Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Abstrak
Penerapan klinis dari pengetahuan anatomi dan fisiologis mengenai sistem respirasi
meningkatkan keselamatan pasien selama anestesi. Hal ini juga mengoptimalkan kondisi ventilasi
pasien dan patensi jalan napas. Pengetahuan semacam ini telah memiliki pengaruh pada
manajemen jalan nafas, isolasi paru-paru selama anestesi, manajemen kasus gangguan
pernafasan, prosedur respirasi endoluminal dan pengoptimalisasi strategi ventilator pada periode
perioperatif. Memahami ventilasi, perfusi dan hubungan mereka satu sama lain merupakan hal
yang penting untuk memahami fisiologi respirasi. Rasio Ventilasi terhadap perfusi dapat berubah
dalam kondisi anestesi, perubahan posisi tubuh dan dengan anestesi satu paru-paru.
Vasokonstriksi pulmoner hipoksia, adalah sebuah mekanisme pertahanan yang penting, dihambat
oleh sebagiaan besar obat-obat anestetik. Ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi menyebabkan
pengurangan konsentrasi oksigen arteri yang utamanya disebabkan oleh penutupan dini jalan
nafas, dimana menyebabkan penurunan ventilasi dan atelektasi selama anestesi. Berbagai obat
Kata kunci: Anatomi, tonus bronkomotor, kapasitas residu fungsional, fisiologi, sistem respirasi,
Introduksi
Pengetahuan yang akurat mengenai anatomi dan fisiologi dari traktur respirasi merupakan
hal yang penting tidak hanya dalam bidang pulmonologi namun juga didalam anestesiologi dan
perawatan kritis, Hampir 70-80% angka morbiditas dan mortalitas yang terjadi pada periode
perioperatif berhubungan dengan beberapa bentuk dari disfungsi respirasi.[1] Anestesi umum dan
paralisis berhubungan dengan perubahan pada fungsi respirasi.[2,3] Perubahan anatomi yang
dinamis dan perubahan fisiologis yang terjadi selama anestesi mengharuskan seorang
anestesiologis untuk memiliki pengetahuan yang cukup mengenai sistem respirasi dan
menerapkannya untuk melakukan anestesi yang aman dan lancar. Pengetahuan semacam ini
memiliki pengaruh dalam praktek klinis manajemen jalan nafas, isolasi paru-paru selama
anestesi, manajemen kasus gangguan respirasi, prosedur endoluminal respitasi dan pembedahan,
mengoptimalisasikan strategi ventilator pada periode perioperatif dan mendesain penunjang jalan
nafas.
Sistem respirasi, secara fungsional, dapat dibedakan menjadi dua zona; zona konduksi (hidung ke
bronkiolus) membentuk sebuah jalur untuk konduksi dari gas yang dihisap dan zona respirasi
(duktus alveolar ke alveolus) dimana pertukaran gas terjadi. Secara anatomis, traktus respirasi
dibagi menjadi traktus respirasi bagian atas (organ diluar rongga dada hidung, faring dan laring)
dan traktur pernafasan bagian bawah (organ didalam rongga dada- trakea, bronkus, bronkiolus,
Pembahasan ini terpusat pada traktur respirasi bagian bawah dan fisiologi yang berkaitan.
Hidung dan kavum nasi dibagi menjadi dua bagian oleh septum nasal. Dinding lateral dari hidung
terdiri dari tiga konka (Superior, medius, inferior). Konka inferior merupakan jalur yang sering
dipakai untuk intubasi nasotrakeal[4]. Faring merupakan sebuah jalur yang berbentuk seperti
tabung dimana menghubungkan nasal posterior dan kavitas oral kepada laring dan esofagus.
Faring terbagi menjadi nasofaring, orofaring, dan laringofaring. Peningkatan atau penurunan
ukuran pada jaringan lunak didalam permukaan tulang faring akan menyebabkan
ketidakseimbangan anatomis dan menyebabkan keterbatasan pada jalur nafas yang tersedia
[Gambar 1].[5]
Terdapat tiga bagian tersempit dari faring; bagian posterior menuju palatum mole (ruang
retropalatal),bagian posterior menuju lidah (ruang retroglosal), bagian posterior menuju epiglotis
(ruang retroepiglotis). Terdapat pengurangan ruang tersebut dengan pemberian sedasi dan
anestesi dimana akan menyebabkan terjadi obstruksi saluran nafas bagian atas.
(1) Tensor palatina menarik palatum mole menjauhi dinding posterior faring, sehingga
anterior untuk membuka ruang retroglosal. (3) otot hyoid (geniohyoid, sternohyoid dan
retroepiglotis. Penumpukkan lemak yang berlebihan disekitar otot ini akan menyebabkan
ketidakefisien kontraksi dari otot dilator faringeal. Hal ini akan menyebabkan obstruksi
Pembesaran lidah (dalam kasus akromegali atau obesitas) didalam permukaan tulang yang
normal pada orofaring atau permukaan tulang yang lebih kecil (receding mandibula) orofraing
akan menyebabkan tidak dapat mengakomodasi lidah kepada orofaring sehingga menggeser lidah
menuju hipofaring (laringofaring). Lidah yang terletak pada hipofaring mengurangi patensi jalan
nafas laringofaring. Hal ini menjadi salah satu alasan terjadinya sleep apnoea obstruktif dan
Tarikan Trakea
Terdapat traksi yang terus menerus pada trakea, faring dan laring pada saat inspirasi
dikarenakan tekanan negatif intrathorax dimana memperpanjang jalan nafas faringeal saat
inspirasi dimana akan menyebabkan penurunan ruang luminal faring pada pasien obesitas. Hal ini
juga merupakan salah satu alasan kesulitan mask ventilation dan sleep apnoea obstruktif.[9]
Laring
Laring berperan sebagai spinchter, mentransmisikan udara dari orofaring dan nasofaring menuju
trakea.
Trakeobronkial Tree
Trakeobronkial tree merupakan sebuah sistem kompleks yang membawa gas dari trakea
menuju acinus, unit pertukaran gas didalam paru-paru. Acinus terbagi menjadi 23 generasi
percabangan dikotomik, memanjang dari trakea (generasi 0) kepada urutan terakhir bronkiolus
terminal (generasi 23). Pada setiap generasi, setiap jalan nafas terbagi menjadi dua anak jalan
Dari trakea menuju bronkiolus terminal (generasi 15-16), jalur nafas yang ada merupakan
pipa konduksi murni. Dikarenakan tidak adanya pertukaran gas pada daerah ini, volume didalam
pipa ini disebut sebagai volume ruang mati (rata-rata 150ml). Bronkiolus terminal (generasi 16)
dibagi menjadi bronkiolus respiratorik atau bronkus transisional (generasi 17-19) dikarenakan
mereka terkadang memiliki alveolus pada dindingnya, Bronkiolus respiratorik terbagi lebih lanjut
menjadi duktus alveoli (generasi 20-22) dimana sejajar seluruhnya dengan alveolus. Bagian ini
dikenal sebagai acinus (generasi 16-23). Acinus tersusun oleh jalan nafas respiratorik dan
membentuk jaringan fungsional (unit pertukaran gas) paru-paru. Duktus alveolar merupakan pipa
kecil yang disusun oleh matriks yang kaya akan serat elastik dan kolagen. Bagian distal duktus
Trakea adalah saluran berongga untuk gas dan sekresi bronkus. Trakea dimulai dari
tingkat vertebra C6 (kartilago krikoi) sampai karina, kurang lebih terletak pada tingkat T4-T5.[11].
Pada orang dewasa, panjang trakea kurang lebih 11-13cm, dengan 2-4cm berada diluar rongga
thorax.[12]. Trakea memiliki kartilago ikatan tapalkuda(berbentuk huruf C) sebanyak 16-22 buah.
Dinding posterior trakea tidak memiliki kartilago dan disokong oleh otot trakealis. Berdasarkan
pada tingkat inspirasi, dinding posterior trakea menjadi datar, konveks atau konkav.[13,14].
Dinding posterior trakea akan mendatar atau mencembung sedikit kedepan pada saat ekspirasi.
Pada subjek yang normal, terdapat pengurangan sampai 35% lumen antero-posterior trakea saat
ekspirasi paksa, sementara pengurangan diameter tranversa hanya sebesar 13%.[16]. Trakea
umumnya terletak pada posisi tengah tubuh, seringkali bergeser sedikit ke kanan dan posterior
ketika mendekati karina. Sudut dari bifurkasi trakea disebut sebagai sudut karina/subkarina
Trakea membagi karina menuju bronkus primer kanan dan kiri. Jarak dari karina menuju
gigi bervariasi berdasarkan pada perubahan posisi leher dari fleksi menuju ekstensi (variasi
panjang trakea adalah 2cm), posisi tubuh dan posisi diafragma.[19] Hal ini menjelaskan
perubahan pada posisi pipa endotrakeal saat perubahan posisi atau fleksi ekstensi dari leher.
Bronkus primer kanan memiliki tingkat kecuraman yang lebih tajam, dan lebih pendek dibanding
bronkus primer kanan, dan bercabang lebih dini dibandingkan bronkus primer kiri.[11].Hal ini
menyebabkan lebih sering terjadinya intubasi endotrakeal kanan. Bronkus primer kanan terbagi
menjadi (bronkus sekunder) bronkus lobus superior kanan dan bronkus intermedius dimana
terbagi lebih lanjut pada lobus medius dan lobus inferior. Bronkus kiri berjalan secara
inferolateral dengan sudut vertikal axis yang lebih besar dibandingkan bronkus kanan. Bronkus
primerkiri terbagi menjadi (bronkus sekunder) bronkus lobus superior dan lobus inferior kiri.
Segmen Bronko-Pulmoner
Bronko-pulmoner segmen dapat didefinisikan sebagai sebuah area distribusi dari bronkus
manapun [Gambar 4]. Setiap bronkus lobaris terbagi menjadi bronkus segmental (bronkus
tersier), dimana menyokong segmen bronko-pulmoner dari setiap lobus. Secara teknis, terdapat
10 segmen bronko-pulmoner pada setia paru-paru, namun pada paru-paru kiri, beberapa dari
segmen ini bergabung dan hanya terdapat 8 segmen bronko-pulmoner. Bronkus ini terus terbagi
menjadi bronkus yang semakin kecil dan semakin kecil sampai terdapat 23 generasi pembagian
dari bronkus primer. Seiring dengan semakin kecilnya bronkus, struktur merekapun berubah:
semua sokongan kartilago, jalan nafas tersebut kemudian disebut sebagai bronkiolus.
Epitel bronkus berubah dari pseudostratified kolumna menjadi kolumna menjadi kuboidal
nafas.
Memastikan parameter dari trakeobronkial tree seperti panjang, diameter, dan angulasi
membantu mengoptimalkan prosedur sepeti intubasi, teknik isolasi paru-pari dan ventilasi jet
Trakeobronkial tree memiliki variasi yang luas dan memiliki prevalensi sebesar 4%.[28]
Anomali bronkus primer yang paling sering dalah bronkus trakeal dan bronkus kardiak
assesorius. Pengetahuan mengenai variasi trakeorbronkial penting dimengerti untuk aspek klinis
pada evaluasi pre-operatif dalam penerapan intubasi, teknik isolasi paru dan prosedur endo-
bronkial lainnya.
Bronkus Trakea
Bronkus ini umumnya berasal pada sisi kanan trakea diatas karina dan didalam jarak 2-6
cm dari karina.[29] Bronkus trakea kanan memiliki prevalensi 0,1-2% dan bronkus kiri memiliki
atelektasis atau pneumothorax dalam kasus terjadinya obstuksi pada pintu masuk atau masuknya
yang mengarah ke perikardium yang berasal dari bronkus kanan atau bronkus intermedia. Angka
[31]
prevalensi sebesar 0.08%. Bronkus ini dihubungkan pada infeksi berulang dalam beberapa
kasus.[38]
Pergerakan dari gas yang diinspirasi dan gas yang diexhalasi dari paru disebut sebagai
ventilasi. Pemahaman volume paru, komplians paru, ventilasi-perfusi dan tonus bronkomotor
penting dalam penerapan klinis fisiologi respirasi dalam anestesi dan perawatan kritis.
Volume paru
Kebutuhan normal dari tubuh dapat dipenuhi dengna mudah oleh ventilasi tidal normal
dimana kurang lebih 4-8ml/kg. Tubuh memiliki mekanisme untuk menyediakan ekstra ventilasi
dalam bentuk volume inspirasi cadangan dan volume ekspirasi cadangan ketika dibutuhkan (e.g
olahraga). Ketika seseorang, setelah ekspirasi tidal, melakukan pernafasan inspirasi maksimal
diikuti oleh ekspirasi sampai kepada volume cadangan, hal ini disebut sebagai kapasitas vital dan
rata-rata memiliki volume 4-5L pada seseorang dengan berat 70kg. Selalu terdapat jumlah udara
yang tersedia didalam alveolus agar tidak terjadinya kolaps. Volume yang tersisa pada paru
Volume residu dengan volume ekspirasi cadangan disebut sebagai kapasitas residu
fungsional (FRC). FRC pada dasarnya adalah jumlah udara didalam paru setelah ekspirasi
normal. Udara yang tersisa pada paru saat akhir ekspirasi tidak hanya mencegah kolapsnya
alveolus namun juga terus mengoksigenasi darah pulmonal yang terus mengalir pada kapiler pada
periode waktu ini.[39] Nilai PRC yang dilaporkan bervariasi namun dengan rata-rata diantara 2.8
dan 3,1L[40] pada posisi berdiri. FRC bervariasi dengan perubahan posisi, anestesi dan berat
Bagian dari ventilasi menit dimana mencapai alveolus dan mengambil bagian dari
pertukaran gas disebut sebagai ventilasi alveolar. Nilai Normal ventilasi alveolar kurang lebih
5L/menit dimana sama dengan jumlah darah yang mengalir melalui paru (cardiac output
5L/menit). Berdasarkan hal ini rasio ventilasi alveolar terhadap perfusi adalah kurang lebih 1.[39]
Mekanisme Respirasi
Paru-paru seperti sebuah balon dimana mengembang secara aktif oleh tekanan positif
didalam dan/atau tekanan negatif yang dibentuk pada rongga pleura. Pada respirasi normal,
tekanan negatif pleura (Ppl) cukup untuk mengembangkan paru-paru pada fase inspirasi.
Tekanan pengembangan dikenal juga sebagai tekanan transpulmonal (Ptp), dimana dijabarkan
Ptp= Paw Ppl, (Ptp = tekanan transpulmoner, Paw= tekanan alveolar, Ppl = tekanan
pleura)
Komplians merupakan pengembangan dari paru pada tingkat tertentu dari Ptp. Biasanya
berkisar 0,2-0,3L/cm H2O.[41] Komplians (kemampuan paru untuk mengembang) tergantung pada
volume paru-paru. Komplians terendah pada FRC ekstrim. Hal ini menandakan bahwa paru-paru
yang mengembang dan paru-paru yang kempis sepenuhnya memiliki kapasitas untuk
mengembang yang lebih rendah pada tekanan yang diberikan [Gambar 6]. Pada paru-paru yang
tegak, intra-Ppl bervariasi dari atas sampai dasar paru-paru. Intra-Ppl menjadi 0,2cm H2O positif
untuk setiap centimeter jarak dari apeks menuju dasar paru. Tinggi rata-rata paru adalah sekitar
35cm. Pada pernafasan normal, intra-Ppl pada apeks sekitar 8 cm H2O sementara pada dasar paru
sebesar 1,5cm H2O. Hal ini mengartikan bahwa alveolus pada apeks terpapar pada tekanan
pengmebangan yang lebih besar (PA-Ppl = 0 (-8cm) = 8cm H2O) dibandingkan dengan bagian
basal (PA-Ppl = 0 (-1,5) = 1,5cm H2O). Dalam kondisi mengembang, regio apeks menjadi
kurang komplians dibandingkan bagian lain paru-paru. Hal ini menjelaskan distribusi preferensial
dari ventilasi kepada alveolus pada basal paru dalam posisi tegak lurus. Distribusi ventilasi
Penutupan jalan nafas saat ekspirasi merupakan fenomena yang normal, dengan
pembukaan kembali jalan nafas pada saat inspirasi.[42] Volume yang tersedia diatas volume residu
dimana ekspirasi dibawah FRC menutup beberapa jalan nafas disebut sebagai volume closing
dan volume ini ditambahkan kepada volume residu disebut sebagai kapasitas penutupan. Pada
posisi tegak lurus, kapasitas penutupan hampir mendekati FRC pada individu lanjut usia (65-70
tahun) dimana akan menyebabkan penutupan jalan nafas bahkan pada ekspirasi tidal normal.
Perubahan posisi tubuh dari tegak menjadi supinasi, lateral atau pronasi mengurangi FRC.
Pengurangan FRC mempromosikan penutupan jalan nafas pada regio paru-paru yang dependen.
Penutupan jalan nafas yang dini kemudian mengurangi ventilasi pada regio dependen.
Dikarenakan aliran darah paru melewati daerah dependen, menyamakan ventilasi dan perfusi
Perfusi Paru
Sirkulasi paru berbeda dari sirkulasi sistemik. Pembuluh darah paru berdinding tipis dan
memiliki muskulatur yang lebih sedikit untuk mempercepat difusi gas. Mereka terpapar pada
tekanan yang lebih rendah dibandingkan dengan sirkulasi sistemik. Dikarenakan tekanan yang
lebih rendah dan perbedaan struktur dari pembuluh darah pulmonal untuk membantu diffusi,
Berdasarkan pada pengaruh gravitasi, perfusi paru dibagi menjadi tiga zona,[45] Distribusi
aliran darah pada zona ini berdasarkan pada tiga faktor: tekanan alveolar (PA), tekanan arteri
Regio apeks dimana PA dapat lebih tinggi dibandingkan Pa dan Pv dianggap sebagai zona
1, dimana PA>Pa>Pv pada zona 1, tidak terdapatnya aliran darah arteri dan zona ini dianggap
seabgai ruang mati fisiologis. Meski Zona 1 ini tidak terdapat pada individu sehat dalam tekanan
perfusi normal, pada kondisi hemoragik atau tekanan positif, ventilasi zona 1 dapat menjadi
Pada zona tengah atua zona 2, perbedaan Pa terhadap PA menentukkan perfusi (Pa > PA
> PV) sementara pada zona bawah atau zona 3, perbedaan Pa terhadap PV (Pa > Pv > PA)
menentukan perfusi. Beberapa penelitian juga memasukkan zona 4 dengan suplai darah yang
Zona yang dijelaskan sebelumnya hanya berdasarkan pada fisiologis bukan anatomis.
Batas diantara zona dapat berubah dengan kondisi atau perubahan fisiologis atau patofisiologis.
Perubahan Paw pada pernafasan normal sangat minim namun perubahan ini menjadi lebih besar
saat berbicara, olahraga dan kondisi lain. Pasien dengan tekanan ventilasi positif dengan tekanan
positif akhir ekspirasi (PEEP) mungkin memiliki zona 1 substansial dikarenakan PA yang tinggi.
Perubahan Pa dengan hemoragik berat atau pada saat anestesi umum menyebabkan terjadinya
kondisi zona 1. Tekanan arteri pulmonal meningkat saat olahraga, mengeliminasi zona 1 yang
ada menjadi zona 2 dan menggeser batas diantara zona 3 dan 2 keatas.
Tekanan parsial oksigen dan karbon dioksida alveoli ditentukan oleh rasio ventilasi [V]
terhadap perfusi (Q) . Seperti yang dibahas sebelumnya, ventilasi dan perfusi keduanya
meningkat dari atas ke bawah didalam paru-paru, namun perfusi meningkat lebih banyak
dibandingkan ventilasi.
Secara proporsional, rasio ventilasi terhadap perfusi lebih besar pada paru-paru bagian
atas dan lebih rendah pada bagian basal paru [Gambar 7]. Gradien ini terjadi pada aksis vertikal
lapang paru-paru tanpa memandang posisi tubuh (e.g jika pasien pada posisi tegak, apeks
memiliki ventilasi yang lebih besar sementara basal memiliki perfusi yang lebih banyak. Jika
pasien pada posisi lateral, paru-paru nondependent mendapat lebih banyak ventilasi sementara
untuk menjauhi regio paru hipoksia kepada daerah dengan oksigenasi yang lebih baik. HPV
terjadi akibat respon dari tekanan oksigen alveolar yang rendah. Mekanisme ini meningkatkan
ketidakseimbangan V/Q. Semua agen inhalasi kecuali beberapa agen terbaru, sevoflurane dan
(spontan atau terkontrol) atau obat-obatan (intravena atau inhalasi) yang digunakan. Hampir, 15-
20% paru-paru mengalami kondisi atelektasi saat anestesi umum. Atelektasi berkurang pada
bagian apeks, dimana biasanya masih teraerasi dengan baik.[42] Area atelektasis menjadi area
dimana tidak terjadinya pertukaran gas meski terdapat perfusi. Penutupan jalan nafas yang dini
pada pernafasan tidal dengan posisi supine, menyebakan ketidakseimbangan ventilasi perfusi
(V/Q < 1) dan gangguan dari pertukaran gas. Kombinasi atelektasi dan penutupan jalan nafas
menjelaskan sekitar 75% dari gangguan oksigenasi keseluruhan pada pasien yang teranestesi.[47]
paru-paru bagian atas atau nondependen menerima ventilasi lebih banyak dan bagian bawah atau
dependen menerima perfusi yang lebih tinggi (60-65%). Paru-paru dependen juga menunjukkan
tanda dari penutupan dini jalan nafas dan formasi atelektasis. Dengan tambahan PEEP, hampir
sekitar 80% dari aliran darah ditujukan kepada paru-paru dependen yang lebih rendah,[47] Saat
ventilasi satu pari, HPV dapat mengalihkan aliran darah dari paru-paru tanpa ventilasi. Harus
Posisi Pronasi
oksigenasi. Berbagai alasan (e.g distribusi perfusi vertikal uniform, memiliki ventilasi yang lebih
baik dikarenakan gradient vertikal pleura yang lebih kecil, peningkatan FRC, dan lebih banyak
distribusi gas uniformis dan kompresi paru yang lebih sedikit oleh jantung) telah diajukan oleh
penulis yang berbeda untuk peningkatan ventilasi pada posisi pronasi. TIdak ada laporan kejadian
atelektasis pada posisi pronasi, kemungkinan dikarenakan oleh berat jantung dialihkan kepada
Pusat pernafasan terletak pada pons dan medulla. Mereka memiliki tipe neuron inspiratori
dan ekspiratori yang berbeda dimana teraktifasi pada tiga fase siklus respirasi, yaitu fase inspirasi
dimana terjadi pelepasan signal yang mendadak kepada otot inspirasi dan otot dilator faring,
diikuti oleh penurunan signal bertahap pada fase post-inspirasi. Inspirasi diikuti oleh tidak adanya
signal pada fase ekspirasi kecuali pada ekspirasi paksa atau ventilasi menit yang tinggi. [48] Agen
inhalasi mempengaruhi laju, ritme dan intensitas pelepasan dari pusat pernapasan dimana
menerima input dari kemoreseptor, korteks, hipotalamus, mekanoreseptor faring, nervus vagus
dan afferen lain. Kemoreseptor perifer berespon secara cepat terhadap hipoksia, hipercapnia dan
konsentrasi ion hidrogen. Kemoreseptor sentral merupakan responden yang lambat dibandingkan
kemoreseptor perifer.
Tonus Bronkomotor
Tonus bronkomotor merupakan kondisi kontraksi atau relaksasi dari otot polos didalam
dinding bronkus yang meregulasi kualitas jalan nafas. Jumlah dari faktor-faktor yang
mempengaruhi tonus bronkomotor, e.g kedalaman anestesi, obat-obatan dan berbagai prosedur
jalan nafas, penyakit respirasi (asma bronkial) dan agen inhalasi. Menggunakkan Tomografi
komputer, Brown et al, telah menunjukkan bahwa halothane menyebabkan bronkodilatasi yang
Rangkuman
Penerapan klinis dari pengetahuan anatomis sistem respirasi secara definitif meningkatkan
keamanan pemberian anestesi dan juga mengoptimalkan kondisi ventilasi pasien dan patensi jalan
nafas. Pengetahuan semacam ini memiliki pengaruh pada praktek klinis manajemen jalan nafas,
isolasi paru saat anestesi, manajemen kasus dengan gangguan pernafasan. Prosedur respirasi
penerapan ventilasi jet saat kegawatan dan pembedahan endoluminal dan perancangan peralatan
jalan nafas.
Seorang anestesiologis perlu memahami bahwa FRC merupakan paramater yang paling
utama. Hubungannya dengan kapasitas penutupan merupakan penentu yang penting mengenai
ventilasi pasien. Ventilasi dan perfusi dipengaruhi oleh gravitasi. Rasio keseluruhan ventilasi
terhadap perfusi adalah 1 namun rasio ini dapat berubah dalam kondisi anestesi, posisi tubuh dan
anestesi satu paru-paru. HPV, sebuah mekanisme keamanan yang penting, di inhibisi oleh
konsentrasi oksigen arteri yang utamanya disebabkan oleh penutupan dini jalan nafas yang
menyebabkan penurunan ventilasi dan atelektasi yang terjadi dengan penggunaan anestesi.
Berbagai obat-obatan anestesi mempengaruhi kontrol saraf pernafasan dan tonus bronkomor.