Você está na página 1de 5

STRATEGI PENCIPTAAN HUMOR PADA MEME

Astri Dwi Floranti dan Aceng Ruhendi Saifullah


Universitas Pendidikan Indonesia
astri.dwifloranti@gmail.com; aruhendisaifullah@gmail.com

ABSTRAK
Kemajuan teknologi informasi menjadi wadah kreativitas dan inovasi para netizen dalam
penciptaan bentuk humor baru berupa meme. Dengan keunikannya, kini meme dikenal sebagai wacana
humor kekinian yang memperoleh apresiasi besar dari masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk
mengungkapkan strategi penciptaan wacana humor meme di komunitas meme terbesar di Indonesia yaitu
Meme Comic Indonesia. Fokus utama dalam penelitian ini ialah: (1) mendeskripsikan pola struktur meme
dengan memanfaatkan pendekatan incongruity - resolution theory yang merupakan bagian dari salah satu
teori linguistik humor, incongruity theory atau teori ketidaksejajaran; (2) mengklasifikasikan tipe-tipe
humor melalui pembacaan gaya bahasa. Hasil analisis menunjukkan bahwa efek humor meme dapat
muncul karena adanya pertentangan antara pernyataan di bagian set-up dengan pernyataan di bagian
punchline. Melalui pemanfaatan gaya bahasa tertentu, kreator pun dapat menentukan tipe-tipe humor
meme. Walaupun penggunaan aspek verbal dalam meme sangatlah ringkas dan terbatas, namun aspek-
aspek kebahasaan yang dipilih oleh kreator dapat menjadi faktor penentu kesuksesan humor sehingga
analisis kebahasaan tidak boleh terlewatkan.Selain itu, konteks, kehadiran objek atau karakter tertentu,
dan aspek visual berupa pemilihan gambar yang dipilih oleh kreator meme pun berkontribusi dalam
membentuk situasi humor. Dengan demikian, dalam memaknai humor, salah satu aspek terpenting ialah
pemahaman konteks antara kreator meme dengan pembaca, walaupun setiap pembaca akan memiliki
interpretasi yang berbeda. Dengan temuan dan simpulan tersebut, penelitian ini diharapkan dapat
memberikan wawasan dalam memahami meme dari perspektif keilmiahan.
Kata Kunci: humor meme, incongruity-resolution theory, tipe humor

PENDAHULUAN
Humor akrab dengan interaksi sosial dan berkembang di kehidupan masyarakat. Pada dasarnya,
humor ialah suatu aktivitas komunikasi dalam menyampaikan pesan yang secara sengaja atau tidak
diartikan memiliki rasa lucu (Lynch, 2002:423). Baik dalam bentuk verbal maupun visual, humor secara
spontan dapat mengundang senyum dan tawa dari pendengar atau orang yang melihatnya (Wijana,
2003:xx). Humor tidak hanya berfungsi sebagai bentuk hiburan yang semata-mata memberikan
kesenangan, namun pengamatan Rohmadi (2010:286) menunjukkan bahwa humor membentuk aktivitas
komunikasi menjadi lebih aktif, kreatif dan reaktif.
Dalam era digital, penyampaian humor semakin beragam karena Internet dan media sosial
merupakan faktor utama dalam menciptakan dan menyebarkan humor secara online berupa meme. Istilah
meme dicetuskan dan dipopulerkan oleh seorang ahli biologi evolusioner, Richard Dawkins (1976), dalam
bukunya The Selfish Gene. Berkaitan dengan peran gen dalam proses evolusi manusia sebagai replikator
sifat-sifat biologis, Dawkins memakai istilah meme yang berasal dari bahasa Yunani mmme, sebagai
padanan kata gene untuk menerangkan evolusi budaya (Distin, 2005:6; Wisnu, 2015:3). Istilah meme
diambil agar berbunyi menyerupai gene. Kemampuan gen ini dimiliki pula oleh meme, yakni adanya
peniruan (replication), perubahan (variation) dan pemilihan (selection) (Blackmore, 2000:65).
Dalam dunia cyberspace, meme lebih dikenal sebagai item digital yang berbagi karakteristik umum
(mudah dikenali) yakni diciptakan, ditiru, diubah dan diedarkan melalui Internet yang telah diduplikasi
oleh banyak pikiran. Dengan kata lain, meme menyebar dalam bentuk aslinya atau muncul dengan
pembaharuan (Shifman, 2013). Kini masyarakat lebih mengenal meme sebagai tulisan yang disertai
gambar atau karakter tertentu yang memiliki unsur humor maupun sindiran mengenai suatu peristiwa
aktual, sosial atau politik (Amrullah, 2013:14). Buchel (2012:64) bahkan menunjukkan bahwa meme
dapat ditemukan dalam segala bentuk transmisi yang tersedia di Internet, yaitu teks, suara, video, gambar
dan berbagai kemungkinan kombinasi lainnya. Umumnya, meme dikenali dengan adanya penggunaan
gambar yang ditambahkan dengan sebuah frasa atau kalimat yang mengandung makna humor tertentu
(Shourky,2014:92).
Objek kajian meme sebagai topik utama dalam studi ini merupakan salah satu upaya dalam
memahami strategi penciptaan humor meme di komunitas meme terbesar di Indonesia, yaitu Meme Comic
Indonesia (MCI). Studi ini memperlihatkan bagaimana strategi kreator meme dalam menciptakan humor

1
melalui pendekatan incongruity - resolution theory yang merupakan bagian dari salah satu teori linguistik
humor, incongruity theory atau teori ketidaksejajaran (Ritchie, 2009; Lin, Huang & Jane, 2014). Selain
itu, tipe-tipe humor meme dapat dilihat melalui pemanfaatan gaya bahasa dari Keraf (2009) dan Tarigan
(2013) berlandaskan pada hasil studi Taecharungroj dan Nueangjamnong (2015) serta aspek-aspek
kebahasaan lainnya
METODOLOGI
Studi ini menggunakan metode deskriptif-kualitatif. Denzin & Yvonna (2009:24) menyebutnya
sebagai metode interpretif karena hasil data merupakan interpretasi data-data yang ditemukan di
lapangan. Dalam kajian ini analisis mendalam dan menyeluruh dilakukan untuk menelusuri makna di
balik data yang teramati.
Data yang dikaji ialah meme yang diperoleh dari dari akun MCI yang berafiliasi antara website,
http://www.memecomic.id/, dengan facebook dan twitter selama periode bulan Maret dan April 2016.
MCI merupakan akun humor yang konsisten menciptakan dan memberikan humor dalam bentuk meme
sejak tahun 2012. Karakteristik meme yang digunakan dalam studi ini hanya memanfaatkan aspek verbal
maupun aspek visual berupa gambar yang disertai teks, atau sekumpulan teks saja seperti yang telah
dikemukakan oleh Buchel (2012), Amrullah (2013), Shourky (2014), dan Dynel (2013). Selain
keterbatasan penelitian dalam mengkaji meme dalam bentuk suara atau video, jenis meme berupa gambar
dan teks memang lebih mendominasi di akun MCI.
Data terkumpul dianalisis sesuai dokumentasi-dokumentasi yang
diperoleh baik dari artikel-artikel ilmiah dan Internet. Teknik analisisnya Pola penciptaan humor
dilakukan secara induktif, yakni informasi yang diperoleh di lapangan meme
digunakan untuk membuat tafsiran pada simpulan akhir. Adapun
wawancara dengan responden mahasiswa dilakukan untuk mendapatkan
Tipe humor melalui
interpretasi mereka dalam memaknai meme. Kerangka pemikiran yang
klasifikasi gaya bahasa
dapat menjelaskan langkah-langkah dalam menganalisis data meme :

TEMUAN
1. Pola Penciptaan Humor Meme melalui Model IR.
Model Incongruity-Resolution (IR) merupakan bagian dari salah satu teori besar linguistik humor,
yakni teori ketidaksejajaran (incongruity theory). Menurut Hermintoyo (2011:16), teori ketidaksejajaran
berkaitan dengan kemampuan kognitif, yakni kemampuan seseorang dalam memahami dan
menggabungkan dua penafsiran atau lebih yang tidak harmonis dan menjadi makna yang lebih kompleks.
Dalam benaknya, interpretasi yang saling bertentangan tersebut dapat mengacu pada inti permasalahan
yang sama. Situasi tersebut dapat dikatakan aneh sehingga menghasilkan efek humor. Ketidakselarasan
ini harus dipahami dengan pengetahuan bersama dalam penutur sehingga komunikasi tetap berjalan.
Penekanan model IR dimulai tahun 1970 melalui dua disertasi dari Shultz (1970 dan Jones (1970)
yang kemudian diikuti oleh beberapa artikel ilmiah yang diajukan oleh Suls (1972), Shultz (1972),
Shultz/Scott (1974), Rothbart (1977) dan lain-lain. Model IR menjelaskan proses bagaimana penerima
humor dapat menangkap dan memahami humor dalam dua tahapan (Ritchie, 2009:2-3) :
(1) Perceiving the incongruity: penerima humor menemukan sebuah keanehan atau ketidakselarasan
(2) Grasping the resolution: penerima humor menyelesaikan ketidakselarasan tersebut sesuai penafsiran
kognitif yang tepat sehingga ia mampu memecahkan antara bagian-bagian yang tidak harmonis
menjadi sejajar.
Studi Dynel (2016:668) telah menunjukkan bahwa meme dapat dikategorikan ke dalam jenis
canned joke, yakni jenis humor yang tersusun atas cerita ringkas. Humor dapat muncul akibat adanya
pertentangan antara makna dalam set-up (biasanya dibagian atas) dengan makna yang tersembunyi di
balik lelucon, yakni punchline (biasanya dibagian bawah). Dua komponen tersebut umumnya tidak
melibatkan dialog atau narasi yang panjang. Ritchie (2009:5) menunjukkan bahwa pertentangan antara
elemen set-up dan punchline berkaitan dengan cara penyampaian humor yang melibatkan penyimpangan
hubungan struktur semantik atau wacana.
Dalam studi terbaru, Lin, Huang dan Jane (2014) menambahkan komponen baru berupa anti-
punchline yang ditempatkan sebelum punchline sehingga humor meme dikaji melalui tiga tahapan yakni:
(1) Set-up memberikan informasi berkaitan tentang konteks dan premis (pengantar) dari sebuah meme
(2) Anti-punchline ialah reaksi normal dan harapan yang dikembangkan dari pernyataan set up yang
kemudian bertentangan dengan

2
(3) Punchline, yakni pernyataan mengagetkan yang membalikkan keadaan premis dari set-up yang dapat
menimbulkan efek humor karena tidak sesuai dengan asumsi awal. Punchline menuntut penerima
humor untuk menghasilkan interpretasi baru yang berlawanan dari pernyataan set-up sebelumnya.
Berikut ini contoh analisis pola penciptaan meme serta uraian dalam tabel yang menjelaskan
interpretasi responden dalam memahami humor meme:

Set-up Set-up Set-up

Punchline Punchline Punchline


Data 1 Data 2 Data 3
Data Set-up Anti-punchline Punchline
Data hidup berawal dari Responden menafsirkan bahwa Nyatanya, kalimat selanjutnya yaitu
1 mimpi ialah kalimat kalimat tersebut ialah sebuah nasihat mungkin itulah alasan mereka tidur
yang merujuk pada untuk memotivasi murid. Maksud dikelas dan melihat pada objek
nasihat bijak. yang ingin disampaikan ialah bahwa murid yang sedang tidur lebih
sebuah kesuksesan berawal dari merujuk pada pemahaman sindiran
mimpi-mimpi yang belum terwujud. atas perilaku murid-murid yang suka
tidur di dalam kelas.
Data gurunya gak masuk Responden menafsirkan bahwa Nyatanya, kalimat selanjutnya yaitu
2 ialah sebuah kalimat kalimat tersebut dapat menimbulkan tugas tetap masuk menunjukkan
yang menerangkan perasaan senang pada umumnya dari bahwa proses pembelajaran tetap
keadaan bahwa guru para murid bila guru tidak bisa datang ada dengan mengerjakan tugas yang
tidak bisa mengajar. untuk mengajar. diberikan oleh guru.
Data Kenapa anak-anak Responden menafsirkan bahwa Responden berharap akan adanya
3 kalau main pesawat pertanyaan tersebut berkaitan dengan jawaban secara ilmiah yang dapat
kertas, pas mau kebiasaan masyarakat sebelum mengungkapkan teka-teki tersebut,
nerbangin ujungnya menerbangkan pesawat kertas, yakni namun kreator justru menjatuhkan
harus ditiup dulu? meniup ujung kertas atau bagian harapan tersebut dengan pernyataan
adalah sebuah depan pesawatnya tanpa tahu apa yang sederhana ini masih menjadi
pertanyaan yg fungsinya dan bagaimana cara misteri .
diajukan oleh kreator. kerjanya.

Model IR dapat menjelaskan bagaimana humor meme


tercipta. Pernyataan di set-up (bagian atas) memberikan sebuah
interpretasi 1 yang disebut anti-punchline oleh Lin, Huang &
Jane (2014). Setelah pembaca membaca keseluruhan meme,
maka ia menemukan sebuah makna yang bertentangan dengan
interpretasi 1 atau asumsi di anti-punchline. Disinilah terjadi
[Ritchie, 2009] tahapan perceiving the incongruity atau pembaca menemukan
sebuah ketidakselarasan. Dalam tahapan selanjutnya yakni
grasping the resolution, pembaca meluruskan pemahamannya berdasarkan latar belakang
pengetahuannya. Interpretasi 2 dapat diperoleh yang kontras dengan interpretasi sebelumnya.
Model IR menekankan pada keganjilan antara informasi yang disampaikan sebelumnya dengan apa
yang disampaikan kemudian. Karakteristik utamanya ialah keteraturan dalam penerimaan informasi yang
sesuai dengan urutan tekstual dari informasi yang disajikan. Informasi pertama yang disampaikan muncul
tanpa adanya keganjilan dan efek humor muncul karena adanya dua informasi yang saling tidak cocok.
Dengan demikian, informasi awal tidak terlalu memainkan peranannya, namun informasi berikutnya
kemudian memaksa penerima humor untuk menilai kembali informasi sebelumnya.

2. Tipe-Tipe Humor
Kesuksesan dalam menghasilkan wacana humor berkaitan dengan kecakapan kreator dalam
memanfaatkan penggunaan bahasa sedemikan rupa hingga menghasilkan efek humor. Taecharungroj dan
Nueangjamnong (2015) telah menunjukkan tujuh klasifikasi tipe humor yang dapat diaplikasikan pada

3
meme dan beberapa diantara tipe tersebut serupa atau memiliki keterkaitan dengan gaya bahasa dari Keraf
(2009) dan Tarigan (2013). Meme tidak tidak memiliki struktur gramatik baku karena karakteristik meme
yang berupa peniruan atau perubahan dari meme lainnya. Namun, adanya aspek verbal pada meme harus
diakui telah berkontribusi dalam menciptakan situasi humor. Dengan memfokuskan pada aspek-aspek
kebahasaan, ragam tipe humor dapat disimpulkan dalam table berikut ini:

No Tipe Humor Deskripsi


1 Perbandingan a. Meme yang memanfaatkan aspek visual dengan membandingkan objek atau sesuatu
(Comparison) sehingga situasi humor muncul karena adanya penggabungan beberapa objek.
Simile,metafora, b. Meme yang menggunakan kelompok gaya bahasa perbandingan seperti simile,
personifikasi metafora, personifikasi.
2. Sarkasme Meme yang memberikan tanggapan ironi secara terang-terangan dan memiliki penanda
(Sarcasm) sarkastik
Meme yang memanfaakan elemen-elemen bahasa untuk menciptakan makna baru yang
Permainan Kata
3. memiliki rasa humor.
(Pun)
a. Pemanfaatan aspek fonologis, misal subtitusi bunyi
b. Pemanfaatan aspek morfologis , misal akronim
4. Paradoks Meme yang mengandung pertentangan dengan fakta-fakta yang ada.
Meme yang mengandung ungkapan yang menertawakan atau kritik sesuatu terhadap
kelemahan manusia yang diharapkan akan adanya perbaikan. Bila cukup cermat, satire
5. Satire
memiliki nilai-nilai tertentu yang tidak diekspresikan secara langsung.
6. Metonimia Meme yang memanfaakan sebuah kata untuk menyatakan suatu hal yang lain karena
memiliki hubungan yang sangat dekat.

PEMBAHASAN
Sejak zaman Aristotle, para ahli telah mengajukan pertanyaan tentang apa yang dapat membuat
orang tertawa. Selama ini studi-studi tentang wacana humor bertumpu pada 3 teori besar dalam
memahami bagaimana manusia menciptakan dan menginterpretasikan humor, yaitu teori pertentangan
(superiority theory), teori pembebasan (release theory) dan teori ketidaksejajaran (incongruity theory)
(Shifman, 2007; Lynch, 2002).
Menurut Dynel (2016:672), kini kebanyakan ahli bahasa kontemporer dan psikolog mendukung
bahwa teori ketidaksejajaran sangat berkaitan dengan cara kerja humor. Teori ketidaksejajaran memang
mendominasi dalam menjelaskan mekanisme humor dan pandangan tersebut telah banyak diterima.
Walaupun tidak semua humor dapat diuraikan melalui teori ketidaksejajaran, Ritchie (2009:3)
meyakinkan bahwa bila teori ketidaksejajaran terjadi dalam suatu wacana, itu pastilah humor.
Dynel (2016), Lin, Huang dan Jane (2014) telah menunjukkan bahwa meme dapat dikaji melalui
teori ketidaksejajaran melalui model IR. Mengacu pada pernyataan ShakespeareBrevity is the soul of wit
atau Keringkasan ialah jiwanya orang jenaka, Shourky (2014:93) menunjukkan bahwa kesuksesan
humor meme diciptakan melalui penggunaan bahasa yang sederhana dan ringkas. Orang tidak akan
tertarik bila bila penyampaian humor dilakukan lebih dari 30 detik dan hal tersebut berlaku pula pada
meme. Dari segi waktu, tentunya membaca dan memahami meme tidak akan memerlukan waktu yang
perlu banyak. Oleh karena itu, pentingnya eksekusi humor dalam level punchline dengan pemilihan
bahasa yang sederhana, namun dapat menusuk dan menjaga pembaca tetap tertarik.
Selain memahami bagaimana pola Karakteristik Humor Meme
penciptaan humor serta pemilihan tipe 1. Penggabungan aspek verbal dan aspek visual
humornya, tabel 3 ini dapat menjelaskan 2. Penggunaan bahasa yang ringkas
aspek-aspek lainnya yang mendukung 3. Penggunaan aspek visualisasi yang berlebihan
keberhasilan humor meme. 4. Pemanfaatan topik aktual atau topik-topik umum
5. Pemanfaatan objek umum atau tokoh terkenal
KESIMPULAN
Berdasarkan pemaparan - pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa strategi penciptaan humor
meme di akun MCI dipengaruhi oleh beberapa faktor. Pola meme dapat diuraikan melalui model IR yang
menekankan pada ketidaksesuaian antara interpretasi (anti-punchline) atas penyataan di bagian set-up
dengan maksud yang ditunjukkan dalam bagian akhir humor di bagian punchline. Walaupun penggunaan
aspek verbal dalam meme sangatlah ringkas dan terbatas, namun aspek-aspek kebahasaan yang dipilih
oleh kreator dapat menjadi faktor penentu kesuksesan humor sehingga analisis kebahasaan tidak boleh

4
terlewatkan. Dalam memaknai humor, salah satu aspek terpenting ialah pemahaman konteks antara
kreator meme dengan pembaca, walaupun setiap pembaca akan memiliki interpretasi yang berbeda.
Penggunaan aspek visual pun tidak lepas dalam berkontribusi untuk menciptakan efek humor
karena meme umumnya memanfaatkan aspek visualisasi yang dapat menarik perhatian pembaca. Konteks
atau topik serta pemilihan tokoh turut serta mendukung kesuksesan humor meme. Dynel (2013:38) pun
mendukung bahwa penggunaan gambar sebagai aspek non-verbal mampu menambah efek humor,
misalnya dengan pemilihan ekspresi atau gesture berlebihan. Sekilas meme mungkin muncul hanya
sebagai hiburan semata, namun tujuan sebenarnya bagi para pengguna internet dan komunitasnya lebih
besar. Meme memberikan jalan komunikasi yang paling efektif bagi dalam menyampaikan pandangan dan
ide melalui cara yang mudah dipahami dan ditangkap maksudnya oleh orang lain (Buchel, 2012:64).

DAFTAR PUSTAKA
Amrullah, L. (2013). Slang dalam Situs 9gag.com: Suatu Kajian Sosiolinguistik. Tesis. Yogyakarta: Universitas
Gadjah Mada.
Blackmore, S. (2000). The Power of Memes. Scientific American, 283(4), hlm.52-61.
Buchel, B. (2012). Internet Memes as Visual Communication. Tesis. Brno: Universitas Masaryk
Denzin, K. Norman & Yvonna S. Lincoln. 2009. Handbook of Qualitative Research. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Distin, Kate.(2005). The Selfish Meme. New York: Cambridge University Press.
Dynel, M. (2013). Humorous phenomena in dramatic discourse. The European Journal of Humour Research, 1 (1)
hlm. 22-60.
Dynel, M. (2016). I Has Seen Image Macros! Advice Animal Memes as Visual-Verbal Jokes. International
Journal of Communication, 10, hlm.660688
Hermintoyo, M. Aspek Fonologis Dan Taksa Sebagai Sarana Kreativitas Humor. Kajian Sastra. 35 (1), hlm. 14-27
Keraf, G.(2009). Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Lin, Chi-Chin., Huang, Yi-Ching and Hsu, Jane Yung-jen. (2014). Crowdsourced Explanations for Humorous
Internet Memes Based on Linguistic Theories. Dalam Proceedings of the Second AAAI Conference on Human
Computation and Crowdsourcing (HCOMP 2014) hlm. 143-150.
Lynch, O. H. (2002). Humorous communication: Finding a place for humor in communication research.
Communication Theory, 12(4), 423-445.
Ritchie, G. (2009). Variation of Incongruity Resolution. Journal of Literary Theory, 3(2), hlm. 313-332.
Rohmadi, M. (2010). Strategi Penciptaan Humor dengan Pemanfaatan Aspek-Aspek Kebahasaan. Jurnal
Humaniora, 22, hlm. 285-298.
Shifman,L. (2007). Humor in the Age of Digital Reproduction: Continuity and Change in Internet-Based Comic
Texts. International Journal of Communication 1, hlm. 187-209.
Shifman,L. (2013). Memes in Digital Culture. Cambridge, MA: MIT Press.
Shoukry, K.(2014). Me, Me, Me, Its All about Meme. hlm. 91-97.
Tarigan, H.G. (2013). Pengajaran Gaya Bahasa. Edisi Revisi. Bandung: CV Angkasa.
Taecharungroj, V. Nueangjamnong, P. (2015). Humour 2.0: Styles and Types of Humour and Virality of Memes on
Facebook. Journal of Creative Communication. Volume 10, No.3. hlm. 288-302.
Wijana, I Dewa Putu. (2003). KARTUN: Studi Tentang Permainan Bahasa. Cetakan ke-1. Yogyakarta: Penerbit
Ombak.
Wisnu. (2015). Asal Usul Meme Internet [Online]. Diakses dari https://www.zenius.net/blog/8042meme-internet
pada 20 Maret 2016

RIWAYAT HIDUP
Nama/Complete Name : Astri Dwi Floranti, S.S
Institusi/Institution : Universitas Pendidikan Indonesia
Pendidikan/Education : Sedang menempuh pendidikan di Sekolah Pascasarjana jurusan Linguistik, UPI
Minat Penelitian : Psikolinguistik, Morfologi, Semiotik

Nama/Complete Name : Dr. Aceng Ruhendi Saifullah, M.Hum


Institusi/Institution : Universitas Pendidikan Indonesia
Pendidikan/Education :
1) S1 FPBS IKIP Bandung, Departemen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
2) S2 FIB Universitas Indonesia, Program Ilmu Linguistik
3) S3 FIB Universitas Indonesia, Program Ilmu Linguistik
Minat Penelitian: Pragmatik, Semiotik, CMDA (Computer Mediated Discourse Analysis)

Você também pode gostar