Você está na página 1de 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Rongga hidung dilapisi oleh mukosa yang secara histologik dan
fungsional dibagi atas mukosa pernapasan (mukosa respiratori) dan mukosa
hidung (mukosa olfaktori).Mukosa pernapasan terdapat pada sebagian besar pada
rongga hidung dan permukaannya dilapisi oleh epitel torak berlapis semu (pseudo
stratified columnar ephitelium) yang mempunyai silia dan diantaranya terdapat
sel-sel goblet.Alergi hidung adalah keadaan atopi yang aling sering dijumpai,
menyerang 20% dari populasi anak-anak dan dewasa muda di Amerika Utara dan
Eropa Barat. Di tempat lain, alergi hidung dan penyakit atopi lainnya kelihatannya
lebih rendah, terutama pada negara-negara yang kurang berkembang. Penderita
Rhinitis alergika akan mengalami hidung tersumbat berat, sekresi hidung yang
berlebihan atau rhinore, dan bersin yang terjadi berulang cepat.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Untuk memenuhi tugas mata kuliah keperawatan medikal bedah

1.2.2 Tujuan Khusus


1. Mengetahui tentang penyakit rhinitis
2. Mengetahui perjalanan penyakit rhinitis
3. Mengetahui komplikasi rhinitis
4. Mengetahui asuhan keperawatan penyakit rhinitis
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Konsep Medis
A. Definisi
Rhinitis alergi adalah kelainan pada hidung dengan gejala-gejala bersin-
bersin, keluarnya cairan dari hidung, rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa
hidung terpapar dengan allergen yang mekanisme ini diperantarai oleh Ig E.
Rhinitis adalah istilah untuk peradangan mukosa.Menurut sifatnya dapat
dibedakan menjadi dua yaitu Rhinitis akut (coryza, commond cold) merupakan
peradangan membran mukosa hidung dan sinus-sinus aksesoris yang disebabkan
oleh suatu virus dan bakteri.Penyakit ini dapat mengenai hampir setiap orang pada
suatu waktu dan sering kali terjadi pada musim dingin dengan insidensi tertinggi
pada awal musim hujan dan musim semi.

B. Etiologi
Rhinitis alergi adalah penyakit peradangan yang diawali oleh dua
tahap sensitisasi yang diikuti oleh reaksi alergi.
Reaksi alergi terdiri dari dua fase yaitu :
1. Immediate Phase Allergic Reaction, Berlangsung sejak kontak dengan
allergen hingga 1 jam setelahnya.
2. Late Phase Allergic Reaction, Reaksi yang berlangsung pada dua hingga
empat jam dengan puncak 6-8 jam setelah pemaparan dan dapat
berlangsung hingga 24 jam.

Berdasarkan cara masuknya allergen dibagi atas :


1. Alergen Inhalan, yang masuk bersama dengan udara pernafasan,
misalnya debu rumah, tungau, serpihan epitel dari bulu binatang serta
jamur.
2. Alergen Ingestan, yang masuk ke saluran cerna, berupa makanan,
misalnya susu, telur, coklat, ikan dan udang.
3. Alergen Injektan, yang masuk melalui suntikan atau tusukan,
misalnya penisilin atau sengatan lebah
4. Alergen Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit atau
jaringan mukosa, misalnya bahan kosmetik atau perhiasan

Dengan masuknya allergen ke dalam tubuh, reaksi alergi dibagi menjadi tiga
tahap besar :
a. Respon Primer, terjadi eliminasi dan pemakanan antigen, reaksi non
spesifik.
b. Respon Sekunder, reaksi yang terjadi spesifik, yang membangkitkan
system humoral, system selular saja atau bisa membangkitkan kedua system
terebut, jika antigen berhasil dihilangkan maka berhenti pada tahap ini, jika
antigen masih ada, karena defek dari ketiga mekanisme system tersebut
maka berlanjut ke respon tersier.
c. Respon Tersier , Reaksi imunologik yang tidak meguntungkan.

C. Epidemiologi
Rhinitis alergi berdampak pada kurang lebih 40 juta penduduk Amerika
Serikat.Penelitian di Scandinavia menunjukan bahwa prevalensi kumulatif pada
laki-lakiadalah sebesar 15% dan 14% pada wanita. Prevalensi dari penyakit ini
bervariasi ditiap negara , yang mungkin dipengaruhi oleh perbedaan letak
geografis dan tipe sertapotensi alergen. Rinitis alergi dapat terjadi pada setiap
individu dan muncul pada tiapras.Prevalensi penyakit ini sangat bervariasi antara
populasi dan budaya yangdisebabkan oleh perbedaan genetik, faktor geografi atau
perbedaaan lingkungan.Padaanak-anak, rinitis alergi lebih sering muncul pada
laki-laki dibanding perempuan.tetapi pada usia dewasa dapat terjadi dengan angka
prevalensi yang sama besar antaralelaki dan wanita. Onset sering terjadi pada
masa anak-anak, usia remaja dan dewasamuda, dengan usia onset rata-rata 8-11
tahun. tetapi rinitis alergi dapat muncul padausia berapa saja, dalam 80% rinitis
alergi terjadi pada usia 20 tahun. prevalensi daripenyakit ini telah dilaporan
sebanyak 40% pada anak-anak.
D. Patofisiologi
Rinitis alergi merupakan suatu penyakit inflamasi yang diawali dengan
tahapb sensitisasi dan diikuti dengan tahap provokasi/ reaksialergi alergi teriri dari
2 faseyaitu alergi fase cepat (rafs) yang berlangsung sejak kontak dengan alergen
sampai 1setelahnya dan late phase allergicreaction atau Reaksi Alergi Fase
Lambat (RAFL)yang berlangsung 2-4 jam dengan puncak 6-8 jam (fase hipr-
raktifitas) setelah pemaparan dan dapat berlangsung sampai 24-48 jam.
Gambar Patofisiologi rinitis alergi (paparan pertama pada alergen)
Gambar diatas menunjukkan paparan terhadap antigen. Pada kontak pertama
dengan alergen atau tahap sensitisasi, makrofag atau monosit yang berperan
sebagai sel penyaji (Antigen Presenting Cell/APC) akan menangkap alergen yang
menempel di permukaan mukosa hidung. Setelah diproses, antigen akan
membentuk fragmen pendek peptida dan bergabung dengan molekul HLA kelas II
membentuk komplek peptida MHC kelas II (Major Histo Compatibility Complex)
yang kemudian dipresentasikan pada sel Thelper (Th 0). Kemudian sel penyaji
akan melepas sitokin seperti interleukin 1 (lL 1) yang akan mengaktifkan Th0
untuk berproliferasi menjadiTh 1 dan Th 2. Th 2 akan menghasilkan berbagai
sitokin seperti lL 3, lL 4, lL 5 danlL 13. lL 4 dan lL 13 dapat diikat oleh
reseptornya di permukaan sel limfosit B,sehingga sel limfosit B menjadi aktif dan
akan memproduksi Imunoglobulin E (lgE). lgE di sirkulasi darah akan masuk
kejaringau9uin dan diikat oleh reseptor lg E dipermukaan sel mastosit atau basofil
(sel mediator) sehingga ke dua sel ini menjadi aktif.
Proses ini disebut sensitisasi yang menghasilkan sel mediator yang
tersensitisasi. Bila mukosa yang sudah tersensitisasi terpapar dengan alergen yang
sama, maka kedua rantai lg E akan mengikat alergen spesifik dan terjadi
degranulasi(pecahnya dinding sel) mastosit dan basofil dengan akibat terlepasnya
mediator kimia yang sudah terbentuk (Preformed Mdiators) terutama histamin.
Selain histamin juga dikeluarkan Newly Formed Mediators antara lain
prostaglandin D2 (PGD2),Leukotrien D4 9LT D4), Leukotrien C4 (LT C4),
bradikinin, Platelet ActivatingFactor (PAF) dan berbagai sitokin.(lL3, lL4, lL6,
lL6, (PAF) dan berbagai sitokin.(lL3, lL4, lL5, lL6, GM-CSF (Granulocyte
Macrophage Colony Stimulating Fakor)dll.Inilah yang disebut Reaksi Alergi Fase
Cepat (RAFC).
Histamin akan merangsang reseptor H1 pada ujung saraf vidianus
sehingga menimbulkan rasa gatal pada hidung dan bersin. Histamin juga akan
menyebabkan kelenjar klukosa dan sel goblekmengalami hipersekresi dan
permeabilitas kapiler meningkat sehingga terjadi rinore. Gejala lain adalah gidung
tersumbat akibat vasodilatasi sinosoid. Selain histamin merangsang ujung saraf
Vidianus, juga mengakibatkan rangsangan pada klukosa hidung sehingga teri
pengeluaran InterCelluler Adhesion Molecule 1 (lCAM 1).
Pada RAFC, sel mastosit juga akan melepaskan molekul komotaktik yang
menyebabkan akumulasi sel eosinofil dan netrofil di jaringan target. Respons ini
tidak berhenti sampai disini saja, tetapi gejala akan berlanjut dan mencapai
puncak 6 8 jamsetelah pemaparan. Pada RAFL ini ditandai dengan penambahan
jenis dan jumlah selinflamasi seperti eosinofil, limfosit, netrofil, basofil dan
mastosit di mukosa hidungserta peningkatan sitokin seperti seperti IL3, IL4, IL5
dan Granulocyte MacrophagColony Stimulating Factor (GMCSF) dan ICAM 1
pada sekret hidung. Timbulnyagejala hiperaktif atau hiperrresponsif hidung akibat
peranan eosinofil dan mediatorinflamasi dari granulnya seperti Eosiniphilic
derived protein (EDP), Major BasicProtein (MPB) dan Eosinophilic peroxidase
(EPO). Pada fase ini, selain factorspesifik apat memperberat gejala seperti asap
rokok, bau yang merangsang,perubahan cuaca dan kelembaban udara yang tinggi.
Gambar . Patofisiologi rinitis alergi ( early and late phase reaction )

E. Gejala Klinis
Gejala klinis yang khas adalah terdapatnya serangan bersin yang berulang-
ulang terutama pada pagi hari, atau bila terdapat kontak dengan sejumlah debu.
Sebenarnya bersin adalah mekanisme normal dari hidung untuk membersihkan
diri dari benda asing, tetapi jika bersin sudah lebih dari lima kali dalam satu kali
serangan maka dapat diduga ini adalah gejala rhinitis alergi. Gejala lainnya adalah
keluar ingus (rinore) yang encer dan banyak. Hidung tersumbat, mata gatal dan
kadang-kadang disertai dengan keluarnya air mata.
Beberapa gejala lain yang tidak khas adalah allergic shiner bayangan gelap
di bawah mata yang disebut.allergic salute Gerakan mengosok-gosokan hidung
pada anak- anak allergi crease, timbulnya garis pada bagian depan hidung.

Macam-Macam Rinitis alergi.


Berdasarkan waktunya, Rhinitis Alergi dapat di golongkan menjadi:
1. Rinitis alergi musiman (Hay Fever)
Biasanya terjadi pada musim semi. Umumnya disebabkan kontak dengan
allergen dari luar rumah, seperti benang sari dari tumbuhan yang
menggunakan angin untuk penyerbukannya, debu dan polusi udara atau
asap.
a. Gejala:
Hidung, langit-langit mulut, tenggorokan bagian belakang dan
mata terasa gatal, baik secara tiba-tiba maupun secara berangsur-angsur.
Biasanya akan diikuti dengan mata berair, bersin-bersin dan hidung meler.
Beberapa penderita mengeluh sakit kepala, batuk dan mengi (bengek);
menjadi mudah tersinggung dan deperesi; kehilangan nafsu makan dan
mengalami gangguan tidur.Terjadi peradangan pada kelopak mata bagian
dalam dan pada bagian putih mata (konjungtivitis).Lapisan hidung
membengkak dan berwarna merah kebiruan, menyebabkan hidung meler
dan hidung tersumbat.
b. Pengobatan
Pengobatan awal untuk rinitis alergika musiman adalah
antihistamin.Pemberian antihistamin kadang disertai dengan dekongestan
(misalnya pseudoephedrine ataufenilpropanolaminn) untuk melegakan
hidung tersumbat.Pemakaian dekongestan pada penderita tekanan darah
tinggi harus diawasi secara ketat.Bisa juga diberikan obat semprot hidung
natrium kromolin; efeknya terbatas pada hidung dan tenggorokan bagian
belakang.Jika pemberian antihistamin dan kromolin tidak dapat
mengendalikan gejala-gejala, maka diberikan obat semprot kortikosteroid.
Jika obat semprot kortikosteroid masih juga tidak mampu meringankan
gejala, maka diberikan kortikosteroid per-oral selama kurang dari 10 hari.
2. Rinitis alergi yang terjadi terus menerus (perennial)
Disebabkan bukan karena musim tertentu ( serangan yang terjadi
sepanjang masa (tahunan)) diakibatkan karena kontak dengan allergen yang
sering berada di rumah misalnya kutu debu rumah, bulu binatang peliharaan
serta bau-bauan yang menyengat.
a. Gejala
Hidung, langit-langit mulut, tenggorokan bagian belakang dan mata
terasa gatal, baik secara tiba-tiba maupun secara berangsur-angsur.
Biasanya akan diikuti dengan mata berair, bersin-bersin dan hidung meler.
Beberapa penderita mengeluh sakit kepala, batuk dan mengi (bengek);
menjadi mudah tersinggung dan deperesi; kehilangan nafsu makan dan
mengalami gangguan tidur. Jarang terjadi konjungtivitis. Lapisan hidung
membengkak dan berwarna merah kebiruan, menyebabkan hidung meler
dan hidung tersumbat. Hidung tersumbat bisa menyebabkan terjadinya
penyumbatan tuba eustakius di telinga, sehingga terjadi gangguan
pendengaran, terutama pada anak-anak. Bisa timbul komplikasi berupa
sinusitis (infeksi sinus) dan polip
b. Pengobatan
Pengobatan awal untuk rinitis alergika musiman adalah
antihistamin.Pemberian antihistamin kadang disertai dengan dekongestan
(misalnya pseudoefedrin atau fenilpropanolaminn) untuk melegakan hidung
tersumbat. Pemakaian dekongestan pada penderita tekanan darah tinggi
harus diawasi secara ketat.Bisa juga diberikan obat semprot hidung natrium
kromolin; efeknya terbatas pada hidung dan tenggorokan bagian
belakang.Jika pemberian antihistamin dan kromolin tidak dapat
mengendalikan gejala-gejala, maka diberikan obat semprot kortikosteroid;
tidak dianjurkan untuk memberikan kortikosteroid per-oral(melaluimulut).
Obat tetes atau obat semprot hidung yang mengandung dekongestan dan
bisa diperoleh tanpa resep dokter, sebaiknya digunakan tidak terlalu lama
karena bisa memperburuk atau memperpanjang peradangan hidung. Kadang
perlu dilakukan pembedahan untuk membuang polip atau pengobatan
terhadap infeksi sinus.

F. Pemeriksaan penunjang
1. Tes Alergi
Tes ini dilakukan untuk menegakkan bukti secara objektif akan
adanya penyakit atopi. Ia juga dapat menentukan agen penyebab reaksi
alergitersebut, yang akan dapat membantu dalam penanganan secara
spesifik.Terdapat dua tipe pemeriksaan yang sering digunakan bagi menilai
secarakausatif maupun kuantitatif sensitifitas suatu alergen: tes kulit dan
esai serumin vitro (in vitro serum assay).
a. Tes Kulit
Dapat dilakukan secara epikutan, intradermal atau kombinasi
keduanya.
1) Tes cukit kulit merupakan tes kulit secara epikutan yang
palingsering digunakan. Secara umumnya tes ini tergolong
cepat,spesifik, aman dan ekonomis.Dengan adanya sistem
tesmultipel yang tersedia, tes ini mudah dilaksanakan
danprosedurnya selalu tidak pernah berubah.Namun bila hasil tesini
diragukan, selanjutnya dilakukan tes secara intradermal.
2) Tes cukit kulit secara intradermal menggunakan pengenceranberseri
yang kuantitatif 1:5 merupakan tes pilihan bagikebanyakan ahli
spesialis THT setelah dilakukan tes cukit kulitsecara epikutan. Tipe
tes yang dikenal sebagai intradermaldilutional testing (IDT),
dulunya dikenal sebagai serialendpoint titration (SET) ini sangat
berguna dalam menentukantahap sensitifitas alergen, dan dalam
rangka itu, amatbermanfaat dalam penentuan terapi imunal yang
tepat danaman bagi penderita rhinitis alergi.

2. Tes in vitro:
Tes ini melibatkan IgE serum yang spesifik dengan alergen
danmerupakan teknik yang mudah dikerjakan serta akurat dalam
mendeteksiadanya pengaruh atopi pada pasien dengan rhinitis alergi.
Teknologi in vitrojuga sudah sangat dikembangkan sedemikian rupa
sehingga efektifitasnyasudah kurang lebih sama dengan tes cukit kulit. Tes
ini aman, murah dancukup spesifik sehingga penderita tidak perlu bebas dari
pengaruhantihistamin atau obat-obat lain pada saat pada saat pemeriksaan
dijalankan,yang kalau pada tes cukit kulit, dapat mengganggu penilaian.Tes
ini juga sangat mudah dan cepat dikerjakan sehingga menjadi pilihan
dalammenangani pasien anak-anak maupun dewasa yang disertai
gangguananxietas. Walaupun tes in vitro yang pertama yaitu
radioallergosorbent test(RAST) sudah tidak dikerjakan lagi, terminologi
RAST ini masih digunakansecara umum dalam menjelaskan pemeriksaan
IgE spesifik darah. Saat ini,sudah banyak tipe esai in vitro yang
ditinggalkan, karena peralihan ke tipebaru yang lebih cepat, dapat
diandalkan dan lebih efisien contohnyaImmunoCap.Dengan tidak
menggunakan tes yang dapat diandalkan, dapatberakibat buruk kepada
diagnosis atopi yang seterusnya membawa kepadapenanganan yang tidak
adekuat. Dibawah merupakan bagan pelaksanaan tesin vitro:

G. Pengobatan
1. Terapi yang paling ideal adalah dengan menghindari kontak dengan
allergen penyebab.
2. Pengobatan, penggunaan obat antihistamin H-1 adalah obat yang sering
dipakai sebagai lini pertama pengobatan rhinitis alergi atau dengan
kombinasi dekongestan oral. Obat Kortikosteroid dipilih jika gejala utama
sumbatan hidung akibat repon fase lambat tidak berhasil diatasi oleh obat
lain.
3. Tindakan Operasi (konkotomi) dilakukan jika tidak berhasil dengan cara
diatas
4. Penggunaan Imunoterapi.
H. Penatalaksanaan
1. Instruksikan pasien yang allergik untuk menghindari allergen atau iritan
spt (debu, asap tembakau, asap, bau, tepung, sprei)
2. Sejukkan membran mukosa dengan menggunakan sprey nasal salin.
3. Melunakkan sekresi yang mengering dan menghiangkan iritan.
4. Ajarkan tekhnik penggunaan obat-obatan spt sprei dan serosol.
5. Anjurkan menghembuskan hidung sebelum pemberian obat apapun thd
hidung

I. Komplikasi
1. Polip hidung. Rinitis alergi dapat menyebabkan atau menimbulkan
kekambuhan polip hidung.
2. Otitis media. Rinitis alergi dapat menyebabkan otitis media yang sering
residif dan terutama kita temukan pada pasien anak-anak.
3. Sinusitis kronik
4. Otitis media dan sinusitis kronik bukanlah akibat langsung dari rinitis
alergi melainkan adanya sumbatan pada hidung sehingga menghambat
drainase

J. Prognosis
Sebagian besar pasien dapat hidup normal. Hanya pasien yang
mendapatoterapi untuk alergen spesifik yang dapat sembuh dari penyakitnya dan
banyakjugaasien yang melakukan pengobatan simtomatik saja secara intermiten
denganbaik. ritislergi mungkin dapat timbul kembali dalam 2-3 tahun setelah
pemberhentian imunoterapi. Gejala rinitis alergi akan menurun pada pasien
bilamencapai umur 4 dekade.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1. Pengkajian
A. Identitas
1. Nama
2. Jenis kelamin
3. Umur
4. Bangsa
B. Keluhan utama
Bersin-bersin, hidung mengeluarkan sekret, hidung tersumbat, dan
hidung gatal
C. Riwayat peyakit dahulu
Pernahkan pasien menderita penyakit THT sebelumnya.
D. Riwayat keluarga
Apakah keluarga adanya yang menderita penyakit yang di alami
pasien
E. Pemeriksaan fisik
1. Inspeksi : permukaan hidung terdapat sekret mukoid
2. Palpasi : nyeri, karena adanya inflamasi.
F. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan nasoendoskopi
2. Pemeriksaan sitologi hidung
3. Hitung eosinofil pada darah tepi
4. Uji kulit allergen penyebab

3.2. Diagnosa
1. Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi /adanya secret
yang mengental
2. Ketidak nyamanan pasien sehubungan dengan hidung yang meler.
3. Cemas berhubungan dengan Kurangnya Pengetahuan tentang penyakit dan
prosedur tindakan medis
4. Gangguan pola istirahat berhubungan dengan penyumbatan pada hidung
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.

3.3. Intervensi
1. Ketidak efektifan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi /adnya secret
yang mengental.
a. Tujuan :
1) Jalan nafas efektif setelah secret dikeluarkan
2) Kriteria :
a). Klien tidak bernafas lagi melalui mulut
b). Jalan nafas kembali normal terutama hidung
3) Intervensi
a) Kaji penumpukan secret yang ada
b) Observasi tanda-tanda vital.
c) Kolaborasi dengan team medis
4) Rasional
a) Mengetahui tingkat keparahan dan tindakan selanjutnya
b) Mengetahui perkembangan klien sebelum dilakukan operasi
c) Kerjasama untuk menghilangkan obat yang dikonsumsi

2. Ketidaknyamanan pasien sehubungan dengan hidung yang meler


a. Tujuan :
1) Pasien merasa nyaman
2) Hidung klien sudah tidak meler/tidak ada mucus
b. Kriteria :
1) klien sudah merasa nyaman
c. Intervensi Kaji jumlah mukus, bentuk dan warna
1) Anjurkan pasien mengeluarkan mucus,
2) Anjurkan pasien untuk membersihkan hidung
d. Rasional
1) Melihat tingkat keparahan penyakit
2) Mengurangi mukus dalam hidung agar bisa bernafas dengan
nyaman
c) Hidung bersih

3. Cemas berhubungan dengan Kurangnya Pengetahuan tentang penyakit


dan prosedur tindakan medis.
a. Tujuan :
1) Cemas klien berkurang/hilang
b. Kriteria :
1) Klien akan menggambarkan tingkat kecemasan dan pola
kopingnya
2) Klien mengetahui dan mengerti tentang penyakit yang dideritanya
serta pengobatannya.
c. Intervensi
1) Kaji tingkat kecemasan klien
2) Berikan kenyamanan dan ketentaman pada klien
- Temani klien
- Perlihatkan rasa empati( datang dengan menyentuh klien
3) Berikan penjelasan pada klien tentang penyakit yang dideritanya
perlahan, tenang seta gunakan kalimat yang jelas, singkat mudah
dimengerti
4) Singkirkan stimulasi yang berlebihan misalnya :
- Tempatkan klien diruangan yang lebih tenang
- Batasi kontak dengan orang lain /klien lain yang
kemungkinan mengalami kecemasan
5) Observasi tanda-tanda vital.
6) Bila perlu , kolaborasi dengan tim medis
d. Rasional
1) Menentukan tindakan selanjutnya
2) Memudahkan penerimaan klien terhadap informasi yang
diberikan
3) Meningkatkan pemahaman klien tentang penyakit dan terapi
untuk penyakit tersebut sehingga klien lebih kooperatif
4) Dengan menghilangkan stimulus yang mencemaskan akan
meningkatkan ketenangan klien.
5) Mengetahui perkembangan klien secara dini.
6) Obat dapat menurunkan tingkat kecemasan klien

4. Gangguan pola istirahat berhubungan dengan penyumbatan pada hidung


a. Tujuan :
1). Klien dapat istirahat dan tidur dengan nyaman
b. Kriteria :
1). Klien tidur 6-8 jam sehari
c. Intervensi
1) Kaji kebutuhan tidur klien.
2) ciptakan suasana yang nyaman.
3) Anjurkan klien bernafas lewat mulut
4) Kolaborasi dengan tim medis pemberian obat
d. Rasional
1) Mengetahui permasalahan klien dalam pemenuhan kebutuhan
istirahat tidur
2) Agar klien dapat tidur dengan tenang
3) Pernafasan tidak terganggu.
4) Pernafasan dapat efektif kembali lewat hidung

5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik


a. Tujuan :
1) Membantu pasien dalam aktivitas
b. Kriteria :
1) Klien sudah bisa melakukan aktivitas seperti biasa
c. Intervensi
1) Kaji kegiatan pasie
2) Anjurkan Pasien untuk istirahat
3) Berikan bantuan bila pasien tidak bias melakukan kegiatannya
4) Pasien bisa melakukan aktivitas seperti biasa
5) Mengembalikan kondisi pasien menjadi fit
6) Aktivitas pasien berjalan lancer

3.4. Implementasi
1. Mendorong individu untuk bertanya mengenai masalah, penanganan,
perkembangan dan prognosis kesehatan
2. Mengatur kelembapan ruangan untuk mencegah pertumbuhan jamur
3. Menjauhkan hewan berbulu dari pasien alergi, namun hal ini sering
tidak dipatuhi terutama oleh pecinta binatang
4. Membersihkan kasur secara rutin
5. Lapisi bantal, kasur, dan tempat tidur springbed dengan plastik atau
vinil.
6. Ganti kasur atau bantal kapuk atau kulit dengan kasur atau bantal busa.
7. Bersihkan tempat tidur secara teratur. Cuci sarung bantal, sprei, dan
selimut dengan air hangat.
8. Bersihkan karpet dengan vacuum cleaner dan pel lantai secara teratur.
Jika perlu, jangan gunakan karpet di dalam kamar tidur.
9. Minimalkan atau bersihkan benda-benda yang bisa menjadi tempat
berkumpulnya debu di rumah.

3.5. Evaluasi
1. Mengetahui tentang penyakitnya
2. Sudah bisa bernafas melalui hidung dengan normal
3. Bisa tidur dengan nyenyak
4. Mengutarakan penyakitnya tentang perubahan penampilan
5. Bisa melakukan aktivitas seperti biasa
no Data Pathway Problem
1. Ketidakefektifan
jalan nafas
berhubungan
dengan
obstruksi
/adanya secret
yang
mengental

Ketidaknyamanan
pasien
sehubungan
dengan hidung
yang meler.
Cemas berhubungan
dengan
Kurangnya
Pengetahuan
tentang
penyakit dan
prosedur
tindakan
medis
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Rhinitis adalah suatu inflamasi ( peradangan ) pada membran mukosa di
hidung.Rhinitis adalah peradangan selaput lendir hidung.

Berdasarkan cara masuknya allergen dibagi atas :


1. Alergen Inhalan, yang masuk bersama dengan udara pernafasan,
misalnya debu rumah, tungau, serpihan epitel dari bulu binatang serta
jamur
2. Alergen Ingestan, yang masuk ke saluran cerna, berupa makanan,
misalnya susu, telur, coklat, ikan dan udang
3. Alergen Injektan, yang masuk melalui suntikan atau tusukan, misalnya
penisilin atau sengatan lebah
4. Alergen Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit atau
jaringan mukosa, misalnya bahan kosmetik atau perhiasan

4.2. Saran
penyusun sangat membutuhkan saran, demi meningkatkan kwalitas dan
mutu makalah yang kami buat dilain waktu. Sehingga penyusun dapat
memberikan informasi yang lebih berguna untuk penyusun khususnya dan
pembaca umumnya.

Você também pode gostar