Você está na página 1de 2

Nama : Hotmian Purba

NIM : 032014025

JIWA KOMUNITAS

Berdasarkan data direktorat pendidikan kesetaraan depdiknas di Indonesia tercatat jumlah pelajar
SLTP yang putus sekolah adalah sebanyak 1.000.746 siswa/siswi, sedangkan pelajar SLTA yang
putus sekolah adalah sebanyak 151.976. jumlah lulusan SLTA yang tidak melanjutkan
pendidikan keperguruan tinggi pada tahun tersebut tercatat sebanyak 691.361 siswa/ siswi.
Laporan Organisai Buruh Internasional (ILO) menyatakan bahwa sebanyak 4,18 juta anak usia
sekolah di Indonesia tidak bersekolah dan sebagainya menjadi pekerja anak Angka partisipasi
kasar (APK) program wajib belajar 9 tahun yang dirilis Depdiknas menunjukan baru mencapai
88,68% dari target 95% partisipasi anak usia sekolah yang diharapkan. Masalah anak jalan di
Indonesia seperti kekerasan pada anak, masalah anak jalanan, penelantaran anak dan sebagainya
masih cukup tinggi. Berdasarkan data dari Departemen Sosial jumlah anak jalanan di Indonesia
adalah sekitar 30.000 anak dan sebagian besarnya berada di jalan-jalan di DKI Jakarta. Selain itu
baru terdapat 12 daerah di Indonesia yang memiliki perda tentang anak jalanan. Padahal para
anak-anak jalanan tersebut jelas rentan terhadap berbagai tindak kekerasan, penyimpangan
perlakuan, pelecehan seksual bahkan dilibatkan dalam berbagai tindak kriminal oleh orang
dewasa yang menguasainya. 2.3.4 Kasus Kriminalitas Anak Remaja Data Direktorat Jenderal
Kemasyarakatan Dephukham dan komnas pelindungan anak (PA) menujukan bahwa di
Indonesia terdapat 2.179 tahanan anak dan 802 narapidana anak, 7 diantaranya anak perempuan.
Menurut survey Komnas PA penyebab anak masuk LP Anak adalah 40% karena terlibat kasus
Narkoba (Napza), 20% karena perjudian sedangkan sisanya karena kasus lain-lain. Kira-kira
20% tindak kekerasan seksual pada tahun 2006 pelakunya adalah anak remaja, 72% anak remaja
pelaku kekerasan seksual mengaku terinspirasi Tayangan TV, setelah membaca media cetak
porno dan nonton film porno. Laporan Komnas PA menyatakan bahwa 50-70% anak terlibat
dalam tindak pidana kriminalitas lalu di vonis penjara dan masuk LP Anak justru perilakunya
menjadi lebih jelek dan menjadi residivis dikemudian hari. 2.3.5 Masalah Narkoba, alkohol,
psikotropika dan zat adiktif lainnya (Napza) serta dampaknya (Hepatitis C, HIV/AIDS, dll)
Narkotika, alkohol, psikotropika dan zat adiktif lainnya (Napza) tergolong dalam zat psikoaktif
yang bekerja mempengaruhi kerja sistem penghantar sinyal saraf (neuro-transmiter) sel-sel
susunan saraf pusat (otak) sehingga meyebabkan terganggunya fungsi kognitif (pikiran),
persepsi, daya nilai (judgment) dan perilaku serta dapat menyebabakan efek ketergantungan, baik
fisik maupun psikis. Penyalahgunaan Napza di Indonesia sekarang sudah merupakan ancaman
yang serius bagi kehidupan bangsa dan negara. Pengungkapan kasusnya di Indonesia meningkat
rata-rata 28,9 % per tahun. Pabrik extasi terbesar ke 3 di dunia terbongkar di Tangerang, Banten.
Di Indonesia diprediksi terdapat sekitar 1.365.000 penyalahgunaan Napza aktif dan data
perkiraan estimasi terakhir menyebutkan bahwa pengguna Napza di Indonesia mencapai
5.000.000 jiwa. Mengikuti laju perkembangan kasus tersebut dijumpai pula peningkatan epidemi
penyakit hati lever hepatitis tipe-c dan kasus HIV (Human Immunodeficiency Virus) AIDS
(Acquired Immune-Deficiency Syndrome) yang modus penularan melalui penggunaan jarum
yang tidak steril secara bergantian pada pengguna Napza suntik (Penasus/injecting drug user/
IDU). Pola epidemik HIV/AIDS di Indonesia tak jauh berbeda dengan negara-negara lain, pada
fase awal penyebarannya melalui kelompok homoseksual, kemudian tersebar melalui perilaku
seksual berisiko tinggi seperti pada pekerja seks komersial, namun beberapa tahun belakangan
ini dijumpai kecenderungan peningkatan secara cepat penyebaran penyakit ini diantara para
pengguna Napza suntik. Berbagai sember memperkirakan orang dengan HIV/AIDS (ODHA) di
Indonesia telah mencapai kurang lebih 120.000 orang dan sekitar 80% dari jumlah tersebut
terinfeksi karena pengunaan jarum yang tidak steril secara bergantian pada para pengguna Napza
suntik, jumlah penderita HIV/AIDS dari tahun 2000 sampai 2005 meningkat dengan cepat
menjadi 4 kali lipat atau 40%. Data pada akhir tahun 2005 menyatakan bahwa prevalensi
penularan HIV AIDS pada penasun adalah 80- 90% artinya , mencapai 90% dari total penasun
dipastikan terinfeksi HIV/AIDS. 2.3.6 Gangguan Psikotik Dan Gangguan Jiwa Skizofrenia
Ganguan jiwa berat ini merupakan bentuk gangguan dalam fungsi alam pikiran berupa
disorganisasi (kekacauan) dalam isi pikiran yang ditandai antara lain oleh gejala gangguan
pemahaman (delusi waham) gangguan persepsi berupa halusinasi atau ilusi serta dijumpai daya
nilai realitas yan terganggu yang ditunjukan dengan perilaku-perilaku aneh (bizzare). Gangguan
ini dijumpai rata-rata 1-2% dari jumlah seluruh penduduk di suatu wilayah pada setiap waktu dan
terbanyak mulai timbul (onset) nya pada usia 15-35 tahun. Bila angkanya 1 dari 1.000 penduduk
saja yang menderita gangguan tersebut, di Indonesia bisa mencapai 200-250 ribu orang penderita
dari jumlah tersebut bila 10% nya memerlukan rawat inap di rumah sakit jiwa berarti dibutuhkan
setidaknya 20-25 ribu tempat tidur (hospital bed) Rumah sakit jiwa yang ada saat ini hanya
cukup merawat penderita gangguan jiwa tidak lebih dari 8.000 orang. Kasus Bunuh Diri Data
WHO menunjukkan bahwa rata-rata sekitar 800.000 orang di seluruh dunia melakukan tindakan
bunuh diri setiap tahunnya. Laporan di India dan Sri Langka menunjukkan angka sebesar 11-37
per 100 ribu orang, mungkin di Indonesia angkanya tidak jauh dari itu. Menurut Dr. Benedetto
Saraceno dari departemen kesehatan jiwa WHO, lebih dari 90% kasus bunuh diri berhubungan
dengan masalah gangguan jiwa seperti depresi, psikotik dan akibat ketergantungan zat (Napza).

Você também pode gostar