Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Bronko Pneumonia
Disusun Oleh:
AKHMAD ARIFINAR A
135070200111014
Kelompok 2
BRONKOPNEUMONIA
2.1. DEFINISI
Pneumonia adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru;peradangan pada paru dimana
proses peradangannya ini menyebar membentuk bercak-bercak infiltrat yang berlokasi di
alveoli paru dan dapat pula melibatkan bronkiolus terminal.1Walaupun banyak pihak yang
sependapat bahwa pneumonia adalah suatu keadaan inflamasi, namun sangat sulit untuk
merumuskan satu definisi tunggal yang universal. Pneumonia adalah sindrom klinis,
sehingga didefinisikan berdasarkan gejala dan tanda klinis, dan perjalanan penyakitnya.
Salah satu definisi klinis klasik menyatakan pneumonia adalah penyakit respiratorik yang
ditandai dengan batuk, sesak napas, demam, ronki basah, dengan gambaran infiltrat pada
foto rontgen toraks.2 Dikenal istilah lain yang mirip yaitu pneumonitis yang maksudnya
lebih kurang sama. Banyak yang menganut pengertian bahwa pneumonia adalah inflamasi
paru karena proses infeksi sedangkan pneumonitis adalah inflamasi paru non-infeksi.
Namun hal inipun tidak sepenuhnya ditaati oleh para ahli.2
2.2. KLASIFIKASI
Pembagian pneumonia sendiri pada dasarnya tidak ada yang memuaskan, dan pada
umumnya pembagian berdasarkan anatomi dan etiologi. Beberapa ahli telah membuktikan
bahwa pembagian pneumonia berdasarkan etiologi terbukti secara klinis dan memberikan
terapi yang lebih relevan.5
a. Berdasarkan lokasi lesi di paru
Pneumonia lobaris
Pneumonia lobularis
Pneumonia intersitialis
b. Berdasarkan asal infeksi
Pneumonia yang didapat dari masyarakat (community acquired pneumonia)
Pneumonia yang didapat dari Rumah Sakit (hospital based pneumonia)
c. Berdasarkan mikroorganisme penyebab
Pneumonia bakteri
Pneumonia virus
Pneumonia mikoplasma
Pneumonia jamur
d. Berdasarkan karakteristik penyakit pneumonia
Pneumonia tipikal
Pneumonia atipikal
e. Berdasarkan lama penyakit
Pneumonia akut
Pneumonia persisten
2.3. ETIOLOGI
Etiologi pneumonia sulit dipastikan karena kultur sekret bronkus merupakan tindakan yang
sangat invasif sehingga tidak dilakukan. Patogen penyebab pneumonia pada anak
bervariasi tergantung :5
a. Usia
b. Status imunologis
c. Status lingkungan
d. Kondisi lingkungan (epidemiologi setempat, polusi udara)
e. Status imunisasi
f. Faktor pejamu (penyakit penyerta, malnutrisi)
Usia pasien mrupakan peranan penting pada perbedaan dan kekhasan pneumonia anak,
terutama dalam sprectrum etiologi, gambaran klinis dan strategi pengobatan.
Berikut daftar etiologi pneumonia pada anak sesuai dengan usia yang bersumber dari data
di negara maju :5,6
Usia Etiologi tersering Etiologi terjarang
Lahir 20 hari Bakteri : E.colli, Bakteri : Bkateri anaerob,
Streptococcus grup B, Listeria Streptococcus grup D,
monocytogenes Haemophilus influenza,
Streptococcus pneumoniae
2.4. PATOGENESIS
Istilah pneumonia mencakup setiap keadaan radang paru dimana beberapa atau seluruh
alveoli terisi dengan cairan dan sel-sel darah. Jenis pneumonia yang umum adalah
pneumonia bakterialis yang paling sering disebabkan oleh pneumokokus. Penyakit ini
dimulai dengan infeksi dalam alveoli, membran paru mengalami peradangan dan
berlubang-lubang sehingga cairan dan bahkan sel darah merah dan sel darah putih keluar
dari darah masuk kedalam alveoli. Dengan demikian, alveoli yang terinfeksi secara
progresif menjadi terisi dengan cairan dan sel-sel, dan infeksi disebarkan oleh perpindahan
bakteri dari alveolus ke alveolus. 3
Dalam keadaan normal, saluran respiratorik mulai dari area sublaring sampai parenkim
paru adalah steril. Saluran napas bawah ini dijaga tetap steril oleh mekanisme pertahanan
bersihan mukosiliar, sekresi imunoglobulin A, dan batuk. Mekanisme pertahanan
imunologik yang membatasi invasi mikroorganisme patogen adalah makrofag yang
terdapat di alveolus dan bronkiolus, IgA sekretori, dan imunoglobunlin lain. 5
Umumnya mikroorganisme penyebab terhisap ke paru bagian perifer melalui saluran
respiratori. Mula-mula terjadi edema akibat reaksi jaringan yang mempermudah proliferasi
dan penyebaran kuman ke jaringan sekitarnya. Bagian paru yang terkena mengalami
konsolidasi, yaitu terjadi serbukan sel PMN, fibrin, eritrosit, cairan edema, dan
ditemukannya kuman di alveoli. Stadium ini disebut stadium hepatisasi merah.
Selanjutnya, deposisi fibrin semakin bertambah, terdapat fibrin dan leukosit PMN di
alveoli dan terjadi proses fagositosis yang cepat. Stadium ini disebut stadium hepatisasi
kelabu. Berikutnya, jumlah makrofag meningkat di alveoli, dimana sel akan mengalami
degenerasi, fibrin menipis, kuman dan debris menghilang. Stadium ini disebut stadium
resolusi. Sistem bronkopulmoner jaringan paru yang tidak terkena akan tetap normal. 5
Pneumonia viral biasanya berasal dari penyebaran infeksi di sepanjang jalan napas atas
yang diikuti oleh kerusakan epitel respiratorius, menyebabkan obstruksi jalan napas akibat
bengkak, sekresi abnormal, dan debris seluler. Diameter jalan napas yang kecil pada bayi
menyebabkan bayi rentan terhadap infeksi berat. Atelektasis, edema intersitial, dan
ventilation-perfusition mismatch menyebabkan hipoksemia yang sering disertai obstruksi
jalan napas. Infeksi viral pada traktus respiratorius juga dapat meningkatkan risiko
terhadap infeksi bekteri sekunder dengan mengganggu mekanisme pertahanan normal
pejamu, mengubah sekresi normal, dan memodifikasi flora bakterial. 5
Ketika infeksi bakteri terjadi pada parenkim paru, proses patologik bervariasi tergantung
organisme yang menginvasi. M. penumoniae menempel pada epitel respiratorius,
menghambat kerja silier, dan menyebabkan destruksi seluler dan memicu respons
inflamasi di submukosa. Ketika infeksi berlanjut, debris seluler yang terlepas, sel-sel
inflamasi, dan mukus menyebabkan onstruksi jalan napas, dengan penyebaran infeksi
terjadi di sepanjang cabang-cabang bronkial, seperti pada pneumonia viral. S. pneumoniae
menyebabkan edema lokal yang membantu proliferasi mikroorganisme dan penyebarannya
ke bagian paru lain, biasanya menghasilkan karakteristik sebagai bercak-bercak
konsolidasi merata di seluruh lapangan paru. 7,8
Infeksi streptokokus grup A pada saluran napas bawah menyebabkan infeksi yang lebih
difus dengan pneumonia intersitial. Pneumonia lobar tidak lazim. Lesi terdiri atas nekrosis
mukosa trakeobronkial dengan pembentukan ulkus yang compang-camping dan sejumlah
besar eksudat, edema, dan perdarahan terlokalisasi. Proses ini dapat meluas ke sekat
interalveolar dan melibatkan fasa limfatika. Pneumonia yang disebabkan S.aureus adalah
berat dan infeksi dengan cepat menjadi jelek yang disertai dengan morbiditas yang lama
dan mortalitas yang tinggi, kecuali bila diobati lebih awal. Stafilokokus menyebabkan
penggabungan bronkopneumoni yang sering unilateral atau lebih mencolok pada sati sisi
ditandai adanya daerah nekrosis perdarahan yang luas dan kaverna tidak teratur. 1
c) Uji Serologis
Uji serologik untuk mendateksi antigen dan antibodi pada infeksi bakteri tipik
mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang rendah. Secara umum, uji serologis tidak
terlalu bermanfaat dalam mendiagnosis infeksi bakteri tipik, namun bakteri atipik
sepertiMycoplasma dan chlamydia tampak peningkatan anibodi IgM dan IgG.6
d) Pemeriksaan mikrobiologis
Untuk pemeriksaan mikrobiologik, spesimen dapat diambil dari usap tenggorok, sekret
nasofaring, bilasan bronkus, darah, punksi pleura atau aspirasi paru. Diagnosis
dikatakan definitif apabila kuman ditemukan dari darah, cairan pleura, atau aspirasi
paru.6
Kultur darah jarang positif pada infeksi Mycoplasma dan Chlamydia. 6
Gambaran radiologis pneumonia meliputi infiltrat ringan pada satu paru hingga
konsolidasi luas pada kedua paru. Pada satu penelitian, ditemukan bahwa lesi
pneumonia pada anak terbanyak berada di paru kanan, terutama di lobus atas. Bila
ditemukan di pru kiri dan terbanyak di olbus bawah, hal itu merupakan prediktor
perjalanan penyakit yang lebih berat dengan resiko terjadinya pleuritis lebih besar.6
2.7. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi meliputi empiema torasis (komplikasi tersering oleh
pneumonia bakteri), perikarditis purulenta, pneumotoraks, atau infeksi ekstrapulmoner
seperti meningitis purulenta. Miokarditis (tekanan sistolik ventrikel kanan meningkat,
kreatinin kinase juga meningkat, dan gagal jantung) juga dilaporkan cukup tinggi pada seri
pneumonia anak berusia 2-24 bulan.6
2.8. PENATALAKSANAAN
Sebagian pneumoni pada anak tidak perlu dirawat inap. Indikasi perawatan trutama
berdasarkan berat ringannya penyakit, misalnya toksis,disters pernafasan, tidak mau makan
atau minum, atau ada penyakit dasaryang lain, komplikasi, dan terutama
mempertimbangkan usia pasien. Neonatus dan bayi kecil dengan kemungkinan klinis
pneumonia harus dirawat inap. 6
Dasar tatalaksana pneumonia rawat inap adalah pengobatan kausal dengan antibiotik yang
sesuai, serta tindakan suportif. Pengobatan suportif meliputi pemeberin cairan intravena,
oksigen, koreksi terhadap gangguan asa basa, elektrolit, dan gula darah. Untuk nyeri dan
demam dapat diberikan analgetik /antipiretik. Suplementasi vitamin A tidak terbukti
efektif. 6
Penggunaan antibiotik yang tepat merupakan kunci utma keberhasilan pengobatan. Terapi
antibiotik harus segera diberikan pada anak dengan pneumonia yang diduga disebabkan
oleh bakteri. 6
a. Pneumonia Rawat Jalan
Pada pneumonia rawat jalan diberikan antibiotik lini pertama secara oral, misalnya
amoksisilin atau kotrimoksazol. Dosis amoksisilin yang diberikan adalah 25 mg/kgBB,
sedangkan kotrimoksazol adalah 4mg/kgBB TMP-20 mg/kgBB sulfametoksazol.6
Makrolid, baik eritromisin maupun makrolid baru dapat digunakan sebagai terapi
alternatif beta laktam untuk pengobatan inisial pneumonia, dengan pertimbangan
adanya aktivitas ganda terhadap S.pneumonia dan bakteri atipik. Dosis eritromisin 30-
50 mg/kgBB/hari, diberikan setiap 6 jam selama 10-14 hari. Klaritromisin diberikan 2
kali sehari dengan dosis 15 mg/kgBB. Azitromisin 1 kali sehari 10mg/kgBB 3-5 hari
(hari pertama) dilanjutkan dengan dosis 5mg/kgBB untuk hari berikutnya.6
b. Pneumonia Rawat Inap
Pada pneumonia rawat inap antibiotik yang diberikan adalah beta laktam, ampisilin atau
amoksisislin dikombinasikan degan kloramfenikol. Antibiotik yang diberikan berupa :
Penisilin G intrvena ( 25.000 U/kgBB setiap 4 jam ) dan kloramfenikol ( 15 mg/kgBB
setiap 6 jam ), dan seftriaxon intravena ( 50 mg/kgBB setiap 12 jam ). Keduanya
diberikan selama 10 hari.6
2.12.PREVENTIF
2.12.1. Pencegahan Primer
Pencegahan primer bertujuan untuk menghilangkan faktor resiko terhadap kejadian
pneumonia. Upaya yang dapat dilakukan antara lain:9
a. Memberikan imunisasi campak pada usia 9 bulan dan imunisasi DPT
(Dipteri, Pertusis, Tetanus) sebanyak 3 kali yaitu pada usia 2, 3, dan 4
bulan.
b. Menjaga daya tahan tubuh anak dengan cara memberikan ASI pada bayi
neonatal sampai berumur 2 tahun dan makanan yang bergizi pada balita. Di
samping itu, zat-zat gizi yang dikonsumsi bayi dan anak-anak juga perlu
mendapat perhatian.
c. Mengurangi polusi lingkungan seperti polusi udara dalam ruangan dan
polusi di luar ruangan.
d. Mengurangi kepadatan hunian rumah.
2.12.2. Pencegahan Sekunder
Tingkat pencegahan kedua ini merupakan upaya manusia untuk mencegah orang
yang telah sakit agar sembuh, menghambat progresifitas penyakit, menghindari
komplikasi, dan mengurangi ketidakmampuan. Pencegahan sekunder meliputi
diagnosis dini dan pengobatan yang tepat sehingga dapat mencegah meluasnya
penyakit dan ternjadinya komplikasi. Upaya yang dapat dilakukan antara lain:9
a. Pneumonia berat : dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik parenteral
dan penambahan oksigen.
b. Pneumonia : diberikan antibiotik kotrimoksasol oral, ampisilin, atau
amoksisilin.
c. Bukan pneumonia : perawatan di rumah saja. Tidak diberikan terapi
antibiotik. Bila demam tinggi diberikan paracetamol. Bersihkan hidung
pada anak yang mengalami pilek dengan menggunakan lintingan kapas
yang diolesi air garam. Jika anak mengalami nyeri tenggorokan, beri
penisilin dan dipantau selama 10 hari ke depan.
2.12.3. Pencegahan Tersier
Tujuan utama dari pencegahan tersier adalah mencegah agar tidak munculnya
penyakit lain atau kondisi lain yang akan memperburuk kondisi balita, mengurangi
kematian serta usaha rehabilitasinya. Pada pencegahan tingkat ini dilakukan upaya
untuk mencegah proses penyakit lebih lanjut seperti perawatan dan pengobatan.
Upaya yang dilakukan dapat berupa :9
a. Melakukan perawatan yang ekstra pada balita di rumah, beri antibiotik
selama 5 hari, anjurkan ibu untuk tetap kontrol bila keadaan anak
memburuk.
b. Bila anak bertambah parah, maka segera bawa ke sarana kesehatan terdekat
agar penyakit tidak bertambah berat dan tidak menimbulkan kematian.
2.13.PROGNOSIS
Dengan pemberian antiboitik yang tepat dan adekuat, mortalitas dapat diturunkan sampai
kurang dari 1%. Anak dalam keadaan malnutrisi energi protein dan yang datang terlambat
menunjukan mortalitas yang lebih tinggi. 1
DAFTAR PUSTAKA
1. Supriyatno B. Infeksi Respiratori Akut pada Anak. September 2006. Diunduh dari : Sari
Pediatri, Vol.8, No.2. h.100-6
2. Guyton, Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Buku Kedokteran EGC. Jakarta : 1997.
Hal 633.
3. Soeparman, Waspadji S. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Balai Penerbit FKUI. Jakarta:
1999. hal: 695-705.
4. Pedoman Diganosis dan Terapi Kesehatan Anak, UNPAD, Bandung: 2005
5. Said M. Pneumonia. Buku Ajar Respiratori Anak. Edisi II. Ikatan Dokter Anaka
Indonesia. Jakarta: 2008.h.350-64.
6. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Perhimpunan Dokter Paru
Indonesia. Bandung: 2005.
7. Pedoman Pelayan Medis. Jilid 1. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta: 2010.
8. Definisi Pneumoni. Diunduh dari : Chapter II.pdf