Você está na página 1de 23

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Definisi

Abortus didefinisikan sebagai terminasi kehamilan secara spontan atau

induksi sebelum janin siap. Menurut World Health Organization dan the National

Center for Helth Statistic Center for Disease Control and Prevention, abortus

merupakan terminasi kehamilan sebelum usia gestasi 20 minggu atau kelahiran

janin dengan berat badan < 500 gram.1

1.2 Klasifikasi

Macam-macam abortus dapat dibagi atas dua golongan : 2

1.2.1 Abortus Spontan

Abortus spontan adalah abortus yang terjadi secara alamiah tanpa intervensi

dari luar (buatan) untuk mengakhiri kehamilan tersebut. Berdasarkan gambaran

kliniknya, abortus spontan dapat dibagi menjadi2 :

a. Abortus Imminens adalah peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus

pada kehamilan sebelum 20 minggu, dimana hasil konsepsi masih dalam

uterus dan tanpa adanya dilatasi serviks.

b. Abortus Insipiens adalah peristiwa perdarahan dari uterus pada

kehamilan sebelum 20 minggu, dengan adanya dilatasi serviks uteri

yang meningkat tetapi hasil konsepsi masih dalam uterus.

1
c. Abortus Inkomplit adalah peristiwa pengeluaran hasil konsepsi pada

kehamilan sebelum 20 minggu dan masih ada sisa tertinggal di dalam

uterus.

d. Abortus Komplit adalah peristiwa perdarahan pada kehamilan muda

dimana seluruh hasil konsepsi telah dikeluarkan dari cavum uteri.

e. Abortus Habitualis adalah abortus spontan yang terjadi tiga kali atau

lebih berturut-turut.

f. Missed Abortion adalah kematian janin sebelum berusia 20 minggu,

tetapi janin mati itu tidak dikeluarkan selama 8 minggu atau lebih.

g. Abortus Infeksius dan Abortus Septik adalah keguguran yang disertai

infeksi genetalia. Abortus septik adalah keguguran disertai infeksi berat

dengan penyebaran kuman atau toksinnya ke dalam peredaran darah

atau peritoneum.

1.2.2 Abortus Provokatus (Induced Abortion)

Abortus Provokatus merupakan abortus yang disengaja baik dengan

memakai obat-obatan atau memakai alat. 7 Abortus ini terbagi menjadi :

a. Abortus Medisinalis adalah abortus karena tindakan kita sendiri,

dengan alasan apabila kehamilan dilanjutkan dapat membahayakan

jiwa ibu.2
b. Abortus Kriminalis adalah abortus yang terjadi oleh karena tindakan

yang tidak legal atau tidak berdasarkan indikasi medis dan biasanya

dilakukan secara sembunyi sembunyi oleh tenaga tradisional.2

2
1.3 Epidemiologi

Berdasarkan data yang diambil dari data rekam medis pasien Rumah Sakit

Pindad Bandung periode Januari 2013 hingga Desember 2014, didapatkan angka

kejadian abortus adalah sebesar 130 kasus. Dari 130 kasus tersebut didapatkan

bahwa angka kejadian abortus sebagian besar berupa abortus inkomplit yaitu

sebesar 103 kasus (79,23%), diikuti dengan abortus imminens sebesar 13 kasus

(10%), abortus insipiens sebesar 12 kasus (9,23%) dan missed abortion sebesar 2

kasus (1,54%). Pada penelitian ini tidak didapatkan kasus abortus kompletus dan

abortus infeksiosa (0%).2

1.4 Etiologi dan Faktor Risiko

Penyebab abortus bervariasi dan sering diperdebatkan. Umumnya lebih dari

satu penyebab.2 beberapa faktor yang berhubungan dengan kejadian abortus

diantaranya

1. Faktor janin

Sebagian dari kejadian abortus disebabkan oleh kehamilan anembrionik

yang merupakan kehamilan patologi dimana mudigah tidak terbentuk sejak awal

mskipun kantong gestasi tetap terbentuk. Sebagian lagi pada umumnya

menggambarkan adanya kelainan zigot, embrio, janin, atau plasenta. Embrio yang

mengalami abortus 25% memiliki kelainan kromosom, biasanya memiliki

kromosom euploid.1,3

2. Faktor maternal

a. Infeksi

3
Infeksi virus, bakteri, dan mikroorganisme lainnya yang menginfeksi

individu normal dapat menyebabkan kehamilan berakhir. Kebanyakan

penyebarannya secara sistemik melalui fetoplasenta, dapat juga secara lokal

melalui infeksi genitogenital. Mikrooranisme penyebab terbanyak adalah Brucella

Abortion, Complylobacter Fetus, dan Toxoplasma gondii.

b. Pengaruh penyakit

Secara umum, jarang dipengaruhi penyakit kronik seperti tuberkulosis atau

penyakit kanker. Penyakit cealiac dilaporkan menyebabkan aborsi yang rekuren

dan infertilitas pada laki-laki maupun perempuan.4 penyakit jantung sianotik yang

tidak direpair merupakan salah satu faktor risiko yang menyebabkan abortus.

Penyakit lain yang berhubungan dengan peningkatan kejadian abortus adalah

inflamatory bowel diseasae dan sistemic lupus erythematosus.1

c. Obat-obat

Hanya sedikit obat-obatan yang sudah dievaluasi berhubungan dengan

peningkatan kejadian abortus. Kontrasepsi oral atau agent spermicidal yang

terkandung pada cream kontrasepsi tidak berhubungan dengan peningkatan

kejadian aborsi. Sama halnya dengan penggunaan anti inflamasi nonsteroid atau

penggunaan ondansetron.5,6

d. Diabetes melitus

Abortus spontan dan malformasi kongenital mayor meningkat kejadiaannya

pada wanita dengan diabetes insulin dependen. Ini berhubungan dengan glikemik

perikopsional dan kontrol metabolik.

4
e. Penyakit tiroid

Defisiensi iodine berat, di beberapa negara berkembang berhubungan

dengan peningkatan risiko terjadinya aborsi.1

f. Nutrisi

Nutrisi yang extrem seperti defisiensi dan obesita berhubungan dengan

peningkatan kejadian aborsi. Kualitas diet juga penting, wanita yang

mengkonsumsi buah segar dan sayuran setip hari diduga menurunkan risiko

aborsi.1

Obesitas dihubungkan dengan kejadian aborsi, juga termasuk meningkatkan

kejadian aborsi berulang. . pada penelitian terhadap 6500 wanita yang menjalani

fertilisasi in vitro, angka hidupnya berkurang secara progresif untuk setiap

peningkatan masa tubuh/ BMI.1

g. Faktor lingkungan

Diperkirakan 1 10% malformasi janin akibat dari paparan obat, bahan

kimia, atau radiasi dan umumnya berakhir dengan abortus, misalnya paparan

terhadap buangan gas anestesi dan tembakau. Rokok diketahui mengandung

ratusan unsur toksik, antara lain nikotin yang telah diketahui mempunyai efek

vasoaktif sehingga menghambat sirkulasi uteroplasenta. Karbon monoksida juga

menurunkan pasokan oksigen ibu dan janin serta memacu neurotoksin. Dengan

adanya gangguan pada sistem sirkulasi fetoplasenta dapat terjadi gangguan

pertumbuhan janin yang berakibat terjadinya abortus.

1.5 Patogenesis

5
Kebanyakan abortus spontan terjadi segera setelah kematian janin yang

kemudian diikuti dengan perdarahan ke dalam desidua basalis, lalu terjadi

perubahan-perubahan nekrotik pada daerah implantasi, infiltrasi sel-sel

peradangan akut, dan akhirnya perdarahan per vaginam. Buah kehamilan terlepas

seluruhnya atau sebagian yang diinterpretasikan sebagai benda asing dalam

rongga uterus. Hal ini menyebabkan kontraksi uterus dimulai, dan segera setelah

itu terjadi pendorongan benda asing keluar rongga uterus (ekspulsi). Perlu

ditekankan bahwa pada abortus spontan, kematian embrio biasanya terjadi paling

lama dua minggu sebelum perdarahan. Oleh karena itu, pengobatan untuk

mempertahankan janin tidak layak dilakukan jika telah terjadi perdarahan banyak

karena abortus tidak dapat dihindari. Sebelum minggu ke-10, hasil konsepsi

biasanya dikeluarkan dengan lengkap. Hal ini disebabkan sebelum minggu ke-10

vili korialis belum menanamkan diri dengan erat ke dalam desidua hingga telur

mudah terlepas keseluruhannya. Antara minggu ke-10 hingga minggu ke-12

korion tumbuh dengan cepat dan hubungan vili korialis dengan desidua makin

erat hingga mulai saat tersebut sering sisa-sisa korion (plasenta) tertinggal.

Pengeluaran hasil konsepsi didasarkan 4 cara:

a. Keluarnya kantong korion pada kehamilan yang sangat dini,

meninggalkan sisa desidua.


b. Kantong amnion dan isinya (fetus) didorong keluar, meninggalkan

korion dan desidua.


c. Pecahnya amnion terjadi dengan putusnya tali pusat dan pendorongan

janin ke luar, tetapi mempertahankan sisa amnion dan korion (hanya

janin yang dikeluarkan).

6
d. Seluruh janin dan desidua yang melekat didorong keluar secara utuh.

Kuretasi diperlukan untuk membersihkan uterus dan mencegah

perdarahan atau infeksi lebih lanjut.

Hasil konsepsi pada abortus dapat dikeluarkan dalam berbagai bentuk, ada

kalanya kantung amnion kosong atau tampak didalamnya benda kecil tanpa

bentuk yang jelas ( blighted ovum), mingkin pula janin telah mati lama ( missed

aborted ). Apabila mudigah yang mati tidak dikeluarkan dalam waktu singkat,

maka ia dapat diliputi oleh lapisan bekuan darah. Uterus seperti ini dinamakan

molakrenta. Bentuk ini menjadi molakarnosa apabila pigmen darah telah diserap

dalam sisi nya terjadi organisasi, sehingga semuanya tampak seperti daging.

Bentuk lain adalah molatuberosa dalam hal ini amnion tampak berbenjol-benjol

karena terjadi hematoma antara amnion dan korion.

Pada janin yang telah meninggal dan tidak dikeluarkan dapat terjadi proses

modifikasi janin karena cairan amnion menjadi kurang oleh sebab diserap. Ia

menjadi agak gepeng (fetus kompresus), dalam tingkat lebih lanjut ia menjadi

tipis seperti kertas perkamen.

Kemungkinan lain pada janin mati yang tidak lekas dikeluarkan ialah

terjadinya maserasi, kulit terkelupas, tenggorokan menjadi lembek, perut

membesar karena terasa cairan dan seluruh janin berwarna kemerah-merahan.8

1.6 Gejala klinis

Gejala yang timbul pada abortus inkomplitus yaitu perdarahan. Perdarahan

pada abortus inkomplit bisa sedikit sampai banyak dan dapat bertahan selama

beberapa hari atau minggu. Abortus inkomplit dapat diikuti oleh nyeri kram

ringan yang mirip nyeri menstruasi atau nyeri pinggang bawah. Nyeri pada

7
abortus dapat terletak disebelah anterior dan berirama seperti nyeri pada

persalinan biasa.9

Serangan nyeri tersebut bisa berupa nyeri pinggang bawah yang persisten

yang disertai perasaan tekanan pada panggul, atau nyeri tersebut bisa berupa nyeri

tumpul atau rasa pegal pada garis tengah pada daerah suprasimfisis yang disertai

dengan nyeri tekan didaerah uterus. Bagaimanapun bentuk nyeri yang terjadi,

kelangsungan kehamilan dengan perdarahan dan rasa nyeri memperlihatkan

prognosa yang jelek. Namun demikian, pada sebagian wanita yang menderita

nyeri dan terancam mengalami abortus, perdarahan bisa berhenti, rasa nyeri hilang

dan kehamilan yang normal dapat dilanjutkan.10

1.7 Diagnosis

Diagnosis abortus inkomplit ditegakkan bila terjadi perdarahan melalui

ostium uteri eksternum, disertai rasa mules sedikit atau tidak sama sekali.

Terdapat riwayat keluarnya sebagian hasil konsepsi seperti gumpalan darah,

jaringan seperti daging. Uterus membesar sesuai dengan usia kehamilannya,

servik sudah membuka dan jaringan dapat diraba dalam kavum uteri atau kadang-

kadang sudah menonjol dari ostium uteri eksternum, ditambah dengan tes

kehamilan yang positif. Perdarahan pada abortus inkomplit dapat banyak sekali,

sehingga dapat menyebabkan syok dan perdarahan tidak akan berhenti sebelum

sisa hasil konsepsi dikeluarkan.11

Pemeriksaan ultrasonografi penting dilakukan sebagai pemeriksaan

penunjang untuk menentukan apakah janin masih hidup. Terlihatnya gambaran

USG yang menunjukkan cincin gestasional dengan bentuk yang jelas dan

8
memberikan gambaran ekho dibagian sentral dari bayangan embrio berarti hasil

konsepsi dapat dikatakan sehat.12

Kantong gestasional tanpa gambaran ekho sentral dari embrio atau janin

menunjukkan kematian hasil konsepsi. Bila abortus tidak dapat dihindari,

diameter kantong gestasional seringkali lebih kecil dari yang semestinya untuk

umur kehamilan yang sama. Lebih lanjut, pada umur kehamilan 6 minggu dan

sesudahnya, gerakan jantung janin akan dapat dilihat secara jelas menggunakan

USG.13

1.8 Penatalaksanaan

World Health Organization merekomendasikan penatalaksanaan aborsi

terdiri dari dua pilihan dapat berupa tindakan bedah dapat juga dengan

menggunakan obat-obatan.8

a. Jika perdarahan tidak banyak dan kehamilan kurang dari 16 minggu,

pengeluaran hasil konsepsi dapat dilakukan secara digital atau dengan cunam

ovum untuk mengeluarkan hasil konsepsi yang keluar melalui servik. Jika

perdarahan berhenti, beri ergometrin 0,2mg I.M atau misoprosotol 400 mcg per

oral.

b. Jika perdarahan banyak atau perdarahan berlangsung terus dan usia

kehamilan kurang dari 16 minggu, evakuasi sisa hasil konsepsi dengan:

1. Aspirasi Vakum Manual (AVM) merupakan metode terpilih. Evakuasi

dengan kuret tajam sebaiknya hanya dilakukan jika aspirasi vakum

manual tidak tersedia.

9
2. Jika evakuasi belum dapat segera dilakukan, beri ergometrin 0,2mg I.M

(diulangi setelah 15 menit jika perlu) atau misoprosotol 400mcg per oral

(dapat diulangi setelah 4 jam jika perlu)

c. Jika kehamilan lebih dari 16 minggu:

1. Berikan infus oksitosin 20 unit dalam 500ml cairan I.V (garam fisologik

atau Ringer Laktat) dengan kecepatan 40 tetes/menit sampai terjadi

ekspulsi hasil konsepsi

2. Jika perlu berikan misoprosotol 200mcg pervaginam setiap 4 jam sampai

terjadi ekspulsi hasil konsepsi (maksimal 800mcg)

3. Evakuasi sisa hasil konsepsi yang tertingal dalam uterus

d. Apabila disertai dengan syok karena perdarahan

Segera diberikan infus cairan NaCl fisiologis atau Ringer yang disusul

dengan transfusi. Setelah syok diatasi, dilakukan kerokan. Setelah tindakan

disuntikkan ergometrin I.M untuk mempertahankan kontraksi otot uterus.14

1.9 Komplikasi

Komplikasi yang berbahaya pada abortus ialah :15

1. Perdarahan

2. Perforasi

3. Infeksi

4. Syok

10
BAB II

LAPORAN KASUS

Identitas Pasien

Nama : Ny. F

Usia : 28 tahun

Alamat : Jalan Kubu Nan Salapan No. 33, Limo Kampuang Sungai

Pua

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Anamnesis :

Seorang pasien wanita Ny.F usia 28 tahun masuk ke IGD RS. Achmad

Muchtar Bukittinggi pada tanggal 06 Juni 2017 pukul 05.41 WIB, dengan

Keluhan Utama :

Keluar darah dari kemaluan sejak 12 jam yang lalu

Riwayat Penyakit Sekarang :

Keluar darah dari kemalun sejak 12 jam yang lalu, bewarna merah

kehitaman, membasahi 3 helai pembalut, nyeri tidak ada

Keluar jaringan seperti daging tidak ada

Keluar jaringan seperti makan ikan tidak ada

Tidak haid sejak 2,5 bulan yang lalu. HPHT 30 Maret 2017. Taksiran

persalinan 06 Januari 2018

11
Ini merupakan kehamilan kedua

Riwayat trauma tidak ada, riwayat keputihan tidak ada, riwayat demam

tidak ada

BAB dan BAK biasa

RHM : mual (+), muntah (+), perdarahan per vaginam (+) sedikit

RHT : -

ANC : Pasien belum pernah memeriksankan kandungannya sebelumnya

Riwayat menstruasi: menarche usia 14 tahun, siklus teratur, lama 5-7 hari,

ganti dug 2-3 kali/hari

Riwayat Penyakit dahulu :

Riwayat hipertensi disangkal

Riwayat diabetes melitus disangkal

Riwayat penyakit jantung disangkal

Riwayat keputihan disangkal

Riwayat trauma/kecelakaan disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga :

Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit menular, keturunan,

atau kejiwaan.

Riwayat Psikososial :

Pendidikan terakhir Ibu : SMA


Pendidikan terakhir Suami : SMA

12
Pekerjaan Ibu : Ibu rumah tangga
Pekerjaan Suami : swasta
Jumlah anggota keluarga : 3 orang
Penghasilan rata rata total ibu dan suami per bulan Rp 3.000.000,- ,

dirasa cukup untuk kebutuhan sehari hari .


Pasien merasa tidak ada masalah yang menghambat dalam melakukan

kunjungan perawatan kehamilan dan kesehatan.


Pasien tidak ada riwayat pindah tempat tinggal dalam 12 bulan terakhir
Pasien merasa aman tinggal di tempat tinggal sekarang.
Pasien dan anggota keluarga lain tidak ada yang tidur dalam kelaparan
Gambaran tingkatan stress pasien adalah level 1 dalam skala 1-5

Riwayat Kehamilan Risiko Tinggi

pasien memiliki riwayat PEB pada kehamilan sebelumnya


pasien tidak sedang mengkonsumsi obat saat ini tidak pernah menderita

kelainan kelaian gizi kurang atau buruk sebelumnya

Riwayat Kebiasaan

riwayat merokok selama hamil tidak ada


suami pasien merokok, dua bungkus sehari
riwayat konsumsi alkohol selama hamil tidak ada
riwayat konsumsi kopi selama hamil tidak ada
riwayat penggunaaan obat terlarang selama hamil tidak ada

Riwayat perkawinan : 1 kali, tahun 2012

Riwayat kehamilan/ abortus/persalinan : 2/0/1

1. Tahun 2015/ laki-laki/ 3100 gram/ aterm/ SC a.i PEB/ dokter Sp.OG/

Hidup

2. Sekarang

13
Riwayat Kontrasepsi : tidak ada riwayat penggunaan kontrasepsi

Riwayat Immunisasi TT : (-)

PEMERIKSAAN FISIK

Status Gizi : Overweight (BB: 110 kg TB: 160 cm BMI: 42,9)

Keadaan umum : sedang

Kesadaran : composmentis kooperatif

Tekanan darah : 120/80 mmHg

Nadi : 88x/menit

Nafas : 20x/menit

Suhu : 37oc

STATUS INTERNUS

Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

THT : tidak ada kelainan

Leher : JVP 5-2 cmH2O, tiroid tidak membesar

Thoraks : jantung dan paru DBN

Abdomen : status obstetrikus

Genitalia : status obstetrikus

Ekstermitas: edema (-), CRT < 2

STATUS OBSTETRIKUS

Muka : kloasma gravidarum (+)

14
Mammae : membesar, A/P hiperpigmentasi

Abdomen :

Inspeksi : tampak sedikit membuncit, l/m hiperpigmentasi, sikatrik

(-)

Palpasi : Fundus uteri teraba 3 jari diatas simpisis os pubis,

ballotement (+)

Perkusi : timpani

Auskultasi : bising usus (+) normal, BJA (-)

Genitalia

Inspeksi : vulva dan uretra tenang

Inspekulo :

vagina : massa (-), fluksus (+), laserasi (-). Tampak darah

menumpuk difornik posterior.

portio : Mulut portio lunak, tumor (-), fluksus (+), laserasi (-),

OUE terbuka, tampak darah di kanalis servikalis.

VT Bimanual

Vagina : tumor (-)

Portio : NP, portio ukuran normal, arah posterior, OUE terbuka,

nyeri tekan (-), teraba sisa jaringan di kanalis servikalis.

Pemeriksaan tambahan :

Hb : 12 g/dl

Leukosit : 14.600/mm3

Urin : plano tes (+)

15
USG : Tampak sisa konsepsi di dalam kavum uteri

Diagnosis kerja

G2P1A0H1 gravid 9 - 10 minggu + abortus inkomplit + bekas SC

Sikap : kontrol KU, VS, PPV

Inform content

Terapi : - IVFD RL 500 cc + drip oksitosin 10 IU 30gtt/i

- Inj Cefotaxime 2x1 gr (iv)

- Pematangan serviks

Rencana : Kuretase.

Follow Up

Pukul 10.30 Dilakukan kuretase dalam narkose berhasil dikeluarkan

jaringan 25 gr perdarahan selama tindakan 50cc.

Diagnosis: P1A1H1 post kuretase a.i. abortus inkomplit.

Sikap/ Kontrol KU, VS, PPV

Terapi/ Cefixime 2 x 200 mg (p.o)

Metronidazol 3 x 500 mg (p.o)

Metilat 3 x 1 tab (p.o)

Asam Mefenamat 3 x 500 mg (p.o)

16
Tanggal 07 Februari 2017, jam 07.00 WIB

S/ Demam (-) mual (-) muntah (-) nyeri (-)

O/ Keadaan umum : sedang

Kesadaran : komposmentis kooperatif

Tekanan darah : 120/70 mmHg

Frekuensi nadi : 89 x / menit

Frekuensi nafas : 18 x / menit

Suhu : 36,80 C

Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Abdomen

Inspeksi : perut tidak tampak membuncit

Palpasi : supel, nyeri tekan -, nyeri lepas -

Perkusi : timpani

Auskultasi : bising usus (+) normal

Genitalia : V/U tenang, PPV (-)

A/ P1A1H1 post kuretase hari ke II a.i abortus inkomplit

Sikap:

- Bedrest

- Kontrol Keadaan Umum, Vital Sign, perdarahan pervaginam

Terapi:

Cefixime 2 x 200 mg (p.o)

17
Metronidazol 3 x 500 mg (p.o)

Metilat 3 x 1 tab (p.o)

Asam Mefenamat 3 x 500 mg (p.o)

Rencana:

- Pulang

18
BAB III

DISKUSI

Telah dirawat seorang pasien wanita umur 28 tahun dengan diagnosa

G2P1A0H0 gravid 9-10 minggu + abortus inkomplit. Abortus berdasarkan

defenisinya adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar

kandungan, dengan usia kurang dari 20 minggu dan berat janin belum mencapai

500 gram. Diagnosa ditegakkan berdasarkan anamnesis pada pasien keluar darah

dari kemluan sejak 12 jam yang lalu, riwayat hamil muda positif, perdarahan

pervaginam yang banyak sejak 12 jam sebelum masuk rumah sakit, berbongkah-

bongkah, berwarna merah kehitaman, membasahi 3 helai pembalut. Awalnya sejak

2 hari yang lalu sudah terdapat flek merah kehitaman yang tidak terlalu banyak.

Menurut literatur, gejala yang timbul pada abortus inkomplit antara lain

perdarahan yang sedikit sampai banyak dan dapat bertahan selama beberapa hari

atau minggu. Perdarahan pada abortus inkomplit dapat banyak sekali, sehingga

menyebabkan syok dan perdarahan tidak akan berhenti sebelum sisa hasil

konsepsi dikeluarkan. Pada kasus ini telah dilakukan USG untuk melihat sisa

jaringan supaya dapat menyingkirkan diagnosa banding abortus komplitus dan

Mola hidatidosa. Hasil USG didapatkan sisa konsepsi di dalam kavum uteri. Hasil

USG ini dapat menegakkan lagi diagnosa abortus inkomplit. Abortus inkomplit

dapat diikuti oleh nyeri kram ringan yang mirip dengan nyeri menstruasi atau

nyeri pinggang bawah.

Pada pemeriksaan inspekulo tampak darah menumpuk di forniks posterior

berwarna merah kehitaman, porsio multipara, ukuran sebesar jempol kaki dewasa,

19
OUE terbuka 1 cm, dan tampak darah mengalir dari kanalis servikalis. Pada

pemeriksaan VT bimanual teraba sisa jaringan di kanalis servikalis. Dari

pemeriksaan tambahan didapatkan tes kehamilan positif.

Penyebab abortus secara garis besar terbagi menjadi dua berdasarkan faktor

maternal dan faktor hasil konsepsi. Dari faktor konsepsi, kelainan perkembangan

maupun pertumbuhan hasil konsepsi dapat menyebabkan kematian janin maupun

cacat.penyebab lain bisa berupa kelainan kromosom, dari beberapa penelitian

tampak bahwa 50-60% dari abortus dini spontan berhubungan dengan anomali

kromosom pada saat konsepsi. Akan tetapi adanya kelainan kromosom pada

janinnya yang menjadi penyebab abortus tidak dapat dibuktikan sebab tidak

dilakukan pemeriksaan kromosom. Faktor maternal yang memungkinkan menjadi

penyebab abortus seperti infeksi, riwayat penyakit kronis, antagonis rhesus,

penggunaan obat-obatan maupun riwayat trauma tidak ditemukan pada pasien ini.

Namun terdapat salah satu faktor risiko yang meningkatkan kejadian aborsi pada

pasien ini, yaitu obesitas. Sementara, gangguan endokrin yang sering menjadi

penyebab pada abortus yaitu gangguan hormon tiroid, baik hipertiroid maupun

hipotiroid pada pemeriksaan fisik tidak didapatkan tanda-tanda manifestasi kedua

kelainan tersebut.

Pasien ini segera ditatalaksana dengan melakukan kuretase dalam anestesi,

sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa pada abortus inkomplit harus

segera dibersihkan dengan kuretase karena selama masih ada sisa plasenta akan

terus terjadi perdarahan. Pasien juga diberikan antibiotik berupa injeksi

cefotaxime 2x1 gram. Antibiotik diberikan atas pertimbangan pada pasien abortus

inkomplit kecenderungan untuk terjadi infeksi lebih besar, dan didukung dengan

20
leukosit pasien yang tinggi yaitu 14.600/ mm3 . infeksi dalam uterus dan adneksa

dapat terjadi dalam setiap abortus tetapi biasanya didapatkan pada abortus

inkomplit yang berkaitan erat dengan suatu abortus yang tidak aman (unsafe

abortion). Pasien juga diberikan drip oksitosin 10 IU dalam RL 500 cc diberikan

setelah kuretase dilakukan untuk mempertahankan kontraksi uterus agar tidak

terjadi perdarahan.

Prognosis pada pasien ini terbilang baik karena umur pasien yang masih

muda disertai dengan keadaan klinis pasien yang stabil setelah kuretase. Pasien

sebaiknya diedukasi untuk kontrol kembali ke dokter spesialis 1 minggu

kemudian.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SV, Spong CY, Dashe JD, dkk.

Abortion dalam Williams Obstetrics. Ed. 24th. Newyork:

McGrawHill; 2014.

2. Prawirohardjo S, Wiknjosastro H. Ilmu Kebidanan Sarwono

Prawirohardjo. [ed.] Saifuddin AB. Vol 4. Jakarta : PT. Bina Pustaka

Sarwono Prawirohardjo, 2008. Vol. 4.

3. Silver RM Branch DW, Goldenberg R. Nomenclature for pregnancy

outcome. Obstet Gynecol. 118(6):1402,2011.

4. Sharshiner R, RomeroS, Silver R. Celiac disease serum markes and

recurrent pregnancy loss. Abstract No. 151, Am J Obstet Gynecol.

208(1):S76, 2013.

5. Edwars DRV, Aldridge T, Baird DD. Periconceptional over-the-conter

nonsteroidal antiinflamatory drug exposure and risk for spontaneous

abortion. Obstet Gynecol. 120(1):113, 2013.

6. Pasternak B, Svanstrom H, Hviid A. Ondansetron in pregnancy and

risk of adverse fetal outcomes. N Eng J Med.368(9):814, 2013.

7. Harrison E, Partellow J. Toxicants and Environmental Toxicants and

Maternal and Child Health: An Emerging Public Health Challenge.

Bloomberg : John Hopkins Bloomberg School of Public Health, pp. 1-

8, 2009.

22
8. World Health Organization. First trimester abortion guidelines and

protocols Surgical and medical procedures. International Planned

Parenthood Federation (IPPF) Central Office, 2008

23

Você também pode gostar