Você está na página 1de 15

FENOMENA KEMISKINAN PERKOTAAN (URBAN POVERTY)

DI YOGYAKARTA :
SUATU KAJIAN STRUKTUR DAN RESPONS KEBIJAKAN

Aula Ahmad Hafidh Saiful Fikri


Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta
Email:aoela2004@yahoo.com
Maimun Sholeh
Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta
Email:hanun08@yahoo.com
Kiromim Baroroh
Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta
Email:kiromim_b@yahoo.com

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui struktur kemiskinan perkotaan dan respons kebijakan
pemerintah di Yogyakarta, jika struktur diketahui dan dipetakan maka pemerintah lebih mudah
dalam mengidentifikasi permasalahan sehingga solusi yang diputuskan akan lebih tepat sasaran.
Penelitian ini menggunakan pendekatan survey untuk mengidentifikasi penduduk miskin kota
dengan teknik cluster purposive sampling diperoleh 121 responden yang berasal dari 9 kecamatan
dan 17 kelurahan di Kota Yogyakarta. Penduduk miskin perkotaan di Kota Yogyakarta mempunyai
karakteristik yang berbeda dengan kemiskinan di kota besar seperti Jakarta dan Surabaya. Faktor
urbanisasi sebagai faktor utama yang mempengaruhi tidak terlalu besar dikarenakan sebagian
besar penduduk miskin merupakan warga asli dan pendatang yang telah lama menjadi penduduk di
tempat tersebut. Kehidupan kota yang tidak terlalu hingar bingar juga berpengaruh pada sistem
sosialnya. Dengan demikian struktur kemiskinan di Kota Yogyakarta termasuk dalam struktur
kemiskinan alamiah dan relatif. Respons kebijakan pemerintah merupakan program
penanggulangan kemiskinan yang telah dilakukan oleh pemerintah Kota Yogyakarta untuk
mengatasi kemiskinan di wilayahnya. Adapun kebijakan yang dianalisis terdiri dari program
penanganan kemiskinan yang dilaksanakan di Kota Yogyakarta. Pemerintah Kota Yogyakarta
mempunyai kebijakan pengentasan kemiskinan yang cukup bervariasi. Warga miskin juga sudah
merasakan adanya bantuan pemerintah tersebut. Secara umum, struktur kemiskinan dan respons
kebijakan Pemerintah Kota Yogyakarta sudah sesuai dengan karakteristik kemiskinan yang ada,
masyarakat juga sudah merasakan kehadiran pemerintah.

Kata Kunci : Kemiskinan Kota, Struktur, Respons Kebijakan

pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan,


1. PENDAHULUAN sumberdaya alam, dan lingkungan hidup,dan
Kemiskinan merupakan masalah rasa aman dari perlakuan atau ancaman
kompleks yang dipengaruhi oleh berbagai kekerasan.
faktor yang saling berkaitan, antara lain: Perkembangan kota-kota dipengaruhi
tingkat pendapatan, pendidikan, akses tehadap oleh proses terjadinya urbanisasi yang dapat
barang dan jasa, lokasi geografis, gender dilihat berdasarkan aspek demografi, ekonomi,
dankondisi lingkungan. Kemiskinan tidak dan sosial. Berkaitan dengan aspek demografi,
hanya dipahami sebagai ketidakmampuan pertumbuhan penduduk di perkotaan ini
ekonomi, tetapi juga kegagalan memenuhi disebabkan oleh pertumbuhan alami penduduk
hak-hak dasar dan perbedaan perlakuan bagi maupun migrasi penduduk. Selain itu,
seseorang atau sekelompok orang dalam perkembangan tersebut juga disebabkan oleh
menjalani hidupnya secara bermartabat. Hak- adanya perubahan ekonomi yang dapat dilihat
hak dasar yang diakui secara umum meliputi dari adanya pergeseran lapangan pekerjaan
terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, dari sektor pertanian ke sektor non pertanian,
seperti perdagangan dan industri. Sedangkan
berdasarkan aspek sosial, perkembangan merespon kemiskinan yang terjadi seiring
wilayah perkotaan dapat dilihat dari adanya perkembangan Kota Yogyakarta belum
perubahan pola pikir dan gaya hidup diketahui. Oleh karena itu, perlu dilakukan
masyarakatnya (Mc Gee, 1971). Wilayah penelitian mengenai karakteristik kemiskinan
perkotaan yang semakin tumbuh dan yang terjadi pada masing-masing bagian
berkembang juga menyebabkan wilayah dan respons kebijakan pemerintah
berkembangnya heterogenitas yang dalam menangani kemiskinan yang terjadi.
menunjukkan perbedaan sosial penduduknya Berdasarkan pada masalah di atas, maka
(Mc Gee, 1995). Heterogenitas tersebut rumusan masalah penelitian ini adalah
selanjutnya lebih jelas terlihat dari adanya Bagaimana karakteristik kemiskinan
sektor formal dan informal perkotaan. Hal ini berdasarkan kriteria demografi, ekonomi dan
terjadi karena adanya pemisahan antara sosial? dan bagaimana respons kebijakan
kelompok penduduk berdasarkan perbedaan penanganan kemiskinan di Kota Yogyakarta?
ekonomi dan sosial penduduknya. Kegiatan Penelitian ini mempelajari struktur kemiskinan
ekonomi formal di perkotaan tidak mampu perkotaan (urban poverty) yang ada di Kota
menyerap pekerja dengan pendidikan dan Yogyakarta, apakah merupakan kemiskinan
kemampuan rendah, sehingga pekerja dengan struktural, natural atau kultural. Dengan
produktivitas rendah bekerja pada sektor mengetahui struktur kemiskinan maka
informal (Lacabana dan Cariola, 2003). Selain kebijakan pemerintah menjadi lebih jelas
itu, adanya permukiman kumuh dengan untuk dikembangkan atau dievaluasi. Hal itu
keterbatasan sarana dan prasarana pendukung dapat diinterpretasikian sebagai ekspresi
menunjukkan adanya kantong-kantong kemiskinan dan pandangan masyarakat miskin
kemiskinan (slum area) di perkotaan. perkotaan terhadap program-program
Dewasa ini melalui berbagai media pemerintah.
massa dapat terbaca dan terlihat tentang 2. KAJIAN LITERATUR
meningkatnya berbagai permasalahan yang Urbanisasi Sebagai Proses Perkembangan
ada di berbagai kota besar di Indonesia. Kota
Masalah yang muncul antara lain: Urbanisasi merupakan proses yang
meningkatnya angka penduduk yang berada di mempengaruhi perkembangan kota-kota di
bawah garis kemiskinan, meningkatnya angka negara-negara berkembang. Urbanisasi yang
pengangguran, menipisnya sumber air minum, terjadi disebabkan oleh semakin banyaknya
meningkatnya angka kebakaran di musim penduduk perkotaan yang tidak hanya
kemarau, banyaknya daerah yang tertimpa disebabkan oleh pertumbuhan alami penduduk
banjir di musim penghujan, meningkatnya namun juga migrasi yaitu perpindahan
jumlah anak jalanan dan pengemis, penduduk desa ke kota dengan harapan
meningkatnya kasus perampokan, dan mendapatkan kehidupan yang lebih baik.
sebagainya. Berbagai permasalahan tersebut Urbanisasi menyebabkan kota mengalami
seringkali dikaitkan dengan banyaknya jumlah perkembangan dan pertumbuhan karena harus
penduduk miskin di Indonesia. Berdasarkan memenuhi kebutuhan penduduknya yang
laporan BPS (Anonim, 2007), angka semakin banyak. Selain itu, proses
kemiskinan di Indonesia sejak tahun 2005 perkembangan yang terjadi juga
hingga tahun 2007 mengalami kenaikan dan mempengaruhi perubahan ekonomi dan sosial.
penurunan dalam jumlah penduduk miskin, Perubahan ekonomi yang terjadi diantaranya
Pada tahun 2005 terdapat 35,10 juta orang adalah pergeseran lapangan pekerjaan dari
(15,97%) penduduk miskin di Indonesia, sektor pertanian ke sektor nonpertanian,
sebanyak 12,40 juta orang (11,68%) penduduk seperti perdagangan dan industri. Adanya
miskin yang berada di daerah perkotaan, pergeseran sektor lapangan pekerjaan tersebut
sedangkan di daerah pedesaan sebanyak 22,70 menyebabkan peningkatan produktivitas
juta orang (19,98%). Fenomena kemiskinan ekonomi suatu kota yang pada akhirnya akan
merupakan lingkaran setan (vicious circle) meningkatkan perkembangan dan aktivitas
yang sulit untuk dipecahkan, diperlukan usaha kota. Sedangkan perubahan sosial yang terjadi
yang tepat sasaran dan berkesinambungan. dalam proses urbanisasi ini ditunjukkan oleh
Pemerintah Kota Yogyakarta telah memiliki adanya perubahan pola pikir dan gaya hidup
kebijakan penanganan kemiskinan. Namun, penduduknya (Mc Gee, 1971).
bagaimana kebijakan-kebijakan tersebut
Fenomena urbanisasi menyebabkan memiliki ruang terbuka hijau yang masih luas.
pertumbuhan wilayah perkotaan yang semakin Selain itu, kepadatan bangunan di wilayah ini
luas, sehingga akan mempengaruhi struktur paling rendah diantara dua wilayah
fisik kota dimana tidak hanya bagi kota besar sebelumnya. Perbedaan karakteristik pada
tetapi juga bagi kota kecil. Urbanisasi masing-masing bagian wilayah tersebut
menghasilkan perubahan, baik konstruktif mempengaruhi perbedaan karakteristik
maupun deskriptif yang bergantung pada kemiskinan yang terjadi. Karakteristik
berbagai faktor, diantaranya daya dukung kota, kemiskinan yang terlihat di wilayah pinggiran
terutama daya dukung fisik dan ekonomi, misalnya, kelompok penduduk tertentu
kualitas para urbanit, terutama dalam segi mengalami kemiskinan yang semakin parah
pendidikan dan keterampilan berwiraswasta, karena mengalami keterbatasan pelayanan
serta kebijakan pemerintah setempat dan prasarana dan sarana publik serta kesempatan
kebijakan nasional mengenai tata kota dan kerja yang lebih sempit dibandingkan dengan
tatanan pedesaan (Bintarto, 1984). wilayah lain yang fasilitas perkotaannya lebih
Pertumbuhan ekonomi yang cepat seiring lengkap (Feitosa, 2009).
perkembangan kota menghasilkan perubahan Pemahaman Tentang Kemiskinan
penting pada distribusi pendapatan daerah. Hal Perkotaan
ini dapat dilihat dari adanya penurunan Kemiskinan merupakan salah satu
pertanian dan peningkatan industri serta permasalahan perkotaan yang terjadi akibat
kontribusi yang stabil dari sektor pelayanan. urbanisasi dan semakin diperparah oleh
Perubahan situasi struktural yang cepat fragmentasi perkotaan. Hal ini terkait dengan
tersebut memiliki dampak pada organisasi peningkatan kebutuhan-kebutuhan yang
sosial dan ruang dari masyarakat. muncul sebagai konsekuensi dari proses
Pertumbuhan ekonomi menciptakan dinamika urbanisasi yang terjadi, seperti kebutuhan
perkotaan, perubahan penggunaan lahan, penciptaan lapangan pekerjaan, kebutuhan
munculnya permukiman legal dan ilegal serta pemenuhan fasilitas-fasilitas perkotaan baik
permasalahan lain seperti kerusakan yang berupa fasilitas perumahan, fasilitas
lingkungan, limbah dan transportasi. Pada ekonomi, maupun fasilitas-fasilitas
aspek sosial, wilayah perkotaan yang semakin penunjangnya (sarana dan prasarana
tumbuh dan berkembang juga menyebabkan penunjang).
berkembangnya heterogenitas (Mc Gee, 1995). Pembangunan dan perbaikan kota di
Adanya heterogenitas yang terlihat dari Indonesia pada umumnya masih dipecahkan
perbedaan sosial penduduknya menyebabkan melalui cara berfikir dan bertindak tradisional
pemisahan antara kelompok penduduk dan konvensional atau boleh dikatakan
berdasarkan perbedaan ekonomi dan sosial simtematis : yaitu pembangunan atau
penduduknya. Lebih lanjut, pemisahan perbaikan dilakukan apabila timbul masalah
tersebut terlihat dari adanya sektor formal dan atau kerusakan saja. Maka dari itu di dalam
sektor informal. Berdasarkan aspek ekonomi, pembangunanatau perbaikan kota di Indonesia
kegiatan ekonomi formal di perkotaan yang perlu cara-cara berfikir baru yang memadu
merupakan bentuk baru integrasi global cara-cara bertindak yang kreatif, inovatif sarat
semakin meluas, namun kegiatan tersebut dengan gagasan segar, agar kota-kota di
tidak mampu menyerap pekerja dengan Indonesia dapat betul-betul berkelanjutan.
pendidikan dan kemampuan rendah. Pada Lebih lanjut pembangunan berkelanjutan
akhirnya, pekerja dengan produktivitas rendah diartikan sebagai (Budihardjo, 1999).
tersebut bekerja pada sektor informal Pembangunan yang mampu memenuhi
(Lacabana dan Cariola, 2003). Selain itu, juga kebutuhan masa kini tanpa mengabaikan
terlihat adanya sektor formal dan sektor kemampuan generasi mendatang dalam
informal secara spasial terutama ditunjukkan memenuhi kebutuhan mereka kebutuhan
oleh adanya permukiman legal dan ilegal. Hal mereka. Namun di dalam konsep ini masih
ini terjadi karena bentuk ruang perkotaan yang perlu diungkapkan berbagai perkembangan
terbentuk merupakan bentuk kompetisi gagasan pemikiran dan konsep baru tentang
aktivitas penduduk yang berkembang di keberlanjutan. Selanjutnya di dalam
dalamnya. pembangunan kota berkelanjutan ini perlu
Wilayah pinggiran atau suburban adanya integrasi yang efektif dari
merupakan wilayah pinggiran kota yang pertumbuhan, pemberdayaan masyarakat yang
menciptakan kemandirian (self-empowerment) melakukan analisis deskriptif terhadap data
serta pemerataan dan lingkungan yang tidak dan hasil pengamatan. Model analisis data
rusak. dalam penelitian ini mengikuti konsep yang
3. METODE PENELITIAN diberikan Miles and Huberman. Miles and
Penyusunan penelitian ini ditinjau dari Hubermen mengungkapkan bahwa aktifitas
tujuan penelitian merupakan penelitian dalam analisis data kualitatif dilakukan secara
deskriptif yang bersifat eksploratif yang interaktif dan berlangsung secara terus-
menggali data sebanyak-banyaknya dari menerus pada setiap tahapan penelitian
bentuk kemiskinan dan program sehinggasampai tuntas.
penanggulangan kemiskinan. Penelitian
berusaha untuk memaparkan fenomena 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
kemiskinan perkotaan dari aspek karakteristik Deskripsi Karakteristik Kemiskinan Kota
serta respon kebijakan pemerintah dalam Yogyakarta
menangani kemiskinan perkotaan yang terjadi Studi karakteristik kemiskinan
di Kota Yogyakarta. Variabel penelitian ini perkotaan ini dilakukan secara survey, dengan
berangkat dari teori urbanisasi dan teori jumlah responden yang diperoleh dengan
kemiskinan yang terdiri dari karakteristik dan menggunakan cluster purposive sampling
kebijakan penanganan kemiskinan. Variabel sebanyak 121 rumah tangga miskin di kota
tersebut kemudian digunakan dalam proses Yogyakarta yang tinggal di daerah kumuh,
pencarian data sebagai input dalam proses bantaran kali dan pemukiman padat. Pemilihan
analisis yang masing-masing telah ditentukan sampel berdasarkan purposive sampling
teknik analisisnya. dengan kriteria seperti kepadatan penduduk,
Populasi dalam penelitian ini adalah luas wilayah dan jumlah penduduk serta
seluruh keluarga miskin di Kota Yogyakarta. kantung-kantung (kluster) kemiskinan. Jumlah
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian penduduk berkaitan erat dengan jumlah
ini menggunakan metode proporsional area penduduk miskin demikian juga luas wilayah
random sampling, yaitu pengambilan sampel akan memungkinkan kriteria kemiskinan
berdasarkan wilayah dimana masing-masing perkotaan seperti perkampungan padat,
bagian terambil sampelnya secara acak. bantaran kali dan perkampungan kumuh dapat
Teknik tersebut dilakukan karena tidak semua terpenuhi.
penduduk miskin di Yogyakarta merupakan Karakteristik Demografis
kategori penduduk miskin perkotaan, Karakteristik umum rumah tangga
meskipun mereka merupakan penduduk Kota miskin perkotaan berdasarkan hasil studi ini
Yogyakarta. Dari tabel diatas, dipilih ditemukan di semua daerah konsentrasi
penduduk yang termasuk penduduk miskin kemiskinan perkotaan, baik di pemukiman
perkotaan, model pengambilan sampel juga kumuh, bantaran kali, maupun pemukiman
menggunakan teknik judgement random padat penduduk, sehingga untuk karakteristik
sampling berdasarkan kondisi fisik dilapangan ini dapat dikatakan tidak ada perbedaan di
dan kluster-kluster kemiskinan yang menonjol, ketiga lokasi. J
di bantaran Kali Code sebagai contoh. umlah responden paling banyak berada
Adapun teknik pengumpulan data dalam di Kecamatan Umbulharjo sebanyak 42
penelitian ini dilakukan dengan dua cara, responden atau 35 persen yang terdiri dari 6
yaitu: Pengumpulan data primer dilakukan Kelurahan yaitu Pandeyan, Tahunan,
melalui survey research (penelitian survei) dan Sorosutan, Giwangan, Muja Muju dan
field research (penelitian lapangan). Hasil dari Warungboto. Banyaknya responden di
pengumpulan data primer ini digunakan untuk Umbulharjo dikarenakan Umbulharjo
melengkapi data sekunder. Pengumpulan data merupakan kecamatan yang paling luas di
sekunder dilakukan dengan survei instansi Kota Yogyakarta. Berikutnya Kecamatan
untuk mendapatkan data-data dan telaah Danurejan dengan jumlah responden 20 orang
dokumen. yang terdiri dari 2 kelurahan yaitu
Dalam penelitian deskriptif yang bersifat Tegalpanggung dan Suryatmajan. Berikutnya
eksploratif. Analisis data dalam penelitian ini Kecamatan Mergangsan, Ngampilan dan Jetis
dilakukan dengan pendekakatan kualitatif dan masing-masing 10 responden atau 8 persen.
kuantitatif. Pendekatan kualitatif adalah Kecamatan Kotagede dengan jumlah
responden 8 orang atau 7 persen, Kecamatan termuda 23 tahun. Rata-rata usia responden
Gedongtengen dan Gondomanan masing- adalah 49 tahun, dimana sebagian besar adalah
masing 5 persen dan 3 persen. Wilayah dengan kepala rumah tangga yang bertanggung jawab
jumlah responden paling sedikit adalah terhadap pemenuhan kebutuhan hidup anggota
Kecamatan Gondokusuman sejumlah 1 orang keluarganya. Responden tersebut merupakan
saja. anggota keluarga yang ikut mencari nafkah.
Responden sudah menempati tempat tinggal di
Gedong Kotage Gondo Gondok lingkungannya sejak lama, artinya kebanyakan
tengen de manan usuman dari mereka merupakan penduduk asli kota
5% 7% 3% 1% Yogyakarta yang berada di kluster atau
Ngampi Umbulh kantung kemiskinan. Rata-rata sudah tinggal
lan arjo di daerahnya selama 29 tahun, sedangkan rata-
8% 35% rata usia responden adalah 49 tahun artinya
terdapat hubungan yang jelas antara usia dan
Jetis lama tinggal. Lama tinggal paling tinggi
8% adalah 76 tahun dan paling pendek 1 tahun,
lama tinggal pendek berasal dari warga yang
Danurej menyewa rumah atau kamar untuk mencari
Mergan an
gsan pekerjaan di Kota Yogyakarta. Berikut ini
25%
8% grafik lama tinggal.
Karakteristik Ekonomi
Gambar 1 Kemiskinan dapat dievaluasi dan dinilai
Persentase Jumlah Responden dari data dan karateristik yang terdapat di
Dari jumlah responden yang diperoleh, lapangan. Dengan menghubungkan dengan
sebagian besar merupakan penduduk asli teori kemiskinan dapat dijadikan pedoman
wilayah tersebut dengan jumlah 77 orang atau dalam penilaiannya. Kategori kemiskinan yang
66 persen. Mereka lahir dan besar di tempat paling mudah digunakan adalah pendapatan.
tinggal sekarang. Sedangkan 44 orang atau 34 Sebagian besar responden bekerja di
persen merupakan pendatang tetapi sudah sektor informal sehingga pendapatannya setiap
menjadi penduduk atau warga di tempat hari dan bulan tidak sama. Rata-rata
tinggalnya. Beberapa yang tidak masuk pendapatan per bulan mencapai Rp.1.000.000
kategori tersebut diklasifikasikan ke dalam dimana pendapatan tertinggi adalah
penduduk yang tinggal dengan menyewa Rp.6.000.000. apabila rata-rata pendapatan
rumah atau kamar kos. bulanan dikonversikan kedalam pendapatan
harian maka diperoleh jumlah pendapatan
sebesar Rp.33.000. jumlah itu merupakan rata-
rata pendapatan sebagai buruh, pedagang
Pendata kecil, tukang becak dan pekerjaan sejenis
ng lainnya.
34% Tabel 1
Pendud Data Pekerjaan Responden
uk Asli No Jenis Pekerjaan Jumlah Persen
66% 1 Buruh 29 24
2 Tukang Becak 1 0,8
3 Satpam 1 0,8
4 Pedagang 14 12
Gambar 2 5 Sopir 1 0,8
Persentase Penduduk Asli dan Pendatang 6 OB 1 0,8
7 Baby Sitter 1 0,8
Responden yang ditemui sebagian besar 8 Karyawan 7 6
merupakan kepala rumah tangga atau ibu 9 Wiraswasta 12 10
rumah tangga yang mengetahui kondisi 10 Tidak bekerja 54 45
keluarganya. Menurut kelompok usia,
responden tertua berusia 83 tahun dan yang
Dilihat dari aspek pekerjaan atau mata
D3-S1
pencaharian utama menunjukkan bahwa
6%
sebagian besar, 45 persen responden bermata
pencaharian tidak tetap atau serabutan, buruh SD
(29 orang atau 24persen), pedagang (14 orang 21%
atau 12persen), wiraswasta (12 orang atau
10persen) dan karyawan (7 orang atau
6persen), Tukang becak, satpam sopir, office SMA SMP
boy dan baby sitter masing-masing 0,8 persen. 56% 17%
Ini menunjukkan bahwa karakteristik
responden umumnya adalah bekerja di sektor
yang memungkinkan memperoleh pendapatan
rendah dan tidak tetap. Jenis pekerjaan Gambar 3
tersebut dapat dilakukan secara tidak terjadwal Tingkat Pendidikan Responden
dan dapat pula lekas berganti jenis pekerjaan
lainnya. Jenis pekerjaan yang dilakukan tidak Lingungan tempat tinggal di perkotaan
ditemukan yang berkaitan dengan Kota pada umumnya berada di pemukiman kumuh,
Yogyakarta sebagai tujuan wisata seperti pemukiman padat serta bantaran sungai.
pemandu wisata atau penerjemah. Ketiga kondisi lingkungan tempat tinggal
Dari responden yang bekerja, beberapa tersebut bias jadi merupakan kombinasi dari
mempunyai jenis pekerjaan yang spesifik ketiganya tersebut. Penilaian terhadap kondisi
seperti office boy dan baby sitter. Adapun lingkungan tersebut berdasarkan pendapat tim
pekerjaan yang paling banyak adalah buruh. peneliti, kluster kemiskinan menurut
Pedagang merupakan pekerjaan selanjutnya pemerintah dan pendapat pribadi responden
yang paling banyak dilakukan. Pedagang tersebut. Dari data penelitian yang diperoleh,
disini adalah pedagang angkringan, pedagang responden yang berada di lingungan kumuh
burung, pedagang mainan, dimana pendapatan hanya 1 persen, pemukiman padat 36 persen
mereka tidak menentu.Pekerjaan lainnya merupakan angka paling tinggi kemudian
adalah satpam dan tukang becak. bantaran sungai 33 persen.
Mayoritas penduduk miskin kota
Yogyakarta merupakan penduduk asli, Kumuh Pemuki
sehingga mereka mempunyai tempat tinggal +padat+ man
sendiri dan permanen. Jumlah responden yang bantara
Kumuh kumuh Pemuki
mempunyai tempat tinggal sendiri adalah 83 +padatsungai
n 1% man
orang aatau 69 persen sedangkan yang bukan 17% 13% padat
milik sendiri berjumlah 37 orang atau 31 36%
persen. Status bukan milik sendiri dapat
diartikan responden tersebut menyewa rumah Bantara
atau kamar kos, atau responden tidak n sungai
mempunyai hak milik tetapi tidak perlu 33%
membayar uang sewa seperti menempati Gambar 4
rumah saudaranya. Lingkungan Tempat Tinggal
Sebagian besar responden memiliki Dari ketiga kategori yang disebutkan,
tingkat pendidikan yang baik dimana 73 beberapa responden menjawab lebih dari satu
responden atau 56 persen merupakan lulusan kriteria. Mereka merasakan tempat tinggalnya
SMA sedangkan yang SD di urutan kedua merupakan kombinasi dari ketiganya.
dengan jumlah sebanyak 28 orang atau 21 Responden yang merasa tinggal di kawasan
persen kebanyakan responden yang sudah kumuh dan padat mencapai 17 persen dan
berusia lanjut. Selanjutnya responden yang yang merasa tinggal di kawasan kumuh, padat
berpendidikan SMP berjumlah 22 orang atau dan bantaran sungai ada 13 persen. Tempat
17 persen. tinggal responden sebagian besar kecil dan
sederhana mencapai 82 responden atau 68
persen, 22 responden tinggal di rumah
berukuran sedang atau 18 persen. Responden
yang tinggal di rumah yang cukup besar hanya mengenai kemiskinan ini, terutama perkotaan
2 orang atau 2 persen saja. Dari total 121 yang sibuk dan sesak, kepemilikan asset
responden yang dijadikan sampel sebanyak 15 diwakili oleh sepeda motor. Kepemilikan aset
orang atau 12 persen tinggal di kamar sewa sebagimana dalam kajian kemiskinan
atau kos. perkotaan dengan wilayah tempat tinggal
Sebagian besar responden sebanyak 84 seperti kumuh, padat dan bantaran kali, aset
orang atau 70 persen pekerjaannya serabutan, yang paling mungkin bisa dimiliki dan diukur
artinya dia bekerja tetapi berganti-ganti. adalah sepeda motor, televisi, kulkas, furnitur
Mereka bekerja jika ada permintaan. dan lainnya yang dapat diamati oleh tim
Selanjutnya yang menganggur tidak peneliti. Responden yang memiliki sepeda
mempunyai pekerjaan 21 orang atau 17 motor sejumlah 82 responden atau 69 persen.
persen. Responden yang mempunyai pekerjaan Sebanyak 37 responden atau 31 persen tidak
tetap hanya 16 orang atau 13 persen. mempunyai sepeda motor. Bagi sebagian
kalangan sepeda motor merupakan alat
Mengan transportasi yang paling murah dan praktis.
Pekerja Sepeda motor digunakan untuk menunjang
ggur
an tetap
17% kebutuhan transportasi maupun pekerjaan.
13%

Tidak
punya
sepeda
Serabut motor
an 31%
70%
Punya
sepeda
Gambar 5 motor
Status Pekerjaan Responden 69%
Penduduk miskin perkotaan pada
umumnya bergerak pada bidang pekerjaan
yang bersifat informal sehingga Gambar 6
pendapatannya juga tidak dapat dipastikan dan Kepemilikan Sepeda Motor
tidak terstandar seperti pekerjaan buruh pabrik
dan pekerjaan yang terkena peraturan upah Listrik merupakan kebutuhan yang
minimum regional atau upah minimum mendasar.Pada lingkungan tempat tinggal
provinsi. Dari data penelitian diketahui yang kumuh dan padat serta luas rumah yang
responden yang tidak mempunyai pendapatan sempit dan sesak, sangat dimungkinkan tidak
alias tidak punya pekerjaan adalah sebanyak setiap rumah memiliki saluran listrik sendiri
11 orang atau 9 persen, responden yang artinya mempunyai meteran dan rekening
mempunyai pendapatan tetapi tidak tetap listrik sendiri.Banyak sekali dijumpai
jumlahnya sebanyak 72 orang atau 60 persen masyarakat ang menggunakan listrik dengan
dan responden yang mempunyai pendapatan menyambung dari tetangganya dan membayar
tetap berjumlah 38 orang atau 31 persen. iuran dalam jumlah tertentu. Dalam penelitian
Jumlah respoden yang mempunyai pendapatan ini juga ditemukan praktik demikian, sebanyak
tidak tetap sekitar dua kali lipatnya yang 39 responden atau 32 persen tidak mempunyai
berpendapatan tetap. Hal tersebut berkaitan saluran listrik sendiri dan 82 responden atau
dengan kebanyakan jenis pekerjaan yang 68 responden sudah mempunyai saluran listrik
dimiliki responden seperti buruh, sopir, sendiri.
pedagang, dan pekerjaan serabutan lainnya.
Kondisi Kepemilikan Aset dan Akses
Kepemilikan asset merupakan salah satu
indikator kekayaan, asset merupakan simpanan
atau akumulasi tabungan ang disisihkan baik
untuk menunjang pekerjaan maupun
menunjukkan status sosial. Dalam penelitian
Tidak menanyakan apakah lingkungannya terkena
punya polusi atau tidak. Jawaban responden yang
saluran mengatakan terdapat polusi di lingkungannya
listrik sebanyak 77 responden atau 65 persen dan
32% Punya yang merasa tidak terkena polusi sebanyak 42
saluran responden atau 35 persen.
listrik Akses Kesehatan
68% Fasilitas kesehatan merupakan hal
pokok yang harus disediakan oleh pemerintah,
fasilitas tersebut juga harus mudah diakses
oleh masyarakat.Responden mengatakan
fasilitas kesehatan mudah diperoleh sebanyak
Gambar 7 115 responden atau 96 persen.Mereka
Kepemilikan Saluran Listrik memanfaatkan puskesmas sebagai sarana
mengatasi masalah kesehatan.Hanya 5 orang
Masyarakat miskin perkotaan biasanya atau 4 persen yang mengataan sulit untu
mengandalkan fasilitas umum dalam memperolehnya. Hal tersebut karena
kebutuhan airnya. Pemerintah kota biasanya pengalaman dalam mengurus biaya kesehatan.
mendirikan fasilitas umum air dan MCK di Fasilitas kesehatan sekarang ini
pemukiman yang padat penduduknya dan ditentukan oleh kepesertaan penduduk di
kumuh. Kondisi lingkungan tempat tinggal Badan Pengelola Jaminan Sosial (BPJS).
yang sempit dan berdesakan tidak Penduduk akan lebih mudah memperoleh
memungkinkan setiap rumah mempunyai akses kesehatan apabila mempunyai kartu
sumur sendiri. Demikian juga dalam penelitian Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Iuran dan
ini, rumah tangga yang memiliki sumur sendiri kelas JKN ditentukan oleh besarnya uang yang
hanya 54 responden atau 45 persen sebanyak disetorkan setiap bulannya.Keanggotaan
15 responden atau 13 persen menggunakan terdiri dari 2 macam yaitu penerima bantuan
saluran PDAM dan responden yang tidak dan non penerima bantuan.Untuk masyarakat
memiliki sumber air sendiri sehingga miskin iuran ditanggung oleh pemerintah. Dari
menggunakan fasilitas umum sebanyak 50 responden yang ditentukan, yang sudah
atau sebesar 42 persen. mempunyai kartu JKN hanya 24 orang atau 20
persen saja sedangkan 97 orang atau 80 persen
belum mempunyai kartu JKN.
Fasilitas PDAM
umum 13%
42%
Punya
kartu
Sumur JKN
sendiri Tidak 20%
45% punya
kartu
JKN
80%
Gambar 8
Sumber Air Bersih

Masalah lingkungan yang sering muncul Gambar 9


dalam problematika perkotaan adalah adanya Kepemilikan Kartu JKN
polusi. Polusi dapat bermacam-macam
bentuknya seperti suara bising, bau tidak sedap Mobilitas
dan asap kendaraan. Dalam penelitian ini, Salah satu hambatan lain bagi
angket tidak mengidentifikasikan bentuk masyarakat miskin adalah mobilitas. Mobilitas
polusi tersebut.Polusi mungkin sudah sangat dipengaruhi oleh kebutuhan dan
dianggap sebagai hal yang biasa bagi sebagian sarana.Mobilitas dalam peneltian ini tidak
penduduk perkotaan sehingga penelitian hanya dikaitkan dengan pekerjaan, mobilitas
diartikan sebagai perjalanan untuk persen, yang menyatakan tidak pernah 4
kepentingan pribadi yang sifatnya sekunder responden atau 3 persen dan yang mengaku
atau tersier.Sebagian responden menatakan sering terjadi keributan 8 responden atau 7
jarang melaukan perjalanan atau bepergian persen. Masyarakat perkotaan biasanya
sebanyak 86 orang atau 71 persen. Yang individualis dan tidak peduli dengan
menyatakan sering bepergian adalah 16 persen lingkungannya. Kepedulian ini akan
dan yang tida pernah melakukan perjalanan tercermian dari sikap tolong menolong. Di
adalah 19 orang atau 16 persen.Responden masarakat perkotaan Yogyakarta rasa tolong
yang tidak pernah melaukan perjalanan adalah menolong mash tinggi di antara anggota
responden yang telah berusia lanjut. masyarakat, 78 responden atau sekitar 65
Mobilitas tersebut juga ditentukan oleh persen menyatakan tinggi dan 40 orang
sarana yang digunakan untuk mendukungnya. responden menatakan sedang atau sekitar 33
Sepeda motor merupakan sarana yang paling persen. Hanya 2 responden saja atau 2 persen
banyak digunakan oleh sebagian besar yang menatakan rasa saling tolong menolong
responden sebanyak 73 orang atau sekitar 65 penduduk Yogyakarta rendah.
persen. Responden yang memanfaatkan Sebanyak 75 responden atau 62 persen
angkutan umum sebanyak 25 responden atau mengatakan rasa saling percaya diantara
22 persen dan sarana lainnya 14 orang atau anggota masyarakat masih tinggi, sebanyak 40
sebesar 13 persen. responden atau 33 persen mengatakan sedang
dan sebanyak 6 responden atau 5 persen
Lainny mengatakan rasa saling percaya rendah
a diantara anggota masyarakat
13% Pelayanan Publik Untuk Masyarakat
Miskin
Angkut Identifikasi penduduk miskin di Kota
an Yogyakarta dilakukan dengan menggunaan
umum kartu KMS (Kartu Menuju Sejahtera),
22% pemegang kartu ini akan memperoleh
Sepeda beberapa bantuan dan fasilitas dari pemerintah.
motor Dari penelitian yang dilakukan, responden
65% yang memegang KMS hanya 68 keluarga atau
seitar 57 persen dan sisanya 52 orang atau
Gambar 10 sektar 43 persen tidak memilikinya.
Sarana Mobilitas Responden
Tidak
Karakteristik Sosial punya
Keamanan dan ketertiban merupakan kartu
hal yang pokok disamping masalah ekonomi. KMS Punya
Kondisi lingkungan sosial juga akan 43% kartu
mempengaruhi karakteristik kemiskinannya. KMS
Sebagian responden menyatakan kondisi 57%
lingkungannya aman, ini ditunjukkan dengan
sebanyak 118 responden atau 98 persen.Dan 3
orang menyatakan kurang aman atau sekitar 2
persen serta tidak ada responden yang
menyatakan lingkungannya tidak aman. Gambar 11
Masalah sosial lainnya yang sering terjadi di Persentase Jumlah pemegang KMS
perkotaan adalah keributan yang terjadi baik
ang dilakukan oleh warga atau orang lain. Beasiswa pendidikan sangat penting
Keributan ini merupakan dampak dari gesekan bagi masyarakat miskin. Pemerintah Kota
gesekan yang terjadi di masyarakat karena Yogyakarta memberikan bantuan Beasiswa
kesenjangan sosial dan berkurangnya sifat Siswa Miskin kepada pemegang kartu KMS.
kekeluargaan. Di kota Yogyakarta, responden Sebanyak 80 orang responden menyatakan
penelitian menyatakan jarang terjadi keributan anaknya menerima bantuan BSM atau setara
atau pertikaian sebanyak 109 orang atau 90
dengan 71 persen sedangkan 33 orang atau 29 belum sama sekali menerima bantuan
persen menyatakan tidak menerimanya pemerintah.
Harapan masyarakat miskin perkotaan
Negeri+ terhadap pemerintah sangat beragam
Swasta tergantung dari kondisi sosial dan ekonomi
15% mereka dalam mengespresikan harapannya.
Beberapa berpendapat mengenai bantuan
secara langsung sedangkan lainnya secara
tidak langsung terhadap kebijakan pemerintah
Swasta Negeri kota Yogyakarta.
32% 53% Struktur Kemiskinan Kota Yogyakarta
Penduduk miskin perkotaan di Kota
Yogyakarta mempunyai karakteristik yang
berbeda dengan kemiskinan di kota besar
seperti Jakarta dan Surabaya. Faktor urbanisasi
Gambar 12 sebagai faktor utama yang mempengaruhi
Status Sekolah Anak Responden tidak terlalu besar dikarenakan sebagian besar
penduduk miskin merupakan warga asli dan
Sebagian besar anak-anak responden pendatang yang telah lama menjadi penduduk
bersekolah di sekolah negeri sebesar 53 di tempat tersebut. Kehidupan kota yang tidak
persen, yang bersekolah di sekolah swasta 32 terlalu hingar bingar juga berpengaruh pada
persen dan yang di negeri dan swasta sebesar sistem sosialnya. Sebagian mempunyai
15 persen. Dengan data ini dapat diketahui pekerjaan yang non formal, setiap hari
bahwa pemerintah Kota Yogyakarta sudah memperoleh penghasilan. Kota Yogyakarta
memberikan bantuan pendidikan secara tidak sebagai kota tujuan wisata turut andil dalam
langsung kepada masyarakat miskin untuk mempengaruhi struktur kemiskinan ini
menjangkau fasilitas pendidikan. dikarenakan terdapat beberapa pekerjaan yang
Raskin adalah program pemerintah dapat dilakukan sebagai dampak dari adanya
pusat untuk mengurangi kemiskinan terutama pariwisata dan kota pendidikan.
dalam rangka pemenuhan kebutuhan pangan. Menurut beberapa pakar kemiskinan,
Distribusi raskin terkadang menjadi minimal ada tiga konsep kemiskinan yang
permasalahan tersendri. Sebanyak 66 orang sering digunakan, yaitu kemiskinan absolut,
responden atau 56 persen menerima raskin kemiskinan relatif dan kemiskinan subyektif.
secara teratur sedangkan 52 orang atau 44 Konsep kemiskinan absolut dirumuskan
persen tidak pernah menerima. dengan membuat ukuran tertentu yang konkret
Bagi sebagian besar responden, bantuan dan lazimnya berorientasi pada kebutuhan
paling penting yang mereka harapan adalah hidup dasar minimum anggota masyarakat
bantuan tunai karena lebih tepat sasaran dan yaitu sandang, pangan dan papan. Sementara,
berguna serta dapat langsung digunakan. konsep kemiskinan relatif dirumuskan dengan
Sebanya 57 persen responden pernah memperhatikan dimensi tempat dan waktu.
menerima bantuan uang dalam berbagai Dasar asumsinya adalah bahwa kemiskinan di
bentuk bantuan atau subsidi, seedangkan 43 suatu daerah berbeda dengan kemiskinan di
persen menyatakan belum pernah daerah lainnya, dan kemiskinan pada waktu
Responden diberikan pertanyaan tertentu berbeda dengan kemiskinan pada
mengenai perasaan dan pendapat mereka waktu yang lain.
mengenai peran pemerintah dalam Tolok ukur yang digunakan didasarkan
menanggulangi kemiskinan terutama yang pada pertimbangan anggota masyarakat
berkaitan dengan mereka secara langsung. tertentu, dengan berorientasi pada derajat
Ketika mereka ditanya apakah pemerintah kelayakan hidup. Sedangkan konsep
memperhatikan kehidupan mereka, sebanyak kemiskinan subyektif dirumuskan berdasarkan
47 persen mengatakan ya dan 53 persen perasaan kelompok miskin itu sendiri. Oleh
mengatakan tidak. Jumlah ini relatif karena itu, sangat mungkin terjadi bahwa
berimbang dikarenakan beberapa masyarakat kelompok yang menurut ukuran individu
ada yang pernah menerima beberapa jenis tertentu berada di bawah garis kemiskinan,
bantuan sedangkan yang lainnya ada yang namun bisa jadi mereka tidak menganggap
dirinya miskin, dan demikian pula sebaliknya. 11.958. kepadatan penduduk mulai bertambah
Sementara kelompok yang dalam penilaian lagi tahun 2011 menjadi 12.077 dan tahun
kita tergolong hidup layak, boleh jadi tidak 2012 menjadi 12.234. Perkembangan
menganggap dirinya sendiri semacam itu, kepadatan penduduk mengindikasikan
demikian pula sebaliknya. Demikian yang bagaimana proses urbanisasi terjadi. Data Kota
dirasakan oleh sebagian besar responden Yogyakarta menunjukkan hasil yang relatif
dalam penelitian ini. Mereka menyatakan stabil artinya perubahan terjadi karena
menikmati hidup, tidak merasakan hal yang perpindahan anggota keluarga dalam sebuah
mendesak. Meskipun tinggal di daerah kumuh, rumah tangga.
sempit dan berdesakan mereka merasakan
kenyamanan dan kebahagiaan. Kehidupan 12300
Kota Yogyakarta yang relatif tenang dan tidak
terburu-buru turut mempengaruhi perasaan 12200
para masyarakat yang dalam penilaian tertentu 12100
termasuk kategori miskin. Hal itu juga 12000
tercermin dari harapan mereka pada kebijakan
pemerintah yang bersifat umum dengan 11900
memperhatikan ketersediaan sarana dan 11800
prasaran bukan pada bantuan uang yang
bersifat langsung karena ketiadaan
kemampuan dan pekerjaan. Dari data
penelitian yang tercantum dalam tabel 6 Gambar 13
diketahui bahwa masyarakat miskin Kota Perkembangan Kepadatan Penduduk Kota
Yogyakarta mengharapkan bantuan modal Yogyakarta
guna mendukung usaha kecil mereka atau
untuk dijadikan modal awal untuk bekerja Persentase penduduk miskin di Kota
menjadi harapan yang paling besar Yogyakarta tahun 2013 adalah 8,82 persen
persentasenya sebesar 37 persen, akses paling rendah di DIY dimana rata-ratanya
pendidikan dan beasiswa merupakan variabel sebesar 15,03 persen. Angka kemiskinan
berikutnya yang diharapkan sebesar 28 persen tersebut apabila dilihat dari perspektif
dan kemudahan dalam menjangkau fasilitas kemiskinan perkotaan memungkinkan
kesehatan sebesar 22 persen. Sedangkan angkanya berbeda menjadi semakin kecil.
bantuan uang tunai hanya 3 persen. Persentase kemiskinan kota Yogyakarta
Tabel 2 menjadi semakin menarik dikarenakan tidak
Harapan Masyarakat Terhadap Pemerintah adanya perbedaan dengan kemiskina
perdesaan atau kemiskina secara umum.
No Variabel Persentase Kemiskninan kota Yogyakarta lebih tepat dari
1 Bantuan modal 37 pendekatan tempat tinggal dan jenis
2 Akses kesehatan 22 pekerjaannya. Faktor lainnya seperti
3 Akses pendidikan 28 urbanisasi, tekanan sosial, kerawanan
4 Subsidi perumahan 8 lingkungan, penyakit masyarakat dan lainnya
5 Bantuan tunai 3 tidak muncul di sini.
6 Lainnya 2 Peningkatan kemiskinan banyak terjadi
di kecamatan Gondomanan sedangkan
Kemiskinan kota yang diidentikkan penurunan terjadi di Kotagede. Beberapa
dengan tempat tinggal kumuh dan berdesakan fenomena kemiskinan perkotaan dapat
yang berada di kantong-kantong tertentu tidak menjelaskan hal tersebut. Kecamatan
ditemukan di Yogyakarta. Kepadatan Gondomanan merupakan kecamatan yang
penduduk di Kota Yogyakarta masih cukup meliputi wilayah Malioboro dan sekitarnya
longgar sehingga kesan seperti diatas tidak yang banyak terjadi urbanisasi tidak tetap.
ada. Pada tahun 2008 tingkat kepadatan Menurunnya baik dalam hal jumlah
penduduk di Kota Yogyakarta 12.024 per maupun persentase penduduk miskin ini tak
kilometer persegi, kemudian tahun 2009 lepas dari strategi penanggulangan kemiskinan
menjadi 11.990 yang menunjukkan penurunan. daerah yang dilakukan selama ini. Namun
Demikian juga pada tahun 2010 sebesar perlu disadari bahwa dinamika sosial politik
yang berlangsung cepat, seiring dengan efek pendidikan, institusi sosial yang melahirkan
globalisasi yang luas telah menuntut berbagai bentuk diskriminasi.
Pemerintah Daerah untuk memperbaharui dan Secara umum masyarakat miskin tidak
menyesuaikan strategi penanggulangan hanya ditandai dengan lemahnya faktor
kemiskinan yang ditempuh dengan ekonomi akan tetapi merupakan suatu
perkembangan aktual baik secara eksternal ketidakberdayaan masyarakat dalam berbagai
maupun internal yang terjadi. hal, yaitu : Masyarakat miskin ditandai oleh
ketidakberdayaan/ketidakmampuan dalam hal:
140000 (1) memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar; (2)
120000 melakukan kegiatan usaha produktif; (3)
100000 menjangkau akses sumberdaya sosial dan
80000 ekonomi; (4) menentukan nasibnya sendiri dan
60000 senantiasa mendapat perlakuan diskriminatif,
40000 mempunyai perasaan ketakutan dan
20000 kecurigaan, serta sikap apatis dan fatalistik;
0 dan (5) membebaskan diri dari mental dan
budaya miskin serta senantiasa mempunyai
martabat dan harga diri yang rendah.
Ketidakberdayaan/ketidakmampuan ini
Gambar 14 menumbuhkan perilaku miskin yang bermuara
Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin di Kota pada hilangnya kemerdekaan untuk berusaha
Yogyakarta dan menikmati kesejahteraan secara
bermartabat.
Konsep Penanggulangan Kemiskinan Berkaitan dengan fenomena kemiskinan
Kemiskinan, pada kenyataannya, lebih di Indonesia, umumnya mereka yang
dilihat dari sudut ekonomi semata. Batasan tergolong miskin adalah kelompok
kemiskinan adalah suatu kondisi di mana masyarakat yang berpendidikan rendah dan
orang tidak memiliki harta benda atau hidup di daerah pinggiran (periphery). Karena
mempunyai pendapatan di bawah batasan pendidikannya rendah dan menempati sektor
nominal tertentu. Tingkatan kemiskinan dinilai geografis yang jauh dari penguasaan aset-aset
atau ditentukan berdasarkan ukuran-ukuran produksi, maka sangat sulit bagi mereka untuk
materi yang sudah didefinisikan sebelumnya, memperoleh pendidikan layak. Problem
seperti: kondisi fisik dari bangunan atau kemiskinan di Indonesia merupakan masalah
lingkungan permukiman. Pengertian sosial yang relevan untuk dikaji terus-menerus
kemiskinan yang sangat ekonomistik dan dan dicarikan solusinya. Berbagai upaya telah
sempit akan melahirkan bentuk-bentuk dilakukan, beragam kebijakan dan program
kebijakan penanggulangan kemiskinan yang telah disebar dan terapkan oleh pemerintah
lebih merupakan 'bantuan' ekonomi saja. dalam menanggulangi masalah kemiskinan ini,
Pemahaman kemiskinan dalam arti yang lebih sehingga tidak sedikit jumlah dana yang telah
luas, atau sering didefinisikan sebagai dikeluarkan demi menanggulangi kemiskinan.
kemiskinan majemuk, adalah suatu kondisi Tak terhitung berapa kajian dan ulasan telah
tidak terpenuhinya kebutuhan asasi atau dilakukan di universitas, hotel berbintang, dan
esensial sebagai manusia. Kemiskinan adalah tempat lainnya. Pertanyaannya: mengapa
kondisi yang disebabkan karena beberapa kemiskinan masih menjadi bayangan buruk
kekurangan dan kecacatan individual baik wajah kemanusiaan kita hingga saat ini?.
dalam bentuk kelemahan biologis, psikologis Respons Kebijakan Pemerintah Kota
maupun kultural yang menghalangi seseorang Yogyakarta
memperoleh kemajuan dalam kehidupannya. Salah satu faktor penentu keberhasilan
Selain itu, faktor struktural merupakan penanganan kemiskinan dan juga masalah
penyebab orang menjadi miskin. Seseorang sosial lainnya seperti pengangguran adalah
yang berada di lingkungan masyarakat yang dengan mengkaji kebijakan dan program yang
mempunyai karakteristik antara lain : selama ini dijalankan. Dewasa ini Pemerintah
distribusi penguasaan sumber daya yang Pusat telah menggelontorkan dana trilyunan
timpang, gagal dalam mewujudkan rupiah guna mengurangi kemiskinan di
pemerataan kesempatan memperoleh berbagai belahan wilayah dan menjadikannya
sebagai prioritas pembangunan. Hal ini diikuti kemiskinan dan pengangguran di Kota
pula oleh Daerah-daerah, tak terkecuali Kota Yogyakarta menjadi sangat beragam dengan
Yogyakarta. Dengan memetakan dan mengkaji sifat-sifat lokal yang kuat serta pengalaman
ulang kebijakan yang dilaksanakan, maka kemiskinan yang berbeda secara sosial.
diharapkan akan diperoleh program-program Langkah-langkah awal dalam arah
apa yang masih layak diteruskan, dievaluasi intervensi penanggulangan kemiskinandan
serta program baru sebagai terobosan atau penagguran menerapkan kebijakan teknis
terapi bagi masyarakat miskin. penyediaan sarana dan bantuanpemenuhan
Respons kebijakan pemerintah kebutuhan dasar minimum bagi masyarakat
merupakan program penanggulangan miskin melaluipendekatan intervensi atribut
kemiskinan yang telah dilakukan oleh permasalahan kemiskinan.
pemerintah Kota Yogyakarta untuk mengatasi Kesesuaian Struktur Kemiskinan Dan
kemiskinan di wilayahnya. Adapun program Respons Kebijakan
penanggulangan tersebut terkait dengan Berbagai kebijakan pengentasan
strategi anti-kemiskinan. Analisis ini kemiskinan yang telah dilakukan oleh
menggunakan teknik deskriptif kualitatif pemerintah Kota Yogyakarta selama ini sudah
dengan mendeskripsikan data-data hasil telaah berjalan dengan baik. Kebijakan yang
dokumen yang sesuai dengan variabel yang diarahkan pada bantuan baik yang bersifat
terkait. Adapun kebijakan yang dianalisis langsung maupun tidak langsung sudah cukup
terdiri dari program penanganan kemiskinan dirasakan oleh masyarakat miskin Kota
yang dilaksanakan di Kota Yogyakarta. Yogyakarta.
Kebijakan pemerintah ada yang berasal dari Evaluasi yang dapat dilakukan terhadap
pemerintah pusat dan pemerintah daerah. kebijakan tersebut adalah sosialisasi bantuan
Penelitian ini tidak mengidentifikasikan mana yang mestinya dilakukan secara lebih baik,
yang termasuk kedua kebijakan tersebut. agar masyarakat mengetahui adanya bantuan
Apabila ditinjau dari aspek sumber tersebut. Kebijakan yang ada sebenarnya
pembiayaannya, Program dan Kegiatan sudah cukup banyak dan bervariasi, akan
Penanggulangan Kemiskinan ini terbagi tetapi terkadang dalam implementasinya tidak
menjadi dua jenis, yaitu program-program berjalan dengan baik. Beberapa kebijakan
inisiatif daerah dan program-program yang seperti KMS sangat dirasakan manfaatnya oleh
diluncurkan Pemerintah Pusat. Sementara itu, masyarakat. Kebijakan bantuan modal
dalam konteks program pemerintah pusat, sebenarnya sudah ada dalam skema PNPM,
program dan kegiatan penanggulangan akan tetapi masyarakat lebih banyak
kemiskinan didasarkan pada penggolongan mengharapkan bantuan secara pribadi.
klaster yang terdiri atas 3 klaster yaitu: Tentunya hal ini sulit dilakukan oleh
1. Klaster program Penanggulangan pemerintah Kota Yogyakarta.
Kemiskinan Terpadu Berbasis Rumah Secara umum, struktur kemiskinan dan
Tangga respons kebijakan Pemerintah Kota
2. Klaster program Penanggulangan Yogyakarta sudah sesuai dengan karakteristik
Kemiskinan Berbasis Komunitas kemiskinan yang ada, masyarakat juga sudah
3. Klaster program Penanggulangan merasakan kehadiran pemerintah. Kebijakan
Kemiskinan Berbasis Usaha Mikro yang disusun berikutnya hendaknya lebih
dan Kecil detail dan spesifik karena kemiskinan Kota
Yogyakarat tidak terlalu menonjol baik dari
Fenomena kemiskinan dan sisi ekonomi maupun struktur sosialnya.
pengangguran di Indonesia termasuk Kota 5. SIMPULAN
Yogyakarta merupakan fenomena yang Fenomena kemiskinan dan
kompleks dan tidak dapat secara mudah dilihat pengangguran di Indonesia termasuk Kota
dari satu angka absolut. Kota Yogyakarta yang Yogyakarta merupakan fenomena yang
dikenal sebagai kota pelajardan kota wisata kompleks dan tidak dapat secara mudah dilihat
seiring dengan perkembangan kota memiliki dari satu angka absolut. Kota Yogyakarta yang
daya tarik yang kuat terhadap urbanisasi yang dikenal sebagai kota pelajar dan kota wisata
berpengaruh terhadap jumlah penduduk. seiring dengan perkembangan kota memiliki
Keberagaman budaya masyarakat yang daya tarik yang kuat terhadap urbanisasi yang
menyebabkan kondisi dan permasalahan
berpengaruh terhadap jumlah penduduk. merasakan kehadiran pemerintah. Kebijakan
Keberagaman budaya masyarakat yang yang disusun berikutnya hendaknya lebih
menyebabkan kondisi dan permasalahan detail dan spesifik karena kemiskinan Kota
kemiskinan dan pengangguran di Kota Yogyakarat tidak terlalu menonjol baik dari
Yogyakarta menjadi sangat beragam dengan sisi ekonomi maupun struktur sosialnya.
sifat-sifat lokal yang kuat serta pengalaman Pemerintah Kota Yogyakarta hanya tinggal
kemiskinan yang berbeda secara sosial. melakukan identifikasi rumah tangga miskin
Penduduk miskin perkotaan di Kota secara personal sehingga dapat memberikan
Yogyakarta mempunyai karakteristik yang bantuan secara lebih tepat, hal itu dapat
berbeda dengan kemiskinan di kota besar dilakukan oleh Dinas Sosial sebagai
seperti Jakarta dan Surabaya. Faktor urbanisasi contohnya.
sebagai faktor utama yang mempengaruhi 6. REFERENSI
tidak terlalu besar dikarenakan sebagian besar Arikunto, Suharsimi, 2002, Manajemen
penduduk miskin merupakan warga asli dan Penelitian, Jakarta, Rineka Cipta.
pendatang yang telah lama menjadi penduduk Asian Development Bank Institute. 2001.
di tempat tersebut. Kehidupan kota yang tidak Fighting Urban Poverty dalam Asian
terlalu hingar bingar juga berpengaruh pada Cities in The 21st Century Volume 5.
sistem sosialnya. Sebagian mempunyai Philippines : Asian Development Bank
pekerjaan yang non formal, setiap hari Institute and the Asian Development
memperoleh penghasilan. Kota Yogyakarta Bank.
sebagai kota tujuan wisata turut andil dalam Asian Development Bank Institute. 2005.
mempengaruhi struktur kemiskinan ini Poverty Targeting in Asia. Great Britain
dikarenakan terdapat beberapa pekerjaan yang : MPG Books Ltd, Bodmin, Cornwall.
dapat dilakukan sebagai dampak dari adanya Baharoglu, Deniz and Christine Kessides.
pariwisata dan kota pendidikan. Dengan 2001. Urban Poverty in World Bank,
demikian struktur kemiskinan di Kota PRSP Sourcebook, World Bank,
Yogyakarta termasuk dalam struktur Washington DC.
kemiskinan alamiah dan relatif. Hal tersebut Bappenas. 2004. Strategi Nasional
dapat didekati dari karakteristiknya dan Penanggulangan Kemiskinan Bab II
persepsi kemiskinan yang dirasakan oleh diakses melalui
warga. http://www.bappenas.go.id/index.php
Respons kebijakan pemerintah pada tanggal 9 April 2007.
merupakan program penanggulangan Bintarto, R. 1984. Urbanisasi dan
kemiskinan yang telah dilakukan oleh Permasalahannya. Jakarta : Ghalia
pemerintah Kota Yogyakarta untuk mengatasi Indonesia
kemiskinan di wilayahnya. Adapun program Badan Pusat Statistik, berbagai edisi
penanggulangan tersebut terkait dengan Brockerhorff, M dan Brennan. 1998. The
strategi anti-kemiskinan. Analisis ini Poverty of Cities in Developing
menggunakan teknik deskriptif kualitatif Regions. Population and Development
dengan mendeskripsikan data-data hasil telaah Review 24, no. 1.
dokumen yang sesuai dengan variabel yang Choguill, Charles L. 2001. Urban policy as
terkait. Adapun kebijakan yang dianalisis Poverty Alleviation: The Experience of
terdiri dari program penanganan kemiskinan the Philippines. Australia : School of
yang dilaksanakan di Kota Yogyakarta. Social Science and Planning, Royal
Kebijakan pemerintah ada yang berasal dari Melbourne Institute of Technology,
pemerintah pusat dan pemerintah daerah. GPO Box 2476V, Melbourne Vic. 3001
Pemerintah Kota Yogyakarta mempunyai dalam Habitat Internasional Vol. 25, 1-
kebijakan pengentasan kemiskinan yang cukup 13. Effendi, Tajudin Noor. 1993.
bervariasi sebagaimana tercantum dalam bab Sumber Daya Manusia, Peluang Kerja
empat diatas. Warga miskin juga sudah dan Kemiskinan. Yogyakarta: Tiara
merasakan adanya bantuan pemerintah tersbut. Wacana Yogya.
Secara umum, struktur kemiskinan dan Feitosa, Flvia F, dkk. 2009. Global and Local
respons kebijakan Pemerintah Kota Spatial Indices of Urban Segregation
Yogyakarta sudah sesuai dengan karakteristik diakses melalui
kemiskinan yang ada, masyarakat juga sudah
http://www.dpi.inpe.br/gilberto/papers/f Pengantar Statistika. Jakarta : PT
eitosa_camara_ijgis.pdf . Gramedia Pustaka Utama.
Kamaluddin, Rustian. 2003. Kemiskinan Vandell, Adam. 1995. Standar Based Reform
Perkotaan di Indonesia : and The Poverty Gap, The Brooking
Perkembangan, Karakteristik dan Institute, New York.
Upaya Penanggulangan diakses melalui Wassmer, Robert W. 2002. An Economic View
http://www.bapeda- of Some Causes of Urban Spatial
jabar.go.id/bapeda_design/docs/perenca Segregation and its Costs and Benefits
naan/20070530_105946.pdf. diakses melalui
Lacabana, Miguel dan Cecilia Cariola. 2003. http://www.csus.edu/indiv/w/wassmerr/
Globalization and metropolitan segregationincity.pdf pada tanggal 10
expansion: Residential Strategies and Juni 2009.
Livelihoods in Caracas and its World Bank. 2000. Global Poverty Report.
periphery, Environment and World Bank. 2006. Era Baru dalam
Urbanization 2003; 15; 65 diakses Pengentasan Kemiskinan di Indonesia
melalui http://eau.sagepub.com pada diakses melalui
tanggal 19 April 2009. http://sofian.staff.ugm.ac.id/artikel/
Mc. Gee, TG. 1971. The Urbanization Process
in the Third World. London : G. Bells
and Sons
Mc Gee, T.G. 1995. Metrofitting the Emerging
Mega-Urban Regions of ASEAN : An
Overview dalam The Mega-Urban
Regions of Southeast Asia.Vancouver:
UBC Press, pp. 1-26.
Nugroho dan Dahuri. 2002. Pembangunan
Wilayah-Perspektif Ekonomi, Sosial dan
Lingkungan. Jakarta : LP3ES.
Sahdan, Gregorius. 2005. Menanggulangi
Kemiskinan Desa dalam jurnal Ekonomi
Rakyat diakses melalui
http://www.ekonomirakyat.org/edisi_22
/artikel_6.htm pada tanggal 25 April
2007.
Singarimbun, Masri. 1995. Metode Penelitian
Survei. Jakarta : LP3S.
Sugiyono, 2009, Metode Penelitian
Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif dan R&D, Bandung, Alfabeta.
Sumodiningrat, Gunawan. 1989. Poverty in
Indonesia: concepts, fact and policy
alleviation, paper presented at
Indonesias New Order: Past, Present,
Future, 4-8 December 1989 (Canberra,
the Australian National University).
Sumarto Sudarno, Asep Surhayadi dan Alex
Arfianto. 2004. Governance and
Poverty Reduction : Evidence from
Newly Desentralized Indonesia.
SMERU Working Paper.
Hadi, Sutrisno, 2000, Metodologi Research,
Jilid II, Andi Offset, Yogyakarta.
Usman, Husaini dan Purnomo Setiady. 2006.
Pengantar Statistika. Yogyakarta :
Bumi Aksara. Walpole, Ronald. 1993.

Você também pode gostar