Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
1. Merumuskan Masalah
Merumuskan masalah dan maksud riset merupakan langkah awal dalam
proses penelitian. sering kali peneliti mengalami masalah untuk mengindentifikasi
suatu masalah. penelitili tidak mugkin dilakukan tanpa merumuskan masalah
terlebih dahulu, oleh karena itu peneliti perlu memahami dan menyatakan dengan
jelas dan tepat dengan menggunakan istilah yang sesuai ketika merumuskan
masalah dalam proposal penelitian yang disusunnya.
Menurut Burns dan Grove (1996), masalah penelitian adalah suatu situasi
yang membutuhkan solusi, peningkatan dan perubahan atau kesenjangan antara
kenyataan dan seharusnya. selanjutnya, Subakir (1995) menyatakan bahwa setiap
kejadian, setiap fenomena yang membangkitkan perhatian, menimbulkan
keingitahuan dan menimbulkan pertanyaan yang saat belum ada jawabnya, atau
masih dipertentangkan, dapat merupakan latar belakang masalah penelitian.
Agar suatu masalah dapat dijadikan masalah riset, peneliti perlu
memerhatikan kriteria masalah penelitan yang baik sebagaimana dikemukakan
oleh subakir (1995) berikut ini:
1. feasible (mampu laksana), jumlah subjek yang adekuat, keterampilan
teknik yang adekuat, waktu dan dana mencukup, bidang yang mampu
dikelola
2. menarik, menarik bagi peneliti
3. novel, menemukan suatu yang baru, menolak atau mengonfirmasi
penemuan terdahulu, mengembangkan dan memperjelas hasil penemuan
terdahulu
4. etis, tidak bertentangan dengan etika penelitian
5. relevan, bagi ilmu pengetahuan dengan kebijakan dan bidang klinik dan
kesehatan dengan arah riset selanjutnya
Masalah harus dinyatakan secara jelas, singkat, dengan menggunakan istilah
yang tepat. pada umumnya rumusan masalah dinyatakan dengan kalimat tanya
dengan memperhatikan komponen sebagai berikut:
1. tentukan batas masalah yang akan diteliti. apa masalah utama dengan
membatasi yang bukan masalah utama seminimal mungkin.
2. istilah harus didentifikasi secara operasional, jika perlu gunakan kamus
istilah.
3. asumsi penelitian harus mempunyai dasar yang kuat,walaupun apa yang
diasumsikan penelitian bisa belum pernah dipikirkan oleh orang lain.
4. manfaat penelitian yang direncanakan untuk dilakukan.
Setelah menulis rumusan masalah, peneliti sebaiknya membahas rumusan
masalah ini dengan mereka yang lebih berpengalaman untuk analisis secara kritis
termasuk cara pemilihan naracoa (sampel) dan pengukuran penelitian. apabila
masalah penelitian terlalu luas, variabel yng akan diteliti dapat dikurangi
sehinggan dapat mempertajam masalah. jika naracoba kurang, perlu
mempertimbangkan kembali kriteria inklusi dan ekslusi atau perpanjangan waktu
penelitian. apabila cara pengukuran dan keterampilan kurang adekuat, penelitian
perlu mempelajari teknik tersebut atau berkerja sama dengan orang lain yang
menguasai teknik tersebut. andaikata masalah kurang relevan, berati peneliti perlu
memodifikasi kembali masalah.
2. Tinjauan Kepustakaan
Menurut Burns dan Grove (1996) tinjauan kepustakaan dilakukan untuk
mendapatkan gambaran apa yang telah diketahui tentang situasi tertentu dan
kesenjangan pengetahuan yang ada pada situasi tersebut. Untuk itu, diperlukan
kepustakaan/literatur yang relevan sebagai sumber yang sangat penting untuk
memperoleh pengetahuan yang mendalam tentang masalah yang akan diteliti,
sehingga memungkinkan peneliti untuk membangun apa yang telah dikerjakan
oleh peneliti sebelumnya. Teori juga ditelaah untuk mendapatkan kejelasanan
definisi konsep dan menyusun kerangka konsep/teori penelitian. Dengan
demikian, tinjauan kepustakaan diperlukan peneliti untuk mengklarifikasikan
masalah yang diteliti, mengetahui apa yang perlu diteliti lebih lanjut dan apa yang
belum pernah diteliti.
Tinjauan pustaka berisi penelusuran konsep dan teori yang relevan dengan
tujuan penelitian. Teori atau konsep berisi hubungan antar variabel dengan
parameter yang digunakan untuk membuahkan kerangka pikir atau konseptual
dari permasalahan penelitian ( what, why dan how ), sehingga akhirnya dapat di
pahami secara utuh permasalahan penelitiannya.
Merupakan suatu keharusan di pundak peneliti untuk melakukan hal yang
lebih dari sekedar mendata referensi di dalam tinjauannya. Kurangnya kritik yang
memadai tampak jelas sebagai kesalahan utama, mungkin karena hal itu
merupakan kesalahan yang paling sering dilakukan! Contoh, Best (1970)
menyarankan hal-hal ini:
Saat menelusuri kepustakaan terkait, peneliti harus memperhatikan unsur-
unsur penting berikut.
a. Masalah yang dilaporkan atau masalah yang berkaitan erat yang telah
diselidiki.
b. Rancangan belajar, termasuk prosedur pelaksanaan dan alat
pengumpulan data yang digunakan.
c. Populasi yang diteliti.
d. Variabel-variabel yang mungkin memengaruhi temuan.
e. Celah atau kesalahan yang tampak
Fungsi Tinjauan Pustaka
Ada empat fungsi utama tinjauan pustaka. Keempat fungsi tersebut, antara
lain :
1. Untuk menjelaskan alasan mengapa topik cukup penting untuk diteliti.
Contoh, studi tentang perilaku manusia merokok dengan penyakit
vaskular perifer. Tinjauan kepustakaan tentang implikasi kesehatan
bagi individu dan biaya pengobatannya yang dihitung secara ekonomis
dapat disebutkan disini untuk mendukung proyek tersebut.
2. Untuk memberikan pembaca catatan dan uraian kepustakaan terbaru
yang ringkas tentang masalah-masalah yang relevan dengan topik.
Contoh untuk studi mengenai gaya belajar siswa perawat, tinjauannya
dapat mencakup:
a. Catatan ringkas mengenai perkembangan gaya belajar di dunia
pendidikan perawat. Bila ini bukan penelitian historis, bagian ini
ditujukan hanya untuk memberikan pembaca suatu catatan mengenai
bagaimana gaya belajar, dan apakah gaya belajar dalam pendidikan
perawat telah berkembang secara bertahap.
b. Bahasan singkat mengenai gaya-gaya belajar utama.
c. Kebijakan dan pendapat dari badan-badan terkait,misalnya, National
Boards for Nursing, Midwifery and Health Visiting atau Royal
College of Nursing, tentang gaya belajar.
d. Pendapat para pakar di bidangnya seperti yang tercantum di buku
teks atau jurnal.
3. Untuk memberikan makna konseptual dan teiritis yang terdapat pada
topik riset. Contoh, dalam studi tentang ketidakpatuhan terhadap
anjuran medis beberapa kepustakaan tentang Health Belief Theory
seperti Health Belief Model dan Social Learning Theory dapat menjadi
latar belakang untuk memperkuat topik dan isu-isu terkait yang dibahas.
Definisi operasional tentang konsep sering difasilitasi dengan mengulas
bagaimana mereka telah melakukan tugas khusus ini.
4. Untuk membahas riset terkait yang dilakukan pada topik yang sama atau
topik yang serupa (jika belum ada riset terdahulu yang dilakukan tentang
topik yang diusulkan). Keterampilan peneliti dalam memasukkan
aspek-aspek yang relevan dalam studi ini sekaligus kemampuannya
dalam berpikir kritis dan menarik kesimpulan, sangatlah penting.
Prinsip-prinsip
Di dalam kepustakaan yang membahas tentang metodologi, dapat
ditemukan sejumlah prinsip penting. Pada kebanyakan peristiwa, prinsip-prinsip
yang harus dipakai untuk mengarahkan tinjauan pustaka adalah sebagai berikut:
1. Relevansi
Prinsip yang kemungkinan paling penting adalah prinsip relevansi.
Menurut Batey (1977),sumber yang harus dirujuk hanyalah sumber yang
berkaitan dengan proyek riset dan yang memberikan pengetahuan
terkait. Prinsip ini harus menjadi ujian pertama untuk referensi yang
dipilih, untuk disertakan dalam studi manapun.
2. Kedalaman
Prinsip ini harus dipakai terutama pada sumber yang dianggap secara
langsung berhubungan erat dengan proyek riset. Pada situasi ini dibuat
sebuah keputusan, dalam kerangka waktu dan sumber yang terbatas,
untuk tidak melakukan kritik yang mendalam.
4. Definisi Variabel
Variable adalah suatu konsep yang memiliki variasi nilai. konsep
merupakan degfenisi yang dipergunakan untuk menggambarkan secara abstrak
suatu fenomena. badan adalah suatu konsep yang tidak mempunyai suatu
keragaman nilai, dan akan menjadi variabel jika dipecah menjadi unsur-unsur
(tinggi badan, berat badan, dan besar badan). keragaman nilai yang terdapat pada
berat badan adalah 40 kg, 50 kg, 60 kg dan seterusnya. keragaman nilai yang
terdapat pada tinggi badan adalah 160 cm, 170 cm, 180 cm, dan seterusnya.
pengertian lain menjelaskan bahan variabel adalah segala sesuatu yang akan
menjadi objek pengamatan penelitian, faktor-faktor yang berperan dalam
peristiwa/gejala yang akan diteliti ditentukan oleh landasan teorinya dan
ditegaskan oleh hipotesis penelitiannya.
Adapun macam-macam variabel penelitian yang dimaksud adalah sebagai
berikut.
1. Variabel Indepen (Variabel Bebas) atau Variabel Eksogen
Variabel indepen sering disebut sebagai variabel stimulus, predictor,
antedent. variabel ini merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi
sebab perubahan atau timbulnya variabel terikat.
2. Variabel Dependen (Variabel Terikat)
seperti telah disebutkan sebelumnya, variabel dependen merupakan variabel
yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas.
3. Variabel Tunggal
Variabel tunggal adalah variabel yang berdiri sendiri, tidak ada variabel lain
yang mendampinginya.
4. Variabel Intervening (sela)
Variabel sela merupakan variabel penyela/antara yang terletak diantara
variabel bebas dan variabel terikat. sehingga, variabel bebas tidak langsung
mempengaruhi berubahnya atau timbulnya variabel terikat.
5. Variabel Pendahulu (Ekstranus)
variabel pendahulu ada atau tejadi mendahului dua variabel yang saling
berhubngan. jika variabel yang saling berhubungan tersebut menjadi tidak ada.
6. Variabel Pengganggu (Confounding)
Jika variabel bebas telah diketahui berpengaruh terhadap variabel terikat,
kemudian dimasukkan variabel lain dan hasilnya berubah atau terbalik, maka
variabel tersebut variabel pengganggu.
7. Variabel Kontrol
variabel control adalah variabel yang dikendalikan atau dibuat konstan,
sehingga hubungan variabel bebas terhadap variabel terikat tidak dipengaruhi oleh
faktor luar yang tidak diteliti..
4. Keterbatasan Riset
Telah diuraikan sebelumnya bahwa ada peningkatan kecenderungan untuk
mengandalkan ilmu dan riset sebagai satu-satunya cara memahami keperawatan.
Dapat diperdebatkan bahwa banyak masalah tentang perawat yang tidak
dijelaskan secara gamblang berdasarkan kajian ilmiah. Beberapa diantara nya
adalah masalah moral dan etik. Masalah lainnya adalah tentang isu eksperiensial
yang kompleks, seperti hubungan antara perawat dengan pasien yang menjelang
ajal, yang memang lebih baik disampaikan melalui bentuk riset humanistik bukan
ilmiah. Masalah tersebut tidak dapat diteliti secara adekuat melalui pendekatan
riset positivistik-kuantitatif. Masalah ini mungkin lebih baik, atau mungkin juga
tidak, diteliti dengan pendekatan kualitatif, terutama pada aspek fenomenologi.
Atau masalah tersebut bila dipandang sebagai masalah filosofi moral atau
teologia, mungkin menjadi lebih informatif.
Selain itu, juga telah disebutkan bahwa riset itu sendiri memiliki defek
gender, bahwa sebagai ilmu dulunya riset merupakan disiplin ilmu yang
didominasi oleh kaum pria, sehingga ilmu tersebut menonjolkan bentuk pikiran
yang bersifat maskulin. Namun pandangan ini dianggap benar dalam paradigma
ilmiah positivistik. Riset kuantitatif memberikan tekanan pada objektivitas,
pengukuran, kenetralan, dan pengendalian. Riset ini juga menyingkirkan
subjektivitas, penilaian, keterlibatan, dan intuisi. Bahkan didalam debat tentang
kekuatan riset kuantitatif vesus kualitatif yang diadakan oleh para ahli sosial,
istilah seperti kuat (yang memang bersifat maskulin) dan lunak (bersifat feminim)
sering dipakai.
Pandangan ini tentu saja penting dalam bidang keperawatan, yang
mayoritas praktisinya adalah perempuan. Dengan demikian, ada bahaya nyata
bahwa berdasarkan pendekatan objektif yang memiliki nilai netral, perawat akan
semakin membiarkan dasar pengetahuan mereka hanya menggunakan pendekatan
feminim. Nilai yang dikatakan paling sering ditemukan pada wanita----
kehangatan, cinta, perhatian, intuisi----dan beberapa laiinya, merupakan kekuatan
besar yang melekat dijantung keperawatan, akan dianggap sebagai unsur yang
tidak valid dalam etos keperawatan hanya karena nilai tersebut tidak divalidasi
dari perspektif positivistik(segi maskulin).
Sampai tingkatan tertentu, tren ini dihilangkan dengan munculnya
perspektif riset feminis di dalam keperawatan. Beberapa perawat peneliti (Webb,
1993; Ribbens, 1989; Wilkinson, 1986) menegaskan hak perawat sebagai seorang
perempuan untuk meneliti isu-isu feminist dari pengalaman perspektif perempuan.
Pendekatan seperti itu cenderung mendominasi tradisi riset kualitatif. Riset jenis
ini juga memiliki kekuatan untuk tidak terlalu kaku terhadap asumsi tentang
kenetralan, dan jarak antara peneliti dan yang diteliti. Akan tetapi, tren ini
bertahan di dalam keterbatasan tren itu sendiri. Ada beberapa orang yang
mengatakan bahwa dengan caranya sendiri perspektif kualitatif juga sama
sensasionalnya dengan perspektif positivistik yang didominasi kaum pria. Tokoh
lainnya mengatakan bahwa dalam perkembangan etos dan riset baru, tidak ada
tempat untuk para pengisolasi mental baik yang berasal dari unidisipliner maupun
spesifik gender.
5. Desain Riset
Desain penelitian adalah rancangan penelitian. Desain penelitian ini
ditetapkan dengan tujuan agar penelitian dapat dilakukan dengan efektif dan
efisien.
Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dan dijawab dalam setiap
menentukan rancangan penelitian atau evaluasi yang dipilih:
1. Cara pendekatan apa yang akan dipakai?
2. Metode apa yang akan dipakai?
3. Strategi apa yang kiranya paling efektif?
Keputusan rancangan apa yang akan dipakai ditentukan oleh:
1. Tujuannya
2. Sifat masalah yang akan digarap
3. Berbagai alternatif yang cocok untuk dipergunakan penyelidikan
Secara garis besar, menurut Suyanto, desain penelitian dapat dibedakan
berdasarkan jenis data yang dikumpulkan, yaitu metode kuantitatif dan metode
kualitatif.
1. Metode Kuantitatif
Menurut catatan Wikipedia, penelitian kuantitatif adalah penelitian ilmiah
yang sistematis terhadap bagian-bagian dan fenomena serta hubungan-
hubungannya. Tujuan penelitian kuantitatif adalah mengembangkan dan
menggunakan model-model matematis, teori-teori dan/ atau hipotesis yang
berkaitan dengan fenomena alam. Adapun metode kuantitatif terdiri atas beberapa
hal berikut.
a. Deskriptif
Rancangan penelitian deskriptif hanya dijumpai pada pendekatan
observasional dengan rancang bangun survei atau cross sectional. Pada rancang
bangun cross sectional, variabel penelitian diukur hanya sekali saja, sehingga
variabel mana yang sebagai penyebab dan akibat tidak dibedakan.
b. Korelasi
desain penelitian korelasional bertujuan mendapatkan gambaran tentang
hubungan antara du atau lebih variabel penelitian. Dengan diketahuinya hubungan
variabel tersebut, maka peneliti dapat menarik kesimpulan dan permasalahan yang
diteliti.
Berdasarkan perlakukannya terhadap objek penelitian, desain penelitian
korelasi terbagi menjadi dua jenis:
1. Desain korelasi deskriptif
Desain korelasi deskriptif bertujuan mengetahui hubungan yang terjadi pada
sebuah fenomena. Penggunannya, untuk mengidentifikasi hubungan yang terjadi
sesaat, tanpa perlu kelompok kontrol atau uji coba.
Pendidikan
Pekerjaan
Drop out DPT
Pengetahuan Imunisasi
MEROKOK
Ketahanan
BUMIL
frekue
Tidak merokok nsi
sakit
BB
Gambar 3. Kerangka konsep desain kohort
Bayi
2) Desain Case Control
Desain case control disebut juga penelitian retrospektif, kebalikan dari
deasin kohort. Pengamatan dan penilitian sampel dilakukan terlebih dahulu untuk
kemudian ditelusuri faktor resiko atau penyebab yang telah terjadi dimasa lalu.
Contoh, penelitian tentang faktor resiko ibu hamil perokok terhadap kejadian
BBLR. Bayi yang lahir dikelompokan menjadi BBLR dan BB normal, kemudian
dilakukan penelusuran pada ibu bayi yang merokok.
Adapun kerangka konsepnya adalah sebagai berikut:
Merokok BBLR
Merokok BB normal
Retrospektif
Gambar 4. Kerangka konsep desain case control
d. Kuasi Eksperimen
Metode kuasi eksperimen bertujuan menjelaskan atau mengklarifikasi
terjadinya sebuah hubungan dan menjelaskan hubungan sebab, sehingga dapat
dijadikan sebagai dasar untuk memprediksi sebuah fenomena. Jika dibandingkan
dengan metode eksperimen sesungguhnya , metode ini lebih lemah karena
rendahnya pengendalian atau kontrol terhadap subjek penelitian. Oleh karena itu,
penelitian keperawatan yang sering mengalami kesulitan untuk mengontrol subjek
penelitian banyak menggunakan metode kuasi eksperimen ni.
Perlu diketahui, metode kuasi eksperimen terdiri atas beberapa jenis, di
antaranya ada sebagai berikut.
1) Desain Satu Kelompok Post-Test
Desain ini disebut juga desain one shot case study, yaitu sebuah uji coba
yang dilakukan pada sebuah kelompok pada sebuah kelompok tanpa kelompok
kontrol (disinilah letak kelemahan desain ini, yaitu tidak adan kelompok kontrol).
Selanjutnya, uji coba pada kelompok tersebut dinilai atau diukur. Contoh, Efek
penggunaan komunikasi terapeutik pada tingkat kepuasaan pasien dalam
pelayanan keperawatan.
Adapun kerangka konsepnya adalah sebagai berikut:
Komunikasi Terapeutik Kepuasan pasien