Você está na página 1de 19

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Yang Maha Kuasa, atas rahmat dan karunia

yang telah diberikan, kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan

mudah untuk dipahami.

Makalah ini dibuat untuk mengidentifikasi perihal dalam pemikiran

kalam modern oleh Muhammad Abduh, Ahmad Khan, dan Iqbal. Hal tersbeut dapat

memengaruhi beberapa keyakinan seseorang, karena ini berhubungan dengan ilmu

kalam. Semoga dengan pembuatan makalah ini, masyarakat mengetahui tentang

bagaimana berbagai macam pemikiran kalam yang ada.

Kami sebagai Tim Penulis berharap, makalah ini dapat memberikan

kontribusi positif dan bermakna bagi para pembaca. Dari lubuk hati yang paling

dalam, kami sangat menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh

sebab itu, saran dan kritik yang membangun sangat kami harapkan. Kami ucapkan

terima kasih kepada orang-orang yang talah mendukung kami dalam pembuatan

makalah ini.

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................. 1

DAFTAR ISI ................................................................................................................. 2

Bab 1 PENDAHULUAN .......................................................................................... 3

Bab 2 PEMBAHASAN ............................................................................................ 5

2.1 Pemikiran Modern Menurut Muhammad Abduh ........................................... 5

2.1.1 Riwayat Singkat Syekh Muhammad Abduh ........................................... 5

2.1.2 Pemikiran Kalam Sayyid Ahmad Khan ................................................ 12

2.2 Pemikiran Modern Menurut Muhammad Iqbal ............................................ 13

2.2.1 Riwayat Hidup Muhammad Iqbal ......................................................... 13

2.2.2 Pemikiran Kalam Muhammad Iqbal ..................................................... 14

Bab 3 PENUTUP .................................................................................................... 18

3.1 Kesimpulan ................................................................................................... 18

3.2 Saran ............................................................................................................. 18

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 19

2
Bab 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam Islam, terdapat beberapa ilmu yang saling berhubungan, antara lain:

tasawuf, ilmu kalam/ teologi, tauhid, filsafat, dan lain sebagainya. Salah satunya

ilmu kalam/ teologi Islam, ilmu ini termasuk rumpun ilmu ushuluddin (dasar-dasar

atau sumber-sumber pokok agama). Ilmu kalam ini sangat penting untuk dipelajari,

apalagi sebagai dasar sebuah kepercayaan, untuk menguatkan keimanan seseorang

tentang agama Islam. Begitu sentralnya kedudukan ilmu kalam dalam Islam,

sehingga ia menawari, mengarahkan sampai batas-batas tertentu "mendominasi"

arah, corak, muatan materi dan metodologi kajian-kajian keislaman yang lain,

seperti fikih, (al-ahwal al-syakhsyiyah, perbandingan mazdhab, jinayah-siyasah),

ushul fiqh, filsafah (Islam), ulum al-tafsir, ulum al-hadist, teori dan praktik dakwah

dan pendidikan Islam, bahkan sampai merembet pada persoalan-persoalan yang

terkait dengan pemikiran ekonomi dan politik Islam.

Sering kali dijumpai bahwa umat Islam, baik sebagai individu ataupun

sebagai kelompok, mengalami kesulitan keagamaan untuk mempersiapkan dirinya

menghadapi berbagai macam permasalahan yang ada, karena belum mempunyai

sebuah dasar tentang ketuhanan yang benar, jadi sering tergoda dalam tipu daya dan

tipu muslihat dunia yang hanya sementara dan yang menjerumuskan ke lobang

kegelapan. Bangunan keilmuan kalam klasik rupanya tidak cukup kokoh

menyediakan seperangkat teori dan metodologi yang banyak menjelaskan

bagaiamana seorang agamawan yang baik harus berhadapan, bergaul, bersentuhan,

berhubungan dengan penganut agama-agama yang lain dalam alam praksis sosial,

budaya, ekonomi, dan politik.

Maka dari itu, terdapat agamawan-agamawan modern yang muncul untuk

lebih menyempurnakan agamawan klasik. Mereka memiliki pemikiran-pemikiran

3
yang lebih cocok di masa yang lebih modern ini, jadi mereka bisa mengambil ilmu

dari agamawan klasik, kemudian mengolah dan mempelajarinya agar sesuai untuk

diterapkan dalam kehidupan di masa yang modern. Jadi, menyesuaikan terhadap

lingkungan yang ada sekarang.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana pemikiran modern menurut Muhammad Abduh?

2. Bagaimana pemikiran modern menurut Ahmad Khan?

3. Bagaimana pemikiran modern menurut Muhammad Iqbal?

1.3 Tujuan Masalah

1. Untuk mengetahui pemikiran modern menurut Muhammad Abduh.

2. Untuk mengetahui pemikiran modern menurut Ahmad Khan.

3. Untuk mengetahui pemikiran modern menurut Muhammad Iqbal.

4
Bab 2
PEMBAHASAN

2.1 Pemikiran Modern Menurut Muhammad Abduh


2.1.1 Riwayat Singkat Syekh Muhammad Abduh
Syekh Muhammad Abduh, nama lengkapnya Muhammad bin Abduh bin

Hasan Khairullah. Beliau lahir di desa Mahallat Nashr kabupaten Al-Buhairah

(Mesir) pada tahun 1849 M. Beliau bukan berasal dari keturunan yang kaya dan

bukan pula keturunan bangsawan. Namun demikian, ayah beliau di kenal sebagai

orang terhormat yang suka memberi pertolongan.

Mula-mula Abduh dikirim ayahnya ke Mesjid Al-Ahmadi Tanta

,belakangan tempat ini menjadi pusat kebudayaan selain Al-Azhar. Namun sistem

pengajaran disana sangat menjengkelkannya sehingga setelah 2 tahun disana, beliau

memutuskan untuk kembali ke desanya dan bertani seperti saudara-saudara serta

kerabatnya. Ketika kembali ke desa, beliau dikawinkan. Pada saat itu beliau

berumur 16 tahun, semula beliau bersikeras untuk tidak melanjutkan studinya, tetapi

beliau kembali belajar atas dorongan pamannya, Syekh Darwish, yang banyak

mempengaruhi kehidupan Abduh sebelum bertemu dengan Jamaluddin Al-Afghani.

Atas jasanya itu, Abduh berkata Ia telah membebaskan ku dari penjara

kebodohan (the prison of ignorance) dan membimbing ku menuju ilmu pengetahuan

Setelah menyelesaikan studinya di bawah bimbingan pamannya, Abduh

melanjutkan studi di Al-Azhar pada bulan Februari 1866. Tahun 1871, Jamaluddin

Al-Afghani tiba di Mesir. Ketika itu Abduh masih menjadi mahasiswa Al-Azhar

menyambut kedatangannya. Beliau selalu menghadiri pertemuan-pertemuan

ilmiahnya dan beliau pun menjadi murid kesayangan Al-Afghani. Al-Afghani

pulalah yang mendorong Abduh aktif menulis dalam bidang sosial dan politik.

Artikel-artikel pembaharuanya banyak dimuat pada surat kabar Al-Ahram di Kairo.

5
Setelah menyelesaikan studinya di Al-Azhar pada tahun 1877 dengan

gelar Alim, Abduh mulai mengajar di Al-Azhar, di Dar Al-Ulum dan di rumahnya

sendiri. Ketika Al-Afghani di usir dari Mesir pada tahun 1879 karena di tuduh

mengadakan gerakan perlawanan terhadap Khedewi Taufiq, Abduh juga di tuduh

ikut campur didalamnya. Ia di buang ke luar dari kota Kairo. Namun, pada tahun

1880, ia diperbolehkan kembali ke ibukota, kemudian diangkat menjadi redaktur

surat kabar resmi pemerintahan Mesir Al-WaqaI Al-Mishriyyah.

Pada waktu itu kesadaran nasional Mesir mulai tampak dan di bawah

pimpinan Abduh, surat kabar resmi itu memuat artikel-artikel tentang urgenitas

nasional Mesir, di samping berita-berita resmi.

Setelah revolusi Urabi 1882 (yang berakhir dengan kegagalan), Abduh,

ketika itu masih memimpin surat kabar Al-waqai, dituduh terlibat dalam revolusi

besar tersebut sehingga pemerintah Mesir memutuskan untuk mengasingkannya

selama tiga tahun dengan memberikan hak kepadanya untuk memilih tempat

pengasingannya, dan Abduh memilih Suriah. Di Negeri ini, beliau menetap selama

setahun. Kemudian beliau menyusul gurunya Al-Afghani yang ketika itu berada di

Paris. Di sana mereka menerbitkan majalah al-Urwah al-Wusqa) pada tahun 1884.

Karya-karyanya yang di buat di surat kabar banyak menghendaki kebebasan

berfikir dan modern. Pendapatnya mulai mengarah juga kepada para fukaha yang

masih memperselihkan masalah furuiyyah. Yang bertujuan mendirikan Pan-Islam

menentang penjajahan Barat, khususnya Inggris. Tahun 1885, Abduh diutus oleh

surat kabar tersebut ke Inggris untuk menemui tokoh-tokoh Negara itu yang

bersimpati kepada rakyat Mesir. Tahun 1899, Abduh diangkat menjadi Mufti Mesir.

Kedudukan tinggi itu dipegangnya sampai beliau menginggal dunia pada tahun

1905 M.

2.1.2 Pemikiran-Pemikiran Kalam Muhammad Abduh

a. Kedudukan Akal dan Fungsi Wahyu

6
Ada dua persoalan pokok yang menjadi fokus utama pemikiran Abduh,

sebagai mana diakuinya sendiri, yaitu:

Membebaskan akal pikiran dari belenggu-belenggu taqlid yang menghambat

perkembangan pengetahuan agama sebagaimana haknya salaf al-ummah (ulama

sebelum abad ke-3 Hijriah), sebelum timbulnya perpecahan; yakni memahami

langsung dari sumber pokoknya, Al-Quran.

Memperbaiki gaya bahasa Arab, baik yang digunakan dalam percakapan resmi

di kantor-kantor pemerintah maupun dalam tulisan-tulisan di media massa.

Dua persoalan pokok itu muncul ketika beliau meratapi perkembangan umat

Islam pada masanya. Sebagaimana di jelaskan Sayyid Qutub, kondisi umat Islam

saat itu dapat di gambarkan sebagai suatu masyarakat yang beku, kaku; menutup

rapat-rapat pintu ijtihad; mengabaikan peranan akal dalam memahami syariat Allah

atau meng-istinbat-kan hukum-hukum, karena mereka telah merasa cukup dengan

hasil karya para pendahulunya yang juga hidup dalam masa kebekuan akal (jumud)

serta yang berdasarkan khurafat-khurafat.

Atas dasar kedua fokus fikirannya itu, Muhammad Abduh memberikan

peranan yang sangat besar kepada akal. Menurut Abduh, akal dapat mengetahui hal-

hal berikut :

Tuhan dan sifat-sifat-Nya;

Keberadaan hidup di akhirat;

Kebahagiaan jiwa di akhirat bergantung pada upaya mengenal Tuhan dan

berbuat baik, sedangkan kesengsaraannya bergantung pada sikap tidak mengenal

Tuhan dan melakukan perbuatan jahat;

Kewajiban manusia mengenal Tuhan;

Kewajiban manusia untuk berbuat baik dan menjauhi perbuatan jahat

untuk kebahagiaan di akhirat;

Hukum-hukum mengenai kewajiban-kewajiban itu.

7
Abduh berpendapat bahwa antara akal dan wahyu tidak ada pertentangan, keduanya

dapat disesuaikan. Kalau antara wahyu dan akal bertentang maka ada dua

kemungkinan .

Wahyu sudah diubah sehingga sudah tidak sesuai dengan akal;

Kesalahan dalam menggunakan penalaran.

Pemikiran semacam ini sangat dibutuhkan untuk menjelaskan bahwa islam adalah

agama yang umatnya bebas berfikir secara rasional sehingga mendapatkan ilmu

pengetahuan dan teori-teori ilmiah untuk kepentingan hidupnya, sebagaimana yang

telah dimiliki oleh bangsa barat saat itu, dimana dengan ilmu pengetahuan mereka

menjadi kreatif, dinamis dalam hidupnya.

Dengan memperhatikan pandangan Muhammad Abduh tentang peranan

akal diatas, dan dapat di ketahui pula sebagaimana fungsi wahyu baginya. Baginya,

wahyu adalah penolong (al-muin). Kata ini ia pergunakan untuk menjelaskan

fungsi wahyu bagi akal manusia. Wahyu, katanya menolong akal untuk mengetahui

sifat dan keadaan kehidupan alam akhirat, mengatur kehidupan masyarakat atas

dasar prinsip-prinsip umum yang dibawanya, menyempurnakan pengetahuan akal

tentang Tuhan dan sifat-sifat-Nya dan mengetahui cara beribadah serta berterima

kasih kepada Tuhan. Dengan demikian, wahyu bagi Abduh berfungsi sebagai

konfirmasi, yaitu untuk menguatkan dan menyempurnakan pengetahuan akal dan

informasi.

b. Kebebasan Manusia dan Fatalisme

Bagi Abduh, di samping mempunyai daya pikir, manusia juga mempunyai

kebebasan memilih, yang merupakan sifat dasar alami yang ada dalam diri manusia.

Kalau sifat dasar ini di hilangkan dari dirinya , ia bukan manusia lagi, tetapi makhluk

lain. Manusia dengan akalnya mampu mempertimbangkan akibat perbuatan yang

dilakukannya, kemudian mengambil keputusan dengan kemauannya sendiri, dan

selanjutnya mewujudkan perbuatannya itu dengan daya yang ada dalam dirinya.

8
c. Sifat-sifat Tuhan

Dalam risalah, ia menyebut sifat-sifat Tuhan. Adapun mengenai masalah

apakah sifat itu termasuk esensi Tuhan atau yang lain? Ia menjelaskan bahwa hal itu

terletak diluar kemampuan manusia. Dengan demikian Nasution melihat bahwa

Abduh cenderung kepada pendapat bahwa sifat termasuk esensi Tuhan walaupun

tidak secara tegas mengatakannya.

d. Kehendak Mutlah Tuhan

Karena yakin akan kebebasan dan kemampuan manusia, Abduh melihat

bahwa Tuhan tidak bersifat mutlak. Tuhan telah membatasi kehendak mutlak-Nya

dengan member kebebasan dan kesanggupan kepada manusia dalam mewujudkan

perbuatan-perbuatanya.

Kehendak mutlak Tuhan pun dibatasi oleh sunnahtullah secara umum. Ia

tidak mungkin menyimpang dari sunnahtullah yang telah ditetapkannya. Di

dalamnya terkandung arti bahwa tuhan dengan kemauan-Nya sendiri telah telah

membatasi kehendak-Nya dengan sunnahtullah yang diciptakan-Nya untuk

mengatur alam ini.

e. Keadilan Tuhan

Karena memberikan daya besar kepada akal dan kebebasan manusia, Abduh

mempunyai kecenderungan untuk memahami dan meninjau alam ini bukan hanya

dari segi kehendak mutlat Tuhan, tetapi juga dari segi pandangan dan kepentingan

manusia. Ia berpendapat bahwa alam ini diciptakan untuk kepentingan manusia dan

tidak satupun ciptaan Tuhan yang tidak membawa mamfaat bagi manusia.

f. Antropomorfisme

Karena Tuhan termasuk dalam alam rohani, rasio tidak dapat menerima

faham bahwa Tuhan mempunyai sifat-sifat jasmani. Abduh, yang memberi

kekuatan besar pada akal, berpendapat bahwa tidak mungkin esensi dan sifat-sifat

Tuhan mengambil bentuk tubuh atau roh makhluk di alam ini. Kata-kata wajah,

9
tangan, duduk dan sebagainya mesti difahami sesuai dengan pengertian yang

diberikan orang Arab kepadanya.

g. Melihat Tuhan

Muhammad Abduh tidak menjelaskan pendapatnya apakah Tuhan yang

bersifat rohani itu dapat dilihat oleh manusia dengan mata kepalanya di hari

perhitungan kelak? Ia hanya menyebutkan bahwa orang yang pecaya

pada tanzih (keyakinan bahwa tidak ada satu pun dari makhluk yang menyerupai

Tuhan) sepakat menyatakan bahwa Tuhan tak dapat digambarkan ataupun

dijelaskan dengan kata-kata. Kesanggupan melihat Tuhan dianugerahkan hanya

kepada orang-orang tertentu di akhirat.

h. Perbuatan Tuhan

Karena berpendapat bahwa ada perbuatan Tuhan yang wajib, Abduh

sefaham dengan Mutazilah dalam mengatakan bahwa wajib bagi Tuhan untuk

berbuat apa yang terbaik bagi manusia.

2.2 Pemikiran Modern Menurut Ahmad Khan

2.2.1 Riwayat Singkat Sayyid Ahmad Khan

Beliau lahir di Delhi pada tahun 1817. Menurut suatu keterangan, beliau

berasal dari keturunan Husein, cucu Nabi Muhammad SAW. Melalui Ali bin Abi

Thalib dan Fatimah az Zahra. Neneknya, Sayyid Hadi, adalah pembesar istana pada

zaman Alamghir II (1754-1759). Sejak kecil, Beliau mendapat didikan tradisional

dalam pengetahuan agama. Beliau belajar bahasa Arab dan juga bahasa Persia.

Beliau rajin membaca buku dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan.

Ketika berusia delapan belas tahun, beliau bekerja pada Serikat India

Timur. Pengaruhnya beliau di Serikat India Timur khususnya di dunia Islam diakui

cukup besar. Beliau pengliham utama kebangkitan orang Islam di masa abad 19,

langsung atau tidak langsung beliau berperan dalam pengorganisasian beberapa

gerakan masa dan gerakan reformis diseluruh umat Islam. Di dalamnya termasuk

gerakan modernis dan khalifah di india, gerakan nasionalis dan modernis di Mesir,

10
gerakan persatuan dan kemajuan di Turki. Kemudian bekerja pula sebagai hakim,

tetapi pada tahun 1846 beliau kembali ke Delhi dan mempergunakan kesempatan

itu untuk belajar.

Di kota Delhi inilah beliau dapat melihat langsung peninggalan-peninggalan

kejayaan Islam dan bergaul dengan tokoh-tokoh dan pemuda muslim, seperti Nawab

Ahmad Baksh, Nawab Mustafa Khan, Hakim Mahmud Khan, dan Nawab

Aminuddin, Semasa di Delhi, beliau mulai mengarang. Karya pertamanya adalah

Asar As-Sanadid, pada tahun 1855 beliau pindah ke Bijnore. Di tempat ini, beliau

tetap mengarang buku-buku penting Islam di India. Pada tahun 1857 terjadi

pemberontakan dan kekacauan politik di Delhi yang menyebabkan timbulnya

kekerasan terhadap orang India. Ketika melihat keadaan rakyat Delhi, beliau sempat

berpikir untuk meninggalkan India menuju Mesir, tetapi beliau sadar bahwa beliau

harus memperjuangkan umat Islam India agar menjadi maju. Beliau berusaha

mencegah terjadinya kekerasan dan banyak menolong orang Inggris dari

pembunuhan, hingga diberi gelar Sir, tetapi beliau menolaknya.

Pada tahun 1861 beliau mendirikan sekolah Inggris

di Maradabad dan Ghaziuruntuk parapelajar yang ingin menuntut ilmu. Pada

tahun1878 beliau mendirikan sekolah Mohammedan Anglo Oriental

College (MAOC) di Aligarh yang merupakan karyanya yang paling bersejarah dan

berpengaruh untuk memajukan umat Islam India.

Membentuk All India Muhammadan Educational Conference yang

bertujuan untuk memajukan pendidikan Islam di bidang kaum muslim. Sebagai

pemikir Islam di bidang Pendidikan, banyak karya tulis yang di hasilkannya

seperti tafsir Alquran 6 jilid,Tabyin al-Kalam 1862 tentang bible dan Asbab

Baghawat i-Hind 1858 dan Essai and the life of Muhammad 1870 (biografi Nabi

Muhammad). Hingga akhir hayatnya beliau selalu mementingkan pendidikan umat

Islam India dan meninggal dunia pada tahun 1989.

11
2.1.2 Pemikiran Kalam Sayyid Ahmad Khan
Beliau mempunyai kesamaan pemikiran dengan Muhammad Abduh di

Mesir, setelah Abduh berpisah dengan Jamaluddin Al-Afghani dan kembali dari

pengasingan. Hal ini dapat dilihat dari beberapa ide yang dikemukakannya, terutama

tentang akal yang mendapat penghargaan tinggi dalam pandangannya. Meskipun

demikian, sebagai penganut ajaran Islam yang taat dan pecaya akan kebenaran

wahyu, beliau berpendapat bahwa akal bukanlah segalanya dan kekuatan akal pun

terbatas.

Keyakinan kekuatan dan kebebasan akal menjadikan beliau percaya bahwa

manusia bebas untuk menentukan kehendak dan melakukan perbuatan. Ini berarti

bahwa beliau mempunyai faham yang sama dengan faham Qadariyah. Menurutnya,

beliau telah dianugerahi Tuhan berbagai macam daya, diantaranya adalah daya

berfikir berupa akal, dan daya fisik untuk merealisasikan kehendaknya. Karena

kuatnya kepercayaan terhadap hokum alam dan kerasnya mempertahankan konsep

hokum alam, beliau dianggap kafir oleh sebagian umat Islam. Bahkan ketika datang

ke India pada tahun 1869, Jamaluddin Al-Afghani menerima keluhan itu. Sebagai

tanggapan atas tuduhan tersebut, Jamaluddin mengarang sebuah buku yang

berjudul Ar-Radd Ad-Dahriyah (Jawaban Bagi Kaum Materialis).

Sejalan dengan faham Qadariyah yang dianutnya, ia menentang keras

fahamtaklid. Beliau berpendapat bahwa umat Islam India mundur karena mereka

tidak mengikuti perkembangan zaman. Selanjutnya beliau mengemukakan bahwa

Tuhan telah menentukan tabiat atau nature (sunnatullah) bagi setiap makhluk-Nya

yang tetap dan tidak pernah berubah, Menurut beliau, Islam agama yang paling

sesuai dengan hokum alam, karena hukum alam adalah ciptaan Tuhan dan Al-

Quran adalah firman-Nya maka sudah tentu keduanya seiring sejalan dan tidak ada

pertentangan.

Sejalan dengan keyakinan tentang kekuatan akal dan hokum alam, beliau

tidak mau pemikirannya tergantung otoritis Hadist dan Fiqh. Segala sesuatu

12
diukurnya dengan kritis rasional. Beliau pun menolak semua yang bertentangan

dengan logika dan hokum alam. Beliau hanya mau mengambil Al-Quran sebagai

pedoman bagi Islam, sedangkan yang lain hanya bersifat membantu dan kurang

begitu penting. Alasan penolakan beliau terhadap Hadist adalah karena Hadist berisi

moralitas sosial dari masyarakat Islam pada abad pertama atau kedua sewaktu hadist

tersebut dikumpulkan. Sedangkan hokum Fiqh, menurut beliau adalah berisi

moralitas masyarakat berikutnya sampai saat timbulnya mazhab-mazhab. Beliau

menolak taklid dan membawa Al-Quran untuk menguraikan relevansinya dengan

masyarakat baru pada zaman itu.

Sebagai konsekuensi dari penolakannya terhadap taklid, beliau memandang

perlu diadakannya ijtihad-ijtihad baru untuk menyesuaikan pelaksanaan ajaran-

ajaran Islam dengan situasi dan kondisi masyarakat yang senantiasa mengalami

perubahan.

2.2 Pemikiran Modern Menurut Muhammad Iqbal


2.2.1 Riwayat Hidup Muhammad Iqbal
Muhammad Iqbal lahir di Sialkot pada tahun 1873. Beliau berasal dari

keluarga kasta Brahmana Khasmir. Ayahnya bernama Nur Muhammad yang

terkenal saleh. Guru pertama beliau adalah ayahnya sendiri kemudian beliau

dimasukkan ke sebuah maktabuntuk mempelajari Al-Quran.

Setelah itu, beliau dimasukkan Scottish Mission School. Di bawah

bimbingan Mir Hasan, beliau diberi pelajaran agama, bahasa Arab, dan bahasa

Persia. Setelah menyelesaikan sekolahnya di Sialkot, belaiu pergi ke Lahore, sebuah

kota besar di India untuk melanjutkan belajarnya di Government College, Di situ ia

bertemu dengan Thomas Arnold, seorang orientalis yang menjadi guru besar dalam

bidang filsafat pada universitas tersebut.

Ketika belajar di kota India, Beliau menawarkan beberapa konsep pemikiran

seperti, perlunya pengembangan ijtihad dan dinamisme Islam. Pemikiran ini muncul

13
sebagai bentuk ketidak sepakatnya terhadap perkembangan dunia Islam hampir

enam abad terakhir. Posisi umat Islam mengalami kemunduran. Pada perkembangan

Islam pada abad enam terakhir, umat islam bearada dalam lingkungan kejumudan

yang disebabkan kehancuran Baghdad sebagai simbol peradaban ilmu pengetahuan

dan agama pada pertengahan abad 13.

Dua tahun kemudian beliau pindak ke Munich, Jerman. Di Universitas ini,

beliau memperoleh gelar Ph. D dalam tasawuf dengan disertasinya yang

berjudul The Development of Metaphysics in Persia (Perkembangan Metafisika di

Persia).

Beliau tinggal di Eropa kurang lebih selama tiga tahun. Sekembalinya dari

Munich, beliau menjadi advokat dan juga sebagai dosen. Buku yang berjudul The

Recontruction of Religius Thought in Islam adalah kumpulan dari ceramah-

ceramahnya sejak tahun 1982 dan merupakan karyanya terbesar dalam bidang

filsafat.

Pada tahun 1930, beliau memasuki bidang politik dan menjadi ketua

konferensi tahunan Liga Muslim di Allahabad, kemudian pada tahun 1931 dan tahun

1932, beliau ikut dalam Konferensi Meja Bundar di London yang membahas

konstitusi baru bagi India. Pada bulan Oktober tahun 1933, beliau di undang ke

Afganistan untuk membicarakan pembentukan Universitas Kabul. Pada tahun 1935,

beliau jatuh sakit dan bertambah parah setelah istrinya meninggal dunia pada tahun

itu pula, dan beliau meninggal pada tanggal 20 April 1935.

2.2.2 Pemikiran Kalam Muhammad Iqbal


Islam dalam pandangan beliau menolak konsep lama yang menyatakan

bahwa alam bersifat statis. Islam, katanya, mempertahankan konsep dinamis dan

mengakui adanya gerak perubahan dalam kehidupan sosial manusia.

14
Oleh karena itu, manusia dengan kemampuan khudi-nya harus menciptakan

perubahan. Besarnya penghargaan beliau terhadap gerak dan perubahan ini

membawa pemahaman yang dinamis tentang Al-Quran dan hokum Islam. Tujuan

diturunnya Al-Quran, menurut beliau adalah membangkitkan kesadaran manusia

sehingga mampu menerjemahkan dan menjabarkan nas-nas Al-Quran yang masih

global dalam realita kehidupan dengan kemampuan nalar manusia dan dinamika

manusia yang selalu berubah. Inilah yang dalam rumusan fiqh disebut ijtihad yang

oleh beliau disebutnya sebagai prinsip gerak dalam struktur Islam.

Oleh karena itu, untuk mengembalikan semangat dinamika Islam dan

membuang kekakuan serta kejumudan hokum Islam, ijtihad harus dialihkan menjadi

ijtihad kolektif. Menurut beliau, peralihan kekuasaan ijtihat individu yang mewakili

mazhab tertentu kepada lembaga legislative Islam adalah satu-satunya bentuk yang

paling tepat untuk menggerakkan spirit dalam sistem hokum Islam yang selama ini

hilang dari umat Islam dan menyerukan kepada kaum muslimin agar menerima dan

mengembangkan lebih lanjut hasil-hasil realisme tersebut.

Sebagaimana pandangan mayoritas ulama, beliau membagi kualifikasi

ijtihat kedalam tiga tingkatan, yaitu :

Otoritas penuh dalam menentukan perundang-undangan yang secara praktis

hanya terbatas pada pendiri madzhab-madzhab saja;

Otoritas relatif yang hanya dilakukan dalam batas-batas tertentu dari satu

madzhab;

Otoritas khusus yang berhubungan dengan penetapan hokum dalam kasus kasus

tertentu dengan tidak terikat pada ketentuan-ketentuan pendiri madzhab.

a. Hakikat Teologi

Secara umum beliau melihat teologi sebagai ilmu yang berdemensi

keimanan, mendasarkan pada esensi tauhid (universal dan inklusivistik).

Didalamnya terdapat jiwa yang bergerak berupa persamaan, kesetiakawanan dan

15
kebebasmerdekaan. Pandangannya tentang ontology teologi membuatnya berhasil

melihat anomali (penyimpanan) yang melekat pada literatur ilmu kalam klasik.

b. Pembuktian Tuhan

Dalam membuktikan eksistensi Tuhan, beliau menolak

argumen kosmologis maupun ontologis. Beliau juga menolak

argumen teleologis yang berusaha membuktikan eksistensi Tuhan yang mengatur

ciptaan-Nya dari sebelah luar. Walaupun demikian, beliau menerima

landasan teleologis yang imamen (tetap ada). Untuk menopang hal ini, beliau

menolak pandangan yang statis tentang matter serta menerima pandangan

Whitehead tentangnya sebagai struktur kejadian dalam aliran dinamis yang tidak

berhenti. Karakter nyata konsep tersebut ditemukan beliau dalam jangka waktu

murni-nya Bergson, yang tidak terjangkau oleh serial waktu. Dalam jangka waktu

murni, ada perubahan, tetapi tidak ada suksesi (penggantian).

c. Jati diri manusia

Faham dinamisme beliau berpengaruh besar terhadap jati diri manusia.

Penelusuran terhadap pendapatnya tentang persoalan ini dapat dilihat dari

konsepnya tentang ego, ide sentral dalam pemikiran filosofisnya. Kata itu diartikan

dengan kepribadian. Manusia hidup untuk mengetahui kepribadiannya serta

menguatkan dan mengembangkan bakat-bakatnya, bukan sebaliknya, yakni

melemahkan pribadinya, seperti yang dilakukan oleh para sufi yang menundukkan

jiwa sehingga fana dengan Allah.

d. Dosa

Beliau secara tegas menyatakan dalam seluruh kualitasnya bahwa Al-

Quran menampilkan ajaran tentang kebebasan ego manusia yang bersifat kreatif.

Dalam hubungan ini, beliau mengembangkan cerita tentang kejatuhan Adam

(karena memakan buah terlarang) sebagai kisah yang berisi pelajaran tentang

kebangkitan manusia dari kondisi primitive yang di kuasai hawa nafsu naluriah

kepada pemilikan kepribadian bebas yang diperolehnya secara sadar, sehingga

16
mampu mengatasi kebimbangan dan kecenderungan untuk membangkang dan

timbulnya ego terbatas yang memiliki kemampuan untuk memiliki.

e. Surga dan Neraka

Surga dan Neraka, kata beliau adalah keadaan, bukan tempat. Gambaran-

gambaran tentang keduanya di dalam Al-Quran adalah penampilan-penampilan

kenyataan batin secara visual, yaitu sifatnya. Neraka, menurut rumusan Al-Quran

adalah api Allah yang menyala-nyala dan yang membumbung ke atas hati,

pernyataan yang menyakitkan mengenai kegagalan manusia. Surga adalah

kegembiraan karena mendapatkan kemenangan dalam mengatasi berbagai gorongan

yang menuju kepada perpecahan.

17
Bab 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Menurut dari ketiga agamawan di atas, seperti Muhammad Abduh, Ahmad

Khan, dan Muhammad Iqbal. Mereka sama-sama tidak mengakui adanya taklid, dan

mereka lebih suka berijtihad serta menjadikan Al-quran sebagai sumber hukum

paling utama, dan yang lainnya ada cuma untuk membantu saja termasuk hadits.

Setiap dari mereka mempunyai pemikiran sendiri-sendiri, namun ada beberapa

pemikiran mereka saling berhubungan dan sama, hanya terdapat sedikit perbedaan.

Pemikiran-pemikiran agamawan modern seperti Muhammad Abduh, Ahmad Khan,

dan Muhammad Iqbal berbeda dengan agamawan klasik.

3.2 Saran
Dalam memelajari konsep ilmu kalam/ teologisebaiknya berhati-hati, jangan

sampai saat mempelajarinya nanti dapat merubah konsep Islam Anda yang

sebenarnya. Karena terdapat banyak pemikiran-pemikiran ilmu kalam mulai zaman

klasik sampai modern dan tidak semuanya sesuai dengan syariat Islam.

18
DAFTAR PUSTAKA

Abdur Razak dan Rosihan Anwar, Ilmu Kalam, (Bandung: Puskata Setia, 2006),

hal. 212

Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam Sejarah Pemikiran Dan Gerakan.(

Jakarta: PT Bulan Bintang, 1990). Hal. 190

Ridwan, A.H. Reformasi Intelektual Islam,Yohyakarta: Ittaqa Press, 1998

19

Você também pode gostar