Você está na página 1de 70

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Berdasarkan UU No.20 Tahun 2003 (Sisdiknas, pasal 3), pendidikan

nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta

peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan

bangsa serta mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia

yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,

sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang
1
demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mencapai tujuan yang

diinginkan tersebut, maka dalam lembaga pendidikan formal yaitu sekolah,

keberhasilan pendidikan ditentukan oleh keberhasilan pelaksanaan kegiatan

belajar mengajar, yakni keterpaduan antara kegiatan guru dengan kegiatan

siswa.

Bagaimana siswa belajar banyak ditentukan oleh bagaimana guru

mengajar. Salah satu usaha untuk mengoptimalkan pembelajaran adalah

dengan memperbaiki pengajaran yang banyak dipengaruhi oleh guru, karena

pengajaran adalah suatu sistem, maka perbaikannya pun harus mencakup

keseluruhan komponen dalam sistem pengajaran tersebut. Komponen-

komponen yang terpenting adalah tujuan, materi, evaluasi. Proses belajar

1
E. Mulyasa, Standar Kompetensi Sertifikasi Guru, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007), Cet
Ke-1, h-4

1
mengajar pada dasarnya merupakan suatu pola interaksi antara siswadengan

pendidik. Seorang siswa dikatakan belajar apabila dapat mengetahui sesuatu

yang dipahami sebelumnya, dapat melakukan atau menggunakan sesuatu

yang sebelumnya tidak dapat digunakannya termasuk sikap tertentu yang

mereka miliki.

Sebaliknya seorang guru yang dikatakan telah mengajar apabila dia

telah membantu siswa untuk memperoleh perubahan yang dikehendaki. Guru

sebagai fasilitator dalam proses belajar mengajar yang bertugas menciptakan

situasi dan kondisi yang memungkinkan terjadinya proses belajar mengajar

yang lebih efektif dan efisien. Sebelum mengajar, guru harus merencanakan

kegiatan pengajaran secara sistematis, sehingga dapat terampil dalam proses

belajar mengajar. Salah satu unsur penting dari proses kependidikan adalah

pendidik. Di pundak pendidik terdapat tanggung jawab yang amat besar

dalam upaya mengantarkan siswa ke arah tujuan pendidikan yang dicita-

citakan. Hal ini disebabkan karena pendidikan merupakan culture transition

yang bersifat dinamis ke arah suatu perubahan secara kontinyu, sabagai

sarana vital bagi membangun kebudayaan dan peradaban umat manusia.

Dalam hal ini, pendidik bertanggung jawab memenuhi kebutuhan peserta

didik, baik spiritual, intelektual, moral estetika maupun kebutuhan fisik

peserta didik.2

Dalam kehidupan sekolah sering dijumpai guru-guru yang dapat

dikatakan kurang berhasil dalam mengajar. Indikator belum berhasilnya guru

2
Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), h. 41.

2
adalah hasil belajar yang rendah, tidak sesuai dengan standar atau batas

ukuran yang ditentukan. Kegagalan guru ini mungkin bukan hanya kurang

menguasai materi bidang studinya, tetapi karena mereka tidak tahu atau

belum mampu mengelola kelas. Untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas

kegiatan belajar mengajar yang dilakukan oleh guru, maka guru harus

memiliki dan menguasai perencanaan kegiatan belajar mengajar,

melaksanakan kegiatan yang direncanakan dan melakukan penilaian terhadap

hasil dari proses belajar mengajar. Kemampuan guru dalam merencanakan

dan melaksanakan proses pembelajaran merupakan faktor utama dalam

mencapai tujuan pengajaran.

Pendidikan adalah proses dengan mana semua kemampuan (bakat dan

kemampuan yang diperoleh) yang dapat dipengaruhi oleh pembiasaan yang

baik melalui sarana yang secara artistik dibuat dan dipakai oleh siapapun

untuk membantu orang lain atau dirinya sendiri mencapai tujuan yang

ditetapkan yaitu kebiasaan yang baik. Pendidikan adalah upaya sadar yang

dilakukan secara individual atau kolektif dalam rangka menyiapkan anak

didik menuju kesempurnaan hidup yang dapat membahagiakan dirinya

maupun orang lain melalui proses bimbingan, arahan, dan penanaman nilai-

nilai yang mencakup segala aspek baik intektual, spiritual, maupun moralitas.

Ketentuan beragama dan bermoral ditentukan pula oleh pendidikan yang

dianutnya. Menurut Al-Quran kewajiban melaksanakan pendidikan:

3



Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu
dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya
malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap
apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa
yang diperintahkan. (QS At-Tahriim: 6) 3

Pembelajaran sebagai suatu sistem merupakan seperangkat komponen

saling bergantungan dan saling mempengaruhi satu sama lain untuk mencapai

tujuan. Untuk tercapainya tujuan pembelajaran guru harus dapat

mengorganisasikan komponen-komponen pembelajaran dengan baik secara

efektif dan efisien. Karenanya guru harus dapat merumuskan tujuan

pembelajaran yang hendak dicapai, memilih metode alat dan sumber belajar

yang akan digunakan serta menetapkan langkah-langkah dan prosedur atau

skenario pembelajaran.4

Kegiatan belajar mengajar tidak terlepas dari masalah, problem yang

dihadapi dalam proses belajar mengajar kecenderungan para siswa yang

kurang semangat, begitu pula dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam

yaitu kurangnya minat siswa untuk mengikuti pembelajaran Pendidikan

Agama Islam. Sama halnya yang dialami pada siswa kelas VII di MTs Nurul

Huda Yadin Neroktog Pinang Tangerang, permasalahan tersebut

kemungkinan besar dikarenakan metode yang digunakan oleh guru kurang

variatif. Agar pembelajaran Pendidikan Agama Islam ini bisa maksimal dan

diminati oleh siswa maka pelaksanaan pembelajaran haruslah

3
Chatibul Umam, Quran Hadist, (Kudus: Menara Kudus, 2010), h. 73
4
H.E. Syarifudin dkkStrategi Belajar Mengajar (Jakarta: Diadet Media 2010) Cet. Ke-1 h. 5

4
menyenangkan. Untuk itu para guru harus mampu membangkitkan semangat

siswa dan menjadikan siswa merasa mengalami sendiri apa yang disampaikan

oleh guru sehingga siswa merasa tertantang untuk menggali pengalamanya.

Dengan demikian diharapkan setiap siswa akan merasa senang mengikuti

pelajaran Pendidikan Agama Islam.

Strategi pembelajaran dengan menggunakan metode Inquiry yang

mensyaratkan keterlibatan aktif siswa terbukti dapat meningkatkan hasil

belajar dan sikap anak. 5 Dalam makalahnya Haury menyatakan bahwa

metode inquiry membantu perkembangan antara lain scientific literacy dan

pemahaman proses-proses ilmiah, pengetahuan vocabulary dan pemahaman

konsep, berpikir kritis, dan bersikap positif. Dapat disebutkan bahwa metode

inquiry tidak saja meningkatkan pemahaman siswa terhadap konsep-konsep

dalam Sains saja, melainkan juga membentuk sikap keilmiahan dalam diri

siswa. Metode inquiry merupakan metode pembelajaran yang berupaya

menanamkan dasar-dasar berfikir ilmiah pada diri siswa, sehingga dalam

proses pembelajaran ini siswa lebih banyak belajar sendiri, mengembangkan

kreativitas dalam memecahkan masalah. Siswa benar-benar ditempatkan

sebagai subjek yang belajar.

Peranan guru dalam pembelajaran dengan metode inquiry adalah

sebagai pembimbing dan fasilitator. Tugas guru adalah memilih masalah yang

perlu disampaikan kepada kelas untuk dipecahkan. Namun dimungkinkan

juga bahwa masalah yang akan dipecahkan dipilih oleh siswa. Tugas guru

5
L. David Haury, Teaching Science Through Inquiry. (Columbus: ERIC, 2013)

5
selanjutnya adalah menyediakan sumber belajar bagi siswa dalam rangka

memecahkan masalah. Bimbingan dan pengawasan guru masih diperlukan,

tetapi intervensi terhadap kegiatan siswa dalam pemecahan masalah harus

dikurangi.6

Berdasarkan observasi awal dan wawancara langsung penulis pada

siswa kelas VII MTs Nurul Huda Yadin Neroktog Pinang Tangerang,

diketahui bahwa dalam kegiatan pembelajaran terlihat hasil belajar siswa

pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam sangat rendah. Kondisi ini

terlihat dari sikap siswa yang kurang perhatian pada mata pelajaran tersebut.

Hal ini disebabkan karena monotonnya metode pembelajaran yang gunakan

oleh guru dan minimnya media pembelajaran yang digunakan. Selain itu

terbatasnya jam pelajaran untuk pembelajaran Pendidikan Agama Islam juga

berpengaruh dengan hasil belajar siswa.

Dengan latar belakang di atas, maka penulis mencoba melakukan

penelitian dengan judul Pengaruh Metode Inquiry Terhadap Hasil

Belajar Pendidikan Agama Islam Siswa Kelas VII MTs Nurul Huda

Yadin Neroktog Pinang Tangerang.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka identifikasi masalah

dapat penulis kemukakan sebagai berikut:

6
Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran. (Bandung, Penerbit Alfabeta, 2009), h.15

6
1. Dalam kehidupan sekolah sering dijumpai guru-guru yang dapat

dikatakan kurang berhasil dalam mengajar. Indikator belum berhasilnya

guru adalah hasil belajar yang rendah, tidak sesuai dengan standar atau

batas ukuran yang ditentukan.

2. Kegagalan guru bukan hanya kurang menguasai materi bidang studinya,

tetapi karena mereka tidak tahu atau belum mampu mengelola kelas.

3. Untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas kegiatan belajar mengajar

yang dilakukan oleh guru, maka guru harus memiliki dan menguasai

perencanaan kegiatan belajar mengajar, melaksanakan kegiatan yang

direncanakan dan melakukan penilaian terhadap hasil dari proses belajar

mengajar.

4. Kemampuan guru dalam merencanakan dan melaksanakan proses

pembelajaran berpengaruh terhadap tujuan pengajaran.

5. Guru harus mampu membangkitkan semangat siswa dan menjadikan

siswa merasa mengalami sendiri apa yang disampaikan oleh guru

sehingga siswa merasa tertantang untuk menggali pengalamanya. Dengan

demikian diharapkan setiap siswa akan merasa senang mengikuti

pelajaran Pendidikan Agama Islam

6. Sikap siswa yang kurang perhatian terhadap pelajaran disebabkan karena

monotonnya metode pembelajaran yang gunakan oleh guru.

7. Minimnya media pembelajaran yang digunakan guru berpengaruh

terhadap hasil belajar siswa.

C. Batasan Masalah

7
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, agar

penelitian ini tidak meluas penulis hanya akan membatasi masalah pada:

1. Penerpan Metode Inquiry dalam Pendidikan Agama Islam siswa kelas VII

MTs Nurul Huda Yadin Neroktog Pinang Tangerang

2. Hasil belajar Pendidikan Agama Islam siswa kelas VII MTs Nurul Huda

Yadin Neroktog Pinang Tangerang

3. Pengaruh metode Inquiry terhadap hasil belajar Pendidikan Agama Islam

siswa kelas VII di MTs Nurul Huda Yadin Neroktog Pinang Tangerang.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah sebagaimana diuraikan di atas,

maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagimana penerpan Metode Inquiry dalam Pendidikan Agama Islam

siswa kelas VII MTs Nurul Huda Yadin Neroktog Pinang Tangerang?

2. Bagaimana hasil belajar Pendidikan Agama Islam siswa kelas VII MTs

Nurul Huda Yadin Neroktog Pinang Tangerang?

3. Apakah terdapat pengaruh metode Inquiry terhadap hasil belajar

Pendidikan Agama Islam siswa kelas VII di MTs Nurul Huda Yadin

Neroktog Pinang Tangerang?

E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian pada perumusan masalah di atas, maka tujuan

penelitian ini adalah:

8
a. Untuk mengetahui penerpan Metode Inquiry dalam Pendidikan Agama

Islam siswa kelas VII MTs Nurul Huda Yadin Neroktog Pinang

Tangerang

b. Untuk mengetahui hasil belajar Pendidikan Agama Islam siswa kelas

VII MTs Nurul Huda Yadin Neroktog Pinang Tangerang

c. Untuk mengetahui pengaruh metode Inquiry dengan hasil belajar

Pendidikan Agama Islam siswa kelas VII di MTs Nurul Huda Yadin

Neroktog Pinang Tangerang.

2. Kegunaan Penelitian

a. Secara Teoritis

Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat menambah

khasanah ilmu pengetahuan khususnya berkenaan dengan pengaruh

metode Inquiry terhadap hasil belajar Pendidikan Agama Islam .

b. Secara Praktis

1) Bagi penulis penelitian ini dapat bermanfaat untuk menambah

pengetahuan sebagai bekal dimasa yang akan datang.

2) Bagi para guru penelitian ini berguna untuk mengetahui bagaimana

pengaruh metode pembelajaran Inquiry dalam pembelajaran

Pendidikan Agama Islam terhadap hasil belajar siswa dan

pengaruhnya dalam proses mengajar.

3) Bagi para pembaca skripsi ini dapat dijadikan sebagai bahan untuk

menambah wawasan, informasi dan pengalaman.

9
4) Bagi Sekolah diharapkan dapat memberikan masukan dari hasil

penelitian ini kepada MTs Nurul Huda Yadin Neroktog Pinang

Tangerang tentang pengaruh metode pembelajaran Inquiry dalam

pembelajaran Pendidikan Agama Islam terhadap hasil belajar

siswa.

5) Bagi Program Studi, dapat dijadikan sebagai sumbangan pikiran

dalam rangka memberikan bimbingan untuk penelitian selanjutnya.

F. Sistematika Penulisan

BAB I : PENDAHULUAN

Yang terdiri dari latar belakang masalah, identifikasi masalah,

pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan

penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II : KAJIAN TEORI

Terdiri dari: pembahasan tentang teori hasil belajar, metode

pembelajaran Inquiry, kerangka berpikir, dan hipotesis penelitian.

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN

Yang terdiri dari: tempat dan waktu penelitian, metode penelitian,

populasi dan sampel penelitian, teknik pengumpulan data, teknik

analisis data dan hipotesis statistik.

10
BAB IV : HASIL PENELITIAN

Hasil penelitian yang di dalamnya menyangkut deskripsi data,

pengujian persyaratan analisis, analisis hasil penelitian dan

pembahasan hasil penelitian.

BAB V : PENUTUP

Dalam bab ini merupakan bab penutup, dalam bab ini

memaparkan berupa kesimpulan dan saran-saran. Sedangkan

bagian akhir dari skripsi ini memuat daftar pustaka, lampiran-

lampiran dan daftar riwayat hidup.

11
BAB II

KERANGKA TEORETIK, KERANGKA BERPIKIR

DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

A. Deskripsi Teori

1. Hasil Belajar

a. Pengertian Hasil Belajar

Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki

siswa setelah ia menerima pengalaman belajar. Hasil belajar merupakan

hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru.7

Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental

yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Tingkat

perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif,

afektif, dan psikomotor. Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar

merupakan saat terselesaikannya bahan pelajaran.

Evaluasi hasil belajar adalah keseluruhan kegiatan pengukuran

(pengumpulan data dan informasi), pengolahan, penafsiran dan

pertimbangan untuk membuat keputusan tentang tingkat hasil belajar

yang dicapai siswa setelah melakukan kegiatan belajar dalam upaya

mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Hasil belajar

menunjukkan pada prestasi belajar, sedangkan prestasi belajar itu

merupakan indikator adanya dan derajat perubahan tingkah laku siswa.8

7
Dimyati dan Mudjiono. Belajar dan Pembelajaran. (Jakarta: PT Asdi Mahasatya, 2006), h.250-
251
8
Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar. (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), h.159

12
Sasaran dari hasil belajar mencakup tiga ranah yaitu ranah

kognitif, afektif dan keterampilan. Kingsley dalam bukunya Nana

Sudjana membagi tiga macam hasil belajar yaitu:9

1) Ketrampilan dan kebiasaan

2) Pengetahuan dan ketrampilan

3) Sikap dan cita, yang masing-masing golongan dapat diisi dengan

bahan yang ada pada kurikulum sekolah.10

Hasil belajar juga dapat diartikan sebagai hasil yang telah

dicapai setelah dilaksanakan program kegiatan belajar mengajar di

sekolah. Hasil belajar dalam periode tertentu dapat dilihat dari nilai

raport yang secara nyata dapat dilihat dalam bentuk angka-angka.

Menurut Gagne dalam Sudjana mengungkapkan ada lima

kategori hasil belajar yaitu:11

1) Ketrampilan intelektual: kapasitas intelektual seseorang.

2) Strategi kognitif: kemampuan mengatur cara belajar dan berpikir

seseorang.

3) Informasi verbal: kemampuan menyerap pengetahuan dalam arti

informasi dan fakta.

4) Ketrampilan motoris: menulis, menggunakan peralatan.

5) Sikap dan nilai: kemampuan ini berpengaruh dengan tingkah laku.

9
Ibid., h.161-163
10
Nana Sudjana, Penelitian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2011), h. 22
11
Ibid., h. 23

13
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, penulis menyimpulkan

bahwa, hasil yang ingin dicapai dalam belajar adalah kemampuan

intelektual, kemampuan kognitif, kemampuan verbal, keterampilan

motorik dan sikap atau pengaruh sosial yang baik.

b. Bentuk-Bentuk Hasil Belajar

Bloom dalam Sudjana, mengungkapkan tiga tujuan pengajaran yang

merupakan kemampuan seseorang yang harus dicapai dan merupakan hasil

belajar yaitu kognitif, afektif dan psikomotor. Ketiga ranah tersebut menjadi

objek penilaian hasil belajar.12

1) Hasil Belajar Ranah Kognitif

Taksonomi ini mengelompokkan ranah kognitif ke dalam enam

kategori. Keenam kategori itu mencakup keterampilan intelektual dari

tingkat rendah sampai dengan tingkat tinggi. Keenam kategori itu tersusun

secara hirarkis yang berarti tujuan pada tingkat di atasnya dapat dicapai

apabila tujuan pada tingkat di bawahnya telah dikuasai. Adapun keenam

kategori tersebut adalah sebagai berikut:

a) Kemampuan kognitif tingkat pengetahuan (C1)

Kemampuan kognitif tingkat pengetahuan adalah kemampuan

untuk mengingat (recall) akan informasi yang telah diterima, misalnya

informasi mengenai fakta, konsep, rumus, dan sebagainya.

12
Ibid., h. 24

14
b) Kemampuan kognitif tingkat pemahaman (C2)

Kemampuan kognitif tingkat pemahaman adalah kemampuan mental

untuk menjelaskan informasi yang telah diketahui dengan bahasa atau

ungkapannya sendiri.

c) Kemampuan kognitif tingkat penerapan (C3)

Kemampuan kognitif tingkat penerapan adalah kemampuan untuk

menggunakan atau menerapkan informasi yang telah diketahui ke dalam

situasi atau konteks baru.

d) Kemampuan kognitif tingkat analisis (C4)

Kemampuan kognitif tingkat analisis adalah kemampuan menguraikan

suatu fakta, konsep, pendapat, asumsi dan semacamnya atas elemen-

elemennya, sehingga dapat menentukan pengaruh masing-masing elemen.

e) Kemampuan kognitif tingkat sintesis (C5)

Kemampuan kognitif tingkat sintesis adalah kemampuan

mengombinasikan elemen-elemen ke dalam kesatuan atau struktur.

f) Kemampuan kognitif tingkat evaluasi (C6)

Kemampuan kognitif tingkat evaluasi adalah kemampuan menilai

suatu pendapat, gagasan, produk, metode, dan semacamnya dengan suatu

kriteria tertentu.

2) Hasil Belajar Ranah Afektif

Pembelajaran ranah afektif berorientasi pada nilai dan sikap. Tujuan

pembelajaran tersebut menggambarkan proses seseorang dalam mengenali dan

mengadopsi suatu nilai dan sikap tertentu menjadi pedoman dalam bertingkah

15
laku. Krathwol membagi taksonomi pembelajaran ranah afektif ke dalam lima

kategori yaitu:

a) Pengenalan (Receiving)

Pengenalan (Receiving) adalah kategori jenis perilaku ranah afektif yang

menunjukkan kesadaran, kemauan, perhatian individu untuk menerima dan

memperhatikan berbagai stimulus dari lingkungannya

b) Pemberian respons (Responding)

Pemberian respon atau partisipasi adalah kategori jenis perilaku ranah

afektif yang menunjukan adanya rasa kepatuhan individu dalam hal

mematuhi dan ikut serta terhadap sesuatu gagasan, benda, atau sistem nilai.

c) Penghargaan terhadap nilai (valuing)

Penghargaan terhadap nilai adalah kategori jenis perilaku ranah afektif yang

menunjukkan menyukai dan menghargai dari seseorang individu terhadap

sesuatu gagasan, pendapat atau sistem nilai.

d) Pengorganisasian (Organizing)

Pengorganisasian adalah kategori jenis perilaku ranah afektif yang

menunjukan kemauan membentuk sistem nilai dari nilai yang dipilih.

e) Pengamalan (Characterization)

Pengamalan adalah kategori jenis perilaku ranah afektif yang menunjukan

kepercayaan diri untuk mengintegrasikan nilai-nilai ke dalam suatu filsafat

hidup yang lengkap dan meyakinkan.13

13
Achmad Sugandi, Teori Pembelajaran. (Semarang: UPT MKK Unnes Press, 2006), h. 26-27

16
3) Hasil Belajar Ranah Psikomotorik

Pembelajaran ranah psikomotorik dikembangkan oleh Sympson dam

Harrow (1969). Taksonomi Sympson juga menyusun hasil belajar

psikomotorik secara hirarkis dalam lima kategori yaitu:

a) Peniruan (Imitation)

Kemampuan melakukan perilaku meniru apa yang dilihat atau didengar.

Pada tingkat meniru, perilaku yang ditanamkan belum bersifat otomatis,

bahkan mungkin masih salah atau tidak sesuai dengan yang ditiru.

b) Manipulasi (Manipulation)

Kemampuan melakukan perilaku tanpa contoh atau bantuan IIisual, tetapi

dengan petunjuk tulisan secara Verbal.

c) Ketapatan gerakan (Precision)

Kemampuan melakukan perilaku tertentu dengan lancar, tepat dan akurat

tanpa contoh dan petunjuk tertulis.

d) Artikulasi (Articulation)

Keterampilan menunjukkan perilaku serangkaian gerakan dengan akurat,

urutan benar, cepat dan tepat.

e) Naturalisasi (Naturalization)

Keterampilan menunjukkan perilaku gerakan tertentu secara automatically

artinya cara melakukan gerakan dilakukan secara wajar dan efisien.14

14
Nana Sudjana, Penelitian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2011), h. 22

17
Berdasarkan pengamatan penulis diantara ketiga ranah itu, ranah

kognitiflah yang di nilai oleh para guru disekolah, karena berkaitan dengan

kemampuan para siswa dalam menguasai isi bahan belajar.

Dalam Islam, belajar adalah serangkaian aktivitas manusia yang

menyangkut tiga ranah di atas (kognisi, afeksi dan psikomotor) berdasarkan

Al-Quran dan As-Sunnah. Dalam Islam, belajar merupakan kewajiban setiap

muslim (baik laki-laki maupun perempuan). Dan hasil dari belajar (ilmu), harus

diamalkan baik untuk diri sendiri maupun bagi orang lain. Pengalaman ilmu

harus dilandasi dengan iman dan nilai-nilai moral. Oleh sebab itu, dalam

konsep Islam, belajar memiliki dimensi tauhid, yaitu dimensi dialektika

horizontal maupun ketundukan vertikal.

c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Dalam rangka mengoptimalkan hasil belajar perlu diperhatikan faktor-

faktor yang dapat mempengaruhinya, secara umum ada dua faktor yang dapat

mempengaruhi hasil belajar, yaitu faktor internal (faktor dari dalam diri

pribadi), dan faktor eksternal (faktor yang timbul dari luar diri pribadi).

Kedua faktor tersebut secara langsung maupun tidak langsung dapat

mempengaruhi hasil belajar siswa dalam belajar, hal ini sejalan dengan

pendapat yang menjelaskan bahwa: Hasil belajar yang dicapai siswa

mempengaruhi oleh dua faktor utama yaitu: Faktor dalam diri siswa dan faktor

yang datang dari luar diri siswa atau faktor lingkungannya15

15
Ibid., h. 39

18
Untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang kedua faktor itu, maka

peneliti akan uraikan di bawah ini.

1) Faktor Internal (faktor dari dalam diri siswa)

Faktor yang berasal dari dalam diri siswa sendiri meliputi 2 aspek,

yaitu aspek fisiologis (yang bersifat jasmaniah) dan aspek psikologis (yang

bersifat rohaniah).

a) Aspek Fisiologis.

Kondisi umum jasmani dan tonus (tegangan otot) yang menandai

tingkat kebugaran organ-organ tubuh dan sendi-sendinya, dapat

mempengaruhi semangat dan intensitas siswa dalam mengikuti

pelajaran. Kondisi organ tubuh yang lemah, jika disertai pusing-pusing

kepala misalnya, dapat menurunkan kualitas ranah cipta (kognitif)

sehingga materi pelajaran yang dipelajarinya pun kurang atau tidak

berbekas

b) Aspek psikologis

Banyak faktor yang termasuk aspek psikologis yang dapat

mempengaruhi kuantitas dan kualitas perolehan pembelajaran siswa.

Namun diantara faktor-faktor rohaniah siswa yang pada umumnya

dipandang lebih asensial itu adalah sebagai berikut:

(1) Tingkat kecerdasan/intelegensi.

(2) Bakat siswa.

(3) Minat siswa.

(4) Motivasi siswa.

19
2) Faktor eksternal (faktor dari luar diri siswa)

Faktor eksternal yang berpengaruh terhadap prestasi belajar mengajar

dapat dikelompokkan menjadi tiga faktor, yaitu faktor keluarga, faktor sekolah,

dan faktor masyarakat (lingkungan).

a) Faktor keluarga

Faktor keluarga sebagai salah satu faktor ekstrnal yang mempengaruhi

prestasi seseorang dibagi menjadi beberapa aspek yaitu:

Pertama, faktor orang tua. Yang termasuk faktor orang tua adalah cara

orang tua mendidik anak, sering cekcok dan lain-lain. Untuk itu peranan

orang tua dalam mendidik anak dengan penuh kearifan dan bijaksana sangat

dituntut. Hal ini dimaksudkan agar orang tua betul-betul dapat berperan

sebagai suri tauladan bagi anak-anaknya.

Kedua, faktor suasana keluarga. Hal ini sangat mempengaruhi prestasi

belajar seseorang sebab suasana rumah yang senantiasa tegang, sering

cekcok dan lain sebagainya akan dapat mengganggu cara belajar seseorang.

Dalam kondisi seperti ini, orang tua dituntut untuk menjaga suasana rumah

tangga agar tetap nyaman, tentram dan damai. Hal ini penting dilakukan

orang tua (keluarga di rumah), demi aman dan nyamannya siswa belajar,

dan pada akhirnya dapat mempengaruhi prestasi belajar anak.

Ketiga, keadaan ekonomi keluarga. Kalau dalam ekonomi keluarga

kurang, berarti perlengkapan keluarga kurang terpenuhi dan tempat

belajarpun tidak memadai atau bahkan tidak ada akibatnya anak tidak dapat

belajar dengan baik, sebaliknya, anak yang ekonomi keluarganya mapan,

20
bahkan kaya biasanya anak tersebut manja, sehingga ia belajar bersenang-

senang dan kurang memusatkan perhatian pada belajar, sehingga prestasi

belajarnyapun akan rendah.

b) Faktor sekolah

Faktor sekolah yang mempengaruhi proses belajar siswa yang

mencakup metode mengajar, kurikulum, relasi guru dan siswa, relasi siswa

dengan siswa, alat pelajaran, metode pengajaran.16

c) Faktor masyarakat

Masyarakat merupakan faktor ekstrnal yang juga berpengaruh

terhadap belajar siswa, Pengaruh tersebut terjadi karena keberadaan siswa

itu sendiri merupakan bagian integral dari masyarakat. Kaitannya dengan

faktor masyarakat, maka ada 4 (empat) faktor yang mempengaruhi prestasi

belajar siswa, seperti dikemukakan dalam pendapat berikut:

Pertama, mas media seperti televisi, radio, surat kabar, majalah,

bioskop, komik dan lain-lain. Mas media yang baik akan berpengaruh

terhadap belajar siswa, sebaliknya mas media yang jelek akan berpengaruh

jelek pula terhadap hasil belejar siswa.

Kedua, Teman bergaul, hal ini pun tidak kalah pentingnya dalam

memberikan Pengaruh terhadap prestasi belajar siswa.

Ketiga, Aktivitas dalam masyarakat, seorang siswa yang terlalu

banyak berkecimpung dalam kegiatan sosial kemasyarakatan, sehingga

tugas pokoknya belajar terabaikan akan berdampak kurang baik terhadap

16
Ibid., h. 64

21
prestasi belajar siswa yang bersangkutan.

Keempat, Corak kehidupan tetangga, maksudnya adalah jika siswa

bertetangga dengan orang yang tidak baik, seperti penjudi, pemabuk,

pencuri, maka minimal akan berpengaruh terhadap ketenangan jiwa siswa

tersebut, sehingga akhirnya akan berpengaruh pula terhadap prestasi belajar

siswa itu sendiri.17

Berdasarkan uraian-uraian di atas, penulis mencermati pernyataan

tersebut di atas, ternyata lingkungan tempat tinggal siswa memberikan andil

yang besar dalam membentuk kepribadian siswa yang dalam hal ini adalah

masyarakat sekitarnya. Karena itu bagi seorang siswa hendaknya dapat

memberikan motivasi sebagai tempat saling isi mengisi pengetahuan dengan

jalan diskusi.

d. Indikator Keberhasilan Belajar

Keberhasilan seorang guru diukur dari keterlibatan siswa dalam proses

belajar mengajar dan hasil belajar yang dicapainya. Hasil belajar yang dicapai

siswa melalui proses belajar mengajar yang optimal menunjukkan hasil yang

optimal ditunjukkan dengan ciri-ciri sebagai berikut.

1) Kepuasan dan kebanggaan yang dapat menumbuhkan hasil belajar

intrinsik pada diri siswa. Siswa tidak mengeluh dengan prestasi yang

rendah dan ia akan berjuang lebih keras untuk memperbaikinya dan

setidaknya mempertahankan apa yang telah dicapai.

17
Ibid., h. 70

22
2) Menambah keyakinan dan kemampuan dirinya, artinya ia tahu

kemampuan dirinya dan percaya bahwa ia mempunyai potensi yang tidak

kalah dari orang lain apabila ia berusaha sebagaimana mestinya.

3) Hasil belajar yang dicapai bermakna bagi dirinya, seperti akan tahan lama

diingat, membentuk prilaku, bermanfaat untuk mencapai aspek lain,

kemauan dan kemampuan untuk belajar sendiri dan mengembangkan

kreativitasnya.

4) Hasil belajar yang dicapai bermakna secara menyeluruh (komprehensip)

yakni mencakup ranah kognitif, pengetahuan atau wawasan, ranah afektif

(sikap) dan arah psikomotorik, ketrampilan atau prilaku.

5) Kemampuan siswa untuk mengontrol atau menilai dan mengendalikan diri

terutama dalam menilai hasil yang dicapainya maupun menilai dan

mengendalikan proses dan usaha belajarnya.18

Berdasarkan uraian-uraian di atas, penulis menyimpulkan bahwa

indikator-indikator dalam keberhasilan belajar diantaranya adalah kepuasan

dan kebanggaan, menambah keyakinan dan kemampuan dirinya, hasil belajar

yang dicapai bermakna bagi dirinya, hasil belajar yang dicapai bermakna

secara menyeluruh, kemampuan siswa untuk mengontrol atau menilai dan

mengendalikan diri.

18
Ibid., h. 57

23
2. Metode Inquiry

a. Pengertian Metode Inquiry

Salah satu metode pembelajaran dalam bidang Sains, yang sampai

sekarang masih tetap dianggap sebagai metode yang cukup efektif

adalah metode inquiry. David L. Haury dalam artikelnya, Teaching Science

Through Inquiry, inquiry merupakan tingkah laku yang terlibat dalam usaha

manusia untuk menjelaskan secara rasional fenomena-fenomena yang

memancing rasa ingin tahu. Dengan kata lain, inquiry berkaitan dengan

aktivitas dan keterampilan aktif yang fokus pada pencarian pengetahuan

atau pemahaman untuk memuaskan rasa ingin tahu.19

Inquiry adalah suatu proses untuk memperoleh dan mendapatkan

informasi dengan melakukan observasi dan atau eksperimen untuk mencari

jawaban atau memecahkan masalah terhadap pertanyaan atau rumusan

masalah dengan menggunakan kemampuan berpikir kritis dan logis. Inquiry

sebenarnya merupakan prosedur yang biasa dilakukan oleh ilmuwan dan

orang dewasa yang memiliki motivasi tinggi dalam upaya memahami

fenomena alam, memperjelas pemahaman, dan menerapkannnya dalam

kehidupan sehari-hari.

Alasan rasional penggunaan metode inquiry adalah bahwa siswa

akan mendapatkan pemahaman yang lebih baik mengenai Sains dan akan

lebih tertarik terhadap Sains jika mereka dilibatkan secara aktif dalam

"melakukan" Sains. Investigasi yang dilakukan oleh siswa merupakan tulang

19
Haury, L. David. Teaching Science Through Inquiry. (Columbus, OH: ERIC Clearinghouse for
Science, Mathematics, and Environment Education, 2013)

24
punggung metode inquiry. Investigasi ini difokuskan untuk memahami

konsep-konsep Sains dan meningkatkan keterampilan proses berpikir ilmiah

siswa. Diyakini bahwa pemahaman konsep merupakan hasil dari proses

berfikir ilmiah tersebut.

Metode inquiry yang mensyaratkan keterlibatan aktif siswa terbukti

dapat meningkatkan hasil belajar dan sikap anak terhadap Sains dan

Matematika. Dalam makalahnya Haury menyatakan bahwa metode inquiry

membantu perkembangan antara lain scientific literacy (pemahaman proses-

proses ilmiah), pengetahuan vocabulary (kosa kata) dan pemahaman

konsep, berpikir kritis, dan bersikap positif. Dapat disebutkan bahwa

metode inquiry tidak saja meningkatkan pemahaman siswa terhadap

konsep-konsep dalam Sains saja, melainkan juga membentuk sikap

keilmiahan dalam diri siswa.

Metode inquiry merupakan metode pembelajaran yang berupaya

menanamkan dasar-dasar berfikir ilmiah pada diri siswa, sehingga dalam

proses pembelajaran ini siswa lebih banyak belajar sendiri, mengembangkan

kreativitas dalam memecahkan masalah. Siswa benar-benar ditempatkan

sebagai subjek yang belajar. Peranan guru dalam pembelajaran dengan

metode inquiry adalah sebagai pembimbing dan fasilitator. Tugas guru

adalah memilih masalah yang perlu disampaikan kepada kelas untuk

dipecahkan. Namun dimungkinkan juga bahwa masalah yang akan

dipecahkan dipilih oleh siswa. Tugas guru selanjutnya adalah menyediakan

sumber belajar bagi siswa dalam rangka memecahkan masalah. Bimbingan

25
dan pengawasan guru masih diperlukan, tetapi intervensi terhadap kegiatan

siswa dalam pemecahan masalah harus dikurangi.20

Walaupun dalam praktiknya aplikasi metode pembelajaran inquiry

sangat beragam, tergantung pada situasi dan kondisi sekolah, namun dapat

disebutkan bahwa pembelajaran dengan metode inquiry memiliki 5

komponen yang umum yaitu: 21

1) Question. Pembelajaran biasanya dimulai dengan sebuah pertanyaan

pembuka yang memancing rasa ingin tahu siswa dan atau kekaguman

siswa akan suatu fenomena. Siswa diberi kesempatan untuk bertanya,

yang dimaksudkan sebagai pengarah ke pertanyaan inti yang akan

dipecahkan oleh siswa. Selanjutnya, guru menyampaikan pertanyaan inti

atau masalah inti yang harus dipecahkan oleh siswa. Untuk menjawab

pertanyaan ini sesuai dengan Taxonomy Bloom siswa dituntut untuk

melakukan beberapa langkah seperti evaluasi, sintesis, dan analisis.

Jawaban dari pertanyaan inti tidak dapat ditemukan misalnya di dalam

buku teks, melainkan harus dibuat atau dikonstruksi.

2) Student Engangement. Dalam metode inquiry, keterlibatan aktif siswa

merupakan suatu keharusan sedangkan peran guru adalah sebagai

fasilitator. Siswa bukan secara pasif menuliskan jawaban pertanyaan

pada kolom isian atau menjawab soal-soal pada akhir bab sebuah buku,

melainkan dituntut terlibat dalam menciptakan sebuah produk yang

20
Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran, (Bandung: Penerbit Alfabeta, 2009)
21
Janetta Garton, Inquiry-Based Learning. (Willard R-II School District, Technology Integration
Academy, 2010)

26
menunjukkan pemahaman siswa terhadap konsep yang dipelajari atau

dalam melakukan sebuah investigasi.

3) Cooperative Interaction. Siswa diminta untuk berkomunikasi, bekerja

berpasangan atau dalam kelompok, dan mendiskusikan berbagai gagasan.

Dalam hal ini, siswa bukan sedang berkompetisi. Jawaban dari

permasalahan yang diajukan guru dapat muncul dalam berbagai bentuk,

dan mungkin saja semua jawaban benar.

4) Performance Evaluation. Dalam menjawab permasalahan, biasanya

siswa diminta untuk membuat sebuah produk yang dapat

menggambarkan pengetahuannya mengenai permasalahan yang sedang

dipecahkan. Bentuk produk ini dapat berupa slide presentasi, grafik,

poster, karangan, dan lain-lain. Melalui produk-produk ini guru

melakukan evaluasi.

5) Variety of Resources. Siswa dapat menggunakan bermacam-macam

sumber belajar, misalnya buku teks, website, televisi, video, poster,

wawancara dengan ahli, dan lain sebagainya.

Kendatipun metode ini berpusat pada kegiatan peserta didik, namun

guru tetap memegang peranan penting sebagai pembuat desain pengalaman

belajar. Guru berkewajiban menggiring peserta didik untuk melakukan

kegiatan. Kadang kala guru perlu memberikan penjelasan, melontarkan

pertanyaan, memberikan komentar, dan saran kepada peserta didik. Guru

berkewajiban memberikan kemudahan belajar melalui penciptaan iklim yang

27
kondusif, dengan menggunakan fasilitas media dan materi pembelajaran yang

bervariasi.

Metode Inquiry adalah metode yang mampu menggiring peserta didik

untuk menyadari apa yang telah didapatkan selama belajar. Inquiry

menempatkan peserta didik sebagai subyek belajar yang aktif.

Inquiry pada dasarnya adalah cara menyadari apa yang telah dialami. Karena

itu inquiry menuntut peserta didik berfikir. Metode ini melibatkan mereka

dalam kegiatan intelektual. Metode ini menuntut peserta didik memproses

pengalaman belajar menjadi suatu yang bermakna dalam kehidupan nyata.

Dengan demikian, melalui metode ini peserta didik dibiasakan untuk produktif,

analitis, dan kritis.

b. Strategi Pelaksanaan Model Inquiry

Langkah-langkah dalam proses Inquiry adalah menyadarkan

keingintahuan terhadap sesuatu, mempradugakan suatu jawaban, serta menarik

kesimpulan dan membuat keputusan yang valid untuk menjawab permasalahan

yang didukung oleh bukti-bukti. Berikutnya adalah menggunakan kesimpulan

untuk menganalisis data yang baru. Strategi pelaksanaan inquiry adalah:

1) Guru memberikan penjelasan, instruksi atau pertanyaan terhadap materi

yang akan diajarkan.

2) Memberikan tugas kepada peserta didik untuk menjawab pertanyaan, yang

jawabannya bisa didapatkan pada proses pembelajaran yang dialami siswa.

3) Guru memberikan penjelasan terhadap persoalan-persoalan yang mungkin

membingungkan peserta didik.

28
4) Resitasi untuk menanamkan fakta-fakta yang telah dipelajari sebelumnya.

5) Siswa merangkum dalam bentuk rumusan sebagai kesimpulan yang dapat

dipertanggungjawabkan.

Metode inquiry merupakan suatu teknik atau cara yang dipergunakan

guru untuk mengajar di depan kelas, dimana guru membagi tugas meneliti

suatu masalah di kelas. Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok, dan masing-

masing kelompok mendapat tugas tertentu yang harus dikerjakan, kemudian

mereka mempelajari, meneliti, atau membahas tugasnya di dalam kelompok.

Setelah hasil kerja mereka di dalam kelompok didiskusikan, kemudian dibuat

laporan yang tersusun dengan baik. Akhirnya hasil laporan dilaporkan ke

sidang pleno, dan terjadilah diskusi secara luas. Dari sidang pleno kesimpulan

akan dirumuskan sebagai kelanjutan hasil kerja kelompok. Dan kesimpulan

yang terakhir bila masih ada tindak lanjut yang harus dilaksanakan, hal itu

perlu diperhatikan. Guru menggunakan teknik bila mempunyai tujuan agar

siswa terangsang oleh tugas, dan aktif mencari serta meneliti sendiri

pemecahan masalah itu. Mencari sumber sendiri, dan mereka belajar bersama

dalam kelompoknya. Diharapkan siswa juga mampu mengemukakan

pendapatnya dan merumuskan kesimpulan nantinya. Juga mereka diharapkan

dapat berdebat, menyanggah dan mempertahankan pendapatnya. Inquiry

mengandung proses mental yang lebih tinggi tingkatannya, seperti

merumuskan masalah, merencanakan eksperimen, melakukan eksperimen,

mengumpulkan dan menganalisa data, menarik kesimpulan. Pada metode

inquiry dapat ditumbuhkan sikap obyektif, jujur, hasrat ingin tahu, terbuka, dan

29
sebagainya. Akhirnya dapat mencapai kesimpulan yang disetujui bersama. Bila

siswa melakukan semua kegiatan di atas berarti siswa sedang melakukan

Inquiry.

Secara umum, Inquiry merupakan proses yang bervariasi dan meliputi

kegiatan-kegiatan mengobservasi, merumuskan pertanyaan yang relevan,

mengevaluasi buku dan sumber-sumber informasi lain secara kritis,

merencanakan penyelidikan atau investigasi, mereview apa yang telah

diketahui, melaksanakan percobaan atau eksperimen dengan menggunakan alat

untuk memperoleh data, menganalisis dan menginterpretasi data, serta

membuat prediksi dan mengko-munikasikan hasilnya.

Di dalam Standar Nasional Pendidikan Sains di Amerika Serikat,

Inquiry digunakan dalam dua terminologi yaitu sebagai pendekatan

pembelajaran (scientific inquiry) oleh guru dan sebagai materi pelajaran sains

(science as inquiry) yang harus dipahami dan mampu dilakukan oleh siswa.

Sebagai strategi pembelajaran, Inquiry dapat diimplementasikan secara terpadu

dengan strategi lain sehingga dapat membantu pengembangan pengetahuan dan

pemahaman serta kemampuan melakukan kegiatan Inquiry oleh siswa.

Sedangkan sebagai bagian dari materi pelajaran Biologi, Inquiry merupakan

kemampuan yang harus dimiliki oleh siswa agar dapat melakukan penyelidikan

ilmiah. Sepengaruh dengan hal tersebut, pemahaman mengenai peranan materi

dan proses sains dapat membantu guru menerapkan pembelajaran yang

bermula dari pertanyaan atau masalah dengan lebih baik.

30
Meskipun sudah cukup banyak bukti-bukti yang menunjukkan

keunggulan Inquiry sebagai model dan strategi pembelajaran, dewasa ini masih

banyak guru yang merasa keberatan atau tidak mau menerapkannya di dalam

kelas. Kebanyakan guru dan dosen masih tetap bertahan pada strategi

pembelajaran tradisional, karena menganggap Inquiry sebagai suatu strategi

pembelajaran yang sulit diterapkan. Meskipun demikian, di dalam kurikulum

2004 dan standar isi dari BSNP (Badan Standar Nasional Pendidikan) juga

mencantumkan Inquiry dalam hal ini Metode Ilmiah baik sebagai proses

maupun sebagai produk yang diterapkan secara terintegrasi di kelas. Negara

lain seperti Amerika Serikat, Standard Nasional Pendidikan Sains, di sana

menekankan agar semua pendidik dalam bidang sains pada seluruh jenjang

pendidikan untuk menerapkan kegiatan berbasis Inquiry dalam kegiatan

pembelajaran khususnya dalam bidang sains.22

c. Ciri-Ciri Pembelajaran Inquiry

Kuslan dan Stone mengemukakan karakteristik/ciri Inquiry sebagai

berikut: (a) menggunakan keterampilan proses sains, (b) jawaban-jawaban

yang dicari tidak diketahui lebih dahulu oleh siswa, (c) siswa dimotivasi

sedemikian rupa sehingga timbul hasrat untuk menemukan pemecahan

masalah, (d) proses pembelajaran berpusat pada pertanyaan mengapa,

bagaimana, atau pertanyaan seperti: betulkah pertanyaan kita ini?, (e) suatu

pertanyaan dikemukakan lalu dip ersempit hingga terlihat ada kemungkinan

22
Depdiknas. Standar Kompetensi Kurikulum 2004. Jakarta: Puslitbang Depdiknas. Joyce, B Weil
dan Shower B. 2000. Models of Teaching. Fourth Edition. (Massachusettes: Allyn and Bacon
Publishing Company, 2013)

31
masalah ini dip ecahkan oleh siswa, (f) hipotesis dirumuskan oleh siswa

untuk membimbing percobaan atau eksperimen, (g) para siswa mengusulkan

cara-cara mengumpulkan data dengan melakukan percobaan, mengadakan

pengamatan, membaca atau menggunakan sumber lain, (h) semua siswa

melakukan eksperimen secara individu/kelompok untuk mengumpulkan data

yang diperlukan untuk menguji hipotesis, dan (i) para siswa mengolah data

sehingga mereka sampai pada kesimpulan.

d. Tingkatan-tingkatan Inquiry

Berdasarkan komponen-komponen dalam proses Inquiry yang

meliputi topik masalah, sumber masalah atau pertanyaan, bahan, prosedur atau

rancangan kegiatan, pengumpulan dan analisis data serta pengambilan

kesimpulan membedakan Inquiry menjadi lima tingkat yaitu praktikum

(tradisional hands-on), pengalaman sains terstruktur (structured science

experiences), Inquiry terbimbing (guided inquiry), Inquiry siswa mandiri

(student directed inquiry), dan Penelitian siswa (student research). Klasifikasi

Inquiry didasarkan pada tingkat kesederhanaan kegiatan siswa dan dinyatakan

sebaiknya penerapan Inquiry merupakan suatu kontinum yaitu dimulai dari

yang paling sederhana terlebih dahulu.

a. Traditional hands-on

Praktikum (traditional hands-on) adalah tipe Inquiry yang paling

sederhana. Dalam praktikum guru menyediakan seluruh keperluan mulai

dari topik sampai kesimpulan yang harus ditemukan siswa dalam bentuk

32
buku petunjuk yang lengkap. Pada tingkat ini komponen esensial dari

Inquiry yakni pertanyaan atau masalah tidak muncul.

b. Pengalaman sains yang terstruktur

Tipe Inquiry berikutnya ialah pengalaman sains terstruktur

(structured science experiences), 23 yaitu kegiatan Inquiry di mana guru

menentukan topik, pertanyaan, bahan dan prosedur sedangkan analisis hasil

dan kesimpulan dilakukan oleh siswa. Jenis yang ketiga ialah Inquiry

terbimbing (guided inquiry), di mana siswa diberikan kesempatan untuk

bekerja merumuskan prosedur, menganalisis hasil dan mengambil

kesimpulan secara mandiri, sedangkan dalam hal menentukan topik,

pertanyaan dan bahan penunjang, guru hanya berperan sebagai fasilitator.

c. Inquiry Siswa Mandiri

Inquiry siswa mandiri (student directed inquiry), dapat dikatakan

sebagai Inquiry penuh karena pada tingkatan ini siswa bertanggung jawab

secara penuh terhadap proses belajarnya, dan guru hanya memberikan

bimbingan terbatas pada pemilihan topik dan pengembangan pertanyaan.

Tipe Inquiry yang paling kompleks ialah penelitian siswa (student

research). Dalam Inquiry tipe ini, guru hanya berperan sebagai fasilitator

dan pembimbing sedangkan penentuan atau pemilihan dan pelaksanaan

proses dari seluruh komponen Inquiry menjadi tangung jawab siswa.

Klasifikasi Inquiry lain yang didasarkan pada intensitas keterlibatan siswa.

Ada tiga bentuk keterlibatan siswa di dalam Inquiry, yaitu: (a) identifikasi

23
Ibid

33
masalah, (b) pengambilan keputusan tentang teknik pemecahan masalah,

dan (c) identifikasi solusi tentatif terhadap masalah. Ada tiga tingkatan

Inquiry berdasarkan variasi bentuk keterlibatannya dan intensistas

keterlibatan siswa, yaitu:

a) Inquiry Tingkat Pertama

Inquiry tingkat pertama merupakan kegiatan Inquiry di mana

masalah dikemukakan oleh guru atau bersumber dari buku teks kemudian

siswa bekerja untuk menemukan jawaban terhadap masalah tersebut di

bawah bimbingan yang intensif dari guru. Inquiry tipe ini, tergolong

kategori Inquiry terbimbing (guided Inquiry. Sedangkan pembelajaran

penemuan (discovery learning) karena siswa dibimbing secara hati-hati

untuk menemukan jawaban terhadap masalah yang dihadapkan

kepadanya. Dalam Inquiry terbimbing kegiatan belajar harus dikelola

dengan baik oleh guru dan luaran pembelajaran sudah dapat

diprediksikan sejak awal. Inquiry jenis ini cocok untuk diterapkan dalam

pembelajaran mengenai konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang

mendasar dalam bidang ilmu tertentu. Ada beberapa karakteristik dari

Inquiry terbimbing yang perlu diperhatikan yaitu: (1) siswa

mengembangkan kemampuan berpikir melalui observasi spesifik hingga

membuat inferensi atau generalisasi, (2) sasarannya adalah mempelajari

proses mengamati kejadian atau obyek kemudian menyusun generalisasi

yang sesuai, (3) guru mengontrol bagian tertentu dari pembelajaran

misalnya kejadian, data, materi dan berperan sebagai pemimpin kelas, (4)

34
tiap-tiap siswa berusaha untuk membangun pola yang bermakna

berdasarkan hasil observasi di dalam kelas,(5) kelas diharapkan berfungsi

sebagai laboratorium pembelajaran,(6) biasanya sejumlah generalisasi

tertentu akan diperoleh dari siswa, (7) guru memotivasi semua siswa

untuk mengkomunikasikan hasil generalisasinya sehingga dapat

dimanfaatkan oleh seluruh siswa dalam kelas.

b) Inquiry Bebas

Inquiry tingkat kedua dan ketiga dapat dikategorikan sebagai

Inquiry bebas (unguided Inquiry). Dalam Inquiry bebas, siswa difasilitasi

untuk dapat mengidentifikasi masalah dan merancang proses

penyelidikan. Siswa dimotivasi untuk mengemukakan gagasannya dan

merancang cara untuk menguji gagasan tersebut. Untuk itu siswa diberi

motivasi untuk melatih keterampilan berpikir kritis seperti mencari

informasi, menganalisis argumen dan data, membangun dan mensintesis

ide-ide baru, memanfaatkan ide-ide awalnya untuk memecahkan masalah

serta menggeneralisasikan data. Guru berperan dalam mengarahkan

siswa untuk membuat kesimpulan tentatif yang menjadikan kegiatan

belajar lebih menyerupai kegiatan penelitian seperti yang biasa dilakukan

oleh para ahli. Beberapa karakteristik yang menandai kegiatan Inquiry

bebas ialah: (1) siswa mengembangkan kemampuannya dalam

melakukan observasi khusus untuk membuat inferensi, (2) sasaran belajar

adalah proses pengamatan kejadian, obyek dan data yang kemudian

mengarahkan pada perangkat generalisasi yang sesuai, (3) guru hanya

35
mengontrol ketersediaan materi dan menyarankan materi inisiasi, (4) dari

materi yang tersedia siswa mengajukan pertanyaan-pertanyaan tanpa

bimbingan guru, (5) ketersediaan materi di dalam kelas menjadi penting

agar kelas dapat berfungsi sebagai laboratorium, (6) kebermaknaan

didapatkan oleh siswa melalui observasi dan inferensi serta melalui

interaksi dengan siswa lain, (7) guru tidak membatasi generalisasi yang

dibuat oleh siswa, dan (8) guru mendorong siswa untuk

mengkomunikasikan generalisasi yang dibuat sehingga dapat bermanfaat

bagi semua siswa dalam kelas.

Pertanyaan-pertanyaan yang menjadi fokus kegiatan Inquiry harus

dapat mengarahkan siswa pada penentuan cara kerja yang tepat serta asumsi

mengenai kesimpulan yang akan diperoleh. Pertanyaan yang menjadi

pangkal kegiatan Inquiry sangat penting bagi siswa yang belum

berpengalaman dalam belajar secara mandiri. Peran guru dalam melatih

siswa untuk menyusun pertanyaan yang dapat mengarahkan pada kegiatan

penelitian sangat penting. Fakta ini menunjukkan bahwa melatih siswa

untuk merumuskan pertanyaan yang dapat mendorong Inquiry tidak mudah.

Oleh karena itu, guru harus berusaha mengembangkan Inquiry mulai dari

melatih siswa untuk merumuskan pertanyaan. Bagi siswa sekolah menengah

khususnya di Indonesia kegiatan Inquiry perlu dilatih secara bertahap, mulai

dari Inquiry yang sederhana (Inquiry-terbimbing) kemudian dikembangkan

secara bertahap ke arah kegiatan Inquiry yang lebih kompleks dan mandiri

(Inquiry-bebas). Keterampilan Inquiry berkembang atas dasar kemampuan

36
siswa dalam menemukan dan merumuskan pertanyaan-pertanyaan yang

bersifat ilmiah dan dapat mengarahkan pada kegiatan penyelidikan untuk

memperoleh jawaban atas pertanyaannya.

Mengajarkan siswa untuk bertanya sangat bermanfaat bagi

perkembangannya sebagai saintis karena bertanya dan memformulasikan

pertanyaan dapat mengembangkan kemampuan memberi penjelasan yang

dapat diuji kebenarannya dan merupakan bagian penting dari berpikir

ilmiah. Dengan melatih belajar membuat pertanyaan atas dasar kriteria-

kriteria yang disusun oleh pengajar dapat meningkatkan kemampuan

Inquiry belajar. Oleh karena itu, pada tahap awal Inquiry guru harus melatih

siswa untuk mampu merumuskan pertanyaan dengan baik. Hal ini berkaitan

dengan kemampuan dasar siswa yang umumnya masih sulit

mengembangkan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat ilmiah dan

memerlukan penyelidikan jawaban. Dalam proses pembelajaran melalui

kegiatan Inquiry siswa perlu dimotivasi untuk mengembangkan

keterampilan-keterampilan Inquiry atau keterampilan proses sehingga pada

akhirnya dapat menghasilkan sikap ilmiah seperti menghargai gagasan

orang lain, terbuka terhadap gagasan baru, berpikir kritis, jujur dan kreatif.

d. Keunggulan dan Kelemahan Model Inquiry

Model Inquiry ini memiliki keunggulan yaitu:

1) Dapat membentuk dan mengembangkan konsep dasar kepada siswa,

sehingga siswa dapat mengerti tentang konsep dasar ide-ide dengan

lebih baik.

37
2) Membantu dalam menggunakan ingatan dan transfer pada situasi proses

belajar yang baru.

3) Mendorong siswa untuk berfikir dan bekerja atas inisiatifnya sendiri,

bersifat jujur, obyektif, dan terbuka.

4) Mendorong siswa untuk berpikir intuitif dan merumuskan hipotesanya

sendiri.

5) Memberi kepuasan yang bersifat intrinsik, situasi pembelajaran lebih

menggairahkan, dapat mengembangkan bakat atau kecakapan individu.

6) Memberi kebebasan siswa untuk belajar sendiri, menghindarkan diri

dari cara belajar tradisional dan dapat memberikan waktu kepada siswa

secukupnya sehingga mereka dapat mengasimilasi dan mengakomodasi

informasi.

Kelemahan model Inquiry:

1) Memerlukan waktu yang cukup lama.

2) Tidak semua materi pelajaran mengandung masalah

3) Memerlukan perencanaan yang teratur dan matang

4) Tidak efektif jika terdapat beberapa siswa yang pasif

Berdasarkan teori para ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa

metode pembelajaran inquiry adalah tingkah laku yang terlibat dalam usaha

manusia untuk menjelaskan secara rasional fenomena-fenomena yang

memancing rasa ingin tahu, dengan indikatornya adalah question (pertanyaan),

student engangement (keterlibatan siswa), cooperation (pengaruh kerjasama),

performance evaluation (evaluasi kinerja), variety of resources (nara sumber).

38
3. Pendidikan Agama Islam

a. Hakikat Pendidikan Agama Islam

Pendidikan Islam sebagimana yang sering kita temukan dalam

beberapa literatur, berasal dari dua kata, yaitu pendidikan dan Islam.

Penggabungan kata Islam dengan kata pendidikan menegaskan bahwa

kata Islam merupakan kata kunci yang berfungsi sebagai sifat, penegas

dan pemberi ciri bagi kata pendidikan. Pemahaman tersebut membawa

konsekuensi logis bahwa kata Islam setelah kata pendidikan,

mengindikasikan terdapatnya konsep pendidikan dalam ajaran Islam. Jika

kita telaah, banyak para pakar pendidikan memberikan makna pada arti

pendidikan, di antaranya: Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

dijelaskan hal yang berkenaan dengan istilah pendidikan adalah sebagai

berikut: Pendidikan dari segi bahasa berasal dari kata dasar didik, dan

diberi awalan men-, menjadi mendidik, yaitu kata kerja yang artinya

memelihara dan memberi latihan (ajar). Pendidikan sebagai kata benda

berarti proses perubahan sikap dan tingkah laku seseorang atau kelompok

orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan

latihan.24

Ismail menjelaskan bahwa pendidikan adalah suatu rangkaian

proses kegiatan yang dilakukan secara sadar, terencana, sistematis,

berkesinambungan, terpola dan terstruktur terhadap anak-anak didik dalam

rangka membentuk para peserta didik menjadi sosok yang berkualitas secara

24
W.J.S. Poerwadarminta. Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2010), h. 702

39
nalar-intelektual dan berkualitas secara moral spiritual.25 Azizy menjelaskan

bahwa pendidikan adalah proses transfer nilai, pengetahuan dan ketrampilan

dari generasi tua kepada generasi muda agar generasi muda mampu hidup.26

Mudyahardjo mengartikan pendidikan sebagai usaha sadar dari keluarga,

masyarakat dan pemerintah melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan

atau latihan yang berlangsung seumur hidup baik di sekolah maupun di luar

sekolah untuk mempersiapkan peserta didik menjadi manusia seutuhnya

yang dapat memainkan peranan yang tepat dan konstruktif dalam berbagai

lingkungan hidupnya di masa yang akan datang.27

Menurut Stella Van Petten Henderson sebagaimana dikutip

Mudyahardjo, pendidikan adalah suatu proses pertumbuhan dan

perkembangan berarti sebagai suatu hasil interaksi seorang individu dengan

lingkungannya baik fisik maupun sosial, mulai dari lahir sampai akhir

hayatnya sebagai suatu proses dengan pewarisan sosial sebagai bagian dari

lingkungan sosial yang dipergunakan menjadi suatu alat untuk

perkembangan dari pribadi-pribadi sebaik dan sebanyak mungkin, laki-laki

dan perempuan yang hendak meningkatkan kesejahteraan masyarakat. 28

Marimba menjelaskan bahwa pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan

secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si

terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.29 Menurut Ki Hajar

25
Faisal Ismail, Masa Depan Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Bakti Aksara Persada, 2013), h. 2
26
Abdul Majid, et.al.. Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi, (Jakarta: PT Remaja
Rosdakarya, 2013), h. 131
27
Redja Mudyahardjo. Filsafat Ilmu Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013), h. 59
28
Ibid., h. 61
29
Ahmad D. Marimba., Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Al-Ma,arif, 2006), h.19

40
Dewantara sebagaimana dikutip oleh Abudinata, pendidikan adalah usaha

yang dilakukan dengan penuh keinsyafan yang ditujukan untuk keselamatan

dan kebahagiaan manusia. Pendidikan tidak hanya bersifat pelaku

pembangunan tetapi sering merupakan perjuangan pula. Pendidikan berarti

memelihara hidup tumbuh kearah kemajuan, tidak boleh melanjutkan

keadaan kemarin menurut alam kemarin. Pendidikan adalah usaha

kebudayaan, berasas peradaban, yakni memajukan hidup agar mempertinggi

derajat kemanusiaan.30

Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun

2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan adalah usaha sadar

dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran

agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk

memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,

kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya,


31
masyarakat, bangsa dan Negara. Selanjutnya, jika rumusan-rumusan

pendidikan tersebut dipadukan, maka akan terlihat bahwa pendidikan adalah

kegiatan yang dilakukan dengan sengaja, seksama, terencana dan bertujuan

yang dilaksanakan oleh orang dewasa dalam arti memiliki bekal ilmu

pengetahuan dan ketrampilan menyampaikannya kepada anak didik secara

bertahap dan apa yang diberikan kepada anak didik itu semaksimal mungkin

dapat menolong tugas dan perannya ketika berada di masyarakat kelak.

30
Abudinata, Filsafat Pendidikan Islam, (Ciputat: PT Logos Wacana Ilmu, 2011), h.9
31
Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas, Bandung: Fokusmedia, 2003, h. 3

41
Kata Islam berasal dari bahasa Arab Islaam, yang berasal dari

kata kerja aslama. Kata Islam sendiri berarti penyerahan diri,

tunduk, atau patuh. 32 Islam dari segi bahasa adalah bentuk ism

masdar (infinitive) yang berarti berserah diri, selamat sentosa atau

memelihara diri dalam keadaan selamat. Hakikat tersebut telah

memperlihatkan bahwa Islam berkaitan dengan sikap berserah diri kepada

Allah SWT. dalam memperoleh keridhoan-Nya. Seseorang yang bersikap

sebagaimana dimaksud oleh perkataan Islam tersebut disebut Muslim, yaitu

orang yang telah menyatakan dirinya untuk taat, berserah diri, patuh dan

tunduk dengan ikhlas kepada Allah SWT.33

Islam adalah agama samawi (langit) yang diturunkan oleh Allah

SWT melalui utusan-Nya, Muhammad SAW, yang ajaran-ajarannya

terdapat dalam kitab suci Al-Quran dan sunah dalam bentuk perintah-

perintah, larangan-larangan, dan petunjuk-petunjuk untuk kebaikan

manusia, baik di dunia maupun di akhirat. 34 Islam adalah keseluruhan

tatanan doktrin agama samawi yang bersifat integral dan komprehensip

yang sama sekali tidak memisahkan masalah-masalah agamawi dari

masalah-masalah duniawi. Berangkat dari doktrin agamis-etis-filosofis

demikian, maka Islam dalam keseluruhan sistem ajarannya sama sekali

tidak mengenal pemisahan dan pemutusan pengaruh antara agama dan iptek.

Dalam pandangan Islam, Al-Quran adalah ayat-ayat yang tertulis (ayat-

32
Ade Armando, et. al, Ensiklopedia Islam untuk Pelajar, (Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve,
2009), h. 35
33
Abudinata, Filsafat Pendidikan Islam, (Ciputat: PT Logos Wacana Ilmu, 2011), h. 11
34
Azyumardi Azra et. al., Ensiklopedi Islam, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru van Hoeve, 2013), h. 246

42
ayat qauliyah) dan alam ssemesta adalah ayat-ayat yang tidak tertulis (ayat-

ayat kauniyah), yang kedua-duanya merupakan tanda-tanda nyata

keberadaan, kekuasaan dan kebesaran Allah SWT.35

Dalam memberikan definisi Pendidikan Islam, banyak para ahli

pendidikan Islam memberikan definisinya, diantaranya adalah: Moh.

Athiyah al-Abrasyi, pendidikan agama Islam adalah untuk mendidik akhlak

dan jiwa mereka, menanamkan rasa fadhilah (keutamaan), membiasakan

mereka dengan kesopanan yang tinggi, mempersiapkan mereka untuk suatu


36
kehidupan yang seluruhnya ikhlas dan jujur. Menurut Zuhairini,

pendidikan Islam adalah usaha yang diarahkan kepada pembentukan

kepribadian anak yang sesuai dengan ajaran Islam atau suatu upaya dengan

ajaran Islam, memikir, memutuskan dan berbuat berdasarkan nilai-nilai

Islam, serta bertanggungjawab sesuai dengan nilai-nilai Islam.37

Menurut Langgulung, Pendidikan Islam sebagai suatu proses

penyiapan generasi muda untuk mengisi peranan, memindahkan

pengetahuan dan nilai-nilai Islam yang diselaraskan dengan fungsi manusia

untuk beramal di dunia dan memetik hasilnya di akhirat. 38 Menurut

Ahmad Supardi, Pendidikan Islam adalah pendidikan yang berdasarkan

ajaran Islam atau tuntunan agama Islam dalam usaha membina dan

membentuk pribadi muslim yang bertakwa kepada Allah SWT, cinta kasih

35
Faisal Ismail, Masa Depan Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Bakti Aksara Persada, 2013), h. 37
36
Moh. Athiyah al-Abrasyi, Dasar- Dasar Pokok Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang,
2010), h. 15
37
Zuhairini, dkk, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara Bekerja Sama dengan
Departemen Agama, 2005), h. 152
38
Azyumardi Azra, Pendidikan Islam Tradisi dan Modernitas Menuju Milenium Baru, Jakarta:
Logos, 2002, h. 5

43
kepada orang tuanya dan sesama hidupnya dan juga kepada tanah airnya,

sebagai karunia yang diberikan oleh Allah SWT.39

Menurut Kurikulum Pendidikan Agama Tahun 2004, Pendidikan

Agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta

didik untuk mengenal, memahami, menghayati hingga mengimani,

bertaqwa dan berakhlak mulia dalam mengamalkan ajaran Agama Islam

dari sumber utamanya; kitab suci Al-Quran dan hadits, melalui kegiatan

bimbingan, pengajaran, latihan, serta penggunaan pengalaman dengan

dibarengi tuntunan untuk menghormati penganut agama lain dalam

pengaruhnya dengan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat

hingga terwujud kesatuan dan persatuan bangsa.40

Secara garis besar, prinsip-prinsip konseptual pendidikan Islam

dapat dijelaskan sebagai berikut:

Pertama, Islam menekankan bahwa pendidikan merupakan

perintah kewajiban agama di mana proses belajar mengajar, proses

pembelajaran dan proses pencarian ilmu menjadi fokus yang sangat

bermakna dan bernilai dalam kehidupan manusia. Itulah sebabnya, wahyu

pertama yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad SAW. adalah

perintah untuk membaca dan mengajar, sebagaimana termaktub dalam

Al-Quran Surat Al-Alaq ayat 1-5. sebagai berikut:

39
A. Tafsir, Cakrawala Pemikiran Pendidikan Islam, (Bandung: Mumbar Pustaka, 2009), h. 285
40
Depdiknas. Kurikulum Berbasis Kompetensi Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Pusat
Kurikulum Balitbang Depdiknas, 2012), h. 5

44


Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Menciptakan.


Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan
Tuhanmulah Yang Paling Pemurah. Yang mengaraj (manusia) dengan
perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak
diketahuinya. (Q.S. Al-Alaq: 1-5)

Kata membaca (Iqro) di sini dapat dimaknai seluas-luasnya dan

sedalam-dalamnya, yaitu melakukan kegiatan observasi, eksplorasi,

eksperimentasi, kajian, studi, analisis, penelitian dan riset dalam dunia ilmu-

ilmu sosial dan ilmu-ilmu kealaman secara menyeluruh dan komprehensif.

Perintah membaca dari Allah di atas hendaknya diartikan sebagai

perintah untuk menganalisa secara kritis-reflektif-kontemplatif terhadap

ayat-ayat kauniyah (ayat-ayat alam semesta/ayat-ayat tidak tertulis) dan

ayat-ayat qauliyah (ayat-ayat tertulis/Al-Quran), dan menafsirkan serta

menyelaraskan antara keduanya berdasarkan pengaruh pemaknaan teks dan

konteks. Perangkat-perangkat teori, pendekatan dan metodologi penelitian

ilmiah sangat diperlukan dalam konteks kegiatan ini. Dalam kaitan ini, Nabi

Muhammad SAW juga mengajarkan bahwa menuntut ilmu (tentu saja di

dalamnya terkait dengan proses belajar mengajar, proses pembelajaran dan

proses pendidikan) adalah wajib bagi setiap Muslim dan Muslimah. Dengan

demikian, Allah dan Rasul-Nya mewajibkan umat Islam untuk bergiat

menuntut ilmu yang intensitas rangkaian kegiatannya memfokuskan dalam

proses aktivitas pembelajaran dan pendidikan.

45
Kedua, Seluruh pola rangkaian kegiatan pendidikan dalam konsep

Islam adalah merupakan ibadah kepada Allah. Hal ini sesuai dengan firman

Allah dalam Surat At-Tahrim ayat 6 sebagai berikut:


.... ....
Jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka. (Q.S. At-
Tahrim: 6)

Ini berarti bahwa pendidikan itu merupakan kewajiban individual

dan kolektif yang pelaksanaannya dilakukan melalui pendidikan formal dan

pendidikan non formal sesuai dengan tingkat kemampuan anggota

masyarakat Islam masing-masing. Karena bernilai ibadah, pendidikan Islam

harus bermuara pada bangunan watak, perilaku dan kepribadian para peserta

didik.

Ketiga, Islam memberikan posisi dan derajat yang sangat tinggi

kepada orang-orang terdidik, terpelajar, sarjana dan ilmuan. Hal ini dapat

dipahami dari firman Allah SWT sebagai berikut:

....
....

niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di
antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat
. (Q.S. Al-Mujadilah: 11).

Dalam ayat lain, Allah menyuruh agar seseorang bertanya kepada

orang-orang yang berilmu (para ilmuan atau pakar) tentang sesuatu yang

tidak ia ketahui, sebagaimana firman Allah sebagai berikut:



. ....

46
maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan
jika kamu tidak mengetahui. (Q.S. An-Nahl: 43).

Ini berarti bahwa kegiatan pendidikan memang peranan penting

dan kunci strategis dalam menghasilkan orang-orang terdidik, terpelajar,

intelektual, ilmuan, pakar dan sarjana.

Keempat, seluruh proses kegiatan pembelajaran dan aktivitas

pendidikan dalam konsep dan struktur ajaran Islam berlangsung sepanjang

hayat (life long education). Ini dapat dipahami dari hadits Nabi Muhammad

SAW yang mengajarkan kepada umat Islam untuk menuntut ilmu dari sejak

buaian ibu sampai ke liang kubur. Pendidikan sepanjang hayat ini bisa

dilakukan melalui jalur formal maupun jalur non formal (otodidak). Hal ini

sekaligus menjelaskan bahwa menurut konsep Islam pendidikan tidak

mengenal batas umur dan terus berlangsung sepanjang hayat.

Kelima, seluruh proses pembelajaran dan pola pendidikan dalam

konstruk ajaran Islam adalah bersifat dialogis, inovatif dan terbuka. Artinya,

Islam dapat menerima hazanah ilmu pengetahuan yang dihasilkan oleh

lembaga-lembaga pendidikan dari mana saja, baik dari timur maupun dari

barat. Itulah sebabnya Nabi Muhammad pada masa hayat beliau tidak

merasa alergi memerintahkan umatnya untuk menuntut ilmu pengetahuan

walaupun ke negeri Cina.

Itu berarti bahwa dalam rangka meraih kemajuan di bidang sains

dan teknologi, umat Islam bisa belajar baik dari timur maupun barat

sepanjang hal itu bermanfaat bagi intensitas peningkatan bobot kreativitas

47
dan pencerahan intelektualitas umat Islam. Awal kebangkitan dan kemajuan

peradaban umat Islam Arab pada abad ke-8 Masehi juga dipicu oleh upaya-

upaya pembelajaran mereka secara kreatif-dialogis terhadap ilmu dan

teknologi Yunani klasik. Semua hal ini membuktikan bahwa pembelajaran

dan pendidikan dalam Islam bersifat dialogis, kreatif, inovatif dan terbuka.41

b. Ruang Lingkup Pendidikan Agama Islam

Ruang lingkup Pendidikan Agama Islam Sekolah Dasar meliputi

keserasian, keselarasan dan keseimbangan antara:

1) Pengaruh manusia dengan Allah SWT;

2) Pengaruh manusia dengan sesama manusia;

3) Pengaruh manusia dengan alam (selain manusia) dan lingkungan;

4) Keimanan;

5) Al-Quran/Al-Hadits;

6) Akhlak

7) PAI/Ibadah.42

c. Tujuan Pendidikan Agama Islam

Tujuan pendidikan merupakan suatu hal yang dominan dalam

pendidikan, karena bagaimana mungkin suatu proses pendidikan dapat

berjalan dan berhasil dengan baik, jika tidak memiliki tujuan. Menurut

Omar Mohammad Al Toumy Al Syaibani, tujuan pendidikan sebagai

perubahan yang diiringi dan yang diupayakan oleh proses pendidikan/


41
Faisal Ismail, Masa Depan Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Bakti Aksara Persada, 2013), h. 22
42
Puskur Balitbang. Kurikulum Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Depdiknas, 2013), h. 2

48
usaha pendidikan untuk mencapainya, baik pada tingkah laku individu dan

pada kehidupan pribadinya, atau padda kehidupan masyarakat dan pada

alam sekitar tentang individu itu hidup, atau pada proses pendidikan sendiri

dan proses pengajaran sebagai suatu aktivitas asasi dan sebagai proporsi

diantara profesi-profesi asasi dalam masyarakat.43

Jika kita berbicara tentang pendidikan Agama Islam, baik makna

atau tujuannya haruslah mengacu pada penanaman nilai-nilai Islam dan

tidak dibenarkan melupakan etika sosial atau moralitas sosial. Penanaman

nilai-nilai ini juga dalam rangka menuai keberhasilan hidup (hasanah) di

dunia bagi anak didik yang kemudian akan mampu membuahkan kebaikan

(hasanah) di akhirat kelak. Adapun tujuan pengajaran Pendidikan Agama

Islam di sekolah dasar adalah untuk menumbuhkan dan meningkatkan

keimanan melalui pemberian dan pemupukan pengetahuan, penghayatan,

pengamalan serta pengalaman peserta didik tentang Agama Islam, sehingga

menjadi manusia muslim yang terus berkembang dalam hal keimanan,

ketakwaan, berbangsa dan bernegara, serta untuk dapat melanjutkan pada

jenjang pendidikan yang lebih tinggi.44

d. Fungsi Pendidikan Agama Islam

Kurikulum Pendidikan Agama Islam untuk sekolah / madrasah


berfungsi sebagai berikut:

43
Omar Mohammad Al Toumy Al Syaibani, Falsafah al-Tarbiyah al-Islamiyah, terj. Hasan
Langgulung, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 2009), h. 399
44
Puskur Balitbang. Kurikulum Pendidikan Agama Islam,... h. 19

49
1) Pengembangan, yaitu meningkatkan keimanan dan ketakwaan peserta

didik kepada Allah SWT yang telah ditanamkan dalam lingkungan

keluarga. Pada dasarnya dan pertama-tama kewajiban menanamkan

keimanan dan ketakwaan dilakukan oleh setiap orang tua dalam keluarga.

Sekolah beerfungsi untuk menumbuh kembangkan lebih lanjut dalam diri

anak melalui bimbingan, pengajaran dan pelatihan agar keimanan dan

ketakwaan tersebut dapat berkembang secara optimal sesuai dengan

tingkat perkembangannya.

2) Penanaman nilai sebagai pedoman hidup untuk mencari kebahagiaan

hidup di dunia dan di akhirat.

3) Penyesuaian mental, yaitu untuk menyesuaiakan diri dengan

lingkungannya, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial dan

dapat mengubah lingkungannya sesuai dengan ajaran Agama Islam.

4) Perbaikan, yaitu untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan, kekurangan-

kekurangan dan kelemahan-kelemahan peserta didik dalam keyakinan,

pemahaman dan pengamalan ajaran dalam kehidupan sehari-hari.

50
5) Pencegahan, yaitu untuk menangkal hal-hal negatif dari lingkungannya

atau dari budaya lain yang dapat membahayakan dirinya dan

menghambat perkembangannya menuju manusia Indonesia seutuhnya.

6) Pengajaran tentang ilmu pengetahuan keagamaan secara umum (alam

nyata dan nir-nyata), sistem dan fungsionalnya.

7) Penyaluran, yaitu untuk menyalurkan anak-anak yang memiliki bakat

khusus di bidang agama Islam agar bakat tersebut dapat berkembang

secara optimal sehingga dapat dimanfaatkan untuk dirinya sendiri dan

bagi orang lain.45

B. Penelitian yang Relevan

Penelitian yang dilakukan oleh Faridah (2010) dengan judul

Efektivitas Model Pembelajaran Inquiry Discovery Learning Terhadap Hasil

Belajar Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) Pada Siswa Kelas VIII

Semester 1 SMP NU 01 Muallimin Weleri Kendal Tahun Pelajaran 2010-

2011. Hasil analisis uji hipotesis diketahui bahwa kelompok eksperimen

lebih baik dari kelompok kontrol. Hal ini ditunjukkan dari nilai thitung = 2,81.

Hasil tersebut kemudian dikonsultasikan dengan ttabel di mana derajat

kebebasan () adalah 5% dengan dk = n1+n2-2 (34 + 34 2) diperoleh

t(0,95)(66) = 2.00 karena thitung > (1 )(n1+n22), berarti Ha diterima, atau

signifikan. Maka, hipotesis menyatakan bahwa kelas eksperimen lebih baik

dari pada kelas kontrol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model

45
Abdul Majid et. al., Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2013), h. 134 - 135

51
pembelajaran Inquiry Discovery Learning terhadap hasil belajar peserta didik

efektif digunakan yaitu ditunjukkan dengan adanya perbedaan rata-rata hasil

belajar kognitif dan psikomotorik siswa pada kelas eksperimen lebih baik dari

pada kelas kontrol. Berdasarkan hasil perhitungan analisis keefektifan

pembelajaran Inquiry Discovery Learning didapatkan bahwa persentase rata-

rata hasil belajar siswa ranah kognitif dan ranah psikomotorik kelas eksperimen

adalah 75,30%. Perolehan tersebut mempunyai kriteria efektif. Kemudian,

dalam kelas kontrol yaitu kelas yang tidak memakai pembelajaran Inquiry

Discovery Learning didapatkan 64,66% yang mempunyai kriteria cukup.

Penelitian yang dilakukan oleh Martha Riana Panjaitan (2013) dengan

judul Pengaruh Metode Inkuiri Terhadap Hasil Belajar Matematika Ditinjau

dari Kemandirian Belajar Siswa di SMP Negeri 3 Salatiga. Hasil uji

Univariate Analysis of Variance diperoleh: 1) Nilai signifikansi antara

kelompok eksperimen dan kelompok kontrol adalah 0,022 < 0,050 yang berarti

rata-rata kedua kelompok berbeda sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat

pengaruh metode inkuiri terhadap hasil belajar matematika siswa di SMP

Negeri 3 Salatiga; 2) Nilai signifikansi antara tingkat kemandirian belajar

tinggi, sedang, dan rendah adalah 0,704 > 0,050 yang berarti rata-rata kedua

kelompok sama, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat pengaruh

kemandirian belajar terhadap hasil belajar matematika siswa di SMP Negeri 3

Salatiga; 3) Nilai signifikansi antara siswa kelompok eksperimen dengan

tingkat kemandirian tinggi, sedang, dan rendah dan siswa kelompok kontrol

dengan tingkat kemandirian tinggi, sedang, dan rendah adalah 0,407 > 0,050

52
yang berarti rata-rata kedua kelompok sama, sehingga dapat disimpulkan

bahwa tidak terdapat interaksi antara metode inkuiri dan kemandirian belajar

terhadap hasil belajar matematika siswa di SMP Negeri 3 Salatiga.

Penelitian yang dilakukan oleh Sriyanti (2015) dengan judul

Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar IPA Melalui Metode Inkuiri

Terbimbing di Kelas V SD Negeri Terbahsari. Berdasarkan hasil analisis data

pada siklus I pertemuan I aktivitas siswa menunjukkan 68,42% dengan nilai

rata-rata sebesar 82, pertemuan II menunjukkan 78,61% dengan nilai rata-rata

sebesar 87, dan pertemuan III menunjukkan 78,89% dengan nilai rata-rata

sebesar 84. Setelah dilakukan perbaikan pada siklus I yaitu pada aspek

orientasi, merumuskan hipotesis sederhana, dan merumuskan kesimpulan,

aktivitas siswa mengalami peningkatan. Berdasarkan hasil analisis data pada

siklus II pertemuan I aktivitas siswa menunjukkan 82,63% dengan nilai rata-

rata sebesar 80, pertemuan II menunjukkan 86,39% dengan nilai rata-rata

sebesar 83, dan pertemuan III menunjukkan 90,79% dengan nilai rata-rata

sebesar 87. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa metode inkuiri

terbimbing dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar IPA di kelas V SD

Negeri Terbahsari. Peningkatan aktivitas siswa meliputi aspek orientasi,

merumuskan hipotesis sederhana, mengumpulkan data, dan merumuskan

kesimpulan.

C. Kerangka Berpikir

Metode inquiry merupakan salah satu metode yang digunakan dalam

proses belajar mengajar dan metode inquiry banyak disukai karena dapat

53
membangkitkan daya imajinasi dan daya tangkap anak didik sehingga hal ini

dapat meningkatkan hasil belajar mereka. Tapi metode inquiry yang dapat

mengembangkan daya kreativitas anak, bukanlah metode biasa saja melainkan

inquiry yang bersandar pada kekuatan sains, dan menghayati inquiry dengan

menunjukkan imajinasi yang sesuai dengan karakter siswa.

Metode inquiry merupakan suatu teknik atau cara yang dipergunakan

guru untuk mengajar di depan kelas, dimana guru membagi tugas meneliti

suatu masalah di kelas. Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok, dan masing-

masing kelompok mendapat tugas tertentu yang harus dikerjakan, kemudian

mereka mempelajari, meneliti, atau membahas tugasnya di dalam kelompok.

Setelah hasil kerja mereka di dalam kelompok didiskusikan, kemudian dibuat

laporan yang tersusun dengan baik. Akhirnya hasil laporan dilaporkan ke

sidang pleno, dan terjadilah diskusi secara luas. Dari sidang pleno kesimpulan

akan dirumuskan sebagai kelanjutan hasil kerja kelompok. Dan kesimpulan

yang terakhir bila masih ada tindak lanjut yang harus dilaksanakan, hal itu

perlu diperhatikan.

Guru menggunakan teknik bila mempunyai tujuan agar siswa

terangsang oleh tugas, dan aktif mencari serta meneliti sendiri pemecahan

masalah itu. Mencari sumber sendiri, dan mereka belajar bersama dalam

kelompoknya. Diharapkan siswa juga mampu mengemukakan pendapatnya dan

merumuskan kesimpulan nantinya. Juga mereka diharapkan dapat berdebat,

menyanggah dan mempertahankan pendapatnya. Inquiry mengandung proses

mental yang lebih tinggi tingkatannya, seperti merumuskan masalah,

54
merencanakan eksperimen, melakukan eksperimen, mengumpulkan dan

menganalisa data, menarik kesimpulan. Pada metode inquiry dapat

ditumbuhkan sikap obyektif, jujur, hasrat ingin tahu, terbuka, dan sebagainya.

Akhirnya dapat mencapai kesimpulan yang disetujui bersama. Bila siswa

melakukan semua kegiatan di atas berarti siswa sedang melakukan Inquiry.

Secara umum, Inquiry merupakan proses yang bervariasi dan meliputi

kegiatan-kegiatan mengobservasi, merumuskan pertanyaan yang relevan,

mengevaluasi buku dan sumber-sumber informasi lain secara kritis,

merencanakan penyelidikan atau investigasi, mereview apa yang telah

diketahui, melaksanakan percobaan atau eksperimen dengan menggunakan alat

untuk memperoleh data, menganalisis dan menginterpretasi data, serta

membuat prediksi dan mengkomunikasikan hasilnya.

C. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka berpikir di atas maka hipotesis dalam penelitian

ini adalah:

Ho : Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara Metode Inquiry

terhadap Hasil Belajar Pendidikan Agama Islam siswa Kelas VII di

MTs Nurul Huda Yadin Neroktog Pinang Tangerang.

Ho : Terdapat pengaruh yang signifikan antara Metode Inquiry terhadap

Hasil Belajar Pendidikan Agama Islam siswa Kelas VII di MTs

Nurul Huda Yadin Neroktog Pinang Tangerang

55
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di MTs Nurul Huda Yadin Neroktog

Pinang Tangerang. Kegiatan penelitian dilaksanakan pada semester genap

tahun pelajaran 2016/2017.

2. Waktu Penelitian

Waktu yang diperlukan untuk mengadakan penelitian adalah 6

bulan, terhitung dari bulan Januari 2017 sampai dengan bulan Juli 2017.

Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:

a. Persiapan, pada tahap ini penelitian diawali dengan kegiatan

mengidentifikasi permasalahan di tempat yang akan digunakan sebagai

lokasi penelitian.

b. Pelaksanaan, tahap ini kegiatan dimulai dengan mengadakan

pengamatan langsung (observasi) lalu dilanjutkan dengan pengumpulan

data dan berbagai informasi yang berkaitan dengan penelitian ini.

c. Pelaporan, pada tahap ini peneliti melakukan kegiatan mengedit

(editing) dan memberikan kode pada data. Mengolah data, menganalisa

data dan menginterpretasikan hasil yang diperoleh.

56
Tabel 3.1
Jadwal Kegiatan Penelitian
Bulan
No Kegiatan April Mei Juni Juli Agustus September
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Persiapan
a. Identifikasi
Masalah
b. Pembuatan
Instrumen
2 Pelaksanaan
a. Observasi
b. Wawancara
3 Pelaporan
a. Mengolah
data
b. Menganalisis
Data
c. Interpretasi
Data
4 Sidang Skri
5 Perbaikan

B. Metode Penelitian

Metode adalah suatu prosedur atau cara untuk mengetahui sesuatu,

yang mempunyai langkah-langkah sistematis. Sedangkan metodologi ialah

suatu pengkajian dalam mempelajari peraturan-peraturan suatu metode.

Dengan demikian, metode penelitian ialah suatu pengkajian dalam

mempelajari peraturan-peraturan yang terdapat dalam penelitian.46

Jenis penelitian yang peneliti gunakan adalah kuantitatif. Sedangkan

metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

korelasi, yakni melihat bentuk hubungan antara variabel-variabel yang

diteliti. Metode korelasi ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara


46
Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar, Metodologi Penelitian Sosial, (Jakarta: Bumi
Aksara, 2008), cet. II, h. 41

57
suatu variabel dengan variabel-variabel yang lain, 47 dan bertujuan pula

melihat hubungan antara dua gejala atau lebih.48

Metode penelitian ini diharapkan dapat menemukan hubungan antara

variabel-variabel yang diteliti yaitu media pembelajaran dan motivasi belajar.

Di samping itu, metode penelitian ini adalah penelitian deskriptif yaitu

penelitian yang bertujuan menggambarkan keadaan sebenarnya. Untuk

memperoleh data yang obyektif, maka digunakan dua bentuk penelitian,

yaitu:

1. Penelitian Kepustakaan (Library Research), yaitu penelitian yang

dilakukan dengan mengumpulkan, membaca dan menganalisa buku yang

ada relevansinya dengan masalah yang dibahas dalam skri.

2. Penelitian Lapangan (Field Research), yaitu penelitian untuk memperoleh

data-data lapangan langsung. Dengan cara mendatangi langsung sekolah

yang akan diteliti.

C. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah suatu kumpulan menyeluruh dari suatu obyek yang

menjadi perhatian peneliti. Obyek penelitian dapat berupa makhluk hidup,

benda-benda, sistem dan prosedur, fenomena dan lain-lain. 49 Populasi

47
Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2007), cet. ke-3. h. 58
48
S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2010), cet.V, h. 9
49
Ronny Kountur, Metode Penelitian untuk Penulisan Skripsi dan Tesis, (Jakarta: Penerbit PPM,
2009), cet. II, h. 137

58
yang dimaksud dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII MTs

Nurul Huda Yadin Neroktog Pinang Tangerang yang berjumlah 44 orang.

2. Teknik Pengambilan Sampel

Sampel adalah sebagian populasi yang memiliki sifat dan


50
karakteristik yang sama sehingga benar-benar mewakili populasi.

Adapun proporsi yang peneliti pergunakan adalah seperti yang

dikemukakan oleh Arikunto bahwa apabila subyeknya kurang dari 100,

lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian

populasi, selanjutnya jika jumlah subyeknya besar dapat diambil antara 10-

15 % atau 20-25 % atau lebih.51

Berdasarkan hasil pertimbangan di atas, karena jumlah siswa

kurang dari 100, maka peneliti mengambil sampel seluruh siswa kelas VII

MTs Nurul Huda Yadin Neroktog Pinang Tangerang yang berjumlah 44

orang.

Tabel 3.2
Jumlah Populasi dan Sampel Penelitian

No Siswa Total
1 Laki-laki 20 Orang
2 Perempuan 24 Orang
Jumlah 44 Orang

50
Nana Sudjana, Penelitian dan Penilaian Pendidikan, (Bandung: Sinar Baru, 2009), h. 84
51
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: PT Rineka Cipta,
2012), cet. XIII, h. 134

59
D. Instrumen Penelitian

1. Hasil Belajar (Y)

a. Definisi Konseptual

Hasil belajar merupakan proses untuk menentukan nilai hasil

belajar siswa melalui kegiatan penilaian dan/atau pengukuran hasil

belajar.

b. Definisi Operasional

Untuk mengukur hasil belajar Pendidikan Agama Islam siswa

kelas VII dapat dilihat berdasarkan pada; silabus mata pelajaran

Pendidikan Agama Islam semester genap tahun ajaran 2016/2017.

2. Metode Inquiry (X)

a. Definisi Konseptual

Metode inquiry merupakan metode pembelajaran yang berupaya

menanamkan dasar-dasar berpikir ilmiah pada diri siswa, sehingga dalam

proses pembelajaran ini siswa lebih banyak belajar sendiri,

mengembangkan kreativitas dalam memecahkan masalah.

b. Definisi Operasional

Metode inquiry dapat dilihat berdasarkan pada; keaktifan, kerja

sama, kedisiplinan, perhatian terhadap pelajaran.

60
Table 3.2
Langkah-langkah Operasional
Metode Inquiry

Langkah guru Langkah siswa


Persiapan guru memulai Keaktifan Siswa
kegiatan pembelajaran Aktif mengemukakan pendapat
Memberikan apersepsi Aktif bertanya
Menyampaikan Aktif menjawab pertanyaan
pengarahan tentang Aktif mengerjakan evaluasi
pembelajaran
Membagi kelompok Kerja Sama
Kemampuan guru Siswa mengkondisikan diri berkelompok
memberikan motivasi Mengolah data yang telah terkumpul
Diskusi dan penjelasan Aktif berinteraksi dengan guru dan teman
konsep
Kemampuan Kedisiplinan
menggunakan metode Datang tepat waktu
Kemampuan mengarahkan Menyelesaikan tugas dengan baik
siswa Tidak mengganggu teman ketika proses
pembelajaran

Perhatian terhadap Pelajaran


Mampu mengidentifikasi masalah
Mampu Merumuskan kesimpulan hasil
pembahasan materi
Berani tampil di depan kelas
Semangat mengerjakan tugas

3. Uji Validitas Instrumen dan Reliabilitas

a. Uji Validitas Instrumen

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan

atau kesahihan suatu instrument. Sebuah item dikatakan valid apabila

mempunyai dukungan yang besar terhadap skor total. Skor pada item

menyebabkan skor total menjadi tinggi atau rendah52 Uji validitas digunakan

52
Ibid., h.56

61
untuk menentukan validitas item soal menggunakan rumus korelasi product

moment.53

Adapun rumus yang digunakan adalah:

N . xy - x y
rxy
N. x 2
- x
2
N. y 2
- y
2

Keterangan:

rxy = Korelasi antara variabel X dan Y

X = Hasil variabel X

Y = Hasil variabel Y

XY = Hasil kali dua variabel antara X dan Y

N = Jumlah sampel penelitian

Apabila rhitung rtabel maka dianggap signifikan, artinya soal yang

digunakan sudah valid. Sebaliknya jika rhitung < rtabel artinya soal tersebut

tidak valid, maka soal tersebut harus direvisi atau tidak digunakan.54

b. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas berhubungan derajat konsistensi item atau butir soal

yang diujikan dalam penelitian. Adapun rumus yang digunakan dalam

pengujian reliabilitas dengan menggunakan rumus K-R. 20:55

2
11 = [ ][ ]
( 1) 2

53
Ibid., h.72
54
Ibid
55
Ibid., h.73

62
Keterangan:

r11 : Koefisien reliabilitas tes secara keseluruhan

n : Banyaknya butir item

1 : Bilangan konstan

S2 : Varian total

P : Proporsi subyek yang menjawab item dengan benar

q : Proporsi subyek yang menjawab item dengan salah (q = 1 P)

pq : Jumlah dari hasil perkalian antara pi dengan qi

Kriteria pengujian reliabilitas tes yaitu setelah didapatkan harga r11,

kemudian dibandingkan dengan rtabel product moment, jika rhitung < rtabel

maka item yang diujikan tersebut dianggap reliabel.

E. Teknik Analisis Data

Langkah-langkah yang ditempuh dalam menganalisis data adalah

sebagai berikut:

1. Editing

Yang pertama kali dilakukan adalah mengedit atau memeriksa daftar

pertanyaan yang telah diisi oleh para responden. Tujuannya adalah

mengurangi kesalahan atau kekurangan yang ada di dalam daftar

pertanyaan yang sudah diselesaikan sampai sejauh mungkin.

2. Skoring

Setelah melalui tahap editing, maka selanjutnya peneliti memberi skor

terhadap pertanyaan yang ada pada angket dengan ketentuan sebagai

berikut:

63
a. Pensekoran untuk variabel X

1) Untuk jawaban sangat setuju (SS) diberi skor 4

2) Untuk jawaban setuju (S) diberi skor 3

3) Untuk jawaban tidak tahu (TT) diberi skor 2

4) Untuk jawaban tidak setuju (TS) diberi skor 1

b. Pensekoran untuk variabel Y

1) Jawaban Selalu (S) diberi nilai 4

2) Jawaban Sering (SR) diberi nilai 3

3) Jawaban Kadang-kadang (KD) diberi nilai 2

4) Jawaban Tidak Pernah (TP) diberi nilai 1

3. Tabulating

Pada tahap ini, peneliti memindahkan jawaban responden kedalam

blanko yang telah tersusun rapi dan rinci dalam bentuk tabel. Untuk

menganalisis data yang telah terkumpul, maka peneliti menggunakan

teknik analisa data menggunakan metode deskriptif, yaitu menuturkan dan

menganalisa data yang berupa angka-angka yang diperoleh dari penelitian.

Rumus yang digunakan untuk menghitung deskriptif persentasenya

adalah:

R
NP = x 100%
SM

Keterangan:

NP = Nilai dalam persen (%)

R = Skor nyata dicapai siswa

64
SM = Skor ideal56

Setelah itu untuk mencari korelasi antara dua variabel peneliti

menggunakan rumus Product of Moment Corelation, yaitu salah satu

teknik untuk mencari korelasi antar dua variabel. Adapun rumus korelasi

product moment yang digunakan peneliti adalah sebagai berikut:

N . xy - x y
rxy
N. x 2
- x
2
N. y 2
- y
2

Keterangan:

rxy = Korelasi antara variabel X dan Y

X = Hasil variabel X

Y = Hasil variabel Y

XY = Hasil kali dua variabel antara X dan Y

N = Jumlah sampel penelitian

Setelah diperoleh angka indeks korelasi r Product Moment maka

dilakukan interpretasi secara sederhana yaitu dengan mencocokkan hasil

penelitian dengan angka indeks korelasi r Product Moment seperti di

bawah ini:

56
Ngalim Purwanto, Prinsip dan Teknik Evaluasi, (GIP, IKIP Jakarta, 2011), h. 102

65
Tabel 3.3
Interpretasi Data
Besarnya r
Product Moment (rxy) Interpretasi

Antara variabel X dan variabel Y terdapat


0,00 0,20 korelasi yang sangat rendah sehingga
korelasi itu diabaikan
Antara variabel X dan variabel Y terdapat
0,20 0,40
korelasi yang lemah atau rendah.
Antara variabel X dan variabel Y terdapat
0,40 0,70
korelasi yang sedang atau cukup.
Antara variabel X dan variabel Y terdapat
0,70 0,90
korelasi yang kuat atau tinggi.
Antara variabel X dan veriabel Y terdapat
0,90 1,00
korelasi yang sangat kuat

F. Hipotesis Statistik

Setelah interpretasi data secara sederhana dilakukan, hasilnya

dicocokkan dengan tabel nilai koefisien korelasi r product moment baik

pada taraf signifikan 5% atau pun pada taraf 1%, kemudian dibuat

kesimpulan apakah terdapat korelasi positif yang signifikan atau tidak. Untuk

lebih memudahkan pemberian interpretasi angka indeks korelasi r product

moment, prosedurnya adalah sebagai berikut:

1. Merumuskan Hipotesa Alternatif (Ha) dan Hipotesa Nihil (Ho)

Ha: Ada hubungan yang signifikan antara metode Inquiry dengan hasil

belajar PAI di MTs Nurul Huda Yadin Neroktog Pinang Tangerang

Ho: Tidak ada hubungan yang signifikan antara metode Inquiry dengan

hasil belajar PAI di MTs Nurul Huda Yadin Neroktog Pinang

Tangerang

Secara statistik rumusan hipotesisnya adalah:

66
Ha : rhitung > rtabel, Ha diterima dan Ho ditolak

Ho : rhitung < rtabel, Ho diterima dan Ha ditolak

2. Menguji kebenaran atau kepalsuan hipotesa yang telah diajukan, dengan

cara membandingkan besarnya r yang tercantum dalam tabel nilai (db)

atau degree of freedom (df). Adapun rumusnya sebagai berikut:

df = N-nr

keterangan:

df = Degree of freedom

N = Number of cases

Nr = Banyaknya variabel yang dikorelasikan

3. Menguji kontribusi variable X dan Y

Untuk mencari kontribusi variabel X terdapat variabel Y, peneliti

menggunakan rumus sebagai berikut:

KD = r2 x 100%

Keterangan:

KD = Kontribusi variabel X terhadap variabel Y

r2 = Koefisien korelasi antara variabel X terhadap variabel Y

67
DAFTAR PUSTAKA

Abudinata, Filsafat Pendidikan Islam, (Ciputat: PT Logos Wacana Ilmu, 2011)

Al Toumy Al Syaibani, Omar Mohammad. Falsafah al-Tarbiyah al-Islamiyah,


terj. Hasan Langgulung, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan
Bintang, 2009)

al-Abrasyi, Moh. Athiyah. Dasar- Dasar Pokok Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan
Bintang, 2010)

Armando, Ade et. al, Ensiklopedia Islam untuk Pelajar, (Jakarta: PT Ichtiar Baru
van Hoeve, 2009)

Azra, Azyumardi et. al., Ensiklopedi Islam, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru van Hoeve,
2013)

Azra, Azyumardi. Pendidikan Islam Tradisi dan Modernitas Menuju Milenium


Baru, (Jakarta: Logos, 2002)

Balitbang, Puskur. Kurikulum Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Depdiknas,


2013)

Chatibul Umam, Quran Hadist, (Kudus: Menara Kudus, 2010)

D. Marimba, Ahmad. Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Al-


Maarif, 2006)

Depdiknas. Kurikulum Berbasis Kompetensi Pendidikan Agama Islam, (Jakarta:


Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas, 2012)

Depdiknas. Standar Kompetensi Kurikulum 2004. Jakarta: Puslitbang Depdiknas.


Joyce, B Weil dan Shower B. 2000. Models of Teaching. Fourth
Edition. (Massachusettes: Allyn and Bacon Publishing Company,
2013)

Dimyati dan Mudjiono. Belajar dan Pembelajaran. (Jakarta: PT Asdi Mahasatya,


2006)

Garton, Janetta. Inquiry-Based Learning. (Willard R-II School District,


Technology Integration Academy, 2005)

Hamalik, Oemar. Proses Belajar Mengajar. (Jakarta: Bumi Aksara, 2008)

68
Haury, L. David. Teaching Science Through Inquiry. (Columbus, OH: ERIC
Clearinghouse for Science, Mathematics, and Environment Education,
2013)

Ismail, Faisal. Masa Depan Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Bakti Aksara Persada,
2013)

Majid, Abdul et.al.. Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi, (Jakarta: PT


Remaja Rosdakarya, 2013)

Mudyahardjo, Redja. Filsafat Ilmu Pendidikan, (Bandung: PT Remaja


Rosdakarya, 2013)

Mulyasa, E. Standar Kompetensi Sertifikasi Guru, (Bandung: PT. Remaja


Rosdakarya, 2007)

Nizar, Samsul. Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002)

Poerwadarminta, W.J.S. Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,


2010)

Purwanto, Ngalim. Prinsip dan Teknik Evaluasi, (GIP, IKIP Jakarta, 2011)

Sagala, Syaiful. Konsep dan Makna Pembelajaran. (Bandung, Penerbit Alfabeta,


2009)

Sagala, Syaiful. Konsep dan Makna Pembelajaran. (Bandung: Penerbit Alfabeta,


2004)

Sudjana, Nana. Penelitian dan Penilaian Pendidikan, (Bandung: Sinar Baru,


2009)

Sudjana, Nana. Penelitian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Remaja


Rosdakarya, 2011)

Sugandi, Achmad. Teori Pembelajaran. (Semarang: UPT MKK Unnes Press,


2006)

Syarifudin H.E. dkk Strategi Belajar Mengajar (Jakarta: Diadet Media 2010)

Tafsir, A. Cakrawala Pemikiran Pendidikan Islam, (Bandung: Mumbar Pustaka,


2009)

Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas, (Bandung:


Fokusmedia, 2003)

69
Usman, Husaini dan Purnomo Setiady Akbar, Metodologi Penelitian Sosial,
(Jakarta: Bumi Aksara, 2008)

Zuhairini, dkk, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara Bekerja Sama
dengan Departemen Agama, 2005)

70

Você também pode gostar