Você está na página 1de 17

Polemik Kebijakan Tembakau di Indonesia

Maya Rara Tandirerung


Manajemen dan Kebijakan Publik, Fisipol UGM 2017

I. Pendahuluan

Merokok sudah menjadi kebiasaan terutama bagi masyarakat ekonomi

menengah ke bawah yang dilakukan hampir di manapun berada. Merokok menjadi

suatu kegiatan rutin yang tidak lagi dianggap hanya sebagai pelengkap dalam kehidupan

sehari-hari tetapi sudah menjadi sebuah kultur yang menjadikan rokok bergeser dari

hanya sekedar kebutuhan sekunder atau tersier menjadi kebutuhan primer.

Pembicaraan tentang tembakau dan rokok sebagai hasil dari pengelolaannya di

Indonesia bahkan di dunia selalu bergulir sepanjang waktu. Permasalahan dalam

industri tembakau sangat kompleks karena menyangkut banyak kepentingan sehingga

menjadi isu strategis yang layak untuk dibahas.

Pro kontra menyelimuti pembahasan mengenai tembakau. Di satu sisi tembakau

dianggap sebagai kekayaan hayati yang memiliki potensi strategis bagi penghidupan

hajat hidup orang banyak. Industri tembakau memberikan pemasukan yang cukup besar

kepada keuangan negara. Selain itu, perkebunan tembakau dan industri rokok

menyerap jutaan tenaga kerja sehingga tidak bisa diabaikan begitu saja. Di sisi lain

tembakau yang diolah menjadi rokok ini dianggap berbahaya bagi kesehatan masyarakat

yang mengkonsumsi maupun yang tidak mengkonsumsinya. Menurut data

Tobaccoatlas.org pada tahun 2014, konsumsi rokok masyarakat Indonesia usia 15 tahun

ke atas mencapai 1.322,3 batang perkapita per tahun yang merupakan tertinggi jika

dibandingkan dengan negara ASEAN yang lainnya. Hal ini menjadi sebuah peringatan

penting bahwa Indonesia sedang kritis karena konsumsi rokok semakin meningkat

begitu juga dengan gangguan kesehatan yang disebabkan oleh hasil olahan tembakau

tersebut. Tidak hanya itu, industri tembakau di Indonesia pun dipandang hanya

memberikan keuntungan kepada industri besar tidak kepada buruh dan petaninya.

Paper ini akan memaparkan perumusan masalah dalam meta masalah polemik

tembakau di Indonesia dengan menggunakan metode analisis asumsi disertai dengan

alternatif dan rekomendasi kebijakan terkait tembakau di Indonesia.

II. Metode Perumusan Masalah

Metode perumusan masalah yang akan dipakai dalam merumuskan masalah

kebijakan tembakau di Indonesia adalah analisis asumsi. William Dunn (1994) dalam
bukunya Pengantar Analisis Kebijakan Publik, menjabarkan beberapa metode

perumusan masalah yang salah satunya adalah metode analisis asumsi. Analisis asumsi

(Assumptional Analysis) merupakan sebuah teknik yang bertujuan untuk mensintesiskan

secara kreatif asumsi-asumsi yang saling bertentangan mengenai masalah-masalah

kebijakan. Analisis asumsi dianggap sebagai metode yang paling komprehensif dari

semua metode perumusan masalah dalam beberapa hal analisis. Gambaran analisis

asumsi yang paling penting bahwa secara eksplisit analisis asumsi diciptakan untuk

mengurusi masalah-masalah yang rumit, yaitu masalah-masalah di mana para analis

kebijakan, pembuat kebijakan, dan pelaku kebijakan lainnya tidak dapat sepakat tentang

bagaimana merumuskan masalah. Kriteria utama untuk mutu suatu rumusan masalah

adalah apakah asumsi-asumsi yang saling bertentangan mengenai situasi masalah telah

dimunculkan, dikupas, dan disintesiskan secara kreatif.

Analisis asumsi diciptakan untuk mengatasi empat kelemahan utama analisis

kebijakan yaitu :

a) Analisis kebijakan seringkali didasarkan pada asumsi dari satu pembuat keputusan

dengan nilai-nilai yang ditata secara jelas yang dapat direalisasikan pada satu titik

waktu,

b) Analisis kebijakan biasanya gagal mempertimbangkan secara sistematis dan

eksplisit pandangan-pandangan yang sangat berlawanan mengenai sifat, masalah-

masalah dan potensi pemecahannya,

c) Kebanyakan analisis kebijakan dilakukan dalam organisasi-organisasi di mana sifat

self sealingnya membuat sulit atau tidak mungkin untuk menghadapi rumusan-

rumusan masalah yang besar, dan

d) Kriteria yang digunakan untuk menilai kecukupan masalah dan solusinya sering kali

hanya menyentuh karakteristik permukaannya

Konflik dibutuhkan untuk menunjukkan keberadaan kebijakan-kebijakan yang sangat

bertentangan untuk menemukan dan menghadapi asumsi-asumsi dari setiap kebijakan

yang dibuat. Pada pihak yang lain komitmen juga penting agar para pendukung dari

setiap kebijakan dapat menunjukkan bukti yang paling kuat (tidak perlu yang terbaik)

untuk mendukung pokok pandangan mereka (Mitroff & Emshoff, 1979 dalam Dunn,

1994). Analisis asumsi meliputi lima tahap prosedur yaitu :

1. Identifikasi pelaku kebijakan; pelaku kebijakan diidentifikasi, diurutkan dan

diprioritaskan. Identifikasi, pengurutan, dan penyusunan prioritas pelaku kebijakan


didasarkan pada penilaian tentang seberapa jauh masing-masing mempengaruhi

dan dipengaruhi oleh proses kebijakan. Prosedur ini menghasilkan identifikasi para

pelaku kebijakan.

2. Memunculkan asumsi; para analis bekerja mundur dari solusi masalah yang

direkomendasikan ke seleksi data yang mendukung rekomendasi dan yang

mendasari asumsi-asumsi, sehingga dengan data yang ada, seseorang dapat

menarik kesimpulan deduktif terhadap rekomendasi sebagai konsekuensi dari data

yang ada. Masing-masing solusi yang direkomendasikan oleh para pelaku kebijakan

harus mengandung sebuah dasar asumsi yang secara eksplisit dan implisit

mendasari rekomendasi.

3. Mempertentangkan asumsi; para analis membandingkan dan mengevaluasi

serangkaian rekomendasi dan asumsi-asumsi yang mendasarinya. Hal ini dikerjakan

dengan membandingkan asumsi-asumsi yang ada dengan asumsi-asumsi tandingan

yang berlawanan. Jika asumsi tandingan tidak masuk akal, maka tidak perlu

dilakukan pertimbangan lebih lanjut, jika asumsi tandingan masuk akal, asumsi

tersebut diuji untuk menentukan kemungkinan untuk dipakai sebagai landasan bagi

konseptualisasi baru terhadap masalah dan solusinya secara menyeluruh.

4. Mengelompokkan asumsi; ketika tahap mengumpulkan asumsi telah selesai,

sejumlah usulan solusi yang berbeda-beda yang dihasilkan dalam fase sebelumnya

dikelompokkan. Di sini asumsi-asumsi (lebih dari rekomendasi) dinegoisasikan

dengan memprioritaskan asumsi-asumsi dari segi kepastian dan kepentingannya

bagi para pelaku kebijakan yang berbeda. Hanya asumsi-asumsi yang paling penting

dan tidak pasti yang dikelompokkan. Tujuan yang paling akhir adalah untuk

menciptakan dasar asumsi yang diterima oleh sebanyak mungkin pelaku kebijakan.

5. Sintesis asumsi; fase terakhir adalah penciptaan solusi gabungan atau sistesis

terhadap masalah. Suatu satuan gabungan asumsi yang diterima dapat menjadi

basis untuk menciptakan konseptualisasi baru dari masalah. Ketika isu-isu seputar

konseptualiasi masalah dan potensi pemecahannya telah mencapai titik ini, aktivitas-

aktivitas dari para pembuat kebijakan dapat menjadi kooperatif dan secara kumulatif

produktif.

Selanjutnya Dunn menjelaskan bahwa metode justru dimulai dari solusi-solusi yang

direkomendasikan bagi masalah-masalah, bukan dari asumsi-asumsi itu sendiri. Hal ini

karena sebagian besar para pelaku kebijakan menyadari usulan solusi masalah tetapi

jarang sadar pada asumsi-asumsi yang mendasarinya. Kemudian teknik ini berusaha
sejauh mungkin untuk memusatkan pada serangkaian data yang sama atau informasi

yang relevan dengan kebijakan. Alasan untuk ini adalah bahwa konflik-konflik yang

mengelilingi konseptualisasi masalah-masalah kebijakan tidak hanya masalah fakta

tetapi masalah yang mencakup interpretasi yang bertentangan dengan data yang sama.

Meskipun data, asumsi dan solusi yang direkomendasikan saling berhubungan, bukanlah

situasi masalah (data) yang menuntun kepada konseptualisasi masalah tetapi asumsi-

asumsilah yang dibawa oleh para analis dan pelaku-pelaku kebijakan lainnya ke situasi

masalah.

III. Analisis Polemik Tembakau di Indonesia

1. Identifikasi pelaku kebijakan

Ketika membicarakan tentang polemic kebijakan tembakau di Indonesia maka

kita dapat melihat aktor di dalamnya yaitu pemerintah dan organisasi anti tembakau.

Pemerintah pada tahun 2016 telah mengesahkan Rancangan Undang-Undang

tentang Pertembakauan untuk menjadi RUU Inisiatif dan akan dibahas bersama oleh

pemerintah. Tembakau bagi pemerintah dan didukung oleh GAPPRI (Gabungan

Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia) dan AMTI (Aliansi Masyarakat Tembakau

Indonesia) dianggap sebagai penopang perekonomian nasional di mana tembakau

dianggap sebagai kekayaan alam hayati yang memiliki potensi strategis bagi

penghidupan orang banyak. Pada tahun 2016, industri rokok menyumbang sekitar

157 triliun rupiah bagi pendapatan negara dari sisi cukai saja dan menyerap tenaga

kerja sampai jutaan orang. Dengan RUU Pertembakauan juga dibuat untuk

melindungi kepentingan petani tembakau dan buruh industri rokok. Wakil Ketua

Badan Legislasi DPR, Firman Soebagyo mengatakan bahwa, Suka atau tidak, industri

tembakau memberi kontribusi ekonomi besar mencapai 157 triliun per tahun dari

sisi cukai saja. Tembakau bukan penyebab penyakit hingga menyebabkan


1
kematian.

Organisasi anti rokok yang didukung oleh para ahli kesehatan termasuk Ikatan

Dokter Indonesia (IDI) menganggap bahwa tembakau yang kemudian diproduksi

menjadi rokok mengakibatkan gangguan kesehatan bahkan kematian yang

siginifikan. Gangguan kesehatan dan kematian ini tidak hanya terjadi kepada

perokok aktif tetapi juga kepada perokok pasif serta membahayakan masa depan

anak-anak. Sebanyak 17 organisasi kesehatan menyatakan sikap penolakan

1
http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/umum/17/03/08/omhrk5282-polemik-ruu-tembakau-
antara-kepentingan-asing-dan-penyelamatan-petani
terhadap RUU Pertembakauan di DPR seperti yang disampaikan oleh Masfar Salim

sebagai Ketua Komite Nasional Kajian Obat dan Farmakoterapi Ikatan Dokter

Indonesia (IDI), Kami induk organisasi kesehatan sangat peduli pada dampak rokok.

Kalau ada aturan yang mendukung konsumsi yang membahayakan kesehatan, kami
2
menolak. Hal ini mengacu pada data World Health Organization (WHO) tahun 2014

bahwa epidemi tembakau telah membunuh sekitar 6 juta orang per tahun, 600 ribu

di antaranya merupakan perokok pasif.

2. Memunculkan asumsi

Tahap selanjutnya setelah mengidentifikasi pelaku kebijakan adalah

memunculkan asumsi. Dalam memunculkan asumsi, kita menyeleksi data yang

mendukung rekomendasi. Dalam polemik tembakau di Indonesia, pemerintah

memandang tembakau memiliki potensi strategis dalam perekonomian nasional.

Pada tahun 2015, penerimaan cukai sebanyak 96,4 persen disumbangkan oleh cukai

rokok sebesar 139,5 triliun. Hal ini melebihi target yang ditentukan dalam APBN-P

2015 yaitu 100,3 persen. Ditjen Bea dan Cukai memungut pajak dalam rangka impor

(PDRI) dan PPN hasil tembakau sebesar 193,6 triliun. Maka, total penerimaan yang

dipungut oleh Ditjen Bea dan Cukai adalah Rp. 387,6 triliun atau 30,3 persen dari
3
realisasi penerimaan pajak sebesar 1.235,8 triliun. Pada tahun 2017, pemerintah

menargetkan pendapatan pajak dari cukai rokok sebesar Rp. 149,9 triliun, naik 6

persen dari APBN-P 2016. Penerimaan cukai rokok ini setara dengan 10 persen
4
target pendapatan pajak 2017. Nilai ekspor rokok Indonesia pada tahun 2011

menunjukkan nilai yang tinggi yaitu sebesar 543.957 ribu US dollar.

Sumber : Pusdatin

2
http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/17/02/20/oloare409-idi-dan-belasan-organisasi-
kesehatan-tolak-ruu-pertembakauan
https://m.tempo.co/read/news/2016/01/08/092734426/cukai-rokok-sumbangkan-rp-139-5-triliun-selama-
3

2015
http://databoks.katadata.co.id/datapublish/2017/03/24/berapa-pendapatan-pemerintah-dari-cukai-rokok
4
Pendapatan Negara dari Cukai Rokok 2010-2016 (dalam
triliun rupiah)
160
140
120
100 Pendapatan Negara
80 dari Cukai Rokok 2010-
60 2016 (dalam triliun
40 rupiah)

20
0
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

Sumber : Databoks Katadata Indonesia

Selain asumsi terkait penerimaan keuangan negara, perkebunan dan industri

tembakau menurut data Kementerian Perindustrian, menyerap tenaga kerja

sebanyak 5,98 juta orang yang terbagi di sub sektor manufaktur, kemudian sebanyak

4,28 juta orang pada sub sektor distribusi serta 1,7 juta orang di sub sektor
5
perkebunan. Hal ini tidak bisa diabaikan karena kebijakan menyangkut tembakau

juga menyangkut lapangan kerja jutaan orang dalam industri tersebut. Penyusunan

RUU Pertembakauan salah satunya bertujuan untuk melindungi buruh dan petani

tembakau.

Sisi kesehatan selalu menjadi hal yang bertentangan menyangkut tembakau.

Namun pada tahun 2013, seorang peneliti dari Universitas Gadjah Mada, Dr Toto

Sudargo menyampaikan bahwa tembakau memiliki manfaat bagi kesehatan.

Tembakau mengandung banyak komponen bioaktif yang bermanfaat bagi

kesehatan. Pada daun tembakau terdapat senyawa bioaktif seperti flavonoid dan

fenol. Dua senyawa itu menjadi antioksidan yang dapat mencegah penyakit kanker,
anti-karsinogen, anti poliferasi, anti flamasi, serta memberikan efek proteksi

terhadap penyakit kardiovaskuler. Selain itu, di dalam daun tembakau juga terdapat

vitamin C atau asam askorbat yang menjadi antioksidan dan dapat bereaksi dengan

antiradikal bebas dengan cara memberikan efek proteksi sel. Selanjutnya di dalam

tembakau juga ada zinc (Zn) yang berguna dalam pembentukan struktur enzim dan

5
http://katadata.co.id/berita/2017/03/10/banyak-pabrik-tutup-produktivitas-industri-rokok-malah-naik
protein yang bermanfaat bagi tubuh. Tembakau juga mengandung minyak astiri
6
(essential oil) yang dapat digunakan sebagai antibakteri dan antiseptik.

Dari uraian di atas kita dapat melihat asumsi-asumsi yang dipakai pemerintah

dan pihak pro tembakau yaitu :

a) Aspek ekonomi ; Industri tembakau menyumbang pendapatan negara yang

cukup besar yaitu sekitar 10 persen dari total pendapatan negara dari sektor

pajak.

b) Aspek ketenagakerjaan ; Industri tembakau menyerap tenaga kerja lebih dari

6 juta orang.

c) Aspek kesehatan ; Zat-zat yang terkandung di dalam tembakau dapat


mengobati berbagai penyakit.

3. Mempertentangkan asumsi

Sebelumnya telah disampaikan bahwa ada pihak-pihak yang menentang

kebijakan pemerintah terkait tembakau. Mereka yang menentang adalah organisasi-

organisasi anti tembakau yang tersebar di daerah-daerah dan juga ahli kesehatan

termasuk di dalamnya Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Merokok menyebabkan

penyakit serius dan adiktif. Lebih dari 5.000 bahan kimia atau kandungan dalam

asap, terbentuk ketika tembakau dibakar. Lebih dari 100 kandungan asap ini telah

diidentifikasi oleh otoritas kesehatan masyarakat sebagai penyebab potensial atas

penyakit kardiovaskuler (penyakit jantung), kanker paru-paru dan penyakit paru


7
obstruktif kronis.

Menurut World Health Organization (WHO) Report On The Global Tobacco

Epidemic Warning about the dangers of Tobacco, 2011, sebagian besar perokok

tidak sadar akan bahaya merokok dan lebih dari setengah total perokok meninggal

disebabkan oleh penyakit yang ditimbulkan oleh zat-zat yang terkandung dalam

tembakau. Penggunaan tembakau membunuh hampir 6 juta orang dan 600 ribu di

antaranya adalah perokok pasif. Penggunaan tembakau ini menurut WHO

menyebabkan kerugian ratusan miliar dolar di seluruh dunia setiap tahunnya.

Sebagian besar kematian terjadi di negara berkembang yang pendapatan per

kapitanya rendah. Jika tren ini terus berlanjut, pada tahun 2030 tembakau akan

6
https://m.tempo.co/read/news/2013/12/23/173539731/peneliti-tembakau-baik-untuk-kesehatan,
http://www.neraca.co.id/article/36691/antioksidan-pada-tembakau-cengkeh-dapat-cegah-penyakit
7
http://www.sampoerna.com/id_id/tobacco_regulation/smoking_and_health/pages/smoking_and_health.as
px
membunuh lebih dari 8 juta orang setiap tahunnya yang 80 persennya adalah

mereka yang hidup di negara-negara berkembang. Data dari Kementerian Kesehatan

menunjukkan bahwa prevalensi perokok di Indonesia pada usia 15 tahun

meningkat menjadi 36,3 persen. Di antara remaja usia 13-15 tahun, terdapat 20%

perokok di mana 41% di antaranya adalah remaja laki-laki dan 3,5% remaja

perempuan. Jumlah tersebut meningkat dua kali lipat di tahun 2016 sebesar 23,1%
8
dari sebelumnya 12,7% pada tahun 1995. Dengan peningkatan ini, Indonesia

kemudian menjadi negara nomor tiga terbanyak jumlah perokoknya di dunia setelah

China dan India serta tertinggi di Asia Tenggara.

Sumber : Databoks, Katadata Indonesia

Dari sisi kesehatan lain yang berkaitan tentang manfaat dari tembakau, Yayi

Suryo Prabandari, Koordinator Quit Tobacco Indonesia Fakultas Kedokteran

Universitas Gadjah Mada, meragukan riset penggunaan tembakau sebagai obat

terapi. Riset tersebut dianggap tidak mengikuti prinsip atau kaidah keilmuan.

Pengobatan yang menggunakan tembakau yang mengandalkan testimoni

kesembuhan sejumlah orang harus dikaji lebih dalam dan tidak bisa dilakukan

secara serampangan serta masyarakat harus pandai memeriksa rekam jejak peneliti
9
yang melakukan riset tersebut.

Besarnya pemasukan cukai untuk penerimaan negara dianggap tidak ada artinya

jika tidak memberi kesejahteraan kepada tenaga kerja dari sektor tembakau ini.

8
http://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/rilis-media/20170521/3720963/hari-tanpa-tembakau-sedunia-
2017-rokok-ancam-pembangunan/
9
https://nasional.tempo.co/read/news/2017/05/31/078880263/hari-tanpa-tembakau-peliknya-
pengendalian-tembakau-di-indonesia
Menurut data Kementerian Perindustrian pada tahun 2014-2015, ada sekitar 100 unit

usaha Industri Hasil Tembakau (IHT) yang tutup. Menurunnya jumlah unit usaha ini

disebabkan adanya perubahan pasar IHT. Konsumsi rokok jenis Sigaret Kretek

Tangan (SKT) yang produksinya menyerap tenaga kerja banyak, semakin berkurang.

Konsumen lebih memiliih Sigaret Kretek Mesin (SKM) baik yang regular maupun

ringan (mild). Produksi rokok ini lebih banyak mengandalkan mesin dan tidak

membutuhkan pekerja yang banyak. Semakin tinggi produksi rokok, semakin tinggi

pula impor tembakau dari luar negeri. Pada tahun 2012, impor tembakau mencapai
10
angka 150,1 ribu ton. Jumlah itu sudah mencapai 72,5 persen dari total

penggunaan tembakau untuk industri di Indonesia. Selanjutnya menurut data dari

Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) dan LDFEBUI mencatat buruh

tani tembakau di Kendal, Jawa Tengah sebesar Rp. 15.899 per hari, di Bojonegoro,

Jawa Timur sebesar Rp. 17.256 per hari dan di Lombok Timur sebesar Rp. 13.920 per

hari. Pendapatan ini menunjukkan minimnya kesejahteraan para petani tembakau.

4. Mengelompokkan asumsi

Setelah memunculkan dan mempertentangkan asumsi, asumsi-asumsi tersebut

kemudian dikelompokkan dan dinilai mana yang memiliki tingkat kepastian dan

kepentingan yang lebih tinggi. Dalam pembahasan mengenai kebijakan tembakau di

Indonesia, maka akan muncul dua pihak yaitu pro tembakau dan kontra tembakau.

Melalui pengelompokan asumsi, diharapkan dapat diperoleh dasar asumsi yang

tingkat kepastian dan kepentingannya lebih tinggi serta paling bisa diterima oleh

para pelaku kebijakan.

Dalam pengelompokannya, asumsi dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu ditinjau dari

aspek ekonomi, aspek ketenagakerjaan dan aspek kesehatan. Asumsi yang diberi

tanda () berarti memiliki tingkat kepentingan dan kepastian yang lebih tinggi

sedangkan asumsi yang diberi tanda () berarti memiliki kepentingan dan kepastian

yang lebih rendah.

Pengelompokan asumsi ini dapat digambarkan pada tabel di bawah ini :

10
Data Kementerian Perindustrian, 2015
Pro Tembakau vs Kontra Tembakau

Aspek ekonomi
Pada tahun 2015, pendapatan dari Penyakit dan kematian yang
sektor pertembakauan mencapai 139,5 ditimbulkan oleh tembakau
triliun rupiah dan ditargetkan mencapai menyebabkan kerugian mencapai
vs
149,9 triliun rupiah pada tahun 2017 miliaran rupiah. Hal ini banyak
yang setara dengan 10 persen dari total terjadi di negara-negara
pendapatan negara dari pajak berkembang termasuk di Indonesia

Aspek ketenagakerjaan
Sektor pertembakauan menyerap Pekerja di sektor pertembakauan
tenaga kerja sebanyak 5,98 juta orang tidak sejahtera. Industri tembakau
di sub sektor manufaktur, 4,28 juta hanya menguntungkan industri
orang di sub sektor distribusi dan 1,7 besar. Makin banyak produksi
vs
juta orang di sub sektor perkebunan rokok menggunakan mesin dan
semakin banyak tembakau yang
diimpor. Di sisi lain pendapatan
petani sangat kecil
Aspek kesehatan
Tembakau memiliki zat-zat yang Tembakau mengakibatkan
berguna dan dapat menyembuhkan kematian sekitar 6 juta orang per
berbagai penyakit tahun, 600 ribu di antaranya adalah
vs perokok pasif. Di Indonesia,
perokok semakin bertambah.
Sebanyak 20 persen umur 13-15
tahun merokok dan dapat merusak
pembangunan bangsa

Pada aspek ekonomi, pemerintah memiliki asumsi bawah sektor pertembakauan

sangat penting karena memiliki sisi strategis dalam memberi pendapatan yang

besar bagi negara. Meskipun tingkat kepastian dari asumsi ini cukup tinggi tapi tidak

dengan kepentingannya. Cukai rokok pada dasarnya ditetapkan untuk menekan

konsumsi terhadap rokok. Dengan mematok harga cukai yang tinggi secara tidak

langsung pemerintah menempatkan dirinya untuk mendukung pengurangan

konsumsi rokok oleh masyarakat karena faktor kesehatan. Tetapi di sisi lain, jika

pemerintah menganggap cukai ini penting sebagai salah satu sumber pendapatan

negara maka produksi rokok sebagai hasil pengolahan dari tembakau justru tidak

dikurangi malah semakin meningkat. Hal ini membuat tingkat kepentingan

pendapatan negara dari cukai rokok menjadi rendah. Di sisi lain, menurut WHO,

penyakit dan kematian yang disebabkan oleh rokok menyebabkan kerugian yang

mencapai miliaran dollar. Di Indonesia, pendapatan negara dari cukai rokok dinilai

tidak sebanding dengan nilai kerugian yang dihasilkan. Pada tahun 2012, kerugian
yang ditimbulkan oleh rokok mencapai Rp. 254,41 triliun dengan rincian, uang yang

dikeluarkan untuk pembelian rokok Rp. 138 triliun, biaya perawatan medis rawat

inap dan jalan Rp. 2,11 triliun, kehilangan produktivitas akibat kematian prematur
11
dan mordibitas maupun disabilitas Rp. 105,3 triliun. Data ini kemudian menjadikan

asumsi dari pihak kontra tembakau tingkat kepentingannya menjadi lebih tinggi.

Pada aspek ketenagakerjaan, asumsi pemerintah mengenai jumlah tenaga kerja

yang diserap oleh sektor pertembakauan yang lebih dari 6 juta orang memiliki

tingkat kepastian dan kepentingan yang tinggi. Kebijakan mengenai tembakau

berhubungan dengan hajat hidup orang banyak sehingga perlu suatu kebijakan

yang berpihak kepada para tenaga kerja dalam sektor pertembakauan. Rancangan

Undang-Undang Pertembakauan dianggap dapat memfasilitasi peningkatan

kesejahteraan pekerja di sektor pertembakauan. Begitu juga dengan asumsi pihak

kontra tembakau bahwa tenaga kerja yang terserap pada sektor pertembakauan

memang tinggi tetapi jauh dari kata sejahtera. Hal ini dibuktikan dengan

berkurangnya industri tembakau yang mengurangi jumlah tenaga kerja tetapi tidak

mengurangi produksi hasil tembakau. Pengolahan tembakau oleh manusia yang

digantikan oleh mesin menjadi penyebab utama munculnya asumsi ini. Semakin

tingginya impor tembakau juga kemudian berpimplikasi kepada penghasilan petani

tembakau yang terhitung sangat rendah karena harga tembakau impor yang lebih

murah. Kurniawan (2014), memaparkan tentang invasi perusahaan rokok asing ke

Indonesia yang disebabkan oleh lemahnya peraturan pengendalian konsumsi rokok

sebagai berikut :

a. Philip Morris International membeli 98 persen saham PT. HM Sampoerna


pada tahun 2005
b. BAT membeli 57 persen saham PT. Bentoel International Investama milik
Group Rajawali
c. Juli 2011, KT & G mengumumkan telah membeli 60 persen saham PT.
Trisakti Purwosari Makmur (TPM)

Pada aspek kesehatan, asumsi pemerintah bahwa tembakau memiliki manfaat

bagi kesehatan memiliki kepastian dan kepentingan yang sangat rendah karena

hasil penelitian tersebut dinyatakan belum valid dan tidak memenuhi kaidah ilmiah.

Selain itu belum ada data pasti tentang berapa jumlah penyakit yang telah berhasil

diobati oleh tembakau. Asumsi ini masih didasari oleh testimoni yang belum bisa

11
http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/13/09/19/mtd6bm-kerugian-akibat-rokok-capai-rp-
25441-t
diuji validitasnya. Sedangkan asumsi pihak kontra tembakau terkait kesehatan

memiliki tingkat kepastian dan kepentingan yang tinggi. WHO pada tahun 2013

mengeluarkan data bahwa setiap tahun ada sekitar 6 juta orang yang meninggal

karena rokok dan 600 ribu di antaranya adalah orang yang tidak merokok tetapi

terpapar asap dari rokok. Indonesia menempati posisi pertama konsumsi rokok di

Asia Tenggara pada tahun 2014 dan itu terus meningkat setiap tahun. Peningkatan

ini terutama terjadi kepada anak usia 15-19 tahun. Di antara remaja usia 13-15

tahun, terdapat 20 persen perokok di mana 41 persen di antaranya adalah remaja

laki-laki dan 3,5 persen remaja perempuan. Jumlah tersebut meningkat dua kali lipat

tahun 2016 sebesar 23,1 persen dari sebelumnya 12,7 persen pada tahun 1995.

Pihak kontra tembakau menyatakan angka kecanduan rokok harus diturunkan pada

anak-anak dan remaja karena dapat mengancam kualitas generasi penerus.

5. Sintesis asumsi

Dalam pengelompokan asumsi pada tahap sebelumnya, kita mendapatkan

asumsi-asumsi yang tingkat kepastian serta tingkat kepentingan yang lebih tinggi.

Asumsi-asumsi tersebut telah diberi tanda () untuk yang tingkat kepastian dan

kepentingannya tinggi dan tanda () untuk asumsi yang tingkat kepastian serta

kepentingannya lebih rendah. Tahap ini bertujuan untuk mendapatkan solusi

gabungan atau sintesis masalah yang dapat menjadi basis untuk menemukan

konseptualisasi baru. Berdasarkan pengelompokan asumsi tersebut masa sintesis

dari masalah tembakau di Indonesia adalah sebagai berikut :

Tesis (Pro Tembakau) Antitesis (Kontra Tembakau)

Sektor pertembakauan menyerap Tembakau merugikan dari segi


vs
sangat banyak tenaga kerja ekonomi maupun kesehatan dan
tenaga kerja pada sektor
pertembakauan tidak sejahtera
Sintesis :

1. Meskipun pendapatan negara dari cukai rokok tergolong tinggi, tetapi kerugian

yang diakibatkan oleh konsumsi tembakau dalam bentuk rokok juga terbilang

tinggi. Tingginya harga cukai yang dipatok pemerintah harusnya menjadi salah

satu alat pengendalian konsumsi rokok dengan berpihak kepada kesehatan

masyarakat dan tidak serta merta membuat pemerintah mendukung produksi

rokok itu sendiri karena berharap banyak kepada pendapatan negara dari cukai

rokok tersebut. Keberhasilan kebijakan cukai rokok ditentukan oleh

kemampuannya untuk mengendalikan konsumsi rokok bukan pendapatan


negara. Pada tahun 2012, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah

Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat

Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan namun pada tahun 2016,

pemerintah kemudian membuat Rancangan Undang-Undang tentang

Pertembakauan yang bertentangan dengan peraturan yang ada sebelumnya.

Hal ini menunjukkan tidak konsistennya pemerintah dalam menanggapi

polemik terkait tembakau

2. Konsumsi hasil olahan tembakau mengalami peningkatan dari tahun ke tahun

dan mulai menargetkan anak-anak serta remaja. Hal tersebut memberikan

dampak buruk dari segi ekonomi dan kesehatan serta perkembangan masa

depan bangsa. Kebijakan terkait pertembakauan harus difokuskan kepada

pengendalian konsumsi rokok dan menjadikan ini sebagai prioritas. Sosialisasi

mengenai bahaya yang ditimbulkan pun harus lebih banyak diarahkan kepada

masyarakat menengah ke bawah yang sulit mengakses informasi tentang

kesehatan.

3. Tenaga kerja pada sektor pertembakauan yang terbilang cukup banyak masih

belum mencapai kesejahteraan. Semakin banyaknya invasi perusahaan rokok

asing ke Indonesia harus dikendalikan melalui regulasi yang tepat dan tidak

mengabaikan kesejahteraan hidup para buruh dan petani tembakau. Tingginya

jumlah impor tembakau juga menjadi momok bagi para buruh dan petani

tembakau terkait dengan harga jual tembakau yang dihasilkan dari pengelolaan

perkebunan
IV. Alternatif Kebijakan

Metode pengembangan alternatif kebijakan dalam masalah ini adalah tinjauan pustaka ( Literature Review). Negara-negara di beberapa

belahan dunia telah menandatangani dan mengaksesi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) yaitu sebuah perjanjian

internasional yang diinisiasi oleh WHO terkait pengendalian tembakau melalui berbagai cara. Walaupun fokus dari FCTC adalah melindungi

generasi masa kini dan masa mendatang dari dampak konsumsi tembakau, namun WHO tetap memberikan alternatif kepada buruh dan

petani tembakau untuk meningkatkan kesejahteraannya. Australia dan Selandia Baru mematok harga rokok yang tinggi yaitu sekitar Rp. 200
12
ribu rupiah. Efek dari mahalnya harga rokok ini kemudian membuat para perokok berhenti secara signifikan. Selanjutnya di Brazil sebagai

salah satu penghasil tembakau melakukan diversifikasi pertanian tembakau setelah menandatangani FCTC. Hal ini dilakukan dengan tujuan
13
agar petani tembakau memiliki alternatif lain untuk meningkatkan kesejahteraannya.

Kertas Kerja Untuk Mengestimasi Dampak Alternatif Kebijakan Tembakau di Indonesia

Alternatif

No Tujuan Kriteria Diversifikasi Pertanian


Status Quo Kenaikan Harga Rokok
Tembakau

Jumlah perokok Banyak Menurun Tidak berpengaruh


1. Kualitas kesehatan
Jumlah pasien akibat rokok Banyak Menurun Tidak berpengaruh

Kesejahteraan tenaga Harga Tembakau Rendah Meningkat Meningkat


2.
kerja Besar Penghasilan Rendah Meningkat Meningkat

Jumlah impor tembakau Tinggi Menurun Sedikit menurun


3. Pengendalian impor
Jumlah ekspor tembakau Stagnan Meningkat Sedikit meningkat

12
http://bisnis.liputan6.com/read/2581195/7-negara-dengan-harga-rokok-paling-mahal-di-dunia
13
Kurniawan, 2014
V. Rekomendasi Kebijakan

Rekomendasi kebijakan terkait masalah kebijakan tembakau di Indonesia akan

menggunakan Metode Memuaskan (Satisficing Method) di mana pemilihan alternatif

dilakukan atas dasar kemampuan setiap alternatif memenuhi (Satisfy) semua kriteria

dan persyaratan yang telah ditetapkan.

Pada masalah kebijakan tembakau, ada dua alternative kebijakan yaitu kenaikan harga

rokok dan diversifikasi pertanian tembakau. Kriteria yang hendak dipenuhi adalah :

1. Berkurangnya jumlah perokok dan pasien penyakit akibat rokok

2. Naiknya harga tembakau dan besar penghasilan buruh dan petani tembakau yang

dapat berimplikasi kepada peningkatan kesejahteraan buruh dan petani tersebut

3. Menurunnya impor dan meningkatnya ekspor tembakau

Dari kriteria di atas, alternatif yang paling sesuai untuk mengatasi masalah

kebijakan tembakau di Indonesia adalah kenaikan harga rokok. Dengan menaikkan

harga rokok, dapat menekan jumlah perokok dan juga pasien penyakit yang diakibatkan

oleh rokok. Kesulitan akses terhadap produk akibat tingginya harga dapat secara efektif

mengurangi konsumsi tembakau. Selain itu, kebijakan ini juga dapat menaikkan harga

tembakau yang berimplikasi pada pendapatan buruh dan petani tembakau. Dengan

berkurangnya permintaan rokok, maka impor tembakau dapat ditekan juga sementara

tembakau yang dihasilkan dari pengelolaan perkebunan dapat diekspor.


Referensi

Anonim. (2017). Doa Bersama Petani Tembakau Menuntut Regulasi dan Tolak Tembakau Luar
Negeri. Koran Bogor, diambil dari https://koranbogor.com/berita/2017/03/17/doa-
bersama-petani-tembakau-menuntut-regulasi-dan-tolak-tembakau-luar-negeri, diakses
pada tanggal 13 Juni 2017

Al Habsyi, Syarifah. (2017). Dilema Industri Tembakau Indonesia (Refleksi Hari Tanpa Tembakau
Sedunia). Banjarmasin Post, diambil dari
http://banjarmasin.tribunnews.com/2017/05/26/dilema-industri-tembakau-indonesia-
refleksi-hari-tanpa-tembakau-sedunia, diakses pada tanggal 12 Juni 2017

Azzura, Siti Nur. (2016). Petani Tembakau Dinilai Paling Susah Sejahtera. Diambil dari
https://www.merdeka.com/uang/petani-tembakau-dinilai-paling-susah-sejahtera.html,
diakses pada tanggal 10 Juni 2017

Dunn, William. (2004). Public Policy Analysis: An Introduction. Terjemahan Muhadjir Darwin dkk.
2003. Pengantar Analisis Kebijakan Publik edisi kedua. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press

Hadna, Agus Heruanto. (2017). Pengembangan Kriteria dan Seleksi Alternatif Kebijakan. MSK-
UGM

Hadna, Agus Heruanto. (2017). Rekomendasi Kebijakan. Kuliah AKP MAP-6.

Kemenkes, Infodatin. (2013). Perilaku Merokok Masyarakat Indonesia Berdasarkan Riskesdas


2007 dan 2013. Kementerian Kesehatan RI.

Kurniawan, Deni. (2014). FCTC dan Pilihan Bagi Petani Tembakau. Indonesian Institute for Social
Development

Maharani, Shinta. (2017). Hari Tanpa Tembakau: Peliknya Pengendalian Tembakau di Indonesia.
Tempo, diambil dari https://nasional.tempo.co/read/news/2017/05/31/078880263/hari-
tanpa-tembakau-peliknya-pengendalian-tembakau-di-indonesia, diakses pada tanggal 12
Juni 2017

Organization, World Health. (2011). WHO Report On The Global Tobacco Epidemic, 2011;
Warning About The Dangers of Tobacco.

Perkebunan, Ditjen. (2015). Statistik Perkebunan Indonesia 2014-2016: Tembakau. Kementerian


Pertanian RI

Priherdityo, Endro. (2016). Penyakit Akibat Rokok Disebut Rugikan Negara US$ 4,5 Triliun . CNN
Indonesia, diambil dari http://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20160531043412-255-
134602/penyakit-akibat-rokok-disebut-rugikan-negara-us-45-triliun/, diakses pada tanggal
11 Juni 2017

RI, Kementerian Kesehatan. (2016). HTTS 2016: Suarakan Kebenaran, Jangan Bunuh Dirimu
Dengan Candu Rokok, diambil dari
http://www.depkes.go.id/article/print/16060300002/htts-2016-suarakan-kebenaran-
jangan-bunuh-dirimu-dengan-candu-rokok.html, diakses pada tanggal 9 Juni 2017

RI, Kementerian Kesehatan. (2017). Hari Tanpa Tembakau Sedunia 2017: Rokok Ancam
Pembangunan, diambil dari http://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/rilis-
media/20170521/3720963/hari-tanpa-tembakau-sedunia-2017-rokok-ancam-
pembangunan/, diakses pada 12 Juni 2017

Rudi, Alsadad. (2016). Petani Tembakau Dinilai Sering Dijadikan Tameng oleh Pengusaha
Rokok. Kompas, diambil dari
http://nasional.kompas.com/read/2016/10/01/08282111/petani.tembakau.dinilai.sering.dij
adikan.tameng.oleh.pengusaha.rokok, diakses pada tanggal 14 Juni 2016

Sampoerna, HM. (2012). Mengatur Produk-Produk Tembakau-Regulating Tobacco Products. PT.


HM Sampoerna, Tbk, diambil dari
http://www.sampoerna.com/id_id/tobacco_regulation/regulating_tobacco_products/pages/
regulating_tobacco_products.aspx, diakses pada tanggal 10 Juni 2017

Ucu, Karta. (2017). Polemik RUU Tembakau Antara Kepentingan Asing dan Penyelamatan Petani .
Republika, diambil dari
http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/umum/17/03/08/omhrk5282-polemik-ruu-
tembakau-antara-kepentingan-asing-dan-penyelamatan-petani, diakses pada tanggal 13
Juni 2017

Peraturan Perundang-Undangan

Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 Tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung
Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan

Rancangan Undang-Undang Tentang Pertembakauan

Sumber Lainnya

http://databoks.katadata.co.id/datapublish/2016/08/31/konsumsi-rokok-per-kapita-indonesia-
tertinggi-di-asean

http://www.bbc.com/indonesia/indonesia-39179264

http://amti.id/

Você também pode gostar