Você está na página 1de 99

i

ANALISIS PERUBAHAN GARIS PANTAI DI PANTAI TIMUR


PULAU BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU

MARIO PUTRA SUHANA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
ii
iii

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN


SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Perubahan Garis
Pantai di Pantai Timur Pulau Bintan Provinsi Kepulauan Riau adalah benar karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2016

Mario Putra Suhana


NRP C551140291
iv

RINGKASAN
MARIO PUTRA SUHANA. Analisis Perubahan Garis Pantai di Pantai Timur
Pulau Bintan Provinsi Kepulauan Riau. Dibimbing oleh I WAYAN NURJAYA
dan NYOMAN METTA N. NATIH.

Pantai timur Pulau Bintan terdiri dari empat pantai, yaitu Pantai Trikora 1,
Pantai Trikora 2, Pantai Trikora 3 dan Pantai Trikora 4 yang dimanfaatkan sebagai
kawasan wisata pantai dan kawasan konservasi padang lamun. Selama tahun
2005-2014 telah terjadi abrasi dan akresi di sepanjang pantai timur Pulau Bintan
yang ditandai dengan begitu banyak bangunan pantai yang dibangun seperti break
water sebagai upaya menghambat laju pengikisan pantai (abrasi). Gelombang laut
diduga menjadi penyebab perubahan garis pantai yang terjadi di pantai timur
Pulau Bintan, asumsi ini disebabkan oleh minimnya informasi ilmiah mengenai
kondisi pantai timur Pulau Bintan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
karakteristik dan pola transformasi gelombang laut serta perubahan garis pantai
yang terjadi di pantai timur Pulau Bintan selama tahun 2005-2014.
Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan September-Oktober 2015 di pantai
timur Pulau Bintan, Provinsi Kepulauan Riau. Data karakteristik gelombang laut
diperoleh melalui peramalan menggunakan data arah dan kecepatan angin hasil
publikasi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Kota Tanjungpinang,
sedangkan data garis pantai diperoleh dari hasil deliniasi citra satelit Landsat 8
tahun 2005 dan 2014. Analisis perubahan garis pantai menggunakan perangkat
lunak Digital Shoreline Analysis System (DSAS) dengan menggunakan metode
single transect dan metode end point rate.
Selama tahun 2005-2014 perairan pantai timur Pulau Bintan dipengaruhi
oleh angin yang bertiup dari arah utara, selatan dan tenggara dengan frekuensi
kejadian 18.85-22.48 %. Angin yang bertiup selama musim barat dan musim
timur merupakan angin dengan kecepatan rata-rata tertinggi yaitu 3.60-8.80 m/s.
Selama musim barat angin bertiup dari Selat Singapura di arah utara dan dari Laut
Natuna di arah timur laut, sedangkan selama musim timur angin bertiup dari Selat
Karimata di arah selatan dan tenggara.
Tinggi rata-rata gelombang laut yang terbentuk di perairan pantai timur
Pulau Bintan selama tahun 2005-2014 berkisar antara 0.10-0.50 m. Gelombang
laut yang terbentuk di perairan pantai timur Pulau Bintan lebih dominan dari arah
utara dan selatan pantai dengan frekuensi kejadian 31.74-34.33 %. Selama musim
barat dan musim timur gelombang laut membentuk pola sejajar dengan garis
pantai, sedangkan selama musim peralihan gelombang laut membentuk pola tegak
lurus dengan garis pantai. Selama musim barat dan musim peralihan I gelombang
laut bergerak dari arah utara dan timur laut menuju selatan dan barat daya pantai,
sedangkan selama musim timur dan musim peralihan II gelombang laut bergerak
dari arah selatan dan tenggara menuju utara dan barat laut pantai.
Sebanyak 95.86 % sedimen pantai timur Pulau Bintan adalah pasir yang
didominasi oleh pasir halus (fine sand) dengan persentase 34.21 %, sedangkan
4.14 % adalah kerikil (gravel) dengan tipe kerikil sangat halus (very fine gravel).
Hasil analisis karakteristik sedimen menunjukan tipe sedimen pantai timur Pulau
Bintan adalah pasir sedikit berkerikil (slightly gravelly sand).
v

Pantai timur Pulau Bintan merupakan pantai berpasir dan berbatu dengan
panjang garis pantai 29.10 km. Pantai timur Pulau Bintan merupakan pantai yang
landai dengan tingkat kemiringan pantai pada jarak 0-1 km dari garis pantai
berkisar antara 0.09-0.16 (0.16-0.28 %). Selama tahun 2005-2014 terjadi abrasi
pada garis pantai sepanjang 9.65 km, sedangkan akresi terjadi pada garis pantai
sepanjang 19.45 km. Abrasi terjauh terjadi di Pantai Trikora 4 dengan jarak abrasi
47.51 m, sedangkan akresi terjauh terjadi di Pantai Trikora 1 dengan jarak akresi
91.57 m. Hasil analisis perubahan garis pantai menunjukan selama tahun 2005-
2014 terjadi abrasi sejauh 10.10 m dengan jarak abrasi rata-rata adalah 1.01
m/tahun pada garis pantai yang mengalami abrasi, sedangkan akresi terjadi sejauh
19.28 m dengan jarak akresi rata-rata adalah 1.93 m/tahun pada garis pantai yang
mengalami akresi.
Perubahan garis pantai yang terjadi di pantai timur Pulau Bintan disebabkan
oleh pengaruh gelombang laut, hal ini ditunjukan oleh kesamaan pola penjalaran
gelombang laut dengan bagian-bagian pantai yang mengalami abrasi maupun
akresi. Khusus untuk Pantai Trikora 1 dan Pantai Trikora 2, perubahan garis
pantai sangat dipengaruhi oleh aktivitas manusia yaitu penimbunan kawasan
pantai, hal ini yang menyebabkan akresi lebih dominan terjadi di Pantai Trikora 1
dan Pantai Trikora 2.

Kata kunci: abrasi dan akresi, perubahan garis pantai, karakteristik angin
musiman, pola transformasi gelombang laut, pantai timur Pulau
Bintan
vi

SUMMARY
MARIO PUTRA SUHANA. Analysis of Shoreline Changes on East Coast of
Bintan Island Kepulauan Riau Province. Supervised by I WAYAN NURJAYA
and NYOMAN METTA N. NATIH.

East coast of Bintan Island consists of four beaches, namely Trikora 1


Beach, Trikora 2 Beach, Trikora 3 Beach and Trikora 4 Beach which used as a
coastal tourism areas and seagrass conservation areas. During 2005-2014 has
occurred abrasion and accretion along the east coast of Bintan Island marked with
so many beach buildings has built, such as break water as an attempt to inhibit the
rate of coastal removal (abrasion). Ocean waves are alleged to be the cause of the
shoreline changes that occurred on east coast of Bintan Island, this assumption
caused by a lack of scientific information about the condition of east coast of
Bintan Island. This research aims to analyze the ocean waves characteristics and
transformation patterns and shoreline changes that occurred on east coast of
Bintan Island during 2005-2014.
This research conducted in September-October 2015 on east coast of Bintan
Island, Kepulauan Riau Province. Ocean waves characteristics data obtained
through forecasting using wind speed and direction data published by Agency for
Meteorological Climatological and Geophysics of Tanjungpinang City, while the
shoreline data obtained from the results of 2005 and 2014 Landsat 8 satellite
imagery delineation. Shoreline changes analysis using Digital Shoreline Analysis
System (DSAS) with single transect and end point rate methods.
During 2005-2014 the waters of east coast of Bintan Island affected by the
wind that blows from north, south and southeast with 18.85-22.48 % frequency of
occurrence. The wind that blows during west and east season are the wind with
high speed average i.e. 3.60-8.80 m/s. During west season the wind blows from
Singapore Straits in north and from Natuna Seas in northeast, while during east
season the wind blows from Karimata Straits in south and south east.
The average of ocean waves height which formed on the waters of east coast
of Bintan Island during 2005-2014 ranged between 0.10-0.50 m. Ocean waves
which formed on the waters of east coast of Bintan Island are derived
predominantly from the north and south of the coast with 31.74-34.33 %
frequency of occurrence. During west and east season the ocean waves formed
parallel patterns to the shoreline, while during transitional season the ocean waves
formed perpendicular patterns to the shoreline. During west and transitional I
season the ocean waves derived from north and northeast to south and southwest
of the coast, while during east and transitional II season the ocean waves derived
from south and southeast to north and northwest of the coast.
Around 95.86 % sediment on east coast of Bintan Island are sand which
dominated by fine sand with 34.21 % percentage, while 4.14 % are gravel with the
type of the gravel is very fine gravel. The results of the sediment characteristics
showed the type of the sediment on east coast of Bintan Island are slightly
gravelly sand.
The east coast of Bintan Island is a rocky and sandy beach with 29.10 km
shoreline length. The east coast of Bintan Island is a sloping beach with the beach
slope level at 0-1 km distance from shoreline ranged between 0.09-0.16 (0.16-
vii

0.28 %). During 2005-2014 the abrasion occurred on 9.65 km shoreline, while the
accretion occurred on 19.45 km shoreline. The farthest abrasion occurred on
Trikora 4 Beach with 47.51 m abrasion distance, while the farthest accretion
occurred on Trikora 1 Beach with 91.57 m accretion distance. Shoreline changes
analysis results showed during 2005-2014 the abrasion occurred along 10.10 m
with 1.01 m/year average on the shoreline which occurred abrasion, while the
accretion occurred along 19.28 m with 1.93 m/year average on the shoreline
which occurred accretion.
The shoreline changes that occurred on east coast of Bintan Island caused by
the influence of the ocean waves, it can be seen by the similarity of the ocean
waves transformation patterns with the parts of the coast that experienced abrasion
and accretion. Especially for Trikora 1 and Trikora 2 Beach, the shoreline changes
highly influence by human activities that is hoarding the coastal area, this that
caused the accretion occurred more dominant on Trikora 1 and Trikora 2 Beach.

Keywords: abrasion and accretion, shoreline changes, seasonal wind


characteristics, ocean waves transformation patterns, east coast of
Bintan Island
viii

Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016


Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
ix

ANALISIS PERUBAHAN GARIS PANTAI DI PANTAI TIMUR


PULAU BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU

MARIO PUTRA SUHANA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Kelautan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
x

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Jonson Lumban Gaol, MSi
xi
xii

PRAKATA
Puji dan syukur kepada Allah subhanahu wa taala atas segala karunia-Nya
sehingga tesis dengan judul Analisis Perubahan Garis Pantai di Pantai Timur
Pulau Bintan Provinsi Kepulauan Riau berhasil diselesaikan.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Kedua orang tua penulis, Suhardi Abrus, SPdI (Ayah), Asna Yamin, SPdI
(alm) (Ibu), kedua adik penulis Fitra Setiadi dan Muhammad Fajar Fajri
Fardillah serta terkhusus kepada Anjani Nurhasana yang menjadi
penyemangat penulis selama menyelesaikan pendidikan Magister.
2. Bapak Dr Ir I Wayan Nurjaya, MSc dan Bapak Dr Ir Nyoman Metta N. Natih,
MSi selaku pembimbing yang telah memberikan arahan, masukan dan segala
bentuk kemudahan selama penyusunan tesis.
3. Bapak Dr Ir Jonson Lumban Gaol, MSi dan Bapak Dr Ir Tri Prartono, MSc
selaku penguji pada ujian tesis yang telah memberikan kritik dan masukan
yang bermanfaat.
4. Bapak Dr Ir Agus Saleh Atmadipoera, DESS selaku reviewer gugus kendali
mutu atas segala koreksi yang diberikan sehingga penulisan tesis ini menjadi
lebih baik lagi.
5. Ibu Dr Roza Yusfiandayani, SPi selaku pimpinan redaksi Jurnal Teknologi
Perikanan dan Kelautan (JTPK) Institut Pertanian.
6. Kepala dan staf Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Kota
Tanjungpinang yang telah memfasilitasi data-data penelitian.
7. Kakanda Chandra Joei Koenawan, SPi, MSi selaku kepala laboratorium
Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Maritim Raja Ali Haji Kota
Tanjungpinang yang telah memfasilitasi peralatan penelitian.
8. Saudara Ferdy Gustian Utama, SIk, MSi dan Ibu Yunita Kirnawati, SPd atas
segala bantuan selama penulisan tesis.
9. Kakanda Ari Anggoro, SPi, MSi atas segala pengalaman, ilmu dan soft skill
yang diberikan selama ini untuk pengembangan diri penulis.
10. Saudara Ali Muqsit, SKel, MSi atas segala bantuan dan dorongan semangat
selama penyusunan tesis.
11. Tim penelitian (Arief Budiman Daulay, SPi, Tio Perdana, SPi, Dendi Zulheri,
SPi, Cornelius Surya, SPi, Muhammad Hardian Wiguna, ST, MArch dan
Furqan Rianto, SKep, Ns) atas segala bantuan selama pelaksanaan penelitian.
12. Keluarga besar Bapak Arsyad Amir yang telah membantu dan memfasilitasi
pelaksanaan penelitian.
13. Rekan-rekan keluarga besar Pascasarjana Ilmu Kelautan Institut Pertanian
Bogor 2014 atas segala bentuk kebersamaan selama dua tahun terakhir,
semoga rekan-rekan sukses dalam karir di tempat masing-masing.

Semoga tesis ini bermanfaat.


Bogor, September 2016

Mario Putra Suhana


xiii

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL xiv
DAFTAR GAMBAR xiv
DAFTAR LAMPIRAN xvi
1 PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 3
Tujuan Penelitian 3
Manfaat Penelitian 3
Hipotesis 3
2 METODE PENELITIAN 4
Waktu dan Lokasi Penelitian 4
Alat dan Bahan Penelitian 5
Prosedur Penelitian 5
Pengukuran Pasang Surut 5
Pengukuran Kedalaman Perairan 5
Pengambilan Sampel Sedimen 6
Analisis Data 6
Pasang Surut 6
Arah dan Kecepatan Angin 6
Gelombang Laut 8
Sedimen 10
Kedalaman Perairan 10
Koreksi Citra Satelit 11
Klasifikasi Citra Satelit 11
Deliniasi Garis Pantai 12
Koreksi Hasil Deliniasi Garis Pantai 13
Perubahan Garis Pantai 15
3 HASIL DAN PEMBAHASAN 16
Pola Pasang Surut 16
Pola Arah dan Kecepatan Angin 17
Karakteristik dan Pola Transformasi Gelombang Laut 22
Karakteristik Sedimen 29
Profil Pantai 32
Perubahan Garis Pantai 34
4 SIMPULAN DAN SARAN 53
Simpulan 53
Saran 54
DAFTAR PUSTAKA 54
LAMPIRAN 59
RIWAYAT HIDUP 83
xiv

DAFTAR TABEL
1. Persamaan yang digunakan untuk menghitung tunggang pasang surut 6
2. Pola pasang surut pantai timur Pulau Bintan saat akuisisi citra satelit 14
3. Komponen pasang surut perairan pantai timur Pulau Bintan 17
4. Persentase arah dan kecepatan angin selama musim barat 18
5. Persentase arah dan kecepatan angin selama musim peralihan I 19
6. Persentase arah dan kecepatan angin selama musim timur 20
7. Persentase arah dan kecepatan angin selama musim peralihan II 21
8. Persentase arah dan kecepatan angin selama tahun 2005-2014 22
9. Arah dan panjang fetch efektif yang digunakan untuk peramalan
gelombang laut 23
10. Persentase tinggi gelombang laut harian berdasarkan arah fetch efektif 24
11. Persentase fraksi sedimen setiap stasiun 29
12. Tipe dan nilai diameter 50 % (D50) butiran sedimen setiap pantai 30
13. Kemiringan pantai timur Pulau Bintan pada jarak 0-1 km dari garis
pantai 33
14. Hasil analisis perubahan garis pantai di Pantai Trikora 1 35
15. Hasil analisis perubahan garis pantai di Pantai Trikora 2 39
16. Hasil analisis perubahan garis pantai di Pantai Trikora 3 46
17. Hasil analisis perubahan garis pantai di Pantai Trikora 4 51
18. Hasil analisis perubahan garis pantai di pantai timur Pulau Bintan
selama tahun 2005-2014 53

DAFTAR GAMBAR
1. Kerangka pikir penelitian 4
2. Lokasi penelitian serta posisi stasiun pengambilan data lapangan 5
3. Tahap deliniasi garis pantai 13
4. Pola pasang surut pantai timur Pulau Bintan Bulan Januari 2005 13
5. Pola pasang surut pantai timur Pulau Bintan Bulan September 2014 14
6. Tahap analisis perubahan garis pantai 16
7. Pola pasang surut perairan pantai timur Pulau Bintan hasil pengukuran
selama 15 hari 17
8. Mawar angin (wind rose) musim barat 18
9. Mawar angin (wind rose) musim peralihan I 19
10. Mawar angin (wind rose) musim timur 20
11. Mawar angin (wind rose) musim peralihan II 21
12. Mawar angin (wind rose) selama tahun 2005-2014 22
13. Lokasi penentuan arah fetch efektif 23
14. Tinggi gelombang laut harian perairan pantai timur Pulau Bintan 24
15. Periode gelombang laut harian perairan pantai timur Pulau Bintan 24
16. Pola penjalaran gelombang laut selama musim barat 25
17. Pola penjalaran gelombang laut selama musim peralihan I 26
18. Pola penjalaran gelombang laut selama musim timur 27
19. Pola penjalaran gelombang laut selama musim peralihan II 28
20. Tipe butiran sedimen Pantai Trikora 1 30
xv

21. Tipe butiran sedimen Pantai Trikora 2 30


22. Tipe butiran sedimen Pantai Trikora 3 30
23. Tipe butiran sedimen Pantai Trikora 4 31
24. Tipe butiran sedimen pantai timur Pulau Bintan 31
25. Batimetri perairan pantai timur Pulau Bintan 33
26. Pola perubahan garis pantai di Pantai Trikora 1 35
27. Perubahan garis pantai di Pantai Trikora 1 35
28. Pola perubahan garis pantai di Pantai Trikora 2 AOI 53-57 36
29. Perubahan garis pantai di Pantai Trikora 2 AOI 53-57 36
30. Pola perubahan garis pantai di Pantai Trikora 2 AOI 58-61 37
31. Perubahan garis pantai di Pantai Trikora 2 AOI 58-61 37
32. Pola perubahan garis pantai di Pantai Trikora 2 AOI 62-65 37
33. Perubahan garis pantai di Pantai Trikora 2 AOI 62-65 38
34. Pola perubahan garis pantai di Pantai Trikora 2 39
35. Pola perubahan garis pantai di Pantai Trikora 3 AOI 24-30 40
36. Perubahan garis pantai di Pantai Trikora 3 AOI 24-30 40
37. Pola perubahan garis pantai di Pantai Trikora 3 AOI 31-35 41
38. Perubahan garis pantai di Pantai Trikora 3 AOI 31-35 41
39. Pola perubahan garis pantai di Pantai Trikora 3 AOI 36-40 42
40. Perubahan garis pantai di Pantai Trikora 3 AOI 36-40 42
41. Pola perubahan garis pantai di Pantai Trikora 3 AOI 41-46 43
42. Perubahan garis pantai di Pantai Trikora 3 AOI 41-46 43
43. Pola perubahan garis pantai di Pantai Trikora 3 AOI 47-50 44
44. Perubahan garis pantai di Pantai Trikora 3 AOI 47-50 44
45. Pola perubahan garis pantai di Pantai Trikora 3 AOI 51-53 45
46. Perubahan garis pantai di Pantai Trikora 3 AOI 51-53 45
47. Pola perubahan garis pantai di Pantai Trikora 3 46
48. Perubahan garis pantai di Pantai Trikora 4 AOI 1-6 47
49. Pola perubahan garis pantai di Pantai Trikora 4 AOI 1-6 48
50. Perubahan garis pantai di Pantai Trikora 4 AOI 7-13 48
51. Pola perubahan garis pantai di Pantai Trikora 4 AOI 7-13 49
52. Perubahan garis pantai di Pantai Trikora 4 AOI 14-20 49
53. Pola perubahan garis pantai di Pantai Trikora 4 AOI 14-20 50
54. Perubahan garis pantai di Pantai Trikora 4 AOI 21-24 50
55. Pola perubahan garis pantai di Pantai Trikora 4 AOI 21-24 50
56. Pola perubahan garis pantai di Pantai Trikora 4 51
57. Pola perubahan garis pantai di pantai timur Pulau Bintan selama tahun
2005-2014 53
xvi

DAFTAR LAMPIRAN
1. Posisi ground control point untuk koreksi geometrik citra satelit 60
2. Hasil pengamatan geomorfologi pantai 61
3. Persentase distribusi ukuran butir sedimen setiap pantai 62
4. Persentase distribusi ukuran butir sedimen pantai timur Pulau Bintan 64
5. Kemiringan pantai timur Pulau Bintan pada jarak 0-1 km dari garis
pantai pada setiap stasiun pengamatan 65
6. Karakteristik gelombang laut perairan pantai timur Pulau Bintan 67
7. Hasil analisis perubahan garis pantai 70
1

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pantai merupakan zona interaksi antara daratan, lautan dan udara yang
selalu mengalami perubahan bentuk yang disebabkan oleh kemampuan
penyesuaian pantai menuju keseimbangan alami dalam merespon dampak dari
proses-proses oseanografi maupun aktivitas manusia di sekitar kawasan pantai.
Perubahan profil atau bentuk pantai dapat terjadi secara cepat atau lambat
tergantung pada imbang daya antara topografi pantai, proses hidro-oseanografi,
partikel sedimen yang masuk maupun yang keluar dari pantai serta aktivitas
manusia di sekitar kawasan pantai (Triatmodjo 1999; Hidayat 2005;
Suriamihardja 2005).
Pantai timur Pulau Bintan merupakan pantai yang dimanfaatkan sebagai
kawasan wisata pantai dan kawasan konservasi padang lamun. Pemanfaatan
pantai timur Pulau Bintan sebagai kawasan wisata pantai menyebabkan begitu
banyak pembangunan infrastruktur penunjang kegiatan wisata seperti hotel, resort
dan sarana penunjang kegiatan wisata lain di beberapa lokasi di sepanjang pantai
timur Pulau Bintan. Potensi wisata yang dimiliki pantai timur Pulau Bintan tentu
harus ditunjang oleh kondisi kawasan pantai yang memadai. Pengikisan pantai
(abrasi) tentu akan berdampak pada perubahan struktur pantai yang secara cepat
atau lambat akan mempengaruhi potensi wisata yang ada di pantai timur Pulau
Bintan.
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari hasil wawancara dengan
masyarakat setempat pada saat pelaksanaan pra-survei, telah terjadi proses abrasi
dan akresi di beberapa lokasi di sepanjang pantai timur Pulau Bintan selama tahun
2005-2014. Kondisi di lapangan pada saat pelaksanaan pra-survei menunjukan
Pantai Trikora 4 merupakan lokasi yang paling dominan mengalami pengikisan
(abrasi). Hal ini terlihat dari banyak bangunan pantai berupa break water yang
dibangun di beberapa lokasi di sepanjang Pantai Trikora 4 sebagai upaya yang
dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Bintan dalam menghambat laju pengikisan
yang terjadi di Pantai Trikora 4. Berdasarkan kondisi tersebut, dugaan sementara
penyebab perubahan garis pantai khususnya Pantai Trikora 4 disebabkan oleh
pengaruh gelombang laut.
Pengembangan kawasan pantai yang tidak dilandasi oleh prinsip
perlindungan dan pelestarian lingkungan dapat menyebabkan terjadinya kerusakan
fungsi ekologis yang berakibat terjadinya kerusakan kawasan pantai (Angkotasan
2012). Kurangnya pemahaman dan pengetahuan tentang pantai baik struktur
maupun perilaku pantai merupakan salah satu penyebab terjadinya konsep-konsep
pembangunan dan pengembangan kawasan pantai yang berdampak pada
kerusakan pantai. Salah satu contoh adanya tekanan terhadap kawasan pantai
adalah terjadinya perubahan garis pantai yang ditandai oleh proses abrasi maupun
akresi (Dewi 2011).
Informasi lain yang diperoleh pada saat pelaksanaan pra-survei adalah
perubahan garis pantai yang terjadi di pantai timur Pulau Bintan selama tahun
2005-2014 diduga sebagai dampak dari pembangunan infrastruktur penunjang
kegiatan wisata serta pemukiman masyarakat di beberapa lokasi di sepanjang
2

pantai timur Pulau Bintan. Hal ini disimpulkan berdasarkan asumsi yang diperoleh
dari hasil-hasil penelitian terdahulu mengenai perubahan garis pantai yang
dilakukan di beberapa kawasan pantai di Indonesia maupun dunia yang
menjelaskan bahwa perubahan garis pantai dapat disebabkan oleh pengaruh
struktur bangunan-bangunan pantai seperti dermaga, break water, groin, dan jetty.
Struktur bangunan pantai akan berdampak pada pola penjalaran gelombang laut
maupun arus menyusur pantai yang berdampak pada pola transpor sedimen
sepanjang pantai sehingga mempengaruhi pembentukan profil pantai (Makota et
al. 2004; Shamji 2011; Angkotasan et al. 2012; Nurhadi dan Syawaluddin 2013).
Hal lain yang diduga menjadi penyebab perubahan garis pantai yang terjadi
di pantai timur Pulau Bintan adalah dampak dari pemanfaatan ekosistem
mangrove sebagai bahan baku pembuatan arang. Bengen (2001) menjelaskan
salah satu pertahanan terbaik untuk mencegah suatu kawasan dari proses abrasi
adalah hutan mangrove. Hutan mangrove terbukti mampu mengurangi bahaya dari
hantaman gelombang laut yang menuju pantai karena hutan mangrove memiliki
sistem perakaran yang rapat yang berperan sebagai jangkar yang mampu menahan
lepasnya partikel tanah sehingga abrasi pantai dapat dicegah.
Salah satu hal yang dapat dilakukan dalam mengkaji kondisi suatu kawasan
pantai adalah melalui studi mengenai perubahan garis pantai (Sakka et al. 2011).
Salah satu cara yang dilakukan untuk menganalisis perubahan garis pantai adalah
melalui tumpang susun (overlay) citra satelit (Ebersole et al. 1986; Hanson dan
Kraus 1989). Beberapa penelitian sebelumnya yang mengkaji perubahan garis
pantai di berbagai kawasan pantai menggunakan citra satelit yaitu (Makota et al.
2004; Purba dan Jaya 2004; Tarigan 2007; Taofiqurohman dan Ismail 2012;
Yulius dan Ramdhan 2013).
Makota et al. (2004) menganalisis perubahan garis pantai utara dan selatan
Kunduchi, Tanzania menggunakan foto udara. Hasil dari penelitian tersebut
menyimpulkan bahwa konstruksi bangunan pantai adalah faktor dominan yang
mempengaruhi perubahan garis pantai utara dan selatan Kunduchi, Tanzania.
Purba dan Jaya (2004) dalam penelitian mengenai perubahan garis pantai
yang dilakukan di pesisir Kabupaten Lampung Timur menggunakan citra satelit
Landsat menyebutkan faktor morfologi pantai, variasi arah angin dan karakteristik
gelombang laut ditelaah sebagai faktor yang berperan dalam mempengaruhi
perubahan garis pantai di pesisir Kabupaten Lampung Timur.
Yulius dan Ramdhan (2013) menganalisis perubahan garis pantai di Teluk
Bungus Kota Padang berdasarkan perbandingan rona warna pada citra satelit
Landsat, ALOS, SPOT dan IKONOS. Hasil penelitian tersebut menyimpulkan
bahwa bagian pantai yang menjorok ke arah laut cenderung mengalami
pengikisan (abrasi).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Purba dan Jaya (2004) di
pesisir Kabupaten Lampung Timur dapat disimpulkan bahwa dalam mengkaji
perubahan garis pantai menggunakan citra satelit diperlukan juga studi mengenai
faktor alami seperti gelombang laut, arus menyusur pantai, transpor sedimen
maupun faktor-faktor non-alami seperti aktivitas manusia di sekitar kawasan
pantai untuk dijadikan sebagai pembanding dalam memvalidasi perubahan garis
pantai yang dianalisis menggunakan citra satelit.
Fokus penelitian ini adalah untuk mengkaji dan menganalisis perubahan
garis pantai yang terjadi di pantai timur Pulau Bintan selama tahun 2005-2014
3

melalui digitasi citra satelit dan menganalisis gelombang laut sebagai faktor alami
penyebab perubahan garis pantai.

Perumusan Masalah

Fenomena di lapangan menunjukan telah terjadi abrasi dan akresi di


beberapa lokasi di sepanjang pantai timur Pulau Bintan selama tahun 2005-2014
yang diduga merupakan dampak dari pembangunan infrastruktur penunjang
kegiatan wisata, pemukiman masyarakat serta pemanfaatan ekosistem mangrove.
Kurangnya informasi berupa kajian ilmiah mengenai faktor alami seperti
gelombang laut, arus menyusur pantai, transpor sedimen dalam mempengaruhi
perubahan garis pantai yang terjadi di pantai timur Pulau Bintan menjadi salah
satu alasan dilakukannya penelitian ini.
Penelitian ini mengkaji dan menganalisis perubahan garis pantai melalui
digitasi citra satelit serta mengkaji dan menganalisis gelombang laut sebagai salah
satu faktor alami penyebab perubahan garis pantai (dalam hal ini perubahan garis
pantai yang terjadi secara alami di pantai timur Pulau Bintan diduga disebabkan
oleh pengaruh gelombang laut). Sistematika perumusan masalah dan proses
penyelesaian masalah dalam penelitian ini disajikan pada Gambar 1.

Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah, penelitian ini bertujuan untuk:


1. Menganalisis karakteristik dan pola penjalaran gelombang laut di perairan
pantai timur Pulau Bintan selama tahun 2005-2014.
2. Menganalisis perubahan garis pantai yang terjadi di pantai timur Pulau Bintan
selama tahun 2005-2014.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagaimana


karakteristik dan pola penjalaran gelombang laut di perairan pantai timur Pulau
Bintan serta perubahan garis pantai yang terjadi di pantai timur Pulau Bintan
selama tahun 2005-2014. Selain itu hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan
sebagai sumber informasi untuk pengelolaan kawasan pantai timur Pulau Bintan
yang lebih baik lagi ke depannya.

Hipotesis

Gelombang laut merupakan faktor alami utama penyebab perubahan garis


pantai. Gelombang laut yang menghantam pantai akan menggerus pantai, hasil
gerusan akan diangkut oleh arus menyusur pantai dalam proses sedimen transpor
yang disebut litoral drift. Perubahan garis pantai yang terjadi di pantai timur Pulau
Bintan secara alami diduga merupakan dampak dari pengaruh gelombang laut
yang menghantam pantai timur Pulau Bintan.
4

Pantai Timur Pemanfaatan


Konservasi Padang Lamun
Pulau Bintan Kawasan

Pemukiman Masyarakat
Perubahan Garis
Pantai
Wisata Pantai
Asumsi Awal
Hasil Pra-Survei Permasalahan

Pengaruh Non-Alami: Kurangnya Informasi


- Bangunan Pantai Mengenai Kajian
- Penimbunan Kondisi Pantai di
- Pemanfaatan Ekosistem Mangrove Lokasi Penelitian

Perumusan Masalah:
- Bagaimana Pengaruh Gelombang
Laut sebagai Faktor Alami Utama?

Penyelesaian Masalah

Menganalisis Pola Menganalisis Perubahan


Membandingka
Transformasi Garis Pantai Menggunakan
n
Gelombang Laut Citra Satelit

Output:
- Pola Transformasi Gelombang Laut
- Perubahan Garis Pantai
Gambar 1 Kerangka pikir penelitian

2 METODE PENELITIAN

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian lapang dilaksanakan dalam dua tahap, tahap I adalah pelaksanaan


pra-survei dan tahap II adalah pengambilan data lapangan pada Bulan September-
Oktober 2015 di pantai timur Pulau Bintan Provinsi Kepulauan Riau. Peta lokasi
penelitian dan stasiun pengambilan data lapangan disajikan pada Gambar 2.
5

Gambar 2 Lokasi penelitian serta posisi stasiun pengambilan data lapangan

Alat dan Bahan Penelitian

Peralatan penelitian terdiri dari peralatan pengambilan data lapangan (GPS


Garmin 76CSX, Fish Finder Garmin 350 C, papan berskala dan sedimen grab),
peralatan analisis data (oven, timbangan digital, cawan petri dan ayakan
bertingkat) serta beberapa perangkat lunak untuk analisis data (Tides Software
Applications, WRPlot View, Surface Water Modeling System, Gradistat, Envi,
eCognition Developer 64, ArcGIS dan Digital Shoreline Analysis System).
Bahan-bahan penelitian yang digunakan terdiri dari sampel sedimen, Peta
Lingkungan Pantai Indonesia (LPI) skala 1:50.000 tahun 2002, Peta Rupa Bumi
Indonesia (RBI) skala 1:25.000 tahun 2008 serta citra satelit Landsat 8 wilayah
pesisir Kabupaten Bintan tahun 2005 dan 2014.

Prosedur Penelitian

Pengukuran Pasang Surut


Pengukuran pasang surut dilakukan menggunakan papan berskala yang
dipasang di pantai. Pengamatan pasang surut dilakukan pada tanggal 13-27
Oktober 2015 dengan cara membaca skala pada papan berskala yang
bersinggungan dengan permukaan laut. Interval perekaman data pasang surut
dilakukan setiap satu jam mulai pukul 00:00-23:00 selama 15 hari pengamatan.

Pengukuran Kedalaman Perairan


Pengukuran kedalaman perairan menggunakan fish finder di sepanjang
perairan pantai timur Pulau Bintan dengan membentuk lintasan sejauh 5-7 km ke
arah laut dan sejauh 1-1.5 km sejajar pantai. Pengukuran kedalaman perairan
6

menggunakan standar pengukuran LPI SNI 19-6726-2002 mengacu pada BIG


(2015).

Pengambilan Sampel Sedimen


Pengambilan sampel sedimen dilakukan pada 12 titik stasiun pengamatan di
sepanjang pantai timur Pulau Bintan. Pengambilan sampel sedimen menggunakan
sedimen grab dan dilakukan di atas kapal dengan cara menurunkan sedimen grab
secara perlahan dengan posisi mulut sedimen grab tegak lurus menghadap
permukaan laut. Setelah sedimen grab menyentuh dasar perairan, sedimen grab
ditarik kembali ke permukaan secara perlahan agar mulut sedimen grab yang telah
tertutup tidak terbuka sehingga sedimen yang telah terperangkap di dalam
sedimen grab tidak terbuang.

Analisis Data

Pasang Surut
Analisis data pasang surut menggunakan metode least square mengacu pada
Ongkosongo (1989) untuk memperoleh komponen pasang surut. Komponen
pasang surut digunakan untuk menghitung tunggang pasang surut dan bilangan
formzahl (F) yang dijadikan sebagai acuan untuk menentukan tipe pasang surut.
Perhitungan nilai bilangan formzahl (F) menggunakan persamaan berikut
mengacu pada Beer (1997):

K1 O1
F (1)
M 2 S2

Dimana:
F = Bilangan Formzahl (F)
K1 = Komponen pasang surut diurnal akibat gaya tarik matahari dan bulan
O1 = Komponen pasang surut diurnal akibat gaya tarik bulan
M2 = Komponen pasang surut semi diurnal akibat gaya tarik bulan
S2 = Komponen pasang surut semi diurnal akibat gaya tarik matahari

Perhitungan tunggang pasang surut menggunakan datum referensi terhadap


ketinggian muka laut rata-rata (MSL) sehingga nilai MSL diasumsikan 0 (nol).
Perhitungan tunggang pasang surut mengacu pada Beer (1997).

Tabel 1 Persamaan yang digunakan untuk menghitung tunggang pasang surut


Karakteristik Pasang Surut Singkatan/Simbol Persamaan
Mean Highest Water Spring MHWS S0+(M2+K1+O1)/2
Mean Highest Water Neap MHWN S0+(K1+O1-M2)/2
Mean Sea Level MSL 0
Mean Lowest Water Neap MLWN S0-(K1+O1-M2)/2
Mean Lowest Water Spring MLWS S0-(M2+K1+O1)/2

Arah dan Kecepatan Angin


Data arah dan kecepatan angin digunakan untuk peramalan gelombang laut.
Penelitian ini menggunakan data arah dan kecepatan angin harian selama tahun
7

2005-2014 publikasi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG)


Kota Tanjungpinang. Data angin publikasi BMKG merupakan data angin yang
diukur di darat sehingga harus dikonversi menjadi data angin yang bertiup di laut.
Konversi data angin dilakukan dalam beberapa tahap yaitu koreksi ketinggian,
koreksi durasi, koreksi stabilitas dan konversi wind stress factor.

1. Koreksi Ketinggian
Koreksi ketinggian dilakukan apabila pengukuran angin tidak dilakukan
pada ketinggian 10 m di atas permukaan laut. Koreksi ketinggian dilakukan
menggunakan persamaan berikut mengacu pada USACE (2003a):

1/ 7
10
U 10 U z (2)
z

Dimana:
U10 = Kecepatan angin pada ketinggian 10 m (m/s)
Uz = Kecepatan angin yang diukur pada ketinggian z (m/s)
z = Ketinggian pengukuran (m)

Data angin yang digunakan pada penelitian ini diukur pada ketinggian 10 m
di atas permukaan laut sehingga koreksi ketinggian tidak dilakukan.

2. Koreksi Durasi
Koreksi durasi dilakukan karena data angin hasil pengukuran merupakan
data hasil pengamatan sesaat. Peramalan gelombang laut diperlukan data durasi
angin bertiup dimana selama durasi tersebut kecepatan angin dianggap konstan.
Koreksi durasi dilakukan untuk mendapatkan kecepatan angin rata-rata selama
durasi yang diinginkan (dalam penelitian ini menggunakan durasi 1 jam). Koreksi
durasi dilakukan menggunakan persamaan berikut mengacu pada USACE
(2003a):

1609
t (3)
Uf
Selanjutnya dilakukan perhitungan kecepatan angin rata-rata untuk durasi
satu jam menggunakan persamaan berikut mengacu pada USACE (2003a):

Uf
U 3600 (4)
c

Apabila kondisi 1<t<3600, maka c adalah:

45
c 1.277 0.296 tanh 0.9 log (5)
t
Sedangkan apabila kondisi 3600<t<36000, maka c adalah:
c 0.15 log t 1.5334 (6)
8

Dimana:
t = Durasi waktu yang diinginkan (s)
Uf = Kecepatan angin hasil koreksi ketinggian (m/s)
U3600 = Kecepatan angin untuk durasi satu jam (m/s)
c = Konstanta

3. Koreksi Stabilitas
Koreksi stabilitas berkaitan dengan perbedaan suhu antara daratan dan
permukaan laut. Koreksi stabilitas dilakukan menggunakan persamaan berikut
mengacu pada USACE (2003a):

U RT U10 (7)

Dimana:
U = Kecepatan angin hasil koreksi stabilitas (m/s)
U10 = Kecepatan angin yang diukur pada ketinggian 10 m (m/s)
RT = Koefisien stabilitas, dimana dalam hal ini RT = 1.10 disebabkan perbedaan
suhu antara daratan dan permukaan laut tidak diketahui

4. Konversi Wind Stress Factor


Konversi wind stress factor untuk mengkonversi data arah dan kecepatan
angin yang bertiup di darat menjadi data arah dan kecepatan angin yang bertiup di
laut menggunakan persamaan berikut mengacu pada USACE (2003a):

U A 0.71U
1.23
(8)
Dimana:
UA = Wind stress factor (m/s)
U = Kecepatan angin hasil koreksi stabilitas (m/s)

Data angin hasil koreksi digunakan sebagai input untuk mendapatkan


persentase arah dan kecepatan angin yang bertiup setiap musim selama tahun
2005-2014 dan ditampilkan dalam bentuk mawar angin (wind rose) menggunakan
perangkat lunak WRPlot View.
Pengolahan data arah dan kecepatan angin menggunakan WRPlot View
diawali dengan melakukan input data berupa jam, tanggal, bulan, tahun serta data
arah dan kecepatan angin untuk dilakukan konversi data. Data yang telah
dikonversi ditampilkan dalam bentuk mawar angin (wind rose) dengan mode
blowing from sedangkan persentase arah dan kecepatan angin ditampilkan dalam
bentuk histogram.

Gelombang Laut
Peramalan gelombang laut menggunakan metode SMB (Sverdrup Munk
Bretschneider) mengacu pada CHL (2002). Tahap peramalan gelombang laut
terdiri dari filterisasi data angin, penentuan panjang fetch efektif (jarak wilayah
pembangkitan gelombang laut), perhitungan tinggi, periode dan durasi
pertumbuhan gelombang laut serta analisis parameter gelombang pecah.
Penentuan panjang fetch efektif menggunakan bantuan peta RBI dengan
tahapan yaitu menentukan titik awal pembangkitan gelombang di laut dalam,
9

menarik garis lurus dari titik awal penentuan fetch ke delapan arah mata angin
utama dengan membentuk sudut sebesar 5 pada setiap garis hingga membentur
daratan dan mengukur panjang fetch yang telah ditentukan. Jika panjang fetch
efektif >200 km maka panjang fetch efektif yang digunakan adalah 200 km
disebabkan kecepatan angin konsisten hanya sejauh 200 km (Kartikasari 2008).
Panjang fetch efektif dihitung menggunakan persamaan berikut mengacu pada
USACE (2003):

Feff
xi cos (9)
cos
Dimana:
Feff = Panjang fetch efektif (m)
xi = Panjang fetch untuk tiap selang 5 (m)
= Sudut antara arah yang ditinjau dengan garis fetch ()

Analisis karakteristik gelombang laut yang terdiri dari tinggi, periode dan
durasi pertumbuhan gelombang laut menggunakan metode SMB mengacu pada
CERC (1984). Untuk perhitungan tinggi gelombang laut signifikan (Hs):

0.5 U A 2
Hs 1.6 *10 3 F* (10)
g

Untuk perhitungan periode gelombang laut signifikan (Ts):

1/ 3 U A 2
Ts 0.2857 F*
(11)
g

Untuk perhitungan durasi pertumbuhan gelombang laut (t):

2/3 U A
t 68.8 F* (12)
g

Dimana:
Hs = Tinggi gelombang laut signifikan (m)
Ts = Periode gelombang laut signifikan (m/s)
t = Durasi pertumbuhan gelombang laut (s)
F* = Panjang fetch minimum (m)
UA = Wind stress factor (m/s)
g = Percepatan gravitasi (m/s2)

Selanjutnya dilakukan perhitungan untuk penentuan tipe gelombang pecah


berdasarkan indeks gelombang pecah mengacu pada CHL (2002) untuk
mendapatkan nilai surf similarity () yang digunakan untuk menentukan tipe
10

gelombang pecah. Nilai surf similarity () diperoleh menggunakan persamaan


berikut:

0.5
H
tan 0 (13)
L0

Dimana:
tan = Kemiringan pantai ()
H0 = Tinggi gelombang di laut dalam (m)
L0 = Panjang gelombang di laut dalam (m)
= Surf similarity

Sedimen
Analisis sampel sedimen dilakukan di laboratorium Fakultas Ilmu Kelautan
dan Perikanan Universitas Maritim Raja Ali Haji Kota Tanjungpinang. Analisis
sampel sedimen mengikuti standar prosedur ASTM (American Society for Testing
and Materials) mengacu pada Allen (1985) dan Lindholm (1987) untuk
mendapatkan jumlah fraksi dan berat setiap fraksi sampel sedimen menggunakan
ayakan bertingkat. Jumlah fraksi dan berat setiap fraksi sedimen digunakan
sebagai input untuk memperoleh nilai parameter statistik sedimen yaitu mean,
sorting, skewness, kurtosis dan nilai diameter 50 % butiran sedimen (D50)
menggunakan perangkat lunak gradistat yang terintegrasi dengan perangkat lunak
microsoft excel mengacu pada Blott (2010).
Prinsip kerja gradistat dalam memperoleh dan menganalisis tipe serta
parameter statistik sampel sedimen yaitu berdasarkan jumlah fraksi dan berat
setiap fraksi sedimen yang digunakan sebagai data masukan. Analisis sampel
sedimen menggunakan gradistat diawali dengan memasukan nilai berat setiap
fraksi sedimen berdasarkan jumlah fraksi dan ukuran jaring ayakan bertingkat.
Tahap selanjutnya adalah melakukan proses kalkulasi dengan mode calculate
statistics. Hasil dari proses kalkulasi berupa yaitu jenis/tipe sedimen dan nilai
mean, sorting, skewness dan kurtosis masing-masing sampel sedimen.

Kedalaman Perairan
Koreksi kedalaman perairan dilakukan dengan memperhitungkan nilai
kedalaman hasil pengukuran lapangan, ketinggian muka laut saat melakukan
pengukuran dan nilai ketinggian muka laut rata-rata (MSL). Koreksi kedalaman
perairan menggunakan persamaan berikut mengacu pada USACE (2003):

d d t ht MSL (14)

Dimana:
d = Kedalaman perairan terkoreksi (m)
dt = Kedalaman perairan yang diukur pada waktu t (m)
ht = Ketinggian muka laut pada waktu t (m)
MSL = Ketinggian muka laut rata-rata (m)
11

Koreksi Citra Satelit


Citra satelit yang digunakan pada penelitian ini adalah citra satelit Landsat 8
tahun 2005 hasil perekaman 12 Januari 2005 yang digunakan sebagai garis pantai
awal (baseline) dan hasil perekaman 12 September 2014 sebagai garis pantai
pembanding. Pengolahan citra satelit dilakukan untuk mengoreksi hasil
perekaman citra satelit dengan kondisi sebenarnya di lapangan. Pengolahan citra
satelit terdiri dari koreksi atmosferik dan koreksi geometrik (Anggoro et al. 2015).

1. Koreksi Atmosferik
Proses koreksi atmosferik dilakukan menggunakan modul FLAASH pada
perangkat lunak Envi. Koreksi atmosferik bertujuan untuk menghilangkan
pengaruh atmosfer seperti partikel debu dan uap air (Felde et al. 2003). Tahap
koreksi atmosferik menggunakan FLASSH adalah sebagai berikut: 1) Kalibrasi
nilai digital citra menjadi nilai radian dalam format band interleaved by line
(BIL); 2) Menentukan titik tengah scene citra, tipe sensor, ketinggian sensor,
ukuran piksel dan akuisisi yang terdapat pada metadata citra; 3) Menentukan
ketinggian rata-rata lokasi penelitian dan menentukan model atmosferik yaitu
tropical dan model aerosol maritime; 4) Memasukan nilai kecerahan udara.

2. Koreksi Geometrik
Koreksi geometrik dilakukan menggunakan data GCP (Ground Control
Point) hasil pengukuran lapangan berdasarkan persamaan polinomial (Green et al.
2000). Penentuan posisi GCP dilakukan pada lokasi yang dianggap tidak berubah
atau berpindah selama tahun 2005-2014 seperti dermaga, persimpangan jalan dan
menara (tower). Posisi lokasi GCP pada penelitian ini disajikan pada Lampiran 1.
Koreksi geometrik dilakukan dengan cara nilai koordinat baris dan kolom
ditransformasi secara matematis menjadi koordinat dengan sistem proyeksi yang
telah ditentukan. Persamaan polinomial dipilih untuk mengurangi kesalahan
koordinat. Akurasi dari transformasi polinomial dihitung dengan menggunakan
RMSE (Root Mean Square Error) untuk setiap GCP.

Klasifikasi Citra Satelit


Klasifikasi citra satelit dilakukan untuk memisahkan objek antara daratan
dan lautan. Klasifikasi citra satelit menggunakan perangkat lunak eCognition
menggunakan metode klasifikasi berbasis piksel. Metode klasifikasi berbasis
piksel menggunakan klasifikasi terbimbing algoritma support vector machines
dengan input thematic layer dari citra yang telah dilakukan koreksi. Input image
layer yang digunakan yaitu saluran tampak (coastal, blue, green, yellow, red dan
red-edge) dan saluran infra merah (NIR1 dan NIR2). Tahap klasifikasi citra satelit
terdiri dari proses segmentasi citra, klasifikasi multi skala dan algoritma SVM
(Trimble 2014).

1. Segmentasi Citra
Segmentasi citra merupakan konsep membangun objek/segmen dari piksel
menjadi objek/segmen yang memiliki sifat yang sama (Navulur 2007). Algoritma
yang digunakan untuk proses segmentasi citra pada penelitian ini adalah
segmentasi multi resolusi/MRS (multi resolution segmentation) dan algoritma
NDVI (Normalized Difference Vegetation Index). Parameter yang terdapat pada
12

algoritma MRS adalah scale untuk menentukan nilai maksimum heterogenitas


untuk pembentukan objek/segmen, shapes merupakan homogenitas tekstur input
image layer dan berkaitan dengan nilai digital citra yang dipengaruhi oleh warna
serta compactness untuk mengoptimalkan komposit objek yang berasal dari
shapes sehingga menciptakan homogenitas pada objek/segmen yang dihasilkan
(Trimble 2014).

2. Klasifikasi Multi Skala


Citra satelit yang telah dilakukan segmentasi selanjutnya diklasifikasi
berdasarkan informasi yang dimiliki oleh setiap objek citra berupa informasi
bentuk, topologi, nilai-nilai statistik dan level hirarki. Parameter yang dijadikan
input untuk membangun sebuah rule set pada process tree berupa threshold dalam
membangun objek ke dalam kelas-kelas tertentu. Algoritma yang digunakan untuk
membangun rule set pada process tree disesuaikan dengan kebutuhan. Rule set
merupakan kumpulan dari beberapa algoritma dalam mendefinisikan suatu objek
dalam kelas-kelas tertentu.

3. Algoritma Super Vector Machines


Algoritma SVM merupakan klasifikasi terbimbing yang dapat mencari
sebuah vektor atau garis yang berfungsi sebagai pemisah dua kelas objek dengan
memaksimalkan margin antar kelas objek. Algoritma klasifikasi ini berdasarkan
linier classifier yang tergolong klasifikasi machine learning. Secara sederhana
algoritma SVM adalah proses mencari hyper plane terbaik yang berfungsi sebagai
pemisah dua objek (Nugroho et al. 2003).

Deliniasi Garis Pantai


Deliniasi garis pantai dilakukan untuk mengekstrak garis pantai dari citra
satelit yang telah diklasifikasi. Teknik deliniasi garis pantai yang digunakan pada
penelitian ini menggunakan metode SBT (Single Band Threshold), band ratio dan
false color composite red green blue 542 (FCC RGB). Tahap deliniasi garis pantai
disajikan pada Gambar 5. Deliniasi dengan teknik SBT (Band 5) digunakan untuk
membagi secara langsung antara objek daratan dan lautan berdasarkan nilai
spektral Band 5 yang menjadi nilai threshold batas daratan dan lautan.
Metode band ratio (Band 4 dan 2) menghasilkan batas antara daratan dan
lautan pada daerah pantai yang tertutup oleh vegetasi. Daerah darat yang tidak
bervegetasi ikut terkelaskan ke dalam objek lautan, sedangkan dengan
menggunakan Band 5 dan Band 2 akan diperoleh garis pantai dari daerah yang
tertutup oleh pasir dan tanah. Untuk memperoleh kombinasi dari kedua informasi,
maka digunakan algoritma berikut mengacu pada Winarso dan Budhiman (2001):

If B4 / B5 1then 1else If B5 / B2 1then 1else 2 (15)

Alesheikh et al. (2007) menjelaskan bahwa jenis citra biner yang dihasilkan
dari algoritma persamaan 15 telah memadai untuk mengekstrak garis pantai,
namun jika diamati lebih teliti terdapat kecenderungan batas antara objek daratan
dan lautan yang masuk ke dalam piksel lautan. Untuk mengatasi permasalahan
tersebut dilakukan tahapan pembuatan citra baru yang dihasilkan dari hasil
perkalian dua jenis citra yang telah dihasilkan.
13

Citra Landsat 8
Terkoreksi dan Terklasifikasi
(2005) dan (2014)

Threshold Band 5 Band Ratio FCC RGB 542


B2/B4>1, B2/B5>1

Citra Landsat 8 Citra Landsat 8 Citra Landsat 8


Threshold Band Ratio FCC RGB 542
(2005) dan (2014) (2005) dan (2014) (2005) dan (2014)

Pengalian Kedua
Citra Satelit
Digitasi
Citra Satelit
Citra Biner
(2005) dan (2014)
Garis Pantai Garis Pantai
2005 2014
Gambar 3 Tahap deliniasi garis pantai

Koreksi Hasil Deliniasi Garis Pantai


Koreksi garis pantai hasil deliniasi citra satelit terhadap pasang surut
dilakukan untuk menghasilkan batas daratan dan lautan yang menjadi fitur garis
pantai sesuai dengan kondisi pasang surut. Data pasang surut yang digunakan
berdasarkan akuisisi citra satelit tahun 2005 dan citra satelit tahun 2014 diperoleh
dari hasil prediksi menggunakan perangkat lunak Tides Software Applications
yang disajikan pada Gambar 4 dan Gambar 5.

150 Tinggi Muka Laut


Elevasi (cm)

100 Saat Akuisisi Citra


50
0
-50
-100
-150
14

25
10
11
12
13

15
16
17
18
19
20
21
22
23
24

26
27
28
29
30
31
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Tanggal Pengamatan

Gambar 4 Pola pasang surut pantai timur Pulau Bintan Bulan Januari 2005
14

150 Tinggi Muka Laut


Elevasi (cm) 100
Saat Akuisisi Citra
50
0
-50
-100

17
10
11
12
13
14
15
16

18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Tanggal Pengamatan

Gambar 5 Pola pasang surut pantai timur Pulau Bintan Bulan September 2014

Tabel 2 Pola pasang surut pantai timur Pulau Bintan saat akuisisi citra satelit
Waktu Akuisisi Kondisi Pasang Surut
Tinggi Muka
Citra MSL
(dd-mm-yyyy) (hh:mm:ss) Laut Relatif Kondisi
(cm)
(cm)
2005 12-01-2005 10:52:00 161.00 127.00 Menuju Pasang
2014 12-09-2014 10:46:00 125.00 126.00 Menuju Surut

Tahap awal koreksi garis pantai hasil deliniasi citra satelit terhadap pasang
surut adalah dengan menghitung kemiringan pantai. Kemiringan pantai dihitung
menggunakan persamaan berikut mengacu pada USACE (2003):

d
tan (16)
m

Dimana:
tan = Kemiringan pantai ()
d = Kedalaman perairan (m)
m = Jarak dari garis pantai hingga kedalaman d (m)

Selanjutnya jarak pergeseran garis pantai hasil koreksi terhadap MSL


dihitung menggunakan persamaan berikut:


x (17)
tan

Dimana:
= Posisi muka air pada saat perekaman citra (m)
x = Jarak pergeseran garis pantai hasil koreksi terhadap pasang surut (m)
tan = Kemiringan pantai ()

Selanjutnya koreksi posisi garis ditentukan dengan cara apabila perekaman


citra dilakukan pada saat pasang atau tinggi muka laut lebih besar dari MSL maka
posisi garis pantai digeser sejauh x ke arah laut dan apabila perekaman citra
dilakukan pada saat surut atau tinggi muka laut lebih kecil dari MSL maka posisi
garis pantai digeser sejauh x ke arah darat.
15

Teori pendekatan yang digunakan dalam koreksi pasang surut terhadap


ekstraksi fitur garis pantai berdasarkan tahapan deliniasi citra satelit akan
diperoleh batas antara daratan dengan lautan yang menjadi fitur garis pantai. Sifat
air senantiasa menciptakan permukaan yang datar sehingga fluktuasi ketinggian
batas antara daratan dan lautan yang menyebabkan pergantian daratan ke lautan
maupun sebaliknya merupakan proses normal yang diakibatkan oleh ketinggian
muka laut akibat proses pasang surut.

Perubahan Garis Pantai


Analisis perubahan garis pantai pada penelitian ini menggunakan perangkat
lunak Digital Shoreline Analysis System (DSAS) yang terintegrasi dengan
perangkat lunak ArcGIS. Analisis perubahan garis pantai menggunakan kombinasi
antara metode end point rate (EPR) dan single transect (ST) yang terdapat di
dalam perangkat lunak DSAS untuk ekstraksi informasi jarak perubahan garis
pantai serta perhitungan statistik nilai jarak perubahan garis pantai pada setiap
transek yang digunakan untuk menghitung jarak perubahan garis pantai mengacu
pada Himmelstoss (2009), Thieler et al. (2009) dan Hapke et al. (2010).
Modifikasi metode single transect dilakukan karena kondisi pantai di lokasi
penelitian menghasilkan kondisi feature set yang kompleks, sehingga untuk
menyesuaikan dengan kondisi lokasi penelitian serta mengurangi tingkat
kesalahan (error) maka dilakukan modifikasi terhadap metode yang digunakan.
Perhitungan nilai statistik jarak perubahan garis pantai menggunakan metode end
point rate (EPR), metode ini dipilih karena garis pantai yang digunakan dalam
penelitian ini hanya dua buah fitur garis pantai. Metode EPR memperhitungkan
panjang transek yang bersinggungan dengan dua buah garis pantai yang dijadikan
sebagai input utuk melakukan perhitungan jarak perubahan garis pantai.
Modifikasi metode single transect dilakukan terhadap garis pantai awal
(baseline) (dalam penelitian ini garis pantai tahun 2005 dijadikan sebagai
baseline) yang menjadi dasar untuk pembuatan transek. Garis pantai yang
dijadikan baseline dibuat garis-garis transek tegak lurus sepanjang 100 m dengan
jarak antara satu transek dengan transek lainnya adalah 50 m. Hasil pembuatan
transek pada penelitian ini diperoleh 582 transek sepanjang pantai timur Pulau
Bintan. Modifikasi metode single transect dilakukan untuk memotong bagian
transek yang tidak bersinggungan antara baseline dengan garis pantai pembanding
(Gambar 6).
Jarak perubahan garis pantai ditentukan pada panjang setiap transek yang
menjadi titik perpotongan antara garis pantai 2005 dengan garis pantai tahun
2014. Panjang jarak perpotongan setiap transek yang mewakili perubahan garis
pantai ditandai dengan nilai positif (+) untuk garis pantai yang mengalami akresi
dan nilai negatif (-) untuk garis pantai yang mengalami abrasi (Kasim 2010).
Berdasarkan penentuan jarak perubahan garis pantai menggunakan metode
single transect dan metode end poin rate diperoleh beberapa parameter
perhitungan yaitu jumlah grid transek pada setiap grid garis pantai, panjang setiap
transek berdasarkan jumlah masing-masing tanda entitas yaitu positif (+) untuk
garis pantai yang mengalami akresi dan negatif (-) untuk garis pantai yang
mengalami abrasi serta rentang waktu kedua dataset citra satelit yang digunakan.
Berdasarkan parameter yang dihasilkan, perhitungan statistik perubahan
garis pantai dengan metode end point rate untuk jarak perubahan garis pantai pada
16

setiap grid garis pantai menggunakan persamaan berikut mengacu pada Kasim
(2010):

L
Vc ae Y 1 (18)
N
ae

Dimana:
Vc = Rata-rata jarak perubahan garis pantai pada setiap grid garis pantai setiap
tahun (m/tahun)
Lae = Panjang keseluruhan single transect pada setiap grid garis pantai menurut
entitas, akresi (+) dan abrasi (-) (m)
Nae = Jumlah transek pada setiap grid garis pantai
Y = Rentang waktu hasil ekstraksi garis pantai 2005 dan 2014 (10 tahun)

Garis Pantai Ekstraksi Data


ArcGIS DSAS
2005 dan 2014 Garis Pantai

ST
Line Polygon
Input Method
Garis Pantai
EPR

Calculate Output:
Parameter - Jumlah transek setiap grid garis pantai
Statistics - Nilai entitas setiap grid transek
Gambar 6 Tahap analisis perubahan garis pantai

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Pola Pasang Surut

Hasil pengukuran pasang surut menunjukan bahwa ketinggian muka laut


rata-rata (MSL) perairan pantai timur Pulau Bintan adalah 127.00 cm. Saat pasang
tertinggi ketinggian muka laut perairan pantai timur Pulau Bintan berada pada
ketinggian 72.00 cm di atas MSL sedangkan pada saat surut terendah ketinggian
muka laut berada pada ketinggian 72.00 cm di bawah MSL. Hasil analisis pasang
surut diperoleh variasi kisaran tunggang pasang surut antara 3.98 cm pada saat
pasang perbani (neap tide) hingga 41.04 cm pada saat pasang purnama (spring
tide) (Gambar 7).
17

Pasang surut perairan pantai timur Pulau Bintan merupakan tipe pasang
surut semi diurnal yang dipengaruhi oleh gaya tarik bulan. Hal ini ditunjukan oleh
nilai amplitudo komponen pasang surut M2 yang memiliki nilai amplitudo paling
besar dibandingkan dengan komponen pasang surut lainnya (Tabel 3). Hal ini juga
diperkuat dari hasil pengukuran pasang surut yang menunjukan dalam satu hari
terjadi fenomena dua kali pasang dan dua kali surut (Gambar 7).
Pola pasang surut suatu perairan umumnya asimetris. Hal ini merupakan
fenomena umum yang disebabkan masukan massa air laut saat pasang
mengakibatkan penumpukkan massa air laut menuju daratan, sedangkan saat surut
massa air laut akan menuju laut meninggalkan daratan dengan periode waktu yang
berbeda-beda (Surbakti 2012).
Wyrtki (1961) menjelaskan bahwa berdasarkan nilai bilangan formzahl tipe
pasang surut diklasifikasikan menjadi empat tipe yaitu tipe ganda (F 0.25), tipe
campuran condong harian ganda (0.25 F 1.25), tipe campuran condong harian
tunggal (1.50 F 3.00) dan tipe tunggal (F > 3.00). Nilai bilangan formzahl (F)
perairan pantai timur Pulau Bintan adalah 0.77 yang menunjukan bahwa pasang
surut perairan pantai timur Pulau Bintan merupakan tipe campuran condong
harian ganda.
Berdasarkan nilai bilangan formzahl (F) dan hasil pengukuran lapangan tipe
pasang surut perairan pantai timur Pulau Bintan merupakan tipe pasang surut semi
diurnal campuran condong harian ganda (mixed predominantly semi diurnal tide),
hal ini sesuai dengan pernyataan Triatmodjo (1999) yang menyebutkan bahwa
pasang surut dengan tipe campuran condong harian ganda di Indonesia umumnya
terjadi di sekitar perairan Selat Malaka hingga Laut Andaman.

Tabel 3 Komponen pasang surut perairan pantai timur Pulau Bintan


Komponen MSL M2 S2 N2 K2 K1 O1 P1 M4 MS4
Amplitudo (cm) 127 36 17 8 20 23 19 19 2 2
Fasa () - 264 55 202 63 101 35 40 196 326

100
Elevasi Muka Laut

50
0
(cm)

-50
-100
13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27
Tanggal Pengamatan

Gambar 7 Pola pasang surut perairan pantai timur Pulau Bintan hasil pengukuran
selama 15 hari

Pola Arah dan Kecepatan Angin

Analisis perubahan garis pantai memerlukan data deret waktu gelombang


laut yang panjang (Sakka et al. 2011). Peramalan tinggi dan periode gelombang
laut dapat dilakukan dengan menggunakan data arah dan kecepatan angin sebagai
faktor utama pembangkit gelombang laut (Yuwono dan Kodoatie 2004; Sorensen
2006). Energi angin yang bekerja di permukaan laut akan mengalami sheltering
18

effect yang disebabkan oleh pergesekan angin dengan permukaan laut sehingga
menyebabkan terjadinya variasi besaran gelombang laut yang acak (random
waves) di permukaan laut (Davis dan Dolan 1993).
Pantai timur Pulau Bintan terletak di belahan bumi utara (BBU). Pola arah
dan kecepatan angin di belahan bumi utara sangat dipengaruhi oleh sistem muson
yang dominan di perairan Asia Tenggara (Wyrtki 1961). Prawirowardoyo (1996)
menjelaskan bahwa musim barat di belahan bumi utara berlangsung selama Bulan
Oktober-April dan puncaknya berlangsung pada Bulan Desember-Januari
sedangkan musim timur berlangsung selama Bulan April-Oktober dan puncaknya
berlangsung pada Bulan Juni-Agustus.
Pada musim barat (Desember-Februari) angin bertiup dari arah utara dan
timur laut (Gambar 8) dengan frekuensi kejadian 64.24 % dan 19.81 %.
Kecepatan angin dominan yang bertiup dari arah utara dan timur laut saat musim
barat berkisar antara 5.70-8.80 m/s (Tabel 4), dengan kecepatan tersebut dapat
membangkitkan gelombang laut dengan tinggi mencapai 0.50 m (Wyrtki 1961;
Sorensen 1991).

Tabel 4 Persentase arah dan kecepatan angin selama musim barat


Kecepatan (m/s) Arah
Arah
0.5-2.1 2.1-3.6 3.6-5.7 5.7-8.8 8.8-11.1 11.1 (%)
U 1.73 5.63 13.38 27.35 13.31 2.84 64.24
TL 1.18 2.84 5.32 9.27 1.05 0.14 19.81
T 0.21 0.11 0.20 0.00 0.00 0.00 0.52
TG 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
S 0.04 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.04
BD 0.36 0.29 0.00 0.00 0.00 0.00 0.64
B 0.68 0.27 0.52 0.52 0.07 0.00 2.05
BL 1.66 2.89 4.20 3.36 0.36 0.00 12.47
Kecepatan
5.86 12.02 23.62 40.50 14.79 2.98 -
(%)

Gambar 8 Mawar angin (wind rose) musim barat


19

Musim peralihan ditandai dengan pola angin yang selalu berubah setiap
saat, hal ini disebabkan oleh proses perubahan arah tiupan angin dari satu musim
ke musim lainnya (Purba dan Jaya 2004). Pada musim peralihan arah dan
kecepatan angin cenderung lebih variatif. Musim peralihan I (Maret-Mei)
merupakan peralihan dari musim barat dengan tingkat kelembaban tinggi menuju
musim timur dengan tingkat kelembaban yang relatif lebih rendah. Pada saat
musim peralihan I perairan pantai timur Pulau Bintan dipengaruhi oleh angin yang
bertiup dari arah timur laut, utara, tenggara dan selatan (Gambar 9) dengan
frekuensi kejadian berkisar antara 14.22-23.15 % (Tabel 5) dan kecepatan angin
dominan berkisar antara 2.10-3.60 m/s.

Tabel 5 Persentase arah dan kecepatan angin selama musim peralihan I


Kecepatan (m/s) Arah
Arah
0.5-2.1 2.1-3.6 3.6-5.7 5.7-8.8 8.8-11.1 11.1 (%)
U 3.53 4.49 4.15 3.57 0.18 0.00 15.92
TL 5.18 5.62 7.25 4.62 0.45 0.04 23.15
T 3.84 3.32 0.67 0.00 0.00 0.00 7.83
TG 3.73 6.12 3.80 0.60 0.00 0.00 14.26
S 4.08 6.01 3.70 0.43 0.00 0.00 14.22
BD 3.39 3.44 1.59 0.09 0.00 0.00 8.51
B 2.88 1.50 0.85 0.42 0.00 0.00 5.65
BL 2.90 2.28 1.59 0.02 0.00 0.00 6.79
Kecepatan
29.53 32.79 23.61 9.75 0.63 0.04 -
(%)

Gambar 9 Mawar angin (wind rose) musim peralihan I

Pada musim timur (Juni-Agustus) kecepatan angin dominan berkisar antara


3.60-5.70 m/s. Selama musim timur perairan pantai timur Pulau Bintan
dipengaruhi oleh angin yang bertiup dari arah selatan dan tenggara dengan
frekuensi kejadian 47.68 % dan 38.64 % (Tabel 6). Kecepatan angin yang bertiup
di perairan pantai timur Pulau Bintan setiap musim cenderung variatif dengan
kecepatan angin berkisar antara 3.60-5.70 m/s dan 5.70-8.80 m/s. Kecepatan angin
20

yang bertiup selama musim barat dan musim timur cenderung lebih tinggi
dibandingkan dengan musim peralihan I dan musim peralihan II.

Tabel 6 Persentase arah dan kecepatan angin selama musim timur


Kecepatan (m/s) Arah
Arah
0.5-2.1 2.1-3.6 3.6-5.7 5.7-8.8 8.8-11.1 11.1 (%)
U 0.58 0.05 0.05 0.00 0.00 0.00 0.69
TL 0.18 0.04 0.07 0.00 0.00 0.00 0.29
T 0.34 0.49 0.16 0.00 0.00 0.00 1.00
TG 2.54 7.48 17.52 10.85 0.25 0.00 38.64
S 3.06 10.62 23.01 10.87 0.13 0.00 47.68
BD 1.49 3.73 2.68 0.51 0.00 0.00 8.41
B 0.63 0.83 0.67 0.07 0.00 0.00 2.21
BL 0.16 0.09 0.14 0.00 0.00 0.00 0.40
Kecepatan
8.99 23.33 44.31 22.30 0.38 0.00 -
(%)

Gambar 10 Mawar angin (wind rose) musim timur

Musim peralihan II (September-November) adalah peralihan dari musim


timur menuju musim barat. Pada saat musim peralihan II perairan pantai timur
Pulau Bintan dipengaruhi oleh angin dari arah tenggara, selatan dan barat daya
(Gambar 11) dengan frekuensi kejadian berkisar antara 13.48-22.82 % (Tabel 7).
Kecepatan angin yang bertiup juga lebih variatif, angin yang bertiup dari arah
tenggara dan selatan berkisar antara 3.60-5.70 m/s sedangkan kecepatan angin
yang bertiup dari barat daya berkisar antara 2.10-3.60 m/s.
Angin memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap proses perubahan
garis pantai yang terjadi karena angin merupakan salah satu faktor utama
pembangkit gelombang di laut, semakin besar kecepatan angin maka semakin
tinggi gelombang laut yang dibangkitkan (Trenggono 2009).
Angin yang bertiup selama musim peralihan cenderung variatif. Hal ini
disebabkan oleh peralihan dari satu musim ke musim lainnya. Periode peralihan
tersebut juga turut mempengaruhi pola arah angin yang bertiup di suatu kawasan.
21

Periode ini ditandai dengan pola arah dan kecepatan angin yang tidak konstan dan
selalu berubah setiap saat.

Tabel 7 Persentase arah dan kecepatan angin selama musim peralihan II


Kecepatan (m/s) Arah
Arah
0.5-2.1 2.1-3.6 3.6-5.7 5.7-8.8 8.8-11.1 11.1 (%)
U 3.33 3.74 0.92 0.27 0.05 0.00 8.32
TL 2.75 1.94 0.38 0.07 0.00 0.00 5.15
T 2.84 2.12 0.22 0.05 0.00 0.00 5.24
TG 3.86 6.21 8.32 4.41 0.02 0.00 22.82
S 4.82 7.51 7.71 2.23 0.00 0.00 22.27
BD 3.30 5.44 4.14 0.60 0.00 0.00 13.48
B 3.44 2.75 3.22 1.12 0.09 0.02 10.64
BL 3.52 2.49 2.01 1.23 0.13 0.11 9.49
Kecepatan
27.86 32.20 26.92 10.00 0.29 0.13 -
(%)

Gambar 11 Mawar angin (wind rose) musim peralihan II

Selama tahun 2005-2014 perairan pantai timur Pulau Bintan dipengaruhi


oleh angin yang bertiup dari arah utara dan selatan (Gambar 12) dengan frekuensi
kejadian 22.48 % dan 20.97 % (Tabel 8). Kecepatan angin yang bertiup dari arah
utara berkisar antara 5.70-8.80 m/s sedangkan kecepatan angin yang bertiup dari
arah selatan berkisar antara 3.60-5.70 m/s. Selain dari arah utara dan selatan,
angin yang bertiup dari arah tenggara juga memiliki frekuensi kejadian yang
cukup tinggi yaitu 18.85 % dengan kecepatan angin dominan berkisar antara 3.60-
5.70 m/s.
Angin yang bertiup di perairan pantai timur Pulau Bintan menunjukan
perbedaan kondisi yang signifikan antara musim barat dengan musim timur. Hal
ini disebabkan oleh angin yang menuju perairan pantai timur Pulau Bintan saat
musim barat bertiup dari arah utara dan mengandung banyak uap air karena pada
saat musim barat angin melewati Laut Cina Selatan yang luas sedangkan saat
musim timur angin yang bertiup cenderung kering disebabkan angin bertiup dari
22

arah selatan melewati daerah gurun yang luas di bagian utara Benua Australia
(Tjasyono & Mustofa 2004).

Tabel 8 Persentase arah dan kecepatan angin selama tahun 2005-2014


Kecepatan (m/s) Arah
Arah
0.5-2.1 2.1-3.6 3.6-5.7 5.7-8.8 8.8-11.1 11.1 (%)
U 2.29 3.48 4.67 7.89 3.43 0.72 22.48
TL 2.32 2.61 3.27 3.52 0.38 0.05 12.15
T 1.80 1.50 0.31 0.01 0.00 0.00 3.63
TG 2.52 4.93 7.38 3.95 0.07 0.00 18.85
S 2.98 6.01 8.58 3.38 0.03 0.00 20.97
BD 2.12 3.21 2.09 0.30 0.00 0.00 7.72
B 1.90 1.33 1.31 0.53 0.04 0.00 5.11
BL 2.05 1.94 2.00 1.16 0.12 0.03 7.30
Kecepatan
17.99 25.02 29.60 20.73 4.07 0.80 -
(%)

Gambar 12 Mawar angin (wind rose) selama tahun 2005-2014

Karakteristik dan Pola Transformasi Gelombang Laut

Gelombang laut memiliki peranan penting dalam proses perubahan garis


pantai. Gelombang laut dengan energi yang besar akan memberikan dampak yang
besar pula terhadap perubahan garis pantai (Trenggono 2009; Angkotasan et al.
2012). Penjalaran gelombang dari laut dalam menuju pantai akan mengalami
perubahan bentuk yang disebabkan oleh proses refraksi dan shoaling karena
pengaruh perubahan kedalaman laut, proses difraksi dan refleksi gelombang laut
akibat pengaruh bangunan pantai maupun pulau. Berkurangnya kedalaman laut
menyebabkan panjang serta kecepatan gelombang laut juga semakin berkurang
sedangkan tinggi gelombang laut bertambah tinggi. Saat gelombang laut mencapai
sudut kelancipan (steepness) maksimum, gelombang laut akan pecah dengan
membentuk sudut tertentu terhadap garis pantai (Davis & Dolan 1993).
23

Untuk mereduksi hasil peramalan gelombang laut yang terlalu besar, maka
dilakukan analisis jarak dan arah pembangkitan gelombang laut (fetch). Penentuan
lokasi fetch pada penelitian ini berada pada kedalaman 20 m dengan asumsi
gesekan dasar perairan belum mempengaruhi pola transformasi gelombang dari
laut dalam. Berdasarkan posisi geografis pantai timur Pulau Bintan arah fetch
efektif untuk pembangkitan gelombang laut adalah dari arah utara, selatan, timur
laut, timur dan tenggara (Gambar 13).

Tabel 9 Arah dan panjang fetch efektif yang digunakan untuk peramalan
gelombang laut
Arah Utara Timur Laut Timur Tenggara Selatan
Feff (km) 176.59 200.00 155.83 200.00 31.73

Gambar 13 Lokasi penentuan arah fetch efektif

Tinggi gelombang laut harian yang terbentuk di perairan pantai timur Pulau
Bintan yang disebabkan oleh angin selama tahun 2005-2014 berkisar antara 0.10-
4.55 m dengan tinggi gelombang laut dominan berkisar antara 0.10-0.50 m
(Gambar 14), sedangkan periode gelombang laut berkisar antara 1.10-11.23 s
(Gambar 15). Tinggi gelombang laut maksimum yang terbentuk di perairan pantai
timur Pulau Bintan umumnya terjadi pada puncak musim barat (Desember-
Februari) dan musim timur (Juni-Agustus) hal ini disebabkan oleh kecepatan
angin yang bertiup di perairan pantai timur Pulau Bintan selama musim barat dan
musim timur lebih tinggi dibandingkan dengan musim lainnya.
Arah datang angin juga mempengaruhi pola gelombang laut yang terbentuk
di perairan pantai timur Pulau Bintan. Selama tahun 2005-2014 angin yang
bertiup di perairan pantai timur Pulau Bintan lebih dominan dari arah utara dan
selatan dengan persentase kecepatan rata-rata tertinggi, sehingga gelombang laut
24

yang terbentuk di perairan pantai timur Pulau Bintan lebih dominan berasal dari
arah utara dan selatan pantai dimana gelombang laut yang berasal dari arah utara
merupakan gelombang laut dengan ketinggian rata-rata tertinggi dibandingkan
dengan gelombang laut yang terbentuk dan berasal dari beberapa arah
pembangkitan gelombang lain.
Hal ini tidak lepas dari pengaruh kecepatan angin, posisi geografis, jarak,
arah dan lokasi awal pembangkitan gelombang di laut dalam. Gelombang laut
yang berasal dari arah utara pantai memiliki jarak pembangkitan yang lebih jauh
dibandingkan dengan jarak pembangkitan dari arah selatan, dengan kecepatan
angin yang bertiup dari arah utara memiliki kecepatan rata-rata yang lebih tinggi
dibandingkan dengan angin yang bertiup dari arah selatan dan lokasi
pembangkitan gelombang laut yang berasal dari Selat Singapura di arah utara
pantai memiliki tingkat kedalaman perairan yang lebih dalam dibandingkan
dengan perairan di bagian selatan pantai maka gelombang laut yang terbentuk dari
arah utara juga akan lebih tinggi dibandingkan dari beberapa arah pembangkitan
gelombang lainnya yang digunakan dalam penelitian ini (Tabel 10).

Tabel 10 Persentase tinggi gelombang laut harian berdasarkan arah fetch efektif
Tinggi Gelombang (m)
Arah Total (%)
0.1-0.5 0.5-1.0 1.01.5 1.5-2.0 2.0-2.5 2.5
U 12.99 6.81 5.22 4.27 2.82 2.23 34.33
TL 12.49 1.18 0.14 0.05 0.00 0.00 13.85
T 6.54 1.09 0.41 0.14 0.00 0.05 8.22
TG 8.72 1.63 0.86 0.45 0.14 0.05 11.85
S 21.30 8.13 1.95 0.36 0.00 0.00 31.74
Total (%) 62.03 18.85 8.58 5.27 2.95 2.32 100.00

5.00 Tinggi (m)


4.00
Tinggi (m)

3.00
2.00
1.00
0.00
2005 2006 2007 2009 2010 2011 2013 2014
Waktu (Tahun)

Gambar 14 Tinggi gelombang laut harian perairan pantai timur Pulau Bintan

15.00 Periode (s)


Periode (s)

10.00

5.00

0.00
2005 2006 2007 2009 2010 2011 2013 2014
Waktu (Tahun)

Gambar 15 Periode gelombang laut harian perairan pantai timur Pulau Bintan
25

Tinggi rata-rata gelombang laut yang terbentuk di perairan pantai timur


Pulau Bintan selama musim barat adalah 0.74 m dengan kecepatan rata-rata
penjalaran gelombang laut adalah 7.03 m/s. Selama musim barat perairan pantai
timur Pulau Bintan dipengaruhi oleh angin yang bertiup dari arah utara dan timur
laut sehingga gelombang laut yang terbentuk akan bergerak ke arah selatan dan
barat daya pantai. Penjalaran gelombang laut selama musim barat membentuk
pola sejajar dengan garis pantai hal ini disebabkan oleh posisi geografis pantai
timur Pulau Bintan yang tegak lurus dengan garis lintang (Gambar 16).
Gelombang laut selama musim barat akan menghantam pantai dari arah
utara dan timur laut dan menggerus pantai, hasil gerusan oleh gelombang laut
pada bagian pantai akan terangkut ke arah selatan pantai. Karakteristik sedimen
pantai timur Pulau Bintan bagian utara didominasi oleh pasir halus yang artinya
pengendapan di bagian utara pantai cukup tinggi, sehingga walaupun gelombang
laut yang terbentuk dari arah utara pantai selama musim barat cukup tinggi
volume gerusan sedimen pantai tidak terlalu banyak. Hal ini disebabkan pantai
dengan substrat pasir halus memiliki tingkat pengendapan tinggi sehingga sulit
untuk terjadi penggerusan sedimen pantai oleh hantaman gelombang laut.

Gambar 16 Pola penjalaran gelombang laut selama musim barat

Selama musim peralihan I perairan pantai timur Pulau Bintan dipengaruhi


angin yang bertiup dari arah timur laut, utara, tenggara dan selatan dengan
kecepatan rata-rata paling rendah dibandingkan musim lainnya sehingga
gelombang laut yang terbentuk selama musim peralihan I lebih rendah
dibandingkan dengan musim lainnya. Tinggi gelombang laut rata-rata yang
terbentuk selama musim peralihan I adalah 0.22 m.
Penjalaran gelombang laut selama musim peralihan I membentuk pola tegak
lurus terhadap garis pantai. Selain pengaruh kedalaman perairan, angin yang
26

bertiup dari arah timur laut memberikan pengaruh yang besar terhadap pola
penjalaran gelombang laut. Hal ini disebabkan selama musim peralihan I angin
lebih dominan bertiup dari arah timur laut, sehingga ketika gelombang laut
menjalar menuju pantai arah penjalaran gelombang laut cenderung mengarah ke
barat daya pantai (Gambar 17).
Pembelokan arah penjalaran gelombang laut lebih terlihat di perairan Pantai
Trikora 3. Hal ini disebabkan oleh posisi geografis pulau-pulau kecil yang ada di
sekitar perairan Pantai Trikora 3. Selain itu perubahan arah penjalaran gelombang
laut terlihat ketika gelombang laut menghantam pantai. Setelah menghantam
pantai dengan posisi tegak lurus terhadap pantai, arah penjalaran gelombang laut
berusaha untuk sejajar dengan garis pantai.

Gambar 17 Pola penjalaran gelombang laut selama musim peralihan I

Pola transformasi gelombang laut yang terjadi selama musim timur


berlawanan dengan pola transformasi gelombang laut yang terjadi selama musim
barat. Selama musim timur gelombang laut di perairan pantai timur Pulau Bintan
berasal dari arah selatan dan tenggara pantai sehingga pola penjalaran gelombang
laut selama musim timur cenderung menuju ke arah utara dan barat laut pantai
dengan membentuk pola sejajar terhadap garis pantai (Gambar 18). Berdasarkan
arah penjalaran gelombang laut tersebut, ketika pantai mengalami penggerusan
yang disebabkan oleh pengaruh hantaman gelombang laut maka sedimen pantai
akan terbawa oleh arus menyusur pantai yang dibangkitkan oleh gelombang laut
yang menghantam pantai dan menumpuk di bagian utara pantai.
Tinggi rata-rata gelombang laut di perairan pantai timur Pulau Bintan
selama musim timur adalah 0.43 m dengan kecepatan rata-rata ketika gelombang
laut menjalar menuju pantai adalah 5.87 m/s. Gambar 18 menunjukan pada saat
gelombang bergerak menuju kedalaman <10 m mulai terbentuk pembelokan arah
27

penjalaran gelombang laut. Arah pembelokan tersebut sangat terlihat di bagian


utara perairan Pantai Trikora 3 menuju Pantai Trikora 4. Hal ini disebabkan oleh
topografi dan posisi geografis Pantai Trikora 3 yang berdekatan dengan beberapa
pulau-pulau kecil di sekitarnya diduga turut mempengaruhi arah pembelokan
gelombang laut, sedangkan Pantai Trikora 4 jauh lebih landai dibandingkan
dengan beberapa pantai lainnya.
Posisi geografis Pantai Trikora 3 lebih menjorok ke arah laut dibandingkan
dengan Pantai Trikora 4, sehingga ketika terjadi pengikisan pantai yang
disebabkan oleh hempasan gelombang laut yang terjadi selama musim timur maka
transpor sedimen akan mengarah ke utara Pantai Trikora 3 dan mengendap di
Pantai Trikora 4.

Gambar 18 Pola penjalaran gelombang laut selama musim timur

Pola angin yang bertiup selama musim peralihan II lebih variatif seperti
yang terjadi selama musim peralihan I. Selama musim peralihan II angin bertiup
dari arah tenggara, selatan dan barat daya. Lemahnya kecepatan angin yang
bertiup selama musim peralihan II menyebabkan tinggi gelombang laut yang
terbentuk di perairan pantai timur Pulau Bintan tidak terlalu tinggi. Tinggi rata-
rata gelombang laut yang terbentuk selama musim peralihan II adalah 0.16 m.
Pola penjalaran gelombang laut selama musim peralihan II cenderung tegak
lurus terhadap garis pantai. Saat gelombang laut mendekati kedalaman <10 m
terjadi pembelokan arah penjalaran gelombang laut menuju utara dan barat laut
pantai, hal ini disebabkan oleh angin yang bertiup dari arah selatan dan tenggara
lebih dominan selama musim peralihan II sedangkan angin dari arah barat daya
bertiup dari arah daratan sehingga tidak digunakan dalam melakukan peramalan
gelombang laut. Pembelokan arah penjalaran gelombang laut menuju utara dan
barat laut yang terjadi pada kedalaman <10 m saat menuju pantai disebabkan oleh
28

pengaruh dari perubahan kedalaman perairan yang dilalui gelombang laut saat
menuju pantai (refraksi).
Pola penjalaran gelombang laut selama musim peralihan II menunjukan
kesamaan dengan pola penjalaran gelombang laut selama musim timur, yaitu
penjalaran gelombang laut selama musim peralihan II dan musim timur menuju
utara pantai. Hal ini juga menunjukan bahwa selama musim peralihan II
pengendapan sedimen akan terjadi di bagian utara pantai timur Pulau Bintan. Pola
penjalaran gelombang laut selama musim peralihan II disajikan pada Gambar 19.

Gambar 19 Pola penjalaran gelombang laut selama musim peralihan II

Proses refraksi atau pembelokan arah gelombang laut di perairan pantai


timur Pulau Bintan disebabkan oleh arah penjalaran gelombang laut terhalang
oleh barrier seperti pulau-pulau kecil yang ada di sekitar perairan pantai timur
Pulau Bintan. Perubahan karakteristik gelombang laut seperti tinggi, panjang dan
kecepatan gelombang yang disebabkan oleh perubahan kedalaman (shoaling) juga
mempengaruhi pola transformasi gelombang laut di perairan pantai timur Pulau
Bintan. Holthuijsen (2007) menjelaskan bahwa gelombang laut yang menjalar dari
laut dalam menuju ke perairan dangkal akan mengalami transformasi karena
proses disipasi yang disebabkan oleh panjang gelombang laut yang menuju
perairan dangkal lebih besar dari kedalaman perairan tersebut.
Gelombang laut yang menjalar menuju pantai timur Pulau Bintan umumnya
mulai pecah pada kedalaman 2.14 m. Menurut CHL (2002) tipe gelombang pecah
berdasarkan nilai surf similarity () terdiri dari tipe surging/collapsing (>3.3),
plunging (0.5<<3.3), spilling (<0.5). Gelombang pecah perairan pantai timur
Pulau Bintan adalah tipe plunging. Hal ini berdasarkan nilai surf similarity ()
yang diperoleh yaitu 0.79. Gelombang pecah tipe plunging merupakan tipe
gelombang pecah yang terbentuk sebagai akibat dari penambahan kemiringan
29

gelombang laut yang disebabkan oleh perubahan kedalaman laut. Pada saat pecah,
puncak gelombang laut tipe plunging akan memutar dan mengakibatkan massa air
pada puncak gelombang laut akan jatuh ke depan dan menghantam pantai
sehingga mengakibatkan energi gelombang laut akan pecah oleh proses turbulensi
yang terjadi dan sebagian energi gelombang laut yang tersisa dipantulkan kembali
oleh pantai menuju laut.
Tipe gelombang pecah yang diperoleh pada penelitian ini sesuai dengan
hasil penelitian yang dilakukan oleh Anam (2015) mengenai pemetaan zona
berpotensi rip current di pantai timur Pulau Bintan. Hasil dari penelitian tersebut
disimpulkan bahwa gelombang pecah perairan pantai timur Pulau Bintan
merupakan tipe plunging dengan nilai surf similarity () rata-rata adalah 0.52.

Karakteristik Sedimen

Analisis sampel sedimen dibagi menjadi analisis pada setiap pantai dan
analisis keseluruhan di sepanjang pantai timur Pulau Bintan. Hasil analisis sampel
sedimen diperoleh 8 fraksi pada setiap stasiun dalam satuan persen (Tabel 11)
yang digunakan untuk menganalisis ukuran butir (grain size) dan diameter 50 %
(D50) butiran sedimen setiap stasiun. Hasil analisis persentase distribusi grain size
sedimen setiap stasiun secara lengkap disajikan pada Lampiran 3.

Tabel 11 Persentase fraksi sedimen setiap stasiun


Fraksi (%)
Stasiun
I II III IV V VI VII VIII
S1 0.03 0.01 0.11 0.74 2.23 11.85 7.66 77.37
S2 7.23 4.32 15.58 32.56 14.19 20.68 2.17 3.26
S3 1.03 0.29 4.22 61.08 11.89 15.75 2.75 2.98
S4 6.26 4.38 19.32 23.62 11.98 14.38 9.47 10.59
S5 1.84 0.53 2.72 5.91 10.64 62.81 8.00 7.55
S6 2.88 0.76 4.67 17.92 24.77 30.01 7.24 11.74
S7 0.45 3.23 5.28 14.80 16.69 37.30 6.78 15.47
S8 0.82 3.36 6.62 19.44 26.50 40.90 1.35 1.01
S9 0.42 0.11 0.50 2.01 25.08 70.44 1.07 0.37
S10 1.89 0.43 2.88 13.46 55.54 24.78 0.61 0.41
S11 4.67 1.30 4.99 8.31 10.95 51.65 10.21 7.93
S12 0.59 0.18 1.34 7.12 23.21 58.20 6.62 2.74

Berdasarkan hasil analisis ukuran butiran sedimen (grain size sediment)


pantai timur Pulau Bintan, diperoleh 8 fraksi tipe butiran sedimen yaitu kerikil
sangat halus (very fine gravel), pasir sangat kasar (very coarse sand), pasir kasar
(coarse sand), pasir sedang (medium sand), pasir halus (fine sand) dan pasir
sangat halus (very fine sand). Sedimen Pantai Trikora 1 didominasi oleh tipe
sedimen pasir sangat halus (very fine sand) dengan persentase 45.23 % (Gambar
20). Hasil analisis karakteristik sedimen menunjukan 94.20 % sedimen Pantai
Trikora 1 adalah pasir (sand) dan 5.80 % adalah kerikil (gravel) dengan nilai
diameter 50 % (D50) adalah 0.15 mm.
Sedimen dengan tipe pasir halus (fine sand) lebih dominan di Pantai Trikora
2, Pantai Trikora 3 dan Pantai Trikora 4 dengan persentase berkisar antara 30.98-
30

44.87 %. Secara keseluruhan tipe sedimen pantai timur Pulau Bintan didominasi
oleh pasir (sand). Sebanyak 95.22 % sedimen Pantai Trikora 2 adalah pasir (sand)
sedangkan 4.78 % adalah kerikil (gravel) dengan nilai D50 sebesar 0.34 mm.
Pantai Trikora 3 dan Pantai Trikora 4 memiliki kriteria tipe butiran sedimen dan
nilai D50 yang sama. Sedimen Pantai Trikora 3 dan Pantai Trikora 4 didominasi
oleh sedimen dengan tipe pasir halus (fine sand) dengan persentase masing-
masing adalah 44.67 % dan 44.87 % dengan nilai D50 sedimen pada masing-
masing pantai adalah 0.23 mm.

Tabel 12 Tipe dan nilai diameter 50 % (D50) butiran sedimen setiap pantai
Lokasi D50 (mm) Tipe Butiran
Pantai Trikora 1 0.15 Very Fine Sand
Pantai Trikora 2 0.34 Fine Sand
Pantai Trikora 3 0.23 Fine Sand
Pantai Trikora 4 0.23 Fine Sand

100
Persentase (%)

80
60 45.23
40 13.44 16.26
5.80 11.06 8.21
20
0
Very Fine Very Coarse Coarse Sand Medium Sand Fine Sand Very Fine
Gravel Sand Sand
Tipe Butiran Sedimen

Gambar 20 Tipe butiran sedimen Pantai Trikora 1

100
Persentase (%)

80
60
24.38 30.98
40 14.58 13.78
4.78 11.50
20
0
Very Fine Very Coarse Coarse Sand Medium Sand Fine Sand Very Fine
Gravel Sand Sand
Tipe Butiran Sedimen

Gambar 21 Tipe butiran sedimen Pantai Trikora 2

100
Persentase (%)

80
60 44.67
40 23.26
3.01 6.88 10.93 11.26
20
0
Very Fine Very Coarse Coarse Sand Medium Sand Fine Sand Very Fine
Gravel Sand Sand
Tipe Butiran Sedimen

Gambar 22 Tipe butiran sedimen Pantai Trikora 3


31

100

Persentase (%)
80
60 44.87
40 29.90
20 3.02 4.93 7.77 9.51
0
Very Fine Very Coarse Coarse Sand Medium Sand Fine Sand Very Fine
Gravel Sand Sand
Tipe Butiran Sedimen

Gambar 23 Tipe butiran sedimen Pantai Trikora 4

Hasil analisis karakteristik sedimen secara keseluruhan menunjukan 95.86


% tipe butiran sedimen pantai timur Pulau Bintan adalah pasir yang terdiri dari
9.35 % pasir sangat kasar (very coarse sand), 14.15 % pasir kasar (coarse sand),
18.22 % pasir sedang (medium sand), 34.21 % pasir halus (fine sand), 19.93 %
pasir sangat halus (very fine sand) serta 4.14 % adalah kerikil (gravel) (Gambar
25) dengan nilai D50 sebesar 0.23 mm. Secara keseluruhan tipe sedimen pantai
timur Pulau Bintan adalah pasir sedikit berkerikil (slightly gravelly sand)
(Lampiran 4).

100
Persentase (%)

80
60 34.21
40 14.15 18.22 19.93
20 4.14 9.35
0
Very Fine Very Coarse Coarse Sand Medium Sand Fine Sand Very Fine
Gravel Sand Sand
Tipe Butiran

Gambar 24 Tipe butiran sedimen pantai timur Pulau Bintan

Gelombang laut yang merambat ke arah pantai dan membentuk sudut


tertentu terhadap pantai menyebabkan terjadinya proses angkutan sedimen sejajar
pantai. Angkutan sedimen tersebut bergerak menyusuri pantai sesuai dengan arah
rambatan gelombang laut dominan (Komar 1998; Siegle dan Nils 2007;
Angkotasan et al. 2012). Angkutan sedimen sepanjang pantai yang diakibatkan
oleh gelombang pecah dan arus menyusur pantai menyebabkan terjadinya variasi
tipe sedimen yaitu sedimen dasar (bed load sediment), sedimen tersuspensi
(suspended sediment) dan sedimen sejajar pantai yang diakibatkan oleh
gelombang pecah (swash load sediment) (Dean & Darlympe 2004).
Angkutan sedimen sejajar pantai adalah pergerakan sedimen di daerah
pantai yang disebabkan oleh gelombang laut dan arus menyusur pantai yang
dibangkitkan oleh angin. Laju angkutan sedimen sejajar pantai merupakan faktor
utama dalam mengevaluasi perubahan garis pantai (Triatmodjo 1999; Elfrink &
Baldock 2002).
Analisis angkutan sedimen pada penelitian ini hanya menganalisis angkutan
sedimen sepanjang pantai, sedangkan angkutan sedimen tegak lurus terhadap garis
pantai tidak dianalisis. Hasil analisis angkutan sedimen sepanjang pantai selama
tahun 2005-2014 berkisar antara 0.47-11.76 m3/hari. Rata-rata angkutan sedimen
di sepanjang pantai timur Pulau Bintan selama musim timur adalah 3.63 m3/hari,
32

saat memasuki musim peralihan I jumlah angkutan sedimen sejajar pantai


cenderung turun. Angkutan sedimen di sepanjang pantai timur Pulau Bintan
selama musim peralihan I adalah 1.14 m3/hari. Angkutan sedimen sejajar pantai
selama musim barat merupakan angkutan sedimen dengan jumlah angkutan
sedimen tertinggi yaitu 11.76 m3/hari, sedangkan selama musim peralihan II
angkutan sedimen sepanjang pantai adalah 0.47 m3/hari.
Angkutan sedimen sepanjang pantai di pantai timur Pulau Bintan cenderung
lebih kecil saat memasuki musim peralihan. Hal ini disebabkan oleh pengaruh dari
tinggi dan kecepatan gelombang laut menuju pantai selama musim peralihan.
Tinggi dan kecepatan gelombang laut menuju pantai timur Pulau Bintan selama
musim peralihan cenderung lebih kecil dibandingkan dengan musim lainnya.
Pola penjalaran gelombang laut pada setiap musim diduga ikut
mempengaruhi budget sedimen yang berpindah dari satu wilayah ke wilayah
lainnya. Pola penjalaran gelombang laut selama musim barat dan musim timur
cenderung membentuk pola sejajar dengan garis pantai sedangkan selama musim
peralihan I dan musim peralihan II pola penjalaran gelombang laut cenderung
tegak lurus terhadap garis pantai. Hal ini yang menjadi salah satu penyebab
volume angkutan sedimen sejajar pantai selama musim barat dan musim timur
lebih tinggi dibandingkan dengan volume angkutan sedimen sejajar pantai selama
musim peralihan I dan musim peralihan II (Tunas 2005; Anasiru 2006; Sinaga dan
Susiati 2007; Siswanto et al. 2010; Atmodjo 2011).

Profil Pantai

Pantai timur Pulau Bintan terdiri dari empat pantai yaitu Pantai Trikora 1,
Pantai Trikora 2, Pantai Trikora 3 dan Pantai Trikora 4 yang terletak di sepanjang
kawasan pesisir dari satu kelurahan dan tiga desa di Kabupaten Bintan yaitu
Kelurahan Kawal, Desa Teluk Bakau Desa Malang Rapat dan Desa Berakit
dengan panjang garis pantai 29.10 km dengan geomorfologi pantai berpasir dan
berbatu dan terdapat ekosistem mangrove yang tumbuh di beberapa lokasi di
sepanjang pantai timur Pulau Bintan. Hasil pengamatan geomorfologi pantai
secara lengkap disajikan pada Lampiran 2.
Topografi pantai timur Pulau Bintan dikategorikan landai dengan substrat
dasar pasir. Pada Pantai Trikora 1 dan Pantai Trikora 2 kedalaman 20 m berada
pada jarak 6.29 km dan 6.58 km dari garis pantai, sedangkan pada Pantai Trikora
3 dan Pantai Trikora 4 kedalaman 20 m berada pada jarak 6.19 km dan 7.36 km
dari garis pantai (Gambar 25). Pengukuran kemiringan pantai (slope) dilakukan
pada 45 titik pengamatan. Pengukuran kemiringan pantai dilakukan pada jarak 0-1
km dari garis pantai yang disajikan secara lengkap pada Lampiran 5.
Pantai timur Pulau Bintan dikategorikan sebagai pantai yang landai. Hal ini
disebabkan oleh tingkat kemiringan pantai timur Pulau Bintan <0.30 % (Hammar-
Klose et al. 2003). Kemiringan pantai timur Pulau Bintan pada jarak 0-1 km dari
garis pantai berkisar antara 0.16-0.28 % (0.09-0.16) (Tabel 13). Pantai Trikora 1
memiliki tingkat kemiringan rata-rata 0.16 % (0.09) pada jarak 0-1 km dari garis
pantai dan berada pada kedalaman 2.66 m sedangkan Pantai Trikora 2 memiliki
tingkat kemiringan rata-rata 0.28 % (0.16) yang berada pada kedalaman 3.06 m.
Pantai Trikora 2 dikategorikan sebagai pantai yang lebih curam dibandingkan
Pantai Trikora 1, Pantai Trikora 3 dan Pantai Trikora 4, hal ini disebabkan Pantai
33

Trikora 2 memiliki tingkat kemiringan paling tinggi dibandingkan dengan pantai


lainnya (Tabel 13). Tingkat kedalaman perairan Pantai Trikora 3 dan Pantai
Trikora 4 memiliki tingkat kedalaman perairan yang lebih tinggi dibandingkan
dengan Pantai Trikora 1 dan Pantai Trikora 2. Hal ini disebabkan kedalaman
perairan Pantai Trikora 3 dan Pantai Trikora 4 pada jarak 0-1 km dari garis pantai
berada pada kedalaman 3.28 m dan 3.10 m dengan tingkat kemiringan masing-
masing pantai pada jarak yang sama adalah 0.22 % (0.12) dan 0.17 % (0.09).
Dengan tingkat kemiringan <30 %, pantai timur Pulau Bintan dikategorikan
memiliki tingkat kerentanan yang tinggi. Hal ini disebabkan pantai yang landai
umumnya adalah pantai berpasir yang mudah mengalami perpindahan partikel
sedimen (Hammar-Klose et al. 2003). Hal serupa dijelaskan oleh Handartoputra et
al. (2015) dalam penelitian mengenai kerentanan pantai di Sendang Biru
Kabupaten Malang yang menjelaskan bahwa kemiringan pantai dengan persentase
tinggi (curam) mengakibatkan kemungkinan terjadinya pengendapan maupun
pengikisan partikel sedimen pantai cenderung kecil, hal ini disebabkan pantai
yang landai umumnya adalah pantai dengan substrat pasir yang rentan mengalami
pengendapan maupun pengikisan.

Tabel 13 Kemiringan pantai timur Pulau Bintan pada jarak 0-1 km dari garis
pantai
Lokasi
Kemiringan
Trikora 1 Trikora 2 Trikora 3 Trikora 4
Derajat () 0.09 0.16 0.12 0.09
Persen (%) 0.16 0.28 0.22 0.17

Gambar 25 Batimetri perairan pantai timur Pulau Bintan


34

Perubahan Garis Pantai

Pengelolaan kawasan pantai membutuhkan analisis yang akurat tentang


berbagai proses dinamika oseanografi seperti gelombang laut, arus menyusur
pantai, pasang surut maupun sedimentasi yang terjadi di kawasan pantai (Trujillo
et al. 2008; Sakka et al. 2011; Angkotasan et al. 2012). Elfrink et al. (2003)
menjelaskan perubahan garis pantai disebabkan oleh gelombang laut yang
menyebabkan transpor sedimen sepanjang pantai.
Analisis perubahan garis pantai pada penelitian ini dilakukan melalui
analisis spasial menggunakan citra satelit Landsat 8 dengan tingkat resolusi
spasial menengah yaitu 30 m x 30 m. Menurut Ruiz et al. (2007) penggunaan citra
satelit dengan resolusi menengah seperti citra satelit SPOT dan Landsat dengan
resolusi spasial 20-30 m sesuai untuk melakukan monitoring dinamika garis
pantai secara spasial. Hal ini disebabkan citra satelit dengan resolusi spasial
menengah seperti citra satelit Landsat dapat dengan mudah untuk
menginterpretasikan objek seperti karakteristik perairan, vegetasi dan tanah
menggunakan jenis kanal (band), sinar tampak (visible) maupun sinar infra merah
(infrared).
Absorbsi gelombang infra merah oleh air dan reflektansi beberapa jenis
panjang gelombang yang kuat terhadap jenis objek vegetasi dan tanah menjadikan
citra satelit dengan resolusi menengah cukup ideal dalam memetakan distribusi
objek daratan dan perairan sehingga memudahkan dalam menganalisis perubahan
garis pantai di suatu kawasan pantai (Kasim 2012).
Analisis perubahan garis pantai yang dilakukan pada penelitian ini membagi
kawasan pantai ke dalam beberapa grid area of interest. Hal ini disebabkan pantai
timur Pulau Bintan memiliki garis pantai yang cukup panjang, agar hasil analisis
perubahan garis pantai dapat terlihat dengan jelas maka hasil analisis perubahan
garis pantai pada setiap pantai ditampilkan dalam beberapa grid area of interest.
Dari hasil analisis perubahan garis pantai yang dilakukan diperoleh 70 grid area
of interest dengan ukuran 50 m x 50 m yang terdiri dari 582 transek dengan
panjang setiap transek adalah 100 m dan jarak setiap transek adalah 50 m.
Pantai Trikora 1 diinterpretasikan ke dalam 6 grid area of interest (AOI)
(65-70) dengan transek pengamatan berjumlah 35 transek (548-582). Pantai
Trikora 1 memiliki garis pantai sepanjang 1750 m. Selama tahun 2005-2014 telah
terjadi abrasi pada garis pantai sepanjang 350 m dan akresi pada garis pantai
sepanjang 1400 m (Tabel 14). Dari hasil analisis perubahan garis pantai yang
dilakukan di Pantai Trikora 1 diperoleh tiga fenomena yaitu abrasi terjauh, akresi
terjauh dan akresi terpanjang (Gambar 27).
Abrasi terjauh ditunjukan oleh transek 548 dengan jarak pergeseran garis
pantai ke arah darat sejauh 17.07 m. Akresi terjauh ditunjukan oleh transek 564-
566 dengan jarak pergeseran garis pantai ke arah laut sejauh 83.66-91.57 m,
sedangkan garis pantai yang mengalami akresi terpanjang ditunjukan oleh transek
549-561 dengan panjang garis pantai yang mengalami akresi adalah 650 m
(Gambar 26).
Terdapat kendala dalam menganalisis pengaruh gelombang laut terhadap
proses perubahan garis pantai yang terjadi di Pantai Trikora 1. Hal ini disebabkan
oleh dua faktor, faktor pertama adalah posisi geografis Pantai Trikora 1 berada
tepat di hulu sungai dan cenderung lebih tertutup sehingga pengaruh gelombang
35

laut diduga tidak terlalu memberikan pengaruh terhadap proses perubahan garis
pantai. Faktor kedua adalah hampir di sepanjang Pantai Trikora 1 dilakukan
penimbunan kawasan pantai oleh masyarakat, sehingga disimpulkan perubahan
garis pantai yang terjadi adalah disebabkan oleh pengaruh aktivitas manusia.

Tabel 14 Hasil analisis perubahan garis pantai di Pantai Trikora 1


Hasil Analisis Abrasi (m) Akresi (m)
Panjang Garis Pantai 350 1400
Jarak Pergeseran Total 59.18 910.56
Perubahan Maksimum 17.07 91.57
Rata-Rata Perubahan 10 Tahun 8.45 32.52
Rata-Rata Perubahan per Tahun 0.85 3.25

100 Laut
Jarak Perubahan (m)

50
0
-50
Darat
-100
556
548
549
550
551
552
553
554
555

557
558
559
560
561
562
563
564
565
566
567
568
569
570
571
572
573
574
575
576
577
578
579
580
581
582
Grid Transek Sepanjang Garis Pantai

Gambar 26 Pola perubahan garis pantai di Pantai Trikora 1

Gambar 27 Perubahan garis pantai di Pantai Trikora 1

Pantai Trikora 2 memiliki garis pantai sepanjang 5250 m yang


diinterpretasikan ke dalam 13 grid area of interest (53-65) dan terdiri dari 105
36

transek (443-547). Pada grid area of interest 53-57 ditemukan tiga fenomena
yaitu fenomena abrasi terjauh, akresi terjauh dan akresi terpanjang. Abrasi terjauh
ditunjukan oleh transek 443 dengan jarak pergeseran garis pantai ke arah darat
sejauh 28.87 m, sedangkan akresi terjauh ditunjukan oleh transek 473 dengan
jarak pergeseran garis pantai ke arah laut sejauh 75.22 m. Fenomena akresi
terpanjang terjadi pada garis pantai sepanjang 700 m yang ditunjukan oleh transek
468-481 dengan jarak akresi rata-rata adalah 38.60 m.

100 Laut
Jarak Perubahan (m)

50
0
-50
Darat
-100
443
445
447
449
451
453
455
457
459
461
463
465
467
469
471
473
475
477
479
481
483
485
487
Grid Transek Sepanjang Garis Pantai

Gambar 28 Pola perubahan garis pantai di Pantai Trikora 2 AOI 53-57

Gambar 29 Perubahan garis pantai di Pantai Trikora 2 AOI 53-57

Pantai Trikora 2 pada grid area of interest 58-61 terdiri dari 32 transek
(488-519). Fenomena perubahan garis pantai yang paling dominan pada grid area
of interest 58-61 ini adalah fenomena garis pantai terpanjang yang mengalami
akresi. Akresi pada garis pantai sepanjang 600 m yang ditunjukan oleh transek
506-517 dengan jarak akresi rata-rata adalah 14.94 m.
Fenomena akresi di Pantai Trikora 2 sangat terlihat di bagian pantai pada
grid area of interest 62-65 transek 531-543. Pada transek 531-543 terjadi akresi
37

pada garis pantai sepanjang 700 m dengan jarak pergeseran garis pantai ke arah
laut hingga 46.52 m (Gambar 32). Fenomena akresi yang terjadi di Pantai Trikora
2 grid area of interest 58-61 dan 62-65 merupakan bagian Pantai Trikora 2 yang
juga mengalami penimbunan kawasan.

100
Laut
Jarak Perubahan (m)

50
0
-50
Darat
-100
491

500

509

518
488
489
490

492
493
494
495
496
497
498
499

501
502
503
504
505
506
507
508

510
511
512
513
514
515
516
517

519
Grid Transek Sepanjang Garis Pantai

Gambar 30 Pola perubahan garis pantai di Pantai Trikora 2 AOI 58-61

Gambar 31 Perubahan garis pantai di Pantai Trikora 2 AOI 58-61

100
Jarak Perubahan (m)

Laut
50
0
-50
Darat
-100
526
520
521
522
523
524
525

527
528
529
530
531
532
533
534
535
536
537
538
539
540
541
542
543
544
545
546
547

Grid Transek Sepanjang Garis Pantai


Gambar 32 Pola perubahan garis pantai di Pantai Trikora 2 AOI 62-65
38

Gambar 33 Perubahan garis pantai di Pantai Trikora 2 AOI 62-65

Selama tahun 2005-2014 telah terjadi abrasi pada garis pantai sepanjang
1350 m dan akresi pada garis pantai sepanjang 3900 m di Pantai Trikora 2. Abrasi
terjauh yang terjadi di Pantai Trikora 2 adalah 28.87 m yang ditunjukan oleh
transek 443. Bagian Pantai Trikora 2 yang mengalami abrasi terjauh tersebut
adalah bagian pantai yang paling menjorok ke arah laut. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Purba dan Jaya (2004) dalam penelitian mengenai perubahan garis
pantai di pesisir Kabupaten Lampung Timur yang menyebutkan bahwa pada
bagian pantai yang mempunyai tonjolan (menjorok ke arah laut) umumnya akan
terjadi fenomena difraksi gelombang laut dan gerak eddy sehingga proses abrasi
akan lebih intensif.
Akresi terjauh ditunjukan oleh transek 473 dengan jarak pergeseran garis
pantai sejauh 75.22 m. Secara keseluruhan jarak abrasi yang terjadi selama tahun
2005-2014 di Pantai Trikora 2 adalah 7.02 m atau sekitar 0.70 m/tahun, sedangkan
akresi terjadi sejauh 20.81 m atau sekitar 2.08 m/tahun.
Ditemukan dua faktor penyebab perubahan garis pantai yang terjadi di
Pantai Trikora 2, faktor pertama adalah faktor penimbunan kawasan pantai seperti
yang terjadi di Pantai Trikora 1, hal ini ditunjukan pada bagian Pantai Trikora 2
yang mengalami akresi terpanjang dan terjauh. Hasil analisis yang diperoleh telah
dilakukan validasi dengan melakukan ground check ke lapangan, dan hasil
analisis sesuai dengan posisi dan kondisi di lapangan hasil ground check. Faktor
kedua adalah pengaruh dari hempasan gelombang laut. Hasil analisis perubahan
garis pantai melalui citra satelit menunjukan proses akresi dominan terjadi di
bagian selatan Pantai Trikora 2 sedangkan bagian pantai yang mengalami abrasi
paling dominan adalah di bagian utara yang menjorok ke arah laut.
Berdasarkan pola perubahan garis pantai yang diperoleh, dapat disimpulkan
bahwa pengikisan yang terjadi di bagian utara Pantai Trikora 2 adalah akibat
39

hempasan gelombang laut yang menghantam pantai khususnya saat musim barat
dan musim peralihan I. Penjalaran gelombang laut selama musim barat dan musim
peralihan I adalah menuju selatan pantai, sehingga ketika bagian pantai yang
menjorok ke arah laut terkena hempasan gelombang yang menjalar dari arah utara
dan timur laut saat musim barat dan musim peralihan I angkutan sedimen sejajar
pantai akan mengarah dan mengendap ke selatan pantai.

Tabel 15 Hasil analisis perubahan garis pantai di Pantai Trikora 2


Hasil Analisis Abrasi (m) Akresi (m)
Panjang Garis Pantai 1350 3900
Jarak Pergeseran Total 189.60 1623.40
Perubahan Maksimum 28.87 75.22
Rata-Rata Perubahan 10 Tahun 7.02 20.81
Rata-Rata Perubahan per Tahun 0.70 2.08

100 Laut
Jarak Perubahan (m)

50
0
-50 Darat
-100
467

488

539
443
446
449
452
455
458
461
464

470
473
476
479
482
485

491
494
497
500
503
506
509
512
515
518
521
524
527
530
533
536

542
545
Grid Transek Sepanjang Garis Pantai
Gambar 34 Pola perubahan garis pantai di Pantai Trikora 2

Pantai Trikora 3 merupakan pantai dengan garis pantai paling panjang


dibandingkan dengan tiga pantai lainnya yang ada di pantai timur Pulau Bintan.
Pantai Trikora 3 memiliki garis pantai sepanjang 12400 m yang diinterpretasikan
ke dalam 30 grid area of interest (24-53) dengan transek pengamatan berjumlah
248 transek (195-442). Analisis perubahan garis pantai yang dilakukan di Pantai
Trikora 3 menunjukan adanya keseimbangan antara fenomena abrasi dengan
fenomena akresi.
Hasil analisis perubahan garis pantai yang dilakukan di Pantai Trikora 3
area of interest 24-30 menunjukan telah terjadi akresi pada garis pantai sepanjang
600 m pada transek 226-237 dengan jarak pergeseran garis pantai ke arah laut
berkisar antara 6.57-16.87 m (Gambar 35). Bagian Pantai Trikora 3 yang
mengalami akresi tersebut merupakan pantai berbatu sehingga kemungkinan
untuk terjadi abrasi sangat kecil pada bagian tersebut. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Handartoputra et al. (2015) yang menyebutkan pengikisan sangat
jarang terjadi pada kawasan pantai berbatu.
Pergeseran garis pantai ke arah darat (abrasi) paling dominan di Pantai
Trikora 3 terjadi pada transek 205 dengan jarak pergeseran garis pantai ke arah
darat (abrasi) sejauh 32.76 m yang merupakan pergeseran garis pantai ke arah
darat paling jauh yang terjadi di Pantai Trikora 3 (Gambar 36). Fenomena abrasi
terjauh yang terjadi di Pantai Trikora 3 tersebut terjadi pada bagian pantai yang
landai dan terbuka sehingga lebih dominan menerima hempasan gelombang laut
yang akan menyebabkan terjadinya pengikisan pada kawasan tersebut.
40

100
Jarak Perubahan (m) Laut
50
0
-50
Darat
-100

215
195
197
199
201
203
205
207
209
211
213

217
219
221
223
225
227
229
231
233
235
237
239
241
243
245
247
Grid Transek Sepanjang Garis Pantai

Gambar 35 Pola perubahan garis pantai di Pantai Trikora 3 AOI 24-30

Gambar 36 Perubahan garis pantai di Pantai Trikora 3 AOI 24-30

Perubahan garis pantai di Pantai Trikora 3 pada grid area of interest 31-35
menunjukan kesamaan fenomena dengan garis pantai pada grid area of interest
24-30. Pantai Trikora 3 pada area of interest 31-35 adalah pantai berteluk dengan
geomorfologi pantai berbatu yang menjadi kawasan konservasi padang lamun
sehingga Pantai Trikora 3 pada area of interest 31-35 jauh dari pengaruh aktivitas
manusia. Perubahan garis pantai di Pantai Trikora 3 area of interest 31-35
menunjukan bahwa fenomena akresi yang terjadi di Pantai Trikora 3 area of
interest 31-35 lebih dominan dibandingkan dengan fenomena abrasi.
Akresi terpanjang di Pantai Trikora 3 area of interest 31-35 terjadi pada
garis pantai sepanjang 600 m yang ditunjukan oleh transek 275-286 dengan jarak
pergeseran garis pantai ke arah laut berkisar antara 3.05-31.52 m. Pergeseran garis
pantai ke arah laut (akresi) terjauh yang terjadi di Pantai Trikora 3 ditunjukan
pada transek 258 dengan jarak pergeseran ke arah laut sejauh 48.89 m yang
merupakan pergeseran garis pantai ke arah laut terjauh yang terjadi di Pantai
Trikora 3.
41

Geomorfologi Pantai Trikora 3 area of interest 31-35 menjadi salah satu


faktor yang menyebabkan akresi lebih dominan terjadi dibandingkan dengan
fenomena abrasi. Pantai Trikora 3 area of interest 31-35 merupakan pantai
berteluk, berbatu dengan substrat pasir halus sehingga pengendapan lebih tinggi.
Selain itu juga Pantai Trikora 3 area of interest 31-35 terdapat ekosistem
mangrove yang membantu menghambat laju pengikisan pantai. Hal serupa juga
ditunjukan oleh hasil penelitian mengenai perubahan garis pantai yang dilakukan
di Teluk Bungus Kota Padang. Penelitian tersebut menyimpulkan bagian Teluk
Bungus yang terdapat ekosistem mangrove cenderung mengalami akresi berupa
pengendapan partikel-partikel sedimen yang tergerus dari bagian pantai lain dan
mengendap di kawasan tersebut (Yulius et al. 2009; Yulius et al. 2011).

100
Jarak Perubahan (m)

Laut
50
0
-50
Darat
-100

274

284
248
250
252
254
256
258
260
262
264
266
268
270
272

276
278
280
282

286
288
290
292
294
Grid Transek Sepanjang Garis Pantai

Gambar 37 Pola perubahan garis pantai di Pantai Trikora 3 AOI 31-35

Gambar 38 Perubahan garis pantai di Pantai Trikora 3 AOI 31-35

Pantai Trikora 3 area of interest 36-40 terdiri dari 44 transek (296-339).


Pantai Trikora 3 area of interest 36-40 merupakan pantai yang lebih terbuka
dibandingkan dengan Pantai Trikora 3 area of interest 31-35 yang memiliki
42

beberapa teluk. Analisis perubahan garis Pantai Trikora 3 area of interest 36-40
menunjukan adanya keseimbangan antara abrasi dan akresi. Akresi terjadi pada
garis pantai sepanjang 700 m yang ditunjukan pada transek 315-328 dengan jarak
pergeseran garis pantai ke arah laut berkisar antara 1.73-17.92 m, sedangkan
pergeseran garis pantai ke arah darat terjadi pada garis pantai sepanjang 400 m
yang ditunjukan pada transek 329-336 dengan jarak pergeseran garis pantai ke
arah darat berkisar antara 0.72-25.50 m.
Perubahan garis pantai yang terjadi di Pantai Trikora 3 area of interest 36-
40 menunjukan jarak pergeseran garis pantai yang terjadi merupakan jarak
pergeseran terpendek yang terjadi di Pantai Trikora 3, hal ini tidak lepas dari
pengaruh topografi pantai. Pola penjalaran gelombang laut paling dominan adalah
utara-selatan, bagian utara dan selatan Pantai Trikora 3 area of interest 36-40
adalah yang menjorok ke arah laut dan mengalami pengikisan oleh hempasan
gelombang laut.

100
Jarak Perubahan (m)

Laut
50
0
-50
Darat
-100
302

316

330
296
298
300

304
306
308
310
312
314

318
320
322
324
326
328

332
334
336
338
Grid Transek Sepanjang Garis Pantai

Gambar 39 Pola perubahan garis pantai di Pantai Trikora 3 AOI 36-40

Gambar 40 Perubahan garis pantai di Pantai Trikora 3 AOI 36-40


43

Pantai Trikora 3 area of interest 41-46 terdiri dari 36 transek (340-376).


Pola perubahan garis pantai yang ditunjukan pada garis pantai area of interest 41-
46 memiliki kesamaan dengan garis pantai area of interest 36-40 dimana
fenomena akresi lebih dominan dibandingkan dengan fenomena abrasi. Akresi
terjadi pada garis pantai sepanjang 800 m yang ditunjukan oleh transek 341-356
dengan jarak pergeseran garis pantai ke arah laut berkisar antara 1.16-31.14 m,
sedangkan pergeseran garis pantai ke arah darat (abrasi) terjadi pada garis pantai
sepanjang 400 m dengan jarak pergeseran garis pantai ke arah darat berkisar
antara 0.61-11.84 m.
Fenomena akresi dan abrasi yang terjadi pada Pantai Trikora 3 area of
interest 41-46 menunjukan kesamaan Pantai Trikora 3 area of interest 36-40
dimana rata-rata jarak pergeseran garis pantai ke arah darat maupun ke arah laut
30 m. Topografi pantai yang lebih terbuka dan tidak berteluk mengakibatkan
perbandingan jarak abrasi maupun akresi tidak memiliki perbedaan terlalu jauh.

100 Laut
Jarak Perubahan (m)

50
0
-50 Darat
-100
342

348
340

344

346

350

352

354

356

358

360

362

364

366

368

370

372

374

376
Grid Transek Sepanjang Garis Pantai

Gambar 41 Pola perubahan garis pantai di Pantai Trikora 3 AOI 41-46

Gambar 42 Perubahan garis pantai di Pantai Trikora 3 AOI 41-46


44

Pantai Trikora 3 area of interest 47-50 terdiri dari 40 transek (377-416).


Fenomena akresi yang terjadi di Pantai Trikora 3 area of interest 47-50 terlihat
pada bagian pantai yang berteluk. Akresi pada Pantai Trikora 3 area of interest
47-50 terjadi pada garis pantai sepanjang 900 m yang ditunjukan oleh transek
399-416. Akresi yang terjadi di Pantai Trikora 3 area of interest 47-50 berkisar
antara 2.59-42.93 m. Pantai Trikora 3 area of interest 47-50 merupakan pantai
berteluk dengan banyak bagian pantai yang menjorok ke arah laut, hal ini
menyebabkan bagian pantai yang berteluk akan mengalami pengendapan yang
menyebabkan terjadinya akresi (Gambar 44). Pengaruh gelombang laut selama
musim barat dan musim peralihan I sangat dominan terhadap perubahan garis
pantai yang terjadi pada Pantai Trikora 3 area of interest 47-50. Hal ini
disebabkan akresi yang terjadi di Pantai Trikora 3 area of interest 47-50 lebih
dominan di bagian selatan pantai dan sesuai dengan pola penjalaran gelombang
laut selama musim barat dan musim peralihan I.

100
Laut
Jarak Perubahan (m)

50
0
-50
Darat
-100
379
377

381
383
385
387
389
391
393
395
397
399
401
403
405
407
409
411
413
415
Grid Transek Sepanjang Garis Pantai

Gambar 43 Pola perubahan garis pantai di Pantai Trikora 3 AOI 47-50

Gambar 44 Perubahan garis pantai di Pantai Trikora 3 AOI 47-50


45

Fenomena perubahan garis pantai yang terjadi di Pantai Trikora 3 area of


interest 51-53 disebabkan oleh faktor yang sama dengan yang terjadi di Pantai
Trikora 3 area of interest 47-50. Pantai Trikora 3 area of interest 51-53
menunjukan bagian pantai yang menjorok ke arah darat cenderung mengalami
akresi sedangkan bagian pantai yang menjorok ke arah laut cenderung mengalami
abrasi. Fenomena abrasi yang terjadi pada garis Pantai Trikora 3 area of interest
51-53 lebih dominan dibandingkan dengan fenomena akresi. Fenomena abrasi
terjadi pada garis pantai sepanjang 700 m dengan jarak abrasi berkisar antara
0.64-13.71 m yang ditunjukan pada transek 421-434.

100 Laut
Jarak Perubahan (m)

50
0
-50 Darat
-100

435
436
417
418
419
420
421
422
423
424
425
426
427
428
429
430
431
432
433
434

437
438
439
440
441
442
Grid Transek Sepanjang Garis Pantai

Gambar 45 Pola perubahan garis pantai di Pantai Trikora 3 AOI 51-53

Gambar 46 Pola perubahan garis pantai di Pantai Trikora 3 AOI 51-53

Hasil analisis perubahan garis Pantai Trikora 3 area of interest 47-50 dan
area of interest 51-53 menunjukan kesamaan dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Purba & Jaya (2004) mengenai perubahan garis pantai dan
penutupan lahan di pesisir Kabupaten Lampung Timur serta penelitian yang
46

dilakukan oleh Triwahyuni et al. (2010) mengenai pemodelan garis pantai timur
Tarakan, Provinsi Kalimantan Timur.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Purba & Jaya (2004) dan Triwahyuni
et al. (2010) menyimpulkan bahwa abrasi terjadi pada bagian pantai yang
menjorok ke arah laut, sedangkan bagian pantai yang menjorok ke arah darat
(berteluk) cenderung mengalami akresi disebabkan partikel sedimen yang berada
pada bagian pantai yang menjorok ke arah laut terbawa oleh arus menyusur pantai
maupun gelombang laut yang datang dari laut dalam dan menumpuk pada bagian
pantai yang menjorok ke arah darat (berteluk).
Profil Pantai Trikora 3 yang berteluk menyebabkan perubahan garis pantai
yang terjadi di Pantai Trikora 3 menunjukan adanya keseimbangan antara proses
abrasi dengan proses akresi. Selama tahun 2005-2014 telah terjadi akresi pada
garis pantai sepanjang 600-900 m, sedangkan fenomena abrasi terjadi pada garis
pantai sepanjang 400-700 m. Pergeseran terjauh garis pantai ke arah darat yang
terjadi di Pantai Trikora 3 adalah 32.76 m yang ditunjukan pada transek 205
sedangkan jarak terjauh pergeseran garis pantai ke arah laut yang terjadi di Pantai
Trikora 3 adalah 48.89 m yang ditunjukan pada transek 258.

Tabel 16 Hasil analisis perubahan garis pantai di Pantai Trikora 3


Hasil Analisis Abrasi (m) Akresi (m)
Panjang Garis Pantai 4550 7850
Jarak Pergeseran Total 889.42 2334.72
Perubahan Maksimum 32.76 48.89
Rata-Rata Perubahan 10 Tahun 9.77 14.87
Rata-Rata Perubahan per Tahun 0.98 1.49

100
Laut
Jarak Perubahan (m)

50
0
-50
Darat
-100
195
205
215
225
235
245
255
265
275
285
295
305
315
325
335
345
355
365
375
385
395
405
415
425
435

Grid Transek Sepanjang Garis Pantai

Gambar 47 Pola perubahan garis pantai di Pantai Trikora 3

Pola perubahan garis pantai yang terjadi di Pantai Trikora 3 jika dikaitkan
dengan pola transformasi gelombang laut yang terjadi di perairan Pantai Trikora 3
setiap musim selama tahun 2005-2014 menunjukan perpindahan partikel sedimen
pada bagian pantai yang menjorok ke arah laut cenderung terjadi selama musim
peralihan I dan musim peralihan II. Saat memasuki musim barat penjalaran
gelombang laut bergerak sejajar garis Pantai Trikora 3 dari utara menuju selatan
sehingga mengakibatkan partikel sedimen yang terbawa dari bagian pantai yang
menjorok ke arah laut terbawa gelombang laut dan menumpuk di bagian selatan
Pantai Trikora 3 yang berteluk, sedangkan pada saat musim timur partikel
sedimen yang terbawa gelombang laut dari bagian pantai yang menjorok ke arah
laut menumpuk di bagian utara teluk.
47

Hasil analisis tinggi gelombang laut dan volume angkutan sedimen selama
musim barat juga menunjukan bahwa tinggi gelombang laut yang terbentuk
selama musim barat lebih tinggi dibandingkan dengan musim lainnya yang
mengakibatkan volume angkutan sedimen selama musim barat juga lebih besar
dibandingkan musim lainnya sehingga jarak pergeseran garis pantai ke arah darat
lebih dominan terjadi di bagian selatan Pantai Trikora 3.
Besar kecilnya volume sedimen yang datang dan meninggalkan pantai
tergantung energi gelombang yang menjalar dari laut dalam menuju pantai. Selain
itu, ukuran butir sedimen pantai juga mempengaruhi volume sedimen yang datang
dan meninggalkan pantai. Prospathopoulos et al. (2004) menjelaskan transpor
sedimen pantai dengan butiran sedimen berupa pasir kasar (coarse sand)
umumnya disebabkan oleh induksi pengaruh gelombang laut dan arus menyusur
pantai.
Analisis perubahan garis pantai yang dilakukan di Pantai Trikora 4 dibagi ke
dalam 25 grid area of interest dengan 194 transek. Selama tahun 2005-2014 telah
terjadi abrasi pada garis pantai sepanjang 3400 m, sedangkan fenomena akresi
terjadi pada garis pantai sepanjang 6300 m. Analisis perubahan garis Pantai
Trikora 4 area of interest 1-6 menunjukan proses pergeseran garis pantai ke arah
laut lebih dominan dibandingkan dengan fenomena abrasi. Pergeseran garis pantai
ke arah laut pada Pantai Trikora 4 area of interest 1-6 terjadi pada garis pantai
sepanjang 1000 m yang ditunjukan oleh transek 8-27 dengan jarak pergeseran
garis pantai ke arah laut berkisar antara 3.12-58.83 m. Pergeseran garis pantai ke
arah laut terjauh yang terjadi di Pantai Trikora 4 area of interest 1-6 adalah sejauh
83.34 m yang ditunjukan oleh transek 43 dan merupakan jarak pergeseran garis
pantai ke arah laut terjauh yang terjadi di Pantai Trikora 4.

Gambar 48 Perubahan garis pantai di Pantai Trikora 4 AOI 1-6


48

100
Jarak Perubahan (m) Laut
50
0
-50
Darat
-100

21
11
13
15
17
19

23
25
27
29
31
33
35
37
39
41
43
45
47
49
51
53
1
3
5
7
9 Grid Transek Sepanjang Garis Pantai

Gambar 49 Pola perubahan garis pantai di Pantai Trikora 4 AOI 1-6

Pantai Trikora 4 area of interest 7-13 terdiri dari 46 transek (54-99). Hasil
analisis perubahan garis Pantai Trikora 4 area of interest 7-13 menunjukan proses
akresi lebih dominan dibandingkan proses abrasi. Analisis perubahan garis pantai
yang dilakukan di Pantai Trikora 4 area of interest 7-13 menunjukan telah terjadi
akresi pada garis pantai sepanjang 1500 m yang ditunjukan oleh transek 49-78
dengan jarak pergeseran garis pantai ke arah laut berkisar antara 0.98-53.25 m.
Jarak pergeseran garis pantai ke arah laut terjauh yang terjadi di Pantai
Trikora 4 area of interest 7-13 adalah 3.47-53.46 m yang ditunjukan oleh transek
80-87 dengan jarak pergeseran garis pantai ke arah laut terjauh ditunjukan oleh
transek 85 yaitu 53.46 m. Akresi yang terjadi di Pantai Trikora 4 area of interest
7-13 terjadi di bagian pantai yang menjorok ke arah darat yang diduga sebagai
akibat dari pengendapan partikel sedimen yang terbawa oleh gelombang laut dari
bagian pantai yang menjorok ke arah laut pada Pantai Trikora 4 area of interest
14-20.

Gambar 50 Perubahan garis pantai di Pantai Trikora 4 AOI 7-13


49

100
Laut

Jarak Perubahan (m)


50
0
-50
Darat
-100

64

92
54
56
58
60
62

66
68
70
72
74
76
78
80
82
84
86
88
90

94
96
98
Grid Transek Sepanjang Garis Pantai

Gambar 51 Pola perubahan garis pantai di Pantai Trikora 4 AOI 7-13

Analisis perubahan garis pantai yang dilakukan di Pantai Trikora 4 area of


interest 14-20 dan area of interest 21-24 menunjukan fenomena yang sama
dengan yang terjadi di Pantai Trikora 4 area of interest 1-13. Hal ini disebabkan
oleh profil Pantai Trikora 4 pada area of interest 13-20 dan area of interest 21-24
yang merupakan pantai berteluk dan beberapa bagian pantai menjorok ke arah
laut. Analisis perubahan garis pantai yang dilakukan pada Garis Pantai Trikora 4
area of interest 14-20 dan area of interest 21-24 menunjukan telah terjadi abrasi
pada garis pantai sepanjang 350-450 m yang ditunjukan oleh transek 130-136 dan
transek 171-179. Abrasi yang terjadi pada transek 130-136 berkisar antara 0.51-
30.95 m ke arah darat, sedangkan abrasi yang terjadi pada transek 171-179
berkisar antara 5.51-13.01 m ke arah darat. Analisis perubahan garis Pantai
Trikora 4 area of interest 14-20 dan 21-24 juga menunjukan bahwa pergeseran
garis pantai ke arah darat terjauh adalah 47.51 m yang merupakan pergeseran
garis pantai ke arah darat terjauh yang terjadi di Pantai Trikora 4.

Gambar 52 Perubahan garis pantai di Pantai Trikora 4 AOI 14-20


50

100
Jarak Perubahan (m)
50 Laut

0
-50
-100 Darat

114

138
100
102
104
106
108
110
112

116
118
120
122
124
126
128
130
132
134
136

140
142
144
146
148
150
152
154
156
158
160
Grid Transek Sepanjang Garis Pantai

Gambar 53 Pola perubahan garis pantai di Pantai Trikora 4 AOI 14-20

Gambar 54 Perubahan garis pantai di Pantai Trikora 4 AOI 21-24

100
Jarak Perubahan (m)

Laut
50
0
-50
-100 Darat
168

179

190
162
163
164
165
166
167

169
170
171
172
173
174
175
176
177
178

180
181
182
183
184
185
186
187
188
189

191
192
193
194

Grid Transek Sepanjang Garis Pantai

Gambar 55 Pola perubahan garis pantai di Pantai Trikora 4 AOI 21-24

Abrasi di Pantai Trikora 4 terjadi pada garis pantai sepanjang 3400 m


dengan rata-rata jarak pergeseran garis pantai ke arah darat pada setiap garis
pantai yang mengalami abrasi adalah 11.94 m atau 1.19 m/tahun, sedangkan
akresi terjadi pada garis pantai sepanjang 6300 m dengan rata-rata jarak
pergeseran garis pantai ke arah laut adalah 20.88 m atau 2.09 m/tahun (Tabel 17).
51

Pola perubahan garis Pantai Trikora 4 jika dikaitkan dengan pola


transformasi gelombang laut yang terjadi di perairan Pantai Trikora 4 pada setiap
musim selama tahun 2005-2014 menunjukan pola yang sama dengan perubahan
garis Pantai Trikora 3 yaitu perpindahan partikel sedimen pada bagian pantai yang
menjorok ke arah laut cenderung terjadi selama musim peralihan I dan musim
peralihan II. Saat memasuki musim barat dan musim timur penjalaran gelombang
laut bergerak sejajar garis pantai menuju utara dan selatan pantai sehingga
mengakibatkan partikel sedimen pada bagian pantai yang menjorok ke arah laut
terbawa gelombang laut dan menumpuk di bagian utara dan selatan pantai yang
berteluk.
Analisis perubahan garis pantai yang dilakukan di Pantai Trikora 4
menunjukan adanya keseimbangan antara abrasi dan akresi yang terjadi di
sepanjang garis pantai selama tahun 2005-2014. Hasil analisis yang diperoleh
menunjukan kesamaan dengan berbagai hasil penelitian perubahan garis pantai
yang telah dilakukan di beberapa kawasan pantai yang menyimpulkan pantai
dengan posisi menjorok ke arah laut akan lebih dominan mengalami abrasi
disebabkan hempasan gelombang laut sehingga mengakibatkan partikel sedimen
di bagian pantai yang menjorok ke arah laut akan terbawa menuju ke bagian
pantai lainnya yang umumnya lebih tertutup atau menjorok ke arah darat
(berteluk).

Tabel 17 Hasil analisis perubahan garis pantai di Pantai Trikora 4


Hasil Analisis Abrasi (m) Akresi (m)
Panjang Garis Pantai 3400 6300
Jarak Pergeseran Total 811.59 2631.32
Perubahan Maksimum 47.51 83.34
Rata-Rata Perubahan 10 Tahun 11.94 20.88
Rata-Rata Perubahan per Tahun 1.19 2.09

100
Jarak Perubahan (m)

Laut
50
0
-50
Darat
-100
31
13
19
25

37
43
49
55
61
67
73
79
85
91
97
1
7

115
103
109

121
127
133
139
145
151
157
163
169
175
181
187
193

Grid Transek Sepanjang Garis Pantai

Gambar 56 Pola perubahan garis pantai di Pantai Trikora 4

Selain faktor dinamika oseanografi yang terjadi di kawasan pantai, pengaruh


perubahan iklim global dan aktivitas manusia juga turut mempengaruhi perubahan
garis pantai. Zheng et al. (2004) menjelaskan 70 % pantai berpasir di dunia
mengalami pemunduran garis pantai (abrasi) disebabkan pengaruh sea level rise
(kenaikan muka laut), badai akibat perubahan iklim dan gangguan ekosistem
pantai yang diakibatkan oleh aktivitas manusia di sekitar kawasan pantai.
Pantai timur Pulau Bintan memiliki garis pantai sepanjang 29100 m. Selama
tahun 2005-2014 telah terjadi akresi pada garis pantai sepanjang 19450 m dan
abrasi pada garis pantai sepanjang 9650 m (Gambar 57). Pergeseran garis pantai
52

ke arah darat (abrasi) terjauh yang terjadi di pantai timur Pulau Bintan berkisar
antara 17.07-47.51 m dengan rata-rata 7.02-11.94 m atau 0.70-1.19 m/tahun,
sedangkan pergeseran garis pantai ke arah laut (akresi) terjauh berkisar antara
48.89-91.57 m dengan rata-rata 14.87-32.52 m atau 1.49-3.25 m/tahun.
Pergeseran garis pantai maksimum ke arah laut ditunjukan oleh transek 157
dengan jarak pergeseran sejauh 91.57 m yang terjadi di Pantai Trikora 1 (Tabel
18).
Selain dipengaruhi oleh transpor sedimen yang disebabkan oleh hempasan
gelombang, aktivitas manusia berupa penimbunan kawasan laut untuk dijadikan
kawasan pemukiman ikut mempengaruhi perubahan garis Pantai Trikora 1
sehingga selama tahun 2005-2014 garis Pantai Trikora 1 lebih dominan
mengalami pergeseran ke arah laut. Pergeseran garis pantai ke arah darat terjauh
terjadi di Pantai Trikora 4 sejauh 47.51 m yang ditunjukan oleh transek 566
(Gambar 57). Bagian pantai yang mengalami pergeseran garis pantai ke arah darat
cenderung terjadi pada bagian pantai yang menjorok ke arah laut.
Berdasarkan hasil analisis perubahan garis pantai dan hasil analisis pola
transformasi gelombang laut perairan pantai timur Pulau Bintan setiap musim
selama tahun 2005-2014 diduga bahwa proses pengikisan pantai (abrasi) terjadi
saat musim peralihan I dan musim peralihan II, sedangkan akresi yang terjadi
pada bagian utara dan selatan pantai cenderung terjadi saat musim barat dan
musim timur. Hal ini disebabkan selama musim peralihan I dan musim peralihan
II arah penjalaran gelombang cenderung tegak lurus garis pantai sehingga
mengakibatkan bagian pantai yang menjorok ke arah laut mengalami pengikisan.
Selama musim barat gelombang laut yang terbentuk di laut dalam menjalar
sejajar garis pantai menuju utara sedangkan selama musim timur gelombang
menjalar sejajar pantai menuju selatan sehingga menyebabkan partikel sedimen
yang berpindah dari bagian pantai yang menjorok ke arah laut terbawa gelombang
laut menuju bagian utara dan selatan pantai dan mengendap di bagian pantai yang
menjorok ke arah darat (berteluk). Hidayah et al. (2012) menjelaskan dalam
penelitian perubahan garis pantai yang dilakukan di Pantai Jasri, Kabupaten
Karangasem bahwa gelombang laut sangat mempengaruhi pola transpor sedimen
sejajar pantai yang disebabkan oleh arus menyusur pantai. Semakin tinggi
gelombang laut maka akan semakin besar energi gelombang laut yang
menghantam pantai, sehingga volume sedimen yang terbawa oleh arus menyusur
pantai yang dibangkitkan oleh gelombang laut yang menghantam akan semakin
besar.
Selain pengaruh hempasan gelombang laut, penimbunan kawasan pantai
yang terjadi di pantai timur Pulau Bintan juga memberikan pengaruh yang besar
terhadap perubahan garis pantai yang terjadi selama tahun 2005-2014.
Pembangunan break water di beberapa lokasi di sepanjang pantai timur Pulau
Bintan juga memberikan dampak pada perubahan garis pantai yang terjadi di
pantai timur Pulau Bintan.
Pada bagian pantai yang dibangun break water lebih dominan mengalami
penambahan (akresi). Hal serupa dijelaskan oleh Hariyadi (2011) dalam penelitian
mengenai perubahan garis pantai di perairan Teluk Awur, Kabupaten Jepara.
Dalam penelitian tersebut dijelaskan bahwa pembangunan break water di suatu
kawasan pantai akan memecah gelombang laut sebelum menghantam pantai dan
mengakibatkan energi gelombang laut akan turun sebelum menghantam pantai
53

sehingga akan menghambat dan mengurangi jumlah volume sedimen yang


terbawa oleh arus menyusur pantai yang terbentuk saat gelombang laut
menghantam pantai.

Tabel 18 Hasil analisis perubahan garis pantai di pantai timur Pulau Bintan
selama tahun 2005-2014
Hasil Analisis Abrasi (m) Sedimentasi (m)
Panjang Garis Pantai 9650 19450
Perubahan Maksimum 47.51 91.57
Rata-Rata Perubahan 10 Tahun 10.10 19.28
Rata-Rata Perubahan per Tahun 1.01 1.93

100 Laut
Jarak Perubahan (m)

50
0
-50
Darat
-100
76
26
51
1

301
101
126
151
176
201
226
251
276

326
351
376
401
426
451
476
501
526
551
576
Grid Transek Sepanjang Garis Pantai

Gambar 57 Pola perubahan garis pantai di pantai timur Pulau Bintan selama
tahun 2005-2014

4 SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Perubahan garis pantai yang terjadi di pantai timur Pulau Bintan disebabkan
oleh pengaruh gelombang laut, hal ini ditunjukan oleh kesamaan pola penjalaran
gelombang laut dengan bagian-bagian pantai yang mengalami abrasi maupun
akresi. Khusus untuk Pantai Trikora 1 dan Pantai Trikora 2, perubahan garis
pantai sangat dipengaruhi oleh aktivitas manusia yaitu penimbunan kawasan
pantai, hal ini yang menyebabkan akresi lebih dominan terjadi di Pantai Trikora 1
dan Pantai Trikora 2.
Hasil peramalan gelombang laut menunjukan selama musim barat dan
musim timur, gelombang laut membentuk pola sejajar dengan garis pantai,
sedangkan selama musim peralihan gelombang laut membentuk pola tegak lurus
dengan garis pantai. Akresi lebih dominan terjadi di bagian utara dan selatan
pantai, hal ini disebabkan oleh gelombang laut dengan ketinggian rata-rata
tertinggi yang terbentuk di perairan pantai timur Pulau Bintan membentuk pola
sejajar dengan garis pantai menuju ke arah utara dan selatan pantai. Oleh karena
itu pengendapan sedimen lebih dominan terjadi di bagian utara dan selatan pantai.
Khusus bagian selatan pantai timur Pulau Bintan, pengaruh non-alami juga
memberikan pengaruh signifikan terhadap perubahan garis pantai yang terjadi di
pantai timur Pulau Bintan, sehingga cukup sulit untuk melihat sejauh apa
54

pengaruh gelombang laut terhadap perubahan garis pantai yang terjadi di bagian
selatan pantai timur Pulau Bintan.

Saran

Terdapat beberapa faktor yang menjadi kendala untuk meningkatkan akurasi


analisis perubahan garis pantai menggunakan citra satelit, yaitu tidak dilakukan
analisis pengaruh faktor non-alami seperti pengaruh bangunan-bangunan pantai
terhadap perubahan garis pantai yang terjadi di pantai timur Pulau Bintan, tidak
dilakukan analisis pola transpor sedimen yang terjadi di sepanjang pantai timur
Pulau Bintan mengakibatkan tidak diketahui volume transpor sedimen dan dari
mana asal sedimen yang mengendap di bagian pantai yang mengalami akresi yang
diakibatkan oleh hempasan gelombang laut.
Untuk itu perlu adanya penelitian lanjutan, salah satunya menggunakan
model untuk meningkatkan akurasi hasil analisis perubahan garis pantai
menggunakan citra satelit. Selain itu jangka waktu perubahan garis pantai perlu
ditambah agar diperoleh data perubahan garis pantai yang lebih variatif.

DAFTAR PUSTAKA
Alesheikh AA, Ghorbanali A, Nouri N. 2007. Coastline change detection using
remote sensing. Int J Env Sci Tech. 4 (1): 61-66.
Allen JRL. 1985. Principles of Physical Sedimentology. Department of Geology.
University of Reading. London.
Anam K. 2015. Pemetaan zona berpotensi rip current sebagai upaya peningkatan
keselamatan di objek wisata Pantai Trikora Desa Malang Rapat Kabupaten
Bintan. Ilmu Kelautan dan Perikanan. 1-14. Universitas Maritim Raja Ali
Haji. Tanjungpinang.
Anasiru T. 2006. Angkutan sedimen pada muara Sungai Palu. Smartek. 4 (1): 25-
33.
Anggoro A, Siregar VP, Agus SB. 2015. Pemetaan zona geomorfologi ekosistem
terumbu karang menggunakan metode OBIA, studi kasus Pulau Pari.
Penginderaan Jauh. 12 (1): 1-12.
Angkotasan AM. 2012. Analisis Perubahan Garis Pantai di Pantai Barat Daya
Pulau Ternate, Provinsi Maluku Utara. Tesis. Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Angkotasan AM, Nurjaya IW, Natih NMN. 2012. Analisis perubahan garis pantai
di pantai barat daya Pulau Ternate, Provinsi Maluku Utara. JTPK. 3 (1): 11-
22.
Atmodjo W. 2011. Studi penyebaran sedimen tersuspensi di muara Sungai Porong
Kabupaten Pasuruan. Bul Ose Mar. 1: 60-81.
Beer T. 1997. Environmental Oceanography. 2nd Edition. Marine Science Series.
CRC Press. New York.
Bengen DG. 2001. Pedoman Teknis Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem
Mangrove. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Institut Pertanian
Bogor.
55

[BIG] Badan Informasi Geospasial. 2015. Spesifikasi Teknis Survei Hidrografi


dan Pembuatan Peta Lingkungan Pantai Indonesia (LPI) Skala 1:50.000.
Pusat Pemetaan Kelautan dan Lingkungan Pantai.
Blott SJ. 2010. A Grain Size Distribution and Statistics Package for the Analysis
of Unconsolidated Sediments by Sieving or Laser Granulometer. Kenneth
Pye Associates Ltd. UK.
[CERC] Coastal Engineering Research Center. 1984. Shore Protection Manual,
Volume I. 4th Edition. US Army Coastal Engineering Research Center.
Washington DC.
[CHL] Coastal Hydraulic Laboratory. 2002. Coastal Engineering Manual, Part I-
VI. Department of the Army. US Army Corps of Engineers. Washington
DC.
Davis ER, Dolan R. 1993. These cyclonic storms batter the east coast from
October through April, yet their destructive potential remains among the
most difficult to predict. Ame Sci. 81: 428-439.
Dean RG, Darlympe AR. 2004. Coastal Processes with Engineering Application.
Cambridge University Press. New York.
Dewi IP. 2011. Perubahan Garis Pantai dari Pantai Teritip Balikpapan sampai
Pantai Ambarawang Kutai Kertanegara Kalimantan Timur. Tesis. Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Ebersole BA, Cialone MA, Prater MD. 1986. Regional Coastal Processes
Numerical Modeling System. Department of the Army. US Army Corps of
Engineers. Washington DC.
Elfrink B, Baldock T. 2002. Hydrodinamics and sediment transport in the swash
zone. Coas Eng. 45: 149-167.
Elfrink B, Prestedge G, Rocha MBC, Juhl J. 2003. Shoreline evolution due to
highly oblique incident waves at Walvis Bay, Namibia. Dhi Wat Env. 1: 1-
13.
Felde GW, Anderson GP, Cooley TW, Matthew MW, Adler-Golden SM, Berk A,
Lee J. 2003. Analysis of Hyperion Data with the FLAASH Atmospheric
Correction Algorithm. 2003. IEEE IGARSS: Learning from Earths Shapes
and Colors: Toulouse: p 90-92.
Green EP, Mumby PJ, Edwards AJ, Clark CD. 2000. Remote Sensing Handbook
for Tropical Coastal Management. UNESCO.
Hammar-Klose ES, Pendleton EA, Thieler ER, Williams SJ. 2003. Coastal
Vulnerability Assessment of Cape Cod National Seashore (CACO) to Sea
Level Rise. USGS Report: 02-233.
Handartoputra A, Purwanti F, Hendrarto B. 2015. Penelitian kerentanan pantai di
Sendang Biru Kabupaten Malang terhadap variabel oseanografi berdasarkan
metode CVI (Coastal Vulnerability Index). Maquares. 4 (1): 91-97.
Hanson H, Kraus NC. 1989. GENESIS: Generalized Model for Simulating
Shoreline Change. Report I: Technical Reference. US Army Engineers.
Waterway Experiment Station. Coastal Engineers Research Center.
Vicksburg. MS.
Hapke CJ, Himmelstoss EA, Kratzmann MG, List JH, Thieler ER. 2010. National
Assessment of Shoreline Change: Historical Shoreline Change along the
New England and Mid-Atlantic Coasts. USGS Report: 2010-1118.
56

Hariyadi. 2011. Analisis perubahan garis pantai selama 10 tahun menggunakan


CEDAS (Coastal Engineering Design and Analysis System) di perairan
Teluk Awur pada skenario penambahan bangunan pelindung pantai. Buletin
Oseanografi Marina. 1: 82-94.
Hidayah R, Suntoyo, Armono, DH. 2012. Analisis perubahan garis Pantai Jasri,
Kabupaten Karangasem Bali. Teknik Pomits. 1 (1): 1-7.
Hidayat N. 2005. Kajian hidro-oseanografi untuk deteksi proses-proses fisik di
pantai. Smartek. 3 (2): 73-85.
Himmelstoss EA. 2009. DSAS 4.0 Installation Instructions and User Guide. US
Geological Survey.
Holthuijsen LH. 2007. Waves in Oceanic and Coastal Waters. 1st Edition.
Cambridge University Press. New York.
Kartikasari Y. 2008. Desain Dermaga General Cargo dan Trestle Tipe Deck on
Pile di Pulau Kalukalukuang Provinsi Sulawesi Selatan. Tesis. Institut
Teknologi Bandung.
Kasim F. 2010. Laju perubahan garis pantai menggunakan modifikasi teknik
single transect (ST) dan metode end point rate (EPR): studi kasus pantai
sebelah utara Indramayu-Jawa Barat. Ilm Agr. 3 (2): 588-600.
Kasim F. 2012. Pendekatan beberapa metode dalam monitoring perubahan garis
pantai menggunakan dataset penginderaan jauh Landsat dan SIG. Ilm Agr. 5
(1): 620-635.
Komar PD. 1998. Beach Processes and Sedimentation. Prentice-Hall Inc. New
Jersey. 589p.
Lindholm RC. 1987. A Practical Approach to Sedimentology. Allen & Unwin.
London.
Makota V, Sallema R, Mahika C. 2004. Monitoring shoreline changes using
remote sensing and GIS: a case study of Kunduchi area, Tanzania. Wes Ind
Oce. 3: 1-10.
Navulur K. 2007. Multispectral Image Analysis Using the Object-Oriented
Paradigm. Taylor & Francis Group, LLC.
Nugroho AS, Witarto AB, Handoko D. 2003. Support Vector Machine. Teori dan
Aplikasinya dalam Bioinformatika. Jakarta.
Nurhadi A, Syawaluddin H. 2013. Pembentukan pantai stabil dengan struktur T-
Head Groin di Pantai Ciwadas Kabupaten Karawang. Tek Kel. 1-12.
Ongkosongo OSR. 1989. Pasang Surut. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
Jakarta.
Prawirowardoyo S. 1996. Meteorologi. Institut Teknologi Bandung. Bandung.
Prospathopoulos AM, Sotiropoulos A, Zatciopoulos E. 2004. Cross-shore profile
and coastline changes of a sandy beach in Pieria, Greece, based on
measurements and numerical simulation. Med Mar Sci. 5: 91-107.
Purba M, Jaya I. 2004. Analisis perubahan garis pantai dan penutupan lahan
antara Way Penet dan Way Sekampung, Kabupaten Lampung Timur. IIPPI.
11 (2): 109-121.
Ruiz LA, Pardo JE, Almonacid J, Rodriguez B. 2007. Coastline automated
detection and multi resolution evaluation using satellite images. In
Proceedings of Coastal Zone. Portland, Oregon. Vol. 7.
Sakka, Purba M, Nurjaya IW, Pawitan H, Siregar VP. 2011. Studi perubahan garis
pantai di Delta Sungai Jeneberang, Makassar. ITKT. 3 (2): 112-126.
57

Shamji RV. 2011. Study on Beach Morphological Change Using Numerical


Model. Center of Earth Science Studies. Thesis. The Cochin University of
Science and Technology. Thiruvantapuram. India.
Siegle E, Nils EA. 2007. Wave refraction and longshore transport pattern along
the Southern Santa Catarina Coast. Braz J Oce. 55 (2): 109-120.
Sinaga TPT, Susiati H. 2007. Studi pemodelan perubahan garis pantai di sekitar
perairan Tapak PLN Semenanjung Muria. Pengembangan Energi Nuklir. 9
(2): 1-10.
Siswanto AD, Pratikto WA, Suntoyo. 2010. Analisa stabilitas garis pantai di
Kabupaten Bangkalan. IJMS. 15 (4): 221-230.
Sorensen RM. 1991. Basic Coastal Engineering. John Wiley & Son, New York.
Sorensen RM. 2006. Basic Coastal Engineering. 3rd Edition. Department of Civil
and Environmental Engineering Lehigh University, Bethlehem,
Pennsylvania.
Surbakti H. 2012. Karakteristik pasang surut dan pola arus di muara Sungai Musi,
Sumatera Selatan. Penelitian Sains. 15 (1): 35-39.
Suriamihardja DA. 2005. Compromise Management in the Jeneberang Delta and
Losari Bay. Department of Geography. Publication Series-University of
Waterloo. 61: 483.
Taofiqurohman A, Ismail MFA. 2012. Analisis spasial perubahan garis pantai di
pesisir Kabupaten Subang Jawa Barat. ITKT. 4 (2): 280-289.
Tarigan MS. 2007. Perubahan garis pantai di wilayah pesisir perairan Cisadane,
Provinsi Banten. Makara Sains. 11 (1): 49-55.
Thieler ER, Himmelstoss EA, Zichichi JL, Ergul A. 2009. Digital Shoreline
Analysis System (DSAS) Version 4.0-An ArcGIS Extentions for Calculating
Shoreline Change. US Geological Survey. Open File Report: 2008-1278.
Tjasyono BHK, Mustofa AM. 2004. Seasonal rainfall variation over monsoonal
areas. Teknologi Mineral. VII. 4. Institut Teknologi Bandung. ISSN: 0854-
8528.
Trenggono M. 2009. Transformasi Gelombang Laut dan Pengaruhnya Terhadap
Dinamika Pantai Muara Ajkwa Tahun 1993-2007. Tesis. Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Triatmodjo B. 1999. Teknik Pantai. Beta Offset. Yogyakarta.
Trimble. 2014. Ecognition Developer: User Guide. Trimble. Munich. Germany.
Triwahyuni A, Purba M, Agus SB, Pemodelan garis pantai timur Tarakan,
Kalimantan Timur. IJMS. 1: 9-23.
Trujillo AP, Thurman, Harold V. 2008. Essentials of Oceanography. Pearson
Prentice Hall, Pearson, Education Inc. New Jersey. 534 pp.
Tunas IG. Prediksi erosi lahan DAS Bengkulu dengan sistem informasi geografis
(SIG). Smartek. 3 (3): 137-145.
[USACE] United States Army Corps of Engineers. 2003. Coastal Hydrodinamics
Part II, Coastal Sediment Processes Part III. Department of the Army. US
Army Corps of Engineers. Washington DC.
[USACE] United States Army Corps of Engineers. 2003a. Meteorology and Wave
Climate Part II. Department of the Army. US Army Corps of Engineers.
Washington DC.
Winarso GJ, Budhiman S. 2001. The Potential Application Remote Sensing Data
for Coastal Study. Paper Presented at the 22nd Asian Conference on Remote
58

Sensing, 5-9 November 2001, Singapore. Center for Remote Imaging,


Sensing and Processing (CRISP), National University of Singapore;
Singapore Institute of Surveyors and Values (SISV); Asian Association on
Remote Sensing (AARS).
Wyrtki K. 1961. Physical Oceanography of Southeast Asean Waters. Naga
Report. I. 2. The University of California, La Jolla.
Yulius, Kususmah G, Salim H. 2009. Pola spasial karakteristik pantai di Teluk
Bungus, Kota Padang. Ilmiah Geomatika. 15 (2): 55-63.
Yulius, Kususmah G, Salim H. 2009. Pola spasial sebaran material dasar perairan
Teluk Bungus, Kota Padang. Ilmiah Geomatika. 17 (2): 127-135.
Yulius, Ramdhan M. 2013. Perubahan garis pantai di Teluk Bungus Kota Padang,
Provinsi Sumatera Barat berdasarkan analisis citra satelit. ITKT. 5 (2): 41-
72.
Yuwono N, Kodoatie. 2004. Pengembangan Reklamasi Pantai dan Perencanaan
Bangunan Pengamannya. Direktorat Bina Teknik, Direktorat Jenderal
Sumberdaya Air. Departemen Pekerjaan Umum. Jakarta.
Zheng K, Douglas BC, Leatherman SP. 2004. Global warming and coastal
erosion. Climate Change. 64: 41-58.
59

LAMPIRAN
60

Lampiran 1 Posisi ground control point untuk koreksi geometrik citra satelit
No. Lokasi Bujur Timur Lintang Utara
1 Jembatan (Kawal) 104.635396 0.992303
2 Dermaga 1 (Kawal) 104.64134 0.991783
3 Tower (Kawal) 104.626518 0.99273
4 Dermaga 2 (Kawal) 104.654412 1.000965
5 Dermaga 3 (Teluk Bakau) 104.654526 1.021937
6 Simpang Tiga MTQ (Teluk Bakau) 104.652453 1.025915
7 Dermaga 4 (Teluk Bakau 104.651573 1.055133
8 Simpang Tiga (Malang Rapat) 104.613409 1.117927
61

Lampiran 2 Hasil pengamatan geomorfologi pantai

Pantai Trikora 1
Stasiun Lokasi Geomorfologi
1 Kawal Berteluk, Mangrove, Estuari
2 Kawal Berpasir, Mangrove
3 Kawal Berpasir

Pantai Trikora 2
Stasiun Lokasi Geomorfologi
4 Kawal Berpasir
5 Kawal Berpasir
6 Teluk Bakau Berpasir, Berteluk, Mangrove

Pantai Trikora 3
Stasiun Lokasi Geomorfologi
7 Teluk Bakau Berpasir, Mangrove, Lamun
8 Teluk Bakau Berpasir, Mangrove
9 Teluk Bakau Berpasir, Berbatu, Lamun
10 Teluk Bakau Berbatu, Mangrove, Lamun
11 Teluk Bakau Berpasir, Mangrove, Lamun
12 Teluk Bakau Berpasir, Berteluk, Lamun
13 Teluk Bakau Berbatu
14 Teluk Bakau Berpasir, Lamun
15 Teluk Bakau Berpasir, Lamun, Karang
16 Teluk Bakau Berbatu
17 Teluk Bakau Berbatu
18 Teluk Bakau Berpasir
19 Teluk Bakau Berpasir, Berteluk
20 Malang Rapat Berpasir, Berteluk
21 Malang Rapat Berpasir, Lamun
22 Malang Rapat Berpasir
23 Malang Rapat Berpasir, Mangrove
24 Malang Rapat Berpasir, Berbatu
25 Malang Rapat Berpasir
26 Malang Rapat Berpasir, Berbatu
27 Malang Rapat Berpasir

Pantai Trikora 4
Stasiun Lokasi Geomorfologi
28 Malang Rapat Berpasir
29 Malang Rapat Berpasir, Berbatu
30 Malang Rapat Berpasir
31 Malang Rapat Berpasir, Berteluk, Estuari
32 Berakit Berpasir
33 Berakit Berpasir, Mangrove
34 Berakit Berpasir, Mangrove
62

Lampiran 3 Persentase distribusi ukuran butir sedimen setiap pantai

Pantai Trikora 1
Grain Size Distribution Stasiun
(%) S1 S2
Very Coarse Gravel 0.00 0.00
Coarse Gravel 0.00 0.00
Medium Gravel 0.00 0.00
Fine Gravel 0.00 0.00
Very Fine Gravel 0.04 11.55
Very Coarse Sand 0.25 21.86
Coarse Sand 0.60 26.29
Medium Sand 2.23 14.19
Fine Sand 11.85 20.68
Very Fine Sand 85.03 5.43
Very Coarse Silt 0.00 0.00
Coarse Silt 0.00 0.00
Medium Silt 0.00 0.00
Fine Silt 0.00 0.00
Very Fine Silt 0.00 0.00
Clay 0.00 0.00
Gravel (%) 0.04 11.55
Sand (%) 99.96 88.45
Mud (%) 0.00 0.00

Pantai Trikora 2
Grain Size Distribution Stasiun
(%) S3 S4 S5
Very Coarse Gravel 0.00 0.00 0.00
Coarse Gravel 0.00 0.00 0.00
Medium Gravel 0.00 0.00 0.00
Fine Gravel 0.00 0.00 0.00
Very Fine Gravel 1.32 10.64 2.38
Very Coarse Sand 16.00 23.87 3.86
Coarse Sand 49.31 19.07 4.77
Medium Sand 11.89 11.98 10.64
Fine Sand 15.75 14.38 62.81
Very Fine Sand 5.73 20.06 15.55
Very Coarse Silt 0.00 0.00 0.00
Coarse Silt 0.00 0.00 0.00
Medium Silt 0.00 0.00 0.00
Fine Silt 0.00 0.00 0.00
Very Fine Silt 0.00 0.00 0.00
Clay 0.00 0.00 0.00
Gravel (%) 1.32 10.64 2.38
Sand (%) 98.68 89.36 97.62
Mud (%) 0.00 0.00 0.00
63

Pantai Trikora 3
Grain Size Distribution Stasiun
(%) S6 S7 S8 S9
Very Coarse Gravel 0.00 0.00 0.00 0.00
Coarse Gravel 0.00 0.00 0.00 0.00
Medium Gravel 0.00 0.00 0.00 0.00
Fine Gravel 0.00 0.00 0.00 0.00
Very Fine Gravel 3.64 3.68 4.18 0.53
Very Coarse Sand 8.12 8.13 10.36 0.89
Coarse Sand 14.47 11.94 15.69 1.62
Medium Sand 24.77 16.69 26.50 25.08
Fine Sand 30.01 37.30 40.90 70.44
Very Fine Sand 18.98 22.25 2.36 1.44
Very Coarse Silt 0.00 0.00 0.00 0.00
Coarse Silt 0.00 0.00 0.00 0.00
Medium Silt 0.00 0.00 0.00 0.00
Fine Silt 0.00 0.00 0.00 0.00
Very Fine Silt 0.00 0.00 0.00 0.00
Clay 0.00 0.00 0.00 0.00
Gravel (%) 3.64 3.68 4.18 0.53
Sand (%) 96.36 96.32 95.82 99.47
Mud (%) 0.00 0.00 0.00 0.00

Pantai Trikora 4
Grain Size Distribution Stasiun
(%) S10 S11 S12
Very Coarse Gravel 0.00 0.00 0.00
Coarse Gravel 0.00 0.00 0.00
Medium Gravel 0.00 0.00 0.00
Fine Gravel 0.00 0.00 0.00
Very Fine Gravel 2.32 5.96 0.77
Very Coarse Sand 5.47 6.60 2.71
Coarse Sand 10.86 6.71 5.75
Medium Sand 55.54 10.95 23.21
Fine Sand 24.78 51.65 58.20
Very Fine Sand 1.02 18.14 9.36
Very Coarse Silt 0.00 0.00 0.00
Coarse Silt 0.00 0.00 0.00
Medium Silt 0.00 0.00 0.00
Fine Silt 0.00 0.00 0.00
Very Fine Silt 0.00 0.00 0.00
Clay 0.00 0.00 0.00
Gravel (%) 2.32 5.96 0.77
Sand (%) 97.68 94.04 99.23
Mud (%) 0.00 0.00 0.00
64

Lampiran 4 Persentase distribusi ukuran butir sedimen pantai timur Pulau Bintan
Grain Size Distribution Persentase (%)
Very Coarse Gravel 0.00
Coarse Gravel 0.00
Medium Gravel 0.00
Fine Gravel 0.00
Very Fine Gravel 4.14
Very Coarse Sand 9.35
Coarse Sand 14.15
Medium Sand 18.22
Fine Sand 34.21
Very Fine Sand 19.93
Very Coarse Silt 0.00
Coarse Silt 0.00
Medium Silt 0.00
Fine Silt 0.00
Very Fine Silt 0.00
Clay 0.00
Gravel (%) 4.14
Sand (%) 95.86
Mud (%) 0.00
Jenis Tekstur Slightly Gravelly Sand
65

Lampiran 5 Kemiringan pantai timur Pulau Bintan pada jarak 0-1 km dari garis
pantai pada setiap stasiun pengamatan

Pantai Trikora 1
Stasiun Kemiringan () Kemiringan (%) Kedalaman (m)
1 0.04 0.08 2.12
2 0.14 0.25 3.61
3 0.09 0.16 2.24
Rata-Rata 0.09 0.16 2.66

Pantai Trikora 2
Stasiun Kemiringan () Kemiringan (%) Kedalaman (m)
4 0.20 0.36 4.68
5 0.12 0.22 2.59
6 0.12 0.22 2.59
7 0.08 0.15 2.14
8 0.08 0.15 2.14
9 0.23 0.40 3.59
10 0.05 0.09 2.00
11 0.22 0.39 3.57
12 0.22 0.39 3.57
13 0.25 0.44 3.74
Rata-Rata 0.16 0.28 3.06

Pantai Trikora 3
Stasiun Kemiringan () Kemiringan (%) Kedalaman (m)
14 0.25 0.44 3.74
15 0.08 0.15 2.15
16 0.08 0.15 2.15
17 0.12 0.22 2.85
18 0.12 0.22 2.85
19 0.13 0.22 2.33
20 0.13 0.22 2.33
21 0.20 0.35 5.56
22 0.20 0.35 5.56
23 0.10 0.17 2.92
24 0.10 0.17 2.92
25 0.11 0.19 3.99
26 0.11 0.19 3.99
27 0.11 0.20 3.93
28 0.11 0.20 3.93
29 0.12 0.21 2.49
30 0.05 0.09 2.10
Rata-Rata 0.12 0.22 3.28
66

Pantai Trikora 4
Stasiun Kemiringan () Kemiringan (%) Kedalaman (m)
31 0.09 0.16 2.81
32 0.05 0.09 2.07
33 0.14 0.25 3.29
34 0.05 0.09 2.12
35 0.11 0.20 3.30
36 0.05 0.10 2.18
37 0.09 0.16 3.03
38 0.09 0.16 3.03
39 0.10 0.18 3.60
40 0.10 0.18 3.60
41 0.10 0.19 3.57
42 0.10 0.19 3.57
43 0.10 0.18 3.56
44 0.10 0.18 3.56
45 0.10 0.18 3.23
Rata-Rata 0.09 0.17 3.10
67

Lampiran 6 Karakteristik gelombang laut perairan pantai timur Pulau Bintan


Arah Hm0 Tp t L0 C0
Tahun Bulan
() (m) (s) (s) (m) (m/s)
2005 Januari 197 1.92 7.14 62797.97 83.08 11.14
2005 Februari 207 1.13 5.34 46957.27 48.80 8.33
2005 Maret 195 1.04 4.79 42088.10 44.82 7.47
2005 April 230 0.25 2.36 20775.90 10.81 3.69
2005 Mei 232 0.38 3.03 26627.21 16.63 4.72
2005 Juni 268 0.47 3.25 28552.97 20.35 5.06
2005 Juli 241 0.61 3.96 34808.38 26.51 6.17
2005 Agustus 279 0.77 4.36 38333.62 33.18 6.80
2005 September 276 0.60 3.80 33433.96 25.93 5.93
2005 Oktober 151 0.35 2.80 24593.25 15.30 4.36
2005 November 126 0.44 3.06 26953.90 18.82 4.78
2005 Desember 141 0.64 3.76 33091.40 27.65 5.87
2006 Januari 185 1.23 5.52 48503.00 53.09 8.60
2006 Februari 196 1.44 6.05 53182.08 62.50 9.43
2006 Maret 199 0.65 3.90 34263.87 28.25 6.08
2006 April 179 0.16 1.91 16775.16 7.06 2.98
2006 Mei 213 0.17 1.89 16645.63 7.42 2.95
2006 Juni 214 0.55 3.74 32896.41 23.91 5.84
2006 Juli 318 0.91 4.86 42765.48 39.34 7.59
2006 Agustus 293 1.04 5.24 46048.09 45.08 8.17
2006 September 322 0.60 3.95 34781.00 26.06 6.17
2006 Oktober 267 0.40 2.94 25880.97 17.50 4.59
2006 November 208 0.14 1.89 16613.65 6.22 2.95
2006 Desember 183 1.03 4.81 42334.64 44.75 7.51
2007 Januari 177 1.39 5.77 50728.99 60.06 9.00
2007 Februari 202 1.05 4.83 42434.77 45.53 7.53
2007 Maret 173 0.38 2.79 24547.45 16.45 4.35
2007 April 189 0.14 1.64 14417.37 6.17 2.56
2007 Mei 227 0.27 2.56 22492.54 11.73 3.99
2007 Juni 232 0.25 2.35 20662.41 10.88 3.67
2007 Juli 272 0.53 3.55 31250.50 22.77 5.54
2007 Agustus 297 0.80 4.52 39725.02 34.46 7.05
2007 September 257 0.61 3.99 35055.74 26.44 6.22
2007 Oktober 140 0.28 2.31 20339.22 12.01 3.61
2007 November 143 0.40 2.94 25826.93 17.44 4.58
2007 Desember 185 0.84 4.34 38133.94 36.35 6.76
2008 Januari 191 1.13 5.34 46936.59 49.09 8.33
2008 Februari 185 1.43 6.00 52807.37 61.93 9.37
2008 Maret 204 0.41 3.03 26660.95 17.86 4.73
2008 April 191 0.14 1.74 15301.76 6.09 2.71
2008 Mei 225 0.46 3.34 29357.85 19.79 5.21
2008 Juni 310 0.36 2.91 25607.65 15.53 4.54
2008 Juli 300 0.59 3.82 33561.34 25.54 5.95
2008 Agustus 294 0.54 3.53 31045.63 23.29 5.51
2008 September 199 0.52 3.60 31678.22 22.40 5.62
68

2008 Oktober 198 0.17 1.81 15890.25 7.21 2.82


2008 November 143 0.23 2.28 20049.60 10.03 3.56
2008 Desember 162 1.32 5.73 50352.02 56.94 8.93
2009 Januari 186 2.05 7.32 64373.79 88.57 11.42
2009 Februari 183 0.90 4.45 39161.38 38.82 6.95
2009 Maret 186 0.15 1.77 15523.74 6.33 2.75
2009 April 189 0.29 2.59 22761.11 12.37 4.04
2009 Mei 188 0.26 2.44 21432.77 11.22 3.80
2009 Juni 246 0.43 3.25 28620.58 18.76 5.08
2009 Juli 256 0.75 4.32 38012.01 32.58 6.74
2009 Agustus 252 0.59 3.85 33881.39 25.69 6.01
2009 September 244 0.43 3.25 28554.81 18.65 5.07
2009 Oktober 235 0.23 2.24 19712.21 9.95 3.50
2009 November 161 0.70 3.53 31004.00 30.09 5.50
2009 Desember 194 0.79 4.35 38269.67 34.22 6.79
2010 Januari 202 1.09 4.98 43768.05 47.11 7.76
2010 Februari 210 0.92 4.92 43293.10 39.89 7.68
2010 Maret 217 0.56 3.63 31929.36 24.08 5.66
2010 April 214 0.15 1.80 15866.51 6.33 2.81
2010 Mei 232 0.15 1.90 16669.53 6.64 2.96
2010 Juni 168 0.33 2.82 24764.17 14.28 4.39
2010 Juli 148 0.21 2.24 19683.18 9.07 3.49
2010 Agustus 224 0.39 3.10 27255.12 16.78 4.83
2010 September 167 0.17 1.82 15995.44 7.56 2.84
2010 Oktober 168 0.30 2.52 22167.60 13.19 3.93
2010 November 180 0.23 2.02 17743.05 9.80 3.15
2010 Desember 154 0.80 4.48 39420.29 34.46 6.99
2011 Januari 188 1.33 6.00 52791.44 57.61 9.36
2011 Februari 197 1.18 5.59 49197.20 50.97 8.73
2011 Maret 171 0.40 3.12 27399.98 17.29 4.86
2011 April 209 0.35 2.73 23975.85 15.19 4.25
2011 Mei 251 0.17 1.96 17224.76 7.29 3.06
2011 Juni 285 0.56 3.68 32396.52 24.07 5.75
2011 Juli 296 0.75 4.37 38439.45 32.27 6.82
2011 Agustus 276 0.53 3.63 31885.07 22.90 5.66
2011 September 241 0.59 3.79 33294.69 25.48 5.91
2011 Oktober 176 0.22 2.18 19187.45 9.40 3.40
2011 November 152 0.28 2.62 23008.04 11.95 4.08
2011 Desember 179 0.93 4.70 41294.15 40.06 7.32
2012 Januari 182 0.97 4.68 41197.35 41.90 7.31
2012 Februari 200 0.50 3.42 30077.67 21.82 5.34
2012 Maret 170 0.36 2.76 24270.69 15.51 4.31
2012 April 151 0.11 1.54 13557.62 4.83 2.40
2012 Mei 178 0.23 2.35 20638.69 9.77 3.66
2012 Juni 273 0.47 3.48 30561.41 20.42 5.42
2012 Juli 266 0.61 3.95 34738.45 26.36 6.16
2012 Agustus 311 0.68 4.23 37205.14 29.49 6.60
2012 September 258 0.36 3.01 26431.74 15.50 4.69
69

2012 Oktober 165 0.10 1.54 13531.67 4.40 2.40


2012 November 131 0.11 1.53 13488.29 4.90 2.39
2012 Desember 172 0.27 2.52 22175.05 11.87 3.93
2013 Januari 182 1.17 5.54 48693.45 50.62 8.64
2013 Februari 179 0.74 4.27 37581.54 32.00 6.67
2013 Maret 208 0.50 3.18 28001.64 21.42 4.97
2013 April 180 0.15 1.68 14750.12 6.67 2.62
2013 Mei 215 0.12 1.65 14517.67 5.11 2.58
2013 Juni 118 0.17 1.94 17027.66 7.36 3.02
2013 Juli 190 0.29 2.70 23743.20 12.69 4.21
2013 Agustus 274 0.55 3.79 33331.40 23.98 5.91
2013 September 214 0.35 2.92 25715.76 15.23 4.56
2013 Oktober 155 0.19 2.11 18577.75 8.37 3.30
2013 November 135 0.13 1.72 15094.04 5.70 2.68
2013 Desember 170 0.90 4.34 38191.44 38.77 6.77
2014 Januari 186 1.93 6.95 61086.54 83.41 10.84
2014 Februari 201 1.45 6.24 54871.01 62.60 9.73
2014 Maret 212 0.81 4.43 38977.36 35.07 6.91
2014 April 219 0.08 1.30 11458.48 3.37 2.03
2014 Mei 187 0.14 1.84 16219.56 6.09 2.88
2014 Juni 232 0.40 3.26 28686.16 17.32 5.09
2014 Juli 254 0.55 3.79 33328.46 23.65 5.91
2014 Agustus 280 0.39 3.21 28204.85 17.08 5.00
2014 September 279 0.44 3.28 28841.79 19.18 5.12
2014 Oktober 232 0.17 1.80 15800.54 7.26 2.80
2014 November 164 0.11 1.56 13748.87 4.95 2.44
2014 Desember 151 0.50 3.26 28642.41 21.81 5.08
Hm0 = tinggi gelombang; Tp = periode gelombang; t = durasi pertumbuhan gelombang; L 0 =
panjang gelombang; C0 = kecepatan gelombang
70

Lampiran 7 Hasil analisis perubahan garis pantai


Garis Pantai 2005 Garis Pantai 2014 Selisih
Transek Ket.
X1 Y1 X2 Y2 (m)
1 453013.06 131013.62 453018.85 131019.41 5.79 S
2 453040.50 130971.82 453051.06 130982.38 10.56 S
3 453067.25 130929.58 453082.20 130944.53 14.95 S
4 453092.09 130886.19 453107.04 130901.14 14.95 S
5 453113.28 130840.99 453117.47 130845.18 4.19 S
6 453146.29 130803.62 453134.04 130791.37 -12.25 A
7 453191.91 130790.22 453191.15 130789.46 -0.76 A
8 453205.01 130743.72 453213.38 130752.09 8.37 S
9 453202.37 130693.95 453205.49 130697.07 3.12 S
10 453174.14 130653.35 453195.98 130675.19 21.84 S
11 453139.48 130618.84 453158.60 130637.96 19.12 S
12 453109.98 130579.17 453130.19 130599.38 20.21 S
13 453094.67 130532.02 453123.40 130560.75 28.73 S
14 453071.73 130489.53 453112.28 130530.08 40.55 S
15 453025.23 130472.21 453042.38 130489.36 17.15 S
16 453015.30 130430.50 453081.21 130496.41 65.91 S
17 453021.41 130381.19 453043.71 130403.49 22.30 S
18 453043.58 130339.87 453053.70 130349.99 10.12 S
19 453074.34 130311.21 453106.34 130343.21 32.00 S
20 453073.87 130261.23 453102.22 130289.58 28.35 S
21 453080.50 130211.74 453117.01 130248.25 36.51 S
22 453060.14 130168.84 453075.79 130184.49 15.65 S
23 453053.15 130121.24 453056.52 130124.61 3.37 S
24 453047.98 130072.27 453069.28 130093.57 21.30 S
25 453043.45 130022.52 453102.28 130081.35 58.83 S
26 453038.66 129972.77 453090.27 130024.38 51.61 S
27 453045.34 129923.98 453079.02 129957.66 33.68 S
28 453050.41 129877.50 453047.94 129875.03 -2.47 A
29 453092.43 129850.47 453102.15 129860.19 9.72 S
30 453132.87 129821.37 453154.18 129842.68 21.31 S
31 453133.63 129772.06 453122.46 129760.89 -11.17 A
32 453146.96 129725.18 453120.70 129698.92 -26.26 A
33 453181.62 129689.18 453162.38 129669.94 -19.24 A
34 453211.59 129649.66 453193.81 129631.88 -17.78 A
35 453237.28 129606.97 453223.69 129593.38 -13.59 A
36 453269.52 129568.80 453279.03 129578.31 9.51 S
37 453294.86 129525.77 453326.08 129556.99 31.22 S
38 453308.74 129478.12 453355.13 129524.51 46.39 S
39 453307.80 129428.14 453363.40 129483.74 55.60 S
40 453312.54 129378.39 453376.88 129442.73 64.34 S
41 453323.49 129330.17 453377.75 129384.43 54.26 S
42 453342.57 129284.09 453402.65 129344.17 60.08 S
43 453364.17 129239.79 453447.51 129323.13 83.34 S
44 453322.63 129218.55 453366.04 129261.96 43.41 S
45 453294.82 129177.53 453294.27 129176.98 -0.55 A
71

46 453282.23 129131.16 453268.80 129117.73 -13.43 A


47 453287.30 129081.43 453281.05 129075.18 -6.25 A
48 453288.40 129031.48 453286.59 129029.67 -1.81 A
49 453284.37 128981.66 453285.35 128982.64 0.98 S
50 453279.92 128932.66 453294.93 128947.67 15.01 S
51 453261.07 128886.71 453277.50 128903.14 16.43 S
52 453252.62 128837.47 453278.36 128863.21 25.74 S
53 453232.77 128791.95 453245.72 128804.90 12.95 S
54 453211.63 128746.70 453219.92 128754.99 8.29 S
55 453194.42 128699.93 453202.60 128708.11 8.18 S
56 453180.89 128652.90 453189.96 128661.97 9.07 S
57 453157.16 128609.51 453160.25 128612.60 3.09 S
58 453152.39 128560.54 453178.12 128586.27 25.73 S
59 453120.71 128522.35 453140.83 128542.47 20.12 S
60 453088.27 128485.56 453092.88 128490.17 4.61 S
61 453075.89 128437.29 453076.18 128437.58 0.29 S
62 453073.48 128387.39 453089.51 128403.42 16.03 S
63 453073.28 128337.41 453093.00 128357.13 19.72 S
64 453073.87 128288.33 453099.84 128314.30 25.97 S
65 453056.85 128243.34 453075.84 128262.33 18.99 S
66 453038.39 128197.08 453051.71 128210.40 13.32 S
67 453018.36 128151.37 453030.30 128163.31 11.94 S
68 453004.62 128103.32 453020.49 128119.19 15.87 S
69 452994.54 128054.36 453017.82 128077.64 23.28 S
70 452990.42 128004.56 453031.72 128045.86 41.30 S
71 452990.91 127954.57 453044.16 128007.82 53.25 S
72 452986.67 127904.80 453035.52 127953.65 48.85 S
73 452986.60 127854.81 453034.22 127902.43 47.62 S
74 452987.91 127804.95 453031.34 127848.38 43.43 S
75 452997.11 127755.99 453034.62 127793.50 37.51 S
76 453016.07 127710.03 453058.00 127751.96 41.93 S
77 453040.15 127666.46 453071.78 127698.09 31.63 S
78 453058.77 127620.19 453066.89 127628.31 8.12 S
79 453088.10 127579.89 453087.80 127579.59 -0.30 A
80 453126.79 127548.47 453130.26 127551.94 3.47 S
81 453170.47 127524.28 453182.34 127536.15 11.87 S
82 453214.03 127500.58 453231.42 127517.97 17.39 S
83 453260.81 127483.12 453297.11 127519.42 36.30 S
84 453302.69 127456.04 453349.23 127502.58 46.54 S
85 453345.54 127430.28 453399.00 127483.74 53.46 S
86 453373.55 127392.61 453425.26 127444.32 51.71 S
87 453381.55 127343.27 453401.10 127362.82 19.55 S
88 453382.91 127293.43 453382.52 127293.04 -0.39 A
89 453398.52 127246.27 453404.61 127252.36 6.09 S
90 453429.65 127207.31 453448.62 127226.28 18.97 S
91 453452.43 127162.83 453466.92 127177.32 14.49 S
92 453476.12 127118.80 453484.95 127127.63 8.83 S
93 453498.93 127074.31 453505.50 127080.88 6.57 S
72

94 453514.20 127026.80 453509.88 127022.48 -4.32 A


95 453539.64 126984.41 453534.14 126978.91 -5.50 A
96 453568.92 126944.02 453571.02 126946.12 2.10 S
97 453591.54 126899.48 453599.41 126907.35 7.87 S
98 453607.99 126852.28 453622.46 126866.75 14.47 S
99 453624.66 126805.32 453645.24 126825.90 20.58 S
100 453654.27 126765.31 453681.51 126792.55 27.24 S
101 453683.25 126724.77 453677.35 126718.87 -5.90 A
102 453695.46 126676.54 453702.22 126683.30 6.76 S
103 453700.91 126626.86 453716.93 126642.88 16.02 S
104 453702.78 126577.44 453713.73 126588.39 10.95 S
105 453723.60 126532.46 453746.30 126555.16 22.70 S
106 453741.16 126485.78 453765.42 126510.04 24.26 S
107 453762.45 126440.80 453777.91 126456.26 15.46 S
108 453780.08 126394.02 453783.83 126397.77 3.75 S
109 453803.42 126350.10 453799.86 126346.54 -3.56 A
110 453837.76 126313.77 453837.45 126313.46 -0.31 A
111 453875.98 126281.62 453883.98 126289.62 8.00 S
112 453913.90 126249.05 453928.25 126263.40 14.35 S
113 453951.03 126215.56 453961.11 126225.64 10.08 S
114 453988.36 126182.30 453987.51 126181.45 -0.85 A
115 454028.38 126152.43 454019.40 126143.45 -8.98 A
116 454076.31 126139.70 454066.14 126129.53 -10.17 A
117 454126.27 126140.09 454119.50 126133.32 -6.77 A
118 454175.91 126140.02 454169.55 126133.66 -6.36 A
119 454201.20 126177.66 454182.56 126159.02 -18.64 A
120 454216.96 126222.04 454214.33 126219.41 -2.63 A
121 454266.50 126219.84 454258.68 126212.02 -7.82 A
122 454307.38 126199.45 454331.90 126223.97 24.52 S
123 454309.55 126150.38 454326.95 126167.78 17.40 S
124 454317.36 126102.42 454322.36 126107.42 5.00 S
125 454342.31 126059.13 454342.32 126059.14 0.01 S
126 454376.44 126022.81 454384.59 126030.96 8.15 S
127 454421.69 126003.39 454398.78 125980.48 -22.91 A
128 454482.79 125950.79 454497.74 125965.74 14.95 S
129 454445.53 125928.14 454468.36 125950.97 22.83 S
130 454430.91 125881.29 454430.40 125880.78 -0.51 A
131 454451.38 125836.74 454430.17 125815.53 -21.21 A
132 454485.81 125800.65 454454.86 125769.70 -30.95 A
133 454524.02 125768.42 454497.09 125741.49 -26.93 A
134 454562.13 125736.06 454543.06 125716.99 -19.07 A
135 454595.36 125698.89 454569.17 125672.70 -26.19 A
136 454630.41 125663.59 454618.27 125651.45 -12.14 A
137 454661.84 125625.19 454675.61 125638.96 13.77 S
138 454673.72 125576.99 454694.30 125597.57 20.58 S
139 454672.78 125527.01 454691.89 125546.12 19.11 S
140 454676.80 125477.34 454681.15 125481.69 4.35 S
141 454696.33 125431.71 454688.98 125424.36 -7.35 A
73

142 454725.82 125391.35 454715.73 125381.26 -10.09 A


143 454762.39 125357.42 454761.39 125356.42 -1.00 A
144 454802.53 125327.62 454809.46 125334.55 6.93 S
145 454844.39 125300.28 454841.58 125297.47 -2.81 A
146 454887.85 125275.58 454861.96 125249.69 -25.89 A
147 454934.38 125257.49 454908.08 125231.19 -26.30 A
148 454978.97 125235.09 454964.45 125220.57 -14.52 A
149 455019.23 125205.53 455021.25 125207.55 2.02 S
150 455057.57 125173.44 455070.37 125186.24 12.80 S
151 455088.02 125134.65 455091.06 125137.69 3.04 S
152 455121.26 125098.60 455111.59 125088.93 -9.67 A
153 455167.62 125080.56 455159.51 125072.45 -8.11 A
154 455212.33 125061.91 455224.05 125073.63 11.72 S
155 455233.17 125016.74 455251.06 125034.63 17.89 S
156 455228.51 124967.16 455183.43 124922.08 -45.08 A
157 455239.75 124924.23 455192.24 124876.72 -47.51 A
158 455266.38 124884.33 455238.92 124856.87 -27.46 A
159 455264.39 124835.14 455261.51 124832.26 -2.88 A
160 455224.76 124807.83 455221.55 124804.62 -3.21 A
161 455177.05 124796.67 455174.17 124793.79 -2.88 A
162 455129.40 124787.90 455132.75 124791.25 3.35 S
163 455117.21 124741.81 455118.44 124743.04 1.23 S
164 455115.99 124691.94 455117.00 124692.95 1.01 S
165 455133.47 124645.88 455153.79 124666.20 20.32 S
166 455144.88 124598.60 455174.72 124628.44 29.84 S
167 455147.63 124549.09 455180.77 124582.23 33.14 S
168 455148.82 124499.42 455182.93 124533.53 34.11 S
169 455153.50 124450.51 455162.68 124459.69 9.18 S
170 455190.77 124417.68 455196.38 124423.29 5.61 S
171 455237.50 124400.74 455231.99 124395.23 -5.51 A
172 455287.31 124400.50 455281.39 124394.58 -5.92 A
173 455336.76 124394.06 455324.29 124381.59 -12.47 A
174 455386.61 124393.44 455373.60 124380.43 -13.01 A
175 455436.56 124395.43 455425.48 124384.35 -11.08 A
176 455486.51 124393.70 455476.84 124384.03 -9.67 A
177 455536.48 124392.39 455527.93 124383.84 -8.55 A
178 455586.41 124394.94 455575.11 124383.64 -11.30 A
179 455636.38 124394.61 455629.76 124387.99 -6.62 A
180 455685.87 124391.76 455698.48 124404.37 12.61 S
181 455727.45 124365.03 455746.38 124383.96 18.93 S
182 455761.92 124329.18 455778.97 124346.23 17.05 S
183 455801.49 124298.80 455818.16 124315.47 16.67 S
184 455833.04 124260.34 455829.95 124257.25 -3.09 A
185 455877.06 124237.00 455864.55 124224.49 -12.51 A
186 455925.70 124226.09 455910.99 124211.38 -14.71 A
187 455975.46 124221.25 455961.21 124207.00 -14.25 A
188 456023.08 124206.20 455996.41 124179.53 -26.67 A
189 456071.86 124195.64 456034.24 124158.02 -37.62 A
74

190 456121.48 124190.89 456110.17 124179.58 -11.31 A


191 456168.94 124175.42 456166.00 124172.48 -2.94 A
192 456216.84 124163.06 456221.83 124168.05 4.99 S
193 456260.18 124138.17 456260.99 124138.98 0.81 S
194 456302.89 124112.23 456301.23 124110.57 -1.66 A
195 456350.29 124096.50 456357.85 124104.06 7.56 S
196 456390.86 124067.49 456392.22 124068.85 1.36 S
197 456431.31 124038.10 456421.00 124027.79 -10.31 A
198 456475.20 124015.80 456452.16 123992.76 -23.04 A
199 456524.38 124009.81 456523.11 124008.54 -1.27 A
200 456567.25 123984.57 456579.01 123996.33 11.76 S
201 456601.13 123947.86 456607.78 123954.51 6.65 S
202 456632.40 123908.85 456629.03 123905.48 -3.37 A
203 456662.00 123868.80 456646.87 123853.67 -15.13 A
204 456688.89 123826.83 456657.04 123794.98 -31.85 A
205 456729.49 123799.27 456696.73 123766.51 -32.76 A
206 456772.73 123775.11 456742.88 123745.26 -29.85 A
207 456816.85 123752.22 456791.24 123726.61 -25.61 A
208 456861.91 123730.73 456843.93 123712.75 -17.98 A
209 456905.02 123705.40 456889.93 123690.31 -15.09 A
210 456949.90 123683.64 456943.38 123677.12 -6.52 A
211 456994.52 123661.41 457005.39 123672.28 10.87 S
212 457029.38 123626.24 457043.09 123639.95 13.71 S
213 457078.33 123620.05 457080.20 123621.92 1.87 S
214 457128.21 123617.36 457126.32 123615.47 -1.89 A
215 457178.00 123613.31 457177.39 123612.70 -0.61 A
216 457227.96 123612.48 457215.16 123599.68 -12.80 A
217 457260.63 123644.87 457256.42 123640.66 -4.21 A
218 457289.59 123684.23 457308.98 123703.62 19.39 S
219 457337.16 123696.20 457367.67 123726.71 30.51 S
220 457383.17 123677.95 457409.30 123704.08 26.13 S
221 457422.58 123647.27 457443.09 123667.78 20.51 S
222 457466.71 123623.81 457487.85 123644.95 21.14 S
223 457510.97 123600.55 457516.46 123606.04 5.49 S
224 457555.27 123577.41 457545.66 123567.80 -9.61 A
225 457601.98 123559.95 457587.84 123545.81 -14.14 A
226 457651.68 123554.77 457658.91 123562.00 7.23 S
227 457700.60 123544.53 457714.70 123558.63 14.10 S
228 457747.17 123526.52 457756.97 123536.32 9.80 S
229 457792.12 123504.62 457800.00 123512.50 7.88 S
230 457836.14 123481.18 457845.32 123490.36 9.18 S
231 457884.22 123468.89 457901.09 123485.76 16.87 S
232 457926.90 123442.84 457940.24 123456.18 13.34 S
233 457966.90 123412.96 457981.09 123427.15 14.19 S
234 458004.54 123380.15 458017.59 123393.20 13.05 S
235 458048.06 123355.93 458062.39 123370.26 14.33 S
236 458092.10 123333.23 458103.62 123344.75 11.52 S
237 458135.86 123310.33 458142.43 123316.90 6.57 S
75

238 458178.59 123284.60 458175.87 123281.88 -2.72 A


239 458223.13 123262.87 458214.45 123254.19 -8.68 A
240 458272.80 123260.39 458280.40 123267.99 7.60 S
241 458322.41 123254.68 458346.37 123278.64 23.96 S
242 458345.96 123212.86 458343.05 123209.95 -2.91 A
243 458375.88 123173.21 458353.49 123150.82 -22.39 A
244 458417.81 123146.20 458400.17 123128.56 -17.64 A
245 458460.52 123120.24 458452.41 123112.13 -8.11 A
246 458506.14 123099.97 458505.55 123099.38 -0.59 A
247 458551.25 123079.17 458555.73 123083.65 4.48 S
248 458589.98 123047.56 458587.94 123045.52 -2.04 A
249 458627.28 123014.28 458619.71 123006.71 -7.57 A
250 458669.48 122987.61 458665.95 122984.08 -3.53 A
251 458712.53 122962.20 458715.33 122965.00 2.80 S
252 458749.85 122929.39 458749.70 122929.24 -0.15 A
253 458795.77 122909.68 458806.30 122920.21 10.53 S
254 458839.77 122886.00 458850.58 122896.81 10.81 S
255 458880.13 122856.57 458877.60 122854.04 -2.53 A
256 458925.63 122836.35 458939.50 122850.22 13.87 S
257 458971.85 122817.31 459006.54 122852.00 34.69 S
258 459017.35 122796.76 459064.78 122844.19 47.43 S
259 459036.49 122751.92 459069.10 122784.53 32.61 S
260 459053.98 122705.09 459067.14 122718.25 13.16 S
261 459073.74 122659.21 459066.46 122651.93 -7.28 A
262 459101.01 122617.31 459088.82 122605.12 -12.19 A
263 459131.36 122577.62 459131.90 122578.16 0.54 S
264 459166.13 122541.71 459192.48 122568.06 26.35 S
265 459200.06 122505.19 459247.25 122552.38 47.19 S
266 459213.38 122457.17 459252.62 122496.41 39.24 S
267 459222.93 122408.33 459246.77 122432.17 23.84 S
268 459244.37 122365.00 459270.06 122390.69 25.69 S
269 459274.16 122325.09 459308.44 122359.37 34.28 S
270 459292.77 122278.84 459318.03 122304.10 25.26 S
271 459313.64 122233.49 459319.39 122239.24 5.75 S
272 459352.03 122202.32 459350.89 122201.18 -1.14 A
273 459385.73 122168.45 459386.48 122169.20 0.75 S
274 459384.62 122118.52 459383.60 122117.50 -1.02 A
275 459364.25 122077.33 459367.67 122080.75 3.42 S
276 459324.13 122052.13 459328.54 122056.54 4.41 S
277 459297.07 122011.59 459320.32 122034.84 23.25 S
278 459263.97 121974.98 459286.46 121997.47 22.49 S
279 459226.07 121945.82 459241.94 121961.69 15.87 S
280 459200.79 121902.97 459212.00 121914.18 11.21 S
281 459193.87 121853.86 459200.31 121860.30 6.44 S
282 459194.19 121803.95 459199.96 121809.72 5.77 S
283 459194.80 121754.31 459205.63 121765.14 10.83 S
284 459168.20 121713.89 459185.32 121731.01 17.12 S
285 459135.36 121677.35 459166.88 121708.87 31.52 S
76

286 459102.06 121642.88 459105.11 121645.93 3.05 S


287 459105.34 121593.06 459093.88 121581.60 -11.46 A
288 459112.95 121543.87 459089.96 121520.88 -22.99 A
289 459138.10 121500.86 459126.14 121488.90 -11.96 A
290 459168.28 121461.26 459173.18 121466.16 4.90 S
291 459191.21 121416.91 459193.49 121419.19 2.28 S
292 459228.28 121383.63 459245.51 121400.86 17.23 S
293 459259.91 121345.13 459283.06 121368.28 23.15 S
294 459285.93 121302.45 459308.40 121324.92 22.47 S
295 459309.03 121258.11 459326.14 121275.22 17.11 S
296 459329.79 121212.62 459336.85 121219.68 7.06 S
297 459351.58 121167.63 459347.74 121163.79 -3.84 A
298 459374.03 121122.95 459360.02 121108.94 -14.01 A
299 459393.84 121077.05 459372.22 121055.43 -21.62 A
300 459421.78 121035.82 459397.73 121011.77 -24.05 A
301 459454.99 120998.45 459442.91 120986.37 -12.08 A
302 459486.35 120959.54 459491.04 120964.23 4.69 S
303 459508.52 120914.85 459520.63 120926.96 12.11 S
304 459522.61 120866.94 459524.75 120869.08 2.14 S
305 459537.55 120819.26 459532.11 120813.82 -5.44 A
306 459561.05 120775.27 459556.72 120770.94 -4.33 A
307 459591.80 120735.93 459594.32 120738.45 2.52 S
308 459615.52 120692.54 459623.73 120700.75 8.21 S
309 459628.57 120644.29 459635.11 120650.83 6.54 S
310 459643.12 120596.46 459653.26 120606.60 10.14 S
311 459656.59 120548.37 459671.94 120563.72 15.35 S
312 459660.69 120498.58 459674.06 120511.95 13.37 S
313 459656.78 120448.79 459659.22 120451.23 2.44 S
314 459657.51 120398.94 459655.84 120397.27 -1.67 A
315 459661.22 120349.13 459663.53 120351.44 2.31 S
316 459660.63 120299.14 459662.36 120300.87 1.73 S
317 459663.98 120249.26 459669.07 120254.35 5.09 S
318 459666.23 120199.33 459673.55 120206.65 7.32 S
319 459665.88 120149.33 459672.86 120156.31 6.98 S
320 459665.51 120099.34 459672.12 120105.95 6.61 S
321 459670.64 120049.63 459682.41 120061.40 11.77 S
322 459671.01 119999.67 459683.11 120011.77 12.10 S
323 459675.43 119949.94 459692.53 119967.04 17.10 S
324 459678.65 119900.16 459696.57 119918.08 17.92 S
325 459681.43 119850.51 459690.68 119859.76 9.25 S
326 459700.70 119804.41 459715.71 119819.42 15.01 S
327 459714.17 119756.31 459721.75 119763.89 7.58 S
328 459731.10 119709.41 459732.86 119711.17 1.76 S
329 459752.50 119664.28 459751.78 119663.56 -0.72 A
330 459769.85 119617.40 459754.97 119602.52 -14.88 A
331 459792.21 119572.70 459766.71 119547.20 -25.50 A
332 459817.51 119529.58 459793.04 119505.11 -24.47 A
333 459843.68 119486.97 459823.38 119466.67 -20.30 A
77

334 459871.58 119445.49 459850.40 119424.31 -21.18 A


335 459900.46 119404.68 459884.88 119389.10 -15.58 A
336 459928.71 119363.43 459926.41 119361.13 -2.30 A
337 459958.78 119323.48 459960.12 119324.82 1.34 S
338 459990.92 119285.20 459990.23 119284.51 -0.69 A
339 460023.48 119247.25 460020.89 119244.66 -2.59 A
340 460054.99 119208.44 460052.51 119205.96 -2.48 A
341 460088.59 119171.42 460095.68 119178.51 7.09 S
342 460118.72 119131.56 460143.50 119156.34 24.78 S
343 460142.78 119087.80 460173.92 119118.94 31.14 S
344 460158.38 119040.44 460179.79 119061.85 21.41 S
345 460167.76 118991.37 460178.14 119001.75 10.38 S
346 460189.14 118946.30 460209.89 118967.05 20.75 S
347 460215.49 118903.81 460242.47 118930.79 26.98 S
348 460239.68 118860.05 460262.81 118883.18 23.13 S
349 460266.64 118817.98 460282.47 118833.81 15.83 S
350 460291.84 118774.89 460303.45 118786.50 11.61 S
351 460312.69 118729.45 460313.89 118730.65 1.20 S
352 460341.99 118689.17 460344.97 118692.15 2.98 S
353 460370.05 118648.23 460381.52 118659.70 11.47 S
354 460378.65 118599.14 460392.07 118612.56 13.42 S
355 460383.27 118549.39 460389.89 118556.01 6.62 S
356 460399.51 118502.24 460400.67 118503.40 1.16 S
357 460423.10 118458.19 460415.32 118450.41 -7.78 A
358 460451.30 118416.93 460439.46 118405.09 -11.84 A
359 460482.96 118378.25 460474.46 118369.75 -8.50 A
360 460518.16 118342.76 460516.02 118340.62 -2.14 A
361 460552.17 118306.13 460550.44 118304.40 -1.73 A
362 460584.76 118268.21 460579.94 118263.39 -4.82 A
363 460618.22 118231.07 460612.68 118225.53 -5.54 A
364 460655.63 118198.01 460655.02 118197.40 -0.61 A
365 460696.54 118169.28 460704.45 118177.19 7.91 S
366 460734.48 118136.76 460744.15 118146.43 9.67 S
367 460777.22 118111.06 460796.82 118130.66 19.60 S
368 460810.10 118073.55 460823.93 118087.38 13.83 S
369 460834.57 118030.06 460833.29 118028.78 -1.28 A
370 460861.56 117988.10 460853.00 117979.54 -8.56 A
371 460894.30 117950.35 460889.92 117945.97 -4.38 A
372 460929.88 117915.28 460935.49 117920.89 5.61 S
373 460956.45 117872.97 460963.06 117879.58 6.61 S
374 460985.45 117832.25 460996.29 117843.09 10.84 S
375 461013.08 117790.57 461020.99 117798.48 7.91 S
376 461042.08 117749.87 461043.41 117751.20 1.33 S
377 461075.71 117712.89 461074.31 117711.49 -1.40 A
378 461110.14 117676.65 461104.35 117670.86 -5.79 A
379 461142.49 117638.52 461132.55 117628.58 -9.94 A
380 461173.89 117599.61 461168.18 117593.90 -5.71 A
381 461204.45 117560.04 461204.76 117560.35 0.31 S
78

382 461233.09 117519.08 461236.80 117522.79 3.71 S


383 461261.56 117478.01 461267.09 117483.54 5.53 S
384 461296.01 117441.82 461307.81 117453.62 11.80 S
385 461337.50 117414.40 461340.20 117417.10 2.70 S
386 461374.35 117382.34 461368.26 117376.25 -6.09 A
387 461385.61 117333.84 461391.48 117339.71 5.87 S
388 461385.92 117284.67 461404.89 117303.64 18.97 S
389 461346.02 117255.18 461379.80 117288.96 33.78 S
390 461308.19 117224.53 461317.88 117234.22 9.69 S
391 461300.58 117175.24 461324.66 117199.32 24.08 S
392 461294.95 117125.61 461317.49 117148.15 22.54 S
393 461295.90 117075.63 461326.75 117106.48 30.85 S
394 461295.96 117026.12 461267.04 116997.20 -28.92 A
395 461334.46 116998.50 461349.82 117013.86 15.36 S
396 461333.58 116949.21 461345.86 116961.49 12.28 S
397 461305.83 116908.87 461295.53 116898.57 -10.30 A
398 461259.06 116896.60 461249.77 116887.31 -9.29 A
399 461215.89 116876.47 461230.71 116891.29 14.82 S
400 461176.82 116846.44 461202.65 116872.27 25.83 S
401 461130.13 116828.80 461160.93 116859.60 30.80 S
402 461087.92 116802.37 461123.87 116838.32 35.95 S
403 461041.76 116786.69 461058.67 116803.60 16.91 S
404 461011.74 116747.89 461032.23 116768.38 20.49 S
405 460985.63 116707.70 461016.69 116738.76 31.06 S
406 460951.82 116671.72 460977.96 116697.86 26.14 S
407 460934.44 116627.38 460937.03 116629.97 2.59 S
408 460935.46 116577.58 460933.31 116575.43 -2.15 A
409 460974.77 116554.73 461009.50 116589.46 34.73 S
410 460982.12 116505.51 461003.04 116526.43 20.92 S
411 461002.04 116460.58 461017.45 116475.99 15.41 S
412 461035.10 116423.08 461059.81 116447.79 24.71 S
413 461071.36 116388.75 461105.43 116422.82 34.07 S
414 461111.02 116358.41 461153.95 116401.34 42.93 S
415 461142.93 116319.98 461181.46 116358.51 38.53 S
416 461175.78 116282.35 461207.53 116314.10 31.75 S
417 461211.32 116247.18 461236.90 116272.76 25.58 S
418 461244.85 116210.10 461260.55 116225.80 15.70 S
419 461279.28 116173.86 461286.92 116181.50 7.64 S
420 461314.54 116138.42 461315.59 116139.47 1.05 S
421 461347.34 116100.69 461339.35 116092.70 -7.99 A
422 461382.17 116064.83 461368.61 116051.27 -13.56 A
423 461422.17 116035.00 461411.41 116024.24 -10.76 A
424 461464.50 116008.43 461460.06 116003.99 -4.44 A
425 461501.99 115975.41 461492.52 115965.94 -9.47 A
426 461538.89 115941.71 461525.18 115928.00 -13.71 A
427 461578.55 115911.27 461567.82 115900.54 -10.73 A
428 461614.43 115876.49 461606.96 115869.02 -7.47 A
429 461648.77 115840.14 461641.04 115832.41 -7.73 A
79

430 461682.41 115803.15 461669.55 115790.29 -12.86 A


431 461717.31 115767.35 461703.68 115753.72 -13.63 A
432 461752.82 115732.15 461742.75 115722.08 -10.07 A
433 461788.17 115696.79 461782.52 115691.14 -5.65 A
434 461823.53 115661.44 461822.89 115660.80 -0.64 A
435 461859.98 115627.24 461863.27 115630.53 3.29 S
436 461889.34 115587.20 461900.42 115598.28 11.08 S
437 461898.16 115538.61 461932.05 115572.50 33.89 S
438 461881.23 115492.45 461930.12 115541.34 48.89 S
439 461848.71 115454.48 461853.53 115459.30 4.82 S
440 461816.94 115415.93 461830.98 115429.97 14.04 S
441 461778.98 115386.02 461792.55 115399.59 13.57 S
442 461778.36 115336.18 461775.09 115332.91 -3.27 A
443 461777.94 115286.29 461749.07 115257.42 -28.87 A
444 461766.46 115239.69 461765.97 115239.20 -0.49 A
445 461739.39 115197.75 461749.82 115208.18 10.43 S
446 461713.87 115154.91 461736.25 115177.29 22.38 S
447 461701.04 115107.70 461722.28 115128.94 21.24 S
448 461689.29 115059.12 461697.37 115067.20 8.08 S
449 461689.90 115009.41 461692.50 115012.01 2.60 S
450 461694.86 114959.68 461698.69 114963.51 3.83 S
451 461704.41 114910.74 461721.97 114928.30 17.56 S
452 461723.17 114864.42 461741.36 114882.61 18.19 S
453 461746.02 114819.98 461768.28 114842.24 22.26 S
454 461771.64 114777.05 461807.65 114813.06 36.01 S
455 461795.94 114733.39 461822.95 114760.40 27.01 S
456 461812.57 114686.26 461825.57 114699.26 13.00 S
457 461830.39 114639.54 461835.62 114644.77 5.23 S
458 461839.42 114590.62 461833.98 114585.18 -5.44 A
459 461851.76 114542.77 461846.62 114537.63 -5.14 A
460 461862.34 114494.05 461860.23 114491.94 -2.11 A
461 461866.74 114444.25 461864.85 114442.36 -1.89 A
462 461872.11 114394.54 461872.45 114394.88 0.34 S
463 461878.28 114344.93 461880.62 114347.27 2.34 S
464 461884.23 114295.29 461882.65 114293.71 -1.58 A
465 461887.76 114245.42 461873.61 114231.27 -14.15 A
466 461888.82 114195.43 461872.30 114178.91 -16.52 A
467 461888.53 114145.44 461879.02 114135.93 -9.51 A
468 461888.67 114095.44 461904.02 114110.79 15.35 S
469 461887.08 114045.57 461939.17 114097.66 52.09 S
470 461873.10 113997.75 461932.58 114057.23 59.48 S
471 461851.67 113952.70 461899.89 114000.92 48.22 S
472 461841.31 113903.83 461908.46 113970.98 67.15 S
473 461829.54 113855.31 461904.76 113930.53 75.22 S
474 461804.88 113811.97 461869.50 113876.59 64.62 S
475 461777.63 113770.05 461824.76 113817.18 47.13 S
476 461752.63 113726.77 461781.19 113755.33 28.56 S
477 461729.25 113682.61 461755.26 113708.62 26.01 S
80

478 461706.21 113638.27 461731.65 113663.71 25.44 S


479 461685.78 113592.63 461705.62 113612.47 19.84 S
480 461663.69 113547.78 461671.29 113555.38 7.60 S
481 461645.28 113501.35 461648.95 113505.02 3.67 S
482 461632.31 113453.06 461629.01 113449.76 -3.30 A
483 461614.81 113406.28 461603.34 113394.81 -11.47 A
484 461598.50 113359.13 461591.42 113352.05 -7.08 A
485 461598.96 113309.30 461623.50 113333.84 24.54 S
486 461581.80 113263.34 461609.28 113290.82 27.48 S
487 461555.49 113220.95 461575.86 113241.32 20.37 S
488 461535.14 113175.28 461555.99 113196.13 20.85 S
489 461512.83 113130.55 461535.75 113153.47 22.92 S
490 461484.67 113089.26 461501.70 113106.29 17.03 S
491 461464.35 113043.65 461467.77 113047.07 3.42 S
492 461448.98 112996.09 461448.11 112995.22 -0.87 A
493 461436.87 112947.58 461440.75 112951.46 3.88 S
494 461433.45 112897.86 461445.57 112909.98 12.12 S
495 461427.61 112848.27 461440.26 112860.92 12.65 S
496 461428.63 112798.29 461449.28 112818.94 20.65 S
497 461425.42 112748.70 461450.80 112774.08 25.38 S
498 461409.23 112701.44 461425.19 112717.40 15.96 S
499 461396.00 112653.27 461406.49 112663.76 10.49 S
500 461373.38 112608.73 461387.83 112623.18 14.45 S
501 461347.28 112566.17 461343.59 112562.48 -3.69 A
502 461331.15 112519.04 461335.63 112523.52 4.48 S
503 461297.72 112481.98 461297.22 112481.48 -0.50 A
504 461268.93 112441.15 461252.03 112424.25 -16.90 A
505 461249.03 112395.34 461247.12 112393.43 -1.91 A
506 461233.81 112348.23 461247.46 112361.88 13.65 S
507 461238.09 112298.47 461253.52 112313.90 15.43 S
508 461234.26 112248.64 461244.17 112258.55 9.91 S
509 461233.39 112198.69 461246.88 112212.18 13.49 S
510 461235.56 112148.75 461251.26 112164.45 15.70 S
511 461234.83 112098.75 461253.57 112117.49 18.74 S
512 461237.48 112048.87 461259.77 112071.16 22.29 S
513 461238.71 111998.97 461258.43 112018.69 19.72 S
514 461237.02 111949.00 461251.15 111963.13 14.13 S
515 461238.07 111899.06 461245.52 111906.51 7.45 S
516 461225.70 111852.19 461241.86 111868.35 16.16 S
517 461201.02 111810.46 461213.68 111823.12 12.66 S
518 461180.03 111767.86 461180.01 111767.84 -0.02 A
519 461170.78 111718.75 461169.11 111717.08 -1.67 A
520 461149.16 111673.80 461136.36 111661.00 -12.80 A
521 461131.32 111627.18 461116.15 111612.01 -15.17 A
522 461116.85 111579.32 461113.61 111576.08 -3.24 A
523 461101.49 111531.74 461112.44 111542.69 10.95 S
524 461088.91 111483.43 461105.16 111499.68 16.25 S
525 461065.57 111439.46 461066.86 111440.75 1.29 S
81

526 461052.15 111391.45 461053.28 111392.58 1.13 S


527 461033.31 111345.17 461034.11 111345.97 0.80 S
528 461016.14 111298.22 461021.19 111303.27 5.05 S
529 460991.30 111255.25 460993.83 111257.78 2.53 S
530 460965.00 111212.88 460960.58 111208.46 -4.42 A
531 460961.84 111163.41 460978.45 111180.02 16.61 S
532 460948.40 111115.30 460987.71 111154.61 39.31 S
533 460924.60 111072.44 460971.12 111118.96 46.52 S
534 460897.88 111030.31 460938.34 111070.77 40.46 S
535 460888.27 110981.53 460933.98 111027.24 45.71 S
536 460871.46 110934.50 460916.06 110979.10 44.60 S
537 460852.75 110888.14 460893.99 110929.38 41.24 S
538 460836.51 110840.88 460875.23 110879.60 38.72 S
539 460818.38 110794.40 460850.64 110826.66 32.26 S
540 460800.74 110747.86 460822.43 110769.55 21.69 S
541 460781.95 110701.83 460793.21 110713.09 11.26 S
542 460771.77 110653.31 460785.61 110667.15 13.84 S
543 460745.90 110610.76 460751.27 110616.13 5.37 S
544 460723.84 110565.95 460721.45 110563.56 -2.39 A
545 460709.33 110518.21 460702.15 110511.03 -7.18 A
546 460700.07 110469.08 460688.76 110457.77 -11.31 A
547 460682.92 110422.43 460683.85 110423.36 0.93 S
548 460639.76 110404.29 460622.69 110387.22 -17.07 A
549 460633.96 110354.87 460647.61 110368.52 13.65 S
550 460615.89 110310.46 460642.31 110336.88 26.42 S
551 460577.01 110279.03 460596.91 110298.93 19.90 S
552 460541.48 110243.87 460568.99 110271.38 27.51 S
553 460509.28 110205.78 460551.80 110248.30 42.52 S
554 460471.25 110173.36 460518.08 110220.19 46.83 S
555 460439.20 110135.04 460490.42 110186.26 51.22 S
556 460407.96 110096.01 460460.41 110148.46 52.45 S
557 460371.65 110061.95 460417.49 110107.79 45.84 S
558 460331.68 110031.94 460360.22 110060.48 28.54 S
559 460296.02 109997.00 460313.41 110014.39 17.39 S
560 460266.83 109956.49 460280.45 109970.11 13.62 S
561 460239.39 109914.75 460249.28 109924.64 9.89 S
562 460211.60 109873.25 460198.32 109859.97 -13.28 A
563 460190.76 109828.04 460174.32 109811.60 -16.44 A
564 460188.31 109778.25 460279.38 109869.32 91.07 S
565 460172.77 109731.07 460256.43 109814.73 83.66 S
566 460137.39 109698.71 460228.96 109790.28 91.57 S
567 460094.81 109674.17 460125.49 109704.85 30.68 S
568 460056.23 109642.62 460069.57 109655.96 13.34 S
569 460007.88 109630.36 460006.76 109629.24 -1.12 A
570 459960.02 109616.03 459959.81 109615.82 -0.21 A
571 459910.82 109607.17 459911.17 109607.52 0.35 S
572 459860.93 109605.21 459858.47 109602.75 -2.46 A
573 459814.75 109588.88 459827.03 109601.16 12.28 S
82

574 459769.48 109569.05 459798.81 109598.38 29.33 S


575 459719.71 109567.75 459753.31 109601.35 33.60 S
576 459672.10 109582.49 459702.21 109612.60 30.11 S
577 459641.94 109617.25 459655.60 109630.91 13.66 S
578 459608.40 109630.87 459642.56 109665.03 34.16 S
579 459559.13 109636.44 459603.20 109680.51 44.07 S
580 459532.40 109677.49 459538.84 109683.93 6.44 S
581 459488.07 109694.43 459479.46 109685.82 -8.61 A
582 454471.01 125995.37 454471.47 125995.83 0.46 S
X1, Y1 = posisi garis pantai 2005; X2, Y2 = posisi garis pantai 2014; Selisih = jarak perubahan
garis pantai; A = abrasi (-); S = sedimentasi (+)
83

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kota Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau pada
tanggal 1 Maret 1991 dari ayah Suhardi Abrus, SPdI dan ibu Asna Yamin, SPdI
(alm). Penulis adalah putra pertama dari tiga bersaudara. Tahun 2013 penulis lulus
pendidikan sarjana (S1) di Jurusan Ilmu Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan Universitas Riau, Pekanbaru. Tahun 2014 penulis diterima sebagai
mahasiswa di program pascasarjana (S2) di Jurusan Ilmu Kelautan Institut
Pertanian Bogor dengan bidang konsentrasi Oseanografi Fisika.
Selama menjalani pendidikan sarjana dan pascasarjana, penulis banyak
terlibat dalam beberapa kegiatan berbasis konservasi kawasan laut seperti kegiatan
transplantasi terumbu karang di Pulau Pasumpahan Padang, Sumatera Barat
(2010) bersama Diving Proklamator Universitas Bung Hatta dan Marine Science
Diving Club Jurusan Ilmu Kelautan Universitas Riau serta kegiatan transplantasi
terumbu karang di Pulau Kasiak Pariaman, Sumatera Barat (2011,2012 dan 2013)
bersama Marine Science Diving Club Jurusan Ilmu Kelautan Universitas Riau.
Beberapa kegiatan riset ilmiah yang pernah dilaksanakan penulis antara lain
Inventarisasi Potensi Ekosistem Terumbu Karang untuk Pengembangan
Ekowisata Bahari Snorkeling dan Diving di Pulau Beralas Pasir Kabupaten Bintan
Provinsi Kepulauan Riau (2013), Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-
Pulau Kecil Kabupaten Lingga Provinsi Kepulauan Riau (2014), Perencanaan
Pengelolaan Taman Wisata Perairan Kepulauan Padaido Kabupaten Biak Numfor
Provinsi Papua (2014), Rencana Zonasi Kawasan Perbatasan Laut Provinsi
Nangroe Aceh Darussalam-Provinsi Sumatera Utara (2015), Rencana Zonasi
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Kabupaten Palu Provinsi Sulawesi Tengah
(2015) dan Analisis Perubahan Garis Pantai Timur Pulau Bintan Provinsi
Kepulauan Riau (2015) yang merupakan riset ilmiah dari tesis ini.
Beberapa artikel ilmiah yang pernah ditulis oleh penulis antara lain
Inventarisasi Potensi Ekosistem Terumbu Karang untuk Pengembangan
Ekowisata Bahari Snorkeling dan Diving di Pulau Beralas Pasir Kabupaten Bintan
Provinsi Kepulauan Riau (2013), Analisis Kerentanan Pantai Timur Pulau Bintan
Provinsi Kepulauan Riau (2016) serta beberapa artikel ilmiah yang sedang dalam
tahap publikasi antara lain Karakteristik dan Pola Transformasi Gelombang Laut
Perairan Pantai Timur Pulau Bintan Selama Tahun 2005-2014 (2016) di
Indonesian Journal of Marine Science (IJMS), Shoreline Changes Analysis on
East Coast of Bintan Island, Kepulauan Riau Province Using Landsat 8 Satellite
Imagery (2016) di Marine Research in Indonesia (MRI-LIPI) serta Analisis
Perubahan Garis Pantai di Pantai Timur Pulau Bintan Provinsi Kepulauan Riau
Menggunakan Digital Shoreline Analysis System (DSAS) di kegiatan The 3rd
International Symposium of LAPAN-IPB Satellite (LISAT) on Food Security and
Environmental Monitoring.

Você também pode gostar