Você está na página 1de 28

ABORTUS DAN KET

Timothy Kurniawan
11.2015.218
Pembimbing : Dr. Afra Sp.OG
Kepaniteraan Klinik Stase Obgyn RS Bakti Yudha
Email: Timothykurniawanbambang@yahoo.co.id

ABORTUS
1. Pendahuluan

Menurut penelitian, insidens abortus di Indonesia masih cukup tinggi dibanding dengan
negara-negara maju di dunia, yakni mencapai 2,3 juta abortus per tahun dengan 1 juta
diantaranya adalah abortus spontan, 0,6 juta disebabkan oleh kegagalan program KB, dan 0,7
juta karena tidak pakai alat kontrasepsi KB.9

Estimasi nasional menyatakan setiap tahun terjadi 2 juta kasus abortus di Indonesia yang
artinya terdapat 43 kasus abortus per 100 kelahiran hidup perempuan usia 15 - 49 tahun dan
sebuah penelitian yang dilakukan di 10 kota besar dan 6 kabupaten di Indonesia menemukan
bahwa insiden abortus lebih tinggi diperkotaan dibandingkan dipedesaan atas pelbagai faktor.9
Memandangkan insidennya yang banyak dan tingkat morbiditas dan motrilitas martenal yang
tinggi disebabkannya, maka aborsi menjadi satu isu yang sangat perlu diperhatikan dalam
mencari keberjayaan Program Making pregnancy safer seperti yang dicanangkan oleh
pemerintah Republik Indonesia.

2. Definisi
Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin berkembang sepenuhnya dan dapat
hidup di luar kandungan dan sebagai ukuran digunakan kehamilan kurang dari 20 minggu atau
berat janin kurang dari 500 gram.1,3,4,5

Abortus dapat dibagi atas dua golongan yaitu menurut terjadinya abortus dan menurut
gambaran klinis. Menurut terjadinya dibedakan atas abortus spontan yaitu abortus yang terjadi
dengan sendirinya tanpa disengaja dan tanpa menggunakan apa-apa tindakan sedangkan abortus
provokatus adalah abortus yang disengaja, baik dengan memakai obat-obatan maupun dengan
alat-alat.6

Abortus provokatus dibagikan lagi menjadi abortus medisinalis atau abortus therapeutica dan
abortus kriminalis. Pada abortus medisinalis, abortus yang terjadi adalah karena tindakan kita
sendiri, dengan alasan bila kehamilan dilanjutkan, dapat membahayakan jiwa ibu (berdasarkan
indikasi medis). Abortus kriminalis adalah abortus yang terjadi oleh karena tindakan-tindakan
yang tidak legal atau tidak berdasarkan indikasi medis dan biasanya dilakukan secara sembunyi-
sembunyi oleh tenaga tradisional.6

Menurut gambaran klinis abortus dapat dibedakan kepada:

a) Abortus imminens yaitu abortus tingkat permulaan (threatened abortion) dimana terjadi
perdarahan pervaginam, ostium uteri masih tertutup dan hasil konsepsi masih baik dalam
kandungan.5
b) Abortus insipiens (inevitable abortion) yaitu abortus yang sedang mengancam dimana
serviks telah mendatar dan ostium uteri telah membuka, akan tetapi hasil konsepsi masih
dalam kavum uteri.5
c) Abortus inkomplit (incomplete abortion) yaitu jika hanya sebagian hasil konsepsi yang
dikeluarkan, yang tertinggal adalah desidua atau plasenta.5
d) Abortus komplit (complete abortion) artinya seluruh hasil konsepsi telah keluar (desidua
atau fetus), sehingga rongga rahim kosong.5
e) Missed abortion adalah abortus dimana fetus atau embrio telah meninggal dalam
kandungan sebelum kehamilan 20 minggu, akan tetapi hasil konsepsi seluruhnya masih
tertahan dalam kandungan selama 6 minggu atau lebih.5
f) Abortus habitualis (recurrent abortion) adalah keadaan terjadinya abortus tiga kali
berturut-turut atau lebih.5
g) Abortus infeksius (infectious abortion) adalah abortus yang disertai infeksi genital.5
h) Abortus septik (septic abortion) adalah abortus yang disertai infeksi berat dengan
penyebaran kuman ataupun toksinnya kedalam peredaran darah atau peritonium.5

3. Etiologi

Ada beberapa faktor penyebab terjadinya abortus yaitu :

3.1 Faktor genetik

Ada banyak sebab genetik yang berhubungan dengan abortus. Sebagian besar abortus
spontan disebabkan oleh kelainan kariotip dari embrio.3Data ini berdasarkan pada 50% kejadian
abortus pada trimester pertama merupakan kelainan sitogenetik yang berupa aneuploidi yang
bisa disebabkan oleh kejadian nondisjuction meiosis atau poliploidi dari fertilas abnormal dan
separuh dari abortus kerana kelainan sitogenetik pada trimester pertama berupa trisomi autosom.3

Triplodi ditemukan pada 16% kejadian abortus di mana terjadi fertilisasi ovum normal oleh 2
sperma (dispermi).3 Insiden trisomi meningkat dengan bertambahnya usia. Trisomi (30% dari
seluruh trisomi) adalah penyebab terbanyak abortus spontan diikuti dengan sindroma Turner (20-
25%) dan Sindroma Down atau trisomi 21 yang sepertiganya bisa bertahan sehingga lahir.3
Selain kelainan sitogenetik, kelainan lain seperti fertilisasi abnormal iaitu dalam bentuk
tetraploidi dan triploid dapat dihubungkan dengan abortus absolut.3

Kelainan dari struktur kromosom juga adalah salah satu penyebab kelainan sitogenetik yang
berakibat aborsi dan kelainan ini sering diturunkan oleh ibu memandangkan kelainan struktur

2
kromoson pada pria berdampak pada rendahnya konsentrasi sperma, infertelitas dan faktor
lainnya yang bisa mengurangi peluang kehamilan.3

Selain itu, gen yang abnormal akibat mutasi gen bisa mengganggu proses impantasi dan
mengakibatkan abortus seperti mytotic dystrophy yg berakibat pada kombinasi gen yang
abnormal dan gangguan fungsi uterus.3 Gangguan genetik seperti Sindroma Marfan, Sindroma
Ehlers-Danlos, hemosistenuri dan pseusoxantoma elasticum merupakan gangguan jaringan ikat
yang bisa berakibat abortus.3 Kelainan hematologik seperti pada penderita sickle cell anemia,
disfibronogemi, defisiensi faktor XIII mengakibatkan abortus dengan mengakibatkan mikroinfak
pada plasenta.3

3.2 Faktor anatomi

Defek anatomi deketahui dapat menjadi penyebab komplikasi obstetrik terutamanya abortus.
Pada perempuan dengan riwayat abortus, ditemukan anomali uterus pada 27% pasien.3 Penyebab
terbanyak abortus kerana kelainan anatomik uterus adalah septum uterus akibat daripada
kelainan duktus Mulleri (40-80%), dan uterus bicornis atau uterus unicornis (10-30%).3 Mioma
uteri juga bisa mengakibatkan abortus berulang dan infertilitas akibat dari gangguan passage dan
kontraktilitas uterus.3 Sindroma Asherman bisa mengakibatkan abortus dengan mengganggu
tempat impalntasi serta pasokan darah pada permukaan endometrium.3 Kelainan kogenital arteri
uterina yang membahayakan aliran darah endometrium dapat juga berpengaruh.3 Selain itu,
kelainan yang didapat misalnya adhesi intrauterun (synechia), leimioma, dan endometriosis
mengakibatkan komplikasi anomali pada uterus dan dapat mengakibatkan abortus.6

Selain kelainan yang disebut di atas, serviks inkompeten juga telah terbukti dapat meyebabkan
abotus terutama pada kasus abortus spontan.1 Pada kelainan ini, dilatasi serviks yang silent
dapat terjadi antara minggu gestasi 16-28 minggu.1 Wanita dengan serviks inkompeten selalu
memiliki dilatasi serviks yang signifikan yaitu 2cm atau lebih dengan memperlihatkan gejala
yang minimal.1 Apabila dilatasi mencapai 4 cm atau lebih, maka kontraksi uterus yang aktif dan
pecahnya membran amnion akan terjadi dan mengakibatkan ekspulsi konsepsi dalam rahim.1
faktor-faktor yang mengakibatkan serviks inkompeten adalah kehamilan berulang, operasi
serviks sebelumnya, riwayat cedera serviks, pajanan pada dietilstilbestrol, dan abnormalitas
anatomi pada serviks.1

Sebelum kehamilan atau pada kehamilan trimester pertama, tidak ada metoda yang bisa
digunakan untuk mengetahui bila serviks akan inkompeten namun, setelah 14-16 minggu, USG
baru dapat digunakan untuk menilai anatomi segmen uterus bahagian bawah dan serviks untuk
melihat pendataran dan pemendekan abnormal serviks yang sesuai dengan inkompeten serviks.1

3.3 Faktor endokrin

Ovulasi, impantasi dan kehamilan dini sangat bergantung pada koordinasi sistem pengaturan
hormonal martenal yang baik. Perhatian langsung pada sistem humoral secara keseluruhan, fase
luteal, dan gambaran hormon setelah konsepsi terutamanya kadar progesteron sangat penting
dalam mengantisipasi abortus.3

3
Pada diabetes mellitus, perempuan dengan kadar HbA1c yang tinggi pada trimester yang
pertama akan berisiko untuk mengalami abortus dan malformasi janin. IDDM dengan kontrol
yang tidak adekuat berisiko 2-3 kali lipat untuk abortus.3

Kadar progesteron yang rendah juga mempengaruhi resptivitas endometrium terhadap


impantasi embrio. Kadar progenteron yang rendah diketahui dapat mengakibatkan abortus
terutamanya pada kehamilan 7 minggu di mana trofoblast harus menghasilkan cukup steroid
untuk menunjang kehamilan. Pengangkatan korpus luteum pada usia 7 minggu akan berakibat
abortus dan jika diberikan progesteron pada pada pasien ini, maka kehamilan dapat
diselamatkan.3

Penelitian pada perempuan yang mengalami abortus berulang, didapatkan 17% kejadian
defek luteal iaitu kurangnya progesteron pada fase luteal. Namum pada saat ini, masih blum ada
metode yang bisa terpercaya untuk mendiagnosa kelainan ini.3

Faktor humoral terhadap imunitas desidua juga berperan pada kelangsungan kehamilan.
Perubahan endometrium menjadi desidua mengubah semua sel pada mukosa uterus.3 Perubahan
morfologi dan fungsional ini mendukung proses implantasi, proses migrasi trofoblas, dan
mencegah invasi yang berlebihan pada jaringan ibu.3 Di sini interaksi antara trofoblas
ekstravillus dan infiltrasi leukosit pada mukosa uterus berperan penting di mana sebahagian
besar leukosit adalah large granular cell, dan makrofag dengan sedikit sel T dan sel B.3 Sel NK
dijumpai dalam jumlah yang banyak terutama pada endometrium yang terpapar progesteron.3
Perannya adalah pada trimester 1 adalah akan terjadi peningkatan sel NK untuk membunuh sel
target dengan sedikit atau tiada ekspresi HLA.3 Trofoblast ekstravillous tidak bisa dihancurkan
oleh sel NK kerana sifatnya yang cepat menghasilkan HLA1 sehingga terjadinya invasi optimal
untuk plasentasi yang optimal oleh trofoblas extravillous.3 Maka, gangguan pada sistem ini akan
berpengaruh pada kelangsungan kehamilan.

Selain itu, hipotiroidisme, hipoprolaktinemia, dan sindrom polikistik ovarium dapat


merupakan faktor kontribusi pada keguguran dengan menggangu balans humoral yang penting
pada kelangsungan kehamilan.6

3.4 Faktor infeksi

Ada pelbagai teori untuk menjelaskan keterkaitan infeksi dengan kejadian abortus. Antaranya
adalah adanya metabolik toksik, endotoksin, eksotoksin, dan sitokin yang berdampak langsung
pada janin dan unit fetoplasenta.3 Infeksi janin yang bisa berakibat kematian janin dan cacat
berat sehingga janin sulit untuk bertahan hidup.3

Infeksi plasenta akan berakibat insufisiensi plasenta dan bisa berlanjut kematian janin.3
Infeksi kronis endometrium dari penyebaran kuman genetalia bawah yang bisa mengganggu
proses impantasi. Amnionitis oleh kuman gram positif dan gram negatif juga bisa mengakibatkan
abortus.3 Infeki virus pada kehamilan awal dapat mengakibatkan perubahan genetik dan anatonik
embrio misalnya pada infeksi rubela, parvovirus, CMV, HSV, koksakie virus, dan varisella
zoster.3

4
Di sini adalah beberapa jenis organisme yang bisa berdampak pada kejadian abortus

- Bakteria: listeria monositogenes, klamidia trakomatis, ureaplasma urealitikum,


mikoplasma hominis, bakterial vaginosis.3
- Virus: CMV, HSV, HIV dan parvovirus.3
- Parasit: toksoplasma gondii, plasmodium falsifarum.3
- Spirokaeta: treponema pallidum.3

3.5 Faktor imunologi

Beberapa penyakit berhubungan erat dengan kejadian abortus. Antaranya adalah SLE dan
Antiphospholipid Antibodies (aPA).3 ApA adalah antibodi spesifik yang ditemukan pada ibu
yang menderita SLE.3 Peluang terjadinya pengakhiran kehamilan pada trimester 2 dan 3 pada
SLE adalah 75%.3 Menurut penelitian, sebahagian besar abortus berhubungan dengan adanya
aPA yang merupakan antibodi yang akan berikatan dengan sisi negatif dari phosfolipid.3 Selain
SLE, antiphosfolipid syndrome (APS) dapat ditemukan pada preemklamsia, IUGR, dan
prematuritas.3 Dari international consensus workshop pada tahun 1998, klasifikasi APS adalah:3
- trombosis vaskular (satu atau lebih episode trombosis arteri, venosa atau kapiler yang
dibuktikan dengan gambaran Doppler, dan histopatologi)3
- komplikasi kehamilan (3 atau lebih abortus dengan sebab yang tidak jelas, tnpa kelainan
anatomik, genetik atau hurmonal/ satu atau lebih kematian janin di mana gambaran
sonografi normal/ satu atau lebih persalinan prematur dengan gambaran janin normal dan
berhubungan dengan preeklamsia berat,atau insufisiensi plasenta yang berat)3
- kriteria laboratorium (IgG dan atau IgM dengan kadar yang sedang atau tinggi pada 2 kali
atau lebih dengan pemeriksaan jarak lebih dari 1 atau sama dengan 6 minggu)3
- antobodi fosfolipid (pemanjangan koagulasi fospholipid, aPTT, PT, dan CT, kegagalan
untuk memperbaikinya dengan pertambahan dengan plasma platlet normal dan adanya
perbaikan nilai tes dengan pertambahan fosfolipid)3
aPA ditemukan 20% pada perempuan yang mengalami abortus dan lebih dari 33% pada
perempuan yang mengalami SLE. Pada kejadian abotus berulang, ditemukan infark plasenta
yang luas akibat adanya atherosis dan oklusi vaskular.3
3.6 Faktor trauma
Trauma abdominal yang berat dapat menyebabkan terjadinya abortus yang yang
diakibatkan karena adanya perdarahan, gangguan sirkulasi maternoplasental, dan infeksi.1
Namun secara statistik, hanya sedikit insiden abortus yang disebabkan karena trauma .1
3.7 Faktor nutrisi dan lingkungan
Diperkirakan 1-10% malformasi janin adalah akibat dari paparan obat, bahan kimia atau
radiasi yang umumnya akan berakhir dengan abortus.6 faktor-faktor yang terbukti berhubungan
dengan peningkatan insiden abortus adalah merokok, alkohol dan kafein.
5
Merokok telah dipastikn dapat meningkatkan risiko abortus euploid.1 Pada wanita yang
merokok lebih dari 14 batang ber hari, risiko abortus adalah 2 kali lipat dari risiko pada wanita
yang tidak merokok.1 Rokok mengandung ratusan unsur toksik antara lain nikotin yang
mempunyai sifat vasoaktif sehingga menghambat sirkulasi uteroplasenta.6 Karbon monoksida
juga menurukan pasokan oksigen ibu dan janin dan dapat mamacu neurotoksin.6 Meminum
alkohol pada 8 minggu pertama kehamilan dapat meningkatkan risiko abortus spontan dan
anomali fetus.1 Kadar abortus meningkat 2 kali lipat pada wanita yang mengkonsumsi alkohol 2
kali seminggu dan 3 kali lipat pada konsumsi tiap-tiap hari dibandingkan dengan wanita yang
tidak minum.1
Pengambilan kafine sekurangnya 5 gelas kopi perhari atau 500mg caffiene satu hari dapat
sedikit menambah risiko abortus dan pada mereka yang meminum lebih dari ini, risikonya
meningkat secara linier dengan tiap jumlah tambahan gelas kopi.1 Pada penelitian lain, wanita
hamil yang mempunyai level paraxantine (metabolit kafine), risiko abortus spontan adalah 2 kali
lipat daripada kontrol.1
3.8 Faktor kontrasepsi berencana
Kontrasepsi oral atau agen spermicidal yang digunakan pada salep dan jeli kontrasepsi tidak
berhubungan dengan risiko abortus.1 Namun, jika pada kontrasepsi yang menggunakan IUD,
intrauterine device gagal untuk mencegah kehamilan, risiko aborsi khususnya aborsi septik akan
meningkat dengan signifikan.1
4. Patogenesis

Abortus dimulai dari perdarahan ke dalam decidua basalis yang diikuti dengan nekrosis
jaringan disekitar perdarahan.1 Jika terjadi lebih awal, maka ovum akan tertinggal dan
mengakibatkan kontraksi uterin yang akan berakir dengan ekpulsi karena dianggap sebagai
benda asing oleh tubuh.1 Apabila kandung gestasi dibuka, biasanya ditemukan fetus maserasi
yang kecil atau tidak adanya fetus sama sekali dan hal ini disebut blighted ovum.1

Pada abortus yang terjadi lama, beberapa kemungkinan boleh terjadi. Jika fetus yang
tertinggal mengalami maserasi, yang mana tulang kranial kolaps, abdomen dipenuhi dengan
cairan yang mengandung darah, dan degenarasi organ internal.1 Kulit akan tertanggal di dalam
uterus atau dengan sentuhan yang sangat minimal.1 Bisa juga apabila cairan amniotik diserap,
fetus akan dikompress dan mengalami desikasi, yang akan membentuk fetus compressus.1
Kadang-kadang, fetus boleh juga menjadi sangat kering dan dikompres sehingga menyerupai
kertas yang disebut fetus papyraceous.1

Pada kehamilan di bawah 8 minggu, hasil konsepsi dikeluarkan seluruhnya, karena vili
korialis belum menembus desidua terlalu dalam; sedangkan pada kehamilan 8-14 minggu, vili
korialis telah masuk agak dalam, sehingga sebagian keluar dan sebagian lagi akan tertinggal.6
Perdarahan yang banyak terjadi kerana hilangnya kontraksi yang dihasilkan dari aktivitas
kontraksi dan retraksi miometrium.6

6
5. Gambaran klinis
Gejala abortus berupa amenorea, sakit perut kram, dan mules-mules.1,2,3,4 Perdarahan
pervaginam bisa sedikit atau banyak dilihat dari pads atau tampon yang telah dipakai, dan
biasanya berupa darah beku tanpa atau desertai dengan keluarnya fetus atau jaringan.6 Ini penting
untuk melihat progress abortus.6 Pada abortus yang sudah lama terjadi atau pada abortus
provokatus sering terjadi infeksi yang dilihat dari demam, nadi cepat, perdarahan, berbau, uterus
membesar dan lembek, nyeri tekan,dan luekositosis.6 Pada pemeriksaan dalam untuk abortus
yang baru saja terjadi didapati serviks terbuka, kadang-kadang dapat diraba sisa-sisa jaringan
dalam kanalis servikalis atau kavum uteri, serta uterus berukuran kecil dari seharusnya.6 Pada
pemeriksaan USG, ditemukan kantung gestasional yang tidak utuh lagi dan tiada tanda-tanda
kehidupan dari janin.6

6. Diagnosis

Diagnosis abortus ditegakkan berdasarkan :

6.1 Anamnesis

3 gejala utama (postabortion triad) pada abortus adalah nyeri di perut bagian bawah
terutamanya di bagian suprapubik yang bisa menjalar ke punggung,bokong dan perineum,
perdarahan pervaginam dan demam yang tidak tinggi.7 Gejala ini terutamanya khas pada abortus
dengan hasil konsepsi yang masih tertingal di dalam rahim.7 Selain itu, ditanyakan adanya
amenore pada masa reproduksi kurang 20 minggu dari HPHT.6 Perdarahan pervaginam dapat
tanpa atau disertai jaringan hasil konsepsi. Bentuk jaringan yang keluar juga ditanya apakah
berupa jaringan yang lengkap seperti janin atau tidak atau seperti anggur. Rasa sakit atau keram
bawah perut biasanya di daerah atas simpisis.6

Riwayat penyakit sekarang seperti IDDM yang tidak terkontrol, tekanan darah tinggi yang
tidak terkontrol, trauma, merokok, mengambil alkohol dan riwayat infeksi traktus genitalis harus
diperhatikan.6 Riwayat kepergian ke tempat endemik malaria dan pengambilan narkoba malalui
jarum suntik dan seks bebas dapat menambah curiga abotus akibat infeksi.7

6.2 Pemeriksaan Fisis

Bercak darah diperhatikan banyak, sedang atau sedikit.4 Palpasi abdomen dapat memberikan
idea keberadaan hasil konsepsi dalam abdomen dengan pemeriksaan bimanual. Yang dinilai
adalah uterus membesar sesuai usia gestasi, dan konsistensinya.4 Pada pemeriksaan pelvis,
dengan menggunakan spekulum keadaan serviks dapat dinilai samaada terbuka atau tertutup ,
ditemukan atau tidak sisa hasil konsepsi di dalam uterus yang dapat menonjol keluar, atau
didapatkan di liang vagina.4

Pemeriksaan fisik pada kehamilan muda dapat dilihat dari table di bawah ini:4

7
Perdarahan Serviks Uterus Gejala dan tanda Diagnosis
Bercak sedikit Tertutup Sesuai dengan Kram perut Abortus
hingga sedang usia gestasi bawah, uterus immines
lunak
Tertutup/terbuka Lebih kecil dari Sedikit/tanpa Abortus komplit
usia gestasi nyeri perut
bawah,riwayat
ekspulsi hasil
konsepsi
Sedang sehingga Terbuka Sesuai dengan Kram atau nyeri Abortus insipien
masif usia kehamilan perut bawah,
belum terjadi
ekspulsi hasil
konsepsi
Kram atau nyeri Abortus
perut bawah, incomplit
ekspulsi
sebahagian hasil
konsepsi
Terbuka Lunak dan lebih Mual/muntah, Abortus mola
besar dari usia kram perut
gestasi bawah, sindroma
mirip PEB, tidak
ada janin, keluar
jaringan seperti
anggur

6.3 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium berupa tes kehamilan, hemoglobin, leukosit, waktu bekuan, waktu
perdarahan, trombosit., dan GDS. Pada pemeriksaan USG ditemukan kantung gestasi tidak utuh,
ada sisa hasil konsepsi dalam uterus.6

7. Diagnosis banding.2
- kehamilan ektopik tertanggu
- perdarahan anovular pada wanita yang tidak hamil
- abortus mola hidatidosa
- polip endoserviks
- karsinoma serviks

8
8. Penatalaksanaan
8.1 Abortus Imminens.4
Pada abortus imminens, tidak perlu pengubatan khusus atau tirah baring total dan pasien
dilarang dari melakukan aktivitas fizik berlebihan ataupun hubungan seksual. Jika terjadi
perdarahan berhenti, asuhan antenatal diteruskan seperti biasa dan penilaian lanjutan dilakukan
jika perdarahan terjadi lagi. Pada kasus yang perdarahan terus berlansung, kondisi janin dinilai
dan konfirmasi kemungkinan adanya penyebab lain dilakukan dengan segera. Pada perdarahan
berlanjut khususnya pada uterus yang lebih besar dari yang diharapkan, harus dicurigai
kehamilan ganda atau mola.
8.2 Abortus insipiens.4
Jika usia kehamilan kurang dari 16 minggu, evakuasi uterus dilakukan dengan aspirasi
vakum manual. Jika evakuasi tidak dapat segera dilakukan maka, Ergometrin 0,2 mg IM atau
Misopristol 400mcg per oral dapat diberikan. Kemudian persediaan untuk pengeluaran hasil
konsepsi dari uterus dilakukan dengan segera.
Jika usia kehamilan lebih dari 16 minggu, ekpulsi spontan hasil konsepsi ditunggu, kemudian
sisa-sisa hasil konsepsi dievakuasi. Jika perlu, infus 20 unit oxytoxin dalam 500cc cairan IV
(garam fisiologik atau larutan Ringer Laktat) dengan kecepatan 40 tetes per menit diberikan
untuk membantu ekspulsi hasil konsepsi. Setelah penanganan, kondisi ibu tetap dipantau.
8.3 Abortus inkomplit.4
Jika perdarahan tidak beberapa banyak dan kehamilan kurang dari 16 minggu, evakuasi
dapat dilakukan secara digital atau dengan cunam ovum untuk mengeluarkan hasil konsepsi yang
keluar melalui serviks. Jika perdarahan berhenti, Ergometrin 0,2 mg IV atau misoprostol 400mcg
per oral diberikan.
Jika perdarahan banyak atau terus berlangsung, dan usia kehamilan kurang dari 16
minggu, hasil konsepsi dievakuasi dengan aspirasi vakum manual. Evakuasi vakum tajam hanya
digunakan jika tidak tersedia aspirasi vakum manual (AVM). Jika evakuasi belum dapat
dilakukan dengan segera, Ergometrin 0,2mg IM atau Misoprostol 400mcg per oral dapat
diberikan.
Jika kehamilan lebih dari 16 minggu, infus oksitosin 20 unit diberikan dalam 500ml
cairan IV (garam fisiologik atau RL) dengan kecepatan 40 tetes per menit sampai terjadi ekspulsi
hasil konsepsi. Jika perlu Misoprostol 200mcg pervaginam diberikan setiap 4 jam sampai terjadi
ekspulsi hasil konsepsi. Hasil konsepsi yang tertinggal dalam uterus segera dievakuasi.
8.4 Abortus komplit.4
Pada kasus ini, evakuasi tidak perlu dilakukan lagi. Observasi untuk melihat adanya
perdarahan yang banyak perlu diteruskan dan kondisi ibu setelah penanganan tetap dibuat.
Apabila terdapat anemia sedang, tablet sulfas ferrosus 600mg/hari selama 2 minggu diberikan,
jika anemia berat diberikan transfusi darah. Seterusnya lanjutkan dengan konseling asuhan
pascakeguguran dan pemantauan lanjut jika perlu.

9
8.5 Abortus septik/infeksius.3
Pengelolaan pasien pada abortus septik harus mempertimbangkan keseimbangan cairan
tubuh dan perlunya pemberian antibiotika yang mencukupi sesuai dengan hasil kultur dan
sensitivitas kuman yang diambil dari darah dan cairan flour yang keluar pervaginam. Untuk
tahap pertama dapat diberikan Penisillin 4x 1juta unit atau ampicillin 4x 1gram ditambah
gentamisin 2x80mg dan metronidazol 2x1gram. Selanjutnya, antibiotik dilanjutkan dengan hasil
kultur.
Tindakan kuretase dilaksanakan bila tubuh dalam keadaan membaik minimal 6 jam
setelah antibiotika adekuat telah diberikan. Pada saat tindakan, uterus harus diliundungi dengan
uterotonik untuk mengelakkan komplikasi. Antibiotik harus dilanjutkan sampai 2 hari bebas
demam dan bila dalam waktu 2 hari pemberian tidak memberikan respons harus diganti dengan
antibiotik yang lebih sesuai dah kuat. Apabila ditakutkan terjadi tetanus, injeksi ATS harus
diberikan dan irigasi kanalis vagina/uterus dibuat dengan larutan peroksida H2O2. Histerektomi
harus dibuat secepatnya jika indikasi.
8.6 Pemantauan pascaabortus.4

Sebelum ibu diperbolehkan pulang, diberitahu bahwa abortus spontan hal yang biasa terjadi
dan terjadi pada paling sedikit 15% dari seluruh kehamilan yang diketahui secara klinis.
Kemungkinan keberhasilan untuk kehamilan berikutnya adalah cerah kecuali jika terdapat sepsis
atau adanya penyebab abortus yang dapat mempunyai efek samping pada kehamilan berikut.

Semua pasien abortus disuntik vaksin serap tetanus 0,5 cc IM. Umumnya setelah tindakan
kuretase pasien abortus dapat segera pulang ke rumah. Kecuali bila ada komplikasi seperti
perdarahan banyak yang menyebabkan anemia berat atau infeksi. Pasien dianjurkan istirahat
selama 1 sampai 2 hari. Pasien dianjurkan kembali ke dokter bila pasien mengalami kram
demam yang memburuk atau nyeri setelah perdarahan baru yang ringan atau gejala yang lebih
berat.13 Tujuan perawatan untuk mengatasi anemia dan infeksi. Sebelum dilakukan kuretase
keluarga terdekat pasien menandatangani surat persetujuan tindakan.
9. Komplikasi

9.1 Perdarahan.6

Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil konsepsi dan jika
perlu pemberian transfusi darah. Kematian karena perdarahan dapat terjadi apabila pertolongan
tidak diberikan. Perdarahan yang berlebihan sewaktu atau sesudah abortus bisa disebabkan oleh
atoni uterus, laserasi cervikal, perforasi uterus, kehamilan serviks, dan juga koagulopati.

9.2 Perforasi.6

Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam posisi
hiperretrofleksi. Terjadi robekan pada rahim, misalnya abortus provokatus kriminalis. Dengan
adanya dugaan atau kepastian terjadinya perforasi, laparatomi harus segera dilakukan untuk

10
menentukan luasnya perlukaan pada uterus dan apakah ada perlukan alat-alat lain. Pasien
biasanya datang dengan syok hemoragik.

9.3 Syok.6

Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan (syok hemoragik) dan karena infeksi berat.
Vasovagal syncope yang diakibatkan stimulasi canalis sevikalis sewaktu dilatasi juga boleh
terjadi namum pasien sembuh dengan segera.

9.4 Infeksi.6

Sebenarnya pada genitalia eksterna dan vagina dihuni oleh bakteri yang merupakan flora
normal. Khususnya pada genitalia eksterna yaitu staphylococci, streptococci, Gram negatif
enteric bacilli, Mycoplasma, Treponema (selain T. paliidum), Leptospira, jamur, Trichomonas
vaginalis, sedangkan pada vagina ada lactobacili,streptococci, staphylococci, Gram negatif
enteric bacilli, Clostridium sp., Bacteroides sp, Listeria dan jamur. Umumnya pada abortus
infeksiosa, infeksi terbatas padsa desidua. Pada abortus septik virulensi bakteri tinggi dan infeksi
menyebar ke perimetrium, tuba, parametrium, dan peritonium.

Organisme-organisme yang paling sering bertanggung jawab terhadap infeksi paska abortus
adalah E.coli, Streptococcus non hemolitikus, Streptococci anaerob, Staphylococcus aureus,
Streptococcus hemolitikus, dan Clostridium perfringens. Bakteri lain yang kadang dijumpai
adalah Neisseria gonorrhoeae, Pneumococcus dan Clostridium tetani. Streptococcus pyogenes
potensial berbahaya oleh karena dapat membentuk gas.

9.5 Efek anesthesia.7

Pada penggunaan general anestesia, komplikasi atoni uterus bisa terjadi yang berakibatkan
perdarahan. Pada kasus therapeutic abortus, paracervical blok sering digunakan sebagai metode
anestesia. Sering suntikan intravaskular yang tidak disengaja pada paraservikal blok akan
mengakibatkan kolplikasi fatal seperti konvulsi, cardiopulmonary arrest dan kematian.

9.6 Disseminated Intravascular Coagulopathy (DIC).7

Pasien dengan postabortus yang berat terutamanya setelah midtrimester perlu curiga DIC.
Insidens adalah lebih dari 200 kasus per 100,000 aborsi.

10. Prognosis.6

Prognosis keberhasilan kehamilan tergantung dari etiologi aborsi spontan sebelumnya.


Perbaikan endokrin yang abnormal pada wanita dengan abotus yang rekuren mempunyai
prognosis yang baik sekitar >90 %. Pada wanita keguguran dengan etiologi yang tidak diketahui,
kemungkinan keberhasilan kehamilan sekitar 40-80 %. Sekitar 77 % angka kelahiran hidup
setelah pemeriksaan aktivitas jantung janin pada kehamilan 5 sampai 6 minggu pada wanita
dengan 2 atau lebih aborsi spontan yang tidak jelas.
11
Daftar pusaka

1. F. G Cunningham, KJ. Leveno, SL. Bloom. Abortion in William Obstetrics, 23nd edition.
Mc-Graw Hill, 2012
2. McPhee S, Obsterics and obstretrics disoders,Current medical diagnosis and treatment,
2013 edition, Mc Graw Hill, 2013
3. Sarwono prawiroharhdjo.Perdarahan pada kehamilan muda dalam Ilmu Kandungan, edisi
2016
4. Saifuddin A. Perdarahan pada kehamilan muda dalam Buku Panduan Praktis Pelayanan
Kesehatan Maternal dan Neonatal,Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo,
Jakarta,2016 Hal M9-M17
5. Standard Pelayanan Medis Ilmu Kebidanan dan Kandungan, RS Efarina Etaham, 2012,
ms 33-35
6. Abortus Incomplete. Available at http://www.jevuska.com/2014/04/11/abortus-inkomplit
accessed on 6 Juli 2017
7. Gaufberg F, Abortion Treatened, Available at
http://emedicine.medscape.com/article/795359-overview ,accessed on 7 july 2017
8. Gaufberg F, Abortion Septic, Available at
http://emedicine.medscape.com/article/795439-overview ,accessed on 7 july 2017
9. Y.Widyastuti, Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Abortus di Instalasi
Rawat Inap Kebidanan RSUP Dr.Mohammad Hoesin Palembang,7hb 12 2012, archived
atURL:http://74.125.153.132/search?q=cache:nGn5V5Ull24J:images.arikbliz.multiply.m
ultiplycontent.com/attachment/0/ShN5mgoKCIoAAELs94Q1/FAKTOR-
FAKTOR%2520YANG%2520BERHUBUNGAN%2520%2520DENGAN%2520KEJA
DIAN%2520ABORTUS.doc%3Fnmid%3D244992381+insiden+abortus+di+indonesia&
cd=5&hl=id&ct=clnk&gl=id,accessed on 8 july 2017

12
KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU
A. Pendahuluan

Kehamilan ektopik ialah suatu kehamilan yang berbahaya bagi wanita yang bersangkutan
berhubung dengan besarnya kemungkinan terjadi keadaan yang gawat. Keadaan gawat dapat
terjadi apabila kehamilan ektopik terganggu.1 Kehamilan ektopik merupakan keadaan emergensi
yang menjadi penyebab kematian maternal selama kehamilan trimester pertama, karena janin
pada kehamilan ektopik secara nyata bertanggung jawab terhadap kematian ibu, maka para
dokter menyarankan untuk mengakhiri kehamilan.2 Hal yang perlu diingat ialah bahwa pada
setiap wanita dalam masa reproduksi dengan gangguan atau keterlambatan haid yang disertai
dengan nyeri perut bagian bawah, perlu difikirkan dugaan adanya kehamilan ektopik terganggu.1

B. Kehamilan Normal Pada kehamilan normal, telur yang sudah dibuahi akan melalui
tuba falopi menuju ke uterus. Dalam beberapa jam setelah pembuahan terjadi, mulailah
pembelahan zigot. Dalam 3 hari terbentuk kelompok sel yang sama besarnya dan disebut stadium
morula. Dalam ukuran yang sama ini hasil konsepsi disalurkan terus ke pars ismika dan pars
interstitialis tuba (bagian-bagian tuba yang sempit) dan terus ke arah kavum uteri oleh arus serta
getaran silia pada permukaan sel-sel tuba dan kontraksi tuba. Dalam kavum uteri, hasil konsepsi
mencapai stadium blastula. Blastula dilindungi oleh simpai yang disebut trofoblas, yang mampu
menghancurkan dan mencairkan jaringan. Ketika blastula mencapai rongga rahim, jaringan
endometrium dalam keadaan sekresi. Jaringan endometrium ini banyak mengandung sel-sel
desidua.1

Blastula dengan bagian yang berisi massa sel dalam (inner-cell mass) akan masuk ke
dalam desidua, menyebabkan luka kecil yang kemudian sembuh dan menutup lagi. Pada saat
nidasi terkadang terjadi sedikit perdarahan akibat luka desidua (tanda Hartman). Nidasi terjadi
pada dinding depan atau belakang uterus (korpus), dekat pada fundus uteri. Blastula yang
berimplantasi pada rahim akan mulai tumbuh menjadi janin.1 Pada kehamilan ektopik, telur
yang sudah dibuahi berimplantasi dan tumbuh di tempat yang tidak semestinya. Kehamilan
ektopik paling sering terjadi di daerah tuba falopi (98%), meskipun begitu kehamilan ektopik
juga dapat terjadi di ovarium, rongga abdomen, atau serviks.3

13
C. Definisi Kehamilan Ektopik

Kehamilan ektopik didefinisikan sebagai setiap kehamilan yang terjadi di luar kavum
uteri,2 yaitu bila sel telur yang dibuahi berimplantasi dan tumbuh di luar endometrium kavum
uteri. Kehamilan ekstrauterin tidak sinonim dengan kehamilan ektopik karena kehamilan pada
pars 5

interstitialis tuba dan kanalis servikalis masih termasuk dalam uterus tetapi jelas bersifat
ektopik.1

D. Epidemiologi

Frekuensi dari kehamilan ektopik dan kehamilan intrauteri dalam satu konsepsi yang
spontan terjadi dalam 1 dalam 30.000 atau kurang. Angka kehamilan ektopik per 1000 diagnosis
konsepsi, kehamilan atau kelahiran hidup telah dilaporkan berkisar antara 2,7 hingga 12,9.
Angka kejadian kehamilan ektopik dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Diantara faktor-
faktor yang terlibat adalah meningkatnya pemakaian alat kontrasepsi dalam rahim, penyakit
radang panggul, usia ibu yang lanjut, pembedahan pada tuba, dan pengobatan infertilitas dengan
terapi induksi superovulasi.2 Angka kejadian kehamilan ektopik di Amerika Serikat meningkat
dalam dekade terakhir yaitu dari 4,5 per 1000 kehamilan pada tahun 1970 menjadi 19,7 per 1000
kehamilan pada tahun 1992. Kehamilan ektopik masih menjadi penyebab kematian utama pada
ibu hamil di Kanada yaitu berkisar 4% dari 20 kematian ibu pertahun.6 Pada tahun 1980-an, 6

kehamilan ektopik menjadi komplikasi yang serius dari kehamilan, terhitung sebesar
11% kematian maternal terjadi di Amerika Serikat.2 Di RS Cipto Mangunkusumo Jakarta
angka kejadian kehamilan ektopik pada tahun 1987 ialah 153 di antara 4.007 persalinan atau 1 di
antara 26 persalinan.1,5 Sebagian besar wanita yang mengalami kehamilan ektopik berumur
antara 20-40 tahun dengan umur rata-rata 30 tahun. Frekuensi kehamilan ektopik yang berulang
dilaporkan berkisar antara 0-14,6%.1 Sekurangnya 95 % implantasi ektopik terjadi di tuba
Fallopii. Di tuba sendiri, tempat yang paling sering adalah pada ampulla, kemudian berturut-
turut pada pars ismika, infundibulum dan fimbria, dan pars intersisialis. Implantasi yang terjadi
di ovarium, serviks, atau cavum peritonealis jarang ditemukan.2

14
E. Faktor Risiko

Ada berbagai macam faktor yang dapat menyebabkan kehamilan ektopik. Namun
kehamilan ektopik juga dapat terjadi pada wanita tanpa faktor risiko.

1 .Lebih dari setengah kehamilan ektopik yang berhasil diidentifikasi ditemukan pada
wanita tanpa ada faktor resiko.6 Faktor risiko kehamilan ektopik adalah 1,3: 1. Riwayat
kehamilan ektopik sebelumnya Merupakan faktor risiko paling besar untuk kehamilan ektopik.
Angka kekambuhan sebesar 15% setelah kehamilan ektopik pertama dan meningkat sebanyak
30% setelah kehamilan ektopik kedua.3

2. Penggunaan kontrasepsi spiral dan pil progesteron Kehamilan ektopik meningkat


apabila ketika hamil masih menggunakan kontrasepsi spiral (3-4%). Pil yang mengandung
hormon progesteron juga meningkatkan kehamilan ektopik karena dapat mengganggu
pergerakan sel rambut silia di saluran tuba yang membawa sel telur yang sudah dibuahi untuk
berimplantasi ke dalam rahim.3 ,7

3. Kerusakan dari saluran tuba Faktor dalam lumen tuba:

1. Endosalpingitis dapat menyebabkan lumen tuba menyempit atau membentuk kantong


buntu akibat perlekatan endosalping.

2. Pada Hipoplasia uteri, lumen tuba sempit dan berkeluk-keluk dan hal ini disertai
gangguan fungsi silia endosalping.

3. Operasi plastik tuba dan sterilisasi yang tak sempurna dapat menjadi sebab lumen tuba
menyempit.

Faktor pada dinding tuba:

a) Endometriosis tuba dapat memudahkan implantasi telur yang dibuahi dalam tuba.

b) Divertikel tuba kongenital atau ostium assesorius tubae dapat menahan telur yang
dibuahi di tempat itu. Faktor di luar dinding tuba:

a) Perlekatan peritubal dengan ditorsi atau lekukan tuba dapat menghambat perjalanan
telur.

15
b) Tumor yang menekan dinding tuba dapat menyempitkan lumen tuba

Faktor lain:

a) Migrasi luar ovum yaitu perjalanan dari ovarium kanan ke tuba kiri atau sebaliknya.
Hal ini dapat memperpanjang perjalanan telur yang dibuahi ke uterus, pertumbuhan telur yang
terlalu cepat dapat menyebabkan implantasi prematur.

b) Fertilisasi in vitro.

F. Patologi Proses implantasi ovum yang dibuahi yang terjadi di tuba pada dasarnya sama
dengan halnya di kavum uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumner atau interkolumner.
Implantasi secara kolumner yaitu telur berimplantasi pada ujung atau sisi jonjot endosalping.
Perkembangan telur selanjutnya dibatasi oleh kurangnya vaskularisasi dan biasanya telur mati
secara dini dan kemudian diresorpsi. Pada nidasi secara interkolumner telur bernidasi antara dua
jonjot endosalping. Setelah tempat nidasi tertutup, maka telur dipisahkan dari lumen tuba oleh
lapisan jaringan yang menyerupai desidua dan dinamakan pseudokapsularis. Karena
pembentukan desidua di tuba tidak sempurna, dengan mudah vili korialis menembus endosalping
dan masuk ke dalam lapisan otot-otot tuba dengan merusak jaringan dan pembuluh darah.
Perkembangan janin selanjutnya bergantung pada beberapa faktor, seperti tempat implantasi,
tebalnya dinding tuba dan banyaknya perdarahan yang terjadi oleh invasi trofoblas.1 Di bawah
pengaruh hormon estrogen dan progesteron dari korpus luteum graviditas dan trofoblas, uterus
menjadi besar dan lembek. Endometrium dapat pula berubah menjadi desidua. Setelah janin
mati, desidua dalam uterus mengalami degenerasi dan kemudian dikeluarkan berkeping-keping
atau dilepaskan secara utuh. Perdarahan pervaginam yang dijumpai pada kehamilan ektopik
terganggu berasal dari uterus dan disebabkan oleh pelepasan desidua yang degeneratif. 1 Tuba
bukanlah tempat untuk pertumbuhan hasil konsepsi, sehingga tidak mungkin janin tumbuh secara
utuh seperti dalam uterus. Sebagian besar kehamilan tuba terganggu pada umur kehamilan antara
6 sampai 10 minggu.

16
Terdapat beberapa kemungkinan mengenai nasib kehamilan dalam tuba yaitu :

1. Hasil konsepsi mati dini dan diresorpsi Pada implantasi secara kolumner, ovum yang
dibuahi cepat mati karena vaskularisasi kurang dan dengan mudah terjadi resorpsi total. Dalam
keadaan ini penderita tidak mengeluh apa-apa dan haidnya terlambat untuk beberapa hari.

2. Abortus ke dalam lumen tuba Perdarahan yang terjadi karena pembukaan pembuluh-
pembuluh darah oleh villi koriales pada dinding tuba di tempat implantasi dapat melepaskan
mudigah dari dinding tersebut bersama-sama dengan robeknya pseudokapsularis. Pelepasan ini
dapat terjadi sebagian atau seluruhnya. Bila pelepasan menyeluruh, mudigah dan selaputnya
dikeluarkan dalam lumen tuba dan kemudian didorong oleh darah ke arah ostium tuba
abdominale. Perdarahan yang berlangsung terus menyebabkan tuba membesar dan kebiru-biruan
(Hematosalping) dan selanjutnya darah mengalir ke rongga perut melalui ostium tuba,
berkumpul di kavum douglas dan akan membentuk hematokel retrouterina.

3. Ruptur dinding tuba Ruptur tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus
dan biasanya pada kehamilan muda. Sebaliknya ruptur pada pars interstitialis terjadi pada
kehamilan yang lebih lanjut. Faktor utama yang menyebabkan ruptur ialah penembusan villi
koriales ke dalam lapisan muskularis tuba terus ke peritoneum. Ruptur dapat terjadi secara
spontan atau karena trauma ringan. Darah dapat mengalir ke dalam rongga perut melalui ostium
tuba abdominale. Bila ostium tuba tersumbat, ruptur sekunder dapat terjadi. Dalam hal ini,
dinding tuba yang telah menipis oleh invasi trofoblas, pecah karena tekanan darah dalam tuba.
Kadang-kadang ruptur terjadi di arah ligamentum latum dan terbentuk hematoma intraligamenter
antara 2 lapisan ligamentum tersebut. Jika janin hidup terus, dapat terjadi kehamilan
intraligamenter. Pada ruptur ke rongga perut, seluruh janin dapat keluar dari tuba, tetapi bila
robekan tuba kecil, perdarahan terjadi tanpa hasil konsepsi dikeluarkan dari tuba. Nasib janin
bergantung pada tuanya kehamilan dan kerusakan yang diderita. Bila janin mati dan masih kecil,
dapat diresorpsi seluruhnya, dan bila besar dapat diubah menjadi litopedion. Janin yang
dikeluarkan dari tuba dengan masih diselubungi oleh kantong amnion dan dengan plasenta masih
utuh kemungkinan tumbuh terus dalam rongga perut, sehingga terjadi kehamilan ektpik lanjut
atau kehamilan abdominal sekunder. Untuk mencukupi kebutuhan makanan bagi janin, plasenta

17
dari tuba akan meluaskan implantasinya ke jaringan sekitarnya misalnya ke sebagian uterus,
ligamentum latum, dasar panggul dan usus.

G. Jenis Kehamilan Ektopik 1. Kehamilan Pars Interstisialis Tuba Kehamilan ektopik ini
terjadi bila ovum bernidasi pada pars interstisialis tuba. Keadaan ini jarang terjadi dan hanya satu
persen dari semua kehamilan tuba. Rupture pada keadaan ini terjadi pada kehamilan lebih tua,
dapat mencapai akhir bulan keempat. Perdarahan yang terjadi sangat banyak dan bila tidak
segera dioperasi akan menyebabkan kematian.

1 Tindakan operasi yang dilakukan adalah laparatomi untuk membersihkan isi kavum
abdomen dari darah dan sisa jaringan konsepsi serta menutup sumber perdarahan dengan
melakukan irisan baji (wegde resection) pada kornu uteri dimana tuba pars interstisialis berada. 1

2. Kehamilan ektopik ganda Sangat jarang kehamilan ektopik berlangsung bersamaan


dengan kehamilan intrauterine. Keadaan ini disebut kehamilan ektopik ganda (combined ectopic
pregnancy). Frekuensinya berkisar 1 di antara 15.000 40.000 persalinan. Di Indonesia sudah
dilaporkan beberapa kasus. Pada umumnya diagnosis kehamilan dibuat pada waktu operasi
kehamilan ektopik yang terganggu. Pada laparotomi ditemukan uterus yang membesar sesuai
dengan tuanya kehamilan dan 2 korpora lutea. 1

3. Kehamilan Ovarial Kehamilan ovarial primer sangat jarang terjadi.

Diagnosis kehamilan tersebut ditegakkan atas dasar 4 kriteria dari Spiegelberg, yakni:

a. Tuba pada sisi kehamilan harus normal

b. Kantong janin harus berlokasi pada ovarium

c. Kantong janin dihubungkan dengan uterus oleh ligamentum ovary proprium

d. Jaringan ovarium yang nyata harus ditemukan dalam dinding kantong janin

Diagnosis yang pasti diperoleh bila kantong janin kecil dikelilingi oleh jaringan ovarium
dengan trofoblas memasuki alat tersebut. Pada kehamilan ovarial biasanya terjadi rupture pada
kehamilan muda dengan akibat perdarahan dalam perut. Hasil konsepsi dapat pula mengalami
kematian sebelumnya sehingga tidak terjadi rupture, ditemukan benjolan dengan berbagai ukuran

18
yang terdiri atas ovarium yang mengandung darah, vili korialis dan mungkin juga selaput
mudigah. 1

4. Kehamilan servikal Kehamilan servikal juga sangat jarang terjadi. Bila ovum
berimplantasi dalam kavum servikalis, maka akan terjadi perdarahan tanpa nyeri pada kehamilan
muda. Jika kehamilan berlangsung terus, serviks membesar dengan ostium uteri eksternum
terbuka sebagian. Kehamilan servikal jarang melampaui 12 minggu dan biasanya diakhiri secara
operatif oleh karena perdarahan. Pengeluaran hasil konsepsi pervaginam dapat menyebabkan
banyak perdarahan, sehingga untuk menghentikan perdarahan diperlukan histerektomi totalis. 1

Paalman dan Mc ellin (1959) membuat kriteria klinik sebagai berikut :

a. Ostium uteri internum tertutup

b. Ostium uteri eksternum terbuka sebagian

c. Seluruh hasil konsepsi terletak dalam endoservik

d. Perdarahan uterus setelah fase amenore tanpa disertai rasa nyeri

e. Serviks lunak, membesar, dapat lebih besar dari fundus uteri, sehingga terbentuk hour-
glass uterus

5. Kehamilan ektopik lanjut Merupakan kehamilan ektopik dimana janin dapat tumbuh
terus karena mendapat cukup zat-zat makanan dan oksigen dari plasenta yang meluaskan
implantasinya ke jaringan sekitar misalnya ligamentum latum, uterus, dasar panggul, usus dan
sebagainya. Dalam keadaan demikian, anatomi sudah kabur. Kehamilan ektopik lanjut biasanya
terjadi sekunder dari kehamilan tuba yang mengalami abortus atau ruptur dan janin dikeluarkan
dari tuba dalam keadaan masih diselubungi oleh kantung ketuban dengan plasenta yang masih
utuh yang akan terus tumbuh terus di tempat implantasinya yang baru.5 Angka kejadian
kehamilan ektopik lanjut di RSCM, Jakarta dari tahun 1967 1972 yaitu 1 di antara 1065
persalinan. Berbagai penulis mengemukakan angka antara 1 : 2000 persalinan sampai 1 : 8500
persalinan.5

19
H. Gambaran Klinik Gambaran klinik kehamilan tuba yang belum terganggu tidak khas
dan penderita maupun dokter biasanya tidak mengetahui adanya kelainan dalam kehamilan,
sampai terjadinya abortus tuba atau ruptur tuba.5

1. Kehamilan ektopik belum terganggu Kehamilan ektopik yang belum terganggu atau
belum mengalami ruptur sulit untuk diketahui, karena penderita tidak menyampaikan keluhan
yang khas. Amenorea atau gangguan haid dilaporkan oleh 75 - 95% penderita. Lamanya
amenore tergantung pada kehidupan janin, sehingga dapat bervariasi. Sebagian penderita tidak
mengalami amenore karena kematian janin terjadi sebelum haid berikutnya. Tanda-tanda
kehamilan muda seperti nausea dilaporkan oleh 10-25% kasus. Di samping gangguan haid,
keluhan yang paling sering disampaikan ialah nyeri di perut bawah yang tidak khas, walaupun
kehamilan ektopik belum mengalami ruptur. Kadang-kadang teraba tumor di samping uterus
dengan batas yang sukar ditentukan. Keadaan ini juga masih harus dipastikan dengan alat bantu
diagnostik yang lain seperti ultrasonografi (USG) dan laparoskopi. Mengingat bahwa setiap
kehamilan ektopik akan berakhir dengan abortus atau ruptur yang disertai perdarahan dalam
rongga perut, maka pada setiap wanita dengan gangguan haid dan setelah diperiksa dicurigai
adanya kehamilan ektopik harus ditangani dengan sungguhsungguh menggunakan alat
diagnostik yang ada sampai diperoleh kepastian diagnostik kehamilan ektopik karena jika
terlambat diatasi dapat membahayakan jiwa penderita.5

2. Kehamilan ektopik terganggu Gejala dan tanda kehamilan tuba tergangu sangat
berbeda-beda dari perdarahan banyak yang tiba-tiba dalam rongga perut sampai terdapatnya
gejala yang tidak jelas. Gejala dan tanda bergantung pada lamanya kehamilan ektopik terganggu,
abortus atau ruptur tuba, tuanya kehamilan, derajat perdarahan yang terjadi dan keadaan umum
penderita sebelum hamil. Diagnosis kehamilan ektopik terganggu pada jenis yang mendadak atau
akut biasanya tidak sulit. Nyeri merupakan keluhan utama pada kehamilan ektopik terganggu
(KET). Pada ruptur tuba, nyeri perut bagian bawah terjadi secara tiba-tiba dan intensitasnya
disertai dengan perdarahan yang menyebabkan penderita pingsan, tekanan darah dapat menurun
dan nadi meningkat serta perdarahan yang lebih banyak dapat menimbulkan syok, ujung
ekstremitas pucat, basah dan dingin. Rasa nyeri mula-mula terdapat dalam satu sisi, tetapi setelah
darah masuk ke dalam rongga perut, rasa nyeri menjalar ke bagian tengah atau keseluruh perut
bawah dan bila membentuk hematokel retrouterina menyebabkan defekasi nyeri.
20
Perdarahan pervaginam merupakan tanda penting kedua pada kehamilan ektopik
terganggu. Hal ini menunjukkan kematian janin dan berasal dari kavum uteri karena pelepasan
desidua. Perdarahan dari uterus biasanya tidak banyak dan berwarna coklat tua. Frekuensi
perdarahan ditemukan dari 51-93%. Perdarahan berarti gangguan pembentukan Hcg (human
chorionic gonadotropin). Yang menonjol ialah penderita tampak kesakitan, pucat dan pada
pemeriksaan ditemukan tanda-tanda syok serta perdarahan rongga perut. Pada pemeriksaan
ginekologik ditemukan serviks yang nyeri bila digerakkan dan kavum Douglas yang menonjol
dan nyeri raba.5

Pada abortus tubabiasanya teraba dengan jelas suatu tumor di samping uterus dalam
berbagai ukuran dengan konsistensi agak lunak. Hematokel retouterina dapat diraba sebagai
tumor di kavum Douglas. Kesulitan diagnosis biasanya terjadi pada kehamilan ektopik
terganggu jenis atipik atau menahun. Kelambatan haid tidak jelas, tanda dan gejala kehamilan
muda tidak jelas, demikian pula nyeri perut tidak nyata dan sering penderita tampak tidak terlalu
pucat. Hal ini dapat terjadi apabila perdarahan pada kehamilan ektopik yang terganggu
berlangsung lambat. Dalam keadaan yang demikian, alat bantu diagnostik sangat diperlukan
untuk memastikan diagnosis.5

I. Diagnosis
Kesukaran membuat diagnosis yang pasti pada kehamilan ektopik belum terganggu
demikian besarnya sehingga sebagian besar penderita mengalami abortus tuba atau ruptur
ruba sebelum keadaan menjadi jelas.

Alat bantu diagnostik yang dapat digunakan ialah ultrasonografi (USG), laparoskopi atau
kuldoskopi. 1. Anamnesis : haid biasanya terlambat untuk beberapa waktu, dan kadang-kadang
terdapat gejala subyektif kehamilan muda. Nyeri abdominal terutama bagian bawah dan
perdarahan pervaginam pada trimester pertama kehamilan merupakan tanda dan gejala klinis
yang mengarah ke diagnosis kehamilan ektopik. Gejala-gejala nyeri abdominal dan perdarahan
pervaginam tidak terlalu spesifik atau juga sensitif.

2 Pemeriksaan umum : penderita tampak kesakitan dan pucat. Pada perdarahan dalam
rongga perut tanda-tanda syok dapat ditemukan. Pada jenis tidak mendadak perut bagian bawah
hanya sedikit menggembung dan nyeri tekan.1 Kehamilan ektopik yang belum terganggu tidak
21
dapat didiagnosis secara tepat semata-mata atas adanya gejala-gejala klinis dan pemeriksaan
fisik.

3. Pemeriksaan ginekologi : tanda-tanda kehamilan muda mungkin ditemukan.


Pergerakan serviks menyebabkan rasa nyeri. Bila uterus dapat diraba, maka akan teraba sedikit
membesar dan kadang-kadang teraba tumor di samping uterus dengan batas yang sukar
ditentukan. Kavum Douglas yang menonjol dan nyeri-raba menunjukkan adanya hematokel
retrouterina. Suhu kadang-kadang naik sehingga menyukarkan perbedaan dengan infeksi pelvik.1
Hampir semua kehamilan ektopik didiagnosis antara kehamilan 5 dan 12 minggu.

Identifikasi dari tempat implantasi embrio lebih awal dari pada kehamilan 5 minggu
melampaui kemampuan teknik-teknik diagnostik yang ada. Pada usia kehamilan 12 minggu,
kehamilan ektopik telah memperlihatkan gejala-gejala sekunder terhadap terjadinya ruptur atau
uterus pada wanita dengan kehamilan intrauteri yang normal telah mengalami pembesaran yang
berbeda dengan bentuk dari kehamilan ektopik.2

4,Pemeriksaan laboratorium : pemeriksaan hemoglobin dan jumlah sel darah merah


berguna dalam menegakkan diagnosis kehamilan ektopik terganggu, terutama bila ada tanda-
tanda perdarahan dalam rongga perut. Pada kasus tidak mendadak biasanya ditemukan anemia,
tetapi harus diingat bahwa penurunan hemoglobin baru terlihat setelah 24 jam.1 Perhitungan
leukosit secara berturut menunjukkan adanya perdarahan bila leukosit meningkat (leukositosis).
Untuk membedakan kehamilan ektopik dari infeksi pelvik dapat diperhaikan jumlah leukosit.
Jumlah leukosit yang lebih dari 20.000 biasanya menunjukkan infeksi pelvik. Penting untuk
mendiagnosis ada tidaknya kehamilan. Cara yang paling mudah ialah dengan melakukan
pemeriksaan konsentrasi hormon human chorionic gonadotropin (-hCG) dalam urin atau
serum. Hormon ini dapat dideteksi paling awal pada satu minggu sebelum tanggal menstruasi
berikutnya. Konsentrasi serum yang sudah dapat dideteksi ialah 5 IU/L, sedangkan pada urin
ialah 2050 IU/L. Tes kehamilan negatif tidak menyingkirkan kemungkinan kehamilan ektopik
terganggu karena kematian hasil konsepsi dan degenerasi trofoblas menyebabkan human
chorionic gonadotropin menurun dan menyebabkan tes negatif.1 Tes kehamilan positif juga tidak
dapat mengidentifikasi lokasi kantung gestasional. Meskipun demikian, wanita dengan

22
kehamilan ektopik cenderung memiliki level -hCG yang rendah dibandingkan kehamilan
intrauterin.

5. Kuldosentesis : ialah suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah terdapat darah
dalam kavum Douglas. Cara ini sangat berguna untuk membuat diagnosis kehamilan ektopik
terganggu. Teknik kuldosentesis yaitu : - Penderita dibaringkan dalam posisi litotomi. - Vulva
dan vagina dibersihkan dengan antiseptik - Spekulum dipasang dan bibir belakang porsio dijepit
dengan tenakulum, kemudian dilakukan traksi ke depan sehingga forniks posterior ditampakkan -
Jarum spinal no. 18 ditusukkan ke dalam kavum douglas dan dengan semprit 10 ml dilakukan
pengisapan. Hasil positif bila dikeluarkan darah berwarna coklat sampai hitam yang tdak
membeku atau berupa bekuan-bekuan kecil. Hasil negatif bila cairan yang dihisap berupa : -
Cairan jernih yang mungkin berasal dari cairan peritoneum normal atau kista ovarium yang
pecah. - Nanah yang mungkin berasal dari penyakit radang pelvis atau radang appendiks yang
pecah (nanah harus dikultur). - Darah segar berwarna merah yang dalam beberapa menit akan
membeku, darah ini berasal dari arteri atau vena yang tertusuk.

6. Ultrasonografi : Cara yang paling efisien untuk mengeluarkan adanya kehamilan


ektopik adalah mendiagnosis suatu kehamilan intrauteri. Cara yang terbaik untuk
mengkonfirmasi satu kehamilan intrauteri adalah dengan menggunakan ultrasonografi.
Sensitivitas dan spesifisitas dari diagnosis kehamilan intrauteri dengan menggunakan modalitas
ini mencapai 100% pada kehamilan diatas 5,5 minggu. Sebaliknya identifikasi kehamilan
ektopik dengan ultrasonografi lebih sulit (kurang sensitif) dan kurang spesifik.2

Laparoskopi : hanya digunakan sebagai alat bantu diagnostik terakhir untuk kehamilan
ektopik apabila hasil penilaian prosedur diagnostik yang lain meragukan. Melalui prosedur
laparoskopik, alat kandungan bagian dalam dapat dinilai. Secara sistematis dinilai keadaan
uterus, ovarium, tuba, kavum Douglas dan ligamentum latum. Adanya darah dalam rongga pelvis
mempersulit visualisasi alat kandungan tetapi hal ini menjadi indikasi untuk dilakukan
laparotomi.

J. Penatalaksanaan Penanganan kehamilan ektopik pada umumnya adalah laparotomi.


Dalam tindakan demikian beberapa hal perlu diperhatikan dan dipertimbangkan yaitu :

23
1. kondisi penderita saat itu

2. keinginan penderita akan fungsi reproduksinya

3. lokasi kehamilan ektopik

4. kondisi anatomik organ pelvis

Hasil pertimbangan ini menentukan apakah perlu dilakukan salpingektomi pada


kehamilan tuba atau dapat dilakukan pembedahan konservatif yaitu hanya dilakukan
salpingostomi atau reanastomosis tuba. Apabila kondisi penderita buruk, misalnya dalam
keadaan syok, lebih baik dilakukan salpingektomi.

1. Pembedahan
Pembedahan merupakan penatalaksanaan primer pada kehamilan ektopik terutama
pada KET dimana terjadi abortus atau ruptur pada tuba. Penatalaksanaan
pembedahan sendiri dapat dibagi atas dua yaitu pembedahan konservatif dan radikal.
Pembedahan konservatif terutama ditujukan pada kehamilan ektopik yang mengalami
ruptur pada tubanya. Pendekatan dengan pembedahan konservatif ini mungkin
dilakukan apabila diagnosis kehamilan ektopik cepat ditegakkan sehingga belum
terjadi ruptur pada tuba.

a. Salpingotomi linier Tindakan ini merupakan suatu prosedur pembedahan yang ideal
dilakukan pada kehamilan tuba yang belum mengalami ruptur. Karena lebih dari 75% kehamilan
ektopik terjadi pada 2/3 bagian luar dari tuba. Prosedur ini dimulai dengan menampakkan,
mengangkat, dan menstabilisasi tuba. Satu insisi linier dibuat diatas segmen tuba yang
meregang. Produk kehamilan dikeluarkan dengan hati-hati dari dalam lumen. Setiap sisa
trofoblas yang ada harus dibersihkan dengan melakukan irigasi pada lumen dengan
menggunakan cairan ringer laktat yang hangat untuk mencegah kerusakan lebih jauh pada
mukosa. Hemostasis yang komplit pada mukosa tuba harus dilakukan, karena kegagalan pada
tindakan ini akan menyebabkan perdarahan postoperasi yang akan membawa pada terjadinya
adhesi intralumen. Batas mukosa kemudian ditutup dengan jahitan terputus, jahitan harus
diperhatikan hanya dilakukan untuk mendekatkan lapisan serosa dan lapisan otot dan tidak ada
tegangan yang berlebihan.

24
b. Reseksi segmental Reseksi segmental dan reanastomosis end to end telah diajukan
sebagai satu alternatif dari salpingotomi. Prosedur ini dilakukan dengan mengangkat bagian
implantasi. Tujuan lainnya adalah dengan merestorasi arsitektur normal tuba. Hanya pasien
dengan perdarahan yang sedikit dipertimbangkan untuk menjalani prosedur ini. Mesosalping
yang berdekatan harus diinsisi dan dipisahkan dengan hati-hati untuk menghindari terbentuknya
hematom pada ligamentum latum. Jahitan seromuskuler dilakukan dengan menggunakan
mikroskop/loupe.

c. Salpingektomi Salpingektomi total diperlukan apabila satu kehamilan tuba mengalami


ruptur, karena perdarahan intraabdominal akan terjadi dan harus segera diatasi. Hemoperitonium
yang luas akan menempatkan pasien pada keadaan krisis kardiopulmunonal yang serius. Insisi
suprapubik Pfannenstiel dapat digunakan, dan tuba yang meregang diangkat. Mesosalping
diklem berjejer dengan klem Kelly sedekat mungkin dengan tuba. Tuba kemudian dieksisi
dengan memotong irisan kecil pada myometrium di daerah cornu uteri, hindari insisi yang terlalu
dalam ke myometrium. Jahitan matras angka delapan dengan benang absorable 0 digunakan
untuk menutup myometrium pada sisi reseksi baji. Mesosalping ditutup dengan jahitan terputus
dengan menggunakan benang absorbable. Hemostasis yang komplit sangat penting untuk
mencegah terjadinya hematom pada ligamentum latum.

B. Medisinalis Saat ini dengan adanya tes kehamilan yang sensitif dan ultrasonografi
transvaginal, memungkinkan kita untuk membuat diagnosis kehamilan ektopik secara dini.
Keuntungan dari ditegakkannya diagnosis kehamilan ektopik secara dini adalah bahwa
penatalaksanaan secara medisinalis dapat dilakukan. Penatalaksanaan medisinalis memiliki
keuntungan yaitu kurang invasif, menghilangkan risiko pembedahan dan anestesi,
mempertahankan fungsi fertilitas dan mengurangi biaya serta memperpendek waktu
penyembuhan.

Pada kasus kehamilan ektopik di pars ampularis tuba yang belum pecah pernah dicoba
ditangani menggunakan kemoterapi untuk menghindari tindakan pembedahan.

Kriteria kasus yang diobati dengan cara ini ialah:

1. Kehamian di pars ampularis tuba belum pecah

25
2. Diameter kantong gestasi 4cm

3. Perdarahan dalam rongga perut 100 ml

4. Tanda vital baik dan stabil

Obat yang digunakan ialah methotreksat (MTX) 1 mg/kgBB i.v. dan faktor sitrovorm 0,1
mg/kgBB i.m. berselang seling setiap hari selama 8 hari. Methotrexate merupakan analog asam
folat yang akan mempengaruhi sintesis DNA dan multiplikasi sel dengan cara menginhibisi kerja
enzim Dihydrofolate reduktase. MTX ini akan menghentikan proliferasi trofoblas. Pemberian
MTX dapat secara oral, sistemik iv,im atau injeksi lokal dengan panduan USG atau laparoskopi.
Dari seluruh 6 kasus yang diobati, satu kasus dilakukan salpingektomi pada hari ke-12 karena
gejala abdomen akut, sedangkan 5 kasus berhasil diobati dengan lain.1

Efek samping yang timbul tergantung dosis yang diberikan. Dosis yang tinggi akan
menyebabkan enteritis hemoragik dan perforasi usus, supresi sumsum tulang, nefrotoksik,
disfungsi hepar permanen, alopesia, dermatitis, pneumonitis, dan hipersensitivitas. Pada dosis
rendah akan menimbulkan dermatitis, gastritis, pleuritis, disfungsi hepar reversibel, supresi
sumsum tulang sementara. Pemberian MTX biasanya disertai pemberian folinic acid (leucovorin
calcium atau citroforum factor) yaitu zat yang mirip asam folat namun tidak tergantung pada
enzim dihydrofolat reduktase. Pemberian folinic acid ini akan menyelamatkan sel-sel normal
dan mengurangi efek MTX pada sel-sel tersebut. Sebelumnya penderita diperiksa dulu kadar
hCG, fungsi hepar, kreatinin, golongan darah. Pada hari ke-4 dan ke-7 setelah pemberian MTX,
kadar hCG diperiksa kembali. Bila kadar hCG berkurang 15% atau lebih, dari kadar yang
diperiksa pada hari ke-4 maka MTX tidak diberikan lagi dan kadar hCG diperiksa setiap minggu
sampai hasilnya negatif atau evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan USG transvaginal
setiap minggu. Bila kadar hCG tidak berkurang atau sebaliknya meningkat dibandingkan kadar
hari ke-4 atau menetap selama interval setiap minggunya, maka diberikan MTX 50 mg/m2
kedua. Stoval dan Ling pada tahun 1993 melaporkan keberhasilan metoda ini sebesar 94,3%.
Selain dengan dosis tunggal, dapat juga diberikan multidosis sampai empat dosis atau kombinasi
dengan leucovorin 0,1 mg/kgBB. Kontraindikasi pemberian MTX absolut adalah ruptur tuba,
adanya penyakit ginjal atau hepar yang aktif. Sedangkan kontraindikasi relatif adalah nyeri
abdomen.
26
K. Prognosis Kematian karena kehamilan ektopik terganggu cenderung turun dengan
diagnosis dini dan persediaan darah yang cukup. Hellman dkk., (1971) melaporkan 1 kematian
diantara 826 kasus, Wilson dkk., (1971) melaporkan 1 kematian diantara 591 kasus. Akan tetapi
bila pertolongan terlambat angka kematian dapat tinggi. Sjahid dan Martohoesodo (1970)
mendapatkan angka kematian 2 dari 120 kasus. Sedangkan Tardjiman dkk., (1973) mendapatkan
angka kematian 4 dari 138 kehamilan ektopik. Pada umumnya kelainan yang menyebabkan
kehamilan ektopik bersifat bilateral. Sebagian perempuan menjadi steril setelah mengalami
kehamilan ektopik lagi pada tuba yang lain. Angka kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan
antara 0-14,6%. Untuk perempuan dengan jumlah anak yang sudah cukup, sebaiknya pada
operasi dilakukan salpingektomi bilateralis dan sebelumnya perlu mendapat persetujuan suami
dan isteri.1

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Prawirohardjo, S., 2016, Kehamilan Ektopik dalam Ilmu Kebidanan, Jakarta Pusat :
Yayasan Bina Pustaka.

2. http://digilib.unsri.ac.id/download/Kehamilan%20Ektopik.pdf.

3. http://proquest /2014/12/kehamilan-ektopik.pdf. \

4. http://www.Indian journal of obstetric.web.id/nidasi-atau-implantasi/.

5. Prawirohardjo, S., 2015, Kehamilan Ektopik dalam Ilmu Bedah Kebidanan, Jakarta
Pusat : Yayasan Bina Pustaka.

6. Murray, H., Baakdah, H., Bardell, T., Tulandi, T., Diagnosis and Treatment of Ectopic
Pregnancy, CMA Media Inc. (CMAJ),2015;173(8), diunduh dari
http://www.cmaj.ca.full.pdf+html.

28

Você também pode gostar