, Pernapasan , TB, BB) dan keluhafisik yang dialami
oleh klien.

1. e. Aspek Psikososial
1. Genogram yang menggambarkan tiga generasi
2. Konsep diri
a) citra tubuh :
Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah atau tidak menerima perubahan
tubuh yang telah terjadi atau yang akan terjadi.
Menolak penjelasan perubahan tubuh , persepsi negatip tentang tubuh .
Preokupasi dengan bagia tubuh yang hilang , mengungkapkan keputus asaan, mengungkapkan
ketakutan.
b) Identitas diri
Ketidak pastian memandang diri , sukar menetapkan keinginan dan tidak mampu mengambil
keputusan .
c) Peran
Berubah atau berhenti fungsi peran yang disebabkan penyakit , proses menua , putus sekolah,
PHK.
d) Ideal diri
Mengungkapkan keputus asaan karena penyakitnya : mengungkapkan keinginan yang terlalu
tinggi.
e) Harga diri
Perasaan malu terhadap diri sendiri , rasa bersalah terhadap diri sendiri , gangguan hubungan
sosial , merendahkan martabat , mencederai diri, dan kurang percaya diri.

1. Klien mempunyai gangguan / hambatan dalam melakukan hubunga social

dengan orang lain terdekat dalam kehidupan, kelempok yang diikuti dalam
masyarakat.

1. Keyakinan klien terhadap Tuhan dan kegiatan untuk ibadah ( spritual)


2. f. Status Mental

Kontak mata klien kurang /tidak dapat mepertahankan kontak mata , kurang dapat memulai
pembicaraan , klien suka menyendiri dan kurang mampu berhubungan dengan orang lain ,
Adanya perasaan keputusasaan dan kurang berharga dalam hidup.

1. g. Kebutuhan persiapan pulang.

1) Klien mampu menyiapkan dan membersihkan alat makan


2) Klien mampu BAB dan BAK, menggunakan dan membersihkan WC,
membersikan dan merapikan pakaian.
3) Pada observasi mandi dan cara berpakaian klien terlihat rapi
4) Klien dapat melakukan istirahat dan tidur , dapat beraktivitas didalam dan
diluar rumah
5) Klien dapat menjalankan program pengobatan dengan benar.

1. h. Mekanisme Koping

Klien apabila mendapat masalah takut atau tidak mau menceritakan nya pada orang orang lain(
lebih sering menggunakan koping menarik diri)
1. i. Aspek Medik

Terapi yang diterima klien bisa berupa therapy farmakologi ECT, Psikomotor, therapy
okopasional, TAK , dan rehabilitas.
III. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan adalah identifikasi atau penilaian pola respons baik aktual maupun
potensial (Stuart and Sundeen, 1995)
Masalah keperawatan yang sering muncul yang dapat disimpulkan dari pengkajian adalah
sebagai berikut :

1. Isolasi sosial : menarik diri


2. Gangguan konsep diri: harga diri rendah
3. Resiko perubahan sensori persepsi
4. Koping individu yang efektif sampai dengan ketergantungan pada orang lain
5. Gangguan komunikasi verbal, kurang komunikasi verbal.
6. Intoleransi aktifitas.
7. Kekerasan resiko tinggi.

IV. Pohon Masalah


Diagnosa Keperawatan

1. Resiko perubahan sensori persepsi berhubungan dengan menarik diri.


2. Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah
3. Gangguan konsep diri : harga diri rendah berhubungan dengan tidak efektifnya koping
individu : koping defensif.

Rencana Tindakan Keperawatan


Diagnosa : Resiko perubahan sensori persepsi berhubungan dengan menarik diri.
Tujuan umum :
Tidak terjadi perubahan sensori persepsi.
Tujuan khusus : klien dapat

1. Membina hubungan saling percaya.


2. Menyebutkan penyebab menarik diri.
3. Menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain.
4. Melakukan hubungan sosial secara bertahap, klien perawat, klien kelompok, klien
keluarga.

1. Mengungkapkan perasaan setelah berhubungan dengan orang lain.

1. Memberdayakan sistem pendukung.


2. Menggunakan obat dengan tepat dan benar.

Tindakan keperawatan :
1.1 Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, perkenalkan diri, jelaskan tujuan
interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat kontrak yang jelas pada setiap pertemuan (topik
yang akan dibicarakan, tempat berbicara, waktu bicara).
1.2 Berikan perhatian dan penghargaan : temani klien waktu tidak menjawab, katakan saya
akan duduk disamping anda, jika ingin mengatakan sesuatu saya siap mendengarkan. Jika klien
menatap wajah perawat katakan ada yang ingin anda katakan?.
1.3 Dengarkan klien dengan empati : berikan kesempatan bicara (jangan di buru-buru),
tunjukkan perawat mengikuti pembicaraan klien.
2.1. Bicara dengan klien penyebab tidak mau bergaul dengan orang lain.
2.2 Diskusikan akibat yang dirasakan dari menarik diri.
3.1. Diskusikan keuntungan bergaul dengan orang lain.
3.1 Bantu klien mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki klien untuk bergaul.
4.1 Lakukan interaksi sering dan singkat dengan klien (jika mungkin perawat yang sama).
4.2 Motivasi / temani klien untuk berinteraksi / berkenalan dengan klien / perawat lain. beri
contoh cara berkenalan.
4.3 Tingkatkan interaksi klien secara bertahap (satu klien, dua klien, satu perawat, dua
perawat, dan seterusnya).
4.4 Libatkan klien dalam terapi aktivitas kelompok, sosialisasi.
4.5 Bantu klien melakukan aktivitas hidup sehari-hari dengan interaksi.
4.6 Fasilitas hubungan klien dengan keluarga secara terapeutik.
5.1 Diskusikan dengan klien setiap selesai interaksi/kegiatan.
5.2 Beri pujian akan keberhasilan klien.
Evaluasi
Kriteria evaluasi :
1.1 Ekspresi wajah bersahabat, menunjukan rasa senang, ada kontak mata, mau berjabat
tangan, mau menyebutkan nama, mau menjawab salam, mau duduk berdampingan dengan
perawat, mau mengutarakan masalah yang dihadapi.
2.1 Klien dapat dapat menyebutkan penyebab menarik diri berasal dari diri sendiri, orang lain
dan lingkungan.
3.1 Klien dapat menyebutkan keuntungan dan kerugian dalam berhubungan dengan orang
lain.
4.1 Klien dapat mendemonstrasikan hubungan sosial secara bertahap : K P, K P K, K
P Kel, K P Kelompok.
5.1 Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan orang lain untuk
diri sendiri dan orang lain.
6.1 Keluarga dapat berpartisipasi dalam merawat klien menarik diri.
Daftar Pustaka
Townsend M. C, (1998). Diagnosa Keperawatan pada Keperawatan Psikiatri, Pedoman untuk
Pembuatan Rencana Keperawatan , Jakarta : EGC.
Anna Budi Keliat, SKp. (2000). Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sosial Menarik Diri,
Jakarta ; Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia..
Rasmun, (2001). Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi Dengan Keluarga.
Konsep, Teori, Asuhan Keperawatan dan Analisa Proses Interaksi (API). Jakarta : fajar
Interpratama.
Stuart and Sundeen, Buku Saku Keperawatan Kesehatan Jiwa, alih bahasa Hapid AYS,
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
, (1998). Buku Standar Keperawatan Kesehatan Jiwa dan Penerapan Asuhan
Keperawatan pada Kasus di Rumah Sakit Ketergantungan Obat. Direktorat Kesehatan Jiwa
Direktorat Jenderal Pelayanan Medik, Dep-Kes RI, Jakarta.

http://muharakperpemdamaterikuliah.blogspot.com

http://kumpulanaskepmuhar.blogspot.com

(di akses 13 Mei 2009)

Diposkan oleh Muhar Al-Mahir Pidie di 20:25 Tidak ada komentar:


Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook

Askep Jiwa : Gangguan Konsep Diri; Harga Diri Rendah

LAPORAN PENDAHULUAN II
http://kumpulanaskepmuhar.blogspot.com
http://muharakperpidie.webs.com/
I. Kasus ( Masalah Utama )
Gangguan konsep diri; harga diri rendah
II. Proses Terjadinya Masalah
A. Core Problem
1. Definisi
Harga diri adalah penilaian tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku
sesuai dengan ideal diri. ( Keliat B.A , 1992 )
Harga diri rendah adalah evaluasi diri dan perasaan tentang diri atau kemampuan diri yang
negatif, dapat secara langsung atau tidak langsung di ekspresikan.
2. Tanda dan gejala
a. Perasaan negatif terhadap diri sendiri
b. Hilang kepercayaan diri
c. Merasa gagal mencapai keingginan
d. Menyatakan diri tidak berharga, tidak berguna dan tidak mampu
e. Mengeluh tidak mampu melakukan peran dan fungsi sebagai mana mestinya
f. Menarik diri dari kehidupan sosial
g. Banyak diam dan sulit berkomunikasi

B. Penyebab
Koping individu tidak efektif
Harga diri rendah berhubungan dengan koping individu tidak efektif, koping merupakan respon
pertahanan individu terhadap suatu masalah. Jika koping itu tidak efektif maka individu tidak
bisa mencapai harga dirinya dalam mencapai suatu perilaku.

C. Akibat
Menarik diri
Mekanisme terjadinya masalah :
Harga diri merupakan penilaian seseorang terhadap dirinya, individu dengan harga diri rendah
akan merasa tidak mampu , tidak berdaya, pesimis dapat menghadapi kehidupan, dan tidak
percaya pada diri sendiri. Untuk menutup rasa tidak mampu individu akan banyak diam,
menyendiri, tidak berkomunikasi dan menarik diri dari kehidupan sosial.

III. A. Pohon Masalah


Gangguan isolasi sosial : menarik diri
Gangguan konsep diri : harga diri rendah
Koping individu tidak efektif

B. Masalah Keperawatan dan Data Yang Perlu di Kaji


1. Isolasi sosial : menarik diri
Data yang perlu dikaji
a. Lebih banyak diam
b. Lebih suka menyendiri/ hubungan interpersonal kurang
c. Personal hygiene kurang
d. Merasa tidak nyaman diantara orang
e. Tidak cukupnya ketrampilan sosial
f. Berkurangnya frekwensi, jumlah dan spontanitas dalam berkomunikasi
2. Gangguan konsep diri harga diri rendah
Data yang perlu dikaji
a. Perasaan rendah diri
b. Pikiran mengarah
c. Mengkritik diri sendiri
d. Kurang terlibat dalam hubungan sosial
e. Meremehkan kekuatan/ kemampuan diri
f. Menyalahkan diri sendiri
g. Perasaan putus asa dan tidak berdaya.
3. Koping individu tidak efektif
a. Masalah yang di hadapi pasien (sumber koping)
b. Strategi dalam menghadapi masalah
c. Status emosi pasien

IV. Diagnosa Keperawatan


1. Gangguan interaksi sosial ; menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.
2. Harga diri rendah berhubungan dengan koping individu tidak efektif.

V. Rencana Tindakan Keperawatan


Diagnosa 2 : Gangguan interaksi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.
TUM : Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimal.
TUK 1 : Klien dapat membina hubungan saling percaya.
TUK 2 : Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek yang dimiliki.
a. Kriteria hasil :
2.1. Klien mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
- kemampuan yang dimiliki
- aspek positif keluarga
- aspek positif lingkungan yang di miliki klien.
b. Intervensi
2.1.1. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.
2.1.2. Setiap bertemu klien hindarkan dari memberi penilaian negatif.
2.1.3. Utamakan memberi pujian yang realistik.
TUK 3 : Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan.
a. Kriteria evaluasi
3.1. Klien menilai kemampuan yang dapat digunakan.
b. Intervensi
3.1.1. Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat digunakan selama sakit.
3.1.2. Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaannya.
TUK 4 : Klien dapat (menetapkan) merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang
dimiliki.
a. Kriteria evaluasi
4.1. Klien membuat rencana kegiatan harian.
b. Intervensi
4.1.1. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai kemampuan.
- kegiatan mandiri
- kegiatan dengan bantuan sebagian
- kegiatan yang membutuhkan bantuan total.
4.1.2. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien.
4.1.3. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan.
TUK 5 : Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuannya.
a. Kriteria evaluasi
5.1. Klien melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuannya.
b. Intervensi
5.1.1. Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah direncanakan.
5.1.2. Beri pujian atas keberhasilan klien.
5.1.3. Diskusikan kemungkinan, pelaksanaan di rumah.
TUK 6 : Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada :
a. Kriteria evaluasi
6.1. Klien memanfaatkan sistem pendukung yang ada di keluarga.
b. Intervensi
6.1.1. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien dengan harga diri
rendah.
6.1.2. Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien dirawat.
6.1.3. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN I

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
Klien lebih suka menyendiri, banyak diam sulit berkomunikasi dengan teman-temannya,
pandangan mata kosong.
2. Diagnosa Keperawatan
Gangguan isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.
3. Tujuan Khusus
Tuk :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
2. klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
4. Tindakan Keperawatan
1. Bina hubungan saling percaya
a. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
b. Perkenalkan diri dengan sopan
c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien
d. Jelaskan tujuan pertemuan
e. Jujur dan menepati janji
f. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
g. Beri peerhatian pada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
a. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien
b. Setiap bertemu klien hindarkan dari memberi penilaian negatif
c. Utamakan memberikan pujian yang realistis

B. Strategi Komunikasi dalam Pelaksanaan Tindakan Keperawatan


1. Fase Orientasi
a. Salam tarapeutik
"Selamat pagi mbak, perkenalkan nama saya Sri Sundari, saya biasa dipanggil Ndari, nama mbak
siapa ? dan panggilan apa yang mbak sukai ? Baiklah mbak, di sini saya akan menemani mbak,
saya akan duduk di samping mbak, jika mbak akan mengatakan sesuatu saya siap
mendengarkan."
b. Evaluasi/ validasi
"Bagaimana perasaan mbak hari ini, saya ingin sekali ingin membantu menyelesaikan masalah
mbak dan saya harap mbak mau bekerja sama dengan saya, kalau boleh saya tahu apa yang
terjaadi di rumah sehingga mbak sampai dibawa kemari ?"
c. Kontrak
"Mbak bagaimana kalau hari ini kita bincang-bincang tentang kemampuan yang mbak miliki, di
mana kita ngobrol mbak ? berapa lama ? baiklah bagaimana kalau kta nanti ngobrol di taman
selama + 15 menit.
3. Fase Kerja
"Nah, coba mbak cari kemampuan yang bisa mbak lakukan selama sebelum sakit. Baik, apalagi
mbak ?"
"Bagus sekali ternyata mbak memiliki kemampuan yang banyak sekali."
4. Fase Terminasi
a. Evaluasi
"Apa yang mbak rasakan setelah kita bincang-bincang selama 15 menit tadi ?"
"Bisa mbak ulangi lagi apa yang telah kita bicarakan tadi ?"
b. Rencana tindak lanjut
"Setelah ini kita akan berbicara mengenai kemampuan yang masih bisa mbak gunakan selama
sakit."
c. Kontrak
"Baiklah mbak, waktu kita sudah habis bagaimana kalau kita cukupkan sampai di sini, kira-kira
jam berapa kita bertemu lagi ? tempatnya di mana ?"
"Baiklah mbak bagaimana kalau kita bertemu lagi jam 11 selama + 20 menit."

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN II

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
Klien lebih suka menyendiri, banyak diam, kurang berkomunikasi dengan teman-temannya.
2. Diagnosa Keperawatan
Gangguan interaksi sosial menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.
3. Tujuan Khusus
Tuk 3 : klien dapat menilai kemampuan yang digunakan.
Tuk 4 : klien dapat ( menetapkan ) merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang
dimiliki.
Tuk 5 : klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuannya.
4. Tindakan Keperawatan
1. Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan
a. Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat digunakan selama sakit.
b. Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaannya
2. Klien dapat (menetapkan) merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.
a. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai kemampuan.
- Kegiatan mandiri
- Kegiatan dengan bantuan sebagian
- Kegiatan yang membutuhkan bantuan total
b. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien.
c. Beri contoh pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan .
3. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuannya
a. Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah direncanakan.
b. Beri pujian atas keberhasilan klien
c. Diskusikan tentang kemungkinan melaksanakan di rumah

B. Strategi Komunikasi dalam Pelaksanaan Tindakan Keperawatan


1. Fase Orientasi
a. Salam terapeutik
"Selamat pagi mbak, mbak masih ingat dengan saya. Coba sebutkan nama saya, bagus ternyata
mbak masih ingat."
b. Evaluasi/ validasi
"Mbak kelihatan cantik dan segar hari ini, bagaimana perasaan mbak hari ini ?"
c. Kontrak
"Kemarin kita sudah berbicaara mengenai kemampuan yang mbak miliki selama sebelum sakit,
nah sekarang sesuai dengan janji kita, bagaimana kalau kita mulai pembicaraan kita mengenai
kemampuan yang bisa mbak lakukan selama sakit atau di rumah sakit ini, di mana kita bicara
nanti mbak ? Bagaimana kalau kita bicara di ruang tamu + 30 menit.
2. Fase Kerja
"Sekarang coba mbak ssebutkan kegiatan yang bisa mbak lakukan selama sakit."
"Baik, apalagi mbak ?"
"Mbak punya hobi apa ? memasak atau mungkin membuat ketrampilan ?"
"Nah ya itu tadi bisa mbak lakukan di rumah sakit ini, di sini tersedia fasilitas untuk mbak bisa
menggali kemampuan mbak ."
"Masih banyak kegiatan yang bisa mbak lakukan di sini sesuai dengan bakat dan kemampuan
mbak."
3. Fase Terminasi
a. Evaluasi
"Apa yang mbak rasakan setelah kita bincang-bincang selama 30 menit tadi ?"
"Bisa mbak ulangi lagi apa yang elah kita bicarakan tadi ?"
b. Rencana tindak lanjut
"Mulai saat ini coba mbak lakukan sedikit demi sedikit apa yang telah kita bicarakan tadi."
c. Kontrak
"Baiklah mbak, waktu kita sudah habis, bagaimana kalau kita cukupkan sampai di sini, kira-kira
jam berapa kita bertemu lagi ? tempatnya di mana ?"
Diposkan oleh Muhar Al-Mahir Pidie di 20:03 Tidak ada komentar:
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook

Keperawatan Jiwa (Muhar Al-Mahir Pidie)


HALUSINASI
http://kumpulanaskepmuhar.blogspot.com

A. Pengertian
http://muharakperpemdamaterikuliah.blogspot.com

Halusinasi adalah gangguan pencerapan (persepsi) pasca indera tanpa


adanyarangsangan dari luar yang dapat meliputi semua system penginderaan di mana
terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh / baik.

Halusinasi merupakan bentuk yang paling sering dari gangguan persepsi. Bentuk
halusinasi ini bisa berupa suara-suara yang bising atau mendengung, tapi yang paling
sering berupa kata-kata yang tersusun dalam bentuk kalimat yang agak sempurna.
Biasanya kalimat tadi membicarakan mengenai keadaan pasien sedih atau yang
dialamatkan pada pasien itu. Akibatnya pasien bisa bertengkar atau bicara dengan
suara halusinasi itu. Bisa pula pasien terlihat seperti bersikap dalam mendengar atau
bicara keras-keras seperti bila ia menjawab pertanyaan seseorang atau bibirnya
bergerak-gerak. Kadang-kadang pasien menganggap halusinasi datang dari setiap
tubuh atau diluar tubuhnya. Halusinasi ini kadang-kadang menyenangkan misalnya
bersifat tiduran, ancaman dan lain-lain.

Menurut May Durant Thomas (1991) halusinasi secara umum dapat ditemukan pada
pasien gangguan jiwa seperti: Skizoprenia, Depresi, Delirium dan kondisi yang
berhubungan dengan penggunaan alkohol dan substansi lingkungan. Berdasarkan hasil
pengkajian pada pasien dirumah sakit jiwa ditemukan 85% pasien dengan kasus
halusinasi. Sehingga penulis merasa tertarik untuk menulis kasus tersebut dengan
pemberian Asuhan keperawatan mulai dari pengkajian sampai dengan evaluasi.

B. Klasifikasi

Klasifikasi halusinasi sebagai berikut :

1. Halusinasi dengar (akustik, auditorik), pasien itu mendengar suara yang


membicarakan, mengejek, menertawakan, atau mengancam padahal tidak ada
suara di sekitarnya.
2. Halusinasi lihat (visual), pasien itu melihat pemandangan orang, binatang atau
sesuatu yang tidak ada.
3. Halusinasi bau / hirup (olfaktori). Halusinasi ini jarang di dapatkan. Pasien yang
mengalami mengatakan mencium bau-bauan seperti bau bunga, bau kemenyan,
bau mayat, yang tidak ada sumbernya.
4. Halusinasi kecap (gustatorik). Biasanya terjadi bersamaan dengan halusinasi
bau / hirup. Pasien itu merasa (mengecap) suatu rasa di mulutnya.
5. Halusinasi singgungan (taktil, kinaestatik). Individu yang bersangkutan merasa
ada seseorang yang meraba atau memukul. Bila rabaab ini merupakan
rangsangan seksual halusinasi ini disebut halusinasi heptik.

C. Etiologi

Menurut Mary Durant Thomas (1991), Halusinasi dapat terjadi pada klien dengan
gangguan jiwa seperti skizoprenia, depresi atau keadaan delirium, demensia dan
kondisi yang berhubungan dengan penggunaan alkohol dan substansi lainnya.
Halusinasi adapat juga terjadi dengan epilepsi, kondisi infeksi sistemik dengan
gangguan metabolik. Halusinasi juga dapat dialami sebagai efek samping dari berbagai
pengobatan yang meliputi anti depresi, anti kolinergik, anti inflamasi dan antibiotik,
sedangkan obat-obatan halusinogenik dapat membuat terjadinya halusinasi sama
seperti pemberian obat diatas. Halusinasi dapat juga terjadi pada saat keadaan individu
normal yaitu pada individu yang mengalami isolasi, perubahan sensorik seperti
kebutaan, kurangnya pendengaran atau adanya permasalahan pada pembicaraan.
Penyebab halusinasi pendengaran secara spesifik tidak diketahui namun banyak faktor
yang mempengaruhinya seperti faktor biologis , psikologis , sosial budaya,dan stressor
pencetusnya adalah stress lingkungan , biologis , pemicu masalah sumber-sumber
koping dan mekanisme koping.

D. Psikopatologi

Psikopatologi dari halusinasi yang pasti belum diketahui. Banyak teori yang diajukan
yang menekankan pentingnya faktor-faktor psikologik, fisiologik dan lain-lain. Ada yang
mengatakan bahwa dalam keadaan terjaga yang normal otak dibombardir oleh aliran
stimulus yang yang datang dari dalam tubuh ataupun dari luar tubuh. Input ini akan
menginhibisi persepsi yang lebih dari munculnya ke alam sadar.Bila input ini
dilemahkan atau tidak ada sama sekali seperti yang kita jumpai pada keadaan normal
atau patologis, maka materi-materi yang ada dalam unconsicisus atau preconscious
bisa dilepaskan dalam bentuk halusinasi.
Pendapat lain mengatakan bahwa halusinasi dimulai dengan adanya keinginan yang
direpresi ke unconsicious dan kemudian karena sudah retaknya kepribadian dan
rusaknya daya menilai realitas maka keinginan tadi diproyeksikan keluar dalam bentuk
stimulus eksterna.

E. Tanda dan Gejala

Pasien dengan halusinasi cenderung menarik diri, sering di dapatkan duduk terpaku
dengan pandangan mata pada satu arah tertentu, tersenyum atau bicara sendiri, secara
tiba-tiba marah atau menyerang orang lain, gelisah, melakukan gerakan seperti sedang
menikmati sesuatu. Juga keterangan dari pasien sendiri tentang halusinasi yang di
alaminya (apa yang di lihat, di dengar atau di rasakan).

F. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada pasien halusinasi dengan cara :

1. Menciptakan lingkungan yang terapeutik


Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dan ketakutan pasien akibat
halusinasi, sebaiknya pada permulaan pendekatan di lakukan secara individual
dan usahakan agar terjadi knntak mata, kalau bisa pasien di sentuh atau di
pegang. Pasien jangan di isolasi baik secara fisik atau emosional. Setiap
perawat masuk ke kamar atau mendekati pasien, bicaralah dengan pasien.
Begitu juga bila akan meninggalkannya hendaknya pasien di beritahu. Pasien di
beritahu tindakan yang akan di lakukan.
Di ruangan itu hendaknya di sediakan sarana yang dapat merangsang perhatian
dan mendorong pasien untuk berhubungan dengan realitas, misalnya jam
dinding, gambar atau hiasan dinding, majalah dan permainan.
2. Melaksanakan program terapi dokter
Sering kali pasien menolak obat yang di berikan sehubungan dengan
rangsangan halusinasi yang di terimanya. Pendekatan sebaiknya secara
persuatif tapi instruktif. Perawat harus mengamati agar obat yang di berikan betul
di telannya, serta reaksi obat yang di berikan.
3. Menggali permasalahan pasien dan membantu mengatasi masalah yang ada
Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat menggali
masalah pasien yang merupakan penyebab timbulnya halusinasi serta
membantu mengatasi masalah yang ada. Pengumpulan data ini juga dapat
melalui keterangan keluarga pasien atau orang lain yang dekat dengan pasien.
4. Memberi aktivitas pada pasien
Pasien di ajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik, misalnya berolah
raga, bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan ini dapat membantu
mengarahkan pasien ke kehidupan nyata dan memupuk hubungan dengan
orang lain. Pasien di ajak menyusun jadwal kegiatan dan memilih kegiatan yang
sesuai.
5. Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan
Keluarga pasien dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang data pasien agar
ada kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam proses keperawatan, misalny
dari percakapan dengan pasien di ketahui bila sedang sendirian ia sering
mendengar laki-laki yang mengejek. Tapi bila ada orang lain di dekatnya suara-
suara itu tidak terdengar jelas. Perawat menyarankan agar pasien jangan
menyendiri dan menyibukkan diri dalam permainan atau aktivitas yang ada.
Percakapan ini hendaknya di beritahukan pada keluarga pasien dan petugaslain
agar tidak membiarkan pasien sendirian dan saran yang di berikan tidak
bertentangan.

Você também pode gostar

  • 14 (Kardiomiopati)
    14 (Kardiomiopati)
    Documento15 páginas
    14 (Kardiomiopati)
    Baiq Ria Syafraini Elf
    Ainda não há avaliações
  • Anak Asma Bronkial
    Anak Asma Bronkial
    Documento12 páginas
    Anak Asma Bronkial
    Andre Sii Jackspyser
    Ainda não há avaliações
  • 11 (Angina Fektoris)
    11 (Angina Fektoris)
    Documento15 páginas
    11 (Angina Fektoris)
    Baiq Ria Syafraini Elf
    Ainda não há avaliações
  • Askep Jiwa Napza
    Askep Jiwa Napza
    Documento17 páginas
    Askep Jiwa Napza
    mila fatmawati
    Ainda não há avaliações
  • Catatan Perkembangan Kekerasan
    Catatan Perkembangan Kekerasan
    Documento3 páginas
    Catatan Perkembangan Kekerasan
    Baiq Ria Syafraini Elf
    Ainda não há avaliações
  • Praktek Budaya
    Praktek Budaya
    Documento16 páginas
    Praktek Budaya
    Baiq Ria Syafraini Elf
    Ainda não há avaliações
  • Skizo
    Skizo
    Documento5 páginas
    Skizo
    'bhoenk Respect
    Ainda não há avaliações
  • Askep Gangguan Sosial
    Askep Gangguan Sosial
    Documento29 páginas
    Askep Gangguan Sosial
    Baiq Ria Syafraini Elf
    Ainda não há avaliações
  • Pemeriksaan JVP
    Pemeriksaan JVP
    Documento21 páginas
    Pemeriksaan JVP
    Baiq Ria Syafraini Elf
    Ainda não há avaliações
  • Laporan Pendahuluan Megacolon
    Laporan Pendahuluan Megacolon
    Documento13 páginas
    Laporan Pendahuluan Megacolon
    Baiq Ria Syafraini Elf
    Ainda não há avaliações
  • Catatan Perkembangan Kekerasan
    Catatan Perkembangan Kekerasan
    Documento3 páginas
    Catatan Perkembangan Kekerasan
    Baiq Ria Syafraini Elf
    Ainda não há avaliações
  • OTITIS MEDIA
    OTITIS MEDIA
    Documento6 páginas
    OTITIS MEDIA
    Uphie Luthfia Rahmy
    Ainda não há avaliações
  • Laporan Kasus CA Mame
    Laporan Kasus CA Mame
    Documento43 páginas
    Laporan Kasus CA Mame
    Baiq Ria Syafraini Elf
    Ainda não há avaliações
  • Kel 5
    Kel 5
    Documento24 páginas
    Kel 5
    Baiq Ria Syafraini Elf
    Ainda não há avaliações
  • Contoh RPK
    Contoh RPK
    Documento13 páginas
    Contoh RPK
    Baiq Ria Syafraini Elf
    Ainda não há avaliações
  • Bab 2 Nyeri
    Bab 2 Nyeri
    Documento27 páginas
    Bab 2 Nyeri
    Baiq Ria Syafraini Elf
    Ainda não há avaliações
  • Asuhan Keperawatan Otitis Media Supuratif Kronik
    Asuhan Keperawatan Otitis Media Supuratif Kronik
    Documento7 páginas
    Asuhan Keperawatan Otitis Media Supuratif Kronik
    Baiq Ria Syafraini Elf
    Ainda não há avaliações
  • 2 Mentlaah Jurnal Gangguan Istirahat Tidur Paling Fix
    2 Mentlaah Jurnal Gangguan Istirahat Tidur Paling Fix
    Documento3 páginas
    2 Mentlaah Jurnal Gangguan Istirahat Tidur Paling Fix
    Baiq Ria Syafraini Elf
    Ainda não há avaliações
  • Idk I
    Idk I
    Documento15 páginas
    Idk I
    Baiq Ria Syafraini Elf
    Ainda não há avaliações
  • Askep Kelainan Katup Jantung (HVD)
    Askep Kelainan Katup Jantung (HVD)
    Documento17 páginas
    Askep Kelainan Katup Jantung (HVD)
    Para Pencari Jodoh
    Ainda não há avaliações
  • Budaya Unik Di Duia Suku Massai
    Budaya Unik Di Duia Suku Massai
    Documento8 páginas
    Budaya Unik Di Duia Suku Massai
    Baiq Ria Syafraini Elf
    Ainda não há avaliações
  • Askep Gaukoma
    Askep Gaukoma
    Documento12 páginas
    Askep Gaukoma
    Buan Duran
    Ainda não há avaliações
  • Bab 2 Nyeri
    Bab 2 Nyeri
    Documento27 páginas
    Bab 2 Nyeri
    Baiq Ria Syafraini Elf
    Ainda não há avaliações
  • Nyeri 1
    Nyeri 1
    Documento34 páginas
    Nyeri 1
    Baiq Ria Syafraini Elf
    Ainda não há avaliações
  • Bab 2 Nyeri
    Bab 2 Nyeri
    Documento27 páginas
    Bab 2 Nyeri
    Baiq Ria Syafraini Elf
    Ainda não há avaliações
  • Soal Kardio 1
    Soal Kardio 1
    Documento4 páginas
    Soal Kardio 1
    Baiq Ria Syafraini Elf
    Ainda não há avaliações
  • Sejarah Keperawatan International
    Sejarah Keperawatan International
    Documento6 páginas
    Sejarah Keperawatan International
    Baiq Ria Syafraini Elf
    Ainda não há avaliações
  • An Sosial Pada-Anak Homeschooling
    An Sosial Pada-Anak Homeschooling
    Documento22 páginas
    An Sosial Pada-Anak Homeschooling
    Firdaus Rizky
    Ainda não há avaliações
  • Maklah Kecukupan Nutrisi
    Maklah Kecukupan Nutrisi
    Documento11 páginas
    Maklah Kecukupan Nutrisi
    Baiq Ria Syafraini Elf
    Ainda não há avaliações